Professional Documents
Culture Documents
Oleh:
Christian Andrew Darian Sianipar
04054821618096
Pembimbing:
dr. Yulianto Kusnadi, Sp.PD, K-EMD
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2016
HALAMAN PENGESAHAN
Refrat
Judul
ASPEK GENETIK DIABETES MELITUS TIPE 2
Oleh:
Christian Andrew Darian Sianipar
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan
Klinik di Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang.
Palembang,
Juni 2016
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kepada Tuhan, yang telah melimpahkan berkat dan
karunia-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan refrat yang berjudul ASPEK
GENETIK DIABETES MELITUS TIPE 2. Refrat ini merupakan salah satu
syarat mengikuti ujian pada Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang.
Penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada dr. Yulianto Kusnadi,
Sp.PD, K-EMD selaku pembimbing dalam penulisan refrat ini, serta kepada semua
pihak yang telah membantu hingga tulisan ini dapat diselesaikan.
Penyusun menyadari masih banyak kekurangan dalam refrat ini. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat diharapkan demi
perbaikan di masa yang akan datang. Mudah-mudahan tulisan ini dapat memberi ilmu
dan manfaat bagi yang membacanya.
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.........................................................................................................
i
HALAMAN PENGESAHAN...........................................................................................
ii
KATA PENGANTAR........................................................................................................
iii
DAFTAR ISI......................................................................................................................
iv
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................
1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................
3
BAB III KESIMPULAN...................................................................................................
22
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................
23
BAB I
PENDAHULUAN
Diabetes melitus (DM) tipe 2merupakan tipe diabetes terbanyak di dunia sekitar
9095% (ADA, 2015). Menurut World Health Organization (2014), prevalensi
diabetes melitus secara global mencapai sekitar 9% pada kelompok umur lebih dari
18 tahun. Di Indonesia, prevalensi diabetes melitus sekitar 8,7% pada kelompok umur
lebih dari 18 tahun. Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan RI (2014),
prevalensi penduduk yang didiagnosis menderita dan diduga menderita diabetes
melitus di Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2013 sekitar 1,3% pada kelompok
umur lebih dari 15 tahun. Komplikasi-komplikasi diabetes melitus tipe 2 yang dapat
menyebabkan morbiditas dan mortalitas, antara lain, krisis hiperglikemia,
hipoglikemia, neuropati, nefropati, retinopati, kaki diabetik, dan penyakit
kardiovaskular(Markum dan Galastri, 2004).
Telah lama diketahui bahwa diabetes mellitus tipe 2 memiliki komponen genetik
yang
individual yang memiliki diabetes melitus tipe 2 kira-kira memiliki resiko tiga kali
lebih besar untuk mengembangkan penyakit ini dibandingkan individual tanpa
riwayat keluarga yang positif.Telah didapatkan juga bahwa tingkat konkordansi
penyakit ini pada bayi kembar monozigot, yang memiliki rentang 70-90%, lebih
tinggi dibandingkan pada bayi kembar dizigot.Data-data tersebut memberikan dasar
dan bukti yang kuat mengenai adanya peran genetik yang signifikan pada penyakit
ini.
Ada lebih dari 50 kandidat gen untuk diabetes mellitus tipe 2 yang diteliti pada
populasi yang berbeda-beda di seluruh dunia. Kandidat-kandidat gen ini dipilih
karena mereka diduga memiliki peran pada fungsi sel beta pancreas, aksi insulin
ataupun metabolism glukosa dan kondisi-kondisi metabolik lainnya
yang
untuk semua kandidat gen masih kontroversial.Hal ini dapat disebabkan karena
kecilnya ukuran sampel yang diteliti, perbedaan kerentanan diabetes tipe 2 pada tiap
etnis, variasi faktor lingkungan serta interaksi gen dan lingkungan yang berbedabeda.Beberapa kandidat gen yang dianggap signifikan adalah PPAR, ABCC8,
KCNJ11 danCALPN10 (WHO, 2014).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Diabetes Mellitus
2.1.1 Definisi
Diabetes melitus tipe 2 adalah penyakit metabolik menahun yang terjadi pada
onset umur 50 tahun dan 60 tahun dengan berkurangnya insulin, resistensi insulin,
atau keduanya (ADA, 2014; Dorland, 2006).
2.1.2 Epidemiologi
Diabetes melitus tipe 2 merupakan tipe diabetes terbanyak di dunia sekitar 90
95% (ADA, 2015). Menurut World Health Organization (2014), prevalensi
diabetes melitus secara global sekitar 9% pada kelompok umur lebih dari 18 tahun.
Prevalensi diabetes melitus di Amerika Serikat pada tahun 2012 mencapai 29,1 juta
orang atau 9,3% dari populasi Amerika Serikat (CDC, 2014). Di Indonesia,
prevalensi diabetes melitus sekitar 8,7% pada kelompok umur lebih dari 18 tahun.
Pada tahun 2000, jumlah pasien diabetes di Indonesia sekitar 8.426.000 orang.
Jumlah ini akan bertambah menjadi 21.257.000 orang pada tahun 2030 (WHO,
2014).
2.1.3 Etiologi
Diabetes melitus tipe 2 dapat terjadi akibat dari resistensi insulin yang
dominan bersama dengan gangguan sekresi insulin atau sebaliknya (Powers, 2008;
PERKENI,
2015).
Penyebab
resistensi
insulin
adalah
obesitas,
kelebihan
(Peroxisome Proliferator
berperan negatif pada fungsi islet. Hiperglikemia kronis menganggu fungsi islet dan
memperparah hiperglikemia. Kontrol glikemik yang baik berhubungan dengan
peningkatan fungsi islet. Selain itu, peningkatan asam lemak bebas dan diet lemak
dapat memperparah fungsi islet (Powers, 2008).
3. Meningkatnya Produksi Glukosa Hepar dan Lipid
Resistensi insulin di hati menandakan gagalnya hiperinsulinemia untuk menekan
glukoneogenesis dimana terjadi penurunan penyimpanan glikogen oleh hati pada fase
postprandial. Peningkatan produksi glukosa hepar terjadi di awal diabetes setelah
terjadi gangguan sekresi insulin dan resistensi insulin di otot skeletal. Sebagai hasil
dari resistensi insulin di jaringan adiposa dan obesitas, terjadi peningkatan FFA keluar
dari adiposit, dan peningkatan sintesis lemak (VLDL atau very low density
lipoprotein dan trigliserida) di hepatosit. Penyimpanan lemak yang berlebih di hepar
dapat menjadi nonalcoholic fatty liver disease dan didapatkan tes fungsi hepar yang
abnormal. Jadi, dapat ditemukan dislipidemia pada DM tipe 2 dimana terjadi
peningkatan trigliserida, berkurangnya high-density lipoprotein (HDL), dan
meningkatnya partikel small dense low-density lipoprotein (LDL) (Powers, 2008).
2.1.6 Manifestasi Klinik
Gejala-gejala klasik yang biasanya terjadi pada penyandang DM adalah
poliuria, poliphagia, polidipsi, dan penurunan berat badan tanpa penyebab yang jelas.
Selain itu, gejala tambahan lain yang juga bisa terjadi pada penyandang DM adalah
lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta
pruritus vulvae pada wanita (PERKENI, 2015).
2.1.7 Diagnosis
Seseorang didiagnosis menderita diabetes melitus jika mengalami keluhan
diabetes dan hasil pemeriksaan kadar glukosa darah yang abnormal. Keluhan diabetes
terdiri dari dua, yaitu keluhan klasik dan keluhan lain. Yang termasuk keluhan klasik
adalah poliuria, polifagia, polidipsi, dan penurunan berat badan yang tidak jelas
sebabnya. Sedangkan, yang termasuk keluhan lain adalah lemah badan, kesemutan,
gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita
(PERKENI, 2015).
Diagnosis DM dapat ditegakkan jika memenuhi salah satu kriteria dari empat
kriteria yang direkomendasikan, antara lain glukosa plasma puasa lebih dari sama
dengan 126 mg/dl, hasil pemeriksaan tes toleransi glukosa oral (TTGO) lebih dari
sama dengan 200 mg/dl, pasien dengan gejala klasik DM yang memiliki hasil
pemeriksaan glukosa plasma sewaktu lebih dari 200 mg/dl, dan kadar A1c lebih dari
sama dengan 6,5% jika dilakukan sesuai baku standarisasi (ADA, 2015; PERKENI,
2015).
2.1.8 Penatalaksanaan
Pasien DM tipe 2 perlu ditangani dengan tatalaksana yang benar dan
sistematik.Tatalaksana DM tipe 2 dapat dilakukan dengan edukasi, terapi gizi medis,
latihan jasmani, dan intervensi farmakologis. Pertama, edukasi yang penting bagi
penyandang DM tipe 2 adalah pentingnya perubahan pola gaya hidup dan perilaku
sehat. Pengetahuan tentang pemantauan glukosa darah mandiri, tanda dan gejala
hipoglikemia serta cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien. Pemantauan
kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan
khusus.
Kedua,
terapi
gizi
medis
penting
bagi
penyandang
diabetes
4 kali dalam seminggu selama 30 menit).Hal ini untuk menurunkan berat badan
dan memperbaiki sensitivitas insulin.Keempat, pengobatan DM tipe 2 dapat
dilakukan dengan memberi golongan obat hipoglikemia oral (OHO) atau suntik
insulin.Pemilihan obat hipoglikemia oral pada lini pertama menggunakan metformin
sebagai obat monoterapi. Selanjutnya, jika tidak mencapai kadar glukosa optimal,
pemilihan obat hipoglikemia diganti menjadi lini kedua, yaitu kombinasi obat
metformin dengan golongan OHO lain (ADA, 2014; PERKENI, 2015).
2.1.9 Komplikasi
Secara umum, komplikasi diabetes dapat dibagi menjadi dua, yaitu
komplikasi makrovaskular dan mikrovaskular.Komplikasi makrovaskular
yang dapat terjadi adalah berbagai penyakit kardiovaskular.Sedangkan,
komplikasi
yang
dapat
terjadi
adalah
nefropati,
retinopati,
dan
1
0
polimorfisme coding dan non-coding tidak mempengaruhi risiko diabetes melitus tipe
2 secara independen.Studi fisiologis menemukan bahwa variasi pada aktivitas calpain
10 mempengaruhi sekresi insulin, sehingga memodulasi kerentanan terhadap diabetes
tipe 2. Studi dari grup etnis yang berbeda mengindikasikan bahwa kontribusi gen ini
terhadap peningkatan risiko diabetes melitus tipe 2 mungkin lebih signifikan pada
populasi Meksiko-Amerika dibanding populasi Kaukasian (WHO, 2014).
2.2.2 Peroxisome Proliferator-activated Receptor (PPAR)
2.2.2.1 Definisi, Klasifikasi dan Ligan Peroxisome Proliferator-activated
Receptor (PPAR)
Peroxisome proliferator-activated receptor(PPAR) adalah faktor transkripsi
yang diaktivasi oleh ligan yang mengatur gen dengan peran penting pada proses
diferensiasi sel dan berbagai proses metabolik, khususnya homeostasis lipid dan
glukosa. Secara molekular, PPAR adalah suatu reseptor inti sel. Setelah berinteraksi
dengan ligan spesifik, reseptor akan bertranslokasi ke dalam nukleus, dimana akan
terjadi perubahan struktur hingga dapat memodulasi transkripsi gen (Blaschke, 2006).
PPAR memiliki tiga isoform, yaitu PPAR, PPAR/ dan PPAR. Ketiga
isotope ini berbeda satu sama lain secara distribusi jaringan, spesifisitas ligand an
peran fisiologisnya. Masing-masing memiliki aktivitas yang independen satu sama
lainnya, mengaktivasi atau menekan gen yang berbeda dengan sedikit tumpang tindih
pada aktivitasnya. Tiap isoform berpartisipasi dalam homeostasis lipid dan regulasi
glukosa.PPAR banyak diekspresikan pada jaringan dengan aktivitas metabolic yang
tinggi, seperti hati, jantung, otot rangka, mukosa intestinal dan jaringan adipose
coklat. PPAR berimplikasi pada metabolisme asam lemak dan aktivasinya akan
menurunkan kadar lipid tubuh. PPAR diekspresikan pada jaringan adiposa putih dan
coklat, intestin besar dan limpa.Namun ekspresinya ditemukan paling banyak pada
adiposit dan hal tersebut memiliki peran penting dalam pengaturan adipogenesis,
keseimbangan energi dan biosintesis lipid.PPAR juga berpartisipas dalam
metabolisme lipoprotein dan sensitivitas insulin.Isoform yang terakhir dan yang
1
1
1
2
1
3
kilomikron, yang kaya akan kolesterol, masuk ke dalam hepatosit lewat proses
endositosis atau seletah hidrolisis oleh lipase hepar. Asam lemak lain yang ada dalam
peredaran darah sifatnya tidak teresterifikasi dan kebanyakan berikatan dengan
albumin serum. Asam lemak ini kebanyakan berasal dari jaringan adiposa dimana
mereka dilepaskan ke peredaran saat ada stimulasi lipolisis, seperti yang dicetuskan
oleh efek enzim katekolamin atau glukagon.Nasib dari asam lemak dalam hepar
sangatlah dependen terhadap status energi dari organisme itu sendiri.Jalur
reesterifikasi, yang berujung pada pelepasan trigliserida ke dalam sirkulasi sistemik
dalam bentuk very low density lipoprotein (VLDL), terjadi utamanya pada saat
karbohidrat dan asam lemak sangat banyak.Konten asam lemak dari VLDL diambil
oleh jaringan adiposa untuk penyimpanan. Sebaliknya, ketika kadar asam lemak
plasma tinggi dan karbohidrat rendah, jalur oksidatif berakibat pada produksi dan
sekresi badan keton yang fungsinya adalah sebagai bahan makanan otak, otot, ginjal
dan organ perifer lainnya saat aktivitas berat, kelaparan atau pada kondisi gangguan
metabolik lainnya. Oleh karena itu, hepar dapat mengontrol kadar dari tiga bentuk
lemak yang bersirkulasi, yakni asam lemak yang tidak diesterifikasi, trigliserid dan
badan keton dengan memodulasi laju uptake asam lemak, esterifikasi menjadi
trigliserida dan proses oksidasi. Jaringan adiposa merupakan situs lain yang memiliki
peran penting dalam jalur regulasi dan cross-talk hormonal homeostasis metabolisme
lipid. Beberapa target gen PPAR yang terkait pada jalur-jalur yang telah disebutkan,
mulai dari vili intestinal sampai ke adiposit, telah diidentifikasi (Desvergne dan
Wahli, 1999).
1
4
1
5
1
6
puasa yang lebih rendah dan peningkatan kadar serum adiponektin dan leptin
(Ghoussaini et al., 2005).
Telah didapatkan juga bukti yang menyatakan bahwa alel Ala12
meningkatkan tingkat aktivitas insulin pada penekanan proses lipolisis sehingga
terjadi penurunan kadar FFA.Pada individu dengan alel ini, agen yang dapat
mengaktivasi PPAR telah didemonstrasikan dapat menginduksi diferensiasi
preadiposit menjadi adiposit kecil, dan pada adiposit kecil lipolisis lebih sensitif
insulin dibandingkan pada adiposit besar.Boden et al. melaporkan bahwa
berkurangnya ketersediaan FFA dalam aliran darah akan menyebabkan otot rangka
untuk lebih banyak mengutilisasi glukosa dan heparakan menekan efek
gluconeogenesis dengan lebih efisien pada stimulasi insulin. Selain itu, terjadi alterasi
pada distribusi lemak, dimana lemak akan lebih didistribusikan pada jaringan
subkutan dibandingkan pada organ viseral, sebagai hasil dari polimorfisme ini. Oleh
karena jaringan adiposa viseral secara metabolik lebih berbahaya, alel Ala diduga
memiliki efek protektif pada sindroma metabolik (M. Stumvoll dan H. Haring, 2002).
Selain asam lemak, jaringan adiposa juga melepaskan sejumlah hormon
peptida yang mempengaruhi sensitivitas insulin, termasuk diantaranya adalah tumor
necrosis factor alfa (TNF alfa), resistin dan adiponektin.Walaupun bukti bahwa TNF
alfa dan resistin memiliki efek desensitisasi insulin pada manusia masih kurang kuat,
konsentrasi
adiponektin
jelas
berkorelasi
positif
dengan
sensitivitas
1
7
1
8
1
9
tidak selalu terjadi pada saat translasi menjadi produk protein. Bahkan, eksonisasi
bisa menyebabkan dihasilkannya premature termination codon (PTC), sehingga
terjadi pemendekan produk protein.
ACE terdiri dari dua protein domain, yakni C-domain dan N-domain. Tiap
bagian memiliki satu situs aktif yang bekerja independen satu sama lain. Kedua
bagian aktif ini memiliki afinitas tersendiri untuk substrat tertentu. GnRH cenderung
untuk diproses oleh N-domain. N-acetyl-Ser-Asp-Lys-Pro juga eksklusif dipotong
pada domain ini. Namun, Angiotensin I diproses dengan lebih baik oleh C-domain
(Fuchs et al., 2008).
Insersi elemen Alu bisa mengakibatkan pemendekan produk protein ACE
sehingga terjadi hilangnya bagian aktif di C-domain. Oleh karena itu, ACE dengan
alel I memiliki aktivitas katalitik yang lebih rendah dari ACE yang memiliki alel D.
Pemendekan protein ini juga memiliki dampak pada struktur 3D protein ACE
(Purwaningroom et al., 2015).
Rigat et al menemukan keterkaitan antara polimorfisme gen ACE dengan
level ACE plasma; subjek dengan polimorfisme delesi (DD) mempunyai level ACE
plasma lebih tinggi dari subjek dengan polimorfisme insersi (II), dan subjek dengan
heterozigot (I/D) mempunyai kadar ACE plasma yang intermediate.
2
0
2
1
BAB III
KESIMPULAN
Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit yang fenotipnya sangat
tergantung pada interaksi genetik dan faktor lingkungan. Dari segi genetik, penyakit
ini juga memiliki banyak kandidat gen yang diduga memiliki peranan penting
terhadap kejadian DM. Salah satu diantaranya adalah gen Peroxisome Proliferatoractivated Receptor- (PPAR).
Gen untuk Peroxisome Proliferator-activated Receptor- (PPAR) terdapat
pada kromosom 3p25. Varian pada gen ini sudah banyak ditemukan, termasuk
diantaranya adalah polimorfisme Pro12Ala dimana terjadi mutasi missense yang
menyebabkan perubahan asam amino penyusunnya pada urutan ke-12. Alel Ala12
pada polimorfisme ini diduga memiliki peran protektif pada penyakit DM karena
efeknya yang dapat meningkatkan sensitivitas insulin lewat penekanan proses
lipolisis, penekanan glukoneogenesis dan peningkatan utilisasi glukosa oleh sel-sel
otot.Alel Ala12 juga dapat menyebabkan efek redistribusi lemak ke jaringan subkutan
dibandingkan viseral.
Gen ini juga memiliki dampak yang signifikan terhadap terapi DM oleh
karena PPAR merupakan suatu target untuk agen antidiabetik oral yang sering
digunakan yakni golongan thiazolidinedione. Diharapkan akan ada agen-agen
antidiabetik oral lainnya yang dapat memanfaatkan efek dari PPAR yang sangat luas
pada metabolisme lipid, lemak dan glukosa.
2
2
DAFTAR PUSTAKA
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. 2013.
Riset Kesehatan Dasar 2013, Jakarta hal. 83-87.
Danawati, C. W., M. Nagata, H. Moriyama, K. Hara, H. Yasuda, M. Nakayama, R.
Kotani, K. Yamada, M. Sakata, M. Kurohara, P. Wiyono, H. Asdie, M. Sakaue,
H. Taniguchi, K. Yokono. 2005. A Possible Association of Pro12Ala
Polymorphism in Peroxisome Proliferator-activated Receptor Gamma 2 Gene
with Obesity in Native Javanese in Indonesia. Diabetes/Metabolism Research
and Reviews. 21(5): 465-469.
Desvergne, Beatrice dan Walter wahli. 1999. Peroxisome Proliferator-activated
Receptors: Nuclear Control of Metabolism. Endocrine Society. 20(5): 649-688.
Ferre, Pascal. 2004. The Biology of Peroxisome Proliferator-activated Receptors.
Diabetes. 53supp1: s43-s50.
Fuchs, Sebastien, H. D. Xiao, C. Hubert, A. Michaud, D. J. Campbell, J
W. Adams, M. R. Capecchi, P. Corvol dan K. E. Bernstein. 2008.
Angiotensin-Converting Enzyme C-Terminal Catalytic Domain Is
the Main Site of Angiotensin I Cleavage In Vivo. Hypertension
American Heart Association Journal. 51: 267-274.
Grygiel-Gorniak, Bogna. 2014. Peroxisome Proliferator-activated Receptors and their
Ligands: Nutritional and Clinical Implications - a Review. Nutrition Journal.
13:17.
Mattevi, V. S., V. M. Zembrzuki, M. H. Hutz. 2007. Effects of a PPARG gene variant
on obesity characteristics in Brazil. Brazilian Journal of Medical and Biological
Research. 40: 927-932.
M. Mato, Edith Pascale, P. E. Pokam-Fosso, B. Atogho-Tiedeu, J. J. N. Noubiap, M.
Evehe, R. Djokam-Dadjeu, O. S. Donfack, E. N. Ngwa, M. Guewo-Fokeng, W.
F. Mbacham, E. Sobngwi, J. C. Mbanya. 2016. Biomed Central Obesity. 3:26.
Purwaningroom, Dian L., M. Saifurrohman, Widodo, J. F. Putri, dan M. Lukitasari.
2015. Alteration of Splicing Pattern on Angiotensin-Converting Enzyme Gene
Due To the Insertion of Alu elements. International Journal for Computational
Biology (IJCB). 4: 53-58.
Rigat, Brigitte, C. Hubert, P. Corvol dan F. Soubrier. 1992. Nucleic Acid Research.
PCR Detection Of The Insertion/Deletion Polymorphism of The Human
Angiotensin Converting Enzyme Gene (DCP1) (Dipeptidyl Carboxypeptidase
1). 20 (6): 1433.
Stumvoll, Michael dan Hans Haring. 2002. The Peroxisome Proliferator-activated
Receptor Gamma 2 Pro12Ala Polymorpshism. Diabetes. 51: 2341-2347.
Twyman, Richard. 2003. Mutation or Polymorphism. The Human Genome.
(http://genome.wellcome.ac.uk/doc_WTD020780.html. Diakses 21 Agustus
2015).
2
3
2
4