You are on page 1of 15

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Miopia adalah suatu kelainan refraksi di mana sinar cahaya paralel yang
memasuki mata secara keseluruhan dibawa menuju fokus di depan retina. Miopia, yang
umum disebut sebagai kabur jauh / terang dekat (nearsightedness), penglihatan yang
jernih bisa dikembalikan dengan penggunaan lensa konkav (minus) atau lensa kontak
atau prosedur modifikasi kornea apabila kempuan refraksi kornea jauh menurun1.
Diperkirakan sekitar 800 juta sampai 2,3 milyar penduduk seluruh dunia
menderita miopia. Insidensi miopi pada populasi sampel bervariasi dengan usia, negara,
jenis kelamin, ras, etnik, pekerjaan, lingkungan dan faktor-faktor lain. Pada beberapa
negara, seperti Jepang, Singapura, dan Taiwan, lebih dari 44 % populasi dewasa adalah
miopi. Di Australia, prevalensi miopi (lebih dari -0,5 dioptri) telah diperkirakan sekitar 17
%. Sedangkan di Yunani, prevalensi miopi diantara usia 15-18 tahun murid sekolah kirakira 36,8 %.
Di Indonesia, kelainan refraksi merupakan penyakit mata dengan prevalensi
tertinggi diantara penyakit-penyakit mata yang lain, yaitu sekitar 22,1 %. Kelainan
refraksi merupakan urutan ketiga sebagai penyebab kebutaan dengan prevalensi 9,5 %.
Miopia merupakan permasalahan serius, bukan hanya karena prevalensinya yang
tinggi, namun juga karena miopia berkontribusi dalam morbiditas visual dan
meningkatkan risiko kondisi yang membahayakan mata (contoh: floaters, skotoma,
ablasio retina, glaukoma, trombosis koroid dan perdarahan, katarak)1
Penanganan miopia secara tepat dapat menurunkan tingkat morbiditas dari
miopia. Saat ini telah berkembang banyak pilihan tatalaksana untuk menangani miopia
diantaranya kacamata sferis negatif, lensa kontak (soft lense dan hard lense), terapi
medika mentosa atropine dan siklopentolat), fotorefraktif keratektomi, LASIK (laser in
situ keratomileus), LASEK (lase subepithelial keratomileusis)
1

1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan referat ini adalah untuk mengetahui patofisiologi, gambaran klinis,
dam terapi miopia.
1.3 Batasan Masalah
Referat ini membahas secara ringkas tentang patofisiologi, gambaran klinis, dam
terapi miopia.
1.4 Metode Penulisan
Referat ini disusun berdasarkan tinjauan kepustakaan yang merujuk kepada beberapa
literatur.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi dan klasifikasi
Miopia adalah suatu keadaan mata yang mempunyai kekuatan pembiasan sinar
yang berlebihan atau kerusakan refraksi mata sehingga sinar sejajar yang datang
dibiaskan di depan retina atau bintik kuning, dimana sistem akomodasi berkurang. Pada
miopia sinar cahaya dari objek penglihat jatuh pada mata di depan retina saat mata tidak
berakomodasi. Pasien dengan miopia akan menyatakan lebih jelas bila melihat dekat,
sedangkan kabur bila melihat jauh atau rabun jauh.1
Miopia berasal dari kata muopia dalam bahasa Yunani yang artinya menutup
mata. Keadaan ini menyebabkan kabur saat melihat jauh oleh karena itu di sebut dengan
melihat dekat. Untuk melihat jauh dengan jelas dapat dikoreksi menggunakan kaca mata
atau lensa kontak lensa dengan berkekuatan minus (konkaf) atau dengan prosedur
modivikasi pada korneal untuk mengurangi kekuatan refraksi.1 Pasien miopia mempunyai
pungtum remotum (titik terjauh yang masih dilihat jelas) yang dekat sehingga mata selalu
dalam atau berkedudukan konvergensi yang akan menimbulkan keluhan astenopia
konvergensi.2
Klasifikasi
Miopi dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologinya, yaitu :

Miopi refraktif, bertambahnya indeks bias media penglihatan. Menurut Borish,


miopia refraktif dapat disubklasifikasikan menjadi :
1. Curvature myopia, dimana terdapat peningkatan pada satu atau lebih
kelengkungan permukaan refraktif mata, terutama kornea
2. Index myopia, dimana terjadi perbedaan indeks refraksi dari satu atau
lebih media okuler.

Miopi aksial, miopia yang terjadi akibat panjangnya sumbu bola mata, dengan
kelengkungan kornea dan lensa yang normal.3
3

Menurut derajat beratnya miopia dibagi dalam :

Miopi ringan
Miopi sedang

: -3 dioptri atau kurang


: -3 sampai dengan -6 dioptri

: -6 dioptri atau lebih.3

Miopi berat atau tinggi

Menurut progesifitas perjalanan penyakitnya miopia dibagi menjadi:

Miopia stasioner : miopia yang menetap setelah dewasa


Miopia progesif : miopia yang yang bertambah terus pada usia dewasa akibat

bertambahnya panjang bola mata


Miopia maligna : miopia yang berjalan progesif yang dapat menyebabkan ablasio
retina dan kebutaan/ miopia pernisiosa.3

Menurut gambaran klinisnya, miopi dapat dibagi menjadi :

Simple myopia, paling sering terjadi daripada tipe miopia


yang lain dan terjadi bila aksis bola mata terlalu terlalu panjang untuk kekuatan
optiknya (ditentukan oleh kornea dan lensa). Faktor genetik dan lingkungan
sangat berpengaruh untuk terjadinya simple myopia.

Degenerative

myopia/malignant,

pathological,

atau

progresive myopia, ditandai dengan terjadinya perubahan fundus, seperti


stafiloma posterior, dan berhubungan dengan high refractive error dan tajam
penglihatan subnormal setelah koreksi. Miopi yang semakin memburuk secara
progresif dan telah dilaporkan sebagai salah satu penyebab utama gangguan
penglihatan. Miopi jenis ini juga dilaporkan sering ditemukan pada beberapa ras,
seperti Cina, Jepang, Arab dan orang yahudi.

Nocturnal myopia/night myopia/twilight myopia, yaitu


suatu kondisi dimana mata memiliki kesulitan besar melihat pada illumination
areas, walaupun penglihatan pada siang hari normal.

Pseudomyopia, yaitu buramnya penglihatan jauh yang


terjadi karena spasme otot siliaris.

Induce myopia/acquired myopia, terjadi karena paparan berbagai preparasi obat,


meningkatnya kadar gula darah, sklerosis nukleus, dan kondisi abnormal lainnya.1

Miopi juga dapat diklasifikasikan berdasarkan onset, yaitu :

Miopi konginetal, timbul saat lahir dan terus berlangsung selama masa
4

pertumbuhan.

Youth onset myopia, terjadi sebelum usia 20 tahun


School myopia, timbul selama masa anak-anak, terutama usia sekolah.

Adult onset myopia

Early adult onset myopia, terjadi pada usia antara 20 sampai 40 tahun.

Late adult onset myopia, terjadi setelah usia 40 tahun.1


2.2 Epidemiologi
Prevelensi miopia bervariasi tergantung pada usia dan faktor lainnya. Pada
pemeriksaan tanpa menggunakan bantuan cyclopegic agent ditemukan jumlah yang
signifikan pada bayi yang memiliki miopia dengan derajat tertentu. Keadaan ini akan
membaik dan secara epidemiologi akan mencapai penglihatan emmetropi pada usia 2-3
tahun. Prevelensi miopia lebih tinggi pada bayi prematur.1
Diperkirakan sekitar 800 juta sampai 2,3 milyar. Insidensi miopi pada populasi
sampel bervariasi dengan usia, negara, jenis kelamin, ras, etnik, pekerjaan, lingkungan
dan faktor-faktor lain. Pada beberapa negara, seperti Jepang, Singapura, dan Taiwan,
lebih dari 44 % populasi dewasa adalah miopi. Di Australia, prevalensi miopi (lebih dari
-0,5 dioptri) telah diperkirakan sekitar 17 %. Sedangkan di Yunani, prevalensi miopi
diantara usia 15-18 tahun murid sekolah kira-kira 36,8 %.
Di Indonesia, kelainan refraksi merupakan penyakit mata dengan prevalensi
tertinggi diantara penyakit-penyakit mata yang lain, yaitu sekitar 22,1 %. Kelainan
refraksi merupakan urutan ketiga sebagai penyebab kebutaan dengan prevalensi 9,5 %.
Sebenarnya kelainan refraksi merupakan penyebab kebutaan yang dapat dihindari,
sehingga dengan upaya-upaya promotif, prefentif, kuratif dan rehabilitatif, kebutaan
akibat kelainan refraksi ini dapat dikurangi angka prevalensinya.
2.3 Etiologi
Penyebab terjadinya miopia bisa karena :
1. Abnormalitas pada panjang bola mata ( axial ametropia)
2. Kelengkungan yang lebih pendek permukaan media refrakter, pada kornea atau
lensi ( curvature ametropia)
3. Tingginya indeks media pada bola mata (index ametropi)
4. Abnormalitas posisi lensa ( forward displacement of lens).4
5

Terdapat dua dasar mekanisme yang dipercayai menjadi penyebab miopi, yaitu
form deprivation (pattern deprivation) dan optic defocus. Form deprivation terjadi ketika
kualitas bayangan pada retina berkurang. Optic defocus terjadi ketika fokus cahaya di

depan atau belakang retina. Mekanisme pasti dari image control elongation mata ini
masih belum diketahui. Telah diusulkan bahwa accommodative lag menyebabkan
keburaman (karena optic defocus) yang akhirnya merangsang elongasi aksial dan miopi.
Beberapa teori yang menjelaskan terjadinya miopia adalah :

Kombinasi dari faktor genetik dan lingkungan


Di Cina, miopi lebih sering terjadi pada latar belakang pendidikan tinggi dan
beberapa studi menunjukkan bahwa pekerjaan dekat dapat mengeksaserbasi
predisposisi genetik untuk berkembangnya miopi. Kerentanan genetik terhadap
faktor lingkungan ini telah didalilkan sebagai salah satu penjelasan untuk berbagai
derajat miopi diantara individu atau populasi. Heritabilitas yang tinggi hanya
berarti bahwa sebagian besar variasi pada populasi tertentu pada waktu tertentu
disebabkan

oleh

perbedaan

genetik.

Bila

lingkungan

berubah,

karena

ditemukannya televisi dan komputer, hasilnya insiden miopi dapat berubah,


walaupun heritabilitas tetap tinggi. Dapat disimpulkan bahwa dipengaruhi oleh
keturunan, beberapa orang berada dalam resiko tinggi berkembangnya miopi
ketika terpapar kondisi lingkungan modern dengan banyaknya pekerjaan dekat
yang ekstensif seperti membaca. Dengan kata lain, sering bukan miopi saja yang
diwariskan, namun reaksi terhadap kondisi lingkungan yang spesifik, dan reaksi
ini dapat menjadi onset dan progresi dari miopi.

Faktor genetik
Dari suatu penelitian menunjukkan bahwa gen memiliki peranan pada terjadinya
miopi. Suatu defek pada gen PAX6 diduga bertanggung jawab terhadap terjadinya
miopi. Akibat defek tersebut, maka akan terjadi perubahan ukuran anteroposterior bola mata selama fase perkembangan yang menyebabkan bayangan
jatuh pada fokus di depan retina. Faktor genetik menyebabkan perubahan jalur
biokimia yang menimnbulkan kelainan pada pembentukan jaringan ikat termasuk
pada mata.

Faktor lingkungan

Selain faktor genetik, ternyata lingkungan juga memiliki peranan yang penting
dalam menyebabkan terjadinya miopi. Miopi disebabkan oleh kelemahan pada
otot-otot silier bola mata yang mengontrol bentuk lensa mata. Kelemahan otot

silier bola mata mengakibatkan lensa tidak mampu memfokuskan objek yang
jauh, sehingga objek terlihat kabur. Terjadinya kelemahan otot ini, akibat dari
banyaknya kerja mata pada jarak dekat, misalnya membaca buku atau bekerja di
depan komputer. Karena mata jarang digunakan untuk melihat jauh, otot-otot
tersebut jarang digunakan akibatnya menjadi lemah.
2.4 Patofisologi dan patogenesis
Pada mata miopia bayangan terjatuh di depan retina, oleh karena itu dubutuhkan
lensa negatif (konkav) agar bayangan dapat jatuh tepat di retina.
Terjadinya elongasi sumbu yang berlebihan pada miopia patologi masih belum
diketahui. Sama halnya terhadap hubungan antara elongasi dan komplikasi penyakit ini,
seperti degenerasi chorioretina, ablasio retina dan glaucoma. Columbre dan rekannya,
tentang penilaian perkembangan mata anak ayam yang di dalam pertumbuhan normalnya,
tekanan intraokular meluas ke rongga mata dimana sklera berfungsi sebagai penahannya.
Jika kekuatan yang berlawanan ini merupakan penentu pertumbuhan ocular post natal
pada mata manusia, dan tidak ada bukti yang menentangnya maka dapat pula
disimpulkan dua mekanisme patogenesis terhadap elongasi berlebihan pada miopia.8
1. Menurut tahanan sklera

Mesadermal

Abnormalitas mesodermal sklera secara kualitas maupun kuantitas dapat mengakibatkan


elongasi sumbu mata. Percobaan Columbre dapat membuktikan hal ini, dimana
pembuangan sebahagian masenkhim sklera dari perkembangan ayam menyebabkan
ektasia daerah ini, karena perubahan tekanan dinding okular. Dalam keadaan normal
sklera posterior merupakan jaringan terakhir yang berkembang. Keterlambatan
pertumbuhan strategis ini menyebabkan kongenital ektasia pada area ini. Sklera normal
terdiri dari pita luas padat dari bundle serat kolagen, hal ini terintegrasi baik, terjalin
bebas, ukuran bervariasi tergantung pada lokasinya. Bundle serat terkecil terlihat menuju
sklera bagian dalam dan pada zona ora equatorial. Bidang sklera anterior merupakan area
7

crosectional yang kurang dapat diperluas perunitnya dari pada bidang lain. Pada test
bidang ini ditekan sampai 7,5 g/mm2. Tekanan intraokular equivalen 100 mmHg, pada
batas terendah dari stress ekstensi pada sklera posterior ditemukan 4 x dari pada bidang

anterior dan equator. Pada batas lebih tinggi sklera posterior kirakira 2 x lebih diperluas.
Perbedaan tekanan diantara bidang sklera normal tampak berhubungan dengan hilangnya
luasnya bundle serat sudut jala yang terlihat pada sklera posterior. Struktur serat kolagen
abnormal terlihat pada kulit pasien dengan Ehlers-Danlos yang merupakan penyakit
kalogen sistematik yang berhubungan dengan miopia.8

Ektodermal - Mesodermal

Vogt awalnya memperluasnya konsep bahwa miopia adalah hasil ketidak harmonisan
pertumbuhan jaringan mata dimana pertumbuhan retina yang berlebihan dengan
bersamaan ketinggian perkembangan baik koroid maupun sklera menghasilkan
peregangan pasif jaringan. Meski alasan Vogt pada umumnya tidak dapat diterima, telah
diteliti ulang dalam hubungannya dengan miopia bahwa pertumbuhan koroid dan
pembentukan sklera dibawah pengaruh epitel pigmen retina. Pandangan baru ini
menyatakan bahwa epitel pigmen abnormal menginduksi pembentukan koroid dan sklera
subnormal. Hal ini yang mungkin menimbulkan defek ektodermal mesodermal umum
pada segmen posterior terutama zona oraequatorial atau satu yang terlokalisir pada daerah
tertentu dari pole posterior mata, dimana dapat dilihat pada miopia patologik (tipe
stafiloma posterior).8
2. Meningkatnya suatu kekuatan yang luas

Tekanan intraokular basal

Contoh klasik miopia sekunder terhadap peningkatan tekanan basal terlihat pada
glaucoma juvenil dimana bahwa peningkatan tekanan berperan besar pada peningkatan
pemanjangan sumbu bola mata.

Susunan peningkatan tekanan

Secara anatomis dan fisiologis sklera memberikan berbagai respon terhadap induksi
deformasi. Secara konstan sklera mengalami perubahan pada stress. Kedipan kelopak
mata yang sederhana dapat meningkatkan tekanan intraokular 10 mmHg, sama juga
seperti konvergensi kuat dan pandangan ke lateral. Pada valsava manuver dapat
8
meningkatkan tekanan intraokular
60 mmHg.Juga pada penutupan paksa kelopak mata

meningkat sampai 70 mmHg -110 mmHg. Gosokan paksa pada mata merupakan
kebiasaan jelek yang sangat sering diantara mata miopia, sehingga dapat meningkatkan

tekanan intraokular.
2.5 Diagnosis1
1. Anamnesis
Komponen utama yang harus diketahui dari riwayat pasien adalah keluhan
utama, riwayat penyakit sekarang (visual dan okular), riwayat penyakit dahulu (kesehatan
tubuh, perkembangan), riwayat penyakit keluarga, penggunaan obat-obatan, alergi obat.
A. Simple myopia
Satu-satunya gejala dari simple myopia adalah penglihatan yang kabur saat
melihat jauh. Harus dibedakan apakah kekaburan tersebut konstan atau transien. Pada
simple myopia kekaburan yang terjadi bersifat konstan.
B. Nocturnal myopia
Gejala utama dari nocturnal myopia adalah kabur saat melihat jauh pada saat
cahaya suram. Pasien bisa datang dengan keluhan sulit melihat saat jalan saat menyetir di
malam hari.
C. Pseudomyopia
Pandangan kabur bersifat transient, terutama memburuk ketika setelah melakukan
pekerjaan yang melihat dekat, hal ini mengindikasikan accomodative infacility atau
pseudomyopia.
D. Degenerative myopia
Pada degenetarive myopia, terdapat penglihatan kabur yang berat. Pasien
mengeluhkan harus mendekatkan objek yang dilihat ke mata supaya terlihat jelas karena
besarnya derajat myopia yang ia alami. Pasien bisa mengeluhkan melihat kilatan cahaya
atau floaters apabila myopia yang terjadi sudah terkait dengan perubahan vitroretina. Jika
segmen posterior mata berubah maka keluhan bisa berupa kehilangan penglihatan. Pasien
dengan degenerative myopia bisa juga mengeluhkan tentang tebalnya kacamata yang ia
gunakan sehingga menyebabkan ketidaknyamanan.
E. Induced myopia
9

Pasien dengan induced myopia juga mengeluhkan kabur saat melihat jauh.
Timbulnya kekaburan bergantung kepada agen atau kondisi yang mencetuskan miopia.
Pupil akan berkonstriksi saat penyebab induced myopia terpapar pada agen cholinergic

agonist pharmaceutical.
2. Pemeriksaan Okular
A. Ketajaman penglihatan
Tajam penglihatan atau visus adalah pengukuran objek terkecil yang dapat
diidentifikasi seseorang dalam berbagai jarak yang diberikan terhadap matanya (Ilyas,
2015).
B. Refraksi
Retinoskopi memberikan penilaian objektif terhadap kesalahan refraksi.
Retioskopi dalam ruangan yang gelap bisa digunakan untuk mendiagnosis nocturnal
myopia. Refraksi siklopegik dibutuhkan untuk diagnosis definitif pseudomyopia.
C. Motilitas okular, penglihatan binokular dan akomodasi
D. Penilaian kesehatan okular dan skrining penyakit sistemik
Pemeriksaan pada pasien myopia harus meliputi oftalmoskopi direk maupun
indirek atau biomikroskopi fundus dan penilaian tekanan intraokular. Pemeriksaan ini
bukan hanya untuk pencegahan tapi juga karena peningkatan risiko glaukoma, atrofi
retina dan koroid
3. Pemeriksaan penunjang
a.

Fotografi fundus

b.

A- dan B-scan ultrasonography

c.

Visul fields

d.

Tes seperti gula darah puasa untuk mengidentifikasipenyebab induced myopia

2.6 Tatalaksana
Penatalaksanaan miopia dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti:
1. Koreksi Optikal
a. Kaca Mata
Pengobatan pasien dengan miopia adalah dengan memberikan kaca mata sferis
negatif terkecil yang

ketajaman penglihatan maksimal. Sebagai contoh bila pasien


10

dikoreksi dengan -3,0 memberikan tajam penglihatan 6/6 dan demikian jika diberi S-3.25,
maka sebaiknya diberikan lensa -3,0 agar untuk memberikan istirahat mata dengan baik
setelah dikoreksi.2

b. Lensa Kontak
Lensa kontak perangkat lain yang digunakan untuk mengoreksi gangguan
refraksi. Hari ini, diperkirakan lebih dari 30 juta orang Amerika menggunakan lensa
kontak. Lensa kontak tidak seperti dengan lensa kacamata, bentuk permukaan posterior
kontak lensa dirancang untuk memiliki hubungan dengan permukaan anterior mata.4
Cara yang disukai untuk mengoreksi kelainan miopia adalah lensa kontak. Banyak
jenis lensa kontak yang tersedia meliputi lensa kontak sekali pakai yang sekarang telah
tersedia lebih dari -16 D.5
Lensa kontak ada dua macam yaitu lensa kontak lunak (soft lens) serta lensa
kontak keras (hard lens). Pengelompokan ini didasarkan pada bahan penyusunnya. Lensa
kontak lunak disusun oleh hydrogels, HEMA (hydroksimethylmetacrylate) dan vinyl
copolymer sedangkan lensa kontak keras disusun dari PMMA (polymethylmetacrylate).5
Pemakaian lensa kontak harus sangat hati-hati karena memberikan komplikasi
pada kornea, tetapi komplikasi ini dikurangi dengan pemilihan bahan yang mampu
dilewati gas O2. Hal ini disebut Dk (gas Diffusion Coefficient), semakin tinggi Dk-nya
semakin besar bisa mengalirkan oksigen, sehingga semakin baik bahan tersebut.6
2. Terapi Medikamentosa
Pemberian agen sikloplegik kadang-kadang digunakan untuk mengurangi respon
akomodasi pada pseudomiopia. Beberapa penelitian pemberian atropine dan siklopentolat
topikal menurunkan progresifitas miopi pada anak-anak dengan youth-onset miopia.1
3. Bedah Refraksi
Laser excimer, terutama laser argon fluorida dengan panjang gelombang 193 nm,
dapat menguapkan jaringan dengan sangat bersih, nyaris tanpa merusak sel-sel di sekitar
atau di bawah potongan. Dengan menggunakan pulsasi multipel dan ukuran titik (penembak) yang berubah secara progresif untuk menguapkan lapis demi lapis lapisan
kornea yang tipis, pembentukan ulang kontur retina dengan bantuan komputer
(fotorefraktif keratektomi) dapat memperbaiki kelainanan refraksi astigmatisme dan
miopia-sedang dengan tepat dan tampaknya secara permanen.
11

Kesulitan-kesulitan awal berupa terbentuknya perkabutan superfisial di kornea


tampaknya telah berhasil diatasi. Kelainan miopia berat (lebih dari 6 dioptri) tidak
berespons sebaik itu dengan fotorefraktif keratektomi. Terapi ini telah berhasil

menyembuhkan ribuan mata miopia di Eropa, Asia dan Amerika Serikat. Di tempattempat yang tersedia, fotorefraktif keratektomi telah sangat menggantikan keratotomi
radial bedah, yang kurang dapat diprediksi dan menimbulkan berbagai komplikasi
misalnya pembentukan jaringan parut dalam, perforasi mata, infeksi intraokular, dan
pergeseran hiperopia di kemudian hari yang tidak timbul dengan tindakan laser.
Fotorefraktif keratektomi menghilangkan membran bowman, lapisan tempat
epitel kornea melekat; kadang-kadang hal ini menyebabkan kekeruhan kornea. Untuk
mempertahankan membran tersebut, dilakukan suatu prosedur alternatif yang banyak
dikenal sebagai LASIK (laser in situ keratomileus), yang terdiri atas pembuatan flap
lamelar berengsel pada kornea dengan suatu keratom mekanis, ablasi refraktif dasar
kornea dengan laser, dan pengembalian flap yang telah dibuat.
LASIK menghasilkan perbaikan penglihatan yang lebih cepat dan terasa lebih
nyaman dibandingkan fotorefraktif keratektomi, tetapi menimbulkan risiko komplikasi
jangka panjang yang sedikit lebih tinggi. Secara teori, laser subepithelial keratomileusis
(LASEK) menggabungkan keuntungan-keuntungan fotorefraktif keratektomi dan LASIK.
Laser excimer modern memiliki ukuran titik yang lebih kecil, sistem penelusur
mata, dan ablasi dengan penyesuaian muka-gelombang (wavefront custom ablation).
Kelebihan-kelebihan ini meningkatkan ketepatan terapi dan mengurangi penambahan
aberasi sferis yang disebabkan oleh pembuatan flap kornea. Wavefront custom ablation
diyakini menimbulkan lebih sedikit masalah penglihatan malam pascaoperasi.
Laser excimer dapat juga digunakan secara terapeutik untuk menghilangkan
kekeruhan kornea superfisial, seperti yang terdapat pada keratopati pita dan untuk
mengobati penyakit kornea superfisial, misal erosi kornea rekuren.
2.7 Komplikasi
Komplikasi yang timbul pada myopia adalah akibat dari proses degenerasi, yaitu :
JOI
1. Floaters
Kekeruhan badan kaca yang disebabkan proses pengenceran dan organisasi,
12

sehingga menimbulkan bayangan pada penglihatan.


2. Skotoma
Defek pada lapang-pandang yang diakibatkan atrofi retina.

3. Trombosis Koroid dan Perdarahan Koroid


Sering terjadi pada obliterasi dini pembuluh darah kecil. Biasanya terjadi di
daerah sentral, sehingga timbul jaringan parut yang mengakibatkan penurunan
tajam penglihatan.
4. Ablasio Retina
Merupakan komplikasi tersering. Biasanya disebabkan karena didahului
dengan timbulnya hole pada daerah perifer retina akibat proses-proses
degenerasi didaerah ini.
5. Glaukoma Simpel
Komplikasi ini merupakan akibat dari atrofi menyeluruh dari koroid.
6. Katarak
Merupakan komplikasi selanjutnya dari myopia degenerative, terjadi setelah
umur 40 tahun. Biasanya adalah tipe pole posterior. Sering dihubungkan pula
dengan adanya degenerasi koroid.
2.8 Prognosis
Prognosis untuk miopia sederhana yang dikoreksi adalah sangat baik. Pasien
dapat mencapai tajam penglihatan terbaik dengan koreksi. Hal tersebut tergantung pada
derajat miopi, silindris, anisometropia, dan akomodasi pasien. Anak-anak dengan miopia
sederhana harus diperiksa setiap tahun. Follow up dengan Interval 6 bulan dilakukan
untuk anak-anak yang memiliki tingkat perkembangan miopia yang tinggi. Orang dewasa
dengan miopia sederhana harus diperiksa setidaknya setiap 2 tahun. Pemeriksaan follow
up harus lebih sering ketika miopia disertai kondisi penyerta. Pengguna lensa kontak
umumnya memerlukan lebih sering follow up untuk evaluasi kesesuaian lensa dan
fisiologi kornea. Pada miopia ringan yang tidak ditatalaksana (misalnya pada anak
dengan miopia -0.5 s.d -0.75), pasien diwajibkan kontrol tiap 6 bulan sekali. 3
Pasien dengan miopia nokturnal harus dievaluasi 3-4 minggu setelah menerima
koreksi untuk melihat malam hari, untuk menentukan apakah koreksi telah
menghilangkan gejala gangguan penglihatan pada kondisi gelap. Selanjutnya pasien
13

harus di follow up setiap tahun. Prognosis untuk miopi nokturnal yang dikoreksi adalah
baik. 3
Pengobatan untuk pseudomiopia biasanya berhasil, tapi jalannya pengobatan

mungkin lambat dan mungkin memerlukan beberapa minggu. Follow up harus dilakukan
pada interval yang sering (misalnya, setiap 1-4minggu) sampai kelebihan akomodatif dan
gejala telah dieliminasi. Setelah akomodasi telah normal, pemeriksaan harus dilakukan
secara tahunan.
Prognosis untuk pasien dengan miopia degeneratif bervariasi dengan perubahan
retina dan mata yang terjadi. Pemeriksaan harus dilakukan secara tahunan atau lebih
sering, tergantung pada sifat dan keparahan perubahan retina dan okular. Pemeriksaan
retina reguler, bidang visual yang pengujian, dan pengukuran tekanan intraokular adalah
aspek penting dari perawatan tindak lanjut. 3

14

DAFTAR PUSTAKA
1. American Ophtical Association. Care of the patient with Myopia; 2010.
2. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata Edisi ke-4. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2013. 75-7
3. Jogi R, Basic ophthamology ed 4, 2009 : Jaypee brother Medical Publisher. INDIA
4. Staff AAO. Clinical Optics. Basic and Clinical Science Course. San

Francisco:

American Academy of Ophthalmology; 2011-2012. 103-67


5. Hartono, Yudono RH, Utomo PT, Hernowo AS. Refraksi dalam: Ilmu Penyakit Mata.
Yogyakarta: Bagian Ilmu Penyakit Mata Fakultas

Kedokteran UGM. 2007. 185

6. Irwana O.Rahman A, Faradilla N, dkk. Miopi. Fakultas Kedokteran Unri.2009


7. Widodo A, Prillia T. Miopia Patologi. Jurnal Oftalmologi Indonesia. 2007 Apr; 5 (1)
hal 19-26
8. Victor NH. Laser dalam Oftalmologi. Dalam: Vaughan & Asbury Oftalmologi
Umum ; alih bahasa, Brahm U.Pendit ; editor edisi bahasa Indonesia, Diana Susanto.
Ed 17. Jakarta: EGC. 2010; PP: 431.

15

You might also like