You are on page 1of 22

LAPORAN KASUS

OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS FASE AKTIF DEXTRA

Oleh
NYOMAN KRISNA TRI WIJAYA
H1A 011 056

Pembimbing
I Gusti Ayu Trisna A., Sp. THT-KL

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


DI BAGIAN ILMU PENYAKIT TELINGA, HIDUNG DAN TENGGOROKAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
MATARAM
2016

BAB I

PENDAHULUAN
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah,
tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media terbagi atas otitis
media supuratif dan otitis media non supuratif. Otitis media supuratif akut merupakan
bentuk akut dari otitis media supuratif, yang dapat berkembang menjadi otitis media
supuratif kronis (OMSK) bila tidak diterapi dengan baik. Insiden OMSK ini bervariasi
pada setiap negara. Secara umum, insiden OMSK dipengaruhi oleh ras dan faktor
sosioekonomi. Lebih dari 90% beban dunia akibat OMSK ini dipikul oleh negaranegara di Asia Tenggara, daerah Pasifik Barat, Afrika, dan beberapa daerah minoritas di
Pasifik. Kehidupan sosial ekonomi yang rendah, lingkungan kumuh dan status
kesehatan serta gizi yang jelek merupakan faktor yang menjadi dasar untuk
meningkatnya prevalensi OMSK pada negara yang sedang berkembang. Prevalensi
OMSK di Indonesia adalah 3,8% atau diperkirakan sekitar 6,6 juta penduduk Indonesia
dan pasien OMSK merupakan 25% dari pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT
rumah sakit di Indonesia1,2.
OMSK merupakan infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membran
timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus menerus atau hilang timbul.
Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah. Otitis media akut (OMA)
dengan perforasi membran timpani menjadi otitis media supuratif kronis apabila
prosesnya sudah lebih dari 2 bulan. Bila infeksi berlangsung kurang dari 2 bulan disebut
otitis media supuratif subakut. Beberapa faktor yang menyebabkan OMA menjadi
OMSK ialah terapi yang terlambat diberikan, terapi yang tidak adekuat, virulensi kuman
tinggi, daya tahan tubuh pasien rendah (gizi kurang) atau hygiene buruk. Oleh sebab itu
KIE yang baik kepada pasien dengan OMSK sangatlah penting untuk mencegah
bertambah beratnya penyakit3.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Telinga
Struktur telinga terbagi menjadi bagian luar , tengah, dalam. Telinga bagian luar
dan tengah hanya berperan dalam proses pendengaran, sedangkan telinga bagian dalam
berperan dalam pendengaran dan keseimbangan. Telinga bagian luar terdiri dari aurikula
dan meatus akustikus eksternus dan berakhir pada sisi medial di membran timpani.
Telinga bagian tengah

terletak di rongga berisi udara dalam bagian petrosus os

temporal, dan terdiri dari osikel auditori (malleus, inkus, stapes), dan di telinga bagian
dalam, terdapat organ sensori untuk pendengaran dan keseimbangan4.

Gambar 1. Telinga

2.2 Anatomi Telinga Luar


Aurikula atau Pinna merupakan daun telinga yang terdiri dari kartilago elastis yang
ditutupi oleh kulit berfungsi menangkap gelombang bunyi dan menjalankannya ke
meatus akustikus eksternus. Meatus akustikus eksternus dilapisi oleh rambut dan
ceruminous glands yang menghasilkan serumen, keduanya berfungsi mencegah agen
3

asing mencapai membran timpani. Membran timpani merupakan membran semi


transparan tipis dan hampir berbentuk oval. Membran timpani terdiri dari tiga lapisan,
paling medial atau dalam terdiri dari simple cuboidal epithelium, lapisan paling luarnya
stratified squamous epithelium, dan di ikat oleh jaringan ikat4.

2.3 Anatomi Telinga Tengah


Telinga tengah terdiri atas: membran timpani, kavum timpani, processus
mastoideus, dan tuba eustachius4.
2.3.1 Membran Timpani
Membran timpani dibentuk dari dinding lateral kavum timpani dan memisahkan
liang telinga luar dari kavum timpani. Membran ini memiliki panjang vertikal rata-rata
9-10 mm, diameter antero-posterior kira-kira 8-9 mm, dan ketebalannya rata-rata 0,1
mm. Letak membran timpani tidak tegak lurus terhadap liang telinga akan tetapi miring
yang arahnya dari belakang luar ke muka dalam dan membuat sudut 450 dari dataran
sagital dan horizontal. Membran timpani berbentuk kerucut, dimana bagian puncak dari
kerucut menonjol ke arah kavum timpani yang dinamakan umbo. Dari umbo ke muka
bawah tampak refleks cahaya ( none of ligt).
Membran timpani mempunyai tiga lapisan yaitu :3
a.

Stratum kutaneum (lapisan epitel) berasal dari liang telinga.

b.

Stratum mukosum (lapisan mukosa) berasal dari kavum timpani.

c.

Stratum fibrosum (lamina propria) yang letaknya antara stratum


kutaneum dan mukosum.

Secara anatomis membran timpani dibagi dalam 2 bagian :3


a.

Pars tensa
Bagian terbesar dari membran timpani yang merupakan permukaan yang tegang
dan bergetar, sekelilingnya menebal dan melekat pada anulus fibrosus pada sulkus
timpanikus bagian tulang dari tulang temporal.

b.

Pars flaksida atau membran Shrapnell.


Letaknya di bagian atas muka dan lebih tipis dari pars tensa. Pars flaksida dibatasi
oleh 2 lipatan yaitu3 :

Plika maleolaris anterior (lipatan muka).

Plika maleolaris posterior (lipatan belakang).


4

Membran timpani terletak dalam saluran yang dibentuk oleh tulang dinamakan
sulkus timpanikus. Akan tetapi bagian atas muka tidak terdapat sulkus ini dan bagian ini
disebut incisura timpanika (rivini). Permukaan luar dari membran timpani disarafi oleh
cabang nervus aurikulo temporalis dari nervus mandibula dan nervus vagus. Permukaan
dalam disarafi oleh nervus timpani cabang dari nervus glossofaringeal.2,3
Aliran darah membrana timpani berasal dari permukaan luar dan dalam.
Pembuluh-pembuluh epidermal berasal dari aurikula yang merupakan cabang dari arteri
maksilaris interna. Permukaan mukosa telinga tengah diperdarahi oleh arteri timpani
anterior cabang dari arteri maksilaris interna dan oleh stylomastoid cabang dari arteri
aurikula posterior.2,3
2.3.2

Kavum Timpani
Kavum timpani terletak di dalam pars petrosa dari tulang temporal, bentuknya

bikonkaf, atau seperti kotak korek api. Diameter antero-posterior atau vertikal 15 mm,
sedangkan diameter transversal 2-6 mm. Kavum timpani mempunyai 6 dinding yaitu :
bagian atap, lantai, dinding lateral, medial, anterior, dan posterior.
Kavum timpani terdiri dari :1,5
a.

Tulang-tulang pendengaran, terbagi atas: malleus (hammer/martil), inkus


(anvil/landasan), stapes (stirrup/pelana)

b.

Otot, terdiri atas: otot tensor timpani (muskulus tensor timpani) dan otot
stapedius (muskulus stapedius).

c.

Saraf korda timpani.

d.

Saraf pleksus timpanikus.

2.3.3

Processus mastoideus
Rongga mastoid berbentuk seperti bersisi tiga dengan puncak mengarah ke

kaudal. Atap mastoid adalah fosa kranii media. Dinding medial adalah dinding lateral
fosa kranii posterior. Sinus sigmoid terletak di bawah duramater pada daerah ini. Pada
dinding anterior mastoid terdapat aditus ad antrum.3,5
2.3.4

Tuba eustachius
Tuba eustachius disebut juga tuba auditori atau tuba faringotimpani berbentuk

seperti huruf S. Tuba ini merupakan saluran yang menghubungkan kavum timpani
dengan nasofaring. Pada orang dewasa panjang tuba sekitar 36 mm berjalan ke bawah,
depan dan medial dari telinga tengah dan pada anak dibawah 9 bulan adalah 17,5 mm.
5

Tuba terdiri dari 2 bagian yaitu :


a.

Bagian tulang terdapat pada bagian belakang dan pendek (1/3 bagian).

b.

Bagian tulang rawan terdapat pada bagian depan dan panjang (2/3
bagian).

Gambar 2.1. Anatomi Telinga.7


2.4 Otitis Media Supuratif Kronik
2.4.1

Definisi
Membran timpani merupakan pembatas antara telinga luar dengan telinga

tengah. Otitis media supuratif kronis (OMSK) adalah infeksi kronis di telinga tengah
dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah menetap
atau berulang dan biasanya diikuti oleh penurunan pendengaran dalam beberapa
tingkatan. Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah.1,4
Tipe klinik OMSK dibagi atas dua, yaitu tipe tubotimpanal (tipe rinogen, tipe
sekunder, OMSK tipe jinak) dan tipe atikoantral (tipe primer, tipe mastoid, OMSK tipe
ganas). OMSK tipe ganas ini dapat menimbulkan komplikasi kedalam tulang temporal
dan ke intrakranial yang dapat berakibat fatal.2,5
2.4.2

Epidemiologi
OMSK adalah salah satu penyebab gangguan telinga pada berbagai negara,

terutama negara berkembang dengan insidensi bervariasi pada setiap negara. Secara
umum, insiden OMSK dipengaruhi oleh ras dan faktor sosioekonomi. Misalnya, OMSK
6

lebih sering dijumpai pada orang Eskimo dan Indian Amerika, anak-anak aborigin
Australia dan orang kulit hitam di Afrika Selatan. Walaupun demikian, lebih dari 90%
beban dunia akibat OMSK ini dipikul oleh negara-negara di Asia Tenggara, daerah
Pasifik Barat, Afrika, dan beberapa daerah minoritas di Pasifik. Kehidupan sosial
ekonomi yang rendah, lingkungan kumuh dan status kesehatan serta gizi yang buruk
merupakan faktor yang menjadi dasar untuk meningkatnya prevalensi OMSK pada
negara yang sedang berkembang.1,2,5
Survei prevalensi di seluruh dunia, yang walaupun masih bervariasi dalam hal
definisi penyakit, metode sampling serta mutu metodologi, menunjukkan beban dunia
akibat OMSK melibatkan 65330 juta orang dengan telinga berair, 60% di antaranya
(39200 juta) menderita kurang pendengaran yang signifikan. Secara umum, prevalensi
OMSK di Indonesia adalah 3,8% atau diperkirakan sekitar 6,6 juta penduduk Indonesia
dan pasien OMSK merupakan 25% dari pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT
rumah sakit di Indonesia.2
2.4.3

Etiologi
Terjadinya OMSK disebabkan oleh keadaan mukosa telinga tengah yang tidak

normal atau tidak kembali normal setelah proses peradangan akut telinga tengah,
keadaan tuba Eustachius yang tertutup dan adanya penyakit telinga pada waktu bayi.
Terjadinya OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak,
jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring
(adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba
Eustachius. Proses infeksi ini sering disebabkan oleh campuran mikroorganisme aerobik
dan anaerobik yang multiresisten terhadap standar yang ada saat ini. Kuman penyebab
yang sering dijumpai pada OMSK ialah Pseudomonas aeruginosa sekitar 50%, Proteus
sp. 20% dan Staphylococcus aureus 25%. Fungsi tuba Eustachius yang abnormal
merupakan faktor predisposisi yang dijumpai pada anak2,4,7.
Beberapa penyebab OMSK antara lain 4,7 :
1. Lingkungan
2. Genetik
3. Otitis media sebelumnya.
4. Infeksi
7

5. Infeksi saluran nafas atas


6. Autoimun
7. Alergi
8. Gangguan fungsi tuba eustachius.
Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani menetap pada
OMSK4,7 :
1. Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan produksi
sekret telinga purulen berlanjut.
2. Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan spontan pada
perforasi.
3. Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui mekanisme
migrasi epitel.
4. Pada pinggir perforasi dari epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan yang
cepat diatas sisi medial dari membran timpani. Proses ini juga mencegah penutupan
spontan dari perforasi.
Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit infeksi telinga tengah supuratif menjadi
kronis majemuk, antara lain :
1. Gangguan fungsi tuba eustachius yang kronis atau berulang.
2. Infeksi hidung dan tenggorok yang kronis atau berulang.
3. Obstruksi anatomik tuba Eustachius parsial atau total
4. Perforasi membran timpani yang menetap.
5. Terjadinya metaplasia skumosa atau perubahan patologik menetap lainya pada
telinga tengah.
6. Obstruksi menetap terhadap aerasi telinga atau rongga mastoid.
7. Terdapat daerah-daerah dengan sekuester atau osteomielitis persisten di mastoid.
8. Faktor-faktor konstitusi dasar seperti alergi, kelemahan umum atau perubahan
mekanisme pertahanan tubuh.
2.4.4

Patogenesis
Patogensis OMSK belum diketahui secara lengkap, tetapi dalam hal ini

merupakan stadium kronis dari otitis media akut (OMA) dengan perforasi yang sudah
terbentuk diikuti dengan keluarnya sekret yang terus menerus. Perforasi sekunder pada
8

OMA dapat terjadi kronis tanpa kejadian infeksi pada telinga tengah misal perforasi
kering. Beberapa penulis menyatakan keadaan ini sebagai keadaan inaktif dari otitis
media kronis. OMA dengan perforasi membran timpani menjadi OMSK apabila
prosesnya sudah lebih dari 2 bulan. Sumbatan Tuba Eustachius merupakan faktor
penyebab utama terjadinya OMA.4,5
Pada keadaan normal, muara tuba Eustachius berada dalam keadaan tertutup dan
akan

membuka

bila

kita

menelan.

Tuba

Eustachius

ini

berfungsi

untuk

menyeimbangkan tekanan udara telinga tengah dengan tekanan udara luar (tekanan
udara atmosfer). Fungsi tuba yang belum sempurna, tuba yang pendek, penampang
relatif besar pada anak dan posisi tuba yang datar menjelaskan mengapa suatu infeksi
saluran nafas atas pada anak akan lebih mudah menjalar ke telinga tengah sehingga
lebih sering menimbulkan OMA daripada dewasa.4
Pada anak dengan infeksi saluran nafas atas, bakteri menyebar dari nasofaring
melalui tuba Eustachius ke telinga tengah yang menyebabkan terjadinya infeksi dari
telinga tengah. Pada saat ini terjadi respons imun di telinga tengah. Mediator
peradangan pada telinga tengah yang dihasilkan oleh sel-sel imun infiltrat, seperti
netrofil, monosit, dan leukosit serta sel lokal seperti keratinosit dan sel mastosit akibat
proses infeksi tersebut akan menambah permiabilitas pembuluh darah dan menambah
pengeluaran sekret di telinga tengah.
Selain itu, adanya peningkatan beberapa kadar sitokin kemotaktik yang dihasilkan
mukosa telinga tengah karena stimulasi bakteri menyebabkan terjadinya akumulasi selsel peradangan pada telinga tengah. Mukosa telinga tengah mengalami hiperplasia,
mukosa berubah bentuk dari satu lapisan, epitel skuamosa sederhana, menjadi
pseudostratified respiratory epithelium dengan banyak lapisan sel di antara sel
tambahan tersebut. Epitel respirasi ini mempunyai sel goblet dan sel yang bersilia,
mempunyai stroma yang banyak serta pembuluh darah. Kondisi ini menyebabkan
peningkatan pengeluaran sekret. Perforasi membran timpani terjadinya nekrosis
jaringan akibat toxin nekrotik yang dikeluarkan oleh bakteri. Penyembuhan OMA
ditandai dengan hilangnya sel-sel tambahan dan kembali ke bentuk lapisan epitel
sederhana, membran timpani yang berangsur normal dan kemudian menutup serta
sekret yang tidak ada lagi. Bila perforasi menetap dan sekret tetap keluar lebih dari 2
bulan maka keadaan ini disebut Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK)2,4.
9

2.4.5

Klasifikasi OMSK
OMSK dapat dibagi menjadi 2 tipe, yaitu2,5:

1. Tipe tubotimpanal
Tipe tubotimpanal disebut juga sebagai tipe jinak (benigna) dengan perforasi yang
letaknya sentral. Biasanya tipe ini didahului dengan gangguan fungsi tuba yang
menyebabkan kelainan di kavum timpani. Tipe ini disebut juga dengan tipe mukosa
karena proses peradangannya biasanya hanya pada mukosa telinga tengah, dan disebut
juga tipe aman karena tidak menimbulkan komplikasi yang berbahaya.
2. Tipe atikoantral
Beberapa nama lain digunakan untuk tipe ini OMSK tipe tulang karena penyakit
menyebabkan erosi tulang, tipe bahaya ataupun sering disebut sebagai chronic
supurative otitis media with cholesteatoma. Perforasi membran timpani yang terjadi
pada tipe ini biasanya perforasi yang marginal yang dihasilkan dari suatu kantong
retraksi dan muncul di pars plasida, merupakan perforasi yang menyebabkan tidak ada
sisa pinggir membran timpani (annulus timpanikus). Oleh sebab itu dinding bagian
tulang dari liang telinga luar, atik, antrum, dan sel-sel mastoid dapat terlibat dalam
proses inflamasi sehingga tipe ini disebut penyakit atikoantral.
Kolesteatoma pada OMSK tipe atikoantral adalah suatu kantong retraksi yang
dibatasi oleh epitel sel skuamosa yang diisi dengan debris keratin yang muncul dalam
ruang yang berpneumatisasi dari tulang temporal. Kolesteatoma mempunyai
kemampuan untuk tumbuh, mendestruksi tulang, dan menyebabkan infeksi kronik
sehingga suatu otitis media kronik dengan kolesteatoma sering dikatakan sebagai
penyakit yang tidak aman dan secara umum memerlukan penatalaksanaan bedah.
2.4.6

Gejala Klinik OMSK


Gejala Klinis yang sering ditemukan pada pasien dengan OMSK adalah sebagai

berikut 8:
1. Telinga Berair (Otorrhoe)
Otitis media kronik aktif berarti ada pengeluaran sekret. Umumnya bersifat
purulen atau mukoid tergantung stadium peradangannya. Sekret yang mukus
dihasilkan oleh aktivitas kelenjar sekretorik telinga tengah dan mastoid. Sekret yang
10

sangat bau berwarna kuning abu-abu kotor memberi kesan kolesteatoma dan produk
degenerasinya. Keluarnya sekret biasanya hilang timbul. Pada OMSK stadium
inaktif tidak dijumpai adannya sekret telinga.
2. Gangguan Pendengaran
Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran.
Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani serta
keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah. Pada OMSK
tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat.
3. Otalgia (Nyeri Telinga)
Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus. Nyeri
dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret,
terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan
abses otak. Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK seperti
petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus lateralis.
4. Vertigo
Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat
erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat
perubahan tekanan udara yang mendadak atau pada penderita yang sensitif keluhan
vertigo dapat terjadi hanya karena perforasi besar membran timpani yang akan
menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran
infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa
terjadi akibat komplikasi serebelum.
2.4.7

Diagnosis OMSK
Diagnosis OMSK ditegakan dengan cara2 :

1. Anamnesis
Penyakit telinga kronis ini biasanya terjadi perlahan-lahan dan penderita
seringkali datang dengan gejala-gejala penyakit yang sudah lengkap. Gejala yang
paling sering dijumpai adalah telinga berair, adanya sekret di liang telinga yang pada
tipe tubotimpanal sekretnya lebih banyak dan seperti berbenang (mukous), tidak
berbau busuk dan intermiten, sedangkan pada tipe atikoantral, sekretnya lebih sedikit,
berbau busuk, kadangkala disertai pembentukan jaringan granulasi atau polip, maka
11

sekret yang keluar dapat bercampur darah. Ada kalanya penderita datang dengan
keluhan kurang pendengaran atau telinga keluar darah.
2. Pemeriksaan otoskopi
Pemeriksaan otoskopi akan menunjukan adanya dan letak perforasi. Dari
perforasi dapat dinilai kondisi mukosa telinga tengah.
3. Pemeriksaan audiologi
Evaluasi audiometri, pembuatan audiogram nada murni untuk menilai hantaran
tulang dan udara, penting untuk mengevaluasi tingkat penurunan pendengaran dan
untuk menentukan gap udara dan tulang. Audiometri tutur berguna untuk menilai
speech reception threshold pada kasus dengan tujuan untuk memperbaiki
pendengaran.
4. Pemeriksaan radiologi
Radiologi konvensional, foto polos radiologi, posisi Schller berguna untuk
menilai kasus kolesteatoma, sedangkan pemeriksaan CT scan dapat lebih efektif
menunjukkan anatomi tulang temporal dan kolesteatoma.
2.4.8

Penatalaksanaan
Terapi OMSK tidak jarang memerlukan waktu lama, serta harus berulang-ulang.

Sekret yang keluar tidak cepat kering atau selalu kambuh lagi. Keadaan ini antara lain
disebabkan oleh satu atau beberapa keadaan, yaitu (1) adanya perforasi membran
timpani yang permanen, sehingga telinga tengah berhubungan dengan dunia luar, (2)
infeksi di faring, nasofaring, hidung dan sinus paranasal (3) sudah terbentuk jaringan
patologik yang ireversibel dalam rongga mastoid, dan (4) gizi dan higiena yang kurang.4
Terapi konservatif untuk otitis media kronik pada dasarnya berupa nasihat untuk
menjaga telinga agar tetap kering serta pembersihan telinga dengan penghisap secara
hati-hati.8
1. Terapi OMSK tipe aman
Prinsip terapi OMSK tipe aman ialah dengan konservatif atau dengan
medikamentosa. Bila sekret yang keluar terus menerus, maka diberikan obat pencuci
telinga, berupa larutan H2O2 3% selama 3-5 hari. Setelah sekret berkurang, maka terapi
dilanjutkan dengan memberikan obat tetes telinga yang mengandung antibiotika dan
kortikosteroid. Antibiotika topikal yang dapat dipakai pada OMSK adalah polimiksin B
12

atau polimiksin E, neomisin, kloramfenikol dan ofloksasin. Secara oral diberikan


antibiotika golongan ampisilin atau eritromisin (bila pasien alergi terhadap penisilin),
sebelum hasil tes resistensi diterima. Pada infeksi yang dicurigai karena penyebabnya
telah resisten terhadap ampisilin dapat diberikan ampisilin asam klavulanat.4
Bila sekret telah kering, tetapi perforasi masih ada setelah diobservasi selama 2
bulan, maka idealnya dilakukan miringoplasti atau timpanoplasti. Operasi ini bertujuan
untuk menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki membran timpani yang
perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan pendengaran yang lebih
berat, serta memperbaiki pendengaran.3
Bila terdapat sumber infeksi yang menyebabkan sekret tetap ada, atau terjadinya
infeksi berulang, maka sumber infeksi itu harus diobati terlebih dahulu, mungkin juga
perlu melakukan pembedahan, misalnya adenoidektomi dan tonsilektomi.3
2. Terapi OMSK tipe bahaya
Prinsip terapi OMSK tipe bahaya adalah pembedahan, yaitu mastoidektomi. Jadi,
bila terdapat OMSK tipe bahaya, maka terapi yang tepat ialah dengan melakukan
mastoidektomi

dengan

atau

tanpa

timpanoplasti.

Terapi

konservatif

dengan

medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan.


Bila terdapat abses subperiosteal retroaurikuler, maka insisi abses sebaiknya dilakukan
tersendiri sebelum mastoidektomi. Terdapat beberapa jenis pembedahan atau teknik
operasi pada OMSK dengan komplikasi mastoiditis yaitu (1) mastoidektomi sederhana,
(2) mastoidektomi radikal, (3) mastoidektomi radikal dengan modifikasi, dan (4)
pendekatan ganda timpanoplasti.4
2.4.9

Komplikasi
Otitis media supuratif, baik yang akut maupun kronis, mempunyai potensi untuk

menjadi serius karena komplikasinya yang dapat mengancam kesehatan dan dapat
menyebabkan kematian. Bentuk patologik ini tergantung kelainan yang menyebabkan
otore. Biasanya komplikasi didapatkan pada pasien OMSK tipe bahaya, tetapi OMSK
tipe aman pun dapat menyebabkan suatu komplikasi, bila terinfeksi kuman yang
purulen. Klasifikasi otitis media menurut adams dkk (1989) adalah sebagai berikut3 :
1. Komplikasi di telinga tengah :

Perforasi membran timpani persisten


13

Erosi tulang pendengaran

Paralisis nervus facialis

2. Komplikasi di telinga dalam :

Fistula Labirin

Labirinitis supuratif

Tuli saraf (sensorineural)

3. Komplikasi ekstradural :

Abses ekstradural

Thrombosis sinus lateralis

Petrositis

4. Komplikasi ke susunan saraf pusat :

Meningitis

Abses otak

Hidrosefalus otitis

14

BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama

: An. I

Umur

: 12 tahun

Jenis Kelamin

: Laki

Alamat

: Turida, Sandubaya

Pekerjaan

: Siswa

Tanggal Pemeriksaan

: 15 Agustus 2016

3.2 Anamnesis

Keluhan utama :
Keluar cairan dari telinga kanan

Riwayat penyakit sekarang :


Pasien datang ke poliklinik THT RSUP NTB dengan keluhan keluar cairan dari
telinga kanan sejak 1 minggu yang lalu. Cairan yang keluar berwarna kekuningan,
sedikit kental, tidak berbau, dan tidak disertai keluar darah. Cairan dikeluhkan
pasien keluar secara terus menerus meskipun telah dilakukan penyumbatan dengan
kapas. Keluhan dirasakan memberat saat pasien beraktivitas, dan sedikit berkurang
dengan beristirahat. Pasien juga mengeluh telinga terkadang terasa nyeri dan
berdengung. Pasien mengeluhkan adanya pendengaran yang berkurang pada telinga
sebelah kanan. Pasien juga tidak mengeluhkan adanya demam. Saat ini keluhan
batuk, pilek, bersin-bersin, dan hidung tersumbat disangkal oleh pasien. . Pasien
juga tidak pernah mengalami benturan pada daerah telinga dan kepala, namun
pasien mengatakan sering berenang dan kemasukan air di telinganya. Pasien
mengatakan pernah keluar cairan dan terasa nyeri pada telinga kanan sejak 3 bulan
yang lalu yang terjadi secara hilang timbul. Pasien mengatakan tidak pernah
memeriksakannya ke tempat pelayanan kesehatan. Pasien juga menyangkal sering
mengalami batuk atau pilek.

Riwayat penyakit dahulu :


15

Pasien tidak pernah mengeluhkan keluhan serupa sebelumnya.

Riwayat penyakit keluarga :


Tidak ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit yang sama dengan pasien.

Riwayat alergi :
Tidak ada alergi terhadap obat-obatan ataupun makanan.

Riwayat Pengobatan :
Pasien menyangkal adanya riwayat pengobatan sebelumnya.

3.3 Pemeriksaan Fisik


Status Generalis

Keadaan umum : Baik

Kesadaran

: Compos mentis

GCS

: E4V5M6

Tanda vital :
HR : 96 x/menit
RR: 20 x/menit
Suhu: 36,4oC
Status Lokalis
Pemeriksaan telinga

No.
1.
2.

Pemeriksaan
Telinga
Tragus
Daun telinga

Telinga kanan

Telinga kiri

Nyeri tekan (-), edema (-)


Nyeri tekan (-), edema (-)
Bentuk dan ukuran dalam batas Bentuk dan ukuran dalam
normal, hematoma (-), nyeri tarik batas normal, hematoma (-),

3.

Liang telinga

aurikula (-)
nyeri tarik aurikula (-)
Serumen (+), hiperemis (+) di Serumen (-), hiperemis (-),
sekitar

membran

timpani, furunkel (-), edema (-), otorhea

furunkel (-), edema (+), sekret (-).


(+), mukopurulen.
sekr
et
Hipere
mis

16

4.

Membran timpani

Retraksi (-), bulging (-), hiperemi Retraksi

(-),

bulging

(-),

(+), edema (+), perforasi sentral hiperemi

(-),

edema

(-),

(+), aktif, cone of light (-)

perforasi sentral (-), cone of


light (+)

Perforasi dgn
sekret aktif
Pemeriksaan Garpu tala
Pemeriksaan
Tes Rinne
Tes Weber
Tes Swabach

Telinga Kanan
Negatif
Lateralisasi ke kanan
Memanjang

Telinga Kiri
Positif
Sama dengan pemeriksa

Pemeriksaan hidung

Pemeriksaan Hidung Hidung kanan


Bentuk (dbn), inflamasi (-),
Hidung luar
nyeri tekan (-), deformitas (-)
Rinoskopi anterior
Vestibulum nasi
dbn, ulkus (-)
Bentuk (dbn), mukosa
Cavum nasi
hiperemia (-)

Hidung kiri
Bentuk (dbn), inflamasi (-),
nyeri tekan (-), deformitas (-)
dbn, ulkus (-)
Bentuk (dbn), mukosa
hiperemia (-)
17

Meatus nasi media


Mukosa Bukal
Lidah
Konka nasi inferior
Uvula
Palatum mole
Septum nasi
Faring
Tonsila palatina
Palpasi sinus
maksila dan frontal

Mukosa hiperemia (-) , sekret Mukosa hiperemia (-) , sekret


berwarna merah muda, hiperemia (-)
(-), massa (-)
(-), massa (-)
Normal
Edema (-), mukosa hiperemi
Edema (-), mukosa hiperemi
Normal
(-), sekret
(-), livide(-)
(-)
(-), sekret (-), livide (-)
Ulkus
(-), hiperemi
Deviasi (-),
benda (-),
asing
(-),
Deviasi
(-),(-)
benda asing(-),
Mukosa
hiperemi
membran
(-), granul
Hiperemia
T1-T1, kripte
melebar(-),
(-),ulkus
detritus
perdarahan(-),
(-),ukuran
ulkus (-)
perdarahan
(-) (-)
Nyeri tekan (-)

Nyeri tekan (-)

Pemeriksaan Tenggorokan

3.4 Assessment
Otitis media supuratif kronis tipe aman fase aktif auricular dekstra
3.6 Pemeriksaan Penunjang

Kultur dan uji resistensi kuman dari sekret telinga

Pemeriksaan radiologi berupa radiologi konvensional/posisi schuller

Pemeriksaan pendengaran dengan tes penala atau audiometri

3.7 Rencana Usulan Terapi

Obat cuci telinga: larutan H2O2 3% selama 3-5 hari.

Antibiotik sistemik:
Amoxicillin 3 x 500 mg selama 7 hari

Paracetamol 3 x 500 mg bila nyeri atau demam

18

Timpanoplasti untuk telinga kanan apabila perforasi membran timpani menetap


dalam 2 bulan

3.8 KIE kepada pasien :


1. Makan, minum dan istirahat yang cukup
2. Menjaga hygiene daerah telinga
3. Tidak mengorek telinga terlalu dalam
4. Menjaga agar air tidak masuk ke telinga sewaktu mandi dengan cara menutup
telinga dengan kapas sewaktu mandi dan dilarang berenang
5. Segera berobat bila menderita ISPA
6. Kontrol jika obat habis dan bila sebelum obat habis timbul keluhan lain segera
kontrol kembali
7. Memberikan penjelasan kepada pasien mengenai rencana untuk melakukan
operasi rekonstruksi yaitu timpanoplasti pada telinga kanan apabila perforasi
membran timpani menetap setelah pengobatan
3.9 Prognosis
Dubia ad bonam

BAB III
PEMBAHASAN
Diagnosis otitis media supuratis kronis (OMSK) ditegakkan dari hasil anamnesis
serta pemeriksaan fisik dimana pasien mengeluh keluarnya cairan kekuningan dari
19

telinga kanan sejak 1 minggu yang lalu. Waktu 1 minggu ini memang tidak dapat
menunjukkan sifat kronis dari penyakit pasien, namun merujuk pada definisi, bahwa
pada OMSK terjadi perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga
tengah terus menerus atau hilang timbul. Pada anamnesis pasien menyatakan pernah
keluar cairan dari telinga kanan seperti keluhannya sekarang sejak 3 bulan yang lalu dan
terjadi secara hilang timbul. Keluhan yang dulu tersebut diakui hilang timbul tanpa
pengobatan apapun. Dari bentuk dan luas perforasi yang ditemukan pada pemeriksaan
fisik, didapatkan bahwa sakit yang diderita pasien ini adalah suatu kekambuhan dari
keluhan sebelumnya. Dari pemeriksaan fisik, pada telinga kanan didapatkan sekret
berwarna kekuningan, sedikit kental dan tidak berbau yang keluar terus menerus. Sekret
semacam ini biasanya terbentuk melalui proses yang cukup memakan waktu, namun
pemeriksa mengasumsikan bahwa keluarnya sekret tersebut tidak dirasakan
mengganggu sebelumnya.
Setelah sekret dibersihkan tampak perforasi sentral berukuran sedang pada
membran timpani telinga kanan, sedangkan pemeriksaan pada telinga kiri menunjukkan
hasil dalam batas normal. Pada pemeriksaan garpu tala didapatkan tes rinne (-), tes
weber lateralisasi kearah kanan, dan tes swabach memanjang pada telinga kanan,
sedangkan pada telinga kiri, pemeriksaan garpu tala masih dalam batas normal. Dari
hasil pemeriksaan ini, dicurigai pasien mengalami tuli konduksi yang dapat disebabkan
karena adanya infeksi di telinga tengah.
Pada pasien perlu dilakukan pemeriksaan penunjang berupa kultur dan uji resistensi
kuman dari sekret telinga, pemeriksaan Radiologi berupa radiologi konvensional/posisi
schuller, pemeriksaan pendengaran dengan tes penala atau audiometric, pemeriksaan
darah lengkap (DL), BT, CT dan GDS untuk persiapan timpanoplasti.
Pada pasien direncanakan terapi dengan memberikan obat pencuci telinga, berupa
larutan H2O2 3% selama 3-5 hari. Selain itu diberikan obat antibiotik oral berupa
amoksisilin dengan dosis 3 x 500 mg selama 7 hari. Amoksisilin dikenal sebagai
antibiotik golongan penisilin yang bersifat bakterisidal terhadap bakteri gram negatif
dan gram positif. Cara kerja amoksisilin yaitu dengan menghambat sintesis
peptidoglikan yang merupakan komponen utama pembentuk dinding atau membran sel
bakteri. Amoksisilin merupakan terapi lini pertama terhadap otitits media, sehingga
amoksisilin digunakan untuk terapi pada pasien ini, karena dari anamnesis didapatkan
20

pasien belum pernah berobat sebelumnya. Pasien juga diberikan paracetamol karena
pasien mengeluhkan adanya nyeri. Paracetamol diberikan tidak lebih dari 7 hari dan
diminum jika terasa nyeri pada telinga atau demam.
Rencana dilakukanya timpanoplasti untuk telinga kanan apabila perforasi membran
timpani menetap. Selain pengobatan dengan medikamentosa perlu juga untuk
memberikan edukasi kepada pasien berupa anjuran untuk makan, minum dan istirahat
yang cukup, menjaga hygiene daerah telinga, tidak mengorek telinga terlalu dalam,
menjaga agar air tidak masuk ke telinga sewaktu mandi dan dilarang berenang, segera
berobat bila menderita ISPA, kontrol jika obat habis dan bila sebelum obat habis timbul
keluhan lain segera kontrol kembali.

21

DAFTAR PUSTAKA
1. World Health OrganizationPrevention of Hearing Impairment from Chronic Otitis
Media. . 1996. Available from : http://www.who.int/ (Accessed at June, 4th 2011)
2. Askaroellah, Aboet. Radang Telinga Tengah Menahun. 2007. Available from :
http://www.usu.ac.id/ (Accessed at June, 4th 2011)
3. Soetirto, Indro; Hendarmin, H dan Bashirudin, J. Gangguan Pendengaran. Dalam:
Soepardi Efiaty Arsyad, dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala Leher edisi kelima. 2007. Jakarta: FKUI p 11-13.
4. Djaafar, Z.A., Helmi dan Restuti, R.D. Kelainan Telinga Tengah. Dalam Soepardi,
Efiaty Arsyad, dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala
& Leher Edisi Keenam. 2007. Jakarta: FKUI p 64-77
5. Telian,SA and Schmalbach, CE. Chronic Otitis Media. Dalam: Snow, J.B. and
Ballenger, J.J. Ballenger Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery sixteenth
edition. 2003. United States: BC Decker Inc p 261-264
6. Luran, R. dan Wajdi, F. Pemakaian Antibiotika Topikal pada Otitis Media Supuratif
Kronis Jinak Aktif. Cermin Dunia Kedokteran No.132. 2001. p 41-42
7. Helmi; Djaafar, ZA dan Restiti, RD. Komplikasi otitis media supuratif .Dalam:
Soepardi Efiaty Arsyad, dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala Leher Edisi Keenam. 2001. Jakarta: FKUI
8. Paparella, M; Adams, GI and Levine, SC. Penyakit Telinga Tengah dan Mastoid.

Dalam : Boeis Buku Ajar Penyakit THT Edisi ke-enam. 1997. Jakarta: EGC. p 88118

22

You might also like