Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
ini
membahas
mengenai
patogenesis,
diagnosis
dan
BAB II
2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Umumnya TB menyerang paru-paru, sehingga
disebut dengan TB paru. Tetapi kuman TB juga bisa menyebar ke bagian atau
organ lain dalam tubuh, dan TB jenis ini lebih berbahaya dari TB paru. Bila
kuman TB menyerang otak dan sistem saraf pusat, akan menyebabkan meningitis
TB. Bila kuman TB menginfeksi hampir seluruh organ tubuh, seperti ginjal,
jantung, saluran kencing, tulang, sendi, otot, usus, kulit, disebut TB milier atau TB
ekstrapulmoner.
Tuberkulosis pada anak didefinisikan sebagai tuberkulosis yang diderita
oleh anak <15 tahun. Seorang anak dikatakan terpapar TB jika anak memiliki
kontak yang signifikan dengan orang dewasa atau remaja yang terinfeksi TB, pada
tahap ini test tuberkulin negatif, rontgen toraks negatif. Infeksi terjadi ketika
seseorang menghirup droplet nuclei Mycobacterium tuberculosis dan kuman
tersebut menetap secara intraseluler pada jaringan paru dan jaringan limfoid
sekitarnya, pada tahap ini rontgen toraks bisa normal atau hanya terdapat
granuloma atau kalsifikasi pada parenkim paru dan jaringan limfoidnya serta
didapatkan uji tuberkulin yang positif. Sementara itu, seseorang dikatakan sakit
TB jika terdapat gejala klinis yang mendukung serta didukung oleh gambaran
kelainan rontgen toraks, pada tahap inilah seseorang dikatakan menderita
tuberkulosis.
TB ditularkan melalui udara (melalui percikan dahak penderita TB).
Ketika penderita TB batuk, bersin, berbicara atau meludah, mereka memercikkan
kuman TB atau basil ke udara. Seseorang dapat terpapar dengan TB hanya dengan
menghirup sejumlah kecil kuman TB. Penderita TB dengan status TB BTA (Basil
Tahan Asam) positif dapat menularkan sekurang-kurangnya kepada 10-15 orang
lain setiap tahunnya. Sepertiga dari populasi dunia sudah tertular dengan TB.
Seseorang yang tertular dengan kuman TB belum tentu menjadi sakit TB. Kuman
TB dapat menjadi tidak aktif (dormant) selama bertahun-tahun dengan
membentuk suatu dinding sel berupa lapisan lilin yang tebal. Bila sistem
3
sakit TB. Faktor risikonya adalah usia, infeksi baru yang ditandai dengan adanya
konversi uji tuberkulin (dari negatif menjadi positif) dalam 1 tahun terakhir,
malnutrisi, keadaan imunokompromais, diabetes mellitus, gagal ginjal kronik.
2.3 Etiologi
Terdapat 60 lebih spesies Mycobacterium, tetapi hanya separuhnya yang
merupakan patogen terhadap manusia. Hanya terdapat 5 spesies dari
Mycobacterium yang paling umum menyebabkan infeksi, yaitu: M. Tuberculosis,
M. Bovis, M. Africanum, M. Microti dan M. Canetti. Dari kelima jenis ini M.
Tuberkulosis merupakan penyebab paling penting dari penyakit tuberkulosis pada
manusia. Ada 3 varian M. Tuberkulosis yaitu varian humanus, bovinum dan
avium. Yang paling banyak ditemukan menginfeksi manusia M. Tuberkulosis
varian humanus.
M. Tuberkulosis berbentuk batang, tidak membentuk spora, tidak
berkapsul, nonmotil, pleomorfik, dan termasuk bakteri gram positif lemah, serta
memiliki ukuran panjang 1-10 mikrometer dan lebarnya 0,2-0,6 mikrometer. M.
Tuberkulosis tumbuh optimal pada suhu 37-410C dan merupakan bakteri aerob
obligat yang berkembang biak secara optimal pada jaringan yang mengandung
banyak udara seperti jaringan paru. Dinding sel yang kaya akan lipid menjadikan
basil ini resisten terhadap aksi bakterisid dari antibodi dan komplemen. Sebagian
besar dari dinding selnya terdiri atas lipid (80%), peptidoglikan, dan
arabinomannan. Lipid membuat kuman tahan terhadap asam sehingga disebut
BTA dan kuman ini tahan terhadap gangguan kimia dan fisika. Oleh karena
ketahanannya terhadap asam, M. Tuberkulosis dapat membentuk kompleks yang
stabil antara asam mikolat pada dinding selnya dengan berbagai zat pewarnaan
golongan aryl methan seperti carbolfuchsin, auramine dan rhodamin. Kuman ini
dapat bertahan hidup di udara yang kering atau basah karena kuman dalam
keadaan dorman. Dan dari keadaan dorman ini kuman dapat reaktivasi kembali.
Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraseluler yaitu di dalam
sitoplasma makrofag karena pada sitoplasma makrofag banyak mengandung lipid.
Kuman ini bersifat aerob, sifat ini menunjukan bahwa kuman ini menyenangi
jaringan yang tinggi mengandung oksigen sehingga tempat predileksi penyakit ini
5
adalah bagian apikal paru karena tekanan O2 pada apikal lebih tinggi dari pada
tempat lainnya.
M. Tuberkulosis dapat tumbuh pada medium klasik yang terdiri kuning
telur dan glyserin (medium Lowenstein-Jensen). Bakteri ini tumbuh secara
lambat, dengan waktu generasi 12- 24 jam. Pengisolasian dari spesimen klinis dari
media sintetik yang solid membutuhkan waktu 3-6 minggu dan untuk uji
sensitivitas terhadap obat membutuhkan tambahan waktu 4 minggu. Sementara
itu, pertumbuhan bakteri ini dapat dideteksi dalam 1- 3 minggu dengan
menggunakan medium cair yang selektif seperti BACTEC dan uji sensitivitas
terhadap obat hanya membutuhkan waktu tambahan 3-5 hari.
2.4 PATOGENESIS
Paru merupakan port d entree lebih dari 98 % kasus infeksi TB. Karena
ukurannya yang sangat kecil (<5 m), kuman TB dalam droplet nuklei yang
terhirup dapat mencapai alveolus. Pada sebagian kasus, kuman TB dapat
dihancurkan seluruhnya oleh mekanisme imunologis non spesifik. Akan tetapi
pada sebagian kasus, tidak seluruhnya dapat dihancurkan. Pada individu yang
tidak dapat menghancurkan seluruh kuman, makrofag alveolus akan memfagosit
kuman TB yang sebagian besar dihancurkan. Akan tetapi, sebagian kecil kuman
TB yang tidak dapat dihancurkan akan terus berkembang biak dalam makrofag,
dan akhirnya menyebabkan lisis makrofag. Selanjutnya kuman TB membentuk
lesi ditempat tersebut, yang dinamakan fokus primer Ghon.
Dari fokus primer Ghon, kuman TB menyebar melalui saluran limfe
menuju kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran
limfe ke lokasi fokus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi
disaluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika
fokus primer terletak di lobus bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat
adalah kelenjar limfe parahilus (perihiler), sedangkan jika fokus primer terletak di
apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Gabungan antara fokus
primer, limfangitis, dan limfadenitis dinamakan kompleks primer.
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya
kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi. Masa inkubasi
6
TB berlangsung selama 2-12 minggu, biasanya selama 4-8 minggu. 6 Pada saat
terbentuknya kompleks primer, infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi. Setelah
terjadi kompleks primer, imunitas seluler tubuh terhadap TB terbentuk, yang dapat
diketahui dengan adanya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu uji
tuberkulin positif. Selama masa inkubasi uji tuberkulin masih negatif. Pada
sebagian besar individu dengan sistem imun yang berfungsi baik, pada saat sistem
imun seluler berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Akan tetapi sebagian
kecil kuman TB akan dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas seluler
telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk kedalam alveoli akan segera
dimusnakan oleh imunitas seluler spesifik (cellular mediated immunity, CMI ).
Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer dijaringan paru
mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah
mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya
tidak sesempurna fokus primer dijaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan
menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini, tetapi tidak menimbulkan
gejala sakit TB.
Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang
terjadi dapat disebabkan oleh fokus di paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus
primer di paru dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis
fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair
dan keluar melalui bronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru
(kavitas).
Kelenjar limfe parahilus atau paratrakeal yang mulanya berukuran normal
pada awal infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut,
sehingga bronkus akan terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan
eksternal menimbulkan hiperinflasi di segmen distal paru melalui mekanisme
ventil. Obstruksi total dapat menyebabkan ateletaksis kelenjar yang mengalami
inflamsi dan nekrosis perkijuan dapat merusak dan menimbulkan erosi dinding
bronkus, sehingga menyebabkan TB endobronkial atau membentuk fistula. Massa
kiju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga menyebabkan
gangguan pneumonitis dan ateletaksis, yang sering disebut sebagai lesi segmental
kolaps-konsolidasi.
7
8
Gambar 3.1. Patogenesis tuberkulosis
Perjalanan alamiah
Manifestasi klinis TB di berbagai organ muncul dengan pola yang konstan,
sehingga dari studi Wallgren dan peneliti lain dapat disusun suatu kalender
terjadinya TB di berbagai organ.
10
Manifestasi sistemik adalah gejala yang bersifat umum dan tidak spesifik
karena dapat disebabkan oleh berbagai penyakit atau keadaan lain. Beberapa
manifestasi sistemik yang dapat dialami anak yaitu:
1. Demam lama (>2 minggu) dan/atau berulang tanpa sebab yang jelas, yang
dapat disertai keringat malam. Demam pada umumnya tidak tinggi. Temuan
demam pada pasien TB berkisar antara 40-80% kasus.
2. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau tidak naik dalam 1 bulan
dengan penanganan gizi atau naik tetapi tidak sesuai dengan grafik
pertumbuhan.
3. Nafsu makan tidak ada (anoreksia) dengan gagal tumbuh dan berat badan
tidak naik dengan adekuat (failure to thrive).
4. Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit dan biasanya
multipel.
5. Batuk lama lebih dari 3 minggu, dan sebab lain telah disingkirkan, tetapi
pada anak bukan merupakan gejala utama.
6. Diare persisten yang tidak sembuh dengan pengobatan diare.
7. Malaise (letih, lesu, lemah, lelah).
4.1.2. Manifestasi Spesifik Paru.
TB Asimptomatis
Infeksi asimptomatis (atau laten) didefinisikan sebagai infeksi yang
diasosiasikan dengan hipersensitivitas tuberkulis dan tes tuberkulin positif tanpa
gejala klinis dan manifestasi radiologis. Dari CT scan dapat dilihat pembesaran
nodus limfe di rongga dada, walaupun pada rontgen hasil dapat normal. Kadangkadang, demam subfebris ditemukan pada onset penyakit. Sekiranya anak
berkontak dengan individu dengan TB menular yg tes tuberkulin positif, diagnosis
TB asimptomatis harus segera disingkirkan setelah rontgen foto thorak dan
pemeriksaan fisik yang teliti.
TB Paru Primer
Kompleks primer mengandung 3 elemen: fokus primer, limfangitis dan
limfadenitis regional. Tanda yang khas pada penyakit ini adalah daerah adenitis
yang relatif besar berbanding lokus pada paru. Karena aliran limfatik thorak
11
berlangsung secara predominan dari kiri ke kanan, nodus pada bagian kanan atas
paratrakeal sering dinilai paling terafeksi.
Interpretasi ukuran nodus limfe intratoraks pada rontgen sulit, tapi akan
terlihat jelas apabila terdapat adenopati yang disebabkan oleh tuberkulosis.
Apabila nodus limfe membesar, obstruksi parsial dari bronkus dapat menimbulkan
hiperinflasi dan berlanjut kepada atelektasis. Gambaran radiologis pada penyakit
ini mirip penyakit yang disebabkan oleh aspirasi benda asing. Atelektasis
segmental dan lesi hiperinflasi dapat terjadi bersamaan.
Balita cenderung memperlihatkan tanda dan gejala karena perbahan
diameter saluran nafas berbanding nodus limfe parenkim. Simptom yang paling
sering adalah batuk non produktif dan dispneu. Gangguan respiratorik contohnya
obstruksi bronkus dengan tanda adanya air trapping dan gejala wheezing jarang
dikeluhkan.
TB Paru Progresif
TB paru progresif merupakan komplikasi lanjutan dari TB paru primer.
Kompleks primer yang menjadi fokus awal paru yang tidak mengalami kalsifikasi
membesar dengan stabil membentuk caseous centre yang kemudiannya meleleh
ke dalam broncus adjacent membentuk kavitas primer. Likuifikasi ini
berhubungan dengan besarnya jumlah basil TB, merupakan faktor yang
menyebabkan seorang anak dapat mentransmisikan M. tuberkulosis kepada
individu lainnya. Dapat terjadi diseminasi lanjut basil tuberkel ke lobus lain dan
ke seluruh paru. Gambaran klinis pada penyakit ini adalah bronkopneumonia
dengan demam tinggi, batuk sedang sampai berat, keringat malam, dullness pada
perkusi, rales, dan penurunan bunyi nafas.
TB Paru Kronis/Reaktivasi
Sebelum penemuan Obat Anti Tuberkulosis (OAT), TB paru kronis sangat
jarang ditemukan pada anak. Penyakit ini lebih sering ditemukan pada anak-anak
yang mempunyai strata sosioekonomi yang rendah, anak perempuan dan pada
anak dengan diagnosis TB yang lambat ditegakkan. Penyakit ini sering ditemukan
pada remaja berbanding anak dengan gambaran radiologis mirip pada orang
dewasa, dengan gambaran infiltrat pada lobus atas dan kavitas. Anak dengan
12
10 mm
15 mm sangat
5mm.
memudahkan
diagnosis
TB
paru
pada
anak,
IDAI
Kontak TB
Tidak jelas
Laporan
BTA(+)
keluarga (BTA
negatif
Uji Tuberkulin
Negatif
atau
tidak jelas)
-
Positif ( 10 mm
atau 5 mm pada
keadaan
Berat
badan
/ -
Status Gizi
imunosupresi)
gizi -
Klinis
atau
buruk
Demam
tanpa -
koli,
aksila, inguinal
Pembengkakan
tulang
falang
Foto Thorak
3 minggu
1 cm, jumlah
sendi
panggul,
2 minggu
60%
-
Ada
pembengkakan
lutut,
Normal/kelainan Gambaran
tidak jelas
sugestif TB
15
Catatan:
Demam dan batuk tidak ada respon terhadap terapi sesuai baku.
Pada anak yang diberi imunisasi BCG, bila terjadi reaksi cepat BCG ( 7
hari) harus dievaluasi dengan sistim skoring TB anak, BCG bukan
merupakan alat diagnostik.
Jika ditemukan gambaran milier, kavitas atau efusi pleura pada foto toraks,
dan/atau terdapat tanda-tanda bahaya, seperti kejang, kaku kuduk dan
penurunan kesadaran serta tanda kegawatan lain seperti sesak napas,
pasien harus di rawat inap di RS.
16
BAB IV
PENATALAKSANAAN
5.1. Obat TB yang Digunakan
Obat TB utama (first line, lini utama) saat ini adalah rifampisin (R),
isoniazid (H), pirazinamid (Z), etambutol (E), dan Streptomisin (S). Rifampisin
dan isoniazid merupakan obat pilihan utama dan ditambah dengan pirazinamid,
etambutol, dan streptomisin. Obat lain (second line, lini kedua) adalah paraaminosalicylic acid (PAS), cycloserin terizidone, ethionamide, prothionamide,
ofloxacin, levofloxacin, mixiflokxacin, gatifloxacin, ciprofloxacin, kanamycin,
amikacin, dan capreomycin, yang digunakan jika terjadi MDR.
Isoniazid
17
isoniazid lebih
cepat daripada
memerlukan dosis mg/KgBB yang lebih tinggi dari pada dewasa. Isoniazid pada
air susu ibu (ASI) yang mendapat isoniazid dan dapat menembus sawar darah
plasenta, tetapi kadar obat yang mmencapai janin/bayi tidak membahayakan.
Isoniazid mempunyai dua efek toksik utama, yaitu hepatotoksik dan
neuritis perifer. Keduanya jarang terjadi pada anak, biasanya terjadi pada pasien
dewasa dengan frekuensi yang meningkat dengan bertambahnya usia. Sebagian
besar pasien anak yang menggunakan isoniazid mengalami peningkatan kadar
transaminase darah yang tidak terlalu tinggi dalam 2 bulan pertama, tetapi akan
menurun sendiri tanpa penghentian obat. Idealnya, perlu pemantauan kadar
transaminase pada 2 bulan pertama, tetapi karena jarang menimbulkan
hepatotoksisitas maka pemantauan laboratorium tidak rutin dilakukan, kecuali bila
ada gejala dan tanda klinis.
Rifampisin
Rifampisin bersifat bakterisid pada intrasel dan ekstrasel, dapat memasuki
semua jaringan dan dapat membunuh kuman semidorman yang tidak dapat
18
adalah
gangguan
gastrointestinal
(mual
dan
muntah),
dan
termasuk
kuinidin,
siklosporin,
digoksin,
teofiin,
kloramfenikol,
hepatotoksisitas,
anoreksia,
dan
iritasi
saluran
cerna.
Reaksi
Nama Obat
Dosis harian
Dosis maksimal
Efek Samping
(mg/kgBB/hari)
(mg/hari)
Isoniazid
5-15*
300
Rifampisin**
10-20
600
Pirazinamid
15-30
2000
Etambutol
15-20
1250
Streptomisin
15-40
1000
Ototoksis, nefrotoksik
**
Rifampisin tidak boleh diracik dalam satu puyer dengan OAT lain karena
dapat mengganggu bioavailabilitas rifampisin. Rifampisin diabsorpsi
dengan baik melalui sistemgastrointestinal pada saat perut kosong (satu
jam sebelum makan.
Gambar 5.1. Obat antituberkulosis yang biasa dipakai dan dosisnya
22
2 Bulan
6 Bulan
9 Bulan
12 Bulan
Isoniazid
Rifampisin
Pirazinamid
Etambutol
Streptomisin
Prednison
dengan
pengobatan.
Manajemen
TB
semakin
sulit
dengan
25
Apabila kita menemukan seorang anak dengan TB, maka harus dicari
sumber penularan yang menyebabkan anak tersebut tertular TB. Sumber
penularan adalah orang dewasa yang menderita TB aktif dan kontak erat dengan
anak tersebut. Pelacakan sumber infeksi dilakukan dengan cara pemeriksaan
radiologis dan BTA sputum (pelacakan sentripetal). Bila telah ditemukan
sumbernya, perlu pula dilakukan pelacakan sentrifugal, yaitu mencari anak lain di
sekitasnya yang mungkin juga tertular, dengan cara uji tuberkulin.
Sebaliknya, jika ditemukan pasien TB dewasa aktif, maka anak
disekitarnya atau yang kontak erat harus ditelusuri ada atau tidaknya infeksi TB
(pelacakan sentrifugal). Pelacakan tersebut dilakukan dengan cara anamnesis,
pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang yaitu uji tuberkulin.
5.2.3 Aspek edukasi dan sosial ekonomi
Pengobatan TB tidak lepas dari masalah sosial ekonomi. Karena
pengobatan TB memerlukan kesinambungan pengobatan dalam jangka waktu
yang cukup lama, maka biaya yang diperlukan cukup besar. Selain itu, diperlukan
juga penanganan gizi yang baik, meliputi kecukupan asupan makanan, vitamin,
dan mikronutrien. Tanpa penanganan gizi yang baik, pengobatan dengan
medikamentosa saja tidak akan tercapai hasil yang optimal. Edukasi ditujukan
kepada pasien dan keluarganya agar mengetahui mengenai TB. Pasien TB anak
tidak perlu diisolasi karena sebagian besar TB padak anak tidak menular kepada
orang disekitarnya. Aktivitas fisik pasien TB anak tidak perlu dibatasi, kecuali
pada TB berat.
5.3 Pencegahan
5.3.1 Imunisasi BCG
Imunisasi BCG (Bacille Calmette-Gurin) diberikan pada usia sebelum 2
bulan. Dosis untuk bayi sebesar 0,05 ml dan untuk anak 0,10 ml, diberikan secara
intrakutan di daerah insersi otot deltoid kanan (penyuntikan lebih mudah dan
lemak subkutis lebih tebal, ulkus tidak menggangu struktur otot dan sebagai tanda
baku). Bila BCG diberikan pada usia lebih dari 3 bulan, sebaiknya dilakukan uji
27
0,1-1%.
Kontraindikasi
imunisasi
BCG
adalah
kondisi
imunokompromais, misalnya defisiensi imun, infeksi berat, gizi buruk, dan gagal
tumbuh. Pada bayi prematur, BCG ditunda hingga bayi mencapai berat badan
optimal.
5.3.2 Kemoprofilaksis
Terdapat dua jenis kemoprofilaksis, yaitu kemoprofilaksis primer dan
kemoprofilaksis sekunder. Kemoprofilaksis primer bertujuan untuk mencegah
terjadinya
infeksi
TB,
sedangkan
kemoprofilaksis
sekunder
mencegah
28
BAB V
KOMPLIKASI DAN PROGNOSIS
6.1 Komplikasi
Limfadenitis, meningitis, osteomielitis, arthtritis, enteritis, peritonitis,
penyebaran ke ginjal, mata, telinga tengah dan kulit dapat terjadi. Bayi yang
dilahirkan dari orang tua yang menderita tuberkulosis mempunyai risiko yang
besar untuk menderita tuberkulosis. Kemungkinan terjadinya gangguan jalan
nafas yang mengancam jiwa harus dipikirkan pada pasien dengan pelebaran
mediastinum atau adanya lesi pada daerah hilus.
6.2 Prognosis
29
Pada pasien dengan sistem imun yang prima, terapi menggunakan OAT terkini
memberikan hasil yang potensial untuk mencapai kesembuhan. Jika kuman
sensitif dan pengobatan lengkap, kebanyakan anak sembuh dengan gejala sisa
yang minimal. Terapi ulangan lebih sulit dan kurang memuaskan hasilnya.
Perhatian lebih harus diberikan pada pasien dengan imunodefisiensi, yang resisten
terhadap berbagai rejimen obat, yang berespon buruk terhadap terapi atau dengan
komplikasi lanjut. Pasien dengan resistensi multiple terhadap OAT jumlahnya
meningkat dari waktu ke waktu. Hal ini terjadi karena para dokter meresepkan
rejimen terapi yang tidak adekuat ataupun ketidakpatuhan pasien dalam
menjalanin pengobatan.
Ketika terjadi resistensi atau intoleransi terhadap Isoniazid dan Rifampin,
angka kesembuhan menjadi hanya 50%, bahkan lebih rendah lagi. Dengan OAT
(terutama isoniazid) terjadi perbaikan mendekati 100% pada pasien dengan TB
milier. Tanpa terapi OAT pada TB milier maka angka kematian hampir mencapai
100%.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
30
Manifestasi sistemik adalah gejala yang bersifat umum dan tidak spesifik
karena dapat disebabkan oleh berbagai penyakit atau keadaan lain.
Beberapa manifestasi sistemik yang dapat dialami anak yaitu, demam
lama (>2 minggu) dan/atau berulang tanpa sebab yang jelas, berat badan
turun tanpa sebab yang jelas atau tidak naik dalam 1 bulan ,anoreksia
dengan failure to thrive, pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang
tidak sakit dan biasanya multiple, batuk lama lebih dari 3 minggu, diare
persisten serta malaise (letih, lesu, lemah, lelah).
Prinsip dasar pengobatan TB minimal tiga macam obat pada fase intensif
dan dilanjutkan dengan dua macam obat pada fase lanjutan (4 bulan atau
lebih). Obat TB utama (first line, lini utama) saat ini adalah rifampisin
(R), isoniazid (H), pirazinamid (Z), etambutol (E), dan Streptomisin (S).
Rifampisin dan isoniazid merupakan obat pilihan utama dan ditambah
dengan pirazinamid, etambutol, dan streptomisin.
7.2 Saran
BAB VII
DAFTAR PUSTAKA
Hardiono, dkk. 2005. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak.
Ed.I. 2004. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. Setyanto Budi,D., 2008.
Buku Ajar Respirologi Anak Ed.1
Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta WHO Indonesia. 2008.
Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit Rujukan Tingkat
Pertama
di
Kabupaten/Kota.
32
Alih
bahasa:
Tim
Adaptasi
w w w . TBCIndonesia.or.id.23
Agustus
2012.5 . S a m e e r
W a g l e . S ep 2, 2008.
Kapita Selekta Kedokteran. Ed ke-3. Jilid II. Jakarta: Fakultas Kedokteran
UI, 2000; h. 459-69.8.
Rudolph M. Abraham, Hoffman E. I. Julian, Rudolph D. Colin.
Buku Ajar Pediatri. Vol.2. Ed ke-20. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC, 2006.9.
Beh rma n E. Richard, K liegma n Rober t, Arvin M . Ann. Ilmu
K es eh ata n
33