You are on page 1of 24

REFRAT

KERACUNAN MAKANAN

Oleh:
Putri Dini Azika
G99122096
Coass Farmasi Periode 26 Agustus 2013 8 September 2013

KEPANITERAAN KLINIK UPF / LABORATORIUM FARMASI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2013

BAB I
PENDAHULUAN
Keracunan makanan adalah masuknya zat toxic (racun) dari bahan yang kita makan ke
dalam tubuh baik dari saluran cerna, kulit, inhalasi, atau dengan cara lainnya yang
menimbulkan tanda dan gejala klinis (Mubin, 2001).
Pada keadaan keracunan makanan, gejala-gejala timbul karena racun yang ikut
tertelan bersama dengan makanan. Umumnya pada keracunan makanan, gejala-gejala terjadi
tak lama setelah menelan bahan beracun tersebut, bahkan dapat segera setelah menelan bahan
beracun itu dan tidak melebihi 24 jam setelah tertelannya racun (Mubin, 2001).
Sebagai seseorang yang menyenangi kegiatan alam terbuka, perlulah kiranya kita
mengetahui ilmu tentang keracunan ini, karena dalam kegiatan alam bebas kita sering
mengkonsumsi makanan yang jika ditinjau dari segi kesehatan, memiliki peluang besar untuk
mengandung bahan-bahan yang membahayakan bagi tubuh kita. Bahan-bahan tersebut antara
lain makanan cepat saji seperti mie instant dan sarden, juga jamur yang sering kita anggap
sebagai bahan makanan kita jika sedang dalam keadaan survival. Bahan-bahan itu jika tidak
diolah dengan hati-hati akan berpeluang untuk menimbulkan keracunan (Chadha, 1995).
Mengetahui gejala dan prinsip penatalaksanaan secara ringkas dan tepat sangatlah
membantu dalam menghindari jatuhnya korban. Tindakan yang tepat ini juga akan membantu
rumah sakit atau dokter dalam memberikan penanganan lebih lanjut dalam menyelamatkan
nyawa korban (Chadha, 1995).
Seseorang dicurigai menderita keracunan bila sakit mendadak, gejala tak sesuai dengan
keadaan patologik tertentu, gejala berkembang dengan cepat karena dosis besar, anamnesis
menunjukkan kearah keracunan, terutama kasus percobaan bunuh diri, pembunuhan atau
kecelakaan, keracunan kronis dicurigai bila digunakannya obat dalam waktu lama atau
lingkungan pekerjaan yang berhubungan dengan zat kimia (Chadha, 1995).
Prinsip penatalaksanaan adalah mengatasi penyebab terjadinya keracunan dengan
mengatasi masuknya zat racun ke dalam tubuh, atau menjadikan racun yaang telah masuk ke
dalam tubuh menjadi hilang (dieliminasi) dari dalam tubuh dan mengatasi efek yang
ditimbukan oleh racun (Chadha, 1995).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Racun ialah zat yang bekerja pada tubuh secara kimiawi dan fisiologik yang
dalam dosis toksik akan menyebabkan gangguan kesehatan atau mengakibatkan
kematian. Berdasarkan sumber dapat digolongkan menjadi racun yang berasal dari
tumbuh-tumbuhan; opium, kokain, kurare, aflatoksin. Dari hewan; bisa/toksin ular/labalaba/hewan laut. Mineral; arsen, timah hitam. Dan berasal dari sintetik; heroin (Idries,
1997).
Berdasarkan tempat dimana racun berada, dapat dibagi menjadi racun yang
terdapat di alam bebas, misalnya gas racun di alam, racun yang terdapat di rumah tangga
misalnya deterjen, insektisida, pembersih. Racun yang digunakan dalam pertanian
misalnya insektisida, herbesida, pestisida. Racun yang digunakan dalam industri
laboratorium dan industri misalnya asam dan basa kuat, logam berat. Racun yang
terdapat dalam makanan misalnya CN di dalam singkong, toksin botulinus, bahan
pengawet, zat aditif serta racun dalam bentuk obat misalnya hipnotik sedatif. Pembagian
lain berdasarkan atas kerja atau efek yang ditimbulkan. Ada racun yang bekerja secara
lokal, sistemik dan lokal-sistemik:
1. Racun lokal, adalah racun yang merusak kulit, terutama berasal dari asam atau basa
kuat atau zat kimia lain, seperti: H2SO4, HNO3, HCL, dan NaOH. Keracunan zat ini
ditandai dengan:
a. Rasa terbakar
b. Panas di mulut, sukar menelan, haus yang hebat, muntah berwarna hitam.
c. Sakit perut
d. Oliguria, konstipasi
e. Setelah 12 jam dapat terjadi asfiksia, perforasi lambung, dan neurogenic
syok.
2. Racun sistemik, misalnya pada keracunan morfin, bisa terjadi asfiksia, edema paru,
depresi SSP, bahkan kematian.
3. Racun lokal dan sistemik
a. Bersifat kongestif terhadap mukosa dan erosif terhadap tunika muscularis
GIT
b. Penderita muntah, kolik, diare, serta mengalami gangguan hati dan ginjal
(Idries, 1997).
B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keracunan
1. Cara masuk
3

Keracunan paling cepat terjadi jika masuknya racun secara inhalasi. Cara masuk lain
secara berturut-turut melalui intravena, intramuskular, intraperitoneal, subkutan,
peroral dan paling lambat ialah melalui kulit yang sehat.
2. Umur
Orang tua dan anak-anak lebih sensitif misalnya pada barbiturat. Bayi prematur lebih
rentan terhadap obat oleh karena eksresi melalui ginjal belum sempurna dan aktifitas
mikrosom dalam hati belum cukup.
3. Kondisi tubuh
Penderita penyakit ginjal umumnya lebih mudah mengalami keracunan. Pada
penderita demam dan penyakit lambung absorbsi jadi lebih lambat.
4. Kebiasaan
Berpengaruh pada golongan alkohol dan morfin dikarenakan terjadi toleransi pada
orang yang mempunyai kebiasaan mengkonsumsi alkohol.
5. Idiosinkrasi dan alergi pada vitamin E, penisilin, streptomisin dan prokain.
Pengaruh langsung racun tergantung pada takaran, makin tingi takaran maka akan
makin cepat (kuat) keracunan. Konsentrasi berpengaruh pada racun yang bersifat
lokal, misalnya asam sulfat
(Idries, 1997).
C. Jenis-Jenis Keracunan
1. Keracunan Botulisme
Botulisme adalah suatu bentuk keracunan yang spesifik, akibat penyerapan
toksin/racun yang dikeluarkan oleh kuman Clostridium botulinum. Toksin botulinum
mempunyai efek yang sangat spesifik, yaitu menghambat hantaran pada serabut
saraf kolinergik dan mengadakan sparing dengan serabut adrenergic, Toksin
mengganggu hantaran saraf di dekat percabangan akhir dan di ujung serabut saraf.
Kuman Clostridium botulinum masuk ke dalam tubuh melalui saluran cerna melalui
makanan yang tercemar oleh kuman clostridium. Biasanya terdapat juga makanan
kaleng yang sudah habis masa berlakunya. Angka kematian akibat keracunan
botulisme ini sangat tinggi.
a. Gejala Klinis
Botulisme dapat bervariasi sebagai penyakit yang ringan sampai
dengan penyakit yang berat dan dapat menimbulkan kematian dalam waktu
24 jam. Bila gejala timbul lebih cepat, maka keadaannya lebih serius dan
berat. Gejala klinis tersebut dapat berupa:
1) Mual dan muntah
2) Rasa lemah, pusing dan vertigo (perasaan berputar-putar)
3) Rasa kering pada mulut dan tenggorokan, kadang-kadang disertai rasa
nyeri
4

4) Gejala neurologis berupa gangguan penglihatan (mata kabur),


disfagia, kelelahan dan diikuti dengan gangguan otot-otot pernafasan.
b. Penatalaksanaan
Pasien dengan botulisme dapat meninggal karena kegagalan
pernafasan. Tindakan segera yang kita lakukan adalah:
1) Menjaga jalan nafas tetap terbuka dan mengontrol vital sign
2) Muntahkan korban, bisa dilakukan dengan cara mekanik (menekan
reflek muntah di tenggorokan), atau pemberian air garam.
(Kontraindikasi : cara ini tidak boleh dilakukan pada keracunan zat
korosif (asam/basa kuat, minyak tanah, bensin), kesadaran menurun
dan penderita kejang.
3) Bilas lambung
4) Pemberian susu dan air kelapa dapat dipertimbangkan
5) Segera rujuk ke RS
(BKF-FKUI, 1997).
2. Keracunan Insektisida
Insektisida digunakan untuk membasmi bermacam-macam hama (tumbuhan
maupun binatang) khususnya hama serangga yang dijumpai dalam kehidupan
manusia. Insektisida digunakan di negara-negara dunia ini untuk melindungi
tanaman dari kerusakan. Walaupun dalam jumlah dan ukuran kecil tetapi insektisida
jelas menimbulkan keracunan pada manusia. Insektisida yang sering menyebabkan
keracunan antara lain:

a. Insektisida Golongan Organofosfat (Cholinesterase Inhibitor Insecticides)


Insektisida golongan penghambat kolinesterase sangat toksis dan
insiden keracunan oleh bahan ini cenderung meningkat karena senyawa
organofosfat banyak digunakan sebagai bahan pengganti untuk DDT,
setelah pelarangan DDT di beberapa negara.
Yang termasuk senyawa organofosfat misalnya paration, malation,
systox, TEPP, HEPP, OMPA, sedangkan yang lain adalah golongan
carbonates misalnya dimethan dan matacil. Insektisida ini bekerja dengan
menghambat dan mengaktivasikan enzim asetilkolinesterase. Enzim secara
normal menghancurkan asetilkolin yang dilepaskan oleh susunan saraf
pusat, ganglion otonom, ujung-ujung saraf parasimpatis dan ujung-ujung
saraf motorik hambatan asetilkolinesterase menyebabkan tertumpuknya
sejumlah besar asetilkolin pada tempat-tempat tersebut.
1) Gejala Klinis
Gejala klinis biasanya muncul dalam 2 jam setelah kontak. Gejalanya
antara lain:
a) Nyeri

kepala,

mata

miosis,

kekacauan

mental,

bronchokonstriksi, hipotensi,
b) Kejang yang diikuti dengan penurunan kesadaran dan depresi
pernafasan
c) Penglihatan kabur, kejang perut,mual, muntah dan diare
d) Perangsangan kelenjar sekretoris menyebabkan rinorea,
hipersalivasi, banyak keringat
e) Pada kulit menimbulkan gatal-gatal atau dapat menimbulkan
ekzem
2) Penatalaksanaan
a) Cegah kontak selanjutnya misal melepaskan pakaian, cuci kulit
yang terkontaminasi
b) Bilas lambung bila racun tertelan
c) Beri atropin
d) Kontrol vital sign
e) Segera rujuk ke rumah sakit terdekat

b. Insektisida Golongan Chlorinated


Organokhlorin atau disebut Chlorinated hydrocarbon terdiri dari
beberapa kelompok yang diklasifikasi menurut bentuk kimianya. Yang
paling populer dan pertama kali disinthesis adalah Dichloro-diphenyltrichloroethan atau disebut DDT. Insektisida golongan Chlorinated ini
dibagi menjadi 3 golongan antara lain Cyclodienes (Aldrin, Chlordan,
Dieldrin,

Heptachlor,

endrin,

Toxaphen,

Kepon,

Mirex),

Hexachlorocyclohexan (Lindane), Derivat Chlorinated-ethan (DDT).


1) Gejala Klinis
Gejala permulaan keracunan akut adalah
a) Rasa mual dan muntah,
b) Sakit kepala, pusing, gelisah, tremor dan kelemahan.
Gejala ini berkembang dengan cepat dan terjadi :
a) Hipereksitabilitas susunan saraf pusat secara umum dengan
delirium dan kejang klonik atau tonik.
b) Fase ini kemudian diikuti oleh depresi yang progresif, paralysis,
koma dan kematian
2) Penatalaksanaan
a) Kontrol vital sign
b) Bilas lambung
c) Muntahkan bila perlu
d) Rujuk ke rumah sakit
(Syarief , 2003).
3. Keracunan Jengkol (Pithecolobium lobatum)
Jengkol sering menimbulkan gejala keracunan. Yang menyebabkan
keracunan tersebut ialah asam jengkol, yaitu suatu asam amino yang mengadung
belerang yang dapat diisolasi dari biji jengkol (Pithecolobium lobatum). Timbulnya
keracunan tidak bergantung dari jumlah biji jengkol yang di makan dan apakah
jengkol itu dimakan mentah atau di masak lebih dahulu. Demikian juga tidak ada
hubungan dengan muda atau tuanya biji jengkol yang di makan. Van Veen dan
Hyman berkesimpulan bahwa timbulnya gejala keracunan tergantung dari
kerentanan seseorang terhadap asam jengkol (Syarief, 2003).

a. Gejala Klinis
Gejala yang timbul disebabkan oleh hablur (kristal) asam jengkol
yang menyumbat tractus urinarius. Keluhan pada umumnya timbul dalam
waktu 5-12 jam setelah memakan jengkol. Keluhan yang tercepat 2 jam dan
yang terlambat 36 jam sesudah makan biji jengkol. Gejala yang terjadi
dapat berupa:
1) Merasa nyeri perut, kadang-kadang disertai muntah
2) Adanya serangan kolik pada waktu berkemih
3) Volume air kemih juga berkurang bahkan sampai terjadi anuria.
Kadang-kadang terdapat hematuria.
4) Nafas dan urine berbau jengkol.
b. Penatalaksanaan
1) Jika gejala penyakit ringan (muntah, sakit perut/pinggang saja)
penderita tidak perlu dirawat, cukup dinasehati untuk banyak minum
serta memberikan natrium bikarbonat saja. Atau pasien bisa
dianjurkan untuk meminum minuman bersoda seperti cola, dll.
2) Bila gejala penyakit berat (oliguria, hematuria, anuria dan tidak dapat
minum) penderita perlu dimuat dan diberi infus natrium bikarbonat
dalam larutan glukosa 5% dengan dosis 2-5 mEq/KgBB selama 4-8
jam
3) Antibiotik jika ditemui infeksi sekunder
4) Anjuran untuk tidak memakan jengkol
(Syarief, 2003).
4. Keracunan Singkong
Bagian yang dimakan dari tumbuhan singkong atau cassava ialah umbi, akar
dan daunnya. Baik daun maupun umbinya, mengandung suatu glikosida cyanogenik,
artinya suatu ikatan organik yang dapat menghasilkan racun biru atau HCN
(cyanida) yang bersifat sangat toksik. Zat glikosida ini diberi nama Linamarin.
Penyebab keracunan singkong adalah asam cyanida yang terkandung
didalamnya. Bergantung pada jenis singkong kadar asam cyanida berbeda-beda.
Namun tidak semua orang yang makan singkong menderita keracunan. Hal ini
disebabkan selain kadar asam cyanida yang terdapat dalam singkong itu sendiri, juga
dipengaruhi oleh cara pengolahannya sampai di makan. Diketahui bahwa dengan
merendam singkong terlebih dahulu di dalam air dalam jangka waktu tertentu, kadar
asam cyanida (HCN) dalam singkong akan berkurang oleh karena HCN akan larut
dalam air.
8

HCN adalah suatu racun kuat yang menyebabkan asfiksia. Asam ini akan
mengganggu oksidasi (pengakutan O2) ke jaringan dengan jalan mengikat enzyme
sitokrom oksidasi. Oleh karena adanya ikatan ini, 02 tidak dapat digunakan oleh
jaringan sehingga organ yang sensitif terhadap kekurangan 02 akan sangat menderita
terutama jaringan otak. Akibatnya akan terlihat pada permukaan suatu tingkat
stimulasi daripada susunan saraf pusat yang disusul oleh tingkat depresi dan
akhirnya timbul kejang oleh hypoxia dan kematian oleh kegagalan pernafasan.
Kadang-kadang dapat timbul detak jantung yang ireguler. Dosis letal (mematikan)
dari HCN adalah 60-90 mg. Waktu kerja HCN akan semakin cepat jika HCN ditelan
pada saat lambung kosong dimana kadar asam lambung sangat tinggi.
a. Gejala Klinis
Biasanya gejala akan timbul beberapa jam setelah makan singkong.
Gejala keracunan singkong ini antara lain:
1) Gangguan saluran pencernaan seperti mual, muntah dan diare.
2) Sesak nafas, takikardi, cyanosis dan hipotensi
3) Perasaan pusing, lemah, kesadaran menurun dari apatis sampai koma.
4) Renjatan (kejang)
5) Syok.
b. Penatalaksanaan
Pengobatan

harus

dilakukan

secepatnya.

Penatalaksanaannya

adalah:
1) Bila makanan diperkirakan masih ada di dalam lambung (kurang dari
4 jam setelah makan singkong), dilakukan pencucian lambung atau
membuat penderita muntah.
2) Natrium thiosulfat 30% (antidotum) sebanyak 10-30 ml secara
intravena perlahan. Sebelumnya dapat diberikan amil nitrit secara
inhalasi.
3) Bila timbul cyanosis dapat diberikan 02.
4) Beri 10 cc Na Nitrit 5 % iv dalam 3 menit
Beri 50 cc Na Thiosulfat 25 % iv dalam 10 menit.
5) Bila gejala sangat berat, bawa ke Rumah Sakit.
(Syarief, 2003).
5. Keracunan Minyak Tanah
a. Karakteristik Minyak Tanah:
Minyak tanah (kerosene) merupakan cairan bahan bakar yang jernih,
tidak berwarna, tidak larut dalam air, berbau, dan mudah terbakar.

Termasuk dalam golongan petrolium terdistilasi hidrokarbon. Memiliki


berat jenis 0,79. Titik didih 163oC 204oC, titik beku 54oC.
b. Efek Toksik Minyak Tanah
1) Efek pada paparan akut minyak tanah :
a) Kontak kulit: kering, dapat iritasi, menyebabkan rash
b) Absorbsi kulit: jarang
c) Kontak mata: iritasi, dapat menyebabkan kerusakan permanen
d) Inhalasi: iritasi, sakit kepala, pusing, mengantuk, intoksikasi
e) Ingesti : sakit kepala, pusing, mengantuk, intoksikasi
2) Efek pada paparan kronis minyak tanah :
Secara umum:

kulit

pecah-pecah,

dermatitis,

kerusakan

hepar/kelenjar adrenal/ginjal, dan abnormalitas eritrosit


c. Insiden Intoksikasi Minyak Tanah :
1) Terutama pada anak-anak < 6 tahun. Khususnya pada negara-negara
berkembang.
2) Daerah perkotaan > daerah pedesaan
3) Pria > wanita
4) Umumnya terjadi karena kelalaian orang tua
d. Patofisiologi:
Efek toksis terpenting dari minyak tanah adalah pneumonitis
aspirasi. Studi pada binatang menunjukkan toksisitas pada paru > 140 x
dibanding pada saluran pencernaan. Aspirasi umumnya terjadi akibat
penderita batuk atau muntah. Akibat viskositas yang rendah dan tekanan
permukaan, aspirat dapat segera menyebar secara luas pada paru.
Penyebaran melalui penetrasi pada membran mukosa, merusak epithel jalan
napas, septa alveoli, dan menurunkan jumlah surfactan sehingga memicu
terjadinya perdarahan, edema paru, ataupun kolaps pada paru. Jumlah < 1
ml dari aspirasi pada paru dapat menyebabkan kerusakan yang bermakna.
Kematian dapat terjadi karena aspirasi sebanyak + 2,5 ml pada paru (pada
lambung + 350 ml). Selain itu, jumlah 1 ml/kg BB minyak tanah dapat
menyebabkan depresi CNS ringan sedang, karditis, kerusakan hepar,
kelenjar adrenal, ginjal, dan abnormalitas eritrosit. Namun efek sistemik
tersebut jarang karena tidak diabsorbsi dalam jumlah banyak pada saluran
pencernaan. Minyak tanah juga diekskresikan lewat urine.
e. Tanda / Gejala Klinis :
Gejala dan tanda klinis utamanya berhubungan dengan saluran
napas, pencernaan, dan CNS. Awalnya penderita akan segera batuk,
tersedak, dan mungkin muntah, meskipun jumlah yang tertelan hanya
10

sedikit. Sianosis, distress pernapasan, panas badan, dan batuk persisten


dapat terjadi kemudian. Pada anak yang lebih besar mungkin mengeluh rasa
panas pada lambung dan muntah secara spontan. Gejala CNS termasuk
lethargi, koma, dan konvulsi.
Pada kasus yang gawat, pembesaran jantung, atrial fibrilasi, dan
fatal ventrikular fibrilasi dapat terjadi. Kerusakan ginjal dan sumsum tulang
juga pernah dilaporkan. Gejala lain seperti bronchopneumonia, efusi pleura,
pneumatocele, pneumomediastinum, pneumothorax, dan subcutaneus
emphysema.
Tanda lain seperti rash pada kulit dan dermatitis bila terjadi paparan
pada kulit. Sedangkan pada mata akan terjadi tanda-tanda iritasi pada mata
hingga kerusakan permanen mata.
f. Penatalaksanaan
1) Monitor sistem respirasi
2) Inhalasi oksigen
3) Jangan muntahkan korban
4) Nebulisasi dengan Salbutamol : bila mulai timbul gangguan napas
5) Antibiotika : bila telah timbul infeksi, tidak dianjurkan sebagai
profilaksis
6) Hidrokortison : dulu direkomendasikan, sekarang jarang dilakukan
7) Kumbah lambung dan charcoal aktif (arang): beberapa literatur
menolak penatalaksanaan dengan kumbah lambung, dengan alasan
dapat menyebabkan aspirasi dan kerusakan paru. Sedangkan literatur
lain memperbolehkannya, utamanya bila jumlah yang ditelan cukup
banyak, karena dikhawatirkan terjadi penguapan dari lambung ke
paru.
8) Antasida : untuk mencegah iritasi mukosa lambung
9) Pemberian susu atau bahan dilusi lain
10) Anus dan perineum harus dibersihkan secepatnya untuk mencegah
iritasi (skin burn) sekunder
11) Bila terjadi gagal napas, dapat dilakukan ventilasi mekanik (Positive
End Expiratory Pressure PEEP)
(Syarief, 2003).
6. Keracunan Bongkrek
Bongkrek ialah sejenis tempe yang dalam proses pembuatannya di campur
dengan ampas kelapa dan kacang tanah. Sering pada proses pembuatan ini terjadi
kontaminasi dengan Clostridium botalinum suatu kuman anaerob yang membentuk

11

spora dan Bacterium cocovenenans yang mengubah gliserinum menjadi racun


toksoflavin.
a. Gejala Klinis
Gejala timbul setelah 12-48 jam. Biasanya sekaligus beberapa
anggota suatu keluarga terkena. Kematian bisa timbul dari 1 -8 hari. Gejala
intoksikasi yaitu :
1) Pusing, diplopia, anorexia
2) Merasa lemah, ptosis, strabismus
3) Kesukaran bernafas, menelan atau berbicara.
b. Penatalaksanaan
1) Kontrol Vital Sign
2) Bilas Lambung atau muntahkan korban
3) Antitoxin yang disertai dengan pemberian glukosa intravena.
Pemberian glukosa intravena ini sebaiknya disertai dengan larutan
garam fisiologis dan plasma. Cairan ini harus diberikan secepatnya
bila ada persangkaan.
(Syarief, 2003).

12

7. Keracunan Jamur
Jamur adalah tumbuhan berinti, berspora, tidak berklorofil berupa sel atau
benang-benang bercabang. Berkembang secara seksuil/kawin atau aseksual melalui
dinding dari selulosa atau dari kitin atau keduanya. Beberapa jenis jamur yang
beracun misalnya:
a. Amanita verna

b. Psilocybe sp.

c. Coprinus atramenta rius

13

d. Fleurotus olearius

Cendawan yang tumbuh liar potensial sebagai cendawan beracun. Cendawan


yang beracun biasanya mempunyai warna dan bentuk mencolok.cendawan yang
beracun, antara lain mengandung:
a. Senyawa siklopeptida
Senyawa ini stabil terhadap pemanasan, tidak larut dalam air dan
tidak rusak jika dipanaskan. Terdapat tiga kelompok senyawa siklopeptida:
1) Phalotoksin (heptapeptida siklik)
2) Amatoksin (oktapeptida siklik)
3) Virosin
Cendawan yang mengandung senyawa siklopeptida, antara lain
Amanita phaloides, A. verna, A. virosa, Galerina autumnalis, G. marginata,
G. venenata dan Lepiota helveola. Dari keracunan karena cendawan
beracun yang 95% mengandung senyawa siklopeptida.
b. Senyawa monometilhidrazin
Senyawa mono metilhidrazinmenghalangi reaksi enzim yang
berkaitan dengan pirodoksal posfat.cendawan yang mengandung senyawa
ini antara lain Gyromitra ambigua, G. esculenta dan G. infula.
c. Senyawa coprine
Senyawa coprine adalah AA denagan efek seperti antabuse yang
memblokade

enzim

asetaldehid

dehidrogenase

sehingga

terbentuk

asetaldehid dengan segal efeknya. Contonya Coprinus atramentarius.


d. Senyawa muskarin
Muskarin mempunyai efek kolinergik perifer, tetapi tidak menembus
barrier daerah otak karena merupakan senyawa ammonium kuartener.
Contohnya Amanita muscaria, A. pantherina, Clitocybe dealbata, C.
illudens, Inocybe lacera dan Russula emetic.
e. Senyawa asam ibotenat dan muscimol
Senyawa ini dan hasil oksida 1-dopa yang berkaitan mempunyain
efek antikolinergik. Jika terdapat asam ibotenat bersama-sama dengan
muskarin, akan membingungkan diagnose dan terpinya bila kadar tidak
14

berbeda jauh.contohnya anratara lain: Amanita gemmata, A. muscaria dan


A. pantherina.
f. Senyawa psilobin
Psilobin dan psilocin indol mempunyai efek terhadap system saraf
pusat seperti LSD. Contonhnya psilocybe caerulescens, Gymnopilus
aeroginosus dan Panaeolus papillionaceus.
(Syarief, 2003).
Gejala yang ditimbulkan berupa:
a. Gejala timbul dalam waktu 6 jam
Keracunan yang terjadi biasanya tidak serius dengan gejala yang
timbul antara lain: mual, muntah, sakit perut, diare, kepala pusing, ataksia,
hiperaktif dan tidak toleran terhadap alkohol. Jika mengandung muskarin
dapat menimbulkan bradikardia, miosis, banyak keluar ludah dan gejala
kolinergic lain. Karena keberadaan muskarin biasa disertai antagonisnya
maka dapat timbul gejala antikolinergic. Komplikasi yang dapat terjadi:
dehidrasi, hipotensi, dan halusinasi.
b. Gejala klinis timbul setelah 6 jam
Keracunan yang terjadi sangat serius bahkan mungkin fatal. Gejala
yang timbul antara lain mual, muntah, gastroentritis, sakit perut berat, dan
diare yang mengandung darah. Setelah 3-4 hari dapat terjadi ekterus dan
gejala gagal hati. Komplikasi yang dapat terjadi kerusakan hati dan gagal
ginjal, aritmia jantung, jantung berhenti berfungsi, konvulsi dan pingsan.
(Syarief, 2003).

15

Penatalaksanaannya adalah:
a. Tindakan gawat garurat
Jika penderita tidak muntah, usakan untuk muntah antara lain dengan
sirup IPECA. Selanjutnya, berikan carbon aktif dalam air 240 mL untuk
mengeluarkan racun yang tidak terabsorbsi. Antidotum yang dapat
digunakan:
1) Terhadap keracunan cendawan yang mengandung muskarin berikan
ATROPIN 2 mg SC
2) Terhadap keracunan

cendawan

yang

mengandung

senyawa

monometilhidrazin dapat diberikan PIRODOKSIN 25 mg/kg secara


IV.
3) Terhadap keracunan cendawan Comprinus & Clitocybe yang
menimbulkan aritmia jantung diberikan PROPANOLOL dan hindari
minuman yang mengandung alkohol.
b. Tindakan umum
1) Dalam waktu 5-10 hari keseimbangan cairan dan elektrolit perlu
dikontrol dan diusahakan tidak terjadi hipoglikemia. Pada keracunan
yang berat, hati mulai berfungsi setelah 6-8 hari dan selanjutnya
sembuh sama sekali.
2) Pemberian karbohidrat dalam jumlah besar akan membantu
melindungi hati dari kerusakan yang lebih lanjut. Untuk ini diberikan
larutan DEXTROSA 5% sebanyak 4-5 L tiap 24 jam secara IV, jika
pengeluaran urin lancar.
3) Jika sudah dapat diberikan cairan melalui mulut segera diberi
saribuah dan larutan glukosa 120 gr/L sampai 4-5 L sehari.
c. Tindakan khusus
1) Atasi komplikasi yang dapat timbul, seperti anuri, konvulsi dan
demam
2) Pemberian diuretika seperti furosemid 0,25-1 mg/kg/hari, untuk
meningkatkan pengeluaran urin 3-6 m/kg/hari akan sangat membantu
3) Pernafasan perlu diperhatikan dan hindari intubasi, jika tidak perlu
(Gunawan, 2007).

16

Pencegahan
a. Hindari jamur yang tumbuh pada kotoran binatang yang bilahnya berwarna
coklat/kehitaman
b. Hindari memakan jamur yang bila dipotong mengeluarkan cairan berwarna
putih susu
c. Hindari jamur yang tidak enak walaupun tidak selalu
d. Jangan memakan jamur hampir busuk walaupun jamur itu dapat dimakan
e. Jangan memakan jamur yang belum dimasak
(Syarief, 2003).

17

BAB III
ILUSTRASI KASUS
A. IDENTITAS
Nama

: Tn. R

Umur

: 35 tahun

Jenis kelamin

: Laki-laki

Pekerjaan

: Pegawai swasta

Agama

: Islam

Alamat

: Mojosongo, Surakarta

B. ALLOANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Muntah
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan muntah terus menerus sejak 1 jam
SMRS. Muntah dirasakan setelah memakan jamur yang diberikan oleh temannya
yang baru pulang dari pendakian gunung. Muntah berwarna putih kekuningan. Selain
itu pasien juga mengeluhkan mual (+), sakit perut (+), kepala pusing (+), badan terasa
lemas (+), banyak keluar ludah dari mulut (+), pasien berkeringat (+), halusinasi (+),
diare (+). Sesak nafas (-), kelemahan anggota tubuh (-), demam (-).
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit serupa

: disangkal

Riwayat hipertensi

: disangkal

Riwayat diabetes mellitus

: disangkal

Riwayat mondok dirumah sakit

: disangkal

Riwayat alergi obat dan makanan

: disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat penyakit serupa

: disangkal

Riwayat alergi obat dan makanan

: disangkal

18

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status generalis
a. Keadaan umum :
Sakit sedang, halusinasi, gizi kesan cukup
Berat badan
: 65 kg
Tinggi badan : 165 cm
b. Tanda vital
:
1) Tekanan darah: 100 / 70 mmHg
2) Nadi
: 59 x/ menit
3) Respirasi
: 23 x/menit
4) Suhu
: 36,50C

1)
2)
3)

c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.

Mata
: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil miosis (+/+)
THT
: Sekret (-), darah (-)
Mulut
: Hipersalivasi (+)
Leher
: Pembesaran KGB (-), trakea di tengah
Thoraks : Retraksi (-)
Abdomen
: BU (+) meningkat, nyeri tekan (-), hepar lien tak teraba
Ekstremitas
: Oedem (-/-), akral dingin (-/-)

D. DIFFERENTIAL DIAGNOSA
Keracunan jamur yang mengandung muskarin
Keracunan makanan yang terkontaminasi pestisida
Scombroid poisoning
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Toksikologi
F. DIAGNOSA KERJA
Keracunan jamur yang mengandung muskarin
G. TERAPI
1. Nonmedikamentosa
a.
b.

Rawat Inap
Diet makanan ringan yang mudah

dicerna
c.
2. Medikamentosa
a. Injeksi Atrofin 2 mg SC
b. Karbon aktif 50 g/4 jam
c. Infus RL 16 tpm

Balance cairan

Penulisan resep:
R/ Atropin Sulfat amp 0,5 mg/mL No. IV
19

Cum disposable syringe cc 5 No. I


S i.m.m
R/ Karbon aktif tab g 50 No. I
S 6 dd tab 1
R/ Ringer Laktat No. III
Cum infus set No. I
IV Catheter no.20 No.I
S i.m.m.
Pro: Tn. R (35 tahun)
4. PROGNOSIS
Ad vitam
Ad sanam
Ad fungsionam

: bonam
: bonam
: bonam

20

BAB IV
PEMBAHASAN

Penatalaksanaan medikamentosa bagi penderita keracunan jamur muskarinik pada


contoh kasus adalah sebagai berikut:
A. Atropin Sulfat
Sebagai antidotum jamur muskarinik
1.

Indikasi:
a.
b.

Mengeringkan sekret
Melawan
bradikardia

yang

berlebihan
c.

Bersama

dengan

neostigmin

untuk mengembalikan penghambatan neuromuskuler kompetitif


2. Peringatan:
Penyakit kardiovaskuler
3. Interaksi:
a. Alkohol: efek sedatif hiosin ditingkatkan
b. Analgetik: efek antimuskarinik ditingkatkan dengan nefopam
c. Antiaritmia: meningkatkan efek antimuskarinik dengan disopiramid, atropin
menunda absorpsi meksiletin.
d. Antidepresan: meningkatkan efek samping antimuskarinik dengan trisiklik dan
MAOI
e. Antijamur: menurunkan absorpsi ketokonazol
f.Antihistamin: meningkatkan efek samping antimuskarinik
g. Antipsikotik: meningkatkan efek samping antimuskarinik dari fenotiazina (tetapi
menurunkan kadar plasma
h. Cisaprid: antagonisme efek saluran cerna
i. Dopaminergik: meningkatkan efek samping antimuskarinik dengan amantadin
j. Metoklopramid dan Domperidon: antimuskarinik seperti propantelini melawan efek
saluran cerna
k. Nitrat: menurunkan efek nitrat sublingual (tidak dapat melarutkan obat di bawah
lidah karena mulut yang kering).
4. Efek samping:
Takikardia, mulut kering dengan kesulitan menelan dan haus, dilatasi pupil dengan
kehilangan akomodasi dan sensitivitas terhadap cahaya, tekanan intraokuler naik,
muka merah, kulit keing, bradikardia diikuti takikardia, palpitasi dan aritmia, sulit
berkemih, dan konstipasi; jarang terjadi demam, konfusi, dan ruam.
5. Dosis:

21

Untuk mengendalikan efek muskarinik dalam melawan blok neuro-muskuler


kompetitif dengan injeksi IV 0,6-1,2 mg
(Depkes RI, 2000).
B. Karbon aktif
Secara oral karbon aktif dapat mengikat banyak racun di dalam lambung, dengan
demikian mengurangi penyerapan racun. Lebih dini karbon aktif diberikan, lebih efektif
hasilnya, tetapi karbon aktif masih efektif hingga 2 jam setelah racun tertelan lebih lama
lagi pada keracunan sediaan lepas-lambat atau keracunan obat yang bersifat
antikolinergik. Karbon aktif relatif aman dan khusunya berguna untuk mencegah
penyerapan racun yang toksik dalam dosis kecil (Depkes RI, 2000).
Dosis berulang karbon aktif secara oral memperbaiki eliminasi beberapa obat
setelah obat diserap, dosis berulang diberikan pada keracunan: asetosal, fenobarbotal,
karbamazepin, quinin, dapson, teofilin. Dosis umum karbon aktif untuk orang dewasa:
pertama kali 50 g kemudian 50 g setiap 4 jam (Depkes RI, 2000).
C. Infus Ringer Laktat
Untuk rehidrasi dan maintenence cairan dan elektrolit.
1.

Indikasi:
Ketidakseimbangan elektrolit pada keadaan kehilangan natrium dan biasanya perlu
diberikan intravena

2.

Peringatan:
Batasi asupannya pada gangguan fungsi ginjal, gagal jantung, hipertensi, udem perifer
dan paru-paru, toksemia kehamilan

3.

Efek samping:
Pemberian dosis besar dapat menyebabkan penumpukan natrium dan udem
4.
Sediaan dan komposisi:
Infus dengan komposisi kalsium klorida (Dihidrat) 322 mikrogram, kalium klorida 8,6
mg/mL, menyediakan ion (dalam mmol/L) Ca+ 2,2; K+ 4, Na+ 147, Cl- 156. Di Rumah
Sakit biasanya tersedia kemasan 500 mL.
(Depkes RI, 2000).
BAB V
KESIMPULAN
A. KESIMPULAN
1.

Pengobatan untuk keracunan makanan

berbeda-beda sesuai dengan mekanisme zat racun yang berada pada makanan
tersebut.
2.

Pengobatan

untuk

keracunan

jamur
22

muskarinik antidotumnya berupa atropin sulfat 2 mg secara sub cutan.


3.
Pada contoh kasus, penderita dengan
keracunan jamur muskarinik adalah pemberian antidotumnya berupa atropin sulfat 2
mg secara sub cutan, karbon aktif untuk membantu penyerapan racun, juga infus
Ringer Laktat untuk rehidrasi elektrolit dan cairan.
B. SARAN
1.
2.

Hindari jamur yang tumbuh pada kotoran

binatang yang bilahnya berwarna coklat/kehitaman


Hindari memakan jamur yang bila

dipotong mengeluarkan cairan berwarna putih susu


3.
Hindari jamur yang tidak enak walaupun
tidak selalu
4.

Jangan memakan jamur hampir busuk


walaupun jamur itu dapat dimakan

5.

Jangan memakan jamur yang belum


dimasak

23

DAFTAR PUSTAKA

Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas IndonesiaBKF-FKUI


(1997). Ilmu Kedokteran Forensik, Edisi Kedua. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Chadha PV (1995). Catatan kuliah ilmu forensik dan toksikologi edisi 5. Jakarta: Widya
Medika.
Depkes RI (2000). Informatorium obat nasional indonesia 2000. Jakarta: CV Sagung Seto.
Gunawan SG (2007). Farmakologi dan terapi FKUI Edisi V. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Idries AM (1997). Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik Edisi Pertama. Jakarta: Binarupa
Aksara.
Mubin H (2001). Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam : Diagnosa dan Terapi. Jakarta: EGC.
Syarief N (2003). Toksikologi II. Medan: FK USU.

24

You might also like