You are on page 1of 48

RESUME TUTORIAL

SKENARIO 2
Oleh:
TUTORIAL H
Gama Wisnu Sanjaya

(142010101022)

Ryan Ravi Is S

(142010101045)

Prasejiaji Praba Kumara

(142010101008)

Chiesa Ridwan Lazuardi

(142010101073)

Trinita Diyah Permatasari

(142010101068)

Nur Ulfiatus S

(142010101039)

Novia Adhitama

(142010101016)

Nurul Furqooniyah

(142010101024)

Esty Dwi Nurmalitta

(142010101026)

Elita Ismi Mientarini

(142010101080)

Nourma Sabila

(142010101046)

Siti Ananda Hardita

(142010101151)

Marddiyah Nurul Hasanah

(142010101159)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2015

SKENARIO 2
Nyeri Perut
1. Skenario
Seorang perempuan usia 44 tahun dibawa ke UGD RS dengan keluhan nyeri
perut sejak tiga hari yang lalu. Nyeri tersebut terus menetap disertai anoreksia, mual,
muntah

dan, lemas. Dari pemeriksaan fisik didapatkan ikterik, nyeri lokal pada

abdomen kuadran kanan atas, dan Murphy sign yang positif. Dokter curiga adanya
infeksi pada kandung empedu, lalu menyarankan pemeriksaan laboratorium darah
lengkap, bilirubin serum, fosfatase alkali, transaminase dan amilase.
Dari keterangan pasien ternyata ayah pasien pernah menderita penyakit dengan
gejala yang serupa. Saat itu usia ayahnya 50 tahun, mengeluh nyeri perut kanan
atas sejak 3 minggu sebelum masuk rumah sakit, memberat sejak 1 minggu sebelum
MRS. Nyeri dirasakan terus menerus, berkurang bila penderita membungkuk.
Keluhan disertai panas badan, mual namun tidak muntah dan adanya benjolan di
2. Klarifikasi Istilah
3. Rumusan Masalah
4. Analisis Masalah
LEARNING OBJECTIVE

I.
II.

Biokimia Heme
Patologi
a. Kolesistitis
b. Kolesistolitiasis
c. Koledokolitiasis
d. Pankreatitis
e. Ca Pankreas
f. Hepatitis A

g. Hepatitis B
h. Hepatitis C
i. Leptospirosis
j. Abses Hepar
k. Empiema dan Hidrops kandung empedu

PEMBAHASAN
I. Biokimia Heme

Pigmen bilirubin merupakan produk pecahnya hemoglobin. Pigmen ini


diproduksi pada tempat destruksi eritrosit (missal : limpa). Di situ hemoglobin
akan terpecah menjadi heme dan globin. Globin akan menjadi asam amino dan
digunakkan oleh tubuh. Sedangkan heme akan beredar menjadi bilirubin tak
terkonjugasi dan melalui darah serta berikatan dengan albumin akan memasuki
hepar. Di hepaar bilirubin berubah menjadi bilirubin terkonjugasi yang sudah larut
air dan dapat diekskresi. Bilirubin terkonjugasi akan memasuki usus dan oleh
bakteri di usus diubah menjadi urobilinogen dan akan dikeluarkan feses dalam
bentuk sterkobilin. Namun sebagian urobilinogen menuju ginjal dan dikeluarkan

melalui urin. Dan sebagian urobilinogen akan kembai ke kantung empedu untuk
masuk ke dalam siklus enterohepatik.
II. Kolesistitis
Definisi
Merupakan peradangan pada vesica fellea yang dapat disebabkan oleh
obstruksi kandung empedu, yang disesrtai nyeri tekan abdomen kuadran kanan
atas, dan demam. 90% disebabkan oleh obstruksi disebut kolesistitis kalkulus, dan
10% disebabkan oleh selain obstruksi disebut akalkulus. Berdasarkan onsetnya
dibagi menjadi kolesistitis akut dan kronis.
Patofisiologi
a. Kolesistitis kalkulus
Obstruksi pada kandung empedu oleh batu empedu akan menyebabkan
distensi pada kandung empedu maupun saluran empedu yang terusumbat.
Dengan adanya distensi ini maka aliran darah dan drainase limfatik pada
kandung empedu menurun, dapat menyebabkan iskemik di daerah tersebut.
Iskemik ini memicu reaksi peradangan, bisa disertai dengan deskuamasi sel
dan peningkatan produksi mukus, yang membuat obstruksi semakin tebal.
Pemberian makanan secara parenteral juga dapat menyebabkan stasis empedu
karena dengan tidak adanya asupan nutrisi secara oral, maka hormon CCK
yang berfungsi untuk merangsang kandung empedu untuk berkontraksi
menjadi tidak ada.
b. Kolesistitis akalkulus
Pasien dengan dehidrasi dan demam dapat pula menyebabkan iskemik,
endotoksin dapat menyebabkan respon kontraktilitas menurun terhadap CCK.
Manifestasi Klinis
a. Gejala local
1. Nyeri tekan kuadran kanan atas,menjalar hingga ke daerah skapula,
Murphy sign positif.
2. Perut terasa penuh
3. Nausea, Emesis

a. Gejala sistemik
1. Demam
2. Leukositosis
3. Peningkatan C-Reactive Protein
Diagnosis
a. Pemeriksaan Fisik
Pada penderita kolesistitis ditemukan riwayart nyeri hebat kuadran kanan atas
dan bertahan beberapa jam. Ditemukan Murphys Sign positif.
b. Pemeriksaan Laboratorium
Terjadi leukositosis, peningkatan CRP, dan pada 15% pasien terjadi
peningkatan SGPT, SGOT, dan alkali phospatase.
c. Pemeriksaan Pencitraan
Dapat

dilakukan

pemeriksaan

dengan

menggunakan

USG,

dengan

ditemukannya penebalan pada dinding kandung empedu, dan Murphys sign


positif saat probe berada di kuadran kanan atas. Ketepatan diagnosis dengan
menggunakan USG mencapai 90-95%, dan lebih dipilih karena termasuk
pemeriksaan non invasif dan tergolong lebih terjangkau apabila dibandingkan
dengan CT-scan maupun MRI.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan padakolesistitis bergantung pada keparahan dan ada atau
tidaknya komplikasi. Untuk penatalaksanaan pada kolesistitis akut ;
1. Mengistirahatkan sistem GIT
2. Diet rendah lemak, karena fungsi empedu untuk mengemulsikan lemak
3. Hidrasi IV dan pemantauan status elektrolit pasien
4. Pemberian analgesik
5. Pemberian antibiotik secara intravena, untuk pasien dengan gejala
ringan dapat diberikan antibiotik tunggal dengan spektrum luas.
Berdasarkan rekomendasi Sanford guide, diberikan ampicilin dan
meropenem. Dapat juga diberikan regimen alternatif yaitu sefalosporin
generasi 3 dan metrinidazol.
6. Diberikan antiemetik apabila pasien muntah dan nasogastric suction.
Komplikasi

a. Emphiema
Terjadi proliferasi bakteri pada obstruksi, demam meningkat secara
progresif.
b. Ileus batu kandung empedu
c. Kolesistitis emfisematous
Pada 1% kasus ditemukan adanya udara di kandung empedu akibat invasi
organiseme penghasil gas, seperti E. Coli, Klebsiella sp.
d. Pankreatitis dan sepsis.
III. Kolesistolitiasis
Definisi
Kolesistolitiasis yaitu adanya batu di dalam kandung empedu yang
biasanya disertai proses inflamasi. Kolesistolitiasis atau batu kandung empedu
adalah suatu gabungan beberapa unsure yang membentuk suatu material mirip
batu yang terbentuk di dalam kandung empedu dan duktus sistikus.
Epidemiologi
Insidensi Kolesistolitiasis di Negara barat adalah 20% dan banyak
menyerang orang dewasadan lanjut usia. Di Negara barat, 90% batu empedu
adalah batu kolesterol. Sebaliknya di Asia timur lebih banyak batu pigmen
daripada batu kolesterol.
Di Negara barat batu empedu banyak ditemukan mulai pada usia muda di bawah
30 tahun. meskipun usia rata-rata tersering ialah 40-50 tahun. Pada usia 60 tahun,
insidensi batu empedu meningkat. Jumlah penderita perempuan lebih banyak
daripada laki laki karena jumlah estrogen yang lebih tinggi dimana estrogen yang
tinggi dapat meningkatkan reseptor lipoprotein hepatic sehingga meningkatkan
uptake kolesterol oleh hepar dan menurunkan sekresi garam empedu.
Manifestasi Klinik

1. kolik bilier.
Tertanamnya batu dalam leher kandung empedu diduga menyebabkan
spasme kandung empedu, yang akan menyebabkan kolik bilier. Jika batu
jatuh ke belakang, kandung empedu didaerah kosong dan nyeri berhenti,
dan jika batu tetap berada di leher kandung empedu akan terjadi nyeri
yang terus menerus.
2. nyeri akut episodik akibat kolesistitis akut
3. dyspepsia
4. mual dan muntah
5. ikterus
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda toksemia, kuadran
kanan atas abdomen secara klasik ditemukan Murphys sign. Pada kasus yang
lebih lanjut dapat diraba massa inflamasi akibat pembengkakan kandung empedu
yang dikelilingi oleh omentum yang melekat.
Adanya ikterus menunjukkan koledokolitiasis, walaupun kemungkinan Mirizzis
syndrome, yaitu akibat kandung empedu yang membengkak, akibat adanya
kompresi dari kandung yang disebabkan oleh batu ke duktus koledokus .Kolik
bilier dapat memberikan gejala yang sama dengan kolesistitis tetapi biasanya tidak
terpengaruh dengan gerakan dan hanya berlangsung beberapa jam saja. Hal ini
sering dipicu oleh makanan berlemak tetapi akan sembuh spontan.
Pemeriksaan Laboratorium

Darah lengkap: untuk mengetahui adanya anemia dan infeksi. Apabila


terjadi infeksi maka jumlah leukosit akan meningkat (Leukositosis).

Urinalisis : untuk mengetahui warna urine dan kadar bilirubin

Bilirubin serum: penyebab ikterus yang tergolong prehepatik akan


menyebabkan peningkatan bilirubin indirect. Kelainan intrahepatik akan

menyebabkan peningkatan bilirubin indirect atau direct. Sedangkan


kelainan posthepatik akan menyebabkan bilirubin direct.

Aminotransferase dan fosfatase alkali meningkat

Prognosis
Komplikasi yang serius dan kematian terkait tindakan operasi sendiri
sangat jarang. Tingkat mortilitas operasi sekitar 0,1% pada penderita di bawah 50
tahun dan sekitar 0,5% pada penderita di atas 50 tahun. Tindakan operasi dapat
meringankan gejala batu empedu sebesar 95% dan batu empedu dapat timbul
kembali.
IV. Batu Saluran Empedu (Koledokolitiasis)
Koledokolitiasis mengacu pada adanya satu atau lebih batu empedu di
duktus biliaris komunis (common bile duct). Biasanya, ini terjadi ketika batu
empedu melewati dari kandung empedu ke dalam duktus biliaris komunis.
Sebuah batu empedu di duktus biliaris komunis dapat mempengaruhi distal di
ampula vater, titik di mana saluran empedu dan saluran pankreas bergabung
sebelum ke duodenum. Obstruksi aliran empedu oleh batu di titik kritis ini dapat
menyebabkan sakit perut dan ikterus.

Gambar Koledolitiasis
Epidemiologi

Prevalensi batu empedu adalah tertinggi pada orang keturunan Eropa


utara, dan pada populasi Hispanik dan penduduk asli Amerika. Prevalensi batu
empedu lebih rendah di Asia dan Afrika Amerika. Wanita lebih cenderung untuk
mengembangkan batu empedu kolesterol daripada laki-laki, terutama selama
tahun-tahun reproduksi mereka, ketika kejadian batu empedu pada wanita adalah
2-3 kali pada pria. Perbedaannya tampaknya terutama disebabkan estrogen, yang
meningkatkan sekresi empedu kolesterol.
Risiko pengembangan batu empedu meningkat dengan usia. Batu empedu
jarang terjadi pada anak-anak dengan tidak adanya anomali kongenital atau
gangguan hemolitik. Dimulai saat pubertas, konsentrasi kolesterol dalam empedu
meningkat. Setelah usia 15 tahun, prevalensi batu empedu di wanita AS
meningkat sekitar 1% per tahun; pada pria, sekitar 0,5% per tahun. Batu empedu
terus membentuk seluruh masa dewasanya, dan prevalensinya terbesar pada usia
lanjut. Insiden pada wanita menurun pada menopause, tetapi pembentukan batu
baru pada pria dan wanita berlanjut pada laju sekitar 0,4% per tahun hingga akhir
hidupnya.
Etiologi
Batu empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan jarang
pada saluran empedu lainnya.
Batu di dalam kandung empedu. Sebagian besar batu tersusun dari pigmenpigmen empedu dan kolesterol, selain itu juga tersusun oleh bilirubin, kalsium dan
protein.
Macam-macam batu yang terbentuk antara lain:
1.

Batu empedu kolesterol, terjadi karena :kenaikan sekresi kolesterol dan


penurunan produksi empedu.

Faktor lain yang berperan dalam pembentukan batu:

Infeksi kandung empedu


Usia yang bertambah
Obesitas
Wanita
Kurang makan sayur
Obat-obat untuk menurunkan kadar serum kolesterol

2. Batu pigmen empedu , ada dua macam;

Batu pigmen hitam : terbentuk di dalam kandung empedu dan disertai


hemolisis kronik/sirosis hati tanpa infeksi

Batu pigmen coklat

bentuk lebih besar , berlapis-lapis, ditemukan

disepanjang saluran empedu, disertai bendungan dan infeksi

Gam
bar kanan adalah batu kolesterol dan kiri adalah batu pigmen coklat
3. Batu saluran empedu
Sering dihubungkan dengan divertikula duodenum didaerah vateri. Ada
dugaan bahwa kelainan anatomi atau pengisian divertikula oleh makanan akan
menyebabkan obstruksi intermiten duktus koledokus dan bendungan ini
memudahkan timbulnya infeksi dan pembentukan batu.
Gejala Klinis
Penderita batu saluran empedu sering mempunyai gejala-gejala kronis dan akut.
GEJALA AKUT
TANDA :
1.

Epigastrium kanan terasa nyeri


1.
dan spasme

2.

Usaha inspirasi dalam waktu


2.

GEJALA KRONIS
TANDA:
Biasanya tak tampak gambaran pada
abdomen
Kadang terdapat nyeri di kwadran

diraba pada kwadran kanan atas


3.

kanan atas

Kandung empedu membesar dan


nyeri

4.
1.

Ikterus ringan
GEJALA:

GEJALA:

Rasa nyeri (kolik empedu) yang 1.

Rasa nyeri (kolik empedu), Tempat :

menetap

abdomen bagian atas (mid epigastrium),

2.

Mual dan muntah

Sifat : terpusat di epigastrium menyebar

3.

Febris (38,5C)

ke arah skapula kanan


2.

Nausea dan muntah

3.

Intoleransi dengan makanan berlemak

4.

Flatulensi

5.

Eruktasi (bersendawa)

Pemeriksaan penunjang
Tes laboratorium :
1. Leukosit : 12.000 - 15.000 /iu (N : 5000 - 10.000 iu).
2. Bilirubin : meningkat ringan, (N : < 0,4 mg/dl).
3. Amilase serum meningkat.( N: 17 - 115 unit/100ml).
4. USG : menunjukkan adanya bendungan /hambatan , hal ini karena adanya
batu empedu dan distensi saluran empedu

( frekuensi sesuai dengan

prosedur diagnostik)
5. Endoscopic Retrograde choledocho pancreaticography (ERCP), bertujuan
untuk melihat kandung empedu, tiga cabang saluran empedu melalui ductus
duodenum.
6. MRCP telah menggantikan ERCP sebagai standar emas untuk diagnosis
choledocholithiasis, mampu mencapai sensitivitas dan spesifisitas yang
sama (mendekati 100%) tanpa radiasi ionisasi, kontras intravena, atau
tingkat komplikasi yang melekat dalam ERCP. Cacat mengisi terlihat dalam
pohon bilier pada tipis T2 cross-sectional pencitraan tertimbang. Perawatan
harus diambil untuk tidak menggunakan lembaran tebal untuk diagnosis
volume rata-rata dapat mengaburkan batu-batu kecil. Namun, jika diagnosis

telah dijamin dengan ultrasound atau CT, tidak ada nilai tambah dari
MRCP, dan langkah selanjutnya adalah ERCP terapeutik.
7. CT Scan : menunjukkan gellbalder pada cysti, dilatasi pada saluran empedu,
obstruksi/obstruksi joundice.
8 .Foto Abdomen :Gambaran radiopaque (perkapuran ) galstones, pengapuran
pada saluran atau pembesaran pada gallblader.
Pengobatan dan Prognosis
Endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP) dengan sfingterektomi
adalah pengobatan pilihan untuk choledocholithiasis, namun dikaitkan dengan
tingkat komplikasi dari 5,8-24%. Dimana komplikasi dari penggunaan ERCP
dengan sfingterektomi adalah pankreatitis
V. Pankreatitis Akut
Definisi
Pankreatitis adalah keadaan dimana terjadi inflamasi atau peradangan pada
pankreas yang menyebabkan aktivasi enzim-enzim pankreas di dalam sel-sel
pankreas dan menyebabkan kerudakan jaringan. Pankreatitis akut dapat di
diagnosis apabila memenuhi 2 dari 3 kriteria berikut: (1) nyeri hebat di abdomen
daerah epigastrium dengan onset akut serta menjalar ke punggung, (2) kenaikan
kadar amilase dan lipase >3 kali lipat dari normal, dan (3) terdapat gambaran
karakteristik pankreatitis akut pada CT Scan, MRI, atau USG transabdominal.
(Kapita Selekta)
Klasifikasi
Pankreatitis Akut
Pankreatitis akut adalah inflamasi pada pankreas yang terjadi akibat
proses tercernanya organ ini oleh enzim-enzimnya sendiri. Maksudnya
secara normal pankreas dilindungi oleh enzim-enzim dingestinya sendiri
tapi karena terjadi kerusakan bisa mengakibatkan organ ini tercerna oleh
enzim sehingga terjadi inflamasi.
Pankreatitis akut terdiri dari dua spektrum:

Pankreatitis Intersisial

Biasanya ringan dan angka mortalilasnya tidak tinggi. Pada pankreatitis


intersisial, jaringan pankreas mengalami inflamasi namun belum
mengalami nekrosis. Terjadi inflamatorik parenkim pankreasyang
menyebabkan pankreas membesar secara difus.

Nekrosis Pankreatitis
Terjadinya nekrosis pada parenkim pankreas, jaringan peripankreas, atau
keduanya. Paling sering nekrosis mencakup keduanya. Angka mortalitas
pada nekrosis pankreas lebih tinggi dari pankreatitis intersisial. Nekrosis
dapat bersifat padat atau likuifaksi, dapat steril maupun terinfeksi.

Pankreatitis Kronik
Pankreatitis kronik merupakan kelainan inflamasi yang ditandai oleh
kehancuran anatomis dan fungsional yang progresif pada pancreas.
Etiologi
1. Pankreastitis Akut
Pankreastitis akut atau inflamasipada pankreas terjadi akibat proses
tercernanya organ ini oleh enzim-enzimnya sendiri, khususnya oleh tripsin.
Penderita batu empedu dapat mengalami pankreastitis. Batu empedu memasuki
duktus koledokus dan terperangkap dalam saluran inipada daerah ampula vater,
menyumbat aliran getah pankreas atau menyebabkan aliran balik getah empedu
dari duktus koledokus ke dalam duktus pankreastikus dan dengan demikian akan
mengaktifkan enzim-enzim yang kuat dalam pankreas.
Kebiasaan mengkonsumsi alcohol dalam waktu lama merupakan penyebab
umum pankreastitis akut, tetapi pasien biasanya sudah menderita pankreastitis
kronik yang tidak terdiagnosis sebelum pankrestitis akut terjadi.
2. Pankreastitis Kronik
Konsumsi alcohol pada masyarakat barat dan malnutrisi yang terdapat
diseluruh dunia merupakan penyebab utama pankreatitis kronik.
Konsumsi alcohol dalam waktu lama menyebabkan hiper sekresi protein
dalam skret pancreas. Akibatnya akan terbentuk sumbat protein dan batu (kalkuli)
dalam duktus pankreastikus. Alcohol juga memiliki efek toksik yang langsung
pada sel-sel pancreas.

Patofisiologi
Dalam keadaan normal pankreas terlindung dari efek enzimatik enzim
digestinya sendiri. Enzim ini disintesis sebagai zimogen yang inaktif dan
diaktivasi dengan pemecahan rantai peptid secara enzimatik. Enzim proteoloitik
(tripsin, kemotripsin, karboksipeptidase, elastase) dan fospolipase Termasuk
dalam kelompok ini. Enzim digestif yang lain seperti amilase dan lipase disintesis
dalam bentuk inaktif, disimpan dalam bentuk in aktif dan disimpan dalam butir
zimogen sehingga terisolasi oleh membran fosfolipid didalam sel asinin
Selain itu terdapat inhibitor didalam jaringan pankreas. Cairan pankreas dan
serum sehinggga dapat mengaktifasi protoase yang diaktifasi terlalu dini. Dalam
proses aktifasi enzim didalam pankreas peran penting terletak pada tripsin yang
mengaktifasi semu zimogen pankreas yang terlihat dalam yang terlihat dalam
proses auto digesti (kemotripzinogen, proelastase, fosfolipase A).
Hanya lipase yang aktif yang tidak tergantung pada tripsin. Aktifasi
zimogen

secara

normal

dimulai

dari

enterokinase

di

duodenum.

Ini

mengakibatkan mulanya aktivasi tripsin yang kemudian mengaktivasi zimogen


yang lain.
Jadi diduga bahwa aktifasi dini tripsinogen menjadi tripsin adalah pemicu
bagi kaskade auto digestif pankreas.
Keadaan-keadaan lain yang jarang di temukan sebagai penyebab
pankreastikus adalah infeksi bakteri.
Pankreastitis akut dapat terjadi setelah pembedahan pankreas atau pada
bagian di dekat pankreas atau setelah pelaksanaan instrumentasi pada duktus
pankreastikus.
Manifestasi
1. Pankreastitis Akut
Nyeri abdomen yang hebat merupakan gejala utama pankreatitis yang
menyebabkan pasien datang ke rumah sakit. Rasa sakit dan nyeri tekan pada
abdomen yang disertai nyeri punggung terjadi akibat iritasi dan edema pada
pankreas yang mengalami inflamasi tersebut sehingga memicu rangsangan pada
ujung saraf. Peningkatan tekanan pada kapsul pankreas dan obstruksi duktus

pankreatikus juga menimbulkan rasa sakit. Secara khas rasa sakit timbul pada
bagian tengah ulu hati. Awitannya sering bersifat akut dan terjadi 24 jam hingga
48 jam setelah makan atau mengkonsumsi minuman keras, rasa sakit ini dapat
bersifat menyebar dan sulit ditentukan lokasinya. Umumnya rasa sakit bertambah
parah setelah makan dan tidak dapat diredakan dengan pemberian antacid. Rasa
sakit dapat disertai dengan distensi abdomen yang dapat diraba tapi batasannya
tidak jelas. Dan dengan penurunan peristaltik. Rasa sakit yang disebabkan oleh
pankreatitis sering disertai dengan muntah.
Mual dan muntah umumnya dijumpai pada pankreatitis akut. Muntah
biasanya berasal dari isi lambung, tetapi juga mengandung getah empedu, gejala
parah, ikterus, konfusi, dan agitasi dapat terjadi. Hipotensi yang terjadi bersifat
khas dan mencerminkan keadaan hipovolema serta syok yang disebabkan oleh
kehilangan sebagian besar cairan yang kaya akan protein karena cairan ini
mengalir ke dalam jaringan dan rongga peritoneum. Pasien dapat mengalami
takikardi sianosis dan kulit yang dingin serta basah disamping gejala hipotensi.
Gagal ginjal akut sering dijumpai pada keadaan ini.
2. Pankreastitis Kronik
Nyeri yang hebat di daerah abdomen bagian atas dan punggung disertai
muntah. Penurunan berat badan merupakan masalah utama pada pankreatitis
kronik. Lebih dari 75% pasien mengalami penurunan berat badan yang bermakna
yang biasanya disebabkan oleh penurunan asupan makanan akibat anoreksia atau
perasaan takut bahwa makan akan memicu serangan berikutnya.
Malabsorbsi terjadi kemudian pada penyakit tersebut ketika fungsi pancreas
masih terisi 10%. Akibatnya, proses pencernaan bahan makanan, khususnya
protein dan lemak, akan terganggu.
Defekasi menjadi sering dan feses menjadi berbuih serta berbau busuk karena
gangguan pencernaan lemak. Keadaan ini dinamakan steatore. Dengan berlanjut
proses penyakit. Klasifikasi pada kelenjar pancreas dan terbentuknya batu kalsium
di dalam saluran kelenjar dapat terjadi.
Patogenesis
Apabila terjadi ketidakseimbangan dan proses regulasi, terjadi aktivasi prematur
enzim pankreas yang bersifat destruktif. Penggunaan alkohol, batu empedu, dan

obat-obatan dapat menyebabkan kerusakan sel asinardan terganggunya sekresi


granula zimogen.
Aktivasi prematur proenzim terjadi ketika kompartemen lisosomal dan granula
zimogen bersatu hingga tripsinogen diaktivasi menjadi tripsin. Tripsin intraseluler
memicu kaskade aktivasi zimogen lain. Setelah itu vesikel sekretori berisi enzim
yang telah aktif dan dikeluarkan melalui membran basolateral ke dalam
interstitium dan menarik sel-sel radang. Sel radang akan mengeluarkan mediator
TNF-a, interleukin 6, IL-8, dan akan meningkatkan permeabilitas vaskular
pankreas sehingga terjadi perdarahan, edema, dan nekrosis pankreas.
Jika mediator telah diekskresikan ke sirkulasi, maka akan terjadi komplikasi
sistemik seperti bakteremia akibat translokasi flora usus, ARDS, efusi pleura,
perdarahan gastrointestinal, gagal ginjal, SIRS, hingga syok.
Gejala Klinis
Gejala pankreatitis akut dapat ringan sehingga ditemukan konsentrasi enzim
pankreas dalam serum atau dapat menjadi berat dan fatal. Rasa nyeri timbul tibatiba di epigastrium (tersering), kadang agak ke kiri atau kanan; rasa nyeri dapat
menjalar ke punggung, perut dan abdomen bawah; terus-menerus, makin
bertambah dan berhari-hari; bisa disertai mual-muntah serta demam; kadang
terdapat tanda kolaps kardiovaskular, renjatan dan gangguan pernapasan.
Pemeriksaan fisik ditemukan nyeri tekan perut bagian atas karena
rangsangan peritoneum, tanda peritonitis, adanya massa pada bagian pankreas
yang membengkak dan infiltrat radang,

meteorismus abdomen pada 70-80%

kasus pankreatitis akut. Suhu tinggi menunjukkan kemungkinan kolangitis,


kolesistitis, atau abses pankreas. Ikterus pada sebagian kasus, kadang asites seperti
sari daging dan mengandung amilase dan efusi pleura pada sisi kiri.
Tata Laksana
Untuk menghentikan proses peradangan dan autodigesti atau menstabilkan
sedikitnya keadaan klinis.
Pada 90% kasus, cara konservatif berhasil dengan baik dan 10% masih
terjadi kematian, terutama pada pankreatitis hemoragik berat dengan nekrosis
subtotal atau total sehingga perlu tindakan bedah. Pada pankreatitis bilier

dilakukan kolangiografi retrograd secara endoskopi dan papilotomi endoskopi


untuk mengeluarkan batu empedu.
Diperlukan data dan pengetahuan mengenai keputusan konservatif atau
tindakan bedah. USG, terutama CT Scan Abdomen dapat digunakan dalam
pengambilan keputusan.
Komplikasi
Berdasarakan dari data-data pengkajian, komplikasi potensial yang mungkin
terjadi mencakup
1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
2. Nekrosis pankreatis.
3. Syok dan kegagalan oragan multiple.
VI. Ca Pankreas
Definisi
Istilah karsinoma pancreas memiliki arti karsioma yang muncul di bagian
eksokrin kelenjar. Angka insidensi beberapa kali lipat lebih tinggi pada para
perokok daripada bukan perokok. Dan tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa
konsumsi alcohol atau kopi berkaitan dengan kanker pancreas. Pankreatitis
herediter menimbulkan peningkatan resiko karsinoma pancreas 40 kali lipat
dibandingkan dengan populasi umum. 60% hingga 70% kanker pada organ ini
timbul di kaput pancreas, 5% hingga 10% di korpus, dan 10% hingga 15% di
kauda.
Patofisiologi
Berasal dari adenomakarsinoma epitel duktus, karsinoma dapat terjadi
pada kaput, korpus dan kauda pancreas. Hampir semua tumor pancreas banyak
memiliki stroma fibrosa dalam jumlah yang besar sehingga masa tampak keras
dan kasar seperti pasir. Pada karsinoma kaput pankread, region ampula mengalami
invasi sehingga aliran keluar empdu terhambat. Dapat juga terjadi ulserasi tumor
ke dalam mukosa duodenum. Dan akan mengalami pelebaran mencolok pada
duktus koledokus saluran empedu yang dapat digunakkan sebagai marker.
Karsinoma di korpus dan kauda pancreas tidak menekan saluran empedu
sehingga tetap asimtomatik dan menyebabkan menyebar terlalu luas ketika

pertama kali ditemukan. Tumor dapat meluas hingga ruang retroperitoneum dan
menginfiltrasi saraf di sekitarnya, dan kadang kadang menginvasi limpa,
adrenal, kolumna vertebralis, kolon transversus, dan lambung. Hati sering
membesar akibat endapan ,etastatik. Terjadi metastatis terutama ke paru dan
tulang.
Gambaran Klinis
Karsinoma di pancreas biasanya asimtomatik sapai perluasannya mengenai
struktur lain. Saat tumor mengikis jaringan lunak di posterior dan mengenai serat
saraf barulah timbul nyeri. Terdapat icterus obstruktif. Flebotrombosis yang
muncul spontan dan sering disebut tromboflebitis migratorik yang sering
ditemukan pada korpus dan kauda.
VII. Hepatitis A
Definisi
Virus Hepatitis adalah proses peradangan difus pada sel hati. Hepatitis A
adalah hepatitis yang disebabkan oleh infeksi Hepatitis A Virus. Infeksi virus
hepatitis A dapat menyebabkan berbagai macam komplikasi, diantaranya adalah
hepatitis fulminant, autoimun hepatitis, kolestatik hepatitis, hepatitis relaps, dan
sindroma pasca hepatitis (sindroma kelelahan kronik). Hepatitis A tidak pernah
menyebabkan penyakit hati kronik.
Etiologi
Virus Hepatitis A disebabkan oleh hepatitis A virus. Virus ini termasuk
virus RNA, serat tunggal, dengan berat molekul 2,25-2,28 x 106 dalton, simetri
ikosahedral, diameter 27-32 nm dan tidak mempunyai selubung. Mempunyai
protein terminal VPg pada ujung 5nya dan poli(A) pada ujung 3nya. Panjang
genom HAV: 7500-8000 pasang basa. Hepatitis A virus dapat diklasifikasikan
dalam famili picornavirus dan genus hepatovirus.

Gambar skematik virus hepatitis A


Transmisi Hepatitis A
Virus Penyakit ini ditularkan secara fekal-oral dari makanan dan minuman
yang terinfeksi. Dapat juga ditularkan melalui hubungan seksual. Penyakit ini
terutama menyerang golongan sosial ekonomi rendah yang sanitasi dan
higienenya kurang baik. Masa inkubasi penyakit ini adalah 14-50 hari, dengan
rata-rata 28 hari. Penularan berlangsung cepat. Pada KLB di suatu SMA di
Semarang, penularan melalui kantin sekolah diperburuk dengan sanitasi kantin
dan WC yang kurang bersih.
Epidemiologi
Virus Diperkirakan sekitar 1,5 juta kasus klinis dari hepatitis A terjadi di
seluruh dunia setiap tahun, tetapi rasio dari infeksi hepatits A yang tidak terdeteksi
dapat mencapai sepuluh kali lipat dari jumlah kasus klinis tersebut. Seroprevalensi
dari hepatitis A virus beragam dari beberapa negara di Asia. Pada negara dengan
endemisitas sedang seperti Korea, Indonesia, Thailand, Srilanka dan Malaysia,
data yang tersedia menunjukan apabila rasio insidensi mungkin mengalami
penurunan pada area perkotaan, dan usia pada saat infeksi meningkat dari awal
masa kanak-kanak menuju ke akhir masa kanak-kanak, dimana meningkatkan 11
resiko terjadinya wabah hepatitis A. Di Amerika Serikat, angka kejadian hepatitis
A telah turun sebanyak 95% sejak vaksin hepatitis A pertama kali tersedia pada
tahun 1995. Pada tahun 2010, 1.670 kasus hepatitis A akut dilaporkan; Incidence
rate sebanyak 0,6/100.000, rasio terendah yang pernah tercatat.
Setelah menyesuaikan untuk infeksi asimtomatik dan kejadian yang tidak
dilaporkan, perkiraan jumlah infeksi baru ialah sekitar 17.000 kasus.
Hepatitis A masih merupakan suatu masalah kesehatan di negara
berkembang seperti Indonesia. Berdasarkan data yang berasal dari rumah sakit,

hepatitis A masih merupakan bagian terbesar dari kasus-kasus hepatitis akut yang
dirawat yaitu berkisar dari 39,8-68,3%. Incidence rate dari hepatitis per 10.000 12
populasi sering kali berfluktuasi selama beberapa tahun silam. Suatu studi di
Jakarta melaporkan bahwa anti-HAV kadang kadang ditemukan pada bayi baru
lahir, dan ditemukan pada 20% bayi. Angka prevalensi ini terus meningkat pada
usia di atas 20 tahun. Di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2010, KLB hepatitis A
terjadi di 2 desa dengan jumlah penderita sebanyak 32 orang dengan attack rate
sebesar 1,35%, kondisi ini mengalami peningkatan dimana pada tahun 2009 kasus
hepatitis A menyerang pada satu desa. Sementara di Kota Semarang selama tahun
2011 tidak di temukan KLB hepatitis A. Pada tahun 2013, kasus hepatitis di Kota
Semarang meningkat tajam. Menurut Dinas Kesehatan Kota (DKK) Semarang,
ada 47 kasus hepatitis yang diketahui hingga bulan Agustus tahun 2013.
Patogenesis
Virus HAV didapat melalui transmisi fecal-oral; setelah itu orofaring dan
traktus gastrointestinal merupakan situs virus ber-replikasi. Virus HAV kemudian
di transport menuju hepar yang merupakan situs primer replikasi, dimana
pelepasan virus menuju empedu terjadi yang disusul dengan transportasi virus
menuju usus dan feses. Viremia singkat terjadi mendahului munculnya virus
didalam feses dan hepar. Pada individu yang terinfeksi HAV, konsentrasi terbesar
virus yang di ekskresi kedalam feses terjadi pada 2 minggu sebelum onset ikterus,
dan akan menurun setelah ikterus jelas terlihat. Anak-anak dan bayi dapat terus
mengeluarkan virus selama 4-5 bulan setelah onset dari gejala klinis. Berikut ini
merupakan ilustrasi dari patogenesis hepatitis A.

Gambar Patogenesis hepatitis A.


Kerusakan sel hepar bukan dikarenakan efek direct cytolytic dari HAV;
Secara umum HAV tidak melisiskan sel pada berbagai sistem in vitro. Pada
periode inkubasi, HAV melakukan replikasi didalam hepatosit, dan dengan
ketiadaan respon imun, kerusakan sel hepar dan gejala klinis tidak terjadi. Banyak
bukti berbicara bahwa respon imun seluler merupakan hal yang paling berperan
dalam patogenesis dari hepatitis A. Kerusakan yang terjadi pada sel hepar
terutama disebabkan oleh mekanisme sistem imun dari Limfosit-T antigenspecific. Keterlibatan dari sel CD8+ virus-specific, dan juga sitokin, seperti
gamma-interferon, interleukin-1-alpha (IL-1-), interleukin-6 (IL-6), dan tumor
necrosis factor (TNF) juga berperan penting dalam eliminasi dan supresi replikasi
virus. Meningkatnya kadar interferon didalam serum pasien yang terinfeksi HAV,
mungkin bertanggung jawab atas penurunan jumlah virus yang terlihat pada
pasien mengikuti timbulnya onset gejala klinis. Pemulihan dari hepatitis A
berhubungan

dengan

peningkatan

relatif

dari

sel

CD4+

virus-specific

dibandingkan dengan sel CD8+.


Immunopatogenesis dari hepatitis A konsisten mengikuti gejala klinis dari
penyakit. Korelasi terbalik antara usia dan beratnya penyakit mungkin

berhubungan dengan perkembangan sistem imun yang masih belum matur pada
individu yang lebih muda, menyebabkan respon imun yang lebih ringan dan
berlanjut kepada manifestasi penyakit yang lebih ringan. Dengan dimulainya onset
dari gejala klinis, antibodi IgM dan IgG antiHAV dapat terdeteksi. Pada hepatitis
A akut, kehadiran IgM anti-HAV terdeteksi 3 minggu setelah paparan, titer IgM
anti-HAV akan terus meningkat selama 4-6 minggu, lalu akan terus turun sampai
level yang tidak terdeteksi dalam waktu 6 bulan infeksi. IgA dan IgG anti-HAV
dapat dideteksi dalam beberapa hari setelah timbulnya gejala. Antibodi IgG akan
bertahan selama bertahun-tahun setelah infeksi dan memberikan imunitas seumur
hidup. Pada masa penyembuhan, regenerasi sel hepatosit terjadi. Jaringan
hepatosit yang rusak biasanya pulih dalam 8-12 minggu.

Gambar ringkasan temuan gejala klinis, serologi, virologi pada hepatitis A


Manifestasi Klinis
Gambaran klinis hepatitis virus sangat bervariasi mulai dari infeksi
asimptomatik tanpa ikterus sampai yang sangat berat yaitu hepatitis fulminant

yang dapat menimbulkan kematian hanya dalam beberapa hari. Gejala hepatitis
akut terbagi dalam 4 tahap yaitu fase inkubasi, fase prodromal (pra ikterik), fase
ikterus, dan fase konvalesen (penyembuhan).
Fase Inkubasi.
Merupakan waktu antara masuknya virus dan timbulnya gejala atau
ikterus. Fase ini berbeda-beda lamanya untuk tiap virus hepatitis. Panjang fase ini
tergantung pada dosis inokulum yang ditularkan dan jalur penularan, makin besar
dosis inokulum, makin pendek fase inkubasi ini. Pada hepatitis A fase inkubasi
dapat berlangsung selama 14-50 hari, dengan rata-rata 28-30 hari. Fase Prodromal
(pra ikterik).
Fase diantara timbulnya keluhan-keluhan pertama dan timbulnya gejala
ikterus. Awitannya dapat singkat atau insidious ditandai dengan malaise umum,
nyeri otot, nyeri sendi, mudah lelah, gejala saluran napas atas dan anorexia. Mual
muntah dan anoreksia berhubungan dengan perubahan penghidu dan rasa kecap.
Demam derajat rendah umunya terjadi pada hepatitis A akut. Nyeri abdomen
biasanya ringan dan menetap di kuadran kanan atas atau epigastrium, kadang
diperberat dengan aktivitas akan tetapi jarang menimbulkan kolesistitis.
Fase Ikterus. Ikterus muncul setelah 5-10 hari, tetapi dapat juga muncul
bersamaan dengan munculnya gejala. Pada banyak kasus fase ini tidak terdeteksi.
Setelah tibul ikterus jarang terjadi perburukan gejala prodromal, tetapi justru akan
terjadi perbaikan klinis yang nyata.
Fase konvalesen (penyembuhan). Diawali dengan menghilangnya ikterus
dan keluhan lain, tetapi hepatomegali dan abnormalitas fungsi hati tetap ada.
Muncul perasaan sudah lebih sehat dan kembalinya nafsu makan. Keadaan akut
biasanya akan membaik dalam 2-3 minggu. Pada hepatitis A perbaikan klinis 17
dan laboratorium lengkap terjadi dalam 9 minggu. Pada 5-10% kasus perjalanan
klinisnya mungkin lebih sulit ditangani, hanya <1 % yang menjadi fulminan.
Diagnosis
Untuk menegakan diagnosis HAV diperlukan beberapa pemeriksaan.
Pemeriksaan tersebut antara lain adalah:
A. Pemeriksaan Klinis

Diagnosis klinik ditegakan berdasarkan keluhan seperti demam,


kelelahan, malaise, anorexia, mual dan rasa tidak nyaman pada perut.
Beberapa individu dapat mengalami diare. Ikterus (kulit dan sclera
menguning), urin berwarna gelap, dan feses berwarna dempul dapat
ditemukan beberapa hari kemudian. Tingkat beratnya penyakit
beraragam, mulai dari asimtomatik (biasa terjadi pada anak-anak),
sakit ringan, hingga sakit yang menyebabkan hendaya yang bertahan
selama seminggu sampai sebulan.
B. Pemeriksaan Serologik
Adanya IgM anti-HAV dalam serum pasien dianggap sebagai gold
standard untuk diagnosis dari infeksi akut hepatitis A.Virus dan
antibodi dapat dideteksi dengan metode komersial RIA, EIA, atau
ELISA. Pemeriksaan diatas digunakan untuk mendeteksi IgM antiHAV dan total anti-HAV (IgM dan IgG). IgM anti-HAV dapat
dideteksi selama fase akut dan 3-6 bulan setelahnya. Dikarenakan IgG
anti-HAV bertahan seumur hidup setelah infeksi akut, maka apabila
seseorang terdeteksi IgG antiHAV positif tanpa disertai IgM anti-HAV,
mengindikasikan adanya

infeksi di masa yang lalu. Pemeriksaan

imunitas dari HAV tidak dipengaruhi oleh pemberian passive dari


Immunoglobulin/Vaksinasi, karena dosis profilaksis terletak dibawah
level dosis deteksi.
B.1 Rapid Test
Deteksi dari antibodi dapat dilakukan melalui rapid test
menggunakan metode immunochromatographic assay, dengan alat
diagnosis komersial yang tersedia.Alat diagnosis ini memiliki 3 garis
yang telah dilapisi oleh antibodi, yaitu G (HAV IgG Test Line), M
(HAV IgM Test Line), dan C (Control Line) yang terletak pada
permukaan membran. Garis G dan M berwarna ungu akan timbul
pada jendela hasil apabila kadar IgG dan/atau IgM anti-HAV cukup
pada sampel. Dengan menggunakan rapid test dengan metode
immunochromatographic

assay

didapatkan

spesifisitas

dalam

mendeteksi IgM anti-HAV hingga tingkat keakuratan 98,0% dengan


tingkat sensitivitas hingga 97,6%.25
C. Pemeriksaan Penunjang Lain
Diagnosis dari hepatitis dapat dibuat berdasarkan pemeriksaan
biokimia dari fungsi liver (pemeriksaan laboratorium dari: bilirubin
urin dan urobilinogen, total dan direct bilirubin serum, alanine
transaminase (ALT) dan aspartate transaminase (AST), alkaline
phosphatase (ALP), prothrombin time (PT), total protein, serum
albumin, IgG, IgA, IgM, dan hitung sel darah lengkap). Apabila tes lab
tidak memungkinkan, epidemiologic evidence dapat membantu untuk
menegakan diagnosis.
VIII. Hepatitis B
IX. Hepatitis C
Definisi
Merupakan hepatitis viral yang disebabkan oleh virus hepatitis C (HCV) dan
tergolong dalam kelompok hepatitis non A non B (NANB) yang merupakan
sebagian besar atau lebih dari 90% kejadian hepatitis paska transfusi.
HCV merupakan virus RNA dengan genom positif, termasuk family
flaviviridae dan pestivirus. Hcv berdiameter 30-60nm mempunyai suatu open
reading frame (ORF) dapat mengkode suatu protein yang tersusun atas 3010 asam
amino. RNA HCV terdiri atas bagian-bagian:
1. 5 noncoding region
2. Gen yang mengkode core protein
3. Gen yang mengkode envelope protein
4. Gen yang mengkode protein non structural (NS1 sampai NS5)
5. 3 Noncoding region
Saat ini telah ditemukan 6 grup hcv dengan 11 subtipe dan isolate yang sangat
banyak. Terdapat variasi yang signifikan secara regional dari distribusi genotip.

Genotip 1, 2 dan 3 tersebar diseluruh dunia, genotip 4 terutama ditemukan di


mesir dan Zaire, genotip 5 di afrika selatan dan genotip 6 banyak ditemukan di
Asia. Di Surabaya subtype 1b lebih dominan daripada subtype yang lain. Telah
ditemukan subtype baru yaitu hcv-1d yang belum pernah dijumpai sebelumnya.
Masa inkubasi dari hepatitis C berkisar antara 2-20 minggu dengan puncaknya 612 minggu. HCV mempunyai kemampuan menimbulkan infeksi kronis yang
tergantung pada infeksi terhadap hepatosit dan respon imunologis dari host.
Seperti pada infeksi virus lainnya, HCV melibatkan antibody penetral terhadap
virus dan aktivasi sel T sitotoksik untuk merusak sel yang terinfeksi dan
menghambatreplikasi intraseluler melalui pelepasan sitokin. HCV ini dapat
menghindar dari aktivitas antibody penetral dengan cara mutasi komposisi
antigeniknya. Mekanisme ini dapat menyebabkan timbulnya kuasi spesies yaitu
dalam sirkulasi pasien terdapat virus yg sama tetapi memiliki respon imun yang
berbeda sehingga menurukan efikasi dari antibody penetral. Hal itu juga yang
mendasari mengapa tidak ada vaksin untuk hepatitis C.
Epidemiologi
Secara umum angka tertinggi prevalensi HCV didapatkan pada mereka yang
sering mengalami direct percutaneous exposure seperti pada penggunaan obat atau
narkoba yang disuntikkan dan penderita yang mendapat transfuse berulang (6090%), penderita hemodiliasis( 20%) dan kontak sosial (1-10%). Hcv tidak
menular melalui bersin, batuk, berbagi alat makan/minum dan pemberian ASI.
Julah RNA pada ASI lebih rendah sehingga tidak menimbukan infeksi.
Gejala Klinis
Setelah infeksi awal, sekitar 80% dari orang tidak menunjukkan gejala
apapun. Mereka yang gejala akut mungkin menunjukkan demam, kelelahan,

penurunan nafsu makan, mual, muntah, sakit perut, urin gelap, feses berwarna
abu-abu, nyeri sendi dan ikterus.
Diagnosis
Infeksi HCV akut biasanya tanpa gejala, beberapa orang tidak terdiagnosis
selama fase akut dan berkembang menjadi infeksi HCV kronis.
Infeksi HCV didiagnosis pada 2 langkah:
1. Skrining untuk antibodi anti-HCV dengan tes serologi mengidentifikasi
orang-orang yang telah terinfeksi virus.
2. Jika tes ini positif untuk antibodi anti-HCV, tes asam nukleat untuk HCV
RNA diperlukan untuk mengkonfirmasi infeksi HCV kronis karena sekitar
15-45% dari orang yang terinfeksi HCV secara spontan bersih dari infeksi
oleh respon kekebalan yang kuat tanpa perlu pengobatan. Meski tak lagi
terinfeksi, mereka masih akan menguji positif untuk antibodi anti-HCV.
Setelah seseorang telah didiagnosis dengan infeksi hepatitis C kronis, mereka
harus memiliki penilaian tingkat kerusakan hati (fibrosis dan sirosis). Hal ini
dapat dilakukan dengan biopsi hati atau melalui berbagai tes non-invasif.
Selain itu, orang-orang ini harus melakukan tes laboratorium untuk
mengidentifikasi genotipe hepatitis C regangan. Ada 6 genotipe HCV dan mereka
merespon secara berbeda terhadap pengobatan. Selain itu, adalah mungkin bagi
seseorang untuk terinfeksi dengan lebih dari satu genotipe. Tingkat kerusakan hati
dan virus genotipe yang digunakan untuk memandu pengobatan dan manajemen
penyakit.
Tatalaksana
Tujuan pengobatan adalah mengeliminasi virus dan mencegah progresitivitas
penyakit menjadi sirosis maupun karsinnoma hepatoselular. Saat ini rekomendasi
FDA adalah pengobatan dengan interferon dan ribavirin. Interferon dapat
menormalkan tes hatii, memperbaiki peradangan dan menurunkan replikasi virus

HCV.

Sedangkan ribavirin berguna untuk memperlambat replikasi virus.

Berhasilnya pengobatan tergantung dari genotip dan jumlah virus di sirkulasi


penderita.
Prognosis
Hepatitis C memilki prognosis buruk disbanding hepatitis A dan B karena
dapat menyebabkan sirosis dan karsinoma hepatoseluler.

X. Leptospirosis
DEFINISI
Leptospirosis adalah penyakit infeksi akut yang dapat menyerang manusia
maupun hewan yang disebabkan kuman leptospira patogen dan digolongkan
sebagai zoonosis. Penyakit ini dikenal dengan berbagai nama seperti mud fever,
slime fever, swamp fever, autumnal fever, infektious jaundice, field fever, cane
cutter fever, canicola fever, nanukayami fever, 7-day fever dan lain-lain.
ETIOLOGI
Leptospirosis disebabkan oleh genus leptospira, famili treponemataceae, suatu
mikroorganisme spirocheata. Secara sederhana, genus leptospira terdiri atas dua
spesies yaitu L.interrogans yang patogen dan L. biflexa yang hidup bebas (non
patogen atau saprofit). Spesies L.interrogans dibagi menjadi beberapa serogrup
dan serogrup ini dibagi menjadi banyak serovar menurut komposisi antigennya.
Saat ini telah ditemukan lebih dari 250 serovar yang tergabung dalam 23.
Beberapa serovar L.interrogans yang dapat menginfeksi manusia di antaranya
adalah L. Icterohaemorrhagiae, L.manhao L. Javanica, L. bufonis, L.
copenhageni, dan lain-lain. Serovar yang paling sering menginfeksi manusia ialah
L. icterohaemorrhagiae dengan reservoir tikus, L. canicola dengan reservoir
anjing, L. pomona dengan reservoir sapi dan babi.
Kuman leptospira bersifat aquatic micro-organism dan slow-growing
anaerobes, bentuknya berpilin seperti spiral, tipis, organisme yang dapat bergerak
cepat dengan kait di ujungnya dan 2 flagella periplasmik yang dapat menembus ke

jaringan. Panjangnya 6-20 m dan lebar 0,1 m ( lihat gambar 1). Kuman ini
sangat halus tapi dapat dilihat dengan mikroskop lapangan gelap dan pewarnaan
perak.
Kuman leptospira dapat hidup di air tawar selama lebih kurang 1 bulan.
Tetapi dalam air laut, selokan dan air kemih yang tidak diencerkan akan cepat
mati. Kuman leptospira hidup dan berkembang biak di tubuh hewan. Semua
hewan bisa terjangkiti. Paling banyak tikus dan hewan pengerat lainnya, selain
hewan ternak. Hewan piaraan, dan hewan liar pun dapat terjangkit.

Gambar 1. Leptospira
IV. PENULARAN
Penularan leptospirosis dapat secara langsung dan tidak langsung. Penularan
langsung dapat terjadi melalui darah, urin, atau cairan tubuh lain yang
mengandung kuman leptospira masuk ke dalam tubuh pejamu; dari hewan ke
manusia merupakan penyakit akibat pekerjaan; dan dari manusia ke manusia
meskipun jarang

Penularan tidak langsung terjadi melalui kontak dengan

genangan air, sungai, danau, selokan saluran air dan lumpur yang telah tercemar
urin binatang yang terinfeksi leptospira. Infeksi tersebut terjadi jika terdapat luka /
erosi pada kulit atau selaput lendir. Terpapar lama pada genangan air yang
terkontaminasi terhadap kulit yang utuh juga dapat menularkan leptospira.
Oleh karena leptospira diekskresi melalui urin dan dapat bertahan hidup
berbulan-bulan , maka air memegang peranan penting sebagai alat transmisi.
V. PATOGENESIS
Patogenesis leptospirosis belum dimengerti sepenuhnya. Kuman
leptospira masuk kedalam tubuh pejamu melalui luka iris atau luka abrasi pada
kulit, konjungtiva atau mukosa utuh yang melapisi mulut, faring, esofagus,

bronkus, alveolus dan dapat masuk melalui inhalasi droplet infeksius dan minum
air yang terkontaminasi. Meski jarang, pernah dilaporkan penetrasi kuman
leptospira melalui kulit utuh yang lama terendam air saat banjir.
Infeksi melalui selaput lendir lambung, jarang terjadi, karena ada asam
lambung yang mematikan kuman leptospira. Kuman leptospira yang tidak firulen
gagal bermultiplikasi dan dimusnahkan oleh sistem kekebalan dari aliran darah
setelah satu atau dua hari infeksi. Organisme virulen mengalami multiplikasi di
darah dan jaringan, dan kuman leptospira dapat diisolasi dari darah dan cairan
serebrospinal pada hari keempat sampai sepuluh perjalanan penyakit.
Kuman leptospira

merusak dinding pembuluh darah kecil, sehingga

menimbulkan vaskulitis disertai kebocoran dan ekstravasasi sel. Patogenesis


kuman leptospira yang penting adalah perlekatannya pada permukaan sel dan
toksisitas selular. Lipopolysaccharide (LPS) pada kuman leptospira mempunyai
aktivitas endotoksin yang berbeda dengan endotoksin bakteri gram (-) dan
aktifitas lainnya yaitu stimulasi perlekatan netrofil pada sel endotel dan trombosit,
sehingga terjadi agregasi trombosit disertai trombositopenia.
Organ utama yang terinfeksi kuman leptospira adalah ginjal dan hati. Di
dalam ginjal kuman leptospira bermigrasi ke interstitium, tubulus ginjal dan
lumen tubulus. Pada leptospirosis berat, vaskulitis akan menghambat sirkulasi
mikro dan meningkatkan permeabilitas kapiler, sehingga menyebabkan kebocoran
cairan

dan

hipovolemia.

Hipovolemia

akibat

dehidrasi

dan

perubahan

permeabilitas kapiler salah satu penyebab gagal ginjal.


Ikterik disebabkan oleh kerusakan sel sel hati yang ringan, pelepasan bilirubin
darah dari jaringan yang mengalami hemolisis intravaskular, kolestasis
intrahepatik sampai berkurangya sekresi bilirubin.
XI. Abses Hepar
DEFINISI
Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan oleh karena
infeksi bakteri, parasit, jamur maupun nekrosis steril yang bersumber dari
sistem gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses supurasi dengan

pembentukan pus yang terdiri dari jaringan hati nekrotik, sel-sel inflamasi atau
sel darah didalam parenkim hati .(1)
Secara umum, abses hati terbagi 2, yaitu abses hati amebik (AHA) dan
abses hati piogenik (AHP). AHA merupakan salah satu komplikasi amebiasis
ekstraintestinal yang paling sering dijumpai di daerah tropik/subtropik,
termasuk Indonesia. AHP dikenal juga sebagai hepatic abscess, bacterial liver
abscess, bacterial abscess of the liver, bacterial hepatic abscess. AHP ini
merupakan kasus yang relatif jarang, pertama ditemukan oleh Hippocrates (400
SM) dan dipublikasikan pertama kali oleh Bright pada tahun 1936. (1)
ETIOLOGI
D.1 Abses Hati Amebik
Didapatkan beberapa spesies amoeba yang dapat hidup sebagai parasit
non-patogen dalam mulut dan usus, tetapi hanya Entamoeba histolytica yang
dapat menyebabkan penyakit. Hanya sebagian kecil individu yang terinfeksi
Entamoeba histolytica yang memberikan gejala amebiasis invasif, sehingga
diduga ada 2 jenis Entamoeba histolytica yaitu strain patogen dan non-patogen.
Bervariasinya virulensi berbagai strain Entamoeba histolytica ini berbeda
berdasarkan kemampuannya menimbulkan lesi pada hati. (2)

Amuba bentuk trofozoit dengan pseupoda ukuran besar (8)

Entamoeba histolytica adalah protozoa usus kelas Rhizopoda yang


mengadakan pergerakan menggunakan pseupodia/kaki semu. Terdapat 3 bentuk
parasit, yaitu tropozoit yang aktif bergerak dan bersifat invasif, mampu memasuki

organ dan jaringan, bentuk kista yang tidak aktif bergerak dan bentuk prakista
yang merupakan bentuk antara kedua stadium tersebut. Tropozoit adalah bentuk
motil yang biasanya hidup komensal di dalam usus. Dapat bermultiplikasi dengan
cara membelah diri menjadi 2 atau menjadi kista. Tumbuh dalam keadaan anaerob
dan hanya perlu bakteri atau jaringan untuk kebutuhan zat gizinya. Tropozoit ini
tidak penting untuk penularan karena dapat mati terpajan hidroklorida atau enzim
pencernaan. Jika terjadi diare, tropozoit dengan ukuran 10-20 um yang
berpseudopodia keluar, sampai yang ukuran 50 um.Tropozoit besar sangat aktif
bergerak, mampu memangsa eritrosit, mengandung protease yaitu hialuronidase
dan mukopolisakaridase yang mampu mengakibatkan destruksi jaringan. Bentuk
tropozoit ini akan mati dalam suasana kering atau asam. Bila tidak diare/disentri
tropozoit akan membentuk kista sebelum keluar ke tinja. (2,9)
Kista akan berinti 4 setelah melakukan 2 kali pembelahan dan berperan
dalam penularan karena tahan terhadap perubahan lingkungan, tahan asam
lambung dan enzim pencernaan. Kista infektif mempunyai 4 inti merupakan
bentuk yang dapat ditularkan dari penderita atau karier ke manusia lainnya. Kista
berbentuk bulat dengan diameter 8-20 um, dinding kaku. Pembentukan kista ini
dipercepat dengan berkurangnya bahan makanan atau perubahan osmolaritas
media. (2,9)
D.2 Abses Hati Piogenik
Etiologi AHP adalah enterobacteriaceae, microaerophilic streptococci,
anaerobic streptococci, klebsiella pneumoniae, bacteriodes, fusobacterium,
staphylococcus aureus, staphylococcus milleri, candida albicans, aspergillus,
actinomyces, eikenella corrodens, yersinia enterolitica, salmonella typhi, brucella
melitensis, dan fungal. Organisme penyebab yang paling sering ditemukan adalah
E.Coli, Klebsiella pneumoniae, Proteus vulgaris, Enterobacter aerogenes dan
spesies dari bakteri anaerob ( contohnya Streptococcus Milleri ). Staphylococcus
aureus biasanya organisme penyebab pada pasien yang juga memiliki penyakit
granuloma yang kronik. Organisme yang jarang ditemukan sebagai penyebabnya
adalah Salmonella, Haemophillus, dan Yersinia. Kebanyakan abses hati piogenik
adalah infeksi sekunder di dalam abdomen. Bakteri dapat mengivasi hati melalui :

1. Vena porta yaitu infeksi pelvis atau gastrointestinal atau bisa


menyebabkan fileplebitis porta
2. Arteri hepatika sehingga terjadi bakteremia sistemik
3. Komplikasi

infeksi

intra

abdominal

seperti

divertikulitis,

peritonitis, dan infeksi post operasi


4. Komplikasi dari sistem biliaris, langsung dari kantong empedu atau
saluran-saluran

empedu.

Obstruksi

bilier

ekstrahepatik

menyebabkan kolangitis. Penyebab lainnya biasanya berhubungan


dengan

choledocholithiasis,

tumor

jinak

dan

ganas

atau

pascaoperasi striktur.
5. Trauma tusuk atau tumpul. Selain itu embolisasi transarterial dan
cryoablation massa hati sekarang diakui sebagai etiologi baru abses
piogenik.
6. Kriptogenik tanpa faktor predisposisi yang jelas, terutama pada
orang lanjut usia. Namun insiden meningkat pada pasien dengan
diabetes atau kanker metastatik. (1,7,10,11)
PATOGENESIS
E.1 Abses Hepar Amebik
Cara penularan umumnya fecal-oral yaitu dengan menelan kista, baik
melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi atau transmisi langsung pada
orang dengan higiene yang buruk. Kasus yang jarang terjadi adalah penularan
melalui seks oral ataupun anal. (11,12)
E.hystolitica dalam 2 bentuk, baik bentuk trofozoit yang menyebabkan
penyakit invasif maupun kista bentuk infektif yang dapat ditemukan pada lumen
usus. Bentuk kista tahan terhadap asam lambung namun dindingnya akan diurai
oleh tripsin dalam usus halus. Kemudian kista pecah dan melepaskan trofozoit
yang kemudian menginvasi lapisan mukosa usus. Amuba ini dapat menjadi
patogen dengan mensekresi enzim cysteine protease, sehingga melisiskan jaringan

maupun eritrosit dan menyebar keseluruh organ secara hematogen dan


perkontinuinatum. Amoeba yang masuk ke submukosa memasuki kapiler darah,
ikut dalam aliran darah melalui vena porta ke hati. Di hati E.hystolitica
mensekresi enzim proteolitik yang melisis jaringan hati, dan membentuk abses. Di
hati terjadi fokus akumulasi neutrofil periportal yang disertai nekrosis dan
infiltrasi granulomatosa. Lesi membesar, bersatu, dan granuloma diganti dengan
nekrotik. Bagian nekrotik ini dikelilingi kapsul tipis seperti jaringan fibrosa.
Lokasi yang sering adalah di lobus kanan (70% - 90%) karena lobus kanan
menerima darah dari arteri mesenterika superior dan vena portal sedangkan lobus
kiri menerima darah dari arteri mesenterika inferior dan aliran limfatik. Dinding
abses bervariasi tebalnya,bergantung pada lamanya penyakit.
Secara klasik, cairan abses menyerupai achovy paste dan
berwarna coklat kemerahan, sebagai akibat jaringan hepar serta
sel darah merah yang dicerna.

(2,8,12,13)

E.2 Abses Hepar Piogenik


Hati adalah organ yang paling sering untuk terjadinya abses.
Dari suatu studi di Amerika, didapatkan 13% abses hati dari 48% abses
viseral. Abses hati dapat berbentuk soliter maupun multipel. Hal ini
dapat terjadi dari penyebaran hematogen maupun secara langsung dari
tempat terjadinya infeksi di dalam rongga peritoneum. Hati menerima
darah secara sistemik maupun melalui sirkulasi vena portal, hal ini
memungkinkan terinfeksinya hati oleh karena paparan bakteri yang
berulang, tetapi dengan adanya sel Kuppfer yang membatasi sinusoid
hati akan menghindari terinfeksinya hati oleh bakteri tersebut. Bakteri
piogenik dapat memperoleh akses ke hati dengan ekstensi langsung dari
organ-organ yang berdekatan atau melalui vena portal atau arteri
hepatika. Adanya penyakit sistem biliaris sehingga terjadi obstruksi
aliran empedu akan menyebabkan terjadinya proliferasi bakteri. Adanya
tekanan dan distensi kanalikuli akan melibatkan cabang-cabang dari
vena portal dan limfatik sehingga akan terbentuk formasi abses
fileflebitis. Mikroabses yang terbentuk akan menyebar secara

hematogen sehingga terjadi bakteremia sistemik. Penetrasi akibat


trauma tusuk akan menyebabkan inokulasi bakteri pada parenkim hati
sehingga terjadi AHP. Penetrasi akibat trauma tumpul menyebabkan
nekrosis hati, perdarahan intrahepatik dan terjadinya kebocoran saluran
empedu sehingga terjadi kerusakan dari kanalikuli. Kerusakan
kanalikuli menyebabkan masuknya bakteri ke hati dan terjadi
pembentukan pus. Lobus kanan hati lebih sering terjadi AHP dibanding
lobus kiri, kal ini berdasarkan anatomi hati, yaitu lobus kanan menerima
darah dari arteri mesenterika superior dan vena portal sedangkan lobus
kiri menerima darah dari arteri mesenterika inferior dan aliran limfatik.
(1,10)

A. GAMBARAN KLINIS
F.1 Abses Hepar Amebik (2,8,9,13,)
Gejala :
a. Demam internitten ( 38-40 oC)
b. Nyeri perut kanan atas, kadang nyeri epigastrium dan dapat menjalar
hingga bahu kanan dan daerah skapula
c. Anoreksia
d. Nausea
e. Vomitus
f. Keringat malam
g. Berat badan menurun

h. Batuk
i. Pembengkakan perut kanan atas
j. Ikterus
k. Buang air besar berdarah
l. Kadang ditemukan riwayat diare
m. Kadang terjadi cegukan (hiccup)
Kelainan fisis :
a. Ikterus
b. Temperatur naik
c. Malnutrisi
d. Hepatomegali yang nyeri spontan atau nyeri tekan atau disertai
komplikasi
e. Nyeri perut kanan atas
f. Fluktuasi
F.2 Abses hati piogenik (1,2,8,15)
Gambaran klinis abses hati piogenik menunjukkan manifestasi sistemik yang
lebih berat dari abses hati amuba.
Keluhan :
a. Demam yang sifatnya dapat remitten, intermitten atau kontinyu yang
disertai menggigil
b. Nyeri spontan perut kanan atas ditandai dengan jalan membungkuk ke
depan dan kedua tangan diletakkan di atasnya.
c. Mual dan muntah

d. Berkeringat malam
e. Malaise dan kelelahan
f. Berat badan menurun
g. Berkurangnya nafsu makan
h. Anoreksia
Pemeriksaan fisis :
a. Hepatomegali
b. Nyeri tekan perut kanan
c. Ikterus, namun jarang terjadi
d. Kelainan paru dengan gejala batuk, sesak nafas serta nyeri pleura
e. Buang air besar berwarna seperti kapur
f. Buang air kecil berwarna gelap
g. Splenomegali pada AHP yang telah menjadi kronik

B.

DIAGNOSIS
G.1 Abses hati amebik (2,9)
Diagnosis pasti ditegakkan melalui biopsi hati untuk menemukan trofozoit

amuba. Diagnosis abses hati amebik di daerah endemik dapat dipertimbangkan


jika terdapat demam, nyeri perut kanan atas, hepatomegali yang juga ada nyeri
tekan. Disamping itu bila didapatkan leukositosis, fosfatase alkali meninggi
disertai letak diafragma yang tinggi dan perlu dipastikan dengan pemeriksaan
USG juga dibantu oleh tes serologi. Untuk diagnosis abses hati amebik juga dapat
menggunakan kriteria Sherlock (1969), kriteria Ramachandran (1973), atau
kriteria Lamont dan Pooler.

a. Kriteria Sherlock (1969)


1. Hepatomegali yang nyeri tekan
2. Respon baik terhadap obat amebisid
3. Leukositosis
4. Peninggian diafragma kanan dan pergerakan yang kurang.
5. Aspirasi pus
6. Pada USG didapatkan rongga dalam hati
7. Tes hemaglutinasi positif
b. Kriteria Ramachandran (1973)
Bila didapatkan 3 atau lebih dari:
1. Hepatomegali yang nyeri
2. Riwayat disentri
3. Leukositosis
4. Kelainan radiologis
5. Respons terhadap terapi amebisid
c. Kriteria Lamont Dan Pooler
Bila didapatkan 3 atau lebih dari:
1. Hepatomegali yang nyeri
2. Kelainan hematologis
3. Kelainan radiologis
4. Pus amebik
5. Tes serologi positif

6. Kelainan sidikan hati


7. Respons terhadap terapi amebisid
G.2 Abses hati piogenik
Menegakkan diagnosis AHP berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan
laboratoris serta pemeriksaan penunjang. Diagnosis AHP kadang-kadang sulit
ditegakkan sebab gejala dan tanda klinis sering tidak spesifik. Diagnosis dapat
ditegakkan bukan hanya dengan CT-Scan saja, meskipun pada akhirnya dengan
CT-Scan mempunyai nilai prediksi yang tinggi untuk diagnosis AHP, demikian
juga dengan tes serologi yang dilakukan. Tes serologi yang negatif menyingkirkan
diagnosis AHA, meskipun terdapat pada sedikit kasus, tes ini menjadi positif
beberapa hari kemudian. Diagnosis berdasarkan penyebab adalah dengan
menemukan bakteri penyebab pada pemeriksaan kultur hasil aspirasi, ini
merupakan standar emas untuk diagnosis. (1)

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
H.1 Pemeriksaan Laboratorium
Pada pasien abses hati amebik, pemeriksaan hematologi didapatkan
hemoglobin 10,4-11,3 g% sedangkan lekosit 15.000-16.000/mL3 . pada
pemeriksaan faal hati didapatkan albumin 2,76-3,05 g%, globulin 3,623,75 g%, total bilirubin 0,9-2,44 mg%, fosfatase alkali 270,4-382,0 u/L,
SGOT 27,8-55,9 u/L dan SGPT 15,7-63,0 u/L. Jadi kelainan yang
didapatkan pada amubiasis hati adalah anemia ringan sampai sedang,
leukositosis berkisar 15.000/mL3. Sedangkan kelainan faal hati didapatkan
ringan sampai sedang. Uji serologi dan uji kulit yang positif menunjukkan
adanya Ag atau Ab yang spesifik terhadap parasit ini, kecuali pada awal
infeksi. Ada beberapa uji yang banyak digunakan antara lain
hemaglutination (IHA), countermunoelectrophoresis (CIE), dan ELISA.
Real Time PCR cocok untuk mendeteksi E.histolityca pada feses dan pus
penderita abses hepar. (2,7,9)

Pada pasien abses hati piogenik, mungkin didapatkan leukositosis dengan


pergeseran ke kiri, anemia, peningkatan laju endap darah, gangguan fungsi
hati seperti peninggian bilirubin, alkalin fosfatase, peningkatan enzim
transaminase, serum bilirubin, berkurangnya konsentrasi albumin serum
dan waktu protrombin yang memanjang menunjukkan bahwa terdapat
kegagalan fungsi hati. Kultur darah yang memperlihatkan bakterial
penyebab menjadi standar emas untuk menegakkan diagnosis secara
mikrobiologik. Pemeriksaan biakan pada permulaan penyakit sering tidak
ditemukan kuman. Kuman yang sering ditemukan adalah kuman gram
negatif seperti Proteus vulgaris, Aerobacter aerogenes atau Pseudomonas
aeruginosa, sedangkan kuman anaerib Microaerofilic sp, Streptococci sp,
Bacteroides sp, atau Fusobacterium sp. (1,2)
H.2 Pemeriksaan Radiologi
Pada pasien abses hati amebik, foto thoraks menunjukkan peninggian
kubah diafragma kanan dan berkurangnya pergerakan diafragma efusi
pleura kolaps paru dan abses paru. Kelainan pada foto polos abdomen
tidak begitu banyak. Mungkin berupa gambaran ileus, hepatomegali atau
gambaran udara bebas di atas hati. Jarang didapatkan air fluid level yang
jelas, USG untuk mendeteksi amubiasis hati, USG sama efektifnya dengan
CT atau MRI. Gambaran USG pada amubiasis hati adalah bentuk bulat
atau oval tidak ada gema dinding yang berarti ekogenitas lebih rendah dari
parenkim hati normal bersentuhan dengan kapsul hati dan peninggian
sonic distal. Gambaran CT scan : 85 % berupa massa soliter relatif besar,
monolokular, prakontras tampak sebagai massa hipodens berbatas suram.
Densitas cairan abses berkisar 10-20 H.U. Pasca kontras tampak
penyengatan pada dinding abses yang tebal. Septa terlihat pada 30 %
kasus. Penyengatan dinding terlihat baik pada fase porta. (2)

Gambaran CT Scan pada abses hati amebic(8)

Pada pasien abses hati piogenik, foto polos abdomen kadang-kadang


didapatkan kelainan yang tidak spesifik seperti peninggian diafragma
kanan, efusi pleura, atelektasis basal paru, empiema, atau abses paru. Pada
foto thoraks PA, sudut kardiofrenikus tertutup, pada posisi lateral sudut
kostofrenikus anterior tertutup. Secara angiografik abses merupakan
daerah avaskuler. Kadang-kadang didapatkan gas atau cairan pada
subdiafragma kanan. Pemeriksaan USG, radionuclide scanning, CT scan
dan MRI mempunyai nilai diagnosis yang tinggi. CT scan dan MRI dapat
menetapkan lokasi abses lebih akurat terutama untuk drainase perkutan
atau tindakan bedah. Gambaran CT scan : apabila mikroabses berupa lesi
hipodens kecil-kecil < 5 mm sukar dibedakan dari mikroabses jamur, rim
enhancement pada mikroabses sukar dinilai karena lesi terlalu kecil.
Apabila mikroabses > 10 mm atau membentuk kluster sehingga tampak
massa agak besar maka prakontras kluster piogenik abses tampak sebagai
masa low density berbatas suram. Pasca kontras fase arterial tampak
gambaran khas berupa masa dengan rim enhancement dimana hanya
kapsul abses yang tebal yang menyengat. Bagian tengah abses terlihat
hipodens dengan banyak septa-septa halus yang juga menyengat, sehingga
membentuk gambaran menyerupai jala. Fase porta penyengatan dinding
kapsul abses akan semakin menonjol dan sekitar dinding abses tampak
area yang hipodens sebagai reaksi edema di sekitar abses. Sebagian kecil
piogenik bersifat monokuler, tidak bersepta, dan menyerupai abses
amoebiasis. Pembentukan gas di dalam abses biasanya pada infeksi oleh
kuman Klebsiella. (1,2,)

Gambaran CT Scan dengan multifokal abses hati piogenik pada segmen IV. Abses
lainnya terdapat pada segmen VII dan VIII.(8)

Karateristik abses pada pemeriksaan MRI adalah lesi dengan penyengatan


kontras yang berbentuk cincin dan bagian sentral yang tidak tampak
penyengatan. Cincin penyengatan tetap terlihat pada fase tunda. (2) Sangat
sukar dibedakan gambaran USG antara abses piogenik dan amebik.
Biasanya sangat besar, kadang-kadang multilokular. Struktur eko rendah
sampai cairan ( anekoik ) dengan adanya bercak-bercak hiperekoik
(debris) di dalamnya. Tepinya tegas, ireguler yang makin lama makin
bertambah tebal. (16)

D.

PENATALAKSANAAN
I.1 Abses hati amebik (2,12,14,17)
1. Medikamentosa
Abses hati amoeba tanpa komplikasi lain dapat menunjukkan
penyembuhan yang besar bila diterapi hanya dengan antiamoeba.
Pengobatan yang dianjurkan adalah:
a. Metronidazole
Metronidazole merupakan derivat nitroimidazole, efektif untuk
amubiasis intestinal maupun ekstraintestinal., efek samping yang
paling sering adalah sakit kepala, mual, mulut kering, dan rasa kecap
logam. Dosis yang dianjurkan untuk kasus abses hati amoeba adalah 3

x 750 mg per hari selama 5 10 hari. Sedangkan untuk anak ialah 3550 mg/kgBB/hari terbagi dalam tiga dosis. Derivat nitroimidazole
lainnya yang dapat digunakan adalah tinidazole dengan dosis 3 x 800
mg perhari selama 5 hari, untuk anak diberikan 60 mg/kgBB/hari
dalam dosis tunggal selama 3-5 hari.
b. Dehydroemetine (DHE)
Merupakan derivat diloxanine furoate. Dosis yang direkomendasikan
untuk mengatasi abses liver sebesar 3 x 500 mg perhari selama 10 hari
atau 1-1,5 mg/kgBB/hari intramuskular (max. 99 mg/hari) selama 10
hari. DHE relatif lebih aman karena ekskresinya lebih cepat dan
kadarnya pada otot jantung lebih rendah. Sebaiknya tidak digunakan
pada penyakit jantung, kehamilan, ginjal, dan anak-anak
c. Chloroquin
Dosis klorokuin basa untuk dewasa dengan amubiasis ekstraintestinal
ialah 2x300 mg/hari pada hari pertama dan dilanjutkan dengan 2x150
mg/hari selama 2 atau 3 minggu. Dosis untuk anak ialah 10
mg/kgBB/hari dalam 2 dosis terbagi selama 3 minggu. Dosis yang
dianjurkan adalah 1 g/hari selama 2 hari dan diikuti 500 mg/hari
selama 20 hari.
2. Aspirasi
Apabila pengobatan medikamentosa dengan berbagai cara tersebut di
atas tidak berhasil (72 jam), terutama pada lesi multipel, atau pada
ancaman ruptur atau bila terapi dcngan metronidazol merupakan
kontraindikasi seperti pada kehamilan, perlu dilakukan aspirasi.
Aspirasi dilakukan dengan tuntunan USG.
3. Drainase Perkutan
Drainase perkutan indikasinya pada abses besar dengan ancaman ruptur
atau diameter abses > 7 cm, respons kemoterapi kurang, infeksi
campuran, letak abses dekat dengan permukaan kulit, tidak ada tanda
perforasi dan abses pada lobus kiri hati. Selain itu, drainase perkutan
berguna juga pada penanganan komplikasi paru, peritoneum, dan
perikardial.

4. Drainase Bedah
Pembedahan diindikasikan untuk penanganan abses yang tidak berhasil
mcmbaik dengan cara yang lebih konservatif, kemudian secara teknis
susah dicapai dengan aspirasi biasa. Selain itu, drainase bedah
diindikasikan juga untuk perdarahan yang jarang tcrjadi tetapi
mengancam jiwa penderita, disertai atau tanpa adanya ruptur abses.
Penderita dengan septikemia karena abses amuba yang mengalami
infeksi sekunder juga dicalonkan untuk tindakan bedah, khususnya bila
usaha

dekompresi

perkutan

tidak

berhasil

Laparoskopi

juga

dikedepankan untuk kemungkinannya dalam mengevaluasi tcrjadinya


ruptur abses amuba intraperitoneal.
I.2 Abses hati piogenik (1,2,7,10)
Pencegahan
Merupakan cara efektif untuk menurunkan mortalitas akibat abses
hati piogenik yaitu dengan cara:
a. Dekompresi pada keadaan obstruksi bilier baik akibat batu
ataupun tumor dengan rute transhepatik atau dengan
melakukan endoskopi
b. Pemberian antibiotik pada sepsis intra-abdominal
Terapi definitif
Terapi ini terdiri dari antibiotik, drainase abses yang
adekuat dan menghilangkan penyakit dasar seperti sepsis yang
berasal dari saluran cerna. Pemberian antibiotika secara intravena
sampai 3 gr/hari selama 3 minggu diikuti pemberian oral selama 12 bulan. Antibiotik ini yang diberikan terdiri dari:
a. Penisilin atau sefalosporin untuk coccus gram positif dan
beberapa jenis bakteri gram negatif yang sensitif. Misalnya

sefalosporin generasi ketiga seperti cefoperazone 1-2


gr/12jam/IV
b. Metronidazole, klindamisin atau kloramfenikol untuk
bakteri anaerob terutama B. fragilis. Dosis metronidazole
500 mg/6 jam/IV
c. Aminoglikosida untuk bakteri gram negatif yang resisten.
d. Ampicilin-sulbaktam

atau

kombinasi

klindamisin-

metronidazole, aminoglikosida dan siklosporin.


Drainase abses
Pengobatan pilihan untuk keberhasilan pengobatan adalah drainase
terbuka terutama pada kasus yang gagal dengan pengobatan
konservatif. Penatalaksanaan saat ini adalah dengan menggunakan
drainase perkutaneus abses intraabdominal dengan tuntunan
abdomen ultrasound atau tomografi komputer.
Drainase bedah
Drainase bedah dilakukan pada kegagalan terapi antibiotik, aspirasi
perkutan, drainase perkutan, serta adanya penyakit intra-abdomen
yang memerlukan manajemen operasi.
Empiema dan Hidrops kandung empedu
Daftar Pustaka
Eroschenko V. P. 2003. Atlas Histologi di Fiore. Edisi 9.Jakarta: EGC. Hal 224227
Gibson John. 2003. Fisiologi dan Anatomi Modern untuk Perawat Edisi 2. Jakarta
: EGC
Price, S. A. dan Wilson, L. M. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Alih bahasa oleh Brahm U. Pendit.2006. Jakarta. EGC.

Sherwood, L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Alih bahasa oleh Brahm U.
Pendit.2012. Jakarta:EGC
Pearce Evelyn C. 2006. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta : PT
Gramedia
Robbins, dan kumar. 1995. Patologi Fakultas kedoteran Universitas Aerlangga,
Edisi 4. Jakarta:EGC.
Kadek Hartini, D. A. (2013). Karakteristik Enterokolitis Nekrotikans Pada
Neonatus Yang Dirawat Di Rsup Sanglah. Denpasar: Bagian Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Rumah Sakit
Umum Pusat Sanglah Denpasar.
Soeparman, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Balai Penerbit FKUI 1990, Jakarta, P:
586-588.
2.

Sylvia Anderson Price, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Alih


Bahasa Adji Dharma, Edisi II.P: 329-330.
1. Sugiyama M, Suzuki Y, Abe N et-al. Endoscopic retreatment of recurrent
choledocholithiasis after sphincterotomy. Gut. 2004;53 (12): 1856-9.

Price S. A., Wilson L. M., 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit Edisi 6. Jakarta : EGC

Kapita selekta kedokteran/editor. Chris Tanto...[et al.]. Ed. 4. Jakarta :


Media Aesculapius, 2014

Daftar Pustaka

Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2011. Buku Ajar Gastroenterologi Hepatologi


Jilid 1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.
WHO. 2002. Hepatitis C. http://www.who.int/csr/disease/hepatitis/Hepc.pdf
[18 Februari 2016]

You might also like