Professional Documents
Culture Documents
Oleh :
Marthalisa Silvana Sosir
14014101108
Pembimbing :
Dr.Tommy Febrianto
LEMBAR PENGESAHAN
Pembimbing
November 2014
BAB I
PENDAHULUAN
Seksualitas adalah komponen penting dalam identitas individu. Seksualitas mencakup
perasaan, sikap, dan perilaku yang dipengaruhi secara biologis dan budaya. Dimulai pada saat
lahir dan berlanjut sepanjang kehidupan, seksualitas membantu membentuk respon fisik,
sosial, emosional, dan intelektual individu. Fungsi seksual merupakan bagian yang turut
menentukan warna, kelekatan dan kekompakan pasangan suami-istri. Kehamilan memiliki
peran penting dalam fungsi seksual dan perilaku wanita. Masalah fungsi seksual dilaporkan
sering terjadi pada wanita hamil.1
Kehamilan pada suatu pasangan dapat menyebabkan perubahan perilaku seksual
mereka. Perubahan ini dipengaruhi oleh faktor-faktor perubahan fisiologis tubuh wanita
hamil, riwayat kehamilan berisiko ataupun persepsi wanita hamil terhadap daya tarik
seksualnya. Kehamilan merupakan suatu keadaan transisi, terjadi perubahan fisik dan
emosional dari pasangan suami istri.
Meskipun kehamilan merupakan hal yang dinanti oleh pasangan suami istri, namun
hubungan seksual selama kehamilan belum tentu merupakan hal yang menyenangkan, baik
secara fisik maupun emosional bagi kedua belah pihak.
Saat sang istri dalam keadaan hamil, pasangan suami istri cenderung akan lebih
berhati-hati bahkan akan libur sementara dari kegiatan seks. Hal tersebut dikarenakan banyak
anggapan yang beredar di masyarakat yang mengatakan bahwa selama sang istri hamil, tidak
boleh berhubungan intim karena akan menyebabkan keguguran, perdarahan dan lain
sebagainya.
Berdasarkan penjelasan dari jurnal Influence of Gestational Period on Sexual
Behavior tahun 2007, menyatakan bahwa hubungan intim memang merupakan salah satu
kebutuhan yang harus dipenuhi, tidak terpengaruh walaupun sang istri dalam kondisi hamil,
pasangan suami istri masih diperbolehkan unuk melakukan hubungan intim. Beberapa
peneliti di bidang kesehatan mengutarakan bahwa berhubungan seks pada saat hamil itu sahsah saja atau boleh dilakukan selama kedua pasangan tahu bagaimana cara untuk
berhubungan seks secara aman pada masa ini.2
BAB II
ISI
A. Efek Kondisi Kehamilan terhadap Hubungan Seksual3
Tubuh wanita menghasilkan hormon-hormon yang terdapat hanya pada saat
kehamilan, yang benar-benar mempengaruhi setiap sel dalam tubuhnya. Perubahanperubahan ini mempersiapkan tubuh wanita menjadi sebuah lingkungan yang baik
untuk janin yang akan terus berkembang. Terkadang hormon-hormon tersebut
menghasilkan efek yang tidak menyenangkan bagi wanita, seperti morning sickness
(mual di pagi hari). Meskipun terasa tidak mengenakkan tidak akan menyebabkan
masalah apa pun baik bagi ibu maupun janin, dan akan hilang memasuki trimester
kedua.
Sebagian besar pasangan mengkhawatirkan bahwa berhubungan seksual
selama kehamilan, terutama ketika respon mereka sangat menggebu-gebu, akan
melukai bayi. Sesungguhnya, jika kehamilannya tidak bermasalah atau tidak
mempunyai resiko tinggi tidak akan mengalami keguguran atau kelahiran prematur,
berhubungan seksual tidak akan menimbulkan efek apapun pada bayi.
Berbagai perubahan pada segi fisik dan emosi dapat mempengaruhi hasrat
melakukan hubungan seksual, baik secara positif dan negatif. Akan tetapi ada banyak
cara untuk meminimalkan pengaruh negatif tersebut. Salah satunya ialah dengan terus
berusaha untuk selalu berkomunikasi dengan pasangan. Efek kondisi kehamilan
terhadap minat untuk berhubungan seksual berbeda pada tiap trimester:
1. Trimester Pertama
a. Kondisi fisik dan emosi calon ibu:
i. Mual, dengan atau tanpa muntah, di pagi, malam atau sepanjang hari.
ii. Produksi air ludah meningkat
iii. Tubuh mudah lelah dan mengantuk.
iv. Payudara membengkak, puting tegang, nyeri jika disentuh atau diraba.
ii. Rasa mual dan muntah yang mulai berkurang dan perlahan menghilang.
iii. Vagina mengeluarkan cairan berwarna putih susu, encer, dan tidak bebau
yang lazim disebut leukorrhea. Ini normal terjadi karena adanya
peningkatan hormon selama kehamilan.
iv. Nafsu makan mulai meningkat
v. Payudara tidak lagi nyeri.
vi. Produksi hormone progesteron meningkat.
vii. Pinggul dan payudara lebih berisi berkat hormon kehamilan dan
pertambahan berat badan. Areola dan puting susu berwarna lebih gelap,
rambut dan kulit semakin mengilap dan bercahaya.
viii. Suasana hati jauh lebih baik, meskipun terkadang rasa sensitif dan
suasana hati masih mudah berubah.
ix. Mulai merasa percaya diri dengan kehamilannya.
b. Efek terhadap hubungan seksual
Meski tidak selalu, minat untuk berhubungan seks umumnya mulai
meningkat pada trimester kedua ini. Pada masa ini, secara fisik dan psikologi
sudah lebih dapat menyesuaikan diri pada berbagai perubahan yang terjadi
karena kehamilan.
Hubungan seksual di trimester kedua ini dapat terasa jauh lebih
menyenangkan. Hal ini dikarenakan meningkatnya hormon estrogen dan
volume darah di tubuh sehingga lebih banyak darah yang mengalir ke panggul
dan oegan kelamin dan akan lebih mudah mengalami orgasme. Umumnya
pada trimester ke dua ini sebagian besar wanita mengalami pembesaran bibir
vagina dan klitoris sehingga ujung-ujung saraf menjadi semakin sensitif. Akan
tetapi banyaknya aliran darah ke vagina juga menyebabkan suasana vagina.
Lubrikasi yang terjadi memang memudahkan penetrasi tetapi jika terlalu licin
dapat membuat penis sulit mempertahankan ereksi.
3. Trimester ketiga
a. Kondisi fisik dan emosi calon ibu:
i. Gerakan janin yang lebih kuat dibanding sebelumnya, sering kali lebih
aktif di malam hari.
ii. Perut semakin buncit, kaki bengkak, dan wajah sembab.
iii. Semakin mudah lelah dan nafas pendek.
iv. Kram kaki, terutama di malam hari.
v. Kulit perut terasa gatal, pusar menonjol.
vi. Kemungkinan mengalami varises.
vii. Kelenjar susu mulai aktif, ASI menetes jika payudara dirangsang.
viii.
mulai. Akan tetapi, jika tidak terjadi penurunan libido pada trimester ketiga
ini, hal itu normal saja.
B. Dampak Seks terhadap Kehamilan4-5
1. Keguguran:
Banyak pasangan yang merasa khawatir bahwa seks selama kehamilan dapat
menyebabkan keguguran. Akan tetapi masalah sebenarnya bukanlah terletak pada
aktifitas seksual. Keguguran biasanya berhubungan dengan ketidaknormalan
kromosom, kelainan genetic lain pada embrio, atau masalah lain yang dialami
janin yang sedang berkembang. Dalam banyak kasus hal itu dipicu oleh embrio
atau janin yang telah mati. Hal tersebut juga dapat disebabkan oleh kegagalan
tubuh ibu untuk memproduksi suplai hormone yang cukup.
Selain itu, faktor lingkungan, kurang nutrisi, infeksi, merokok, mengkonsumsi
alcohol, dan sebagainya juga berpengaruh. Dengan kata lain, dalam sebuah
kehamilan yang normal, keguguran tidak disebabkan oleh berhubungan intim,
olahraga, bekerja, atau mengangkat beban.
2. Menyakiti janin:
Kontak seksual tidak akan menjangkau atau mengganggu janin karena
terlindung oleh selaput dan cairan ketuban. Cairan ketuban merupakan peredam
kejut yang sangat baik, sehingga gerakan saat senggama maupun kontraksi rahim
saat orgasme akan teredam sehingga tidak menggangu janin.
3. Orgasme memicu kelahiran premature:
Orgasme dapat memicu kontraksi rahim. Namun, kontraksi ini berbeda dengan
kontraksi yang dirasakan menjelang saat melahirkan. Penelitian mengindikasikan
bahwa jika kehamilan normal, orgasme yang terjadi dengan atau tanpa melakukan
hubungan seksual tidak memicu kelahiran premature.
Kelahiran prematur disebabkan oleh perawatan masa kehamilan yang kurang
baik, merokok, memiliki keluarga dengan riwayat melahirkan premature,
mengalami infeksi pada vagina, cairan amniotonik, saluran kencing, atau infeksi
lainnya. Mengalami hipertensi, kehamilan kembar, atau stres fisik yang ekstrem di
tempat kerja (terutama berdiri dan berjalan lebih dari lima jam sehari selama masa
trimester ketiga), atau kekerasan fisik dari pasangan. Kelahiran prematur juga
umum terjadi pada wanita dengan tingkat ekonomi lemah, ibu tunggal, dan
kehamilan yang terjadi diusia sangat muda.
4. Pertumbuhan janin terganggu:
Meskipun janin turut bergoyang dan berayun saat melakukan hubungan
seksual, pertumbuhannya tidak akan terganggu. Reaksi janin (gerakan yang
8
6. Posisi pinggir ranjang : Sang istri berbaring telentang di tepi ranjang, atau bisa
juga lutut ditekuk dan kaki diletakkan di tepi kasur, sang suami bisa berlutut atau
berdiri di depan.
7. Posisi misionaris : Perempuan di bawah. Suami menahan tubuhnya dengan kedua
tangan agar tidak menekan perut istri.
10
kondisi janin, volume dan rupa flek, serta kondisi ibu yang kemungkinan
hubungan seksual bisa dilakukan.
4. Mulut rahim (cervix) lemah:
Kadang kala terjadi kelonggaran atau kelemahan pada mulut rahim yang bisa
disebut cervical incompetence. Keadaan ini bisa terjadi terutama pada wanita yang
pernah mengalami keguguran atau menggugurkan anak dengan sengaja. Jika
keadaan ini terjadi, pangkal rahim akan dijahit ketika usia kehamilan telah
mencapai empat bulan. Jika mulut rahim mulai terbuka secara prematur, seks
dapat meningkatkan resiko infeksi. Oleh karena itu jika terdiaknosis mulut rahim
mengalami kelonggaran hubungan seks sebaiknya dihindari.
5. Janin kembar (setelah kehamilan 28 minggu):
Jika terjadi kehamilan kembar. Sebaiknya menghindari berhubungan seksual
saat kehamilan memasuki trimester tiga, walaupun hingga saat ini belum
ditemukan adanya hubungan antara seks dengan kelahiran kembar prematur.
6. Herpes kelamin atau penyakit infeksi akibat hubungan seksual lain:
Jika menderita penyakit herpes kelamin atau penyakit infeksi akibat hubungan
seksual lain dan belum sembuh sempurna, sebaiknya hubungan intim dihindari
karena dikhawatirkan dapat menginfeksi janin.
11
4. Perasaan cinta tidak harus diwujudkan dengan hubungan seksual. Pelukan yang
hangat, ciuman mesra, atau pijatan yang nikmat juga merupakan bentuk perhatian
seksual.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Berhubungan seks dalam kehamilan tetap boleh dilakukan dengan beberapa syarat
yang harus dipenuhi.
2. Gerakan berhubungan seks dalam kehamilan harus lebih berhati-hati dan pelanpelan.
3. Hubungan seks dalam kehamilan dilarang untuk dilakukan, apabila dapat
membahayakan ibu dan janin.
B. Saran
1. Jangan ragu-ragu untuk bicara dengan dokter ketika anda mempunyai berbagai
pertanyaan atau kekhawatiran mengenai seks, khususnya jika anda tidak terlalu
12
yakin apakah anda perlu berhenti melakukan seks selama kehamilan atau
mengenai keselamatan bayimu.
2. Jika anda diberitahu untuk berhenti berhubungan seks, pastikan anda mengerti
apakah anda perlu untuk menghindari penetrasi atau orgasme ataupun keduanya.
3. Biarkanlah pasanganmu tahu bagaimana perasaanmu dan yakinkan dia bahwa
anda tetap mencintainya. Hal ini penting untuk menjaga garis komunikasi tetap
terbuka dan mendukung satu sama lain untuk melewati perubahan-perubahan ini
bersama.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Redeer, SJ. Keperawatan Maternitas Kesehatan Wanita, Bayi, dan Keluarga. Jakarta :
Buku Kedokteran EGC. 2011.
2. Khamis, MA, Mustofa MF, Toson MM. 2007. Influence of Gestational Period on
Sexual Behavior. J. Egypt Public health Assoc. 2007. 82 (1-2) 65-90.
3. Eisenberg, A., Murkoff, H., E., dan Halloway, S., E. 2009. Kehamilan apa yang anda
hadapi bulan perbulan. Edisi ke- 4. Jakarta : EGC. 2009.
4. Kelly, G., F. 2001. Sexuality today the human perspective. New York : The Dushkin
Publishing Group Inc.
5. De Judicibus, M., A., dan Mccabe, M.,P. 2002. Psychological factors and sexuality of
pregnant and postpartum women. The Journal of sex research.
6. Claire Jones, Crystal chan, dan Farine. 2011. Sex in pregnancy. Canadian Medical
Association Journal. DOI : 10/1503/cmaj/091580.
7. Kontoyannis M, Katsetos C, Panagopoulos P. Sexual intercourse during pregnancy.
Health Science Journal.
13
Nama
NRI
: 14014101108
No
November 2014
Nama
Alamat
14
Tanda Tangan
15