Professional Documents
Culture Documents
Perkembangan Wilayah
Perkembangan wilayah merupakan salah satu aspek yang penting dalam
pelaksanaan pembangunan. Tujuannya antara lain untuk memacu perkembangan
sosial ekonomi dan mengurangi disparitas pembangunan antar wilayah dalam
rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat. Untuk mengetahui perkembangan
suatu wilayah,
dapat
94
dengan 128,04 (Kecamatan Sambas), sedangkan pada tahun 2006 diperoleh IPD
antara 16,28 (Desa Cepala Kecamatan Tekarang) sampai dengan 167,85 (Desa
Pasar Melayu Kecamatan Sambas) dan IPK antara 35,41 (Kecamatan Sajad) sampai
dengan 134,54 (Kecamatan Sambas). Secara rinci nilai IPD dan IPK pada ketiga
tahun tersebut di Kabupaten Sambas serta sebarannya pada wilayah pengembangan
(WP) dan kecamatan ditunjukkan pada Lampiran 5 dan 6.
Hirarki wilayah pada tahun 2006 menurut ketersediaan sarana dan prasarana
serta fasilitas pelayanan umum berdasarkan perhitungan skalogram diperoleh hasil
sebagai berikut:
a.
95
96
pemerintahan yang
dan masih
97
Kabupaten Sambas, tetapi desa-desa yang berhirarki II relatif lebih dekat dengan
desa-desa hirarki I, sedangkan desa-desa yang berhirarki III berada dekat pada
wilayah perbatasan negara. Gambar 16 juga menunjukkan bahwa desa-desa pada
hirarki I dan II berada pada jalur transportasi utama (jalan provinsi dan
kabupaten). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sarana-prasarana dan
fasilitas pelayanan umum di Kabupaten Sambas relatif masih terpusat pada pusat
kota pelayanan dan menyebar di sepanjang jalur transportasi utama. Secara
rekapitulasi jumlah desa-desa di wilayah kecamatan berdasarkan hirarkinya di
Kabupaten Sambas tahun 2006 ditunjukkan pada Tabel 23.
Tabel 23 Jumlah desa-desa di wilayah kecamatan berdasarkan hirarkinya di
Kabupaten Sambas tahun 2006
WP
Kecamatan
Pemangkat*
Selakau
Semparuk
Tebas
Tekarang
Jawai
Jawai Selatan
II
Sambas**
Subah
Sebawi
Sajad
Sejangkung
III
Teluk Keramat*
Tangaran
Paloh
IV
Galing*
Sajingan Besar
Jumlah Total
I
2
0
0
1
0
1
1
5
6
1
0
0
0
7
1
0
1
2
0
0
0
14
Jumlah Desa
II
III
Total
1
7
10
2
11
13
2
3
5
8
14
23
4
3
7
1
9
11
2
6
9
20
53
78
4
8
18
7
3
11
2
5
7
0
4
4
1
11
12
14
31
52
3
20
24
1
6
7
1
6
8
5
32
39
2
8
10
2
3
5
4
11
15
43 127
184
Persentase Desa***
I
II
III
1,09
0,54
3,80
0,00
1,09
5,98
0,00
1,09
1,63
0,54
4,35
7,61
0,00
2,17
1,63
0,54
0,54
4,89
0,54
1,09
3,26
2,72 10,87 28,80
3,26
2,17
4,35
0,54
3,80
1,63
0,00
1,09
2,72
0,00
0,00
2,17
0,00
0,54
5,98
3,80
7,61 16,85
0,54
1,63 10,87
0,00
0,54
3,26
0,54
0,54
3,26
1,09
2,72 17,39
0,00
1,09
4,35
0,00
1,09
1,63
0,00
2,17
5,98
7,61 23,37 69,02
98
99
Kecamatan Pemangkat, Jawai Selatan, Tebas dan Semparuk. Pada hirarki III, IPKnya
memiliki selang nilai antara 35,41 sampai dengan 57,64 meliputi 12 Kecamatan yaitu
Kecamatan Jawai, Sebawi, Teluk Keramat, Tekarang, Subah, Sejangkung, Paloh,
Galing, Tangaran, Selakau, Sajingan Besar dan Sajad. Gambaran tersebut
menunjukkan bahwa di Kabupaten Sambas pada tahun 2006 masih terjadi pemusatan
sarana dan prasarana serta fasilitas pelayanan umum. Hal ini juga menunjukkan
bahwa hasil-hasil pembangunan berupa sarana prasarana dan fasilitas pelayanan
umum yang dibangun masih belum merata dinikmati oleh seluruh masyarakat
Kabupaten Sambas.
100
II
III
IV
Kecamatan
Tahun 2000
IPK
Hirarki
Pemangkat
67,67
II
Selakau
Semparuk
Tebas
Tekarang
58,72
64,67
63,02
44,84
II
II
II
III
Jawai
55,89
Jawai Selatan
Tahun 2003
IPK
Hirarki
Tahun 2006
IPK
Hirarki
II
70,29
II
67,56
46,43
III
III
II
III
III
II
II
III
III
57,15
III
48,18
58,33
66,40
53,26
57,15
66,75
II
82,77
II
73,47
II
135,64
46,91
60,08
I
III
II
128,04
65,80
59,94
I
II
III
134,54
57,64
56,97
I
III
III
Sajad
30,76
III
23,40
III
35,41
III
Sejangkung
58,48
II
48,22
III
48,45
III
Teluk Keramat
Tangaran
Paloh
51,23
48,64
51,97
III
III
III
64,88
33,19
49,66
II
III
III
54,49
38,28
43,34
III
III
III
Galing
45,00
III
46,58
III
45,52
III
Sajingan Besar
41,95
III
59,24
III
45,80
III
Sambas
Subah
Sebawi
Rataan
Standar Deviasi (ST Dev)
58,37
22,23
82,64
45,69
59,72
60,05
23,26
III
58,09
22,31
Sumber: Hasil analisis data PODES tahun 2000, 2003 dan 20006
Keterangan: Angka yang dicetak tebal menunjukkan kenaikkan IPK dari tahun sebelumnya.
101
dan
jenis
fasilitas
pada
kecamatan
tersebut
sehingga
indeks
perkembangannya menjadi meningkat dan pada tingkat yang tinggi dapat disertai
dengan peningkatan hirarkinya. Sedangkan pada wilayah kecamatan yang
mengalami penurunan IPK atau hirarki diakibatkan oleh tidak terjadinya
penambahan jumlah maupun jenis fasilitas di wilayah tersebut atau walaupun
terjadi penambahan akan tetapi penambahan tersebut jauh lebih sedikit
dibandingkan dengan penambahan jumlah maupun jenis fasilitas di kecamatan lain.
102
WP
I
II
III
IV
Jumlah
I
II
III
IV
Jumlah
I
II
III
IV
Jumlah
Total
II
III
2000
Jlh Desa
5
7
3
0
15
16
16
5
4
41
57
28
29
7
121
177
%
2,82
3,95
1,69
0,00
8,47
9,04
9,04
2,82
2,26
23,16
32,20
15,82
16,38
3,95
68,36
100,00
2003
Jlh Desa
6
5
2
0
13
12
20
10
5
47
60
26
26
10
122
182
%
3,30
2,75
1,10
0,00
2006
Jlh Desa
5
7
2
0
7,14
6,59
10,99
5,49
2,75
25,82
32,97
14,29
14,29
5,49
67,03
100,00
14
20
14
5
4
43
53
31
32
11
127
184
%
2,72
3,80
1,09
0,00
7,61
10,87
7,61
2,72
2,17
23,37
28,80
16,85
17,39
5,98
69,02
100,00
103
9,00
8,00
7,00
6,00
5,00
4,00
3,00
2,00
1,00
0,00
8,47
7,61
7,14
WP I
WP II
3,95
3,80
3,30
2,82
2,75
1,69
2000
1,10
2003
Tahun
WP III
2,72
WP IV
1,09
Kab. Sambas
2006
empat
wilayah
30,00
25,00
25,82
23,16
23,37
20,00
WP I
15,00
10,00
5,00
0,00
9,04
WP II
10,99
10,87
6,59
2,82
2,26
2000
7,61
5,49
2,75
2003
2,72
2,17
WP III
WP IV
Kab. Sambas
2006
Tahun
empat
wilayah
104
70,00
68,36
67,03
32,20
32,97
16,38
14,29
69,02
60,00
50,00
40,00
WP I
30,00
20,00
10,00
0,00
15,82
3,95
2000
5,49
2003
Tahun
28,80
17,39
WP II
WP III
16,85
WP IV
5,98
Kab. Sambas
2006
empat
wilayah
105
WP
I
II
III
IV
Jumlah
I
II
III
IV
Jumlah
I
II
III
IV
Jumlah
Total
II
III
2000
Jlh Kec
%
0
0,00
1
5,88
0
0,00
0
0,00
1
5,88
5
29,41
2
11,76
0
0,00
0
0,00
7
41,18
2
11,76
2
11,76
3
17,65
2
11,76
9
52,94
17
100,00
2003
Jlh Kec
%
0
0,00
1
5,88
0
0,00
0
0,00
1
5,88
3
17,65
1
5,88
1
5,88
0
0,00
5
29,41
4
23,53
3
17,65
2
11,76
2
11,76
11
64,71
17
100,00
2006
Jlh Kec
%
0
0,00
1
5,88
0
0,00
0
0,00
1
5,88
4
23,53
0
0,00
0
0,00
0
0,00
4
23,53
3
17,65
4
23,53
3
17,65
2
11,76
12
70,59
17
100,00
106
45,00
40,00
35,00
30,00
25,00
20,00
15,00
10,00
5,00
0,00
41,18
29,41
29,41
WP I
23,53
WP III
17,65
11,76
WP IV
5,88
Kab. Sambas
0,00
2000
WP II
0,00
2003
2006
Tahun
empat
wilayah
107
80,00
60,00
70,59
64,71
70,00
52,94
WP I
50,00
WP II
40,00
30,00
20,00
10,00
17,65
23,53
17,65
11,76
17,65
11,76
11,76
2000
2003
Tahun
0,00
WP III
23,53
WP IV
Kab. Sambas
2006
empat
wilayah
108
dicerminkan dari
Kecamatan
Indeks Entropi
Pemangkat
Selakau
Semparuk
Tebas
Tekarang
Jawai
Jawai Selatan
2000
0,7000
0,5120
0,5570
0,6625
0,6466
0,5306
0,7420
II
Sambas
Subah
Sebawi
Sajad
Sejangkung
0,6344
0,8317
0,5378
0,7104
0,6272
0,6335
0,6300
0,8319
0,5289
0,7081
0,6274
0,6321
0,6380
0,8317
0,5141
0,7061
0,6279
0,6246
0,6330
0,8303
0,5207
0,7019
0,6259
0,6111
0,6289
0,8309
0,5143
0,7008
0,6247
0,6006
0,6649
0,8297
0,5083
0,6980
0,6244
0,5907
0,6330
0,8293
0,5037
0,6957
0,6240
0,5887
III
Teluk Keramat
Tangaran
Paloh
0,7850
0,6532
0,5457
0,5968
0,7833
0,6480
0,5414
0,5942
0,7801
0,6463
0,5368
0,5909
0,7762
0,6406
0,5284
0,5816
0,7738
0,6314
0,5276
0,5732
0,7694
0,6232
0,5231
0,5638
0,7691
0,6305
0,5282
0,5609
IV
Galing
Sajingan Besar
0,6266
0,3323
0,6726
0,6221
0,3245
0,6577
0,6194
0,3128
0,6471
0,6119
0,2992
0,6244
0,6045
0,2974
0,6214
0,5964
0,2909
0,6119
0,6006
0,3035
0,6087
0,4002
0,6799
0,3914
0,6753
0,3796
0,6780
0,3640
0,6719
0,3621
0,6672
0,3545
0,6781
0,3670
0,6630
Kabupaten Sambas
Sumber: Hasil analisis
2001
0,6954
0,5101
0,5533
0,6555
0,6425
0,5288
0,7348
2002
0,7110
0,5123
0,5607
0,6564
0,6450
0,5361
0,7308
2003
0,7056
0,5108
0,5579
0,6497
0,6382
0,5318
0,7246
2004
0,7020
0,5091
0,5547
0,6439
0,6344
0,5263
0,7174
2005
0,6722
0,5038
0,6681
0,6359
0,6373
0,5198
0,7091
2006
0,6983
0,4998
0,5421
0,6444
0,6356
0,5208
0,7099
109
Perkembangan indeks entropi dari tahun 2000 hingga 2006 seperti yang
terlihat pada Tabel 27, menunjukkan bahwa baik pada tingkat kecamatan, maupun
pada tingkat kabupaten memiliki nilai yang relatif tetap. Kondisi ini
menggambarkan bahwa selama kurun waktu tersebut (2000-2006) proporsi atau
keragaman sektor-sektor perekonomian wilayah, baik pada tingkat kecamatan,
wilayah pengembangan maupun di Kabupaten Sambas relatif tetap.
Pada tahun 2006 indeks entropi kecamatan-kecamatan di Kabupaten Sambas
berkisar antara 0,3035 (terendah) terdapat di Kecamatan Galing sampai 0,8293
(tertinggi) terdapat di Kecamatan Sambas. Hal tersebut menunjukkan bahwa
Kecamatan Sambas merupakan kecamatan yang paling berkembang dari wilayah
lainnya dari aspek perekonomian dan tiap sektor perekonomiannya berkembang
dengan baik (relatif merata) sehingga tidak didominansi oleh sektor tertentu saja,
sedangkan Kecamatan Galing merupakan kecamatan yang kurang berkembang
sektor-sektor perekonomiannya, dan cenderung didominasi oleh sektor tertentu
saja, yaitu sektor pertanian dengan kontribusi sebesar 83,98% dari total PDRB
wilayahnya. Kecamatan lain yang juga memiliki indeks entropi yang tinggi (lebih
tinggi dari indeks entropi kabupaten) adalah Kecamatan Pemangkat, Jawai Selatan
dan Sebawi, sedangkan kecamatan lainnya yang memiliki indeks entropi rendah
(jauh di bawah indeks entropi kabupaten) adalah Kecamatan Selakau, Subah,
Tangaran, Jawai, Semparuk dan Sejangkung. Kecamatan tersebut jika dilihat dari
hirarkinya menunjukkan bahwa kecamatan yang memiliki indeks entropi yang
relatif tinggi juga memiliki hirarki yang tinggi pula (hirarki I dan II), sedangkan
kecamatan yang memiliki indeks entropi relatif rendah juga memiliki indeks
entropi yang rendah. Selain itu, kecamatan lain yang memiliki indeks entropi
relatif sedang adalah Kecamatan Tebas, Tekarang, Sajad, Teluk Keramat, Paloh
dan Sajingan Besar.
perkembangan sektor-sektor
perekonomiannya walaupun masih agak didominasi sektor tertentu, tetapi sektorsektor lainnya relatif agak berkembang, sehingga dominasi sektor tertentu tidak
terlalu tinggi.
Dalam wilayah pengembangan (WP), proporsi keragaman sektor-sektor
perekonomian antar kecamatan relatif beragam atau mengindikasikan adanya
disparitas perkembangan wilayah dalam WP. Pada WP I, nilai indeks entropinya
110
berkisar antara 0,4998-0,7099, dalam WP II, nilai indeks entropi tertinggi sebesar
0,8293 dan terendah 0,5037, sedangkan dalam WP III dan WP IV, berturut-turut
nilai indeks entropi tertingginya sebesar 0,6305 dan 0,6087 dan nilai indeks
entropi terendah sebesar 0,5282 dan 0,3035. Dilihat dari selisih nilai indeks
entropi tertinggi dengan nilai indeks entropi terendah dalam WP, diperoleh selisih
indeks tertinggi terdapat dalam WP II, yaitu sebesar 0,3256, diikuti WP IV
dengan selisih sebesar 0,3052. Sedangkan dalam WP I dan III masing-masing
sebesar 0,2101 dan 0,1023. Hal ini mengindikasikan adanya disparitas
pembangunan sektoral yang tinggi di WP II, walaupun secara agregat dalam WP
II memiliki perkembangan sektor yang relatif merata atau berkembang dari WP
lainnya. Sedangkan WP yang memiliki indeks entropi paling rendah adalah WP
IV (0,3670) diikuti WP III (0,6006), yang menunjukkan bahwa perkembangan
aktivitas atau sektor-sektor perekonomian terutama di WP IV relatif kurang
berkembang dan cenderung didominasi oleh sektor tertentu saja, yaitu sektor
pertanian. Secara keseluruhan pada tahun 2006, nilai indeks entropi Kabupaten
Sambas cukup tinggi, yaitu sebesar 0,6630. Hal ini menunjukkan bahwa secara
umum perkembangan proporsi keragaman sektor-sektor perekonomian di
Kabupaten Sambas cukup baik atau relatif agak merata.
0,800
0,750
Indeks Entropi
0,700
0,650
0,600
0,550
0,678
0,663
0,667
0,634 0,630 0,638 0,633 0,629
0,633
0,665
0,627 0,622 0,619 0,612
0,604 0,596 0,601
0,400
WP 2
WP 3
0,500
0,450
WP 1
WP 4
0,400 0,391
0,380 0,364
0,362 0,355
0,367
2000
2004
2006
Kab. Sambas
0,350
0,300
2001
2002
2003
2005
Tahun
111
penurunan dari tahun 2000 hingga 2004 baru kemudian sedikit mengalami
kenaikan pada tahun 2006. Dilihat dari besarnya nilai indeks entropi yang ada
(Tabel 27) dalam kurun waktu 2000-2006, WP IV memiliki indeks entropi yang
paling rendah, WP II memiliki indeks entropi yang paling tinggi, sedangkan WP I
dan III memiliki indeks yang relatif tinggi. Perkembangan besarnya selisih indeks
entropi tertinggi dengan terendah seperti Gambar 23 adalah sebesar 0,385 pada
tahun 2000 dan 0,412 pada tahun 2003 serta 0,402 pada tahun 2006. Hal tersebut
mengindikasikan terjadinya disparitas antar WP, karena besarnya nilai indeks
entropi menggambarkan tingkat perkembangan wilayah. Selain itu, Gambar 23
juga menunjukkan bahwa WP IV merupakan wilayah dengan tingkat
perkembangan yang paling rendah diantara keempat WP yang ada di Kabupaten
Sambas.
Tipologi Klassen di Kabupaten Sambas
Tipologi Klassen merupakan salah satu alat analisis ekonomi regional yang
dapat digunakan untuk mengetahui gambaran tentang pola dan struktur
pertumbuhan ekonomi suatu daerah atau mengelompokan daerah berdasarkan
struktur pertumbuhannya. Pada penelitian ini, pengelompokkan wilayah
kecamatan dengan analisis tipologi Klassen dilakukan dengan menggunakan
indikator laju pertumbuhan ekonomi (Lampiran 15) dan pendapatan PDRB per
kapita kecamatan (Lampiran 14) yang dibandingkan dengan rata-rata laju
pertumbuhan ekonomi dan PDRB per kapita kabupaten (Tabel 28) seperti yang
dilakukan oleh Sjafrizal (2008). Dengan menggunakan matriks Klassen, dapat
dilakukan 4 pengelompokan daerah dengan dua indikator tersebut, yaitu daerah
maju, daerah maju tapi tertekan, daerah berkembang dan daerah relatif
terbelakang. Pengelompokan ini bersifat dinamis, karena sangat tergantung pada
perkembangan kegiatan pembangunan di kecamatan yang bersangkutan. Ini
berarti bahwa dalam beberapa tahun ke depan, pengelompokan akan dapat
berubah sesuai dengan perkembangan laju pertumbuhan dan tingkat PDRB per
kapita kecamatan yang bersangkutan. Perubahan tersebut mudah terjadi pada
daerah-daerah yang kondisinya telah berada dekat dengan batas rata-rata dari
tingkat pertumbuhan dan PDRB per kapita.
112
Tabel 28 Rata-rata laju pertumbuhan PDRB dan PDRB per kapita kecamatan di
Kabupaten Sambas tahun 2000-2006
Pemangkat
4,06
Rata-Rata PDRB
per Kapita (ribu
rupiah)
6.850,81
Selakau
4,10
4.805,39
Semparuk
3,96
2.960,84
Tebas
4,68
4.582,55
Tekarang
3,51
2.383,31
Jawai
4,21
5.324,97
Jawai Selatan
4,78
2.064,64
Sambas
4,83
6.619,46
Subah
5,02
4.004,98
Sebawi
4,54
2.286,04
Sajad
4,00
1.878,80
Sejangkung
5,82
5.279,69
Teluk Keramat
5,03
3.457,12
Tangaran
3,44
2.795,72
Paloh
5,33
4.630,08
Galing
5,76
4.600,08
Sajingan Besar
7,54
1.755,74
4,57
4.508,92
WP
I
II
III
IV
Kecamatan
Kabupaten Sambas
Rata-Rata
LPE (%)
113
Gambar 24
Di atas Rata-Rata
Di bawah rata-rata
Di Atas
Rata-Rata
Daerah Maju:
Kecamatan Sambas, Tebas,
Galing, Sejangkung dan
Paloh
Di bawah
rata-rata
Daerah Berkembang:
Kecamatan Subah, Jawai
Selatan, Teluk Keramat,
dan Sajingan Besar.
Daerah Relatif
Terbelakang:
Kecamatan Semparuk,
Tekarang, Sebawi, Sajad,
dan Tangaran.
114
mempunyai tingkat PDRB per kapita dan laju pertumbuhan ekonomi yang lebih
rendah dari rata-rata seluruh kecamatan di Kabupaten Sambas dan tersebar di tiga
WP, yaitu WP I dan II masing-masing 2 kecamatan, dan 1 kecamatan di WP III.
Secara spasial pengelompokan perkembangan wilayah tersebut berdasarkan
analisis tipologi Klassen ditunjukkan pada Gambar 25.
Identifikasi Sektor Unggulan
Kemampuan memacu pertumbuhan suatu wilayah sangat tergantung dari
keunggulan atau daya saing sektor-sektor ekonomi di wilayahnya (Rustiadi et al.
2007). Di Indonesia, sektor-sektor ekonomi tersebut secara umum dibagi ke dalam
sembilan sektor, dan setiap sektor dibagi lagi menjadi beberapa subsektor. Untuk
mengembangkan semua sektor tersebut secara serentak diperlukan investasi yang
sangat besar. Di era otonomi daerah, terbatasnya dana pembangunan
mengharuskan adanya penetapan prioritas pengembangan dan biasanya sektor
yang menjadi prioritas tersebut adalah sektor unggulan (Suripto 2003). Oleh sebab
itu penentuan atau identifikasi sektor-sektor unggulan daerah dalam perumusan
kebijakan pembangunan daerah menjadi sangat penting, karena sektor unggulan
(leading sektor) merupakan sektor perekonomian yang diharapkan menjadi
penggerak utama (prime mover) perekonomian suatu wilayah. Dengan
mengetahui dan mengoptimalkan sektor unggulan yang dimiliki daerah, maka
diharapkan terdapat efek yang positif bagi kemajuan aktivitas perekonomian
daerah. Untuk menentukan apakah suatu sektor merupakan sektor unggulan bagi
suatu daerah atau tidaknya, dalam penelitian ini dilakukan dengan metode analisis
analisis Location Quotient (LQ ) dan Shift Share Analysis (SSA).
Sektor Basis di Kabupaten Sambas
Analisis sektor basis dengan metode Location Quotient (LQ) menggunakan
data PDRB harga konstan tahun 2000 per kecamatan berdasarkan sektor-sektor
perekonomian tahun 2006 ditunjukkan pada Lampiran 16, sedangkan hasil
perhitungannya ditunjukkan pada Tabel 29. Berdasarkan hasil analisis tersebut
(Tabel 29), terlihat bahwa hampir semua sektor, kecuali sektor pertanian dan
perdagangan di wilayah pengembangan (WP) II berpotensi menjadi sektor
115
unggulan atau merupakan sektor basis. Pada WP I, sektor yang berpotensi menjadi
sektor unggulan sebanyak empat sektor, yaitu sektor pertanian; listrik dan air
bersih; perdagangan dan angkutan. Sedangkan pada WP III dan IV hanya satu
sektor saja yang berpotensi menjadi sektor unggulan, yaitu sektor pertanian.
Tabel 29 Nilai LQ per sektor-sektor perekonomian di Kabupaten Sambas Tahun
2006
WP
Kecamatan
Pemangkat
Selakau
Semparuk
Tebas
Tekarang
Jawai
Jawai Selatan
II
Sambas
Subah
Sebawi
Sajad
Sejangkung
III
Teluk Keramat
Tangaran
Paloh
IV
Galing
Sajingan Besar
Tani
0,85
1,30
1,23
1,01
1,10
1,18
1,00
1,04
0,36
1,31
0,64
0,59
1,16
0,69
1,08
1,13
1,20
1,12
1,78
1,24
1,69
Tbm
1,11
0,14
0,23
0,14
0,77
6,97
0,82
0,82
0,47
18,89
0,99
2,01
0,13
1,47
0,50
0,00
Ind
1,21
0,36
0,10
0,50
0,50
0,65
0,47
0,73
2,46
0,64
1,49
1,96
2,15
2,05
0,73
0,83
0,42
0,66
0,28
0,34
0,29
Ligas
1,99
0,01
0,91
1,06
1,07
1,68
0,41
0,81
1,14
1,09
0,67
0,81
0,20
0,03
SEKTOR
Bang
1,07
0,46
0,63
1,17
0,88
0,16
1,09
0,82
2,97
0,49
1,67
0,95
0,26
1,89
0,66
0,37
0,42
0,55
0,27
0,49
0,31
Dag
1,14
0,95
0,81
1,09
0,88
1,13
0,80
1,06
1,01
0,92
1,47
1,60
0,57
0,96
0,96
1,16
1,00
1,00
0,30
0,54
0,34
Angkt
1,08
0,39
3,40
1,01
2,25
0,32
2,16
1,03
1,94
0,37
0,25
0,18
0,52
1,25
0,74
0,09
0,95
0,71
0,27
1,60
0,49
Keu
0,99
0,80
0,52
1,37
1,13
0,49
1,55
0,96
1,57
0,55
1,03
0,87
0,84
1,21
1,21
0,60
0,64
0,96
0,33
1,31
0,49
Jasa
1,10
0,57
0,46
0,98
0,80
0,57
1,61
0,88
2,06
0,38
0,55
0,53
0,51
1,34
1,16
0,60
0,88
1,00
0,39
2,21
0,69
Seperti terlihat pada Tabel 29, sektor pertanian pada sebagian besar
kecamatan (76,47%) di Kabupaten Sambas memiliki nilai LQ>1. Hal ini
menunjukkan bahwa sektor pertanian dapat menjadi sektor unggulan pada
sebagian besar wilayah kecamatan dan bahkan dapat menjadi sektor unggulan
Kabupaten Sambas. Sektor perekonomian lainnya yang memiliki nilai LQ>1 di
Kabupaten Sambas, relatif menyebar pada beberapa kecamatan tertentu saja. Pada
sektor pertambangan, nilai LQ>1 hanya terdapat di 4 wilayah kecamatan, yaitu
Kecamatan Pemangkat, Jawai Selatan, Sebawi dan Paloh. Sedangkan di sektor
industri, nilai LQ>1 hanya terdapat di kecamatan Pemangkat, Sambas, Sebawi,
Sajad dan sejangkung. Nilai LQ>1 pada sektor listrik dan air minum terdapat di
Kecamatan Pemangkat, Jawai, Sambas dan Teluk Keramat sedangkan di sektor
116
Kecamatan
Pemangkat
Sektor Pertambangan & Pengalian; Industri Pengolahan; Listrik, Gas dan Air
Bersih; Bangunan; Angkutan dan Komunikasi; Keuangan, Persewaan & Jasa
Perusahaan; dan Jasa-jasa.
Selakau
Sektor Pertanian.
Semparuk
Tebas
Tekarang
Jawai
Sektor Pertanian; Listrik, Gas dan Air Bersih; Perdagangan, Hotel & Restoran.
Jawai Selatan
117
Tabel 30 Lanjutan
WP
II
Kecamatan
Sambas
Sektor Industri Pengolahan; Listrik, Gas dan Air Bersih; Bangunan; Angkutan
& Komunikasi; Keuangan Persewaan & Jasa Perusahaan; dan Jasa-jasa.
Subah
Sektor Pertanian;
Sebawi
Sajad
Sejangkung
III
Teluk Keramat
Sektor Pertanian ; Listrik, Gas dan Air Bersih; Keuangan, Persewaan & Jasa
Perusahaan; dan Jasa-jasa.
Tangaran
Paloh
IV
Galing
Sektor Pertanian.
Sajingan Besar
Identifikasi
sektor-sektor
unggulan
yang
memiliki
potensi
untuk
2.
3.
4.
5.
6.
7.
118
8.
9.
(yang diindikasikan dengan indeks entropi), dan indikasi sektor unggulan (LQ>1)
seperti ditunjukkan pada Tabel 31, terlihat bahwa semakin banyak sektor yang
berkembang, maka semakin banyak pula potensi sektor yang dapat dikembangkan
menjadi sektor unggulan dan hirarki wilayahnya (IPK) memiliki kecenderungan
yang relatif tinggi.
Tabel 31 Nilai IPK, Indeks Entropi dan indikasi sektor unggulan per kecamatan
di Kabupaten Sambas
WP
I
II
III
IV
Pemangkat
104,83
Indeks
Entropi
0,6983
Selakau
Semparuk
Tebas
52,03
84,41
89,10
0,4998
0,5421
0,6444
Tekarang
Jawai
66,05
72,53
0,6356
0,5208
Jawai Selatan
100,80
0,7099
Sambas
177,06
0,8293
Subah
Sebawi
66,00
70,02
0,5037
0,6957
Sajad
Sejangkung
37,98
60,50
0,6240
0,5887
Teluk Keramat
76,18
0,6305
Tangaran
Paloh
55,39
57,82
0,5282
0,5609
Galing
Sajingan Besar
55,54
50,38
0,3035
0,6087
Pertanian
Pertanian, Angkutan, Keuangan dan Jasa
Kecamatan
IPK
119
120
relatif lebih tinggi dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya pada WP III ada
sebanyak dua sektor, yaitu sektor pertanian dan industri, sedangkan pada WP IV,
selain kedua sektor tersebut, sektor listrik dan air bersih serta angkutan juga
mempunyai tingkat kompetitif yang relatif lebih tinggi.
Tabel 32
WP
I
II
III
IV
Kecamatan
Tani
Tbm
Ind
Ligas
Bang
Dag
Angkt
Keu
Jasa
Pemangkat
-0,117
-0,035
-0,034
0,022
0,026
0,018
0,016
-0,002
Selakau
-0,052
-0,322
-0,003
-0,085
-0,022
-0,015
-0,022
-0,017
-0,012
Semparuk
-0,077
0,002
-0,029
-0,067
-0,03
-0,015
-0,027
Tebas
0,035
-0,051
-0,001
0,022
-0,009
0,006
0,012
0,001
-0,012
Tekarang
-0,015
-0,059
-0,003
-0,029
-0,057
0,017
-0,036
-0,045
Jawai
-0,064
-0,025
-0,066
0,002
-0,018
-0,009
-0,018
0,030
Jawai Selatan
0,060
0,018
-0,020
-0,015
-0,019
-0,025
0,056
-0,052
-0,035
0,000
-0,029
0,002
0,001
0,001
-0,001
-0,001
Sambas
0,113
0,034
0,075
0,005
0,057
0,011
0,018
0,007
Subah
0,052
-0,214
-0,003
0,473
-0,017
-0,051
0,012
-0,024
-0,025
Sebawi
0,152
0,098
0,002
-0,032
-0,035
-0,012
-0,003
0,010
Sajad
0,088
-0,003
-0,026
-0,054
0,007
-0,030
0,038
Sejangkung
0,134
-0,029
0,001
0,008
-0,018
-0,050
0,010
-0,013
0,008
0,104
0,051
0,000
0,080
0,000
0,009
0,011
0,008
0,007
Teluk Keramat
0,040
-0,058
0,032
0,029
-0,004
0,001
-0,026
-0,005
-0,008
Tangaran
0,055
-0,091
0,003
-0,044
0,227
-0,053
-0,033
Paloh
0,029
-0,060
0,003
-0,090
-0,020
0,001
-0,066
-0,004
-0,002
0,039
-0,060
0,001
-0,004
-0,007
-0,007
-0,039
-0,009
-0,009
Galing
0,152
0,006
-0,020
-0,078
0,067
-0,011
-0,014
Sajingan Besar
0,301
-0,003
0,577
-0,016
-0,029
0,108
0,008
0,012
0,167
0,000
0,004
0,577
-0,019
-0,066
0,089
-0,003
-0,001
Proportional Shift
0,013
-0,138
-0,074
0,016
-0,054
0,023
-0,059
-0,056
0,064
Regional Share
0,135
0,135
0,135
0,135
0,135
0,135
0,135
0,135
0,135
121
Tebas dan Tekarang; sektor keuangan di Kecamatan Pemangkat dan Tebas; serta
sektor jasa di Kecamatan Jawai dan Jawai Selatan.
Dalam WP II, sektor-sektor yang mempunyai tingkat kompetitif yang lebih
tinggi dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya adalah sektor pertanian yang
terdapat di semua wilayah pengembangan II; sektor pertambangan di Kecamatan
Sambas dan Sebawi; sektor industri di Kecamatan Sebawi
dan Sejangkung;
sektor listrik dan air bersih di Kecamatan Sambas, Subah dan Sejangkung; sektor
bangunan, perdagangan dan keuangan di Kecamatan Sambas; sektor angkutan di
Kecamatan Sambas, Subah, Sajad dan Sejangkung; serta sektor jasa di Kecamatan
Sambas, Sebawai, Sajad dan Sejangkung.
Sektor-sektor yang mempunyai tingkat kompetitif yang lebih tinggi
dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya di WP III dan IV adalah sektor
pertanian yang terdapat di semua wilayah pengembangan. Sektor lainnya yang
mempunyai tingkat kompetitif di WP III adalah sektor industri yang terdapat di
Kecamatan Teluk Keramat dan Paloh; sektor sektor listrik dan air bersih di
Kecamatan Teluk Keramat; sektor bangunan di Kecamatan Tangaran; sektor
perdagangan di Kecamatan Teluk Keramat dan Paloh; serta sektor angkutan di
Kecamatan Tangaran. Sedangkan di WP IV sektor lainnya yang mempunyai
tingkat kompetitif adalah sektor industri di Kecamatan Galing; sektor angkutan di
Kecamatan Galing dan Sajingan Besar; serta sektor listrik dan air bersih;
keuangan; dan jasa hanya terdapat di Kecamatan Sajingan Besar.
Sektor-sektor tersebut di atas, baik pada WP I, II, III dan IV mempunyai
tingkat laju pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat laju
pertumbuhan sektor yang sama secara umum (kabupaten) dan pengembangannya
akan menguntungkan wilayah kecamatan bersangkutan. Dengan demikian sektorsektor yang mempunyai tingkat kompetitif lebih tinggi tersebut dapat menjadi
sektor unggulan di kecamatan masing-masing. Pada tahun 2003-2006, hasil
analisis shift share terhadap sektor-sektor PDRB kecamatan di Kabupaten Sambas
ditunjukkan pada Tabel 33.
122
II
Kecamatan
Tani
Tbm
Ind
Ligas
Bang
Dag
Angkt
Keu
Jasa
Pemangkat
-0,088
0,038
-0,002
-0,088
0,028
0,031
0,005
0,018
0,01
Selakau
-0,089
-0,299
-0,666
-0,01
-0,021
-0,007
-0,023
-0,043
Semparuk
-0,039
0,009
-0,017
-0,053
0,061
-0,019
-0,064
Tebas
-0,121
-0,082
-0,002
0,03
-0,015
0,008
-0,001
0,007
-0,031
Tekarang
-0,149
-0,094
0,019
-0,02
-0,047
0,025
-0,043
-0,074
Jawai
-0,059
0,001
-0,001
0,082
-0,002
-0,032
-0,024
-0,003
-0,03
Jawai Selatan
-0,073
0,021
-0,001
-0,017
-0,013
-0,02
-0,039
-0,032
-0,089
0,006
-0,001
1,000
0,004
0,001
0,010
0,002
-0,017
Sambas
-0,046
-0,025
-0,002
0,08
0,038
-0,006
0,021
0,069
Subah
-0,061
-0,206
-0,003
0,139
-0,019
-0,04
-0,027
-0,051
-0,056
Sebawi
-0,057
0,034
0,009
-0,017
-0,037
-0,024
-0,039
-0,037
Sajad
-0,081
0,019
-0,022
-0,046
0,004
-0,058
-0,007
Sejangkung
III
IV
0,009
-0,038
-0,002
0,174
-0,025
-0,001
-0,037
-0,022
-0,044
-0,033
0,003
-0,001
0,096
-0,003
0,009
-0,010
0,004
0,050
Teluk Keramat
-0,076
-0,041
0,021
0,05
-0,01
-0,004
-0,022
-0,005
-0,014
Tangaran
-0,191
-0,062
-0,001
-0,071
0,111
-0,044
-0,074
Paloh
1,398
-0,048
0,012
-0,058
-0,008
0,006
-0,077
-0,015
-0,043
0,343
-0,047
0,004
0,023
-0,009
-0,013
-0,042
-0,010
-0,027
Galing
-0,159
0,014
0,003
-0,03
0,186
-0,009
-0,051
Sajingan Besar
-0,032
0,076
-0,289
0,002
0,012
0,109
-0,032
-0,04
-0,145
0,000
0,026
-0,289
0,003
-0,019
0,144
-0,019
-0,045
Proportional Shift
0,07
-0,12
-0,096
0,038
-0,096
-0,04
-0,092
-0,1
-0,011
Regional Share
0,19
0,19
0,19
0,19
0,19
0,19
0,19
0,19
0,19
Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sambas dalam kurun waktu 20032006 seperti ditunjukkan pada Tabel 33 adalah sebesar 0,19 atau 19,0%.
Dibandingkan dengan periode kurun waktu sebelumnya, laju pertumbuhan
ekonomi Kabupaten Sambas mengalami kenaikan sebesar 5,5%. Sektor-sektor
yang mempunyai laju pertumbuhan ekonomi lebih tinggi dibandingkan dengan
laju pertumbuhan total Kabupaten Sambas hanya sebanyak 2 sektor, yaitu sektor
pertanian; dan listrik & air bersih, sedangkan sektor-sektor lainnya memiliki laju
pertumbuhan yang lebih rendah. Bila dibandingkan dengan periode kurun waktu
sebelumnya (2000-2003), jumlah sektor yang mempunyai laju pertumbuhan
ekonomi lebih tinggi tersebut mengalami penurunan sebesar 50%. Sektor yang
tetap mengalami laju pertumbuhan ekonomi lebih tinggi adalah sektor pertanian.
123
124
tingkat kompetitif yang lebih tinggi adalah sektor industri; bangunan; dan angkutan,
yang terdapat di semua kecamatan (Galing dan Sajingan Besar), sedangkan sektor
perdagangan hanya terdapat di Kecamatan Sajingan Besar. Seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya, bahwa sektor-sektor yang mempunyai tingkat laju
pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat laju pertumbuhan sektor
yang sama secara umum (kabupaten) tersebut, baik pada WP I, II, III maupun WP IV
sangat berpotensi menjadi sektor unggulan di kecamatan masing-masing.
Tabel 34 Sektor-sektor kompetitif pada setiap kecamatan di Kabupaten Sambas
tahun 2000-2003 dan 2003-2006
WP
I
II
III
IV
Kecamatan
2000-2003
2003-2006
Pemangkat
Selakau
Semparuk
Sektor Industri
Tebas
Tekarang
Jawai
Jawai Selatan
Sektor Pertambangan
Sambas
Subah
Sebawi
Sajad
Sejangkung
Teluk Keramat
Tangaran
Sektor Angkutan
Paloh
Galing
Sajingan Besar
125
Kecamatan
Pemangkat
Sektor Unggulan*)
Tamb, Bang,
Dag, Angkt, Keu
dan Jasa
1.
2.
Tani
Semparuk
Ind
1.
2.
Angkt
Tekarang
Jawai
Jawai Selatan
Sambas
Subah
Sebawi
Sajad
Sejangkung
1.
2.
Angkt.
1.
2.
Angkt.
1.
2.
Ligas.
1.
Tbm.
2.
Teluk Keramat
Tangaran
Paloh
Tbm, Ligas,
Bang, Dag,
Angkt dan Keu
1.
2.
Ligas
1.
2.
Ligas
1.
2.
Tani.
1.
2.
Jasa.
1.
2.
Ind.
1.
Tani.
2.
Ind.
1.
2.
Angkt.
Ind, Ligas
1.
Ligas.
2.
Tani.
Angkt
1.
2.
Tani.
1.
Tani.
2.
1.
Tani.
2.
Tani
III
Selakau
Tebas
II
Tani
Tbm
126
Tabel 35 lanjutan.
WP
Kecamatan
IV
Galing
Sajingan Besar
Hasil analisis
SSA 20032006**)
Sektor Unggulan*)
1.
2.
Tani.
1.
Angkt
2.
Tani
1.
Tani
2.
: Pertanian
Dag
Tmb
Akt
Ind
: Industri Pengolahan
Keu
Ligas
Jasa
: Jasa-Jasa
Bang
: Bangunan
*)
**)
***) : 1 = Sektor yang memiliki keunggulan komparatif & kompetitif dalam 3 titik tahun (2000-2003 & 2003-2006);
2 = Sektor yang memiliki keunggulan komparatif & kompetitif dalam 2 titik tahun (2000-2003, atau 2003- 2006);
Sektor-sektor yang tidak tercantum dalam ketiga kolom pada tabel tersebut diatas (hasil analisis LQ dan SSA) dalam
suatu wilayah kecamatan merupakan sektor-sektor yang tidak memiliki keunggulan komparatif & kompetitif.
Dalam WP
I,
memperlihatkan bahwa Kecamatan Pemangkat memiliki lebih banyak sektorsektor unggulan (5 sektor dari 9 sektor yang ada), sedangkan Kecamatan Selakau
tidak memiliki sektor unggulan yang kuat (sektor yang memiliki keunggulan
komparatif & kompetitif). Kecamatan lain yang juga memiliki sektor unggulan
adalah Kecamatan Tebas dan Jawai Selatan. Kedua kecamatan tersebut memiliki 3
sektor unggulan dari 9 sektor perekonomian yang ada di Kabupaten Sambas,
sedangkan kecamatan lainnya hanya memiliki satu sektor unggulan.
Dalam WP II, Kecamatan Sambas memiliki lebih banyak sektor-sektor
unggulan (5 sektor dari 9 sektor yang ada), sedangkan Kecamatan Subah dan Sajad
hanya memiliki satu sektor unggulan yang kuat. Kecamatan lain yang juga memiliki
sektor unggulan adalah Kecamatan Sebawi (3 sektor) dan Sejangkung (2 Sektor).
Berbeda dengan WP I dan WP II yang memiliki sektor-sektor unggulan
yang beragam, dalam WP III, sektor unggulan hanya didominasi oleh sektor
127
pertanian, kecuali pada Kecamatan Teluk Keramat yang juga memiliki sektor
listrik, gas dan air bersih sebagai sektor unggulannya. Hal yang sama juga terjadi
dalam WP IV yang terdiri dari 2 kecamatan, yaitu Kecamatan Galing dan
Sajingan Besar, sektor pertanian merupakan sektor unggulan yang ada di kedua
kecamatan tersebut. Hanya saja pada Kecamatan Sajingan Besar, sektor angkutan,
keuangan dan jasa-jasa juga merupakan sektor unggulan. Karena pendekatan
penentuan sektor unggulan tersebut juga didasarkan pada basis ekonomi atau
sektor basis (sektor yang berorientasi ekspor), maka tidak semua sektor yang
memiliki keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif dimasukkan dalam
sektor unggulan. Hasil identifikasi sektor-sektor unggulan tersebut dari tiap
kecamatan ditunjukkan pada Tabel 36.
Tabel 36 Identifikasi sektor-sektor unggulan pada tiap-tiap kecamatan di
Kabupaten Sambas
WP
Kecamatan
Sektor Unggulan
Pemangkat
Selakau
Semparuk
Sektor Angkutan
Tebas
Tekarang
Sektor Angkutan
Jawai
Jawai Selatan
II
Sambas
Subah
Sektor Pertanian
Sebawi
Sajad
Sektor Industri
Sejangkung
III
Teluk Keramat
Tangaran
Sektor Pertanian
Paloh
Sektor Pertanian
Sektor Pertanian
IV
Galing
Sektor Pertanian
Sajingan Besar
Sektor Pertanian
Sektor Pertanian
128
komponen tersebut
dapat
menggantikan
variabel
semula
tanpa
Variabel
sarana komunikasi dan informasi terdiri atas rasio sarana komunikasi (wartel,
warnet, kantor pos) terhadap 1000 penduduk, persentase keluarga yang
berlangganan PLN dan telepon. Variabel kesehatan terdiri atas rasio tenaga
kesehatan (dokter, bidan dan dukun bayi), rasio tempat pelayanan kesehatan
(RSU, rumah bersalin, poliklinik, puskesmas, tempat dokter/ bidan dan posyandu)
dan rasio tempat penjualan obat terhadap 1000 penduduk. Variabel pendidikan
terdiri atas rasio sarana pendidikan dasar dan menengah, rasio murid, rasio guru,
rasio tempat ibadah terhadap 1000 penduduk. Variabel ekonomi terdiri atas rasio
lembaga keuangan (bank, BPR, KUD, koperasi) dan rasio toko dan tempat
129
Value
7
6
4,84
5
4
2,71
2,41
2
1,34
0,94 0,83
1
0
1
0,51 0,37
0,23 0,21 0,17 0,12 0,09 0,05
0,04 0,00 0,00 0,00 0,00
9
11
13
15
17
19
Number of Eigenvalues
Eigenvalue
1
2
3
4
5
9,13
4,84
2,71
2,41
1,34
% Total
variance
38,03
20,17
11,29
10,05
5,58
Cumulative
Eigenvalue
9,13
13,97
16,68
19,09
20,43
Cumulative
%
38,03
58,20
69,49
79,54
85,12
130
extraction:
Variabel*)
Factor 1
Factor 2
Factor 3
Factor 4
Factor 5
Kpdtn
KP
Pak
Sarkom
PLN
Telp
Tenkes
Temkes
Obat
Dikdas
Murid
Guru
Sarib
Lkeu
Toko
Jsbs
Jkbl
Jln
Hutan
Nonhtn
Ler0
Ler8
Ler15
Ler45
Expl.Var
Prp.Totl
-0,317914
0,231169
-0,108906
-0,173156
-0,699468
-0,019692
0,037557
0,186838
-0,280847
0,718760
0,474204
0,131667
0,342310
0,243957
-0,007313
0,835223
-0,007175
-0,088760
0,642353
-0,642353
-0,917040
0,907205
0,917045
0,854238
6,502193
0,270925
0,528490
-0,857211
0,896124
0,915424
0,380360
0,912414
-0,242778
0,034666
0,287592
0,182271
0,777405
0,267835
-0,216852
0,476131
0,134662
-0,113314
-0,261208
0,431716
-0,113450
0,113450
0,013860
-0,004606
-0,008921
-0,102133
5,080268
0,211678
-0,255525
0,063648
0,041514
-0,186496
-0,335597
-0,091078
0,877373
0,718959
0,340788
0,606474
0,091789
0,082117
0,714186
0,630834
0,248574
-0,231917
0,385139
-0,045315
-0,171270
0,171270
-0,196260
0,230365
0,159423
0,266642
3,433310
0,143055
0,694348
-0,172314
0,101540
0,093082
-0,111804
0,154669
-0,158496
-0,499923
0,308025
-0,150156
-0,133531
-0,613651
0,029053
0,062940
0,071464
0,272764
-0,815126
0,849282
-0,675373
0,675373
0,249285
-0,233147
-0,247948
-0,317963
4,015438
0,167310
0,020808
0,184475
0,055794
0,142829
-0,202031
-0,011158
0,091447
0,082828
-0,429306
0,033595
0,006015
0,027843
0,175662
-0,425380
0,911277
0,165907
-0,034107
-0,060901
-0,082694
0,082694
0,019476
0,011485
-0,033102
-0,084203
1,397386
0,058224
Principal
131
angka mutlaknya minimal sama dengan 0,70 (StatSoft 2001, dalam Saefulhakim
2008a), yang ditunjukkan dengan huruf tebal pada tabel di atas.
Berdasarkan hasil factor loading seperti ditunjukkan pada Tabel 38 dapat
dijelaskan bahwa faktor-faktor utama wilayah Kabupaten Sambas adalah sebagai
berikut :
-
Faktor 1 (F1) dapat dikelompokkan sebagai faktor kemiringan lereng dan luas
hutan, terdiri dari 6 variabel asal yaitu persentase luas wilayah dengan
kemiringan lereng 0-8%, 8-15%, 15-45%, dan luas wilayah dengan
kemiringan lereng lebih dari 45%, serta jarak kecamatan dengan ibu kota
Kabupaten Sambas dan rasio jumlah sarana pendidikan dasar dan menengah
(TK, SD, SLTP, SLTA/SMK negeri dan swasta) terhadap 1000 penduduk.
Variabel lain yang juga dapat menjadi penciri faktor ini, walaupun tidak nyata
(nilai mutlak factor loading < 0,70) adalah persentase luas hutan dan nonhutan suatu wilayah yang memiliki nilai mutlak factor loading sebesar 0,64.
Semakin besar skor suatu daerah pada faktor ini, semakin besar pula
persentase luas wilayah dengan kemiringan lereng lebih besar dari 8% atau
semakin bergelombang atau berbukit sampai curam pada wilayah tersebut;
semakin besar persentase luas hutannya; dan semakin jauh jaraknya dengan
ibu kota Kabupaten Sambas, serta semakin besar pula rasio ketersediaan
sarana pendidikan dasar dan menengah (diakibatkan penduduk yang jarang).
Semakin kecil skor suatu daerah pada faktor ini, semakin tinggi persentase
luas wilayahnya dengan kemiringan lereng yang datar sampai landai
(kemiringan lereng 0-8%), semakin kecil persentase luas hutannya dan
semakin dekat dengan ibu kota Kabupaten Sambas, serta semakin kecil daya
tampung sarana pendidikannya (berpenduduk padat). Nilai keragaman data
yang dapat dijelaskan oleh faktor 1 ini adalah sebesar 38,03%.
Faktor 2 (F2) sebagai faktor sarana dan penciri perkotaan, yang berkorelasi
positif dengan pendapatan asli kecamatan per kapita, rasio sarana komunikasi,
persentase keluarga yang berlangganan telepon, rasio murid dan berkorelasi
negatif dengan persentase keluarga petani. Walaupun tidak nyata, faktor ini
juga berkorelasi potif dengan kepadatan penduduk, persentase keluarga yang
berlangganan PLN dan rasio lembaga keuangan. Semakin besar skor suatu
132
daerah pada faktor ini, semakin lengkap sarana perkotaannya. Nilai keragaman
data yang dapat dijelaskan oleh faktor 2 ini adalah sebesar 20,17%.
-
Faktor 3 (F3) sebagai faktor pelayanan sosial, yang secara nyata berkorelasi
positif dengan rasio tenaga kesehatan (dokter, bidan, dukun bayi), rasio tempat
kesehatan (rumah sakit, poliklinik, puskesmas, polindes), dan rasio tempat
ibadah (mesjid, surau, geraja, pura,vihara). Faktor ini juga berkorelasi positif
dengan rasio tempat penjulan obat (apotik, toko obat) dan rasio sarana
pendidikan. Semakin besar skor suatu daerah pada faktor ini, semakin tinggi
tingkat pelayanan sosialnya. Nilai keragaman data yang dapat dijelaskan oleh
faktor 3 ini adalah sebesar 11,29%.
133
beberapa dimensi (variabel). Wilayah yang ada dalam satu klaster relatif memiliki
kemiripan dibandingkan dengan wilayah yang berada dalam klaster yang lain.
Dengan demikian hasil yang diharapkan dari analisis klaster adalah adanya
perbedaan yang tinggi antara klaster satu dengan klaster lain, sehingga jelas
adanya perbedaan karakteristik antar klaster yang terbentuk, dan memiliki
kesamaan yang tinggi antar anggota klaster dalam satu klaster, sehingga dalam
satu klaster akan berisi wilayah yang memiliki karakteristik yang sama.
Variabel yang digunakan dalam analisis klaster adalah factor score pada
faktor utama tiap kecamatan yang diperoleh dari hasil analisis PCA, seperti
terlihat pada Tabel 39.
Tabel 39 Factor scores (Rotation : varimax normalized)
Extraction: Principal Components
Kecamatan
Selakau
Pemangkat
Semparuk
Tebas
Tekarang
Sambas
Subah
Sebawi
Sajad
Jawai
Jawai Selatan
Teluk Keramat
Tangaran
Galing
Sejangkung
Sajingan Besar
Paloh
Factor 1
0,6571
0,6185
-0,5124
0,5860
-0,7715
-1,0846
1,2387
-0,4160
-1,2869
-0,0872
-0,2253
-0,8400
-0,6281
-0,2386
-0,5463
2,6840
0,8527
Factor 2
-0,5990
1,9358
0,0868
0,9061
-0,4055
2,6515
-0,6805
0,0352
-1,2750
-0,4473
0,0262
0,0911
-0,9691
-0,5235
-0,5679
-0,1554
-0,1097
Factor 3
-1,4924
-0,4410
-0,7802
-0,5770
1,5795
0,7195
2,4452
0,2893
-0,4594
-0,5012
0,1973
-0,2881
-0,6214
0,1207
0,8731
0,2581
-1,3221
Factor 4
1,2538
1,5653
0,8230
-0,0964
0,8592
-1,0194
0,5817
-0,3828
-0,2559
1,1583
1,0979
-0,9654
-0,1200
-1,0817
-0,7495
-1,0355
-1,6327
Factor 5
-0,0621
0,2972
-1,4168
-0,6752
-2,1783
0,0705
0,2549
0,3067
0,3139
0,7785
1,6635
1,1140
-0,0945
1,2369
-0,4578
0,2644
-1,4157
Analisis klaster terhadap data factor score tersebut dilakukan dengan teknik
K-Mean clustering (Non-hierarchical) untuk mengelompokan wilayah kecamatan
menjadi 4 klaster sesuai dengan pengelompokkan wilayah pengembangan (WP) di
Kabupaten Sambas. Hasil dari analisis klaster terhadap data factor score (Tabel
39) dengan menggunakan teknik K-Mean cluster ditunjukkan pada Tabel 40.
134
Factor 1
Factor 2
Factor 3
Factor 4
Factor 5
Cluster
-0,7715
-0,4055
1,5795
0,8592
-2,1783
Subah
1,2387
-0,6805
2,4452
0,5817
0,2549
Sejangkung
-0,5463
-0,5679
0,8731
-0,7495
-0,4578
Pemangkat
0,6185
1,9358
-0,4410
1,5653
0,2972
Semparuk
-0,5124
0,0868
-0,7802
0,8230
-1,4168
Tebas
0,5860
0,9061
-0,5770
-0,0964
-0,6752
Sambas
-1,0846
2,6515
0,7195
-1,0194
0,0705
Selakau
0,6571
-0,5990
-1,4924
1,2538
-0,0621
Sebawi
-0,4160
0,0352
0,2893
-0,3828
0,3067
Sajad
-1,2869
-1,2750
-0,4594
-0,2559
0,3139
Jawai
-0,0872
-0,4473
-0,5012
1,1583
0,7785
Jawai Selatan
-0,2253
0,0262
0,1973
1,0979
1,6635
Teluk Keramat
-0,8400
0,0911
-0,2881
-0,9654
1,1140
Tangaran
-0,6281
-0,9691
-0,6214
-0,1200
-0,0945
Galing
-0,2386
-0,5235
0,1207
-1,0817
1,2369
Sajingan Besar
2,6840
-0,1554
0,2581
-1,0355
0,2644
Paloh
0,8527
-0,1097
-1,3221
-1,6327
-1,4157
Mean cluster 1
-0,0264
-0,5513
1,6326
0,2305
-0,7937
Mean cluster 2
-0,0981
1,3950
-0,2697
0,3181
-0,4311
Mean cluster 3
-0,3831
-0,4577
-0,3444
0,0880
0,6571
Mean cluster 4
1,7683
-0,1325
-0,5320
-1,3341
-0,5757
Tekarang
Selakau,
Sebawi,
Sajad,
Jawai,
Jawai
Selatan,
Teluk
135
Factor 2
Factor 3
Factor 4
Factor 5
Cluster
Cluster
Cluster
Cluster
1
2
3
4
Variables
Gambar 27 Grafik nilai tengah dari faktor utama pada setiap klaster
Berdasarkan grafik nilai tengah dari faktor utama (Gambar 27) maka dapat
diidentifikasi karakteristik atau penciri pada setiap klaster dengan mean di atas 0,5
(tinggi) atau di bawah -0,5 (rendah). Pada klaster 1 penciri utamanya adalah faktor
2 dan faktor 5 yang rendah serta faktor 3 yang tinggi, sedangkan pada klaster 2
penciri utamanya adalah faktor 2 yang tinggi. Penciri utama pada klaster 3 adalah
faktor 5 yang tinggi, sedangkan faktor 1 yang tinggi serta faktor 3, 4 dan 5 yang
rendah merupakan penciri utama klaster 4.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pada klaster 1 yang meliputi
Kecamatan Tekarang, Subah dan Sejangkung memiliki tipologi wilayah dengan
tingkat pelayanan sosial yang tinggi, sedangkan sarana perkotaan dan tingkat
pelayanan ekonominya rendah. Kecamatan yang termasuk dalam klaster ini
memiliki ketersediaan tenaga kesehatan (dokter, bidan, dukun bayi), tempat
kesehatan (rumah sakit, poliklinik, puskesmas, polindes), tempat ibadah (mesjid,
surau, geraja, pura,vihara) dan jumlah keluarga petani yang tinggi, serta memiliki
ketersediaan tempat penjulan obat (apotik, toko obat), sarana pendidikan dan
aksesibilitas yang cukup memadai, sedangkan pendapatan asli kecamatan, sarana
komunikasi, keluarga yang berlangganan telepon, ketersediaan toko atau tempat
perbelanjaannya rendah. Karena wilayah kecamatan pada kawasan ini relatif jauh
dari pusat ibu kota kabupaten, maka klaster ini mencirikan kawasan perdesaan
pedalaman.
136
137
G_2:2
p=,23529
G_3:3
p=,47059
G_4:4
p=,11765
G_1:1
G_2:2
G_3:3
G_4:4
Persentase Ketepatan
Hasil Klasifikasi
100,00
100,00
100,00
100,00
3
0
0
0
0
4
0
0
0
0
8
0
0
0
0
2
Total
100,00
Persentase Ketepatan
Hasil Klasifikasi
100,00
100,00
50,00
80,00
G_1:1
p=,29412
5
0
1
1
G_2:2
p=,17647
0
3
1
0
G_3:3
p=,23529
0
0
2
0
G_4:4
p=,29412
0
0
0
4
Cluster
T-Klassen
G_1:1
G_2:2
G_3:3
G_4:4
Total
82,35
WP
Persentase Ketepatan
Hasil Klasifikasi
G_1:1
p=,41176
G_2:2
p=,29412
G_3:3
p=,17647
G_4:4
p=,11765
G_1:1
G_2:2
G_3:3
G_4:4
100,00
100,00
100,00
100,00
7
0
0
0
0
5
0
0
0
0
3
0
0
0
0
2
Total
100,00
138
Hasil
Klasifikasi
T-Klassen
G_2:2
G_2:2
G_4:4
G_1:1
G_4:4
G_1:1
G_3:3
G_4:4
G_4:4
G_2:2
G_3:3
G_3:3
G_4:4
G_1:1
G_1:1
G_3:3
G_1:1
1
p=,29412
2
p=,17647
3
p=,23529
4
p=,29412
G_2:2
G_2:2
G_4:4
G_1:1
G_4:4
G_1:1
G_3:3
G_1:1
G_4:4
G_2:2
G_2:2
G_1:1
G_4:4
G_1:1
G_1:1
G_3:3
G_1:1
G_4:4
G_3:3
G_1:1
G_4:4
G_1:1
G_4:4
G_1:1
G_4:4
G_1:1
G_3:3
G_3:3
G_4:4
G_1:1
G_3:3
G_4:4
G_1:1
G_4:4
G_3:3
G_4:4
G_2:2
G_3:3
G_3:3
G_3:3
G_4:4
G_3:3
G_3:3
G_4:4
G_4:4
G_3:3
G_3:3
G_4:4
G_3:3
G_2:2
G_3:3
G_1:1
G_1:1
G_3:3
G_2:2
G_2:2
G_2:2
G_2:2
G_2:2
G_2:2
G_1:1
G_1:1
G_2:2
G_2:2
G_2:2
G_2:2
G_4:4
G_2:2
139
yang ada, ternyata hanya satu kecamatan yang tidak tepat, yaitu Kecamatan Sebawi
yang seharusnya masuk pada kelompok daerah maju (G1). Ketidaktepatan dari
analisis tipologi Klassen tersebut
mempertimbangkan aspek rata-rata laju pertumbuhan dan PDRB per kapita saja
dan tidak mempertimbangkan aspek-aspek ketersediaan sarana dan prasarana serta
faktor kemiringan lereng dan luas hutan (biofisik wilayah).
Meskipun ketepatan pengelompokan wilayah Kabupaten Sambas menjadi
empat kelompok pada hasil analisis klaster dan WP mencapai 100%, akan tetapi
penciri utama dan anggota dari masing-masing kelompok berbeda. Berdasarkan
hasil analisis diskriminan terhadap kedua pengelompokan tersebut, diperoleh
koefisien fungsi klasifikasi seperti terlihat pada Tabel 43.
Tabel 43 Fungsi klasifikasi pengelompokan hasil analisis klaster (metode K
Mean) dan wilayah pengembangan (WP) pada analisis diskriminan
K-Mean
WP
Faktor
G1
G2
F1
0,5987
1,3788
G3
G4
-3,0664
8,6101
F2
-2,4066
5,5356
-2,5575
2,7688
F3
7,9094
-1,4184
-1,9015
F4
1,1225
G1
G2
G3
-0,6453
-0,2195
0,3001
2,3572
1,3775
-0,4456
-1,1354
-2,0040
-1,4213
-1,3841
1,4250
-0,2085
1,5944
-5,5055
5,6569
-2,4202
-4,0493
-7,6748
0,7722
2,7599
-3,7517
-9,1704
0,6834
-0,0048
F5
-4,3765
-2,4695
4,1738
-5,1911
-1,6309
0,7159
Konstanta
-10,6621
-5,9632
-3,6746
-15,1139
-4,0994
-2,2905
G4
140
WP I
WP II
141
PCA, Klaster dan Diskriminan), diperoleh karakteristik tiap klaster seperti terlihat
pada Tabel 44, sedangkan secara spasial, keempat klaster tersebut ditunjukkan
pada Gambar 28.
Tabel 44
Faktor
Utama
F1
Karakteritik Wilayah
Kawasan
Kawasan
Kawasan
Kawasan
Perdesaan
Perdesaan
Perkotaan
Perbatasan
Pedalaman
Pesisir
(Klaster 2)
(Klaster 4)
(Klaster 1)
(Klaster 3)
Sedang
Sedang
Rendah
Tinggi
Sedang
Sedang
Rendah
Tinggi
Sedang
Sedang
Rendah
Tinggi
Sedang
Sedang
Rendah
Tinggi
Sedang
Sedang
Rendah
Tinggi
Rendah
Tinggi
Sedang
Sedang
Rendah
Tinggi
Sedang
Sedang
Rendah
Tinggi
Sedang
Sedang
F3
Tinggi
Sedang
Sedang
Rendah
F4
Sedang
Sedang
Sedang
Rendah
F5
Rendah
Sedang
Tinggi
Rendah
F2
142
tingkat disparitas antar wilayah secara keseluruhan dan indeks Theil untuk
mendekomposisi
disparitas
wilayah
menjadi
disparitas
dalam
wilayah
dihasilkan semakin besar tingkat kesenjangan antar wilayah di suatu wilayah yang
lebih luas.
Analisis indeks Williamson dengan menggunakan data PDRB per kapita
dan jumlah penduduk tiap kecamatan di Kabupaten Sambas pada tahun 20002006 terlihat pada Lampiran 19 s.d 32, sedangkan hasil analisisnya seperti
ditunjukkan pada Gambar 29. Berdasarkan hasil analisis tersebut (Gambar 29)
dalam kurun waktu 2000-2002, tingkat disparitas di Kabupaten Sambas
mengalami penurunan yang ditunjukkan dengan indeks Williamson sebesar 0,464
pada tahun 2000 menjadi 0,391 pada tahun 2002. Namun setelah tahun 2002,
tingkat disparitasnya mengalami kecenderungan meningkat atau semakin melebar,
yaitu dari 0,391 pada tahun 2002 menjadi 0,532 pada tahun 2006. Bila dilihat
dalam wilayah pengembangan (WP) di Kabupaten Sambas dalam kurun waktu
yang sama, terlihat bahwa tingkat disparitas tertinggi terdapat pada WP II, diikuti
kemudian WP IV dan WP I, sedangkan tingkat disparitas terendah terdapat di WP
III. Hal ini sesuai dengan hasil analisis entropi, dimana dalam WP II memiliki
143
Indeks Williamson
0,500
0,450
0,400
0,350
0,525
0,518
0,464 0,457
0,448
0,411 0,414
0,501
0,495
0,487
0,457
0,453
0,450
0,423 0,394
0,391
0,397
0,395
0,396
0,532
0,482
0,473
0,459
0,451
0,422
0,418
0,392
0,393
Kab.
Sambas
WP I
WP II
WP III
0,300
0,250
WP IV
0,200 0,160
0,150
0,158
0,156
0,154
0,160
0,166
2001
2002
2003
Tahun
2004
2005
0,182
0,100
2000
2006
144
Tabel 45 Indeks Williamson PDRB per kapita atas dasar harga konstan dalam
wilayah pembangunan (WP) di Kabupaten Sambas tahun 2000, 2003
dan 2006
2000
WP
II
III
IV
Kecamatan
2003
2006
PDRB
per kapita
Vw
PDRB
per kapita
Vw
PDRB
per kapita
Vw
Pemangkat
4.304,14
0,4113
4.678,97
0,3936
7.405,15
0,3929
Selakau
6.287,63
6.662,08
5.275,77
Semparuk
2.667,92
2.839,06
3.288,61
Tebas
3.979,59
4.470,46
4.950,95
Tekarang
2.131,58
2.337,64
2.577,76
Jawai
4.876,75
5.155,57
5.759,77
Jawai Selatan
1.807,28
Sambas
6.070,48
Subah
3.255,95
3.838,74
4.551,67
Sebawi
2.050,41
2.258,86
2.477,11
Sajad
1.656,80
1.843,81
2.058,17
Sejangkung
4.448,78
5.130,04
5.998,14
Teluk Keramat
2.994,28
Tangaran
2.484,26
2.806,59
2.963,43
Paloh
3.989,77
5.130,04
5.223,80
Galing
3.716,77
Sajingan Besar
1.359,16
Kabupaten Sambas
3.977,88
2.017,82
0,5245
0,1601
0,4645
6.499,38
3.357,00
4.592,57
2.243,07
0,4947
0,1542
0,4528
1.729,62
0,4482
4.570,11
7.058,53
3.749,35
4.965,95
0,4728
0,1816
0,4217
2.019,75
0,3953
4.912,12
0,4749
Selain PDRB per kapita, aspek aloksi dana pembangunan yang dapat
mempengaruhi disparitas pembangunan antar wilayah juga dianalisis dengan
indeks williamson. Karena terbatasnya ketersediaan data, maka dalam penelitian
ini hanya menggunakan data alokasi anggaran fisik yang bersumber pada APBD
Kabupaten Sambas dari tahun 2005-2006 untuk tiap kecamatan seperti
ditunjukkan pada Tabel 46.
Hasil analisis indeks Williamson terhadap alokasi anggaran fisik
pada
wilayah pengembangan dan Kabupaten Sambas terlihat Gambar 30. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa dalam kurun waktu dua tahun, yaitu tahun 2005-2006,
disparitas alokasi anggaran fisik pemerintah daerah kabupaten mengalami
penurunan dari 0,69 pada tahun 2005 menjadi 0,55 pada tahun 2006. Kecuali pada
wilayah pengembangan (WP) IV, penurunan indeks Williamson juga terjadi pada
semua WP. Pada WP I, II dan III di tahun 2005 masing-masing memiliki indeks
Williamson sebesar 0,40; 0,77; dan 0,27,sedangkan di tahun 2006 berturut-turut
145
turun menjadi 0,29; 0,62 dan 0,27. Sedangkan pada WP IV memiliki indeks
Willamson sebesar 0,34 di tahun 2005 naik menjadi 0,44 di tahun 2006.
Tabel 46 Alokasi anggaran fisik per kapita pada tiap kecamatan di Kabupaten
Sambas tahun 2005-2006
WP
I
II
III
IV
Kecamatan
2006
Pemangkat
48.866
107.865
Selakau
59.586
212.087
Semparuk
111.859
180.081
Tebas
54.817
174.222
Tekarang
172.803
237.268
Jawai
73.208
308.685
Jawai Selatan
43.354
264.665
65.954
192.767
Sambas
330.097
635.163
Subah
151.268
253.051
Sebawi
98.858
190.023
Sajad
95.009
295.488
Sejangkung
94.958
283.396
200.360
410.236
Teluk Keramat*
57.917
129.918
Paloh
150.318
225.383
78.055
150.628
Galing
113.827
205.165
Sajingan Besar
230.864
521.877
151.390
306.809
101.055
234.956
Kabupaten Sambas
Indeks Willamson
146
0,80000
0,70000
0,60000
0,50000
0,40000
0,30000
0,20000
0,10000
0,00000
0,77
0,69
0,62
0,55
0,44
0,40
0,29
0,27
0,44
0,34
2005
2006
Kab.
Sambas
WP I
WP II
WP III
WP IV
Daerah
Kabupaten
Sambas
dalam
mengurangi
disparitas
pembangunan antar wilayah pada kurun waktu tersebut sudah dilakukan dengan
baik. Selain itu, besarnya alokasi anggaran fisik pada kawasan perbatasan, juga
terkait dengan upaya Pemerintah Daerah Kabupaten Sambas untuk memajukan
kawasan tersebut beberapa tahun ke depan menjadi kawasan indutri dan jasa yang
lebih dikenal dengan kawasan Palsa (Paloh dan Sajingan Besar), serta rencana
pembukaan pelayanan pos lintas batas antar negara di kecamatan tersebut.
Dekomposisi Sumber Disparitas Pembangunan
Untuk mendekomposisi sumber disparitas di Kabupaten Sambas menjadi
disparitas antar wilayah pengembangan (WP) dan antar wilayah dalam wilayah
pengembangan (WP) digunakan indeks Theil. Data yang digunakan adalah data
PDRB atas dasar harga konstan dan jumlah penduduk per kecamatan di
147
Kabupaten Sambas dari tahun 2000-2006. Analisis tersebut seperti terlihat pada
Lampiran 34 s.d 39, sedangkan hasilnya ditunjukkan pada Gambar 31.
0,030000
0,0285 0,0282
0,0258 0,0255 0,0251
0,0247 0,0250
0,025000
Indeks Theil
0,020000
0,0242 0,0240
0,015000
Disparitas
antar WP
0,010000
0,005000
Total
Disparitas
Disparitas
dalam WP
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
Tahun
disparitas
yang
wilayah
148
100,00
90,00
84,99
85,12
86,62
87,58
87,87
88,09
86,96
80,00
70,00
60,00
50,00
Antar WP
40,00
30,00
20,00
Dalam WP
15,01
14,88
13,38
12,42
12,13
11,91
13,04
2000
2001
2002
2003 2004
Tahun
2005
2006
10,00
0,00
0,0419
0,0392
Indeks Theil
0,040
0,0437
0,0444
0,0454
0,0467
Total
Disparita
s
0,0389
0,035
0,030
0,025
0,020
0,015
0,0212
0,0221
0,0222
0,0226
0,0223
0,0185
0,0187
0,0202
0,0207
0,0222
0,0228
0,0207
0,0216
0,0245
2000
2001
2002
2003
Tahun
2004
2005
2006
Disparita
s antar
WP
Disparita
s dalam
WP
0,010
149
52,91
52,00
50,65
51,00
Persen (%)
52,37
52,01
50,47
50,08
50,25
50,00
49,00
48,00
47,99
49,35
49,53
49,92 49,75
47,09
Antar WP
47,63
47,00
Dalam WP
46,00
45,00
44,00
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
Tahun
150
Tabel 47
Tahun
Total
Disparitas
Disparitas
antar WP
Disparitas
dalam WP
Persen
Disparitas
antar WP
Persen
Disparitas
dalam
WP
2005
0,098755
0,051155
0,047601
51,80
48,20
2006
0,055697
0,026653
0,029044
47,85
52,15
mengetahui
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
disparitas
151
respon dan memprediksi pengaruh suatu variabel atau beberapa variabel prediktor
terhadap variabel respon. Dengan demikian, dalam penelitian ini akan diketahui
kekuatan/keeratan hubungan antara IPK, PDRB per kapita dan produktivitas
wilayah dengan faktor utama hasil analisis PCA (factor score), pengaruh faktor
utama hasil analisis PCA (factor score) terhadap IPK, PDRB per kapita dan
produktivitas wilayah serta dapat memprediksi pengaruh utama hasil analisis PCA
(factor score) terhadap IPK, PDRB per kapita dan produktivitas wilayah.
Tabel 48 Produktivitas wilayah tiap kecamatan di Kabupaten Sambas tahun 2006
WP
Kecamatan
Pemangkat
Selakau
Semparuk
Tebas
Tekarang
Jawai
Jawai Selatan
II
Sambas
Subah
Sebawi
Sajad
Sejangkung
III
Teluk Keramat
Tangaran
Paloh
IV
Galing
Sajingan Besar
Kabupaten Sambas
PDRB
(juta rupiah)
451.595,760
195.108,640
72.632,220
306.037,850
29.793,780
216.924,360
43.560,460
1.315.653,070
294.665,220
76.185,900
36.695,870
20.017,770
112.573,070
540.137,830
234.671,590
58.592,880
119.191,420
412.455,890
78.879,160
15.162,270
94.041,430
2.362.288,220
Luas (ha)
19.375
29.250
9.015
39.564
8.316
19.399
9.351
134.270
24.666
64.455
16.145
9.494
29.126
143.886
55.443
18.667
114.884
188.994
33.300
139.120
172.420
639.570
PDRB/Luas
Wilayah
(jutaan
rupiah / ha)
23,308
6,670
8,057
7,735
3,583
11,182
4,658
9,799
11,946
1,182
2,273
2,108
3,865
3,754
4,233
3,139
1,037
2,182
2,369
0,109
0,545
3,694
Selain itu, analisis regresi berganda juga bertujuan untuk mengetahui model
persamaan yang menjelaskan hubungan antara IPK, PDRB perkapita ataupun
produktivitas wilayah sebagai variabel tujuan dengan faktor-faktor yang diduga
mempengaruhi tingkat perkembangan kecamatan (IPK), PDRB perkapita atau
produktivitas wilayah sebagai variabel penjelas. Variabel-variabel penduganya
(peubah bebas) adalah variabel-variabel hasil PCA (komponen utama), sebagai
berikut :
1. F1 yaitu faktor kemiringan lereng dan luas hutan atau biofisik wilayah
(persentase luas wilayah dengan kemiringan lereng 0-8%, 8-15%, 15-45%,
152
dan luas wilayah dengan kemiringan lereng lebih dari 45%, luas hutan dan
non-hutan), serta jarak kecamatan dengan ibu kota Kabupaten Sambas dan
rasio jumlah sarana pendidikan dasar dan menengah terhadap 1000
penduduk).
2. F2 yaitu faktor sarana dan penciri perkotaan (pendapatan asli kecamatan per
kapita, rasio sarana komunikasi, persentase keluarga yang berlangganan
telepon, rasio murid dan persentase keluarga petani).
3. F3 yaitu faktor pelayanan sosial (rasio tenaga kesehatan, rasio tempat
kesehatan, dan rasio tempat ibadah).
4. F4 yaitu faktor aksesibilitas (rasio panjang jalan terhadap luas wilayah atau
kerapatan jalan dan jarak ke ibu kota kabupaten lain serta kepadatan
penduduk).
5. F5 yaitu faktor pelayanan ekonomi (rasio toko atau tempat perbelanjaan).
Hasil analisis regresi berganda terhadap perkembangan wilayah (IPK),
PDRB per kapita maupun produktivitas wilayah dengan faktor-faktor tersebut di
atas ditunjukkan pada Tabel 49, sedangkan hasil analisisnya secara rinci
ditunjukkan pada Lampiran 47.
Tabel 49 Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap IPK, PDRB per kapita dan
produktivitas wilayah
Peubah Tak Bebas (Y)
Peubah Bebas (F)
Faktor kemiringan lereng dan luas hutan (F1)
Faktor sarana dan penciri perkotaan (F2)
IPK
PDRB
Per Kapita
Produktivitas
Wilayah
-7,492*
0,061 ns
-0,485 ns
28,006**
1,003*
4,0339**
4,828
ns
1,730
ns
2,975 ns
-0,002 ns
0,323 ns
75,145**
4,269**
5,733**
0,898
0,340
0,832
Intercept
Koefisien determinasi (R)
-0,152
ns
-1,231 ns
0,081
ns
2,953**
Seperti terlihat pada Tabel 49, bahwa hasil analisis regresi berganda
terhadap perkembangan wilayah (IPK) menunjukan bahwa dari 5 variabel
penduga (peubah bebas) hanya 2 variabel saja yang berpengaruh nyata terhadap
variabel tujuan (peubah tak bebas). Variabel tersebut adalah F1 yang nyata pada
153
tarap = 0,05 dan F2 yang nyata pada tarap = 0,01 (Tabel 49), sedangkan F3,
F4 dan F5 tidak berpengaruh nyata (non signifikan). Persamaan yang dihasilkan
dari analisis regresi berganda tersebut adalah sebagai berikut :
Y = 75,145 - 7,492 F1 + 28,006 F2 + 4,828 F3 + 1,730 F4 + 2,975 F5
Dimana : Y = indeks perkembangan kecamatan (IPK)
F1 = faktor kemiringan lereng dan luas hutan (biofisik wilayah)
F2 = faktor sarana dan penciri perkotaan
F3 = faktor pelayanan sosial
F4 = faktor aksesibilitas
F5 = faktor pelayanan ekonomi
Sedangkan nilai koefisien determinasi (R) dari persamaan tersebut adalah 0,898
yang berarti bahwa model persamaan tersebut mampu menjelaskan keragaman
data sebesar 89,8%.
Berdasarkan hasil analisis di atas maka faktor yang paling berpengaruh
terhadap indeks perkembangan kecamatan (IPK) adalah faktor sarana dan penciri
perkotaan (F2) dan kemiringan lereng dan luas hutan (F1). Besarnya pengaruh
faktor-faktor tersebut dapat dilihat dari besarnya koefisien regresi yang
dimilikinya dan arah dari nilai koefisien tersebut (positif atau negatif). Semakin
besar nilai koefisiennya, semakin besar pula pengaruh variabel tersebut sesuai
dengan arah nilainya, begitu juga sebaliknya. Variabel yang memiliki koefisien
bernilai positif (F2) menunjukkan bahwa peningkatan variabel tersebut akan dapat
meningkatkan IPK, sedangkan variabel yang memiliki koefisien bernilai negatif
akan mempengaruhi penurunan IPK. Pengaruh dari faktor tersebut terhadap
perkembangan wilayah kecamatan dapat dijelaskan sebagai berikut:
-
F2 yaitu faktor sarana dan penciri perkotaan (pendapatan asli kecamatan per
kapita, rasio sarana komunikasi, persentase keluarga yang berlangganan
telepon, rasio murid dan persentase keluarga petani serta kepadatan
penduduk). Variabel ini memiliki pengaruh yang searah (memiliki koefisien
positif) dengan peningkatan IPK, sehingga kecamatan yang memiliki
pendapatan asli per kapita yang tinggi, sarana komunikasi yang lengkap,
jumlah pelanggan telepon yang banyak, jumlah murid yang tinggi, jumlah
keluarga petani yang rendah dan memiliki penduduk yang cukup padat akan
mempunyai perkembangan wilayah yang tinggi. Dengan demikian kecamatan
154
F1 yaitu faktor kemiringan lereng dan luas hutan (persentase luas wilayah
dengan kemiringan lereng 0-8%, 8-15%, 15-45%, lebih dari 45% dan luas
hutan dan non-hutan), serta jarak kecamatan dengan ibu kota Kabupaten
Sambas dan rasio jumlah sarana pendidikan dasar dan menengah terhadap
1000 penduduk, penduduk cukup jarang). Variabel ini memiliki pengaruh
yang berlawanan arah (memiliki koefisien negatif) dengan peningkatan IPK,
sehingga
kecamatan
yang
memiliki kondisi
biofisik
wilayah
yang
bergelombang, berbukit sampai curam, memiliki hutan yang cukup luas, dan
jauh dari pusat pelayanan kabupaten serta rasio pelayanan pendidikan dasar
dan menengah tinggi, serta jumlah penduduk yang cukup jarang akan
mempunyai tingkat perkembangan wilayah yang rendah. Dengan demikian
wilayah-wilayah yang jauh dari pusat pelayanan kabupaten dengan kondisi
wilayah berbukit sampai curam dan memiliki hutan yang cukup luas serta
kepadatan penduduk yang cukup jarang, akan memiliki tingkat perkembangan
wilayah yang rendah pula. Upaya untuk mengurangi tingkat disparitas pada
wilayah ini dilihat dari aspek ketersediaan sarana dan prasarana wilayah relatif
mengalami dilema. Seperti yang dijelaskan Kartasasmita (1996), bahwa
pembangunan sarana dan prasarana /fasilitas pada daerah-daerah yang kurang
padat atau terpencil dengan kondisi wilayah berbukit sampai curam untuk
mencapai penduduk dan memberikan pelayanan sosial dan ekonomi yang
sama seperti daerah berkembang memerlukan biaya yang sangat besar, disisi
lain anggaran pembangunan daerah yang tersedia sangat terbatas. Apabila
pembangunannya hanya didasarkan pada kelayakan ekonomi atau efisiensi,
maka pada wilayah tersebut akan sulit dibangun dan justru akan semakin
tertinggal dan disaparitas pembangunan antar semakin melebar. Oleh sebab
itu pembangunan sarana dan prasarana serta utilitas di daerah tersebut harus
dilandasi dengan keinginan politik yang kuat. Selain itu dari sudut pandang
manusiawi, untuk keadilan memang perlu perhatian dan biaya yang lebih
155
besar guna memberikan taraf dan kualitas pelayanan yang relatif sama,
terutama pada kebutuhan pelayanan dasar.
Pada hasil analisis regresi berganda terhadap PDRB perkapita (Tabel 49)
menunjukan bahwa dari 5 variabel penduga hanya 1 variabel
saja yang
berpengaruh nyata terhadap variabel tujuan pada tarap nyata sebesar = 0,05.
Variabel tersebut adalah F2 (faktor sarana dan penciri perkotaan), sedangkan
variabel lain (F1, F3, F4 dan F5) tidak memberikan pengaruh yang nyata.
Persamaan yang dihasilkan dari analisis regresi berganda tersebut adalah sebagai
berikut:
Y = 4,269 + 0,061 F1 + 1,003 F2 0,152 F3 + 0,081 F4 0,002 F5
Dimana : Y = PDRB perkapita.
Nilai R dari persamaan tersebut adalah 0,340 yang menunjukkan bahwa model
persamaan tersebut hanya mampu menjelaskan keragaman data sebesar 34,0%.
Berdasarkan hasil analisis di atas maka faktor yang berpengaruh terhadap
PDRB per kapita kecamatan adalah faktor sarana dan penciri perkotaan, namun
persamaan tersebut hanya mampu menjelaskan keragaman model sebesar 34,0%,
selebihnya (60% lebih) dijelaskan oleh faktor-faktor lain. Hal ini karena
penghitungan PDRB per kapita merupakan perhitungan faktor ekonomi untuk
mengukur tingkat perekonomian suatu wilayah sedangkan variabel-variabel yang
dianalisis merupakan semua variabel yang diduga mempengaruhi perkembangan
suatu wilayah didasarkan atas ketersediaan sarana dan prasarana wilayah serta
kedekatan atau jarak pelayanannya. Kondisi ini juga ditunjukkan oleh hasil
penentuan perkembangan wilayah dengan metode skalogram dan tipologi Klassen
yang berbeda. Pada hasil analisis perkembangan wilayah dengan metode tipologi
Klassen yang hanya didasarkan atas aspek ekonomi (rata-rata laju pertumbuhan
dan PDRB per kapita), wilayah kecamatan yang berkembang atau maju dari aspek
ekonomi, ternyata tidak diikuti dengan tingkat perkembangan atau hirarki yang
tinggi pada hasil analisis dengan metode skalogram. Sebagai contoh, untuk
Kecamatan Galing, Sejangkung dan Paloh yang merupakan wilayah maju
berdasarkan hasil analisis tipologi Klassen, ternyata merupakan hirarki III atau
wilayah dengan tingkat perkembangan rendah pada hasil analisis skalogram.
Dengan demikian indikator PDRB saja belum cukup menggambarkan tingkat
perkembangan suatu wilayah. Kondisi ini memperkuat hasil penelitian Mahmubah
156
(2008) yang menyebutkan bahwa tingginya indikator PDRB saja belum cukup
mewakili untuk mengukur tingginya tingkat perkembangan suatu wilayah.
Hasil analisis regresi berganda terhadap produktivitas wilayah (Tabel 49)
menunjukan bahwa dari 5 variabel penduga hanya 2 variabel yang berpengaruh
nyata terhadap variabel tujuan pada tarap nyata sebesar = 0,01.
Variabel
F2 yaitu faktor sarana dan penciri perkotaan (pendapatan asli kecamatan per
kapita, rasio sarana komunikasi, persentase keluarga yang berlangganan
telepon, rasio murid dan persentase keluarga petani serta kepadatan
penduduk). Variabel ini memiliki pengaruh yang searah (memiliki koefisien
positif) dengan peningkatan produktivitas wilayah, sehingga kecamatan yang
memiliki pendapatan asli per kapita yang tinggi, sarana komunikasi yang
lengkap, jumlah pelanggan telepon yang banyak, jumlah keluarga petani yang
rendah dan memiliki penduduk yang cukup padat akan mempunyai
produktivitas wilayah yang tinggi. Dengan demikian kecamatan yang
memiliki sarana perkotaan yang tinggi akan memiliki tingkat produktivitas
157
wilayah yang tinggi pula. Oleh karenanya salah satu upaya untuk
meningkatkan prodiktivitas wilayah dari aspek ketersediaan sarana dan
prasarana wilayah/fasilitas sosial-ekonomi, diperlukan upaya pembangunan
fasilitas tersebut pada wilayah-wilayah yang memiliki produktivitas wilayah
yang lebih rendah.
-
F4 yaitu faktor aksesibilitas (rasio panjang jalan terhadap luas wilayah atau
kerapatan jalan dan jarak ke ibu kota kabupaten lain serta kepadatan penduduk
yang relatif tinggi). Variabel ini memiliki pengaruh yang sama seperti pada
variabel F2, hanya saja pengaruhnya lebih kecil bila dibandingkan dengan
pengaruh F2 terhadap peningkatan produktivitas wilayah. Kecamatan yang
memiliki rasio panjang jalan terhadap luas wilayahnya atau kerapatan jalan
tinggi, dekat dengan ibu kota kabupaten lain atau ibu kota Kabupaten Sambas
dan memiliki kepadatan penduduk yang relatif tinggi, akan mempunyai
tingkat produktivitas wilayah yang tinggi pula. Dengan demikian kecamatan
yang memiliki aksesibilitas atau kerapatan jalan yang tinggi serta memiliki
jumlah penduduk yang relatif padat dapat meningkatkan produktivitas suatu
wilayah. Seperti ditunjukkan pada Tabel 48, bahwa wilayah-wilayah yang
memiliki produktivitas tinggi, relatif mempunyai tingkat perkembangan
wilayah yang tinggi pula. Oleh karena produktivitas suatu wilayah juga
mempengaruhi perkembangan suatu wilayah, maka peningkatan aksesibilitas
pada wilayah-wilayah yang kurang berkembang akan dapat mengurangi
disparitas pembangunan antar wilayah. Hanya saja peningkatan aksesibilitas
yang umum melalui pembangunan jalan memerlukan biaya yang relatif besar,
sedangkan kesediaan dana pemerintah sangat terbatas (Sadyohutomo 2008).
Sintesis dan Alternatif Upaya Pengurangan Tingkat Disparitas
Pembangunan antar Wilayah
Disparitas pembangunan antar wilayah walaupun merupakan fenomena
universal yang terjadi dalam suatu daerah, pada tingkat yang lebih tinggi dapat
berimplikasi terhadap masalah-masalah sosial, ekonomi, politik dan bahkan
memicu terjadinya disintegrasi bangsa. Oleh karenanya upaya mengurangi tingkat
disparitas pembangunan antar wilayah merupakan salah satu aspek penting dalam
kebijakan pembangunan daerah guna mewujudkan pemerataan pembangunan dan
158
159
pertanian,
terutama
subsektor
perkebunan.
Pada daerah-daerah
Rendah
(Hirarki III)
Sambas
(0,829)
Tebas (0,644)
Paloh (0,561)
Galing (0,304)
Sejangkung (0,589)
Daerah Maju
Tapi Tertekan
Pemangkat (0,698)
Selakau (0,500)
Jawai (0,521)
Daerah
Berkembang
Semparuk (0,542)
Tangaran (0,528)
Sajad (0,624)
Sebawi (0,696)
Tekarang (0,636)
Daerah Maju
Perkembangan
Wilayah dari
Aspek Ekonomi
(Tipologi
Klassen)
Sedang
(Hirarki II)
Daerah Relatif
Terbelakang
160
yang
memiiliki
keunggulan
komparatif
dan
kompetitif),
maka
2000-2006,
perekonomian
di
Kabupaten
Sambas
yang
dapat
dikembangkan menjadi sektor unggulan antara lain adalah sektor angkutan; dan
listrik, gas dan air bersih yang dapat dikembangkan pada wilayah pengembangan
(WP) I, sektor pertambangan; listrik, gas dan air bersih; dan angkutan dapat
dikembangkan di WP II, sedangkan sektor pertanian dapat dikembangkan pada
161
unggulannya
berbeda-beda,
yaitu sektor
angkutan
162
sedangkan
sarana
perkotaan,
tingkat
pelayanan
sosial
dan
163
164
165
Theil, maka diperoleh hasil bahwa lebih dari 80 persen disparitas antar wilayah
berasal dari ketimpangan antar wilayah dalam wilayah pengembangan, sedangkan
selebihnya berasal dari ketimpangan antar wilayah pengembangan. Gambaran
tersebut diperkuat dengan hasil analisis dengan indeks Theil menggunakan PDRB
per kapita, dimana tingkat disparitas secara keseluruhan (hasil analisis
williamson) sangat dipengaruhi oleh tingkat disparitas antar wilayah dalam
wilayah pengembangan atau antar kecamatan yang ditunjukkan oleh kenaikan
atau penurunan (kecenderungan) pada ketimpangan dalam wilayah pengembangan
juga diikuti oleh kenaikan atau penurunan ketimpangan secara keseluruhan. Hal
ini terlihat dari berbagai hasil analisis yang juga menunjukkan bahwa hampir
semua pusat pengembangan dalam wilayah pengembangan (kecuali WP IV),
memiliki tingkat perkembangan wilayah yang relatif jauh lebih tinggi dari subpusat wilayah pengembangannya (hinterland-nya), baik dari aspek jumlah desa
hirarki I, ketersediaan sarana dan prasarana wilayah, maupun dari aspek ekonomi.
Kondisi ini menunjukkan bahwa ada dugaan antara pusat pengembangan dengan
sub pusat pengembangannya memiliki keterkaitan yang lemah. Dengan demikian
fokus utama pengurangan disparitas pembangunan antar wilayah di Kabupaten
Sambas sebaiknya ditujukan pada peningkatan perkembangan wilayah-wilayah
kecamatan dalam wilayah pengembangan, terutama terhadap faktor-faktor yang
mempengaruhi
besarnya
tingkat
disparitas
tersebut
serta
memperkuat
keterkaitannya.
Hasil analisis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan
wilayah kecamatan (IPK) menunjukkan bahwa faktor sarana dan penciri
perkotaan dan faktor biofisik wilayah memiliki pengaruh yang nyata terhadap
perkembangan wilayah kecamatan. Faktor sarana dan penciri perkotaan memiliki
pengaruh yang besar dan searah (memiliki koefisien positif)
dengan
166
peningkatan produktivitas
suatu
wilayah.
Karena
peningkatan
167