Professional Documents
Culture Documents
SUSPEK CA SINONASAL
Oleh
NYOMAN KRISNA TRI WIJAYA
H1A 011 056
Pembimbing
dr. Hamsu kadriyan, Sp. THT-KL, M.Kes
BAB I
Pendahuluan
Tumor hidung dan sinus paranasal pada umumnya jarang ditemukan, baik yang
jinak maupun yang ganas. Di Indonesia dan di luar negeri, kekerapan jenis yang ganas
hanya sekitar 1 % dari keganasan seluruh tubuh atau 3% dari seluruh keganasan di kepala
dan leher. Hidung dan sinus paranasal atau juga disebut sinonasal merupakan rongga yang
dibatasi oleh tulang-tulang wajah yang merupakan daerah yang terlindung sehingga
tumor yang timbul di daerah ini sulit diketahui secara dini. Asal tumor primer juga sulit
ditentukan, apakah dari hidung atau sinus karena biasanya pasien berobat dalam keadaan
penyakit telah lanjut dan tumor sudah memenuhi rongga hidung dan seluruh sinus.
1
Lokasi rongga hidung dan sinus paranasal membuat mereka sangat dekat dengan
struktur vital. Keganasan sinonasal dapat tumbuh dengan ukuran yang cukup dan terapi
agresif mungkin diperlukan di daerah dekat dasar tengkorak, orbit, saraf kranial, dan
pembuluh darah vital. Meskipun jarang, keganasan sinonasal merupakan masalah yang
cukup penting. Masalah ini diperburuk oleh fakta bahwa manifestasi awal (misalnya,
epistaksis sepihak, obstruksi hidung) meniru tanda-tanda dan gejala kondisi umum tetapi
kurang serius. Oleh karena itu, pasien dan dokter sering mengabaikan atau meminimalkan
presentasi awal dari tumor dan mengobati tahap awal keganasan sebagai gangguan
sinonasal jinak. Anatomi rongga hidung dan sinus paranasal menyebabkan tumor untuk
timbul dalam stadium lanjut dan mempersulit pengobatan mereka.Mereka berada
berdekatan dengan struktur penting seperti dasar tengkorak, orbit, saraf kranial, dan
struktur vaskular penting.Morbiditas jelas dan komplikasi yang terkait dengan bedah
reseksi dari tumor tersebut dapat parah. Pengobatan keganasan sinonasal paling baik
dilakukan melalui tim multidisiplin. Secara optimal, ini termasuk kepala dan leher bedah
oncologic, rekonstruksi bedah, maxillofacial prosthodontist, onkologi radiasi, ahli onkologi
medis, neuroradiologist, ahli patologi, ahli bedah saraf, dan pasien. 3
BAB II
2
Epidemiologi
Keganasan sinonasal jarang terjadi. Mereka lebih umum di Asia dan Afrika daripada di
Amerika Serikat.Di bagian Asia, keganasan sinonasal adalah peringkat kedua yang paling
umum dan kanker leher karsinoma nasofaring belakang. Pria yang terkena 1,5 kali lebih
sering dibandingkan wanita, dan 80% dari tumor ini terjadi pada orang berusia 45-85
tahun. Sekitar 60-70% dari keganasan sinonasal terjadi pada sinus maksilaris dan 20-30%
terjadi pada rongga hidung sendiri. Diperkirakan 10-15% terjadi pada sel-sel udara
ethmoid (sinus), dengan minoritas sisa neoplasma ditemukan di sinus frontal dan sphenoid.
3
Kejadian tahunan tumor hidung di Amerika Serikat diperkirakan kurang dari 1 dalam
100.000 orang per tahun. Tumor ini paling sering terjadi dalam putih, dan insiden pada
laki-laki adalah dua kali dari perempuan. Tumor epitel yang paling sering hadir dalam
dekade kelima dan keenam usia 4
Anatomi
Kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang, dipisahkan oleh septum
nasi di bagian tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri. 2,3
1. Septum Nasi
Septum nasi dibentuk oleh tulang dan tulang rawan. Dilapisi oleh perikondrium
pada bagian tulang rawan dan periosteum pada bagian tulang, sedangkan di
luarnya dilapisi juga dengan mukosa nasal. 2,3
Bagian tulang terdiri dari :
Kolumela
Kedua lubang berbentuk elips disebut nares, dipisahkan satu sama lain
oleh sekat tulang rawan dan kulit yang disebut kolumela.
2. Pembuluh darah
Bagian postero-inferior septum nasi diperdarahi oleh arteri sfenopalatina yang
merupakan cabang dari arteri maksilaris (dari a,karotis eksterna). Septum nasi bagian
antero-inferior diperdarahi oleh arteri palatina mayor (juga cabang dari a.maksilaris)
yang masuk melalui kanalis insisivus. Arteri labialis superior (cabang dari a.fasialis)
memperdarahi septum bagian anterior mengadakan anastomose membentuk fleksus
Kiesselbach yang terletak lebih superfisial pada bagian anterior septum. Daerah ini
disebut juga Littles area yang merupakan sumber perdarahan pada epistaksis. Arteri
karotis interna memperdarahi septum nasi bagian superior melalui arteri etmoidalis
anterior dan superior. Vena sfenopalatina mengalirkan darah balik dari bagian posterior
septum ke fleksus pterigoideus dan dari bagian anterior septum ke vena fasialis. Pada
superior vena etmoidalis mengalirkan darah melalui vena oftalmika yang berhubungan
dengan sinus sagitalis superior. 2,3
3. Sinus Paranasal
Sinus paranasal adalah rongga-rongga di dalam tulang kepala yang terletak di sekitar
nasal dan mempunyai hubungan dengan kavum nasi melalui ostiumnya. Terdapat empat
pasang sinus paranasal, yaitu sinus frontalis, sfenoidalis, etmoidalis, dan maksilaris.
Sinus maksilaris dan etmoidalis mulai berkembang selama dalam masa kehamilan.
Sinus maksilaris berkembang secara cepat hingga usia tiga tahun dan kemudian mulai
lagi saat usia tujuh tahun hingga 18 tahun dan saat itu juga air-cell ethmoid tumbuh dari
tiga atau empat sel menjadi 10-15 sel per sisi hingga mencapai usia 12 tahun. 2,3
Patofisiologi
KARSINOGEN
BAHAN
INDUSTRI,
TEKSTIL
( DEBU KAYU)
Human
papillomavirus
(HPV)
NIKEL
ROKOK
ALKOHOL
MEMICU
TIMBULNYA
PERTUMBUHA
N YANG
ABNORMAL
MAKANAN
YANG
DIASINKAN
DAN
DIAWETKAN
CARSINOMA
SINONASAL
Klasifikasi Tumor :
1. Tumor Jinak
Tumor jinak tersering adalah papiloma skuamosa. Secara makroskopis mirip
dengan polip, tetapi lebih vaskuler, padat dan tidak mengkilap. Ada 2 jenis papiloma,
pertama eksofitik atau fungiform dan yang kedua endofitik disebut papiloma inverted.
Papiloma inverted ini bersifat sangat invasive, dapat merusak jaringan sekitarnya.
Tumor ini sangat cenderung untuk residif dan dapat berubah menjadi ganas. Lebih
sering dijumpai pada anak laki-laki usia tua. Terapi adalah bedah radikal misalnya
rinotomi lateral atau maksilektomi media. 1
Tumor jinak angiofibroma nasofaring sering bermanifestasi sebagai massa yang
mengisi rongga hidung bahkan juga mengisi seluruh rongga sinus paranasal dan
mendorong bola mata ke anterior.1
2. Tumor Ganas
Tumor ganas yang tersering adalah karsinoma sel skuamosa (70%), disusul oleh
karsinoma yang berdeferensiasi dan tumor kelenjar. Sinus maksila adalah yang tersering
terkena (65-80%), disusul sinus etmoid (15-25%), hidung sendiri (24%), sedangkan
sinus sphenoid dan frontal jarang terkena. 1
Metastasis ke kelenjar leher jarang terjadi (kurang dari 5%) karena rongga sinus
sangat miskin dengan system limfa kecuali bila tumor sudah menginfiltrasi jaringan
lunak hidung dan pipi yang kaya akan system limfatik.Metastasis jauh juga jarang
ditemukan (kurang dari 10%) dan organ yang sering terkena metastasis jauh adalah hati
dan paru. 1
3. Invasi Sekunder
a. Pituitary adenomas
b. Chordomas
c. Invasi sekunder lain (karsinoma nasofaring, meningioma, tumor odontogenik,
neoplasma skeleton kraniofasial jinak dan ganas, tumor orbita dan apparatus lakrimal).1
Klasifikasi histologi tumor ganas di daerah hidung dan sinus paranasal menurut WHO:
A. Karsinoma Sel Skuamosa
Karsinoma sel skuamosa merupakan neoplasma epitelial maligna yang berasal dari
epitelium mukosa kavum nasi atau sinus paranasal termasuk tipe keratinizing dan non
keratinizing.Karsinoma sel skuamosa sinonasal terutama ditemukan di dalam sinus
maksilaris (sekitar 60-70%), diikuti oleh kavum nasi (sekitar 10-15%) dan sinus
sfenoidalis dan frontalis (sekitar 1%).Simtom berupa rasa penuh atau hidung tersumbat,
epistaksis, rinorea, nyeri, parastesia, pembengkakan pada hidung, pipi atau palatum,
luka yang tidak kunjung sembuh atau ulkus, adanya massa pada kavum nasi, pada kasus
lanjut dapat terjadi proptosis, diplopia atau lakrimasi. Pemeriksaan radiologis, CT scan
8
atau MRI didapatkan perluasan lesi, invasi tulang dan perluasan pada struktur-struktur
yang bersebelahan seperti pada mata, pterygopalatine atau ruang infratemporal. Secara
makroskopik, karsinoma sel skuamosa kemungkinan berupa exophytic, fungating atau
papiler. Biasanya rapuh, berdarah, terutama berupa nekrotik, atau indurated, demarcated
atau infiltratif. 3
B. Mikroskopik Keratinizing Squamous Cell Carcinoma
Secara histologi, tumor ini identik dengan karsinoma sel skuamosa dari lokasi mukosa
lain pada daerah kepala dan leher. Ditemukan diferensiasi skuamosa, di dalam bentuk
keratin ekstraseluler atau keratin intraseluler (sitoplasma merah muda, sel-sel
diskeratotik) dan/atau intercellular bridges. Tumor tersusun di dalam sarang-sarang,
massa atau sebagai kelompok kecil sel-sel atau sel-sel individual. Invasi ditemukan
tidak beraturan. Sering terlihat reaksi stromal desmoplastik. Karsinoma ini dinilai
berupa diferensiansi baik, sedang atau buruk . 3
C. Mikroskopik Non-Keratinizing (Cylindrical Cell, transitional) Carcinoma
Tumor ini merupakan tumor yang berbeda dari traktus sinonasal yang dikarakteristikkan
dengan pola plexiform atau ribbon-like growth pattern. Dapat menginvasi ke dalam
jaringan dibawahnya dengan batas yang jelas. Tumor ini dinilai dengan diferensiasi
sedang ataupun buruk. Diferensiasi buruk sulit dikenal sebagai skuamosa, dan harus
dibedakan dari olfactory neuroblastoma atau karsinoma neuroendokrin. 3
D. Undifferentiated Carcinoma
Undifferentiated carcinoma merupakan karsinoma yang jarang ditemukan, sangat
agresif dan histogenesisnya tidak pasti. Undifferentiated carcinoma berupa massa yang
cepat memperbesar sering melibatkan beberapa tempat (saluran sinonasal) dan
melampaui batas-batas anatomi dari saluran sinonasal. Gambaran mikroskopik berupa
proliferasi hiperselular dengan pola pertumbuhan yang bervariasi, termasuk trabekular,
pola seperti lembaran, pita, lobular, dan organoid. Sel-sel tumor berukuran sedang
hingga besar dan bentuk bulat hingga oval dan memiliki inti sel pleomorfik dan
hiperkromatik, anak inti menonjol, sitoplasma eosinofilik, rasio inti dan sitoplasma
tinggi, aktivitas mitosis meningkat dengan gambaran mitosis atipikal, nekrosis tumor
dan apoptosis. Pemeriksaan tambahan seperti imunohistokimia, mikroskop elektron dan
biologi molekuler seringkali diperlukan dalam diagnosis undifferentiated carcinoma
dan dapat membedakan keganasan ini dari neoplasma ganas lainnya.3
E. Limfoma Maligna
Kebanyakan limfoma yang timbul di dalam kavum nasi berasal dari sel natural killer
(NK). Meskipun demikian, beberapa laporan kasus mengindikasikan bahwa limfoma
primer dapat juga berasal dari sel B dan T. Limfoma pada nasal jarang ditemukan di
western countries, umumnya dijumpai di negara-negara Asia .Dikarakteristikkan
9
dengan infiltrat limfomatosa difus yang meluas ke mukosa nasal dan sinus paranasal,
dengan pemisahan yang luas dan destruksi mukosa kelenjar sehingga memperlihatkan
clear cell change. Nekrosis koagulatif luas dan apoptotic bodies selalu ditemukan.
Dinding pembuluh darah sering ditemukan angiosentrik, angiodestruksi dan deposit
fibrinoid. Sel-sel limfoma ukurannya bervariasi mulai dari kecil, medium hingga
berukuran besar. Sel-sel memiliki sitoplasma pucat dan granul azurofilik pada
sitoplasmanya yang dapat dilihat dengan pewarnaan Giemsa. Beberapa kasus
berhubungan dengan infiltrat inflamatori yang mengandung limfosit kecil, histiosit, selsel plasma dan eosinofil. Terkadang hiperlasia pseudoepiteliomatosa pada pelapis epitel
skuamosa dapat ditemukan, menyerupai karsinoma sel skuamosa berdiferensiasi baik. 3
F. Adenokarsinoma
Sinonasal adenokarsinoma dikenal sebagai tumor glandular maligna dan tidak
menunjukkan gambaran spesifik. Adenokarsinoma dijumpai 10 hingga 14% dari
keseluruhan tumor ganas nasal dan sinus paranasal. Secara klinis merupakan
neoplasma agresif lokal, sering ditemukan pada laki-laki dengan usia antara 40 hingga
70 tahun. Tumor ini timbul di dalam kelenjar salivari minor dari traktus aerodigestivus
bagian atas. Sering ditemukan pada sinus maksilaris dan etmoid. Simtom primer berupa
hidung tersumbat, nyeri, massa pada wajah dengan deformasi dan/atau proptosis dan
epistaksis, bergantung pada lokasinya. Adenokarsinoma menunjukkan tiga pola
pertumbuhan yaitu sessile, papilari dan alveolar mucoid. Adenokarsinoma menyebar
dengan menginvasi dan merusak jaringan lunak dan tulang di sekitarnya dan jarang
bermetastasis . Prognosis jelek dan biasanya penderita meninggal dunia disebabkan
penyebaran lokal tanpa adanya metastasis. 3
G. Melanoma Maligna
Biasanya ditemukan pada usia 50 tahun. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara
pria dan wanita, dapat ditemukan pada kedua jenis kelamin. Secara makroskopik, massa
polipoid berwarna keabu-abuan atau hitam kebiru-biruan pada 45% kasus. Di dalam
kavum nasi, lokasi yang sering ditemukan melanoma maligna ini adalah daerah
posterior septum nasal diikuti dengan turbinate medial dan inferior. Tumor menyebar
melalui aliran darah atau limfatik. Metastasis nodul servikal dapat ditemukan pada
pemeriksaan awal. 3
Pembagian sistem TNM menurut Simson sebagai berikut:
T : Tumor.
T1 :
a. Tumor pada dinding anterior antrum.
b. Tumor pada dinding nasoantral inferior.
c. Tumor pada palatum bagian anteromedial.
T2 :
a. Invasi ke dinding lateral tanpa mengenai otot.
10
untuk menilai struktur tulang sinus paranasal dan lebih murah daripada plain
film. Pasien beresiko tinggi dengan riwayat terpapar karsinogen, nyeri
persisten yang berat, neuropati kranial, eksoftalmus, kemosis, penyakit
sinonasal dan dengan simtomp persisten setelah pengobatan medis yang
adekuat seharusnya dilakukan pemeriksaan dengan CT scan axial dan
coronal dengan kontras atau magnetic resonance imaging (MRI). CT
12
Diagnosis
Diagnosis pasti ditegakkan berdasarkan pemeriksaan histopatologi. Jika tumor
tampak di rongga hidung atau rongga mulut, maka biopsi mudah dan harus segera
dilakukan. Biopsi tumor sinus maksila, dapat dilakukan melalui tindakan sinoskopi atau
melalui operasi Caldwel-Luc yang insisinya melalui sulkus ginggivo-bukal. 1,3,4,5,6,7
Jika dicurigai tumor vaskuler, misalnya angofibroma, jangan lakukan biopsi
karena akan sangat sulit menghentikan perdarahan yang terjadi. Diagnosis adalah
dengan angiografi.
13
Pentalaksanaan
Pasien dengan kanker sinus paranasal biasanya dirawat oleh tim spesialis
menggunakan pendekatan multifaset. Setiap pasien menerima rencana pengobatan yang
disesuaikan untuk memenuhi kebutuhan nya, khususnya konstitusi secara keseluruhan
pasien, kelas, dan stadium penyakit. Biasanya, bagaimanapun, tim pengobatan
meliputi:
sebuah otorhinolaryngologist (spesialis telinga, hidung, dan tenggorokan)
seorang ahli onkologi (spesialis kanker)
sebuah radiotherapist (x-ray pengobatan spesialis)
Jika operasi yang luas diperlukan, ahli bedah plastik dan rekonstruksi juga dapat
berfungsi sebagai bagian dari tim perawatan. 8
Pilihan pengobatan utama untuk kanker sinus paranasal meliputi:
I.
II.
III.
15
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama
: Tn. D
Umur
: 34 tahun
Jenis Kelamin
: Laki
Alamat
: Lombok Timur
Pekerjaan
: Wirausaha
Tanggal Pemeriksaan
: 15 Agustus 2016
3.2 Anamnesis
Keluhan utama :
Nyeri pada daerah wajah sebelah kanan
16
Riwayat alergi :
Tidak ada alergi terhadap obat-obatan ataupun makanan.
Riwayat Pengobatan :
Pasien menyangkal adanya riwayat pengobatan sebelumnya
R. Sosial :
Pasien bekerja sebagai tukang kayu dan tidak memakai pelindung saat bekerja,
sehingga sering terkena serbuk kayu. Riwayat merokok (+) sejak SMP
Kesadaran
: Compos mentis
GCS
: E4V5M6
Tanda vital :
HR : 96 x/menit
RR: 20 x/menit
Suhu: 36,4oC
Status Lokalis
Pemeriksaan telinga
No.
1.
2.
Pemeriksaan
Telinga
Tragus
Daun telinga
Telinga kanan
Telinga kiri
3.
Liang telinga
aurikula (-)
nyeri tarik aurikula (-)
Serumen (+), hiperemis (+) di Serumen (-), hiperemis (-),
sekitar
membran
(-).
17
4.
Membran timpani
(-),
bulging
(-),
(-),
edema
(-),
Pemeriksaan hidung
Hidung kiri
Bentuk (dbn), inflamasi (-),
nyeri tekan (-), deformitas (-)
dbn, ulkus (-)
Bentuk (dbn), mukosa
hiperemia (-)
Mukosa hiperemia (-) , sekret
(-), massa (-)
Edema (-), mukosa hiperemi
(-), sekret (-), livide (-)
Deviasi (-), benda asing(-),
perdarahan (-), ulkus (-)
Nyeri tekan (-)
Pemeriksaan Tenggorokan
18
Mukosa Bukal
Lidah
Uvula
Palatum mole
Faring
Tonsila palatina
Tampak massa solid bentuk ireguler pada maxilla kanan meluas ke apex orbita
kanan ukuran kurang lebih 8x4 cm
3.6 Assessment
Suspek Ca sinonasal
19
DL
CT Scan
Biopsi
RL d5% 20 tpm
Ceftriaxon 1 gr/ hr
3.8 Prognosis
Dubia ad bonam
BAB III
PEMBAHASAN
20
21
DAFTAR PUSTAKA
REFERENSI
1. Arsyad efiaty dkk, 2007, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorokan Kepala & Leher: edisi 6, Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia
2. L . Adams, George, MD et all. BOEIS Buku Ajar Penyakit THT : edisi 6, Jakarta
: Penerbit Buku Kedokteran
3. Tumor Sinonasal , diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/847189overview#showall
4. Malignant
Tumor
of
the
Nasal
Cavity,
http://emedicine.medscape.com/article/846995-overview#showall
diunduh
22