Professional Documents
Culture Documents
FEBRILE NEUTROPENIA
Disusun Oleh:
Abdul Jafar Sidik
1111103000099
Pembimbing:
dr. Debbie Latupeirissa, SpA(K)
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat
rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul Febrile
Neutropenia ini. Salawat dan salam semoga tetap terlimpahkan kehadirat Nabi
Muhammad SAW yang telah menuntun kita keluar dari zaman kebodohan menuju
zaman yang penuh dengan ilmu dan pengetahuan.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada berbagai
pihak yang telah membantu dalam penyusunan dan penyelesaian referat ini, yaitu
kepada:
1. dr. Debbie Latupeirissa, SpA(K), sebagai pembimbing dalam presentasi dan
diskusi referat ini.
2. Semua staf pengajar di SMF Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Pusat
Fatmawati Jakarta.
3. Teman-teman kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum
Pusat Fatmawati Jakarta.
Penulis menyadari dalam penyusunan referat ini masih banyak terdapat
kekurangan. Oleh karena itu segala kritik dan saran yang membangun sangat penulis
harapkan untuk penyempurnaan referat ini. Semoga referat ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak terutama bagi penulis dan teman-teman yang sedang menempuh
kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak.
Penulis
DAFTAR ISI
Definisi .6
2.2
Epidemiologi 7
2.3
Etiologi .8
2.4
Klasifikasi 11
2.5
Patofisiologi .12
2.6
2.7
Penatalaksanaan ...17
2.8
Pengawasan ..19
2.9
BAB I
PENDAHULUAN
Febrile neutropenia merupakan suatu kondisi demam (febrile) yang terjadi pada
pasien penderita keganasan dengan penurunan jumlah sel neutrofil (neutropenia).
Neutropenia adalah salah satu tanda yang menyertai perjalanan suatu penyakit atau
juga sebagai efek samping dari suatu pengobatan misalnya yang paling sering terjadi
pada kemoterapi penyakit keganasan. Keadaan neutropenia ini menyebabkan respon
tubuh terhadap proses inflamasi menjadi menurun.1
Demam sebagai salah satu tolok ukur terjadinya infeksi, mungkin merupakan
satu-satunya tanda bahwa pada pasien dengan neutropenia telah terjadi infeksi.
Terjadinya demam pada pasien neutropenia merupakan peringatan untuk pemberian
antibiotik dan peningkatan kewaspadaan bahwa infeksi telah terjadi.2
Febrile neutropenia merupakan komplikasi dari kemoterapi yang sering terjadi
pada pasien yang menderita keganasan. Sistem imun tubuh penderita keganasan baik
dewasa maupun anak akan cenderung menurun karena ditekan secara langsung oleh
sel-sel kanker tersebut. Selain itu secara tidak langsung sistem imun tubuh juga ditekan
melalui efek samping dari pemberian kemoterapi. Penurunan sistem imun tersebut
menyebabkan tubuh akan mudah terserang infeksi.1,2
Selain itu seringnya perawatan di rumah sakit, pemasangan infus yang sering
dan berulang, pemasangan kateter urin, terjadinya malnutrisi pada anak, dan paparan
terhadap antibiotik dalam jangka panjang secara keseluruhan menambah resiko
terjadinya infeksi pada pasien tersebut. Infeksi yang terjadi bisa dari bakteri gram
positif ataupun gram negatif, baik berupa infeksi anaerobic ataupun aerobic serta
infeksi yang disebabkan oleh jamur mungkin saja muncul pada pasien.2,3
Pemberian antibiotik yang ditunda pada pasien febrile neutopenia sampai
adanya bukti bahwa infeksi telah terjadi menyebabkan peningkatan angka morbiditas
dan mortalitas pasien. Pemberian terapi antibiotik secara empirik pada pasien febrile
neutropenia telah dilakukan sejak sekitar tahun 1970. Penggunaan antibiotik broad
spektrum secara signifikan mengurangi morbiditas dan mortalitas dari komplikasi
kemoterapi.3
Febris neutropenia merupakan sebuah kedaruratan medis. Penegakkan
diagnosis yang cepat dan pemberian antibiotik yang tepat merupakan hal yang sangat
penting. Pada pasien yang menjalani kemoterapi seharusnya tidak menunggu dalam
waktu yang lama di ruang gawat darurat hanya untuk penegakkan diagnosis.2,3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi
Febrile neutropenia adalah suatu sindrom yang didefinisikan sebagai demam >
38,5 oC melalui satu kali pengukuran suhu oral, atau demam > 38,0 oC melalui dua kali
pengukuran dalam interval 1 jam dengan jumlah hitung neutrofil absolut atau Absolute
Neutrophil Count (ANC) < 500 sel/mm3, atau < 1000 sel/mm3 yang diprediksikan akan
terus menurun hingga <500 sel/mm3 dalam 48 jam ke depan.1,2,4
Pengukuran suhu melalui aksila tidak disarankan karena kurang akurat untuk
mencerminkan suhu inti tubuh. Pengukuran suhu rektal (dan pemeriksaan dubur) juga
harus dihindari selama kondisi neutropenia untuk mencegah organisme kolonisasi usus
memasuki mukosa dan jaringan lunak sekitarnya.1,4
Neutrofil adalah salah satu dari lima jenis leukosit atau sel darah putih yaitu
neutrofil, basofil, eosinofil, limfosit dan monosit. Neutrofil bersama eosinofil dan
basofil merupakan granulosit-granulosit yang merupakan bagian dari inisiasi sistem
imun. Neutrofil mengandung enzim yang membantu sel membunuh dan mengolah
mikroorganisme. Neutrofil diproduksi di sumsum tulang dan dilepaskan ke sirkulasi
darah.4,5
Absolute Neutrofil Count (ANC) ditentukan dari produk leukosit dan fraksi
neutrofil terhadap jumlah leukosit secara keseluruhan. Nilai normal jumlah leukosit
bervariasi yaitu antara 4300 dan 10800 sel per microliter. Sebagai contoh jika jumlah
leukosit 10000 per mikroliter dan sebanyak 70% adalah fraksi neutrofil, maka jumlah
ANC adalah 7000 per mikroliter. Jika ANC kurang dari 1500 per mikroliter, maka
disebut sebagai neutropenia. Keadaan neutropenia ini menyebabkan respon tubuh
terhadap proses inflamasi menjadi menurun dan meningkatkan risiko terjadinya
infeksi. Keadaan yang sering dapat menyebabkan neutropenia adalah penyakit
keganasan dan efek samping dari pengobatan untuk keganasan itu sendiri seperti
kemoterapi.1,2,5
6
2.2
Epidemiologi
Neoplasma atau keganasan dilaporkan sebagai penyebab cukup sering
timbulnya demam, namun bagaimanapun juga neoplasma itu sendiri tidak selalu
menjadi penyebab demam. Neutropenia merupakan faktor terpenting yang
berhubungan dengan keganasan dan demam yang terjadi.2
Febrile neutropenia merupakan komplikasi yang harus diperhatikan pada
penderita keganasan yang menjalani kemoterapi. Angka mortalitas dari febrile
neutropenia masih signifikan walaupun semakin berkurang dengan pemberian terapi
antibiotik. Mortalitas pada pasien penderita tumor padat dengan febrile neutropenia
adalah sekitar 5%. Angka mortalitas tersebut semakin meningkat pada pasien dengan
keganasan hematologi yaitu sekitar 11%.1,3
Insidens terjadinya suatu infeksi sekitar 14% jika ANC sebesar 500-1000 sel
per microliter. Insidens infeksi tersebut akan meningkat menjadi 24-60% jika ANC
<100 sel per microliter. Kondisi seperti ini merupakan salah satu kedaruratan di bidang
onkologi yang harus diperhatikan. Mortalitas pasien dengan infeksi gram negatif
sekitar 18% dan infeksi gram positif sekitar 5%. Infeksi yang sering timbul dapat
merupakan infeksi di aliran darah, infeksi gastrointestinal, penumonia, dan infeksi
kulit. Kondisi bakteremia terjadi pada sekitar 10-25% pasien.1,2
Febrile neutropenia terjadi pada 10-50% pasien setelah kemoterapi dengan
tumor padat, dan lebih dari 80% setelah kemoterapi pada pasien dengan keganasan
hematologi. Perkiraan 30% pasien dengan regimen kemoterapi kombinasi dapat terjadi
ANC <500 sel/mm3 atau terjadi febrile neutropenia selama kemoterapi yang pertama.1
2.3
Etiologi
Banyak penelitian menunjukkan neutropenia sebagai efek samping dari
Limfoma
Hodgkins disease
Non Hodgkin limfoma
Leukimia
Limfositik akut
Granulositik akut
Limfositik kronik
Granulositik kronik
Tumor solid
Payudara
Kepala leher
Paru
Ginekologi
Rhabdomiasarkoma
Melanoma
Ginjal
Prostat
18/26 (69%)
12/18
6/8
5/29 (17%)
3/7
2/13
0/4
0/5
13/28 (46%)
7/12 (58%)
2/5
0/4
2/3
1/1
0/1
1/1
0/1
Defek
Tipe infeksi
Neutropenia
Malignansi
Leukimia akut
Defek kualitatif
Leukimia limfositik
Imunitas humoral
Streptococcus pneumoniae
kronik
Multipel myeloma
Haemofilus influenza
Neiseriae meningitidis
Limfoma Hodgkin
Imunitas seluler
Viral, fungal
Neutropenia
Neutropenia
Radiasi
Imunosupresi
Transplantasi sumsum
Neutropenia
Imunosupresi
Citomegalovirus
tulang
Pneumocistis jirovecii
Malnutrisi kalori-protein
Imunosupresi
Splenektomi
Imunitas humoral
Streptococcus pneumoniae
Haemofilus influenza
Neiseriae meningitidis
Nosokomial
Tunnel central venous
Staphylococcus koagulase
negatif
Staphylococcus aureus
Makanan
Material organik
Kolonisasi organisme
eksogen
Campylobacter jejuni
Aspergillus
10
2.4
Klasifikasi
The Multinational Association for Supportive Care in Cancer (MASCC) Risk
Index dapat digunakan untuk mengidentifikasi pasien dengan risiko rendah (skor 21)
untuk komplikasi febrile neutropenia (kematian, komplikasi jantung, gagal nafas, gagal
ginjal, hipotensi, perdarahan atau komplikasi medis yang berat lainnya). Skor tersebut
dibuat untuk menyeleksi pasien untuk pemberian terapi yang nyaman atau efektifitas
biaya.1,6,8
MASCC Risk Index dihitung dari beban penyakit (tanpa gejala/gejala ringan =
5 poin, gejala ringan = 3 poin, gejala berat = 0 poin), tanpa hipotensi (sistolik > 90
mmHg) = 5 poin, tanpa PPOK = 4 poin, tumor padat atau tanpa riwayat infeksi jamur
sebelumnya = 4 poin, status rawat jalan = 3 poin, tanpa dehidrasi = 3 poin dan usia
kurang dari 60 tahun = 2 poin. Jika skor 21 atau lebih berarti pasien berisiko rendah
mengalami gejala infeksi akibat demam neutropenia. Berikut ini adalah MASCC Risk
Index:1,8
11
selain demam. Selama neutropenia, penting untuk secara kontinyu menilai apakah
pasien mengalami infeksi. Paling tidak kultur darah harus diperoleh dari pasien pada
assessment awal. Jika demam tetap bertahan walaupun pasien telah menerima
antibiotik, disarankan untuk mengulang kultur darah setiap hari selama dua hari.1,5
2.5
Patofisiologi
Demam terjadi karena adanya suatu zat yang dikenal sebagai pirogen. Pirogen
terbagi kepada dua yaitu pirogen eksogen dan pirogen endogen. Pirogen eksogen
adalah pirogen yang berasal dari luar tubuh pasien. Contoh dari pirogen eksogen adalah
produk mikroorganisme seperti toksin atau mikroorganisme seutuhnya. Salah satu
pirogen eksogen klasik adalah endotoksin lipopolisakarida yang dihasilkan oleh
bakteri. Jenis lain dari pirogen adalah pirogen endogen yang merupakan pirogen yang
berasal dari dalam tubuh pasien.
Pirogen eksogen telah terbukti menginduksi produksi sitokin proinflamasi,
seperti interleukin 1 (IL-1) dan 6 (IL-6), interferon (INF) -, dan tumor necrosis
factor (TNF). Sitokin proinflamasi tersebut kemudian masuk ke sirkulasi hipotalamus,
merangsang pelepasan prostaglandin lokal dan mengulang setpoint termal
hipotalamus. Peran sitokin pirogenik dapat ditentang oleh sitokin lainnya seperti zat
arginin vasopressin, IL-10, glukokortikoid dan melanosit-stimulating hormone, yang
semuanya memiliki sifat antipiretik, sehingga dapat membatasi peningkatan dan durasi
demam. Pada akhirnya, jumlah dari interaksi sitokin pirogenik dan antipiretik berefek
kepada derajat dan durasi respon demam. Berikut ini adalah bagan yang menjelaskan
mekanisme terjadinya demam: 4,8
12
13
ini memerlukan kehadiran sejumlah besar neutrofil. Resiko infeksi yang serius
meningkat apabila ANC jatuh ke kisaran neutropenia berat (<500 permikroliter).
Durasi dan keparahan neutropenia langsung berkorelasi dengan total kejadian dari
semua infeksi yang terjadi. Ketika ANC terus-menerus lebih rendah dari 100 sel
permikroliter selama lebih dari 3-4 minggu, risiko kejadian infeksi mendekati 100%.2,5
Pada neutropenia berat berkepanjangan, dapat terjadi infeksi bakteri pada
sistem pencernaan, infeksi paru, sepsis hingga syok sepsis. Namun pasien dengan
neutropenia cenderung tidak ada peningkatan risiko untuk infeksi parasit dan virus,
karena mekanisme ini dipertahankan oleh mekanisme imunitas bawaan dan limfosit.
Sebagian besar febril neutropenia terjadi pada pasien yang mengalami gangguan
penurunan pertahanan tubuh akibat menerima kemoterapi, penyebab lainnya antara
lain pasien dengan leukemia akut, sindrom myelodysplastic, atau penyakit lain yang
menyebabkan leukopenia.7
Febrile neutropenia secara klasik selalu dikaitkan dengan limfoma Hodgkin,
tetapi dapat terjadi pada limfoma non-Hodgkin, leukemia, dan tumor padat. Beberapa
keganasan padat tertentu yang mengakibatkan demam tumor termasuk kanker sel
ginjal, karsinoma hepatoseluler, karsinoma pankreas, karsinoma bronkogenik, dan
tumor otak.8
Bakteri merupakan penyebab terbanyak infeksi pada demam neutropenia,
seperti bakteri Staphylococcus aureus, E. coli, Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella
pneumoniae dan Staphilococcus coagulase negative merupakan organisme yang
banyak ditemukan pada kultur darah. Pemasangan kateter sentral sering berhubungan
dengan infeksi Staphilococcus coagulase negative, Staphylococcus aureus, dan
kadang-kadang bakteria Gram negative, yaitu Enterococcus, dan Candida.6
Infeksi jamur diderita oleh sekitar 10% semua infeksi pada anak dengan
keganasan. Candida menjadi penyebab 60% infeksi jamur. Disamping keganasan dan
terapi yang diberikan, risiko peningkatan infeksi jamur juga meliputi mukositis
orofaringeal dan gastrointestinal, dan pemasangan kateter intravaskular yang lama.
14
Infeksi virus oportunistik pada penderita keganasan biasanya merupakan reaktivasi dari
virus laten seperti herpes zoster.7,8
Kemoterapi merupakan faktor predisposisi pasien kanker dengan
infeksi yaitu dengan mekanisme menekan produksi neutrofil akibat efek sitotoksik.
Kemoterapi menyebabkan kerusakan sumsum tulang oleh efek anti metabolik, yaitu
menyebabkan pencegahan sintesis DNA dan RNA sampai menyebabkan kerusakan
dan penekanan sumsum tulang yang menyebabkan menurunnya produksi neutrofil.
Neutrofil adalah garis pertahanan pertama terhadap infeksi sebagai komponen seluler
pertama yang merespon terjadinya inflamasi dan komponen kunci dari imunitas
bawaan. Keadaan neutropenia akan menumpulkan respon inflamasi terhadap infeksi,
memungkinkan multiplikasi bakteri dan invasi karena neutropenia mengurangi tandatanda dan gejala infeksi. Demam sering hadir pada pasien dengan neutropenia sebagai
satu-satunya tanda infeksi. 2,3
2.6
Pemeriksaan Klinis
Anamnesis yang lengkap tentang gejala terpapar infeksi dan pemeriksaan yang
15
Gejala respiratorius:
1. Rontgent thorak (mungkin tidak ada perubahan selama neutropenia)
2. Swab tenggorokan jika trombositopenia
3. Pemeriksaan sputum pada anak-anak yang lebih besar
Gejala gastrointestinal:
1. Pemeriksaan tinja dan virus
2. Pemeriksaan tinja untuk toksin Clostridium difficile jika menggunakan
antibiotik
Gejala dermatologis:
1. Swab bakteri
2. Swab virus dari lesi vesikular dan ulkus di mulut
Gejala sistem saraf pusat:
1. CT-Scan otak dan pungsi lumbal mungkin dapat diindikasikan jika terdapat
gejala baru dari sistem saraf pusat
2. Koreksi dari trombositopenia dan atau koagulopati dapat terjadi pada pungsi
lumbal
Pemeriksaan laboratorium yang lengkap harus dilakukan. Adapun pemeriksaan
laboratorium yang harus diperiksa: 4
1. Darah perifer lengkap
2. Kultur darah : aerob dan anaerob
3. Urinalisis dan kultur urin
4. Sputum
5. Pungsi lumbal dan cairan serebrospinal
16
Pemeriksaan radiologi rontgen dada tetap harus dilakukan meskipun tidak ada
gejala klinis dari paru. Infiltrat di paru tidak akan terbentuk sampai neutropenia mulai
pulih. CT Scan thorak belum dapat menunjukkan hasil yang memuaskan bila tidak
terdapat abnormalitas gejala klinis paru, namun dapat dipertimbangkan bila terdapat
gejala klinis yang abnormal tapi rontgent thorak normal.5
2.7
Penatalaksanaan
Semua pasien dengan kanker harus dipikirkan untuk memiliki resiko besar
terjadinya infeksi dan sekali terjadi demam harus segera mendapat terapi antibiotik,
tanpa harus menunggu bukti klinis yang mendukung telah terjadi infeksi. Selain itu
pasien neutropenia tanpa adanya demam yang memperlihatkan tanda dan gejala yang
diduga infeksi juga harus mendapat terapi antibiotik segera mungkin.2,3
Pedoman praktik klinis yang tersedia dalam penggunaan agen antibiotik untuk
pasien neutropenia dengan kanker tidak memiliki skema khusus, tidak ada obat khusus
atau kombinasinya, tidak ada waktu tertentu dalam pengobatan yang digunakan dalam
penanganan pasien dengan febrile neutropenia.3
Pengobatan antibiotic melalui oral
Antibiotik secara oral adalah sama amannya seperti intravenous dilihat dari
tingkat keberhasilannya dan perkembangan komplikasi setidaknya pada pasien yang
dirawat di rumah sakit. Regimen referensi adalah kombinasi dari ciprofloxacin atau
ofloxacin oral ditambah dengan amoxicillin-clavulanate. Untuk pasien dengan riwayat
alergi terhadap penicillin, kombinasi dari clindamicin oral dengan ciprofloxacin oral
dianjurkan.2,3
Pengobatan antibiotik melalui intravena
Tiga kelompok antibiotik yang dianjurkan secara empiric untuk pengobatan
febrile neutropenia adalah :3
17
1).
Terapi
ganda
atau
kombinasi
dari
aminoglikosida
dengan
penisilin
18
2.8
Pengawasaan
Pengawasan dan evaluasi terhadap pasien dengan febrile neutropenia setiap hari
2.9
terjadinya
komplikasi
dari
febrile
neutropenia
dapat
dipertimbangkan melalui MASCC Risk Index. Pasien dengan MASCC Risk Index
21 memiliki risiko rendah terjadinya komplikasi febrile neutropenia seperti gagal
jantung, gagal nafas, gagal ginjal, hipotensi, perdarahan, sepsis dan syok sepsis. Selain
19
itu faktor-faktor lain yang berkaitan dengan risiko terjadinya infeksi juga ikut
menentukan kemungkinan terjadinya komplikasi yang lebih buruk pada pasien febrile
neutropenia.1
Penundaan pemberian antibiotik pada pasien febrile neutopenia sampai adanya
pembuktian bahwa infeksi telah benar terjadi pasien tersebut menyebabkan angka
kematian pasien tersebut meningkat. Pendekatan terapi antibiotic empirik telah
menurunkan angka kesakitan dan kematian, yang menunjukkan pentingnya
kewaspadaan dan tindakan cepat serta tepat pada pasien demam neutropenia. Prognosis
pasien dengan febrile neutropenia semakin baik jika ditangani dengan cepat dan tepat
melalui pemberian terapi antibiotic empirik.1,3,7
20
BAB III
KESIMPULAN
Febrile neutropenia adalah suatu kondisi demam > 38,5 oC melalui satu kali
pengukuran suhu oral, atau demam > 38,0 oC melalui dua kali pengukuran dalam
interval 1 jam dengan ANC < 500 sel/mm3, atau < 1000 sel/mm3 yang diprediksikan
akan terus menurun hingga <500 sel/mm3 dalam 48 jam.
Febrile neutropenia merupakan komplikasi dari kemoterapi yang sering terjadi
pada pasien yang menderita keganasan. Sistem imun tubuh penderita keganasan
cenderung menurun karena ditekan secara langsung oleh sel-sel kanker tersebut, dan
secara tidak langsung akibat efek samping kemoterapi. Penurunan sistem imun tersebut
menyebabkan tubuh akan mudah terserang infeksi.
Keadaan neutropenia akan menumpulkan respon inflamasi terhadap infeksi,
memungkinkan multiplikasi bakteri dan invasi karena neutropenia mengurangi tandatanda dan gejala infeksi. Demam sering hadir pada pasien dengan neutropenia sebagai
satu-satunya tanda infeksi. Terjadinya demam pada pasien neutropenia merupakan
peringatan untuk pemberian antibiotik dan peningkatan kewaspadaan bahwa infeksi
telah terjadi.
Febris neutropenia merupakan sebuah kedaruratan medis. Penegakkan
diagnosis yang cepat dan pemberian antibiotik yang tepat merupakan hal yang sangat
penting. Semua pasien dengan keganasan harus dipikirkan untuk memiliki resiko besar
terjadinya infeksi dan sekali terjadi demam harus segera mendapat terapi antibiotik,
tanpa harus menunggu bukti klinis yang mendukung telah terjadi infeksi. Selain itu
pasien neutropenia tanpa adanya demam yang memperlihatkan tanda dan gejala yang
diduga infeksi juga harus mendapat terapi antibiotik sesegera mungkin.
21
DAFTAR PUSTAKA
22