You are on page 1of 30

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teoritis
1. Perbedaan Akuntansi Komersial dengan Akuntansi Fiskal
Informasi dari laporan keuangan banyak diperlukan oleh pihak-pihak yang
tertentu, baik yang berasal dari dalam perusahaan maupun dari luar perusahaan.
Sehingga laporan keuangan harus disusun dengan memenuhi standardstandard
yang dapat diterima oleh umum. Kemudian diuraikan lagi bahwa wajib pajak
harus memenuhi salah satu kewajiban perpajakan yaitu pembukuan. Ketentuan
perpajakan sendiri tidak mengatur secara teknis proses penyelenggaraan
pembukuan, cara atau sistem yang dipakai diserahkan kepada wajib pajak dengan
memenuhi syarat sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku di Indonesia.
Akuntansi komersial merupakan kegiatan jasa yang berfungsi menyajikan
informasi kuantitatif mengenai suatu entitas ekonomi sebagai dasar untuk
pengambilan suatu keputusan ekonomis terhadap beberapa alternatif yang
tersedia, sedangkan akuntansi fiskal merupakan bagian dari akuntansi yang
berhubungan dengan penyajian informasi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
Pengertian pembukuan dalam undangundang perpajakan sedikit berbeda
dengan pengertian pembukan menurut akuntansi. Menurut Gunadi (2001 : 9)
pembukuan (book keeping) adalah pencatatan data perusahaan dengan teknik
tertentu dan mengolahnya sehingga dapat disusun menjadi laporan keuangan.

5
xx

Universitas Sumatera Utara

Sedangkan pasal 1 (29) KUP:


Pembukuan adalah proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk
mengumpulkan data dan informasi keunangan yang meliputi harta, kewajiban,
modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan
barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa
neraca dan laporan laba-rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut.
Menurut Pardiat (2007:1), Tujuan penyelengaraan pembukuan adalah untuk
menghitung penghasilan neto fiskal berdasarkan UU-Perpajakan dan peraturan
pelaksanaannya, yaitu:
a) Peraturan Pemerintah (PP)
b) Keputusan Presiden (KEPRES)
c) Keputusan atau Peraturan Menteri Keuangan
d) Keputusan Direktur Jenderal Pajak, atau Peraturan Direktur Jenderal
Pajak.
e) Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak.
f) Keputusan Keberatan dari Direktur Jenderal Pajak dan Putusan Banding
dari Pengadilan Pajak, hanya untuk WP yang bersangkutan.

Membicarakan masalah perbedaan laporan keuangan komersial dengan


laporan keuangan fiskal, sama halnya dengan membicarakan masalah akuntansi
fiskal, karena akuntansi fiskal umumnya menyangkut masalah kapan suatu
penghasilan diakui sebagai pengurangan dari penghasilan tersebut. Masalah ini
sesungguhnya tergantung kepada tahun pajak atau tahun buku tahun wajib pajak
(pembayar pajak), metode akuntansi yang digunakannya serta konsep yang
menjadi pedomannya.
Perusahaan yang bergerak di bidang bisnis akan menyusun laporan keuangan
yang berbeda antara laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan yang
dilampirkan pada Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Pengahasilan (SPT PPh)
yang disampaikan ke Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Perbedaan tersebut

tidaklah dimaksudkan untuk tujuan tujuan tertentu, seperti penyelundupan pajak,


akan tetapi lebih cenderung kepada penyesuaian dengan ketentuan peraturan

xxi

Universitas Sumatera Utara

perundangundangan perpajakan.

Perbedaan utama antara laporan keuangan

komersial dengan laporan keuangan fiskal disebabkan karena perbedaan tujuan


serta dasar hukumnya, walaupun dalam beberapa hal terdapat kesamaan antara
akuntansi fiskal yang mengacu kepada standard akuntansi keuangan. Menurut
waluyo (2000 : 45) perbedaan antara akuntansi komersial dengan akuntansi fiskal
antara lain
a. Dasar penyusunan
Dasar penyusunan laporan keuangan komersil adalah standard akuntansi
keuangan, sedangkan dasar peyusunan laporan keuangan fiskal adalah
standard akuntansi keuangan yang disesuaikan dengan Undangundang
perpajakan yang berlaku.
b. Konsep
Konsep laporan keuangan komersial terdiri dari:
a) Dasar akrual (accrual basis).
Pengaruh transaksi dan peristiwa lain diakui pada saat kejadian dan
bukan pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar dan dicatat
dalam catatan akuntansi serta dilaporkan dalam laporan keuangan pada
periode bersangkutan.
b) Mempertemukan beban dengan pendapatan yang paling tepat (proper
matching cost and revenue) melibatkan pengakuan penghasilan dan
beban atau bersamaan yang dihasilkan secara langsung dan bersama
sama dari transaksi atau peristiwa lain yang sama.
c) Konservatif (conservative),
yaitu konsep hatihati, mungkin rugi yang ditaksir sudah diakui
sebagai kerugian, dengan membentuk penyisihan (cadangan) pada
akhir tahun atau dengan membuat adjustment, contoh: penyisihan
kerugian piutang, penyisihan potongan penjualan, penyisihan retur
penjualan, penyisihan klaim, penyisihan setelah biaya penjualan,
penyisihan penurunan nilai suratsurat berharga, penilaian persediaan
dengan metode harga pokok dan harga pasar mana yang lebih rendah,
kerugian piutang (metode langsung dan metode penyisihan).
d) Materialitas digunakan oleh auditor untuk menyatakan wajar/tidak
wajar dalam penilaian laporan keuangan komersial.
Konsep laporan keuangan fiskal terdiri dari :
a) Akrual Stelsel (stelsel Accrual)
Pengaruh transaksi mengakui penghasilan pada saat diperoleh
penghasilan, walaupun penghasilan tersebut belum diterima tunai, dan
mengurangkannya dengan biayabiaya pada saat biaya tersebut terutang,
walaupun biaya tersebut belum dibayar tunai. Sebagai contoh misalnya :
pengeluaran untuk suatu pembayaran dimuka.

xxii

Universitas Sumatera Utara

b) Mempertemukan antara biaya untuk mendapat, menagih dan memelihara


penghasilan yang merupakan objek pajak penghasilan (proper matching
taxable income and deductible expense) sesuai dengan prinsip 3M
(mendapatkan, menagih dan memelihara) penghasilan, beban (expense)
yang dapat dikurangkan atas penghasilan kena pajak (taxable income)
adalah beban yang timbul dalam hubungannya dengan penghasilan
(match and link). Dalam suatu transaksi akan melibatkan lebih dari satu
pihak lainnya akan membukukan sebagai beban. Misalnya, pada
transaksi pembayaran gaji, pihak pemebri kerja akan membukukannya
sebagai beban gaji sedangkan karyawan/pegawai akan memperlakukan
imbalan gaji tersebut sebagai penghasilan. Sebaliknya, bila pihak yang
satu tidak membukukan sebagai penghasilan kena pajak maka pihak
lawan transaksinya akan membukukan sebagai bukan beban (non
deductible expenses). Misalnya pada transaksi pemberian imbalan
dalam bentuk natura dan kenikmatan (fringe benefits) kepada
karyawan/pegawai, dianggap bukan sebagai penghasilan kena pajak (non
objek pajak) bagi karyawan/pegawai dan tidak dapat dibebankan oleh
pemeberi kerja.
c) Konservatif tidak digunakan.
d) Materialistis digunakan oleh auditor untuk menyatakan wajar/tidak wajar
dalam penilaian laporan keuangan komersial tidak digunakan (selain
bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi, hanya diperkenankan
dengan metode langsung)
c. Tujuan
Tujuan laporan keuangan komersial adalah: menghitung laba bersih,
mengukur kinerja, mengukur keadaan posisi keuangan, mengukur keadaan
kekayaan dan laporannya ditujukan untuk pihak ketiga dan manajemen.
Sedangkan tujuan laporan keuangan fiskal adalah : menghitung besarnya
pajak yang terutang dan laporannya ditujukan kepada pihak fiskus.
d. Akibat penyimpangan
Akibat dari penyimpangan dari laporan keuangan komersial, misalnya :
pengambilan keputusan yang tidak tepat oleh manajemen, adanya opini yang
buruk terhadap laporan keuangan yang berhubungan langsung dengan
kreditor, investor dan pemilik perusahaan. Sedangkan akibat penyimpangan
dari laporan keuangan fiskal adalah dikenakannya sanksi di bidang
perpajakan antara lain : sanksi administrasi yang berupa denda, bunga atau
kenaikan sedangkan sanksi pidananya berupa kurungan atau penjara.
Menurut Gunadi (2001 : 201 202) Perbedaan Laporan keuangan Komersial
dengan laporan Keuagan Fiskal disebabkan antara lain:
1. Perbedaan antara apa yang dianggap penghasilan menurut ketentuan
perpajakan dan praktek akuntansi, misalnya kenikmatan dan natura
(benefits and kinds), intercompany dividend, pembebasan utang dan
pengahsilan (BUT) karena atribusi force attraction.

xxiii

Universitas Sumatera Utara

2. Ketidaksamaan pendekatan penghitungan penghasilan, misalnya link and


match, antara beban dan penghasilan, metode depresiasi, penerapan norma
penghitungan, pemajakan dengan metode basis bruto atau netto.
3. Pemberian relif atau keringanan yang lainnya misalnya laba rugi pelaporan
aktiva atau pengahasilan hibah, penghasilan tidak kena pajak, perangsang
penanaman dan penyusutan dipercepat.
4. perbedaan perlakuan kerugian misalnya kerugian mancanegara atau harta
yang tidak dipakai dalam usaha.

Bila kita tinjau kembali maka sebenarnya perbedaan laporan keuangan


komersial dengan laporan keuangan fiskal terdapat pada:
1) Perbedaan mengenai konsep penghasilan atau pendapatan

Konsep penghasilan (Income) menurut IAI (2007:13), adalah Kenaikan


manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk pemasukan atau
penambahan aset atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan
ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal.
Dari sisi fiskal, konsep penghasilan tidak jauh berbeda dengan konsep
akuntansi, yaitu: Segala tambahan kemampuan ekonomis yang diterima/diperoleh
Wajib Pajak baik yang berasal dari Indonesia maupun dari Luar Indonesia yang
bisa dikonsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak dengan nama dan dalam
bentuk apapun. Lebih lanjut fiskal membedakan penghasilan tersebut menjadi
tiga kelompok yang sesuai dengan UU No 36 Tahun 2008 Pasal 4 Tentang Pajak
Penghasilan, yaitu:
a) Penghasilan yang merupakan Objek Pajak Penghasilan
b) Penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan Final
c) Penghasilan yang bukan merupakan Objek Pajak Penghasilan

xxiv

Universitas Sumatera Utara

Pengelompokan penghasilan tersebut akan berakibat adanya perbedaan


mengenai konsep penghasilan antara SAK dan Fiskal. Penghasilan yang bukan
objek pajak berarti atas penghasilan tersebut tidak dikenakan pajak (tidak
menambah laba fiskal), lebih jelasnya tentang pengelompokkan penghasilan
tersebut diuraikan dalam UU No 36 Tahun 2008 Pasal 4 ayat 1,2 & 3 Tentang
Pajak Penghasilan.
2) Perbedaan Konsep Beban (Biaya)

Beban (expense) menurut IAI (2007:13),

diartikan sebagai Penurunan

manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk arus keluar atau
berkurangnya aktiva atau terjadinya kewajiban yang mengakibatkan penurunan
ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanam modal.
Sisi Fiskal sendiri, mengartikan Beban sebagai biaya untuk menagih,
memperoleh dan memelihara penghasilan atau biaya yang berhubungan langsung
dengan perolehan penghasilan. Perbedaan inilah yang menyebabkan pihak fiskus
sering berbeda pendapat dengan wajib pajak dalam hal menentukan beban/biaya
yang boleh atau tidak boleh dikurangkan sehingga harus dikeluarkan/tidak boleh
diperhitungkan sebagai pengurangan penghasilan. Misalnya penafsiran atas bunyi
undang-undang yang menyatakan bahwa biaya yang dapat dikurangkan dari
penghasilan

adalah

meliputi

biaya

untuk

menagih,

memelihara

dan

mempertahankan penghasilan.
Wajib pajak sendiri sering diharuskan untuk memberikan sumbangan baik
yang wajib maupun tidak wajib, dan kadang kala tidak disertai dengan bukti-bukti
yang mendukung. Kemudian wajib pajak menganggap biaya yang dikeluarkan

xxv

Universitas Sumatera Utara

tersebut dapat dibiayakan karena dikeluarkan sehubungan dengan kelancaran


usaha, sedangkan pihak fiskus menganggap biaya tersebut termasuk hibah,
bantuan dan sumbagan yang tidak boleh dikurangkan.
3) Perbedaan dalam konsep Penyusutan dan Nilai Persediaan
Perbedaan dalam konsep antara akuntansi dengan peraturan perpajakan
terutama menyangkut konsep penyusutan dan penilaian persediaan barang
dagangan.
a) Konsep Penyusutan
Perbedaan utama antara akuntansi dengan undang-undang perpajakan adalah
penentuan umur aktiva dan metode penyusutan yang boleh digunakan. Akuntansi
menentukan umur aktiva berdasarkan umur sebenarnya walaupun penentuan umur
tersebut tidak terlepas dari tafsiran Judgement.
Menurut IAI (2007:) Akuntansi memiliki beberapa metode penyusutan yaitu:
1). Metode garis lurus (Straight line method) yaitu, menghasilkan pembebanan
yang tetap selama umur manfaat asset jika dinilai residunya tidak berubah.
2). Metode Saldo Menurun (diminishing balance method) yaitu, menghasilkan
pembebanan yang menurun selama umur manfaat asset.
3). Metode Jumlah Unit (sum of the unit method), yaitu menghasilkan
pembebanan yang menurun selama umur manfaat asset.

Ketentuan perpajakan hanya menetapkan dua metode penyusutan yang


harus dilaksanakan wajib pajak berdasarkan pasal UU No 36 tahun 2008 pasl 11
tentang Pajak Penghasilan yaitu berdasarkan metode garis lurus dan metode saldo
menurun yang dilaksanakan secara konsisten, kemudian aktiva (harta berwujud)
dikelompokkan berdasarkan jenis harta dan masa manfaat sebagai berikut:

xxvi

Universitas Sumatera Utara

Tabel 1.1
Kelompok Harta Berwujud, Metode, serta Tarif Penyusutan

Kelompok Harta Berwujud

Tarif Penyusutan sebagaimana


dimaksud dalam

Masa
Manfaat

Ayat 1

Ayat 2

I. Bukan Bangunan
Kelompok 1

4 Tahun

25%

50%

Kelompok 2

8 Tahun

12.5 %

25%

Kelompok 3

16 Tahun

6.25 %

12.5 %

Kelompok 4

20 Tahun

5%

10%

II. Bangunan
Permanen
20 Tahun
5%
Tidak Permanen
10 Tahun
10%
Sumber : Undang-Undang No 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan

Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh harta tidak berwujud dan


pengeluaran lainnya yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun dilakukan
juga dengan memakai 2 metoda yaitu : metoda garis lurus dan metoda saldo
menurun, dengan pengelompokan sebagai berikut :
Tabel 1.2
Kelompok Harta Tak Berwujud, Metode, serta Tarif Amortisasi
No

Kelompok harta

Masa

Tarif Amortisasi

Tarif Amortisasi

tidak berwujud

Manfaat

berdasarkan

Berdasarkan Metode

Metode Garis Lurus

Saldo Menurun

Kelompok 1

4 Tahun

25 %

50 %

Kelompok 2

8 Tahun

12.5 %

25 %

Kelompok 3

16 Tahun

6.25 %

12.5 %

Kelompok 4

20 Tahun

5%

10 %

Sumber : Undang-Undang No 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan

xxvii

Universitas Sumatera Utara

Penentuan masa manfaat, jenis harta, metode, serta tarif dimaksudkan untuk
memberikan keseragaman bagi wajib pajak dalam melakukan penyusutan maupun
amortisasi.
b) Konsep Nilai Persediaan
Dalam undang-undang

pajak penghasilan Indonesia, persediaan dan

pemakaian persediaan untuk menghitung harga pokok dinilai berdasarkan harga


perolehan (cost) yang dilakukan dengan metode rata-rata (average) atau dengan
metode mendahulukan persediaan yang diperoleh pertama yang dikenal dengan
first in first out (FIFO). Penggunaan metode tersebut harus dilakukan secara
konsisten.
Apabila kita meninjau secara akuntansi maka ada 3 jenis metode yang
dilakukan untuk menilai persediaan yang sesuai dengan SAK No 14 tahun 2007
yaitu dengan menggunakan rumus biaya masuk pertama keluar pertama (MPKP
atau FIFO), kemudian rata-rata tertimbang (weight average cost method) dan
masuk terakhir keluar pertama (MTKP atau LIFO). Kemudian untuk barang yang
lazimnya

tidak

dapat

digantikan

dengan

barang

lain

(not

ordinary

interchangeable) dan barang serta jasa yang dihasilkan dan dipisahkan untuk
proyek khusus harus diperhitungkan berdasarkan identifikasi khusus terhadap
biayanya masing-masing.

xxviii

Universitas Sumatera Utara

Pengertian Laba Komersial dan Laba Fiskal


a. Laba Komersial.

Laba komersial adalah pengukuran laba yang lazim digunakan dalam dunia
bisnis. Laba komersial dihitung berdasarkan prinsip akuntansi yang berterima
secara umum.
Laba komersial tersebut penghitungannya bertumpu pada prinsip matching
cost against revenue yaitu penandingan antara pendapatan dengan biayabiaya
terkait, dalam salah satu prinsip tersebut terhadap konsep tersebut ialah bahwa
pengeluaran perusahaan yang tidak mempunyai manfaat untuk masa yang akan
datang bukanlah merupakan asset maka akan dibebankan sebagai biaya. Dengan
demikian dalam akuntansi diakui bahwa seluruh pengeluaran/beban perusahaan
sepanjang memang harus dikeluarkan oleh perusahaan maka akan diakui sebagai
biaya/beban.
Penghasilan (Income) adalah penambahan aktiva atau penurunan kewajiban
yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi
penanaman modal. Penghasilan meliputi pendapatan (revenue) dan keuntungan
(gains). Menurut IAI (2007 : 23) Pendapatan adalah arus masuk bruto dari
manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas normal perusahaan selama satu
periode bila arus masuk tersebut mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang tidak
berasal dari kontribusi penanam modal.
Pendapatan harus diukur dengan nilai wajar imbalan yang diterima atau yang
dapat diterima. Jumlah pendapatan yang timbul dari suatu transaksi biasanya

xxix

Universitas Sumatera Utara

ditentukan oleh persetujuan antara perusahaan dan pembeli atau pemakai aktiva
tersebut. Pada umumnya imbalan tersebut terbentuk kasa atau setara kas.
Biaya adalah semua pengurang terhadap penghasilan. Sehubungan dengan
periode akuntansi, pemanfaatan pengeluaran dipisahkan antara pengeluaran
kapital dengan pengeluaran penghasilan.
Beban adalah penurunan manfaat ekonomi selama satu periode akuntansi
dalam bentuk arus kas keluar atau berkurangnya aktiva atau terjadinya kewajiban
yang menyebabkan penurunan ekiutas yang tidak menyangkut pembagian kepada
penanam modal.
Beban juga menyangkut kerugian yang belum direalisasi, misalnya kerugian
yang timbul dari pengaruh selisih kurs mata uang asing. Beban diakui dalam
laporan laba rugi atas dasar hubungan langsung antara yang biaya yang timbul dan
penghasilan tertentu yang diperoleh.
Kalau manfaat ekonomi yang timbul lebih dari satu periode akuntansi dan
hubungannya dengan penghasilan hanya dapat ditentukan secara luas atau tidak
langsung beban diakui berdasarkan alokasi yang rasional dan sistematis.
Misalnya pengakuan beban yang berkaitan dengan penggunaan aktiva tetap,
goodwill, paten dan merk dagang. Beban ini dikenal dengan istilah penyusutan
atau amortisasi.
b. Laba Fiskal
Menurut UU No. 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, Laba fiskal atau
penghasilan kena pajak merupakan laba yang dihitung berdasarkan peraturan
perpajakan yang berlaku.

xxx

Universitas Sumatera Utara

Penghasilan kena pajak berdasarkan prinsip taxability deductability, dengan


prinsip ini suatu biaya baru dapat dikurangkan dari penghasilan bruto apabila
pihak yang menerima pengeluaran atas biaya yang bersangkutan melaporkannya
sebagai penghasilan dan penghasilan tersebut dikenakan pajak (taxable).
Misalnya tunjangan yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawan dapat
dianggap sebagai biaya dan mengurangi laba kotor jika karyawan yang menerima
tunjangan tersebut mengakui tunjangan yang diberikan dari penghasilan bruto dan
dikenakan PPh pasal 21.
3. Koreksi Fiskal
Menurut Agus Setiawan dan Basri Musri (2006 : 421) Koreksi fiskal adalah
penyesuaian ketentuan menurut pembukuan secara komersial atau akuntansi yang
harus disesuaikan menurut ketentuan perpajakan.
Perhitungan laba komersial yang dihasilkan oleh semua perusahaan, harus
mengalami koreksi fiskal untuk mendapatkan Penghasilan Kena Pajak, karena
tidak semua ketentuan dalam dalam standard akuntansi keuangan digunakan
dalam peraturan perpajakan atau banyak ketentuan perpajakan yang tidak sama
dengan Standard Akuntansi Keuangan.
Koreksi fiskal secara akuntansi tidak memerlukan perlakuan jurnal khusus
karena pada prinsipnya koreksi fiskal tidak mengubah besarnya saldo pada
rekening nominal atau rekening rill pada neraca ataupun laporan rugi laba.
a. Koreksi Fiskal Terhadap Neraca
Ada beberapa perbedaan dalam penyajian di neraca, yaitu :
1) Pengakuan piutang tidak tertagih

xxxi

Universitas Sumatera Utara

Akuntansi komersial mengakui adanya analisa umur piutang yang


memungkinkan menyisihkan kerugian piutang yang tidak tertagih meskipun
belum ada bukti pendukung yang kuat bahwa piutang tersebut tidak dapat ditagih,
kerugian ini ditaksir melalui analisa umur piutang (misalnya piutang yang telah
berumur lebih dari 2 tahun dianggap telah hangus 100%, piutang yang berumur
antara 12 18 bulan nilainya tinggal 30% dan piutang yang berumur 1 bulan
diakui masih 10%). Neraca fiskal hanya boleh mengakui kerugian piutang tidak
tertagih, apabila piutang tersebut ternyata tidak dapat ditagih dengan diperkuat
oleh putusan pengadilan atau alasan lain yang lebih kuat.
2) Penilaian Persediaan.
Metode penilaian persediaan yang diakui oleh akuntansi komersial yang
populer adalah metode Fifo, Lifo dan Average.

Walau demikian masih ada

beberapa metode lain yang dapat digunakan untuk menghitung persediaan dengan
syarat sesuai dengan kondisi dan kebutuhan perusahaan dan dilakukan secara
konsisten (taat asas). Dalam neraca fiskal hanya mengakui penilaian persediaan
dengan menggunakan metode FIFO dan average saja.
3) Metode Penyusutan Aktiva Tetap
Neraca komersial mengakui adanya beberapa metode yang dapat dipakai
dalam menyusutkan aktiva tetap, paling tidak ada tiga metode yang populer
dipakai dalam penghitungan penyusutan yaitu : Metode garis lurus (Straight line
method), metode saldo menurun (diminishing balance method) metode jumlah
unit (sum of the unit method). Penyusutan dalam akuntansi secara komersial
mengakui adanya nilai residu bila dikehendaki, masa manfaat aktiva tetap dan

xxxii

Universitas Sumatera Utara

masa penyusunannya tergantung umur ekonomisnya, sedangkan pada neraca


fiskal nilai residu tidak diperhatikan dan masa manfaat ditentukan oleh undangundang berdasarkan penggolongan aktiva tetap, dalam hal ini telah diatur oleh
Peraturan Menteri Keuangan No 79/PMK.03/2008
b. Koreksi Fiskal Terhadap Laporan Laba Rugi
Dalam laporan laba rugi ada dua perbedaan antara laporan laba rugi secara
komersial dan laporan laba rugi secara fiskal yaitu :
1) Beda tetap (Permanent differences)
Beda Tetap, yaitu biaya-biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan yang tidak
boleh dikurangkan pada penghasilan kena pajak, contohnya : sumbangan, biaya
entertain (tanpa daftar nominatif), pengeluaran yang tidak ada kaitannya dengan
kegiatan perusahaan dan lain lain.
Menurut zain (2005 : 2003) perbedaan tetap dapat dibagi menjadi
a. Perbedaan tetap positif, terjadi karena ada laba akuntansi yang tidak
diakui oleh ketentuan perpajakan dan relief pajak.
b. Perbedaan tetap negatif, terjadi karena disebabkan adanya
pengeluaran sebagai beban laba akuntansi yang tidak diakui oleh
ketentuan fiskal.
Contoh beda tetap ialah dividen yang diterima dari penyertaan modal pada
badan usaha yang berdiri/berkedudukan di Indonesia, penerimaan hibah atau
bantuan dari pihak-pihak yang ada hubungan istimewa, penghasilan yang bersifat
final,

penggantian imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan, sanksi

administrasi perpajakan, kerugian penjualan atau pengalihan aktiva, PPh pasal 21


dan 26 yang ditanggung oleh pemberi kerja, biaya perjalanan, biaya promosi,
biaya entertainment, biaya penelitian dan pengembangan, kerugian piutang biaya

xxxiii

Universitas Sumatera Utara

penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia (piutang yang dapat


dihapuskan adalah piutang yang ternyata tidak dapat ditagih dan dibuatkan daftar
normatif atau dilampirkan di SPT tahunan PPh) keperluan pribadi pemilik atau
pemegang saham yang dibukukan sebagai beban usaha, keperluan pribadi
pegawai perusahaan yang dibukukan sebagai beban usaha.

2) Beda Waktu
Perbedaan waktu adalah perbedaan yang bersifat sementara karena adanya
ketidaksamaan waktu pengakuan penghasilan dan beban antara peraturan
perpajakan dengan standard akuntansi keuangan.
Sesuai dengan adanya asumsi dasar dalam pembukuan yang berbeda
pembukuan (laporan keuangan fiskal) mengakui adanya prinsip kas basis dan
akrual basis (pasal 28 ayat 5 UU No. 16 Tahun 2000), akuntansi komersial hanya
mengakui pendapatan dan beban dengan prinsip akrual, hal ini tertuang dalam
PSAK Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan (IAI, 2007)
Proses yang biasanya disebut pengaitan biaya dengan pendapatan (matching of
cost with revenues) ini melibatkan pengakuan penghasilan dan beban secara
gabungan atau bersamaan yang dihasilkan secara langsung dan bersama-sama dari
transaksi atau peristiwa lain yang sama.
Warren, Reeve, Fess (2005:63), Menyatakan bahwa Pendapatan adalah
Peningkatan ekuitas pemilik yang diakibatkan oleh proses penjualan barang atau
jasa kepada pembeli. Hal ini dilakukan untuk menjaga keseimbangan pengakuan
antara beban dan pendapatan yang diakui (prinsip matching). Laporan laba rugi
fiskal memberi peluang untuk menyajikan dengan sistem kas basis ha ini sesuai

xxxiv

Universitas Sumatera Utara

dengan format yang ditawarkan dalam UU No. 16 Tahun 2000 pasal 28 ayat 5,
yang memberikan pilihan untuk menggunakan kas basis atau akrual basis.
Menurut Zain (2005 : 209) perbedaan waktu dapat dibagi menjadi :
a. Perbedaan waktu positif, terjadi apabila pengakuan beban untuk
akuntansi lebih lambat dari pengakuan beban untuk pajak lebih
lambat dari pengakuan penghasilan untuk tujuan akuntansi.
b. Perbedaan waktu negatif, terjadi jika ketentuan perpajakan
mengakui beban lebih lambat dari pengakuan dari pengakuan beban
akuntansi komersial atau akuntansi mengakui penghasilan lebih
lambat dari pengakuan penghasilan menurut ketentuan pajak.
Contoh perbedaan waktu antara lain : penyusutan atau amortisasi, penilaian
persediaan, kerugian piutang (kecuali bank, sewa guna usaha dengan hak opsi,
cadangan untuk usaha asuransi, cadangan biaya reklamasi usaha pertambangan),
rugi laba selisih kurs, rugi laba atas penilaian efek dan rugi laba atas penyertaan
saham.
4. Rekonsiliasi Laporan Keuangan Komersial ke Laporan Keungan Fiskal
Perbedaan pengakuan penghasilan dan biaya antara akuntansi komersial dan
fiskal akan menimbulkan perbedaan dalam menghitung besarnya penghasilan
kena pajak.

Perbedaan ini disebabkan adanya perbedaan kepentingan antara

akuntansi komersial yang mendasarkan pada laba konsep dasar akuntansi yaitu the
proper matching cost against revenues, sedangkan dari segi fiskal tujuannya
adalah penerimaan Negara. Dalam penyusunan laporan keuangan fiskal, wajib
pajak harus mengacu kepada peraturan perpajakan, sehingga laoran keuangan
komersial yang dibuat berdasarkan standard akuntansi keuangan harus
disesuaikan/dikoreksi fiskal terlebih dahulu sebelum menghitung besarnya
penghasilan kena pajak.

xxxv

Universitas Sumatera Utara

Solusi antara penerapan standard akuntansi keuangan dengan ketentuan


peraturan perundang-undangan perpajakan adalah dilakukannya suatu rekonsiliasi.
Untuk menyusun rekonsiliasi antara laporan keuangan komersial dengan laporan
keuangan fiskal dapat dilakukan dengan cara seperti berikut ini :
a. Buat terlebih dahulu daftar penyusunan fiskal sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
b. Penyusutan fiskal tersebut kemudian dialokasikan sesuai dengan
pengalokasian yang dilakukan oleh perusahaan.
c. Susun harga pokok produksi.
d. Susun rekonsiliasi biaya operasional.
e. Susun rekonsiliasi pendapatan/beban lain-lain.
f. Susun rekonsiliasi laba rugi, yang dihimpun dan jumlah-jumlah akhir
masing-masing rekonsiliasi sebelumnya.
Banyaknya rekonsiliasi yang harus disusun, disesuaikan dengan tipe
perusahaan dan laporan keuangan perusahaan yang bersangkutan.

Untuk

memberikan gambaran bagaimana rekonsiliasi itu dilakukan, maka berikut ini


akan ditampilkan tahapan-tahapannya sebagai berikut:
1) Laporan Keuangan Komersial
Laporan Keuangan Komersial yang diilustrsikan terutama laporan keungan
yaitu neraca, laporan laba rugi dan laporan arus kas.
2) Rekonsiliasi Laporan Keuangan Komersial Ke laporan Keuangan Fiskal
Sebelum membuat rekonsiliasi, perlu diketahui dahulu perbedaan-perbedaan
tentang apa saja yang perlu direkonsiliasikan. Perbedaan waktu menyebabkan

xxxvi

Universitas Sumatera Utara

perhitungan pajak atas jumlah laba yang berbeda dengan laba menurut
akuntansi.

Namun, perbedaan tersebut akan terkoreksi secara otomatis di

periode yang akan datang.


3) Laporan Keuangan Fiskal
Berdasarkan rekonsiliasi atau koreksi fiskal yang dilakukan maka akan dapat
disusun suatu laporan keuangan fiskal. Ada beberapa perubahan penting yang
sangat berpengaruh dalam perhitungan pajak perusahaan antara lain:
a) Peredaran Usaha
Peredaran usaha yang disajikan adalah peredaran usaha komersial sesuai
dengan prinsip-prinsip akuntansi komersial atau standard akuntansi
keuangan, yang merupakan penerimaan/peredaran bruto dari kegiatan
usaha, baik di Indonesia maupun di luar negeri melalui bentuk usaha tetap
atupun bukan bentuk usaha tetap.
b) Harga Pokok Penjualan (HPP)
Dilaporkan sesuai dengan sistem dan metode akuntansi komersial. Bagi
wajib pajak tertentu (bank, dana pensiun, reksadana dan sebagainya) tidak
terdapat pemisahan antara HPP dan biaya (beban) usaha lainnya.
c) Penghasilan Netto dari Luar Usaha
Penghasilan lainnya yang bukan merupakan pengahasilan dari kegiatan
usaha atau tidak ada kaitannya dengan kegiatan usaha, misalnya bila
terjadi penjualan aktiva tetap maka harus disajikan dalam laporan
keuangan.

xxxvii

Universitas Sumatera Utara

d) Penghasilan yang dikenakan PPh final dan yang tidak termasuk objek
pajak.
Penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang dikenakan PPh final dan
yang tdak termasuk objek pajak harus dikeluarkan.
e) Penyesuaian Fiskal Positif
Pengeluaran komersial yang tidak dapat dibebankan sebagai biaya
perusahaan, misalnya biaya untuk kepentingan pribadi pemegang saham,
dana cadangan, imbalan natura dan kenikmatan serta pajak penghasilan.
f) Penyesuaian Fiskal Negatif
Perhitungan komersial yang lebih rendah dari ketentuan fiskal, misalnya
selisih penyusutan komersial dibawah penyusutan fiskal dan penghasilan
yang ditangguhkan pengakuannya.
Merekonsliasi perbedaan tersebut diperlukan kertas kerja rekonsiliasi
tersendiri yang berisi perbedaan waktu dan perbedaan tetap. Perbedaan waktu
positif dan perbedaan tetap positif akan diberlakukan sebagai penambah,
sedangkan perbedaan waktu negatif dan perbedaan tetap negatif akan
diberlakukan sebagai pengurang. Hasil penambahan atau pengurangan tersebut
merupakan saldo yang akan dilaporkan dalam laporan keuangan fiskal.
Berikut ini adalah gambar rekonsiliasi laporan keuangan komersial ke laporan
keuangan fiskal :

xxxviii

Universitas Sumatera Utara

Gambar 4.1 Rekonsiliasi laporan keuangan komersial ke laporan keuangan


fiskal
Dokumen
Sumber

Jurnal

Buku
Besar

Neraca
Percobaan

L/K
Komersial

Dicocokkan

Penyesuaiain
Fiskal

Buku
Pembantu

L/K
(Fiskal)

Sumber : Yayasan Artha Bhakti Cabang Medan, Brevet A B, 2009

Tata Cara Perhitungan PPh Badan

a. Komponen Perhitungan PPh Badan


Menghitung PPh Badan, diperlukan minimal 5 kompenen yang sangat penting,
yaitu:
a. Penghasilan yang menjadi objek pajak.
Berdasarkan pasal 4 ayat (1) UndangUndang PPh, objek pajak ialah:
Penghasilan, yang dapat digunakan untuk konsumsi dan/atau
menambah harta.
b. Penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak, Pengecualian ini
diatur dalam UU PPh Pasal 4 ayat (3)

xxxix

Universitas Sumatera Utara

c. Penghasilan yang pajaknya dikenakan secara final. Yaitu penghasilan


yang pajaknya telah final/selesai.
d. Biaya yang boleh diurangi dari penghasilan bruto.
e. Biaya yang tidak boleh dikurangi dari penghasilan bruto.

b. Pengelompokan Pajak Badan Dalam Undang-undang PPh


1) PPh Pasal 22
Menurut Mardiasmo (2004:179), PPh Pasal 22 merupakan Pembayaran Pajak
Penghasilan dalam tahun berjalan yang dipungut oleh bendaharawan pemerintah
baik pusat maupun daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembagalembaga negara lainnya sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang,
dan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha dibidang lain.
2) PPh Pasal 23
Menurut Mardiasmo (2004:187), PPh Pasal 23 mengatur pemotongan pajak
atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dan
bentuk usaha tetap yang berasal dari modal, penyerahan jasa atau peyelenggaraan
kegiatan selain yang telah dipotong pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21,
yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah atau Subjek Pajak dalam
negeri, peyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap atau perwakilan perusahaan luar
negeri lainnya.
3) PPh Pasal 24
PPh Pasal 24 merupakan perhitungan besarnya pajak atas penghasilan yang
dibayar atau terutang di luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak
penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak dalam negeri.
Konsep Umum

Pajak yang telah di luar negeri dapat kreditkan

xl

Universitas Sumatera Utara

Syarat untuk dapat mengkreditkan pajak yang telah dibayar di luar


negeri.
-

Menyampaikan laporan keuangan dari penghasilan yang berasal


dari laur negeri

Menyampaikan fotocopy Surat

pemberitahuan Pajak yang

disampaikan di luar negeri.

Menyampaikan dokumen pembayaran pajak luar negeri.

Kerugian dari usaha yang berasal dari luar negeri tidak diakui sebagai
kerugian

Mekanisme pengkreditan di Indonesia menggunakan metode Ordinary


Credit Method
-

Jumlah yang dapat dikreditkan dibatasi secara proposional sesuai


dengan beban total pajak terutang.

4) PPh Pasal 25
Ketentuan PPh Pasal 25 mengatur tentang penghitungan besarnya angsuran
bulanan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak dalam tahun berjalan.
Konsep Umum

Angsuran pajak penghasilan yang harus dibayar sendiri oleh WP setiap


bulan dalam tahun pajak berjalan

Besarnya angsuran pajak dihitung dengan rumus:


Pajak penghasilan terutang menurut SPT tahun lalu dikurangi dengan
pajak penghasilan yang telah dipotong dan atau dipungut serta pajak
penghasilan yang di bayar atau terutang di luar negeri yang boleh

xli

Universitas Sumatera Utara

dikreditkan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 21, 22, 23, dan
24, kemudian dibagi dengan 12 atau banyaknya bulan dalam tahun
pajak.
5. PPh Pasal 26
Yang dikenakan PPh pasal 26 adalah Wajib Pajak luar negeri (orang pribadi
maupun badan) selain bentuk Usaha Tetap yang menerima atau memperoleh
penghasilan.
Gambar 5.1 Perhitungan Penghasilan Kena Pajak
PENGHASILAN
KOMERSIAL

Objek PPH
4 (1)

Dikecualikan
4 (1) Huruf K
K-

K+

Objek Final
4 (2)

K-

K-

Bukan Objek
4 (3)
K-

Over
Penghasilan Fiskal

Under
(-)
Biaya Fiskal

PAJAK TERUTANG
(Penghasilan Kena Pajak
x Tarif Pajak Psl 17

L/R Fiskal
Sumber : Manajemen Pajak Penghasilan Dalam Undang-undang pajak
penghasilan oleh Edi jatmiko, 2001

xlii

Universitas Sumatera Utara

c. Tarif Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan


Menurut Undang-undang PPh pasal 17 tahun 2008, tarif pajak untuk Wajib
Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar 28% (dua puluh
delapan persen). Berlaku untuk tahun 2008 dan 2009. Sedangkan untuk tahun
2010 dan selanjutnya tarif yang berlaku ialah 25%
d. Metode Pajak Penghasilan
Pemahaman metode Pajak Penghasilan perlu dijelaskan untuk mengetahui
teknis penghitungan yang diperlukan didalam menentukan penghasilan kena
pajak. Terdapat beberapa metode Pajak Pnghasilan disajikan dibawah ini:
(i)

Gross method
Menentukan dasar pengenaan pajak (tax base), dapat menggunakan jumlah

bruto (gross method), misalnya adalah nilai transaksi. Penggunaan gross method
sering dijumpai pada penghasilan yang dikenakan PPh final. Misalnya, pengenaan
PPh atas bunga deposito dan tabungan, PPh atas penghasilan sewa tanah dan
bangunan.
Dikenal pula Metode Neto (net method) yang dasar pengenaan pajaknya
ditentukan sebesar jumlah bruto dikurangi dengan beban yang diperkenankan
(deductible expenses). Penggunaaan metode netto ini digunakan didalam
menentukan penghasilan kena pajak (taxable income).
(ii)

Gross up method
Gross Method dimaksudkan untuk membebankan beban pajak yang timbul.

Pada umumnya terjadi pada transaksi pambayaran bunga kepada WP luar negeri.
Berhubungan sesuai dengan perjanjian pinjaman, WP luar negeri akan menerima

xliii

Universitas Sumatera Utara

bersih jumlah bungan dan dibebankan dari segala pungutan termasuk pajak maka
biaya bunga di gross up sehingga jumlahnya sebesar baiya bunga ditambah beban
pajak. Konsenkuensi biaya bunga yang telah di gross up merupakan dasar
pengenaan pajak.
(iii)

Ordinary credit- per country limitation method


Ordinary credit-per country limitation method merupakan imbalan yang

terapkan oleh world wide income principle, atas pajak yang telah dibayar di luar
negeri sehubungan dengan penghasilan luar negeri yang diperoleh atau diterima,
dapat kreditkan dengan PPh yang terutang di akhir tahun. Namun jumlah pajak
yang dapat dikreditkan (creitable) tidak boleh melebihi batas maksimum yang
diperkenankan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Penentuan besarnya
maksimum dilakukan per negara.
(iv)

FIFO and average method


Konsistensi persediaan dapat dinilai dengan menggunakan salah satu dari

kedua metode penilaian parsediaan (Fifo atau average). Metode ini diperkenalkan
dan diuraikan dalam ketentuan Pasal 10 ayat (6) undang-undang pajak
penghasilan.
(v)

Perpectual method
Membukukan persediaan dapat menggunakan metode perpectual. Dengan

metode ini dapat menyajikan keterangan mengenai persediaan dan harga pokok
penjualan secara terus-menerus. Sistem perpetual tidak menggunakan cara
penaksiran dalam menghitungnilai persediaan.

xliv

Universitas Sumatera Utara

(vi)

Depreciation method
Metoda alokasi harga perolehan aktiva berwujud (fixed assets) ke dalamtahun-

tahun pajak yang menikmatinya yang diperkenankan sesuai dengan undangundang PPh adalah garis lurus (straight line) atau saldo menurun (double
declinimg balance). Khusus untuk aktiva berwujud yang diklasifikasikan sebagai
bangunan, metode penyusutan yang diperbolehkan hanya metode garis lurus.
Penerapan metode penyusutan yang dipilih harus dilakukan secara taat asas
(konsisten). Khusus dalam rangka pemberian fasilitas perpajakan, accelerate
depreciation method digunakan baik untuk aktiva bangunan maupun aktiva bukan
bangunan.
(vii)

Loss carrried forward method

Rugi usaha yang diderita oleh WP dapat dikompesasikan dengan laba uasah
tahunan pajak berikutnya. Jangka waktu kompesasi kerugian adalah selama 5
tahun sejak tahun rugi usaha terjadi. Apabila setelah 5 tahun terdapat sisa rugi
yang belum habis terkompensasi maka sisanya tersebut tidak dapat lagi
dikompensasi ke tahun berikutnya. Khususnya dalam rangka pemberian fasilitas
perpajakan, jangka waktu kompensasi kerugian diberikan selama-lamanya 8
tahun.
(viii)

Direct method and allowance method

Ketentuan perpajakan tidak menganut metode pencadangan (allowance


method) untuk penyajian Piutang Usaha pada neraca (balance sheets). Piutang
yang benar-benar tidak dapat ditagih yang diperbolehkan untuk dihapuskan.

xlv

Universitas Sumatera Utara

Pemupukan dana cadangan hanya berlaku pada industri tertentu yaitu perbankan,
leasing dengan hak opsi, asuransi dan pertambangan.
(ix)

Cost Method and book value method


Pembukuan atas suatu transaksi dapat berdasarkan nilai historis. Misalnya,

perusahaan yang melakukan pembelian mesin akan mencatatnya sebesar harga


perolehannya. Harga perolehan aktiva tetap itu dialokasikan kedalam tahun-tahun
pajak yang menikmatinya. Sehingga pada akhir tahun mesin tersebut disajikan
sebesar nilai bukunya yaitu selisih positif dan akumulasi penyusutan.
(x)

Fixed and fluctuated exchange of rate


Membukukan selisih kurs yang timbul akibat perbedaan nilai tukar awal dan

nilai tukar akhir antara rupiah dengan mata uang asing, dapat dilakukan sesuai
dengan metode pembukuan yang dianut dengan kurs tetap atau kurs fluktuasi.
Sesuai dengan metode kurs tetap, pengakuan keuntungan atau rugi selisih kurs
pada saat realisasi. Sedangkan sesuai dengan metode fluktuasi, keuntungan atau
rugi selisih kurs timbul saat akhir tahun dengan membandingkan kurs tengah
akhir tahun dengan kurs awal tahun saat terjadinya bila timbul pada tahun
berjalan. Pemiliahan metode pembukuan selisih kurs ini harus dilakukan dengan
konsisten dan taat azas.
(xi)

Deferred and amortization method


Pengeluaran yang memiliki manfaat ekonomis lebih dari satu tahun yang

digunakan untuk mendapatkan, menagih dan memalihara penghasilan tidak


diperkenankan dalam tahun terjadinya melainkan ditangguhkan terlebih dahulu
dan kemudian dialokasikan ke tahun-tahun berikutnya.

xlvi

Teknis pengalokasian

Universitas Sumatera Utara

pengeluaran selain harga perolehan aktiva tetap dikenal dengan sebutan


amortisasi.
(xii)

Market value and book value method

Dalam rangka revaluasi, pertukaran, penggabungan ataupun merger yang


digunakan sebagai dasar pembukuan adalah harga pasar yang berlaku. Namun
pengecualinnya berlaku untuk merger dan penggabungan yang memenuhi syarat.
B. Tinjauan Terdahulu
Edi Jackson (2000) dalam penelitiannya berjudul Koreksi Fiskal sebagai
sarana Rekonsiliasi Akuntansi Komersial ke Akuntansi Pajak dalam Menghitung
Besarnya PPh Terhutang.(Studi Kasus Pada PT Meganusa Semesta Cabang
Medan).

Yang menjadi Masalah ialah : Apakah Perbedaan-perbedaan yang

menyebabkan perlunya koreksi fiskal, untuk merekonsiliasi akuntansi komersial


ke akuntansi pajak dan bagaimana caranya untuk menghitung besarnya PPh
terhutang. Kemudian hasil pembahasannya ialah : bahwa kebijaksanaan untuk
mengadakan koreksi fiskal/rekonsiliasi membantu perusahaan untuk mengurangi
biaya yang ditimbulkan apabila diselenggarakannya pembukuan ganda.
Dolida Sinukaban (2003) dalam penelitiannya berjudul Koreksi Fiskal sebagai
dasar Perhitungan Penghasilan Kena Pajak Pada PT Cipta Niaga Cabang
Medan. Yang menjadi permasalahan ialah: Apakah perbedaan-perbedaan yang
menyebabkan perlunya koreksi fiskal untuk merekonsiliasi akuntansi komersial ke
akuntansi pajak. Hasil pembahasannya ialah : Bahwa perbedaan laba komersial
dan laba fiskal disebabkan adanya penerapan metode penyusutan yang berbeda
antara perusahaan dengan peraturan perpajakan.

xlvii

Universitas Sumatera Utara

BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang dignakan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:
A. Tempat Penelitian
Adapun tempat penelitian dilakukan di Kantor PT. Jamsostek (Persero)
Cabang Medan yang berlokasi di Jl. Kapt. Pattimura No 334 Medan dan waktu
penelitian dimulai pada bulan Februari 2010 sampai dengan bulan Mei 2010.
B. Prosedur Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang dilakukan berupa Penelitian Lapangan (Field
Research). Penelitian lapangan dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a. Observasi, yaitu dengan melakukan pengamatan langsung ke objek penelitian
mengenai kegiatan yang berhubungan dengan internal audit.
b. Wawancara, yaitu dengan pengumpulan data melalui tanya jawab dengan
bagian internal auditor dan bagian Akuntansi.
C. Jenis Data
1. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dari perusahaan dan data tersebut
sudah diolah seperti sejarah singkat perusahaan, struktur organisasi dan
laporan keuangan.
D. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang dilakukan adalah dengan Metode Deskriptif yaitu
suatu metode dimana data yang dikumpulkan, disusun, diinterpretasikan dan
dianalisis sehingga memberikan keterangan yang lengkap bagi pemecahan
masalah yang dihadapi.
33
xlviii

Universitas Sumatera Utara

E. Jadwal Penelitian
Jadwal Penelitian adalah sebagai berikut:
No

Tahapan Penelitian

1
2
3
4
5
6

Pengajuan Judul
Penyelesaian Proposal
Pengumpulan Data
Seminar Proposal
Penulisan Laporan
Penyelesaian Laporan

Januari
2010

Februari
2010

xlix

Maret
2010

April
2010

Mei
2010

Universitas Sumatera Utara

You might also like