You are on page 1of 14

Dampakk Limbah Terhadap lingkungan

Abstrak
Dimulai dengan makin maraknya industri besar yang berdiri serta
kehidupan masyarakat yang tidak peduli terhadap lingkungan sekitarnya.
Mulailah timbul tumpukan limbah atau pun sampah yang tidak di buang
sebagaimana mestinya. Hal ini berakibat pada kehidupan manusia di bumi
yang menjadi tidak sehat sehingga menurunkan kualitas kehidupan
terutama pada lingkungan sekitar.
Maka dari itu karya tulis ini akan dilengkapi dengan faktor faktor yang
timbul dan upaya upaya yang dapat dilakukan mengenai masalah
limbah. Oleh karena itu, kami telah susun karya tulis ini dengan rinci.
Dengan maksud supaya makalah tentang Dampak Limbah serta
Penanggulangannya ini dapat dijadikan masukan untuk membenahi
kualitas kehidupan karena adanya limbah ataupun sampah yang tidak di
buang sebagaimana mestinya.
Pada makalah ini terdapat beberapa cara yang dapat ditempuh guna
meminimalisir dampak dari limbah ataupun sampah dan akhirnya kita
dapat bersama mengurangi dampak dari adanya limbah ataupun sampah.
Karena sampah sebenarnya ada juga yang masih dapat dimanfaatkan
terutama limbah hewan yang dapt dijadiak pupuk atau limbah plastic
dengan cara mendaur ulang serta limbah lain yang bias dimanfaatkan.

Pembahasan
Pengertian limbah
Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik
industri maupun domestik (rumah tangga, yang lebih dikenal sebagai
sampah) atau juga dapat dihasilkan oleh alam yang kehadirannya pada
suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak
memiliki nilai ekonomis. Bila ditinjau secara kimiawi, limbah ini terdiri dari
bahan kimia organik dan anorganik.
Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran limbah dapat
berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan
manusia, sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap
limbah.penanganan limbah ini tentunya tidak hanya sekedar
mengolahnya/ mendaur ulangnya langsung tanpa memperhatikan jenis
limbah dan cara penangannanya klarena dari setiap limbah yang ada
mempunyai cirri berbeda terhadap dampak yang ditimbulkanya.

.Karakteristik limbah :
Pada umumnya sesuatu yang ada di bumi ini memiliki suatu karakteristik
yang berbeda. Termasuk juga limbah yang mempunyai karakteristik
sebagai
berikut :
Berukuran mikro
Karekteristik ini merupakan karakterisik pada besar kecilnya limbah/
volumenya. Contoh dari limbah yang berukuran mikro atau kecil atau
bahkan tidak bias terlihat adalah limbah industri berupa bahan kimia yang
tidak terpakai yang di buang tidak sesuai dengan prosedur pembuangan
yang dianjurkan.
Dinamis
Mungkin yang dimaksud dinamis disini adalah tentang cara
pencemarannya
yang tidak dalam waktu singkat menyebar dan mengakibatkan
pencermaran.
Biasanya limbah dalam menyerbar di perlukan waktu yang cukup lama
dan
tidak diketahui dengan hanya melihat saja. Hal ini dikarenakan ukuran
limbah yang tidak dapat dilihat
Berdampak luas (penyebarannya)
Luasnya dampak yang di timbulkan oleh limbah ini merupakan efek dari
karakteristik limbah yang berukuran mikro yang tak dapat dilihat dengan
mata tellanjang. Contoh dari besarnya dampak yang ditimbulkan yaitu
adanya istilah Minamata disease atau keracunan raksa (Hg) di Jepang
yang mengakibatkan nelayan-nelayan mengidap paralis (hilangnya
kemampuan
untuk bergerak karena kerusakan pada saraf). Kejadian ini terajadi di
Teluk Minamata dan Sungai Jintsu karena pencemaran oleh raksa (Hg).
Berdampak jangka panjang (antar generasi)
Dampak yang ditimbulkan limbah terutama limbah kimia biasanya tidak
sekedar berdampak pada orang yang terkena tetapi dapat mengakibatkan
turunannya mengalami hal serupa.
Dari karakteristik limbah di atas pencemaran limbah juga didukung oleh
adanya faktor-faktor yang mempengaruhi pencemaran limbah terhadap
lingkungan diantaranya :
Contoh Dari Pencemaran Limbah dan Upaya Pengolahannya
Dampak Negatif Limbah Sampah Terhadap Lingkungan dan
Pemanfaatannya
Kawasan wisata alam merupakan tempat yang menarik untuk dikunjungi,
baik
oleh wisatawan lokal maupun wisatawan mancanegara yang menyenangi
nuansa alami. Selain itu kawasan wisata alam adalah sarana tempat
terjadinya interaksi sosial dan aktivitas ekonomi.
Untuk menjaring masyarakat dan wisatawan sebanyak mungkin, setiap
kawasan wisata alam harus menjaga keunikan, kelestarian, dan

keindahannya. Semakin banyak kunjungan wisatawan, maka aktivitas


dikawasan tersebut akan meningkat, baik aktivitas sosial maupun
ekonomi.
Setiap aktivitas yang dilakukan, akan menghasilkan manfaat ekonomi bagi
kawasan tersebut. Namun yang harus diingat adalah bahwa limbah atau
sampah yang ditimbulkan dari kegiatan tersebut dapat mengancam
kawasan
wisata alam.
Sampah apabila dibiarkan tidak dikelola dapat menjadi ancaman yang
serius bagi kelangsungan dan kelestarian kawasan wisata alam.
Sebaliknya, apabila dikelola dengan baik, sampah memiliki nilai
potensial, seperti penyediaan lapangan pekerjaan, peningkatan kualitas
dan estetika lingkungan, dan pemanfaatan lain sebagai bahan pembuatan
kompos yang dapat digunakan untuk memperbaiki lahan kritis di berbagai
daerah di Indonesia, dan dapat juga mempengaruhi penerimaan devisa
negara.
Komposisi Sampah
Berdasarkan komposisinya, sampah dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Sampah Organik, yaitu sampah yang mudah membusuk seperti sisa
makanan, sayuran, daun-daun kering, dan sebagainya. Sampah ini dapat
diolah lebih lanjut menjadi kompos;
2. Sampah Anorganik, yaitu sampah yang tidak mudah membusuk, seperti
plastik wadah pembungkus makanan, kertas, plastik mainan, botol dan
gelas minuman, kaleng, kayu, dan sebagainya. Sampah ini dapat dijadikan
sampah komersil atau sampah yang laku dijual untuk dijadikan produk
lainnya. Beberapa sampah anorganik yang dapat dijual adalah plastik
wadah pembungkus makanan, botol dan gelas bekas minuman, kaleng,
kaca,
dan kertas, baik kertas koran, HVS, maupun karton;
Di negara-negara berkembang komposisi sampah terbanyak adalah
sampah
organik, sebesar 60 70%, dan sampah anorganik sebesar 30%.
Ancaman Bagi Kawasan Wisata Alam
Dampak negatif yang ditimbulkan dari sampah yang tidak dikelola dengan
baik adalah sebagai berikut:
a. Gangguan Kesehatan:
Timbulan sampah dapat menjadi tempat pembiakan lalat yang dapat
mendorong penularan infeksi;
Timbulan sampah dapat menimbulkan penyakit yang terkait dengan
tikus;
b. Menurunnya kualitas lingkungan
c. Menurunnya estetika lingkungan
Timbulan sampah yang bau, kotor dan berserakan akan menjadikan
lingkungan tidak indah untuk dipandang mata;
d. Terhambatnya pembangunan negara
Dengan menurunnya kualitas dan estetika lingkungan, mengakibatkan
pengunjung atau wisatawan enggan untuk mengunjungi daerah wisata
tersebut karena merasa tidak nyaman, dan daerah wisata tersebut
menjadi

tidak menarik untuk dikunjungi. Akibatnya jumlah kunjungan wisatawan


menurun, yang berarti devisa negara juga menurun.
Pengelolaan Sampah
Agar pengelolaan sampah berlangsung dengan baik dan mencapai tujuan
yang
diinginkan, maka setiap kegiatan pengelolaan sampah harus mengikuti
filosofi pengelolaan sampah. Filosofi pengelolaan sampah adalah bahwa
semakin sedikit dan semakin dekat sampah dikelola dari sumbernya,
maka
pengelolaannya akan menjadi lebih mudah dan baik, serta lingkungan
yang
terkena dampak juga semakin sedikit.
Tahapan Pengelolaan sampah yang dapat dilakukan di kawasan wisata
alam adalah:
a. Pencegahan dan Pengurangan Sampah dari Sumbernya
Kegiatan ini dimulai dengan kegiatan pemilahan atau pemisahan sampah
organik dan anorganik dengan menyediakan tempat sampah organik dan
anorganik disetiap kawasan yang sering dikunjungi wisatawan.
b. Pemanfaatan Kembali
Kegiatan pemanfaatan sampah kembali, terdiri atas:
1). Pemanfaatan sampah organik, seperti composting (pengomposan).
Sampah
yang mudah membusuk dapat diubah menjadi pupuk kompos yang ramah
lingkungan untuk melestarikan fungsi kawasan wisata.
Berdasarkan hasil, penelitian diketahui bahwa dengan melakukan
kegiatan
composting sampah organik yang komposisinya mencapai 70%, dapat
direduksi hingga mencapai 25%.
2). Pemanfaatan sampah anorganik, baik secara langsung maupun tidak
langsung.
Pemanfaatan kembali secara langsung, misalnya pembuatan kerajinan
yang
berbahan baku dari barang bekas, atau kertas daur ulang. Sedangkan
pemanfaatan kembali secara tidak langsung, misalnya menjual barang
bekas
seperti kertas, plastik, kaleng, koran bekas, botol, gelas dan botol
air minum dalam kemasan.
c. Tempat Pembuangan Sampah Akhir
Sisa sampah yang tidak dapat dimanfaatkan secara ekonomis baik dari
kegiatan
composting maupun pemanfaatan sampah anorganik, jumlahnya
mencapai
10%, harus dibuang ke Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA). Di
Indonesia, pengelolaan TPA menjadi tanggung jawab masing-masing
Pemda.
Dengan pengelolaan sampah yang baik, sisa sampah akhir yang benarbenar

tidak dapat dimanfaatkan lagi hanya sebesar 10%. Kegiatan ini tentu
saja akan menurunkan biaya pengangkutan sampah bagi pengelola
kawasan
wisata alam, mengurangi luasan kebutuhan tempat untuk lokasi TPS,
serta
memperkecil permasalahan sampah yang saat ini dihadapi oleh banyak
pemerintah daerah.
Pengelolaan sampah yang dilakukan di kawasan wisata alam, akan
memberikan banyak manfaat, diantaranya adalah:
a. Menjaga keindahan, kebersihan dan estetika lingkungan kawasan
sehingga menarik wisatawan untuk berkunjung;
b. Tidak memerlukan TPS yang luas, sehingga pengelola wisata dapat
mengoptimalkan penggunaan pemanfaatan kawasan;
c. Mengurangi biaya angkut sampah ke TPS;
d. Mengurangi beban Pemda dalam mengelola sampah.
B. Limbah Plastik
Nama plastik mewakili ribuan bahan yang berbeda sifat fisis, mekanis,
dan kimia. Secara garis besar plastik dapat digolongkan menjadi dua
golongan besar, yakni plastik yang bersifat thermoplastic dan yang
bersifat thermoset. Thermoplastic dapat dibentuk kembali dengan mudah
dan diproses menjadi bentuk lain, sedangkan jenis thermoset bila telah
mengeras tidak dapat dilunakkan kembali. Plastik yang paling umum
digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah dalam bentuk
thermoplastic.
Seiring dengan perkembangan teknologi, kebutuhan akan plastik terus
meningkat. Data BPS tahun 1999 menunjukkan bahwa volume
perdagangan
plastik impor Indonesia, terutama polipropilena (PP) pada tahun 1995
sebesar 136.122,7 ton sedangkan pada tahun 1999 sebesar 182.523,6
ton,
sehingga dalam kurun waktu tersebut terjadi peningkatan sebesar
34,15%.
Jumlah tersebut diperkirakan akan terus meningkat pada tahun-tahun
selanjutnya. Sebagai konsekuensinya, peningkatan limbah plastikpun
tidak
terelakkan. Menurut Hartono (1998) komposisi sampah atau limbah plastik
yang dibuang oleh setiap rumah tangga adalah 9,3% dari total sampah
rumah tangga. Di Jabotabek rata-rata setiap pabrik menghasilkan satu ton
limbah plastik setiap minggunya. Jumlah tersebut akan terus bertambah,
disebabkan sifat-sifat yang dimiliki plastik, antara lain tidak dapat
membusuk, tidak terurai secara alami, tidak dapat menyerap air, maupun
tidak dapat berkarat, dan pada akhirnya akhirnya menjadi masalah bagi
lingkungan. (YBP, 1986).
Plastik juga merupakan bahan anorganik buatan yang tersusun dari
bahan-bahan kimia yang cukup berahaya bagi lingkungan. Limbah
daripada
plastik ini sangatlah sulit untuk diuraikan secara alami. Untuk
menguraikan sampah plastik itu sendiri membutuhkan kurang lebih 80
tahun

agar dapat terdegradasi secara sempurna. Oleh karena itu penggunaan


bahan plastik dapat dikatakan tidak bersahabat ataupun konservatif bagi
lingkungan apabila digunakan tanpa menggunakan batasan tertentu.
Sedangkan di dalam kehidupan sehari-hari, khususnya kita yang berada di
Indonesia,penggunaan bahan plastik bisa kita temukan di hampir seluruh
aktivitas hidup kita. Padahal apabila kita sadar, kita mampu berbuat
lebih untuk hal ini yaitu dengan menggunakan kembali (reuse) kantung
plastik yang disimpan di rumah. Dengan demikian secara tidak langsung
kita telah mengurangi limbah plastik yang dapat terbuang percuma
setelah
digunakan (reduce). Atau bahkan lebih bagus lagi jika kita dapat
mendaur ulang plastik menjadi sesuatu yang lebih berguna (recycle).
Bayangkan saja jika kita berbelanja makanan di warung tiga kali sehari
berarti dalam satu bulan satu orang dapat menggunakan 90 kantung
plastik
yang seringkali dibuang begitu saja. Jika setengah penduduk Indonesia
melakukan hal itu maka akan terkumpul 90125 juta=11250 juta kantung
plastik yang mencemari lingkungan. Berbeda jika kondisi berjalan
sebaliknya yaitu dengan penghematan kita dapat menekan hingga nyaris
90%
dari total sampah yang terbuang percuma. Namun fenomena yang terjadi
adalah penduduk Indonesia yang masih
malu jika membawa kantung plastik kemana-mana. Untuk informasi saja
bahwa di supermarket negara China, setiap pengunjung diwajibkan
membawa
kantung plastik sendiri dan apabila tidak membawa maka akan dikenakan
biaya tambahan atas plastik yang dikeluarkan pihak supermarket.
Pengelolaan Limbah Plastik Dengan Metode Recycle (Daur Ulang)
Pemanfaatan limbah plastik merupakan upaya menekan pembuangan
plastik
seminimal mungkin dan dalam batas tertentu menghemat sumber daya
dan
mengurangi ketergantungan bahan baku impor. Pemanfaatan limbah
plastik
dapat dilakukan dengan pemakaian kembali (reuse) maupun daur ulang
(recycle). Di Indonesia, pemanfaatan limbah plastik dalam skala rumah
tangga umumnya adalah dengan pemakaian kembali dengan keperluan
yang
berbeda, misalnya tempat cat yang terbuat dari plastik digunakan untuk
pot atau ember. Sisi jelek pemakaian kembali, terutama dalam bentuk
kemasan adalah sering digunakan untuk pemalsuan produk seperti yang
seringkali terjadi di kota-kota besar (Syafitrie, 2001).
Pemanfaatan limbah plastik dengan cara daur ulang umumnya dilakukan
oleh
industri. Secara umum terdapat empat persyaratan agar suatu limbah
plastik dapat diproses oleh suatu industri, antara lain limbah harus
dalam bentuk tertentu sesuai kebutuhan (biji, pellet, serbuk, pecahan),
limbah harus homogen, tidak terkontaminasi, serta diupayakan tidak
teroksidasi. Untuk mengatasi masalah tersebut, sebelum digunakan

limbah
plastik diproses melalui tahapan sederhana, yaitu pemisahan,
pemotongan,
pencucian, dan penghilangan zat-zat seperti besi dan sebagainya (Sasse
et al.,1995).
Terdapat hal yang menguntungkan dalam pemanfaatan limbah plastik di
Indonesia dibandingkan negara maju. Hal ini dimungkinkan karena
pemisahan secara manual yang dianggap tidak mungkin dilakukan di
negara
maju, dapat dilakukan di Indonesia yang mempunyai tenaga kerja
melimpah
sehingga pemisahan tidak perlu dilakukan dengan peralatan canggih yang
memerlukan biaya tinggi. Kondisi ini memungkinkan berkembangnya
industri
daur ulang plastik di Indonesia (Syafitrie, 2001).
Pemanfaatan plastik daur ulang dalam pembuatan kembali barang-barang
plastik telah berkembang pesat. Hampir seluruh jenis limbah plastik
(80%) dapat diproses kembali menjadi barang semula walaupun harus
dilakukan pencampuran dengan bahan baku baru dan additive untuk
meningkatkan kualitas (Syafitrie, 2001). Menurut Hartono (1998) empat
jenis limbah plastik yang populer dan laku di pasaran yaitu polietilena
(PE), High Density Polyethylene (HDPE), polipropilena (PP), dan asoi.
Plastik Daur Ulang Sebagai Matriks
Di Indonesia, plastik daur ulang sebagian besar dimanfaatkan kembali
sebagai produk semula dengan kualitas yang lebih rendah. Pemanfaatan
plastik daur ulang sebagai bahan konstruksi masih sangat jarang ditemui.
Pada tahun 1980 an, di Inggris dan Italia plastik daur ulang telah
digunakan untuk membuat tiang telepon sebagai pengganti tiang-tiang
kayu
atau besi. Di Swedia plastik daur ulang dimanfaatkan sebagai bata
plastik untuk pembuatan bangunan bertingkat, karena ringan serta lebih
kuat dibandingkan bata yang umum dipakai (YBP, 1986).
Pemanfaatan plastik daur ulang dalam bidang komposit kayu di Indonesia
masih terbatas pada tahap penelitian. Ada dua strategi dalam pembuatan
komposit kayu dengan memanfaatkan plastik, pertama plastik dijadikan
sebagai binder sedangkan kayu sebagai komponen utama; kedua kayu
dijadikan bahan pengisi/filler dan plastik sebagai matriksnya.
Penelitian mengenai pemanfaatan plastik polipropilena daur ulang sebagai
substitusi perekat termoset dalam pembuatan papan partikel telah
dilakukan oleh Febrianto dkk (2001). Produk papan partikel yang
dihasilkan memiliki stabilitas dimensi dan kekuatan mekanis yang tinggi
dibandingkan dengan papan partikel konvensional. Penelitian plastik daur
ulang sebagai matriks komposit kayu plastik dilakukan Setyawati (2003)
dan Sulaeman (2003) dengan menggunakan plastik polipropilena daur
ulang.
Dalam pembuatan komposit kayu plastik daur ulang, beberapa polimer
termoplastik dapat digunakan sebagai matriks, tetapi dibatasi oleh
rendahnya temperatur permulaan dan pemanasan dekomposisi kayu

(lebih
kurang 200C).
Penanganan dan Pengolahan Limbah Rumah Sakit
Kegiatan rumah sakit menghasilkan berbagai macam limbah yang berupa
benda cair, padat dan gas.Pengelolaan limbah rumah sakit adalah bagian
dari kegiatan penyehatan lingkungan di rumah sakit yang bertujuan untuk
melindungi masyarakat dari bahaya pencemaran lingkungan yang
bersumber
dari limbah rumah sakit.
Sebagaimana termaktub dalam Undang-undang No. 9 tahun 1990 tentang
Pokok-pokok Kesehatan, bahwa setiap warga berhak memperoleh derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya.
Ketentuan tersebut menjadi dasar bagi pemerintah untuk
menyelenggarakan
kegiatan yang berupa pencegahan dan pemberantasan penyakit,
pencegahan
dan penanggulangan pencemaran, pemulihan kesehatan, penerangan dan
pendidikan kesehatan kepada masyarakat (Siregar, 2001).
Upaya perbaikan kesehatan masyarakat dapat dilakukan melalui berbagai
macam cara, yaitu pencegahan dan pemberantasan penyakit menular,
penyehatan lingkungan, perbaikan gizi, penyediaan air bersih, penyuluhan
kesehatan serta pelayanan kesehatan ibu dan anak. Selain itu,
perlindungan terhadap bahaya pencemaran lingkungan juga perlu diberi
perhatian khusus (Said dan Ineza, 2002).
Rumah sakit merupakan sarana upaya perbaikan kesehatan yang
melaksanakan
pelayanan kesehatan dan dapat dimanfaatkan pula sebagai lembaga
pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian. Pelayanan kesehatan yang
dilakukan rumah sakit berupa kegiatan penyembuhan penderita dan
pemulihan keadaan cacat badan serta jiwa (Said dan Ineza, 2002).
Kegiatan rumah sakit menghasilkan berbagai macam limbah yang berupa
benda cair, padat dan gas. Pengelolaan limbah rumah sakit adalah bagian
dari kegiatan penyehatan lingkungan di rumah sakit yang bertujuan untuk
melindungi masyarakat dari bahaya pencemaran lingkungan yang
bersumber
dari limbah rumah sakit. Unsur-unsur yang terkait dengan
penyelenggaraan
kegiatan pelayanan rumah sakit (termasuk pengelolaan limbahnya), yaitu
(Giyatmi. 2003) :
Pemrakarsa atau penanggung jawab rumah sakit.
Pengguna jasa pelayanan rumah sakit.
Para ahli, pakar dan lembaga yang dapat memberikan saran-saran.
Para pengusaha dan swasta yang dapat menyediakan sarana dan fasilitas
yang diperlukan.
Upaya pengelolaan limbah rumah sakit telah dilaksanakan dengan
menyiapkan perangkat lunaknya yang berupa peraturan-peraturan,
pedoman-pedoman dan kebijakan-kebijakan yang mengatur pengelolaan
dan
peningkatan kesehatan di lingkungan rumah sakit. Di samping itu secara

bertahap dan berkesinambungan Departemen Kesehatan mengupayakan


instalasi pengelolaan limbah rumah sakit. Sehingga sampai saat ini
sebagian rumah sakit pemerintah telah dilengkapi dengan fasilitas
pengelolaan limbah, meskipun perlu untuk disempurnakan. Namun harus
disadari bahwa pengelolaan limbah rumah sakit masih perlu ditingkatkan
lagi (Barlin, 1995).
Peranan Rumah Sakit Dalam Pengelolaan Limbah
Rumah sakit adalah sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan
upaya
pelayanan kesehatan yang meliputi pelayanan rawat jalan, rawat nginap,
pelayanan gawat darurat, pelayanan medik dan non medik yang dalam
melakukan proses kegiatan hasilnya dapat
mempengaruhi lingkungan sosial, budaya dan dalam menyelenggarakan
upaya
dimaksud dapat mempergunakan teknologi yang diperkirakan mempunyai
potensi besar terhadap lingkungan (Agustiani dkk, 1998).
Limbah yang dihasilkan rumah sakit dapat membahayakan kesehatan
masyarakat, yaitu limbah berupa virus dan kuman yang berasal dan
Laboratorium Virologi dan Mikrobiologi yang sampai saat ini belum ada
alat penangkalnya sehingga sulit untuk dideteksi. Limbah cair dan Iimbah
padat yang berasal dan rumah sakit dapat berfungsi sebagai media
penyebaran gangguan atau penyakit bagi para petugas, penderita
maupun
masyarakat. Gangguan tersebut dapat berupa pencemaran udara,
pencemaran
air, tanah, pencemaran makanan dan minunian. Pencemaran tersebut
merupakan agen agen kesehatan lingkungan yang dapat mempunyai
dampak
besar terhadap manusia (Agustiani dkk, 1998).
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Pokok-Pokok Kesehatan
menyebutkan bahwa setiap warga negara Indonesia berhak memperoleh
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Oleh karena itu Pemerintah
menyelenggarakan usaha-usaha dalam lapangan pencegahan dan
pemberantasan
penyakitpencegahan dan penanggulangan pencemaran, pemulihan
kesehatan,
penerangan dan pendidikan kesehatan pada rakyat dan lain sebagainya
(Karmana dkk, 2003). Usaha peningkatan dan pemeliharaan kesehatan
harus
dilakukan secara terus menerus, sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan di bidang kesehatan, maka usaha pencegahan dan
penanggulangan pencemaran diharapkan mengalami kemajuan. Adapun
cara-cara pencegahan dan penanggulangan pencemaran limbah rumah
sakit
antara lain adalah melalui (Karmana dkk, 2003) :
Proses pengelolaan limbah padat rumah sakit.
Proses mencegah pencemaran makanan di rumah sakit.
Sarana pengolahan/pembuangan limbah cair rumah sakit pada dasarnya
berfungsi menerima limbah cair yang berasal dari berbagai alat sanitair,

menyalurkan melalui instalasi saluran pembuangan dalam gedung


selanjutnya melalui instalasi saluran pembuangan di luar gedung menuju
instalasi pengolahan buangan cair. Dari instalasi limbah, cairan yang
sudah diolah mengalir saluran pembuangan ke perembesan tanah atau ke
saluran pembuangan kota (Sabayang dkk, 1996). Limbah padat yang
berasal
dari bangsal-bangsal, dapur, kamar operasi dan lain sebagainya baik yang
medis maupun non medis perlu dikelola sebaik-baiknya sehingga
kesehatan
petugas, penderita dan masyarakat di sekitar rumah sakit dapat
terhindar dari kemungkinan-kemungkinan dampak pencemaran limbah
rumah
sakit tersebut (Sabayang dkk, 1996).
Potensi Pencemaran Limbah Rumah Sakit
Dalam profil kesehatan Indonesia, Departemen Kesehatan, 1997
diungkapkan
seluruh RS di Indonesia berjumlah 1090 dengan 121.996 tempat tidur.
Hasil kajian terhadap 100 RS di Jawa dan Bali menunjukkan bahwa
rata-rata produksi sampah sebesar 3,2 Kg per tempat tidur per hari.
Sedangkan produksi limbah cair sebesar 416,8 liter per tempat tidur per
hari. Analisis lebih jauh menunjukkan, produksi sampah (limbah padat)
berupa limbah domestik sebesar 76,8 persen dan berupa limbah infektius
sebesar 23,2 persen. Diperkirakan secara nasional produksi sampah
(limbah padat) RS sebesar 376.089 ton per hari dan produksi air limbah
sebesar 48.985,70 ton per hari. Dari gambaran tersebut dapat
dibayangkan
betapa besar potensi RS untuk mencemari lingkungan dan
kemungkinannya
menimbulkan kecelakaan serta penularan penyakit (Sebayang dkk, 1996).
Rumah sakit menghasilkan limbah dalam jumlah besar, beberapa
diantaranya
membahyakan kesehatan di lingkungannya. Di negara maju, jumlah
limbah
diperkirakan 0,5 0,6 kilogram per tempat tidur rumah sakit per hari
(Sebayang dkk, 1996).
Sementara itu, Pemerintah Kota Jakarta Timur telah melayangkan teguran
kepada 23 rumah sakit (RS) yang tidak mengindahkan surat peringatan
mengenai keharusan memiliki instalasi pengolahan air limbah (IPAL).
Berdasarkan data dari Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD)
Jaktim yang diterima Pembaruan, dari 26 rumah sakit yang ada di Jaktim,
hanya tiga rumah sakit saja yang memiliki IPAL dan bekerja dengan baik.
Selebihnya, ada yang belum memiliki IPAL dan beberapa rumah sakit
IPAL-nya dalam kondisi rusak berat (Sebayang dkk, 1996).Data tersebut
juga menyebutkan, hanya sembilan rumah sakit saja yang memiliki
incinerator. Alat tersebut, digunakan untuk membakar limbah padat
berupa
limbah sisa-sisa organ tubuh manusia yang tidak boleh dibuang begitu
saja. Menurut Kepala BPLHD Jaktim, Surya Darma, pihaknya sudah
menyampaikan surat edaran yang mengharuskan pihak rumah sakit

melaporkan
pengelolaan limbahnya setiap tiga bulan sekali. Sayangnya, sejak
dilayangkannya surat edaran akhir September 2005 lalu, hanya tiga
rumah
sakit saja yang memberikan laporan. Menurut Surya, limbah rumah sakit,
khususnya limbah medis yang infeksius, belum dikelola dengan baik.
Sebagian besar pengelolaan limbah infeksius disamakan dengan limbah
medis noninfeksius. Selain itu, kerap bercampur limbah medis dan
nonmedis. Percampuran tersebut justru memperbesar permasalahan
limbah
medis. Padahal, limbah medis memerlukan pengelolaan khusus yang
berbeda
dengan limbah nonmedis. Yang termasuk limbah medis adalah limbah
infeksius, limbah radiologi, limbah sitotoksis, dan limbah laboratorium.
Pasalnya, tangki pembuangan seperti itu di Indonesia sebagian besar
tidak memenuhi syarat sebagai tempat pembuangan limbah. Ironisnya,
malah
sebagian besar limbah rumah sakit dibuang ke tangki pembuangan
seperti
itu (Sebayang dkk, 1996).Sementara itu, Kepala Seksi Penyehatan
Lingkungan Sudin Kesmas Jaktim menduga, buruknya pengelolaan limbah
rumah sakit karena pengelolaan limbah belum menjadi syarat akreditasi
rumah sakit. Sedangkan peraturan proses pembungkusan limbah padat
yang
diterbitkan Departemen Kesehatan pada 1992 pun sebagian besar tidak
dijalankan dengan benar. Padahal setiap rumah sakit, selain harus
memiliki IPAL, juga harus memiliki surat pernyataan pengelolaan
lingkungan (SPPL) dan surat izin pengolahan limbah cair. Sementara
limbah organ-organ manusia harus di bakar di incinerator. Persoalannya,
harga incinerator itu cukup mahal sehingga tidak semua rumah sakit bisa
memilikinya (Sebayang dkk, 1996).
Beberapa hal yang patut jadi pemikiran bagi pengelola rumah sakit, dan
jadi penyebab tingginya tingkat penurunan kualitas lingkungan dari
kegiatan rumah sakit antara lain disebabkan, kurangnya kepedulian
manajemen terhadap pengelolaan lingkungan karena tidak memahami
masalah
teknis yang dapat diperoleh dari kegiatan pencegahan pencemaran,
kurangnya komitmen pendanaan bagi upaya pengendalian pencemaran
karena
menganggap bahwa pengelolaan rumah sakit untuk menghasilkan uang
bukan
membuang uang mengurusi pencemaran, kurang memahami apa yang
disebut
produk usaha dan masih banyak lagi kekurangan lainnya (Sebayang dkk,
1996). Untuk itu, upaya-upaya yang harus dilakukan rumah sakit adalah,
mulai dan membiasakan untuk mengidentifikasi dan memilah jenis limbah
berdasarkan teknik pengelolaan (Limbah B3, infeksius, dapat digunapakai
atau guna ulang). Meningkatkan pengelolaan dan pengawasan serta
pengendalian terhadap pembelian dan penggunaan, pembuangan bahan

kimia
baik B3 maupun non B3. Memantau aliran obat mencakup pembelian dan
persediaan serta meningkatkan pengetahuan karyawan terhadap
pengelolaan
lingkungan melalui pelatihan dengan materi pengolahan bahan,
pencegahan
pencemaran, pemeliharaan peralatan serta tindak gawat darurat
(Sebayang
dkk, 1996).
Jenis Limbah Rumah Sakit Dan Dampaknya Terhadap Kesehatan Serta
Lingkungan
Limbah rumah Sakit adalah semua limbah yang dihasilkan oleh kegiatan
rumah sakit dan kegiatan penunjang lainnya. Mengingat dampak yang
mungkin timbul, maka diperlukan upaya pengelolaan yang baik meliputi
pengelolaan sumber daya manusia, alat dan sarana, keuangan dan
tatalaksana pengorganisasian yang ditetapkan dengan tujuan
memperoleh
kondisi rumah sakit yang memenuhi persyaratan kesehatan lingkungan
(Said, 1999). Limbah rumah Sakit bisa mengandung bermacam-macam
mikroorganisme bergantung pada jenis rumah sakit, tingkat pengolahan
yang dilakukan sebelum dibuang. Limbah cair rumah sakit dapat
mengandung
bahan organik dan anorganik yang umumnya diukur dan parameter BOD,
COD,
TSS, dan lain-lain. Sedangkan limbah padat rumah sakit terdiri atas
sampah mudah membusuk, sampah mudah terbakar, dan lain-lain.
Limbahlimbah tersebut kemungkinan besar mengandung mikroorganisme
patogen atau
bahan kimia beracun berbahaya yang menyebabkan penyakit infeksi dan
dapat tersebar ke lingkungan rumah sakit yang disebabkan oleh teknik
pelayanan kesehatan yang kurang memadal, kesalahan penanganan
bahan-bahan terkontaminasi dan peralatan, serta penyediaan dan
pemeliharaan sarana sanitasi yang masib buruk (Said, 1999).
Pembuangan limbah yang berjumlah cukup besar ini paling baik jika
dilakukan dengan memilah-milah limbah ke dalam pelbagai kategori.
Untuk
masing-masing jenis kategori diterapkan cara pembuangan limbah yang
berbeda. Prinsip umum pembuangan limbah rumah sakit adalah sejauh
mungkin menghindari resiko kontaminsai dan trauma (injury). jenis-jenis
limbah rumah sakit meliputi bagian berikut ini (Shahib dan Djustiana,
1998) :
a. Limbah Klinik
Limbah dihasilkan selama pelayanan pasien secara rutin, pembedahan
dan
di unit-unit resiko tinggi. Limbah ini mungkin berbahaya dan
mengakibatkan resiko tinggi infeksi kuman dan populasi umum dan staf
rumah sakit. Oleh karena itu perlu diberi label yang jelas sebagai
resiko tinggi. contoh limbah jenis tersebut ialah perban atau pembungkus

yang kotor, cairan badan, anggota badan yang diamputasi, jarum-jarum


dan semprit bekas, kantung urin dan produk darah.
b. Limbah Patologi
Limbah ini juga dianggap beresiko tinggi dan sebaiknya diotoklaf sebelum
keluar dari unit patologi. Limbah tersebut harus diberi label
biohazard.
c. Limbah Bukan Klinik
Limbah ini meliputi kertas-kertas pembungkus atau kantong dan plastik
yang tidak berkontak dengan cairan badan. Meskipun tidak menimbulkan
resiko sakit, limbah tersebut cukup merepotkan karena memerlukan
tempat
yang besar untuk mengangkut dan mambuangnya.
d. Limbah Dapur
Limbah ini mencakup sisa-sisa makanan dan air kotor. Berbagai serangga
seperti kecoa, kutu dan hewan mengerat seperti tikus merupakan
gangguan
bagi staf maupun pasien di rumah sakit.
e. Limbah Radioaktif
Walaupun limbah ini tidak menimbulkan persoalan pengendalian infeksi di
rumah sakit, pembuangannya secara aman perlu diatur dengan baik.
Pencegahan Pengolahan Limbah Pada Pelayanan Kesehatan
Pengolahan limbah pada dasarnya merupakan upaya mengurangi volume,
konsentrasi atau bahaya limbah, setelah proses produksi atau kegiatan,
melalui proses fisika, kimia atau hayati. Dalam pelaksanaan pengelolaan
limbah, upaya pertama yang harus dilakukan adalah upaya preventif yaitu
mengurangi volume bahaya limbah yang dikeluarkan ke lingkungan yang
meliputi upaya mengunangi limbah pada sumbernya, serta upaya
pemanfaatan
limbah (Shahib, 1999). Program minimisasi limbah di Indonesia baru
mulai digalakkan, bagi rumah sakit masih merupakan hal baru, yang
tujuannya untuk mengurangi jumlah limbah dan pengolahan limbah yang
masih mempunyainilai ekonomi (Shahib, 1999).

PENUTUP
Kesimpulan
Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik
industri maupun domestik (rumah tangga, yang lebih dikenal sebagai
sampah) atau juga dapat dihasilkan oleh alam yang kehadirannya pada
suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak
memiliki nilai ekonomis

Air limbah yang tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan dampak buruk bagi makhluk
hidup dan lingkungannya.
Beberapa dampak buruk tersebut antara lain sebagai berikut:
1) Gangguan kesehatan

a.

Cholera adalah penyakit usus halus yang akut dan berat yang disebabkan oleh bakteri
Vibrio cholera.
b. Typhus abdominalis adalah penyakit yang menyerang usus halus yang disebabkan
bakteri salmonella typi.
c. Hepatitis A disebabkan oleh virus hepatitis A
d. Dysentrie amoeba disebabkan oleh protozoa bernama Entamoeba hystolytica
2) Penurunan kualitas lingkungan
Bahan organik yang terdapat dalam air limbah jika dibuang langsung kesungai
dapt menyababkan kehidupan didalam air yang membutuhkan oksigen yang terlarut di
dalam sungai tersebut.
Dengan demikian akan menyebabkan kehidupan didalam air yang membutuhkan
oksigen akan terganggu, dalam hal ini akan mengurangi perkembangannya.
3) Gangguan terhadap keindahan
Air limbah yang mengandung pigmen warna yang dapat menimbulkan perubahan
warna pada bahan air penerima. Walaupun pigmen tersebut tidak menimbulkan gangguan
terhadap kesehatan, tapi terjadi gangguan keindahan terhadap badan air penerima
tersebut.
4) Gangguan kerusakan benda
Ada kalanya air limbah mengandung zat-zat yang dapat dikonversi oleh bakteri
anaerobic menjadi gas yang agresif seperti H2C. Gas ini dapat mempercepat proses
perkaratan pada benda yang terbuat dari besi dan bangunan air kotor lainnya.
Dengan cepat rusaknyaair tersebut maka biaya pemeliharaannya akan semakin
besar juga, yang berarti akan menimbulkan kerugian material.

You might also like