Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Miopia adalah suatu kelainan refraksi di mana sinar cahaya paralel yang
memasuki mata secara keseluruhan dibawa menuju fokus di depan retina. Miopia, yang
umum disebut sebagai kabur jauh / terang dekat (nearsightedness), penglihatan yang
jernih bisa dikembalikan dengan penggunaan lensa konkav (minus) atau lensa kontak
atau prosedur modifikasi kornea apabila kempuan refraksi kornea jauh menurun1.
Diperkirakan sekitar 800 juta sampai 2,3 milyar penduduk seluruh dunia
menderita miopia. Insidensi miopi pada populasi sampel bervariasi dengan usia, negara,
jenis kelamin, ras, etnik, pekerjaan, lingkungan dan faktor-faktor lain. Pada beberapa
negara, seperti Jepang, Singapura, dan Taiwan, lebih dari 44 % populasi dewasa adalah
miopi. Di Australia, prevalensi miopi (lebih dari -0,5 dioptri) telah diperkirakan sekitar 17
%. Sedangkan di Yunani, prevalensi miopi diantara usia 15-18 tahun murid sekolah kirakira 36,8 %.
Di Indonesia, kelainan refraksi merupakan penyakit mata dengan prevalensi
tertinggi diantara penyakit-penyakit mata yang lain, yaitu sekitar 22,1 %. Kelainan
refraksi merupakan urutan ketiga sebagai penyebab kebutaan dengan prevalensi 9,5 %.
Miopia merupakan permasalahan serius, bukan hanya karena prevalensinya yang
tinggi, namun juga karena miopia berkontribusi dalam morbiditas visual dan
meningkatkan risiko kondisi yang membahayakan mata (contoh: floaters, skotoma,
ablasio retina, glaukoma, trombosis koroid dan perdarahan, katarak)1
Penanganan miopia secara tepat dapat menurunkan tingkat morbiditas dari
miopia. Saat ini telah berkembang banyak pilihan tatalaksana untuk menangani miopia
diantaranya kacamata sferis negatif, lensa kontak (soft lense dan hard lense), terapi
medika mentosa atropine dan siklopentolat), fotorefraktif keratektomi, LASIK (laser in
situ keratomileus), LASEK (lase subepithelial keratomileusis)
1
Tujuan penulisan referat ini adalah untuk mengetahui patofisiologi, gambaran klinis,
dam terapi miopia.
1.3 Batasan Masalah
Referat ini membahas secara ringkas tentang patofisiologi, gambaran klinis, dam
terapi miopia.
1.4 Metode Penulisan
Referat ini disusun berdasarkan tinjauan kepustakaan yang merujuk kepada beberapa
literatur.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi dan klasifikasi
Miopia adalah suatu keadaan mata yang mempunyai kekuatan pembiasan sinar
yang berlebihan atau kerusakan refraksi mata sehingga sinar sejajar yang datang
dibiaskan di depan retina atau bintik kuning, dimana sistem akomodasi berkurang. Pada
miopia sinar cahaya dari objek penglihat jatuh pada mata di depan retina saat mata tidak
berakomodasi. Pasien dengan miopia akan menyatakan lebih jelas bila melihat dekat,
sedangkan kabur bila melihat jauh atau rabun jauh.1
Miopia berasal dari kata muopia dalam bahasa Yunani yang artinya menutup
mata. Keadaan ini menyebabkan kabur saat melihat jauh oleh karena itu di sebut dengan
melihat dekat. Untuk melihat jauh dengan jelas dapat dikoreksi menggunakan kaca mata
atau lensa kontak lensa dengan berkekuatan minus (konkaf) atau dengan prosedur
modivikasi pada korneal untuk mengurangi kekuatan refraksi.1 Pasien miopia mempunyai
pungtum remotum (titik terjauh yang masih dilihat jelas) yang dekat sehingga mata selalu
dalam atau berkedudukan konvergensi yang akan menimbulkan keluhan astenopia
konvergensi.2
Klasifikasi
Miopi dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologinya, yaitu :
Miopi aksial, miopia yang terjadi akibat panjangnya sumbu bola mata, dengan
kelengkungan kornea dan lensa yang normal.3
3
Miopi ringan
Miopi sedang
Degenerative
myopia/malignant,
pathological,
atau
Miopi konginetal, timbul saat lahir dan terus berlangsung selama masa
4
pertumbuhan.
Early adult onset myopia, terjadi pada usia antara 20 sampai 40 tahun.
Terdapat dua dasar mekanisme yang dipercayai menjadi penyebab miopi, yaitu
form deprivation (pattern deprivation) dan optic defocus. Form deprivation terjadi ketika
kualitas bayangan pada retina berkurang. Optic defocus terjadi ketika fokus cahaya di
depan atau belakang retina. Mekanisme pasti dari image control elongation mata ini
masih belum diketahui. Telah diusulkan bahwa accommodative lag menyebabkan
keburaman (karena optic defocus) yang akhirnya merangsang elongasi aksial dan miopi.
Beberapa teori yang menjelaskan terjadinya miopia adalah :
oleh
perbedaan
genetik.
Bila
lingkungan
berubah,
karena
Faktor genetik
Dari suatu penelitian menunjukkan bahwa gen memiliki peranan pada terjadinya
miopi. Suatu defek pada gen PAX6 diduga bertanggung jawab terhadap terjadinya
miopi. Akibat defek tersebut, maka akan terjadi perubahan ukuran anteroposterior bola mata selama fase perkembangan yang menyebabkan bayangan
jatuh pada fokus di depan retina. Faktor genetik menyebabkan perubahan jalur
biokimia yang menimnbulkan kelainan pada pembentukan jaringan ikat termasuk
pada mata.
Faktor lingkungan
Selain faktor genetik, ternyata lingkungan juga memiliki peranan yang penting
dalam menyebabkan terjadinya miopi. Miopi disebabkan oleh kelemahan pada
otot-otot silier bola mata yang mengontrol bentuk lensa mata. Kelemahan otot
silier bola mata mengakibatkan lensa tidak mampu memfokuskan objek yang
jauh, sehingga objek terlihat kabur. Terjadinya kelemahan otot ini, akibat dari
banyaknya kerja mata pada jarak dekat, misalnya membaca buku atau bekerja di
depan komputer. Karena mata jarang digunakan untuk melihat jauh, otot-otot
tersebut jarang digunakan akibatnya menjadi lemah.
2.4 Patofisologi dan patogenesis
Pada mata miopia bayangan terjatuh di depan retina, oleh karena itu dubutuhkan
lensa negatif (konkav) agar bayangan dapat jatuh tepat di retina.
Terjadinya elongasi sumbu yang berlebihan pada miopia patologi masih belum
diketahui. Sama halnya terhadap hubungan antara elongasi dan komplikasi penyakit ini,
seperti degenerasi chorioretina, ablasio retina dan glaucoma. Columbre dan rekannya,
tentang penilaian perkembangan mata anak ayam yang di dalam pertumbuhan normalnya,
tekanan intraokular meluas ke rongga mata dimana sklera berfungsi sebagai penahannya.
Jika kekuatan yang berlawanan ini merupakan penentu pertumbuhan ocular post natal
pada mata manusia, dan tidak ada bukti yang menentangnya maka dapat pula
disimpulkan dua mekanisme patogenesis terhadap elongasi berlebihan pada miopia.8
1. Menurut tahanan sklera
Mesadermal
crosectional yang kurang dapat diperluas perunitnya dari pada bidang lain. Pada test
bidang ini ditekan sampai 7,5 g/mm2. Tekanan intraokular equivalen 100 mmHg, pada
batas terendah dari stress ekstensi pada sklera posterior ditemukan 4 x dari pada bidang
anterior dan equator. Pada batas lebih tinggi sklera posterior kirakira 2 x lebih diperluas.
Perbedaan tekanan diantara bidang sklera normal tampak berhubungan dengan hilangnya
luasnya bundle serat sudut jala yang terlihat pada sklera posterior. Struktur serat kolagen
abnormal terlihat pada kulit pasien dengan Ehlers-Danlos yang merupakan penyakit
kalogen sistematik yang berhubungan dengan miopia.8
Ektodermal - Mesodermal
Vogt awalnya memperluasnya konsep bahwa miopia adalah hasil ketidak harmonisan
pertumbuhan jaringan mata dimana pertumbuhan retina yang berlebihan dengan
bersamaan ketinggian perkembangan baik koroid maupun sklera menghasilkan
peregangan pasif jaringan. Meski alasan Vogt pada umumnya tidak dapat diterima, telah
diteliti ulang dalam hubungannya dengan miopia bahwa pertumbuhan koroid dan
pembentukan sklera dibawah pengaruh epitel pigmen retina. Pandangan baru ini
menyatakan bahwa epitel pigmen abnormal menginduksi pembentukan koroid dan sklera
subnormal. Hal ini yang mungkin menimbulkan defek ektodermal mesodermal umum
pada segmen posterior terutama zona oraequatorial atau satu yang terlokalisir pada daerah
tertentu dari pole posterior mata, dimana dapat dilihat pada miopia patologik (tipe
stafiloma posterior).8
2. Meningkatnya suatu kekuatan yang luas
Contoh klasik miopia sekunder terhadap peningkatan tekanan basal terlihat pada
glaucoma juvenil dimana bahwa peningkatan tekanan berperan besar pada peningkatan
pemanjangan sumbu bola mata.
Secara anatomis dan fisiologis sklera memberikan berbagai respon terhadap induksi
deformasi. Secara konstan sklera mengalami perubahan pada stress. Kedipan kelopak
mata yang sederhana dapat meningkatkan tekanan intraokular 10 mmHg, sama juga
seperti konvergensi kuat dan pandangan ke lateral. Pada valsava manuver dapat
8
meningkatkan tekanan intraokular
60 mmHg.Juga pada penutupan paksa kelopak mata
meningkat sampai 70 mmHg -110 mmHg. Gosokan paksa pada mata merupakan
kebiasaan jelek yang sangat sering diantara mata miopia, sehingga dapat meningkatkan
tekanan intraokular.
2.5 Diagnosis1
1. Anamnesis
Komponen utama yang harus diketahui dari riwayat pasien adalah keluhan
utama, riwayat penyakit sekarang (visual dan okular), riwayat penyakit dahulu (kesehatan
tubuh, perkembangan), riwayat penyakit keluarga, penggunaan obat-obatan, alergi obat.
A. Simple myopia
Satu-satunya gejala dari simple myopia adalah penglihatan yang kabur saat
melihat jauh. Harus dibedakan apakah kekaburan tersebut konstan atau transien. Pada
simple myopia kekaburan yang terjadi bersifat konstan.
B. Nocturnal myopia
Gejala utama dari nocturnal myopia adalah kabur saat melihat jauh pada saat
cahaya suram. Pasien bisa datang dengan keluhan sulit melihat saat jalan saat menyetir di
malam hari.
C. Pseudomyopia
Pandangan kabur bersifat transient, terutama memburuk ketika setelah melakukan
pekerjaan yang melihat dekat, hal ini mengindikasikan accomodative infacility atau
pseudomyopia.
D. Degenerative myopia
Pada degenetarive myopia, terdapat penglihatan kabur yang berat. Pasien
mengeluhkan harus mendekatkan objek yang dilihat ke mata supaya terlihat jelas karena
besarnya derajat myopia yang ia alami. Pasien bisa mengeluhkan melihat kilatan cahaya
atau floaters apabila myopia yang terjadi sudah terkait dengan perubahan vitroretina. Jika
segmen posterior mata berubah maka keluhan bisa berupa kehilangan penglihatan. Pasien
dengan degenerative myopia bisa juga mengeluhkan tentang tebalnya kacamata yang ia
gunakan sehingga menyebabkan ketidaknyamanan.
E. Induced myopia
9
Pasien dengan induced myopia juga mengeluhkan kabur saat melihat jauh.
Timbulnya kekaburan bergantung kepada agen atau kondisi yang mencetuskan miopia.
Pupil akan berkonstriksi saat penyebab induced myopia terpapar pada agen cholinergic
agonist pharmaceutical.
2. Pemeriksaan Okular
A. Ketajaman penglihatan
Tajam penglihatan atau visus adalah pengukuran objek terkecil yang dapat
diidentifikasi seseorang dalam berbagai jarak yang diberikan terhadap matanya (Ilyas,
2015).
B. Refraksi
Retinoskopi memberikan penilaian objektif terhadap kesalahan refraksi.
Retioskopi dalam ruangan yang gelap bisa digunakan untuk mendiagnosis nocturnal
myopia. Refraksi siklopegik dibutuhkan untuk diagnosis definitif pseudomyopia.
C. Motilitas okular, penglihatan binokular dan akomodasi
D. Penilaian kesehatan okular dan skrining penyakit sistemik
Pemeriksaan pada pasien myopia harus meliputi oftalmoskopi direk maupun
indirek atau biomikroskopi fundus dan penilaian tekanan intraokular. Pemeriksaan ini
bukan hanya untuk pencegahan tapi juga karena peningkatan risiko glaukoma, atrofi
retina dan koroid
3. Pemeriksaan penunjang
a.
Fotografi fundus
b.
c.
Visul fields
d.
2.6 Tatalaksana
Penatalaksanaan miopia dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti:
1. Koreksi Optikal
a. Kaca Mata
Pengobatan pasien dengan miopia adalah dengan memberikan kaca mata sferis
negatif terkecil yang
dikoreksi dengan -3,0 memberikan tajam penglihatan 6/6 dan demikian jika diberi S-3.25,
maka sebaiknya diberikan lensa -3,0 agar untuk memberikan istirahat mata dengan baik
setelah dikoreksi.2
b. Lensa Kontak
Lensa kontak perangkat lain yang digunakan untuk mengoreksi gangguan
refraksi. Hari ini, diperkirakan lebih dari 30 juta orang Amerika menggunakan lensa
kontak. Lensa kontak tidak seperti dengan lensa kacamata, bentuk permukaan posterior
kontak lensa dirancang untuk memiliki hubungan dengan permukaan anterior mata.4
Cara yang disukai untuk mengoreksi kelainan miopia adalah lensa kontak. Banyak
jenis lensa kontak yang tersedia meliputi lensa kontak sekali pakai yang sekarang telah
tersedia lebih dari -16 D.5
Lensa kontak ada dua macam yaitu lensa kontak lunak (soft lens) serta lensa
kontak keras (hard lens). Pengelompokan ini didasarkan pada bahan penyusunnya. Lensa
kontak lunak disusun oleh hydrogels, HEMA (hydroksimethylmetacrylate) dan vinyl
copolymer sedangkan lensa kontak keras disusun dari PMMA (polymethylmetacrylate).5
Pemakaian lensa kontak harus sangat hati-hati karena memberikan komplikasi
pada kornea, tetapi komplikasi ini dikurangi dengan pemilihan bahan yang mampu
dilewati gas O2. Hal ini disebut Dk (gas Diffusion Coefficient), semakin tinggi Dk-nya
semakin besar bisa mengalirkan oksigen, sehingga semakin baik bahan tersebut.6
2. Terapi Medikamentosa
Pemberian agen sikloplegik kadang-kadang digunakan untuk mengurangi respon
akomodasi pada pseudomiopia. Beberapa penelitian pemberian atropine dan siklopentolat
topikal menurunkan progresifitas miopi pada anak-anak dengan youth-onset miopia.1
3. Bedah Refraksi
Laser excimer, terutama laser argon fluorida dengan panjang gelombang 193 nm,
dapat menguapkan jaringan dengan sangat bersih, nyaris tanpa merusak sel-sel di sekitar
atau di bawah potongan. Dengan menggunakan pulsasi multipel dan ukuran titik (penembak) yang berubah secara progresif untuk menguapkan lapis demi lapis lapisan
kornea yang tipis, pembentukan ulang kontur retina dengan bantuan komputer
(fotorefraktif keratektomi) dapat memperbaiki kelainanan refraksi astigmatisme dan
miopia-sedang dengan tepat dan tampaknya secara permanen.
11
menyembuhkan ribuan mata miopia di Eropa, Asia dan Amerika Serikat. Di tempattempat yang tersedia, fotorefraktif keratektomi telah sangat menggantikan keratotomi
radial bedah, yang kurang dapat diprediksi dan menimbulkan berbagai komplikasi
misalnya pembentukan jaringan parut dalam, perforasi mata, infeksi intraokular, dan
pergeseran hiperopia di kemudian hari yang tidak timbul dengan tindakan laser.
Fotorefraktif keratektomi menghilangkan membran bowman, lapisan tempat
epitel kornea melekat; kadang-kadang hal ini menyebabkan kekeruhan kornea. Untuk
mempertahankan membran tersebut, dilakukan suatu prosedur alternatif yang banyak
dikenal sebagai LASIK (laser in situ keratomileus), yang terdiri atas pembuatan flap
lamelar berengsel pada kornea dengan suatu keratom mekanis, ablasi refraktif dasar
kornea dengan laser, dan pengembalian flap yang telah dibuat.
LASIK menghasilkan perbaikan penglihatan yang lebih cepat dan terasa lebih
nyaman dibandingkan fotorefraktif keratektomi, tetapi menimbulkan risiko komplikasi
jangka panjang yang sedikit lebih tinggi. Secara teori, laser subepithelial keratomileusis
(LASEK) menggabungkan keuntungan-keuntungan fotorefraktif keratektomi dan LASIK.
Laser excimer modern memiliki ukuran titik yang lebih kecil, sistem penelusur
mata, dan ablasi dengan penyesuaian muka-gelombang (wavefront custom ablation).
Kelebihan-kelebihan ini meningkatkan ketepatan terapi dan mengurangi penambahan
aberasi sferis yang disebabkan oleh pembuatan flap kornea. Wavefront custom ablation
diyakini menimbulkan lebih sedikit masalah penglihatan malam pascaoperasi.
Laser excimer dapat juga digunakan secara terapeutik untuk menghilangkan
kekeruhan kornea superfisial, seperti yang terdapat pada keratopati pita dan untuk
mengobati penyakit kornea superfisial, misal erosi kornea rekuren.
2.7 Komplikasi
Komplikasi yang timbul pada myopia adalah akibat dari proses degenerasi, yaitu :
JOI
1. Floaters
Kekeruhan badan kaca yang disebabkan proses pengenceran dan organisasi,
12
harus di follow up setiap tahun. Prognosis untuk miopi nokturnal yang dikoreksi adalah
baik. 3
Pengobatan untuk pseudomiopia biasanya berhasil, tapi jalannya pengobatan
mungkin lambat dan mungkin memerlukan beberapa minggu. Follow up harus dilakukan
pada interval yang sering (misalnya, setiap 1-4minggu) sampai kelebihan akomodatif dan
gejala telah dieliminasi. Setelah akomodasi telah normal, pemeriksaan harus dilakukan
secara tahunan.
Prognosis untuk pasien dengan miopia degeneratif bervariasi dengan perubahan
retina dan mata yang terjadi. Pemeriksaan harus dilakukan secara tahunan atau lebih
sering, tergantung pada sifat dan keparahan perubahan retina dan okular. Pemeriksaan
retina reguler, bidang visual yang pengujian, dan pengukuran tekanan intraokular adalah
aspek penting dari perawatan tindak lanjut. 3
14
DAFTAR PUSTAKA
1. American Ophtical Association. Care of the patient with Myopia; 2010.
2. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata Edisi ke-4. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2013. 75-7
3. Jogi R, Basic ophthamology ed 4, 2009 : Jaypee brother Medical Publisher. INDIA
4. Staff AAO. Clinical Optics. Basic and Clinical Science Course. San
Francisco:
15