You are on page 1of 12

BAB I

PENDAHULUAN

Gangguan obsesif kompulsif merupakan sekelompok gejala yang beranekaragam


yang ditandai oleh adanya obsesif dan atau kompulsif yang menyita waktu atau secara
signifikan mengganggu keseharian pasien dalam hal pekerjaan, keluarga, kehidupan sosial
serta menyebabkan penderitaan yang bermakna. Obsesif adalah suatu pikiran, perasaan, ide
ataupun sensasi yang mengganggu dan berulang-ulang. Bila obsesif adalah suatu aktivitas
mental, maka kompulsif adalah suatu perilaku yang sadar, teratur, dan berulang-ulang, seperti
menghitung, memeriksa, ataupun menghindari. Meskipun perilaku kompulsif dilakukan
pasien untuk menghindarkan dirinya dari kecemasan, kerap kali hal tersebut tidak
mempengaruhi kecemasannya bahkan meningkatkan kecemasannya1.
Hingga kini, penyebab dari gangguan obsesif-kompulsif belum dapat ditentukan
dengan pasti. Terdapat bukti yang kuat adanya faktor biologis dan genetik. Di lain pihak,
faktor psikologis seperti proses belajar, kepercayaan yang salah, dan pikiran yang katastrofik
ditunjukkan pada sebagian besar pasien dan tampaknya memainkan peran yang penting pada
penampakan gejala dan bertahannya gejala1,2.
Gangguan obsesif-kompulsif ini merupakan gangguan kecemasan yang cukup
sering terjadi, dan seringkali tidak disadari oleh yang bersangkutan, yang bisa
sangat

mengganggu kehidupan sehari-hari, sampai fungsi vital pasien 3. Untuk anak atau

remaja yang memiliki OCD, perkembangan sosial sering terganggu karena gejala OCD hadir
memberikan penghalang khusus bagi penderitanya untuk bersosialisasi4.
Kira-kira 20-30% pasien dengan gangguan obsesif kompulsif memiliki gangguan
depresif berat dan bunuh diri merupak salah satu resikonya. Indikasi prognosis buruk adalah:
kompulsi yang diikuti onset masa kanak, kompulsi yang bizzare, memerlukan perawatan
rumah sakit, ada komorbiditas dengan gangguan depresi, adanya kepercayaan yang mengarah
ke waham dan adanya gangguan kepribadian. Indikasi adanya prognosis baik adalah adanya
penyesuaian sosial dan pekerjaan yang baik, adanya peristiwa yang menjadi pencetus, gejala
yang episodik.
Faktor utama penyebab gangguan obsesif kompulsif adalah faktor biologik, maka
pengobatan yang disarankan adalah pemberian farmakoterapi dan psikoterapi. Pada referat ini
akan di paparkan secara khusus mengenai psikoterapi pada gangguan obsesif dan kompulsif.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1

Definisi Gangguan Obsesif Kompulsif


Tindakan obsesi adalah aktivitas mental seperti pikiran, perasaan, ide, impuls, yang

berulang dan intrusif. Kompulsi adalah pola perilaku tertentu yang berulang dan disadari
seperti menghitung, memeriksa, dan menghindar2.
Tindakan kompulsi merupakan usaha untuk meredakan kecemasan yang berhubungan
dengan obsesi namun tidak selalu berhasil meredakan ketegangan. Pasien dengan gangguan
ini menyadari bahwa pengalaman obsesi dan kompulsi tidak beralasan sehingga bersifat
egodistonik2.
2.2

Epidemiologi Gangguan Obsesif Kompulsif


Menurut beberapa penelitian, Gangguan Obsesif Kompulsif merupakan kelainan

jiwa keempatterbanyak setelah depresi, penyalahgunaan alkohol dan substansia lain, serta
fobia sosial,dengan prevalensi seumur hidup dalam survey di masyarakat sekitar 2-3%.
Prevalensiseumur hidup dapat bervariasi dari 0,7 per 100 jiwa di Taiwan hingga 2,5 per 100
diPuerto Rico. Beberapa penelitian juga menyetujui bahwa prevalevsi seumur hidup
Gangguan Obsesif Kompulsifadalah 2,2-2,3 per 100 jiwa di AS, Kanada, dan Selandia Baru.
Terdapat konsistensi dariprevalensi seumur hidup dan prevalensi tahunan dari Gangguan
Obsesif Kompulsif dari beberapa penelitian yangdiadakan di beberapa negara didunia2,5.
Onset usia rata-rata pada pria adalah usia remaja akhir, sedangkan untuk wanitapada
usia 20-an awal, walaupun onset tersebut memiliki range yang sangat luas. Onsetusia termuda
dilaporkan di Edmonton, Kanada (21,9 tahun). Sedangkan onsed usia tertuaditemukan di
Puerto Rico (35,5 tahun). Walaupun begitu, tidak menutup kemungkinanorang berusia 10-15
tahun mencari pertolongan ahli.Penelitian
Obsesif Kompulsif lebih

tinggi

pada

oleh

ECA,

tingkat

prevalensi

Gangguan

wanitadibandingkan pada pria. Walau begitu,

perbandingan gender yang telah dikontrol padastatus perkawinan, status pekerjaan, etnis,
dan usia, tidak terdapat perbedaan yangsignifikan5.
Pasien-pasien dengan Gangguan Obsesif Kompulsif secara substansial memiliki risiko
yang lebih tinggi untuk memiliki penyakit komorbid lainnya seperti depresi, gangguan
kecemasan, penyalahgunaan alcohol atau substansi lainnya, BDD (body dismorphic
disorder), atau gangguan makan5.
2

2.3

Aspek Neurobiologi Gangguan Obsesif Kompulsif


Proses patofisiologi yang mendasari terjadinya OCD belum secara jelas ditemukan.

Penelitian dan percobaan terapeutik menduga bahwa abnormalitas pada neurotransmitter


serotonin (5-HT) di otak secara berarti terlibat dalam kelainan ini. Secara kuat didukung pula
oleh efikasi pengobatan dengan serotonin reuptake inhibitor (SRIs) pada OCD.
Bukti-bukti yang ditemukan juga terdapat dugaan adanya abnormalitas system
transmisi dopaminergik pada beberapa kasus OCD. Pada beberapa penelitian kohort,
Sindroma Tourette dan tic kronik multiple pada umumnya ada bersamaan dengan OCD
dengan pola autosomik dominan. Gejala OCD pada tipe-tipe pasien seperti ini memiliki
respon yang baik dengan terapi kombinasi SSRIs dan antipsikotik.
Penelitian dengan menggunakan pencitraan fungsional pada pasien OCD telah
memperlihatkan suatu pola yang abnormal. Terutama MRI dan positron emission tomography
(PET) telah menunjukkan peningkatan aliran darah dan aktivitas metabolik pada korteks
orbitofrontal, system limbic, nucleus kaudatus, dan thalamus, dengan kecenderungan berada
perdominan di daerah kanan. Pada beberapa penelitian, daerah yang mengalami overaktivitas ini telah mengalami perubahan ke arah normal setelah terapi dengan SSRIs dan atau
cognitive behavioral therapy (CBT). Temuan ini mendukung hipotesis yang menyatakan
bahwa gejala pada OCD dikendalikan oleh terganggunya inhibisi intrakortikal dari jalur
transmisi orbitofrontal-subkortikal yang berperan dalam mediasi emosi yang kuat, dan respon
autonom terhadap emosi tersebut. Cingulotomy, intervensi bedah saraf, kadang-kadang
digunakan pada OCD yang resisten pengobatan, untuk mengganggu jalur transmisi tersebut.
Abnormalitas inhibisi yang serupa telah diobservasi pada sindroma Tourette, dengan postulat
yang mengatakan adanya modulasi abnormal di daerah ganglia basalis.
Penelitian yang lebih baru memberikan perhatian lebih pada abnormalitas system
glutamatergik dan kemungkinan untuk menggunakan terapi glutamatergik untuk OCD.
Walaupun dimodulasi oleh serotonin dan neurotransmitter lainnya, sinaps-sinaps pada jalur
cortico-striato-thalamo-cortical diduga kuat terlibat pada pathogenesis OCD yang utamanya
melalui neurotransmitter glutamate dan gamma-aminobutyric acid (GABA). Studi-studi
preklinik dan beberapa laporan kasus serta beberapa penelitian kecil lainnya telah
menyediakan beberapa terapi-terapi pendukung yang menggunakan agen spesifik
glutamatergik. Walau demikian, agen-agen ini (seperti memantine, n-acetylcysteine, riluzole,
topiramate, glycine) memiliki efek glutamatergik dan efek farmakologis yang bermacammacam, sehingga jika mereka dilihat efektif terhadap pengobatan OCD, penting untuk
mengklarifikasi terhadap mekanisme kerja terapeutik yang lainnya1,2.
3

Sejumlah besar studi neuropsikologi dari gangguan OCD telah dilakukan. Pada 1980an, beberapa peneliti mengungkapkan gangguan spasial karena penurunan belahan dominan
dengan menggunakan Cube. Namun, karena tes ini melibatkan fungsi kognitif yang rumit,
ada beberapa keraguan bahwa penurunan nilai pada tes ini dapat dijelaskan oleh pengakuan
gangguan spasial. Beberapa studi menemukan disfungsi memori nonverbal pada OCD.
Gangguan memori pada OCD adalah sekunder untuk fungsi eksekutif karena perhatian pasien
untuk menghafal rincian mengganggu menghafal secara keseluruhan. Selain itu, Radomsky et
al.19 menegaskan bahwa aspek emosional dari OCD melibatkan fungsi memori.
Ada berbagai pandangan tentang disfungsi memori pada OCD. Telah dilakukan
pencarian pemeriksaan elektronik sistematis dan menemukan 50 penelitian yang
menunjukkan berbagai gangguan beragam neuropsikologi, termasuk perhatian, fungsi
eksekutif, fungsi visuospasial, kenangan verbal dan nonverbal. Shin et al. menggunakan
pendekatan meta-analisis untuk 88 studi yang dipilih dan menemukan gangguan yang
signifikan dalam OCD pada tugas-tugas yang diukur memori visuospatial, fungsi eksekutif,
memori verbal dan kefasihan lisan, sedangkan perhatian pendengaran dipertahankan pada
individu-individu.
Baru-baru ini, kombinasi dari metode neuroimaging dan neuropsikologi telah sering
digunakan. Studi-studi neuropsikologi menunjukkan gangguan kognitif pada OCD, seperti
defisit perhatian, fungsi eksekutif, dan memori kerja, yang seharusnya menjadi gangguan
kognitif yang lebih tinggi lebih mencerminkan tingkat kecerdasan, tingkat pendidikan, atau
disfungsi otak secara keseluruhan6.
Ada 4 pola gejala utama gangguan obsesi kompulsi, yaitu:
1. Kontaminasi
Pola yang paling sering adalah obsesi tentang kontaminasi, yang diikuti oleh perilaku
mencuci dan membersihkan atau menghindari obyek yang dicurigai terkontaminasi.
2. Sikap ragu-ragu yang patologik
Pola kedua yang sering terjadi adalah obsesi tentang ragu-ragu yang sering diikuti
dengan perilaku kompulsi mengecek/memeriksa. Tema obsesi tentang situasi
berbahaya atau kekerasan (seperti lupa mematikan kompor atau tidak mengunci pintu
rumah).
3. Pikiran yang intrusif
Pola yang jarang adalah pikiran yang intrusif tidak disertai kompulsi, biasanya pikiran
berulang tentang seksual atau tindakan agresif.

4. Simetri
Obsesi yang temanya kebutuhan untuk simetri, ketepatan sehingga bertindak lamban,
misalnya makan bisa memerlukan waktu berjam-jam, atau mencukur kumis dan
janggut. Pola yang lain: obsesi bertemakan keagamaan, trichotilomania, dan
menggigit-gigit jari2.
2.4

Psikoterapi pada Gangguan Obsesif Kompulsif


Treatment psikoterapi untuk gangguan obsesif-kompulsif umumnya diberikan hampir

sama dengan gangguan kecemasan lainnya. Ada beberapa faktor OCD sangat sulit untuk
disembuhkan, penderita OCD kesulitan mengidentifikasi kesalahan (penyimpangan perilaku)
dalam mempersepsi tindakannya sebagai bentuk penyimpangan perilaku yang tidak normal.
Individu beranggapan bahwa ia normal-normal saja walaupun perilakunya itu diketahui pasti
sangat menganggunya. Baginya, perilaku kompulsif tidak salah dengan perilakunya tapi
bertujuan untuk memastikan segala sesuatunya berjalan dengan baik-baik saja. Faktor lain
adalah kesalahan dalam penyampaian informasi mengenai kondisi yang dialami oleh individu
oleh praktisi secara tidak tepat dapat membuat individu merasa enggan untuk mengikuti
terapi7,8.
Psikoterapi sama efektifnya dengan farmakoterapi pada gangguan obsesif-kompulsif,
dan sejumlah data menunjukkan bahwa efek menguntungkan bertahan lama dengan adanya
psikoterapi. Dengan demikian, banyak klinisi mempertimbangkan psikoterapi sebagai terapi
pilihan untuk gangguan obsesif-kompulsif. Psikoterapi dapat dilakukan di lingkungan rawat
inap maupun rawat jalan. Psikoterapi dapat terbagi menjadi terapi perilaku dan terapi
kognitif. Pendekatan perilaku yang penting pada gangguan obsesif-kompulsif adalah pajanan
dan pencegahan respon. Desensitisasi, penghentian pikiran, pembanjiran, terapi impulsi, dan
aversive conditioning juga telah digunakan pada pasien gangguan obsesif kompulsif. Dalam
terapi perilaku pasien harus benar-benar berkomitmen terhadap perbaikan.
2.4.1

Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour Therapy)


Sesuai dengan aliran kognitif dan perilaku, CBT menganggap bahwa pola pemikiran

terbentuk melalui proses Stimulus-Kognisi-Respon (SKR) yang saling berkaitan dan


membentuk semacam jaringan dalam otak. Proses kognitif merupakan faktor penentu utama
bagi pikiran, perasaan dan perbuatan (perilaku). Semua kejadian yang dialami berlaku
5

sebagai stimulus yang yang dapat di persepsi secara positif (rasional) maupun negatif
(irrasional).
CBT adalah bentuk psikoterapi yang menekankan pentingnya peranan pikiran dalam
bagaimana kita merasa dan apa yang akan kita lakukan. CBT adalah psikoterapi berdasarkan
kognisi, asumsi, kepercayaan dan perilaku dengan tujuan mempengaruhi emosi yang
terganggu. CBT bertujuan membantu pasien merubah sistem keyakinan yang negatif,
irrasional dan mengalami penyimpangan (distorsi) menjadi positif dan rasional sehingga
secara bertahap mempunyai reaksi somatik dan perilaku yang lebih sehat dan normal6.
Dalam CBT penderita OCD pada perilaku mencuci tangan diatur waktu kapan ia
mesti mencuci tangannya secara bertahap. Bila terjadi peningkatan kecemasan barulah terapis
memberikan izin untuk individu OCD mencuci tangannya. Terapi ini efektif menurunkan rasa
cemas dan hilang secara perlahan kebiasaan-kebiasaannya itu. Dalam CBT terapis juga
melatih pernafasan, latihan relaksasi dan manajemen stres pada individu ketika menghadapi
situasi konflik yang memberikan kecemasan, rasa takut atau stres muncul dalam diri individu.
Pemberian terapi selama 3 bulan atau lebih.

2.4.2

Paparan dan PencegahanRespon (Exposure and Response Prevention)


Terapi perilaku kognitif (CBT) yang terdiri dari pajanan dan respon pencegahan

(Exposure and Response Preventive) adalah pengobatan psikoterapi pilihan karena


kemanjurannya dan dukungan empiris yang tinggi. Namun, karena berbagai profil gejala
yang bervariasi,

tidak jelas

apakah ERP adalahsama-sama

efektif untuk

semua

jenis gejala OCD8.


Pengobatan untuk OCD termasuk terapi perilaku kognitif dalam bentuk ERP dan
manajemen obat (paling sering dengan serotonin reuptakeinhibitor, atau SSRI). Pilihan
pengobatan awal tergantung pada tingkat keparahan penyakit. Studi biasanya menggunakan
instrumen Gold Standard terstruktur yaitu Yale-Brown Obsesive-Compulsive Scale (YBOCS)
untuk memantau respon. Skor Y-BOCS berkisar dari 0 sampai 40, dengan skor 17 atau lebih
tinggi dianggap signifikan secara klinis. Tanggapan pengobatan yang signifikan biasanya
didefinisikan sebagai penurunan YBOCS setidaknya 25% -35%6.

Tingkat keparahan penyakit dari ringan sampai sedang, yang ditunjukkan dengan skor
Y-BOCS 8 sampai 23 dapat diobati dengan baik oleh ERP atau SRI saja. Namun, sebagian
besar uji coba obat di OCD digunakan hanya pengurangan 25% sampai 35% pada skor YBOCS sebagai patokan keberhasilan untuk mencapaipersetujuan US Food and Drug
Administration (FDA). Selain itu, dalam sebuah studi yang meneliti ERP dibandingkan
pengobatan saja, ERP ditemukan lebih efektif. Oleh karena itu, jika tersedia, ERP umumnya
direkomendasikan sebagai pengobatan lini pertama untuk gejala ringan sampai sedang. Untuk
gejala yang lebih parah, manajemen obat dalam kombinasi dengan ERP dianjurkan. Bahkan,
beberapa pasien dengan OCD parah akan mengalami kesulitan terlibat dalam ERP jika
mereka tidak menunjukkan respon pengobatan sebelumnya9.
Seorang individu dengan OCD yang terlibat dalam pengobatan dengan ERP dapat
membuat keuntungan yang signifikan secara keseluruhan di tingkat kualitas dan fungsi hidup.
Efektivitas ERP telah jelas ditunjukkanpada OCD. Langkah pertama dalam pengobatan OCD
termasuk menyediakan psychoeducation tentang penyakit dan proses ERP. Pasien didorong
untuk menyelesaikan gejala obsesi dan kompulsi 24 jam setelah Y-BOCS diberikan, dan data
ini digunakan dalam pembangunan hierarki pemicu gejala. Pemicu gejala yang dinilai pada
skala dari 0 hingga 100, sering menggunakan interval 10-point. Misalnya, seorang pasien
dengan gejala kontaminasi mungkin mempertimbangkan menyentuh gagang pintu publik
kurang merangsang kecemasan (dinilai angka yang lebih rendah) dibandingkan menyentuh
toilet duduk umum. Pasien kemudian didorong untuk melakukan "pajanan". Contoh latihan
paparan yaitu berpegangan pada sebuah gagang pintu yang "terkontaminasi". Individu
didorong untuk terus berpegangan pada gagang pintu sampai kecemasannya menurun secara
substansial. Adalah penting bahwa pasien dianjurkan untuk memajankan diri mereka pada
pemicu selama sesi terapi dan bahwa setelah mereka meninggalkan sesi tugas ERP, mereka
telah menyelesaikan pekerjaan dengan baik. Direkomendasikan bahwa pasien terlibat dalam
setidaknya satu jam dari ERP setiap hari untuk meningkatkan peluang hasil yang maksimal.
Hal ini penting untuk menekankan bahwa memprovokasi OCD pada tujuan (paparan yang
direncanakan) adalah sama pentingnya dengan menahan dorongan untuk terlibat dalam gejala
kompulsi yang tidak direncanakan (naturalistik)9,10.
Terdapat beberapa langkah dalam memulai terapi ERP. Untuk menghadapi
ketakutan pasien,

akan

pikirkan (obsesi pasien)

sangat

membantu untuk

dan mengidentifikasi pemicu

mengetahui apa
yang membawa

yang

pasien

pada kondisi
7

obsesi dan kompulsi. Pasien dapat melakukannya dengan melacak pemicu setiap hari selama
satu

minggu

menggunakan Formulir Pemantauan Obsesif.

Karena obsesi bisa sering

terjadi, tuliskan 3 pemicu per hari (yaitu, satu di pagi hari, satu di sore hari, dan satu di
malam hari) akan cukup untuk memberikan gambaran yang baik dari obsesi dan kompulsi.
Gunakan skala 0 sampai 10. Peringkat, di mana 0 = tidak ada rasa takut dan10 = ketakutan
ekstrim. Pastikan untuk menyertakan kedua strategi perilaku dan / atau mental yang
digunakan untuk mengelola obsesi dan ketakutan12.
Setelah sekitar satu minggu dari pelacakan obsesi dan kompulsi, pasien siap untuk
membuat daftar semua situasi yang berbeda yang pasien takuti. Membangun peringkat urutan
rasa takut dari pemicu pasien dari yang menakutkan sampai paling menakutkan. Misalnya,
jika pasien memiliki kekhawatiran kontaminasi, berada di apartemen seorang teman mungkin
memiliki nilai yang rendah pada peringkat karena hanya membangkitkan rasa takut 1/10.
Tapi, menggunakan kamar mandi di pusat perbelanjaan bisa menjadi situasi yang sangat
tinggi karena membangkitkan 9/10 ketakutan.
Setelah pasien telah membangun peringkat urutan ketakutan, sekarang pasien siap
untuk menghadapi ketakutannya dengan menempatkan diri dalam situasi yang membawa
pada obsesi pasien (exposure) sementara menolak melakukan apapun untuk mengontrol
obsesi dan kecemasan yang terkait dengan mereka (pencegahan respon). Cara menghadapi
paparan adalah memulai dari skor atau urutan yang paling rendah terdahulu dan naik secara
bertahap. Setelah itu melacak kemajuan selama latihan. Jangan mencoba menghindari. Saat
terpapar, cobalah untuk tidak terlibat dalam penghindaran halus (misalnya, memikirkan halhal lain, berbicara dengan seseorang, menyentuh kenop pintu hanya dengan satu jari
bukannya seluruh tangan, dll). Penghindaran sebenarnya membuat lebih sulit untuk
mendapatkan lebih dari ketakutan pasien dalam jangka panjang. Selain itu harus fokus dan
jangan terburu-buru.
Sedangkan beberapa langkah untuh pencegahan respon adalah :
1) Menahan diri. Inti dari ERP adalah belajar untuk menghadapi rasa takut tanpa adanya
perilaku kompulsi.
2) Modeling. Jika telah melakukan dorongan untuk beberapa waktu, mungkinsulit untuk
mengetahui bagaimana menghadapi situasi yang ditakuti tanpa melakukan nya. Dalam
hal ini, dapat dibantu oleh anggota keluarga atau teman dekat yang tidak memiliki OCD
menunjukkan bagaimana, misalnya, mencuci tangan dengan cepat atau meninggalkan
rumah tanpa mengecek kembali peralatan, dan kemudian mengikuti perilaku mereka.

3) Menunda dan mengurangi respon. Mencoba secara bertahap memperpanjang penundaan,


sehingga pasien akhirnya dapat menahan kompulsi sama sekali
4) Re-exposure. Jika berakhir melakukan suatu tindakan kompulsi, coba untuk kembali
mengeksposdiri untuk situasi yang sama, dan ulangi latihan sampairasa takut hampir
satu-setengah. Misalnya, latihan: menyentuh lantai dan menunggu5 menit sebelum
mencuci tangan selama 1 menit. Latihan 2: menyentuh lantai lagi setelah mencuci tangan
dan menunggu selama 5 menit sebelum mencuci untuk 1menit. Ulangi proses ini sampai
kecemasan berkurang12.
4 unsur penting yang menghasilkan keberhasilan dalam terapi paparan dan respon
pencegahan (ERP) :
(1) Intensitas - menjaga tingkat kecemasan pada Sub level antara 25-75
(2) Saturasi - membuat paparan terus-menerus hadir di lingkungan individu
(3) Durasi - memegang eksposur selama yang dibutuhkan untuk pembiasaan
(4) Netralisasi - memastikan penderita tidak "berlebihan" eksposur dengan ritual dan
dorongan.
Kadang-kadang penderita OCD telah dikenal untuk "bertahan" selama beberapa minggu atau
bulan sebelum melakukan paksaan atau ritual untuk "membuatnya lebih baik" dan dengan
demikian menetralkan kerja ERP.
Hal ini juga penting untuk diingat, bahwa: (1) OCD berbasis Obsesi memakan
waktu enam sampai dua belas bulan atau lebih untuk menetralisir ke tingkat yang signifikan
dan (2) jumlah serangan oleh obsesi (misalnya frekuensi dengan mana obsesi itu hadir sendiri
ke dalam kesadaran) akan hampir selalu meningkat selama minggu pertama dan bulan
pengobatan. Apa yang kita cari dalam pengobatan bukan penurunan gejala, melainkan
penurunan jumlah waktu dan intensitas atau terjebak dalam sebuah obsesi. Dengan demikian,
pengobatan yang berhasil akan terlihat seperti peningkatan serangan obsesif dan
meningkatkan kemampuan berfikir "Oh itu hanya otak saya yang memberi saya sebuah pesan
yang keliru lagi."
Terapi pajanan dan respon pencegahan adalah bentuk yang diinginkan dari psikoterapi
untuk OCD, terutama untuk pasien dengan gejala ringan dan komorbiditas minimal. Terapi
ERP direkomendasikan sebagai pengobatan lini pertama untuk orang dewasa dengan OCD
yang mampu menyelesaikan protokol pengobatan atau yang lebih memilih untuk tidak
mengambil pengobatan farmakologis. Namun pasien dengan komorbiditas depresi yang
signifikan atau kecemasan mungkin terapi ERP akan sulit. Terapi ERP juga disukai sebagai
9

pengobatan lini pertama untuk anak-anak dan remaja, terutama pasien dengan tingkat
keparahan gejala ringan (yaitu, skor YBOCS 19) dan komorbiditas minimal6.
Terapi ERP yang merupakan bentuk khusus CBT memiliki efek rata-rata dari 1,13
pada orang dewasa dan 1,45 pada anak. Sekitar 55% dari pasien menyelesaikan 10-20 sesi
laporan terapi ERP peningkatan substansial. Terapi ERP telah menunjukkan keberhasilan
dalam beberapa studi terkontrol untuk orang dewasa dan anak-anak. Kombinasi paparan
situasi dan pencegahan ritualisasi telah ditemukan unggul daripada komponen terapi ERP
saja6.
Terapi ERP tipikal disampaikan dalam 15-20 sesi mingguan atau dua kali seminggu.
Pasien yang bepergian ke luar kota dapat memilih perawatan intensif (misalnya, 12 jam
terapi yang disampaikan dalam 5 hari) meskipun beberapa pasien mungkin khawatir model
ini terlalu intens

atau singkat. Storch et al, dalam

studi dari

56 pasien, menemukan CBT

intensif harian sama efektifnya dengan sesi mingguan. Terapi dalam kelompok lebih murah
untuk pasien dari setiap sesi. Terapi kelompok dapat sangat membantu bagi pasien yang
diisolasi secara sosial dan telah menunjukkan kemanjuran yang serupa untuk sesi individual.
Terapi ERP keluarga dapat sangat membantu dalam menargetkan akomodasi keluarga
dari gejala OCD, dilaporkan pada 70% keluarga. Dalam sebuah studi dari 65 keluarga,
jaminan hari diberikan oleh 56% keluarga; Partisipasi harian dalam ritual,terkait dengan
keparahan gejala yang lebih besar, terlihat pada 46%. Penurunan signifikan akomodasi
keluarga dikaitkan dengan hasil pengobatan yang lebih baik. Dalam sebuah studi kelompok
uji coba terapi ERP keluarga, keterlibatan orang tua yang tinggi di pekerjaan rumah dan
paparan meningkatkan outcome. Orang tua yang berpartisipasi dalam terapi ERP keluarga
bertindak sebagai antara pelatih eksposur terapis, mereka menargetkan akomodasi di rumah,
dan mereka bekerja pada tekanan mereka sendiri terkait dengan praktek paparan anak
mereka. Dua studi jangka panjang tindak lanjut dari terapi keluarga ERP telah menunjukkan
bahwa mayoritas pengurangan gejala pasien yang signifikan untuk setidaknya 18 bulan
setelah terapi.
2.4.3

Terapi Kognitif (Cognitive Therapy)


Cognitive Therapy (CT) telah diteliti sebagai alternatif untuk terapi ERP. CT

difokuskan untuk mengubah keyakinan disfungsional tentang pikiran yang mengganggu.


Pikiran-pikiran ini terlihat pada 90% dari populasi normal tetapi pasien OCD salah
menafsirkan pengalaman ini sebagai "implikasi serius, dimana orang memiliki pikiran
tersebut bisa menjadi pribadi yang bertanggung jawab. CT untuk OCD menekankan strategi
10

kognitif over exposure; Namun, hal itu telah dikritik karena tidak "murni" bentuk CT dalam
banyak studi CT mencakup beberapa eksposur. Beberapa pasien mungkin menemukan CT
kurang memprovokasi kecemasan dan lebih mudah karena menekankan paparan. Dalam
perbandingan langsung, terapi ERP telah mengungguli CT9,10.

2.5

Dampak Psikoterapi terhadap Otak


Gambaran MRI dan positron emission tomography (PET) pada pasien OCD telah

menunjukkan peningkatan aliran darah dan aktivitas metabolik pada korteks orbitofrontal,
system limbic, nucleus kaudatus, dan thalamus, dengan kecenderungan berada perdominan di
daerah kanan. Pada beberapa penelitian, daerah yang mengalami over-aktivitas ini telah
mengalami perubahan ke arah normal setelah terapi dengan SSRIs dan atau cognitive
behavioral therapy (CBT)1,2.
Jalur transmisi ventral orbito-striatal sepertinya tampak lebih aktif saat terjadinya
proses emosional dan berespon terhadap penyampaian komponen emosi pada OCD seperti
rasa takut dan rasa cemas. Jalur transmisi dorso-frontal-striatal adalah bagian yang berperan
pada gejala kompulsi. Karena aktivitas yang dihasilkan selama provokasi gejala dan
fungsinya terkait dengan monitoring perhatian dan reaksi, korteks parietal mungkin
memainkan peran dalam mengendalikan pikiran obsesif dan impuls kompulsif.
Terapi perilaku dengan eksposur dan pencegahan respon dan juga terapi perilaku
kognitif telah baik terbukti efektif dalam sejumlah studi. Beberapa studi neuroimaging
menunjukkan efek psikoterapi pada pola aktivasi saraf dan metabolisme otak11.

11

KESIMPULAN
Gangguan obsesifkompulsif merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan adanya
pengulangan pikiran obsesif atau kompulsif, dimana membutuhkan banyak waktu (lebih dari
satu jam perhari) dan dapat menyebabkan penderitaan (distress). Beberapa faktor berperan
dalam terbentuknya gangguan obsesif-kompulsif diantaranya adalah faktor biologi seperti
neurotransmiter, pencitraan otak, genetika, faktor perilaku dan faktor psikososial, yaitu faktor
kepribadian dan faktor psikodinamika.
Ada beberapa terapi yang bisa dilakukan untuk penatalaksanaan gangguan obsesif
kompulsif antara lain terapi farmakologi (farmakoterapi) dan psikoterapi. Psikoterapi sama
efektifnya dengan farmakoterapi pada gangguan obsesif-kompulsif, dan sejumlah data
menunjukkan bahwa efek menguntungkan bertahan lama dengan adanya psikoterapi.
Psikoterapi dapat terbagi menjadi terapi perilaku dan terapi kognitif. Pendekatan perilaku
yang penting pada gangguan obsesif-kompulsif adalah pajanan dan pencegahan respon.
Terapi kognitif juga telah diteliti sebagai alternatif untuk terapi pajanan dan pencegahan
respon. Namun dalam perbandingan langsung, terapi pajanan dan pencegahan respon lebih
unggul dibandingkan terapi kognitif.
Pada beberapa penelitian, daerah jalur transmisi di otak yang mengalami overaktivitas telah mengalami perubahan ke arah normal setelah terapi dengan SSRIs dan atau
cognitive behavioral therapy (CBT). Terapi perilaku dengan pajanan dan pencegahan respon
dan juga terapi perilaku kognitif telah baik terbukti efektif dalam sejumlah studi. Beberapa
studi neuroimaging menunjukkan efek psikoterapi pada pola aktivasi saraf dan metabolisme
otak.

12

You might also like