You are on page 1of 54

1

TUGAS OBSTETRI PATOLOGI


I. KONSELING GENETIK
Sampai saat ini penyakit yang disebabkan kelainan genetik masih merupakan problem dan tantangan
dunia kedokteran pada umumnya, termasuk masyarakat, keluarga maupun individu. Berkat pengembangan
tehnologi dan kemajuan ilmu pengetahuan identifikasi, pencegahan, pengendalian dan pengobatan
penyakit genetis terus digalakkan.
Salah satu penunjang guna membantu mengatasi masalah penyakit genetis ialah Konseling Genetis.
Konseling genetis adalah nasehat yang diberikan kepada ibu hamil yang mempunyai kecenderungan atau
beresiko tinggi untuk melahirkan bayi dengan kelainan kongenital. Dalam konseling genetis dilaksanakan
pemberian informasi tentang resiko dari munculnya dan kemunculan kembali penyakit genetis, dan kalau
mungkin mengambil tindakan untuk mengubah atau memperbaiki resiko tersebut.
Tujuannya adalah :
1. Memberi nasehat kepada ibu hamil serta memberi keterangan atau jawaban tentang resiko
rekurensi terhadap penyakit herediter serta kelainan-kelainan yang diturunkan secara genetis.
2. Mempersiapkan para tenaga medis untuk menerangkan kemungkinan yang terjadi sesuai dengan
kelainan yang dapat diturunkan secara genetis
3. Mengurangi dalam arti mereduksi atau mencegah kelainan-kelainan genetis, supaya tidak dapat
diturunkan
4. Memberi jalan keluar untuk menyelesaikan masalah.
Penyakit genetis adalah semua gangguan tubuh yang mempunyai dasar kelainan genetis. Penyakit genetis
dapat dibagi menjadi beberapa kelompok berdasarkan pola pewarisan penyakit tersebut. Dengan cara
mengetahui hal ini akan dapat dilaksanakan konseling genetis.
Konseling genetis diberikan kepada :
1. Wanita hamil yang berusia lebih dari 35 tahun. Berdasarkan kepustakaan dikatakan bahwa wanita
hamil diatas 35 tahun mempunyai resiko tinggi mempunyai anak dengan kelainan kromosom.
Misalnya trisomi 13, 18, atau 21 atau kelainan kromosom seks seperti Turners syndrom (45 XO),
Klinefelters syndrome(47 XXY). Dari keseluruhan resiko terjadinya Down syndrom 1 banding
800 kelahiran hidup. Meningkat sampai 1 : 300 kelahiran hidup bagi wanita usia 35 sampai 39
tahun dan sekitar 1 : 80 bagi wanita usia 40-45 tahun.
2. Pernah melahirkan anak dengan kelainan kongenital.
3. Riwayat keluarga yang mempunyai kelainan bawaan/cacat bawaan. Bila dalam suatu keluarga
terdapat lebih dari satu orang dengan kelainan genetis, berarti keluarga ini mempunyai banyak gen
yang sama. Bila terdapat dua orang dengan kelainan yang sama didalam suatu keluarga, maka
resiko untuk anak berikutnya menjadi lebih besar daripada biasanya.
1

2
4. Perkawinan konsanguinitas. Menurut Emery (1975), dalam penelitiannya didapati kenaikan
mortalitas pada postnatal, dan frekuensi kelainan kongenital yang sangat berarti .
5. Etnis tertentu yang cenderung mempunyai kelainan tertentu. Insidensi penyakit Tay-sach lebih
banyak pada orang Yahudi, sedangkan Talasemia lazim dijumpai pada orang-orang yang berasal
dari Mediterania.
6. Pernah terpapar dengan bahan-bahan teratogenik. Bahan-bahan teratogenik merupakan factor dari
luar selain factor keturunan(genetic) yang dapat menyebabkan kecacatan pada bayi yang lahir.
Terdiri dari 1. Agen-agen infektif : Rubella ( malformasi pada mata, telinga bagian dalam, dan
jantung), Sitomegalovirus ( mikrosefali, perkapuran otak, kebutaan), Herpes simpleks
( mikrosefali, mikroftalmus, retardasi mental), Toksoplasmosis ( hidrosefalus), Sifilis ( tuli
congenital). 2. Radiasi : efek radiasi pengion menyebabkan mikrosefali, spina bifida, kebutaan. 3.
Kimia (obat-obatan) : talidomide ( Amelia, meromelia). 4. Hormon : dietilstilbesterol (kelainan
fungsi reproduksi).
Pemeriksaan-pemeriksaan yang dapat dilakukan :
1. Analisis Kromosom
Pemeriksaan ini dapat dilakukan sejak usia kehamilan 16-18 minggu karena pada saat ini sudah
terdapat sel janin untuk dikultur yang diambil dari cairan amnion (amniosentesis). Dengan
karyotipe dapat diketahuiadanya kelainan kromosom seperti

trisomi 13, 18, atau 21(Down

syndrome) atau kelainan kromosom seks seperti Turners syndrom (45 XO), Klinefelters
syndrome(47 XXY).
2. Serum Maternal Alfa Feto Protein (SMAFP)
Merupakan protein spesifik yang diproduksi oleh janin. Pada mulanya protein ini diproduksi dalam
yolk sac, dan pada akhir trimester pertama hampir sebagian besar berasal dari hepar AFP dapat
ditemukan dalam serum janin, cairan amnion, dan darah ibu. Setelah usia kehamilan 13 minggu,
kadarnya dalam cairan amnion dan serum janin akan menurun dengan cepat, sedangkan kadar
dalam serum maternal terus meningkat sampai akhir kehamilan. Kadar -Fetoprotein dalam cairan
amnion, serum maternal ataupun keduanya dapat menalami kenaikan pada berbagai macam
keadaan :
a. Kelainan kongenital seperti : anensefal, obstruksi esofagus, neural tube defect, defek
dinding abdomen teratoma sakrokoksigeus, nefrosis congenital, sindroma Turner,
isoimunisasi resus .
b. Adanya perdarahan fetomaternal dimana darah janin masuk kedalam sirkulasi ibu.
3. Biopsi vili korialis
Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui kelainan sitogenetik, analisa DNA, dan
pemeriksaan biokimiawi. Dengan bantuan ultrasonografi, pemeriksaan ini dapat dilakukan pada
2

3
minggu ke-9 hingga ke-11 kehamilan, sehingga merupakan alternatif dari amniosentesis yang baru
dapat dilakukan pada minggu ke-15 hingga ke-20 kehamilan. Dengan kesempatan pemeriksaan
secara lebih dini, diagnosa kelainan genetic dapat ditegakkan lebih awal sehingga bila terdapat
indikasi untuk mengakhiri kehamilan dapat dilakukan dengan risiko minimal terhadap ibu. Resiko
abortus spontan masih belum diketahui, tetapi bias lebih tinggi dibanding amniosentesis, selain itu
dapat terjadi infeksi maternal yang berat.
4. Ultrasonografi (USG)

Dengan USG saat ini sudah dapat dideteksi adanya kelainan struktur janin sebelum
kehamilan 20 minggu. Pemeriksaan biasanya dilakukan secara serial.
-

Hidrosefalus : Diagnosis hidrosefalus dapat ditegakkan bila pada kehamilan 18 mingu atau
lebih dijumpai ratio Ventrikel lateral dan Lebar hemisfer (V/H) lebih dari 0,5.

Anensefalus : dapat dideteksi sejak usia kehamilan 12 minggu dengan gambaran yang spesifik
berupa tidak terlihatnya bagian puncak kepala janin.

Mikrosefalus : bila ukuran lingkar kepala dibawah 3 deviasi standar

Ensefalokel : biasanya disertai hidrosefalus

Spina bifida : memberikan gambaran yang spesifik, gambaran parallel vertebra didaerah defek
akan berubah dan terlihat sebagai garis divergen, menyerupai huruf Y

Thoraks : kelainan paru, jantung, hidrotoraks

Abdomen : obstruksi traktus gastrointestinal, omfalokel, hernia umbilikalis, hernia diagfragma.

Polikistik ginjal

Ekstremitas : fokomelia, dwarfisme, dll.

II. PENYAKIT JANTUNG PADA KEHAMILAN


Frekuensi penyakit jantung dalam kehamilan kira-kira 1 4%. Di Indonesia, angka kematian ibu
akibat penyakit jantung dalam kehamilan berkisar antara 1 2%.
Penyakit jantung rematik merupakan jenis penyakit jantung terbanyak, dan lebih dari 90% biasanya
dengan kelainan katup mitral (stenosis katup mitral), disusul penyakit jantung kongenital dan penyakit
otot jantung.
Pasien dengan penyakit jantung biasanya dibagi dalam 4 golongan. Klasifikasi fungsional yang diajukan
oleh New York Heart Association adalah:
Klas I

: Aktivitas tidak terganggu (tidak usah membatasi kegiatan fisik).

Klas II

: Aktivitas fisik terbatas, namun tak ada gejala saat istirahat (bila melakukan aktifitas fisik
maka terasa capai, jantung berdebar-debar, sesak nafas atau terjadi angina pektoris).

Klas III

: Aktivitas ringan sehari-hari terbatas (kalau bekerja sedikit saja merasa capai, sesak nafas
dll).
3

4
Klas IV

: Waktu istirahat sudah menimbulkan keluhan (memperlihatkan gejala-gejala dekompensasio


walaupun dalam istirahat).

Penyakit jantung yang berat dapat menyebabkan partus prematurus atau kematian intrauterin
karena oksigenasi janin terganggu. Dengan kehamilan pekerjaan jantung menjadi sangat berat sehingga
klas I dan II dalam kehamilan dapat masuk ke dalam klas III atau IV.
Etiologi kelainan jantung dapat primer maupun sekunder. Kelainan primer akibat kelainan
kongenital, katup, iskemik dan kardiomiopati. Sedangkan sekunder akibat penyakit lain seperti hipertensi,
anemia berat, dll.
A. ANAMNESIS.
Pada pasien tanpa riwayat penyakit jantung sebelumnya, harus ditanyakan mengenai riwayat
demam rematik atau penyakit-penyakit lainnya yang berhubungan dengan penyakit jantung seperti demam
scarlet, sistemik lupus eritematosus, penyakit paru-paru, penyakit ginjal, difteri atau pneumonia, riwayat
perawatan di Rumah sakit dan riwayat operasi besar sebelumnya.
Perlu ditanyakan juga mengenai tanda-tanda dan gejala penyakit jantung seperti sianosis pada waktu
lahir atau waktu aktivitas, squatting pada masa kanak-kanak, infeksi saluran napas berulang, gangguan
irama jantung, dispnu pada saat istirahat atau aktifitas, batuk-batuk lama, hemoptisis, asma, nyeri dada,
riwayat keluarga dengan penyakit jantung dan kelainan-kelainan kongenital.
B. PEMERIKSAAN FISIK.
Pada pemeriksaan fisik perlu dievaluasi mengenai Berat Badan dan Tinggi Badan, kelainan pada
wajah, jari-jari dan tubuh yang menunjukkan kelainan kongenital dan perubahan-perubahan pada kulit
seperti sianosis, pucat, angioma, xantelasma, dan xanthoma. Tekanan darah harus diukur secara hati-hati
dengan cuff yang sesuai, kalau perlu pada kedua lengan dan pada beberapa posisi. Denyut nadi radial
harus dinilai dengan cermat, pada Aorta Insufisiensi dapat dijumpai denyut yang kollaps (Collapsing
pulse), denyut yang lemah pada cardiac output yang rendah, pulsus alternans atau pulsus paradoksus.
Inspeksi pada kepala dan wajah untuk mencari adanya tanda-tanda kelainan kongenital, pengukuran
JVP dan penilaian denyut karotid dan kelenjar thyroid. Inspeksi dan palpasi pada dada untuk mencari
adanya kelainan bentuk dinding toraks seperti pectus excavatum, precordial bulging, denyut apeks kordis,
thrill. Pada auskultasi perlu dinilai bunyi jantung I, II, III, IV, murmur jantung, opening snap, gallop dsb.
Selanjutnya juga perlu dilakukan pemeriksaan pada paru-paru, abdomen dan ekstremitas serta sistimsistim organ tubuh lainnya.
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.

Laboratorium rutin, seperti hematologis, kimia darah, gula darah, dsb.

2.

EKG, bila perlu dapat dilakukan monitor 24 jam.

3.

Phonokardiogram, untuk menilai bunyi jantung dan murmur.

4.

Ekokardiografi.
4

5
5.

Lain-lain, seperti kultur tenggorok (throat culture), C-reactive protein, ASTO, kultur darah.

D. DIAGNOSIS
Diagnosis biasanya dapat ditegakkan bila ditemukan adanya satu diantara gejala-gejala berikut :
1.

Bising diastolik, presistolik, atau bising jantung terus-menerus;

2.

Bising jantung yang nyaring, terutama bila disertai thrill;

3.

Pembesaran jantung yang jelas pada gambaran foto toraks;

4.

Aritmia yang berat.


Kadang-kadang penyakit jantung dalam kehamilan baru diketahui kalau sudah terjadi

dekompensasio seperti adanya sesak nafas, sianosis, edema atau ascites.


E. PENANGANAN
Pada penderita penyakit jantung diusahakan untuk membatasi penambahan berat badan yang
berlebihan, anemia secepat mungkin diatasi, infeksi saluran pernafasan atas dan preeklampsia sedapatdapatnya dijauhkan karena sangat memberatkan pekerjaan jantung.
Saat-saat berbahaya adalah pada :
1. Kehamilan 28 32 minggu karena merupakan puncak hemodilusi,sehingga beban jantung akan
bertambah.
2. Partus kala II karena venous return yang meningkat saat mengedan
3. Setelah kala III selesai, dan masa postpartum sebagai akibat kembalinya cairan tubuh ke dalam sistim
sirkulasi sehingga beban jantung bertambah berat. Pemasangan gurita dan kantong pasir di dinding perut
dapat dilakukan untuk mencegah perubahan mendadak sirkulasi didaerah abdominal.

A. KELAS I DAN II
Umumnya penderita dapat meneruskan kehamilan sampai cukup bulan dan melahirkan pervaginam.
Namun tetap harus diwaspadai terjadinya gagal jantung pada kehamilan, persalinan dan nifas. Faktor
pencetus utama terjadinya gagal jantung adalah endokarditis, oleh karena itu semua wanita hamil dengan
penyakit jantung harus sedapat mungkin dicegah terjadinya infeksi terutama infeksi saluran napas atas .
Dalam penanganan penyakit jantung selama kehamilan terdapat 4 hal yang perlu diperhatikan, yaitu :
1. Cukup istirahat ( 10 jam istirahat malam, jam setiap kali setelah makan ) dan hanya pekerjaan ringan
yang diizinkan.
2. Harus dilakukan pencegahan terhadap kontak dengan orang-orang yang dapat menularkan infeksi
saluran nafas atas, merokok, penggunaan obat-obat yang memberatkan pekerjaan jantung.
3. Tanda-tanda dini dekompensasio harus cepat diketahui, seperti adanya batuk, ronki basal, dispnoe dan
hemoptoe.
4. Sebaiknya pasien masuk rumah sakit 2 minggu sebelum persalinan untuk istirahat.
Persalinan biasanya pervaginam, kecuali ada indikasi obstetri untuk seksio sesarea. Penggunaan teknik
analgesia untuk menghilangkan nyeri persalinan sangat dianjurkan, yang umum dipakai adalah analgesia
5

6
epidural.

Apabila akan dilakukan seksio sesarea, kebanyakan klinikus menyukai analgesia epidural

namun penggunaan harus hati-hati pada hipertensi pulmonar. Anestesi umum dengan tiopental, suksinil
kolin, N2O dan 30 % O2 juga memberikan hasil yang memuaskan.
Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan pada persalinan pervaginam adalah :
1 Ibu harus dalam posisi setengah duduk (kepala dan dada ditinggikan) dan miring ke kiri.
2 Penolong persalinan harus memberikan pendekatan psikologis supaya ibu tetap tenang dan merasa
aman.
3

Untuk mencegah timbulnya dekompensasio kordis sebaiknya dibuat daftar pengawasan khusus untuk
mencatat nadi dan pernapasan secara berkala (tanda-tanda vital harus dimonitor diantara tiap his,
dalam kala I setiap10-15 menit dan dalam kala II setiap 10 menit. Apabila terdapat peningkatan denyut
nadi lebih dari 115 x/mt atau peningkatan respirasi lebih dari 28 x/mt dan disertai dispnu merupakan
tanda-tanda dini kegagalan ventrikel, dan pasien perlu diberikan morfin, digitalis, oksigen dan
diuretik).

Bila dibutuhkan oksitosin, berikan dalam konsentrasi tinggi (20 U/ltr) dengan tetesan rendah dan
pengawasan keseimbangan cairan.

Nyeri persalinan dapat diatasi dengan pemberian obat seperti Tramadol 100 mg supositoria, pethidin
50 mg IM, atau morphin 10-15 mg IM.

6 Persalinan kala II biasanya diakhiri dengan ekstraksi forseps atau ekstraksi vakum dan sedapat
mungkin ibu dilarang mengedan.
7 Penanganan kala III dilakukan secara aktif, namun pemakaian preparat ergometrin merupakan
kontraindikasi, karena kontraksi uterus yang dihasilkan bersifat tonik dengan akibat terjadi
pengembalian darah ke dalam sirkulasi sistemik kurang lebih 1 liter.
Dalam kondisi sehari-hari, apabila ditemukan pasien dengan kegagalan jantung maka penanganan
awal harus mencakup langkah-langkah standar resusitasi, termasuk diantaranya:

Perhatikan airway, breathing dan circulation.

Bagi ibu hamil, posisi yang dianjurkan adalah setengah duduk miring ke kiri, untuk mencegah
efek hipotensi akibat penekanan vena cava inferior oleh uterus gravidarum.

Pemberian Morfin / petidin, Bloker atau diuretik.

Digitalisasi.

Antibiotika untuk profilaksis terhadap endokarditis.

B. KELAS III DAN IV


Bila seorang ibu hamil dengan kelainan jantung kelas III dan IV ada dua

kemungkinan

penatalaksanaan yaitu : terminasi kehamilan atau meneruskan kehamilan dengan tirah baring total dan
pengawasan ketat, dan ibu dalam posisi setengah duduk.

7
Kelas III sebaiknya tidak hamil, kalau hamil pasien harus dirawat di Rumah Sakit selama
kehamilan, persalinan dan nifas, dibawah pengawasan ahli penyakit dalam dan ahli kebidanan, atau dapat
dipertimbangkan untuk dilakukan abortus terapeutikus. Persalinan hendaknya pervaginam dan dianjurkan
untuk sterilisasi.
Kelas IV tidak boleh hamil. Kalau hamil juga, pimpinan yang terbaik ialah mengusahakan
persalinan pervaginam.
C. PENGAWASAN NIFAS
Pengawasan nifas sangat penting diperhatikan, mengingat kegagalan jantung dapat terjadi pada saat
nifas, walaupun pada saat kehamilan atau persalinan tidak terjadi kegagalan jantung. Komplikasikomplikasi nifas seperti perdarahan post partum, anemia, infeksi dan tromboemboli akan lebih berbahaya
pada pasien-pasien dengan penyakit jantung.
Sebaiknya penderita penyakit jantung dirawat di rumah sakit sekurang-kurangnya 14 hari setelah
melahirkan dengan istirahat dan mobilisasi tahap demi tahap serta diberi antibiotika untuk mencegah
endokarditis.
Laktasi dibolehkan bagi wanita yang sanggup secara fisik, namun bagi penderita penyakit jantung
kelas III dan IV tetap dilarang untuk menyusui.

REPRODUKSI
Dalam konseling prakonsepsi, kepada calon ibu hamil dan partnernya harus diberikan penjelasan
yang menyeluruh tentang kondisi penyakit jantung yang dialami dan risiko-risiko yang akan terjadi dalam
kehamilannya.
Kepada pasien jantung kelas I dan II yang menginginkan kehamilan, harus dilakukan optimalisasi
kondisi jantung sehingga komplikasi yang dapat terjadi dapat diminimalisasi. Sedangkan bagi pasien
dengan kelas III dan IV dianjurkan untuk tidak menikah, atau bila menikah dianjurkan menghindari
kehamilan. Apabila telah terjadi kehamilan sangat dianjurkan untuk dilakukan terminasi kehamilan,
sebaiknya sebelum minggu ke 12 dimana risikonya masih minimal.
Konseling tentang kontrasepsi selama konseling prakonsepsi harus mencakup keseluruhan
informasi tentang metode kontrasepsi yang tersedia serta efek samping yang dapat ditimbulkan. Secara
umum preparat hormonal kurang disukai, oleh karena resiko tromboemboli yang dapat terjadi. Namun
pemberian preparat progestin parenteral masih dianjurkan.

III. TEORI IMUNOLOGI PREEKLAMPSI


Beberapa teori yang diduga sebagai penyebab preeklampsia antara lain :
1. Fenomena immunologis ( terjadi insufisiensi produksi blocking antibody )
2. Perfusi plasenta yang bertambah
3. Perubahan reaktifitas pembuluh darah
4. Ketidakseimbangan antara prostasiklin dan tromboksan
5. Retensi garam dan air
6. Menurunnya volume intravaskuler
7. Meningkatnya iritabilitas SSP
8. Iskemia pada uterus
Faktor tersebut saling berkaitan satu dengan yang lainnya dalam proses terjadinya preeklampsia /
eklampsia. Dari berbagai pengamatan preeklampsia banyak terjadi pada wanita dengan :
- Terdapatnya vili khorialis dalam jumlah banyak (hiperplasentosis), seperti pada kehamilan kembar atau
pada mola hidatidosa.
- Pertama kali kontak denga vili khorialis
- Memiliki risiko penyakit pembuluh darah
- Memiliki factor predisposisi genetic untuk terjadinya preeklampsia.
TEORI IMMUNOLOGI DALAM PREEKLAMPSIA
Risiko hipertensi dalam kehamilan meningkat pada keadaan-keadaan yang menyebabkan
menurunnya blocking antibody terhadap antigen plasenta. Keadaan ini dapat terjadi pada :
- keadaan kurang efektifnya immunisasi seperti kehamilan pertama,
- terapi immunosupresif untuk melindungi cangkok ginjal selama kehamilan, atau
- bila lokasi antigen plasenta lebih luas dibandingkan dengan jumlah antibody misalnya pada
kehamilan ganda.
Teori immunologik ini dapat menerangkan tenteng sebab jarangnya kejadian preeklampsia yang
rekuren. Hal ini dapat diterngkan bahwa proses kehamilan merupakan suatu proses, dimana pada
kehamilan yang pertama kalai akan timbul reaksi immunology dan akan timbul memori immunologi untuk
reaksi berikutnya. Pada kehamilan pertama akan terjadi desensitisasi sistim immunologik terhadap adanya
gen asing, sehingga gen asing yang akan dating pada kehamilan berikutnya tidak menimbulkan reaksi
immunologik yang terlalu kuat. Risiko terjadinya preeklampsia pada kehamilan berikutnya relatif kecil.
Tetapi bila ibu menikah lagi dengan orang lain, maka akan muncul gen asing baru yang belum dikenali
oleh sistim immun ibu, sehingga kemungkinan terjadi preeklampsia akan lebih besar.
INTERAKSI SISTIM IMMUNOLOGI DALAM PREEKLAMPSIA
Secara garis besar terdapat 2 interaksi immunologi yang berperan terhadap terjadinya preeklampsia
:
8

9
1. Sistim immunologi jaringan mukosa, dan
2. Peranan reaksi hipersensitifitas
1. Sistim immunologi jaringan pada preeklampsia.
Menurut Dekker yang dikutip oleh Cunningham membuktikan bahwa aktifitas seks oral sebelum
kehamilan dapat memproteksi preeklampsia, dan disimpulkan bahwa terjadi proses adaptasi dari antigen
paternal. Demikian juga pada wanita yang telah menikah tetapi tidak hamil dulu, risiko terjadinya
preeklampsia lebih rendah dari pada wanita yang langsung hamil. Hal ini berhubungan dengan keadaan
bahwa permukaan mukosa saluran cerna, saluran napas dan saluran kemih berhubungan dengan toleransi
immunologi. Toleransi mukosa berpotensi untuk menurunkan risiko preeklampsia sesudah terpaparnya
saluran cerna secara rekuren dengan sperma ayah.
Proses immunitas pada jaringan mukosa merupakan sistim tersendiri, walaupun merupakan
subsistim dari immunitas tubuh. Jaringan mukosa mengandung jaringan limfoid yang merupakan suatu
kesatuan yang termasuk dalam Mucosa Associated Limphoid Tissue (MALT).
Berkembangnya pengetahuan tentang respon immun melalui saluran cerna dimulai oleh Besredka
(1927) dengan keberhasilannya menerapkan pengalaman pada hewan percobaan dalam melakukan
immunisasi melalui mulut pada penyakit disentri dan tifus.
Polimer Immunoglobulin A (Ig A) dan komponen sekresi (SC) merupakan kunci dalam komponen
humoral immunitas mukosa. Polimer Ig A diproduksi oleh sel plasma submukosa. Struktur Ig A seperti
juga immunoglobulin yang lain memiliki 4 rantai subunit monomer polipeptida. Pada ujung rantai a
terdapat kepanjangan yang mengandung sistein, sehingga memungkinkan pengikatan oleh sulfida,
membentuk polimer Ig A. Pembentukan polimer Ig A ini sangat menentukan pengikatan dengan reseptor
pada epitel yang disebut komponen sekresi (secretory component / SC). Polimer Ig A dan pentamer Ig M
berikatan dengan SC pada permukaan basolateral dari sel epitel, dan kemudian ditransport menuju
permukaan lumen, dimana jaringan ekstrasel dari SC terpisah dari transmembran.
SC ekstrasel ( suatu glikoprotein berukuran 78 kiloDalton ) dilepaskan dalam lumen, berikatan
dengan Ig A sebagai sekret-Ig S (s Ig A) atau sebagai SC bebas. SC akan memproteksi polimer Ig A dari
degradasi proteolitik.
SC dalam serum berikatan dengan polimer Ig A melalui ikatan disulfida. Kadar SC dan Ig A dalam
serum meningkat selama kehamilan. Dalam suatu penelitian kadar total SC selama kehamilan, pada
wanita yang mengalami hipertensi dalam kehamilan ditemukan peningkatan awal kehamilan. Tetapi
penelitian tersebut tidak membedakan antara preeklampsi dengan hipertensi dalam kehamilan yang lain.
Penelitian lain melaporkan tentang jumlah SC bebas yang menurun pada wanita dengan preeklampsia.
Pada orang yang merokok terdapat peningkatan s Ig A dalam serum. Kemudian dalam penelitian
lanjut tentang hubungan antara preeklampsia, SC dan merokok; diperoleh hasil adanya hubungan antara
kadar SC serum, merokok dan preeklampsia. Jumlah SC meningkat pada wanita yang merokok dibanding
9

10
pada wanita yang tidak merokok. Diantara wanita perokok, kadar SC pada penderita preeklampsia lebih
rendah dari pada yang normotensi. Disini menunjukkan bahwa merokok berhubungan dengan rendahnya
prevalensi preeklampsia.
Mekanisme efek proteksi dari merokok dan bagaimana merokok dapat meningkatkan kadar SC
belum diketahui secara pasti. Hanya melalui data penelitian tersebut didapatkan kemungkinan tingginya
kadar SC dapat memproteksi terjadinya preeklampsia, SC berperanan proteksi dalam immunitas mukosa.
Komponen sekresi (SC) dihasilkan oleh sel epitel saluran napas, saluran kemih, hepatosit, kandung
kemih, ginjal dan jaringan mammae. Selama kehamilan terdapat peningkatan kadar SC serum 2 kali lipat
sejak kehamilan 8-13 minggu sampai akhir kehamilan. Belum diketahui secara pasti kenapa terjadi
peningkatan kadar SC ini. Estrogen dan beberapa sitokin mempengaruhi sintesa SC.
Toleransi oral sudah dianggap sebagai suatu mekanisme untuk proteksi terhadap terjadinya
preeklampsia. Kontak dengan sperma pasangan melalui saluran genital ataupun saluran cerna
berhubungan dengan rendahnya prevalensi preeklampsia. Dalam toleransi oral sel TH 3 atau sel T dengan
reseptor gd secara keseluruhan mensupresi respon immun untuk antigen tertentu. Sel T dengan reseptor gd
terdapat pada desidua. Walaupun toleransi oral merupakan proses primer T-cell mediated, tetapi dapat
terjadi perubahan terhadap respon Ig A. Sel TH 3 secara predominan menimbulkan perubahan growth
factor b, yang menstimulasi kadar SC pada sel epitel dan dalam ikatannya dengan interleukin 2 (IL-2)
atau interleukin 5 (IL-5), mempengaruhi peningkatan produksi Ig A pada sel plasma. Kadar SC serum
tidak dapat diukur dalam konteks toleransi mukosa.
2. Peranan reaksi hipersensitifitas dalam terjadinya preeklampsi
Secara umum dikatakan bahwa sistim immunitas merupakan suatu sistim pertahanan terhadap
invasi benda asing, baik eksogen maupun endogen. Jika terjadi penyimpangan respon immun dari yang
semestinya maka akan timbul kerusakan jaringan. Penyimpangan yang membawa kerusakan tersebut
dinamakan HIPERSENSITIFITAS. Dikenal 4 jenis reaksi hipersensitifitas ( Reaksi anafilaktik, reaksi
hipersensitifitas sitotoksik, hipersensitifitas kompleks antigen-antibodi dan reaksi hipersensitifitas tipe
lambat ).
Pada reaksi anafilaktik gejala yang timbul disebabkan oleh adanya substansi aktif (mediator) yang
dihasilkan oleh sel mediator yaitu sel basofil dan mastosit. Sel mediator pertama yang dihasilkan adalah
Histamin dan Factor kemotaktik (Faktor Kemotaktik Eosinofil dan Faktor Kemotaktik Neutrofil).
Mediator kedua yang dilepaskan adalah mediator yang dihasilkan secara tidak langsung melalui pelepasan
asam arakidonat dari molekul-molekul fosfolipid membran sel. Asam arakidonat merupakan substrat
untuk 2 macam enzim yaitu Siklooksigenase dan Lipooksigenase. Aktifitas enzim siklooksigenase akan
menghasilkan bahan-bahan Prostaglandin dan Tromboksan, yang sebagian dapat menyebabkan reaksi
radang dan mengubah tonus pembuluh darah. Mediator ketiga yaitu jenis Heparin, Kemotripsin dan
10

11
Faktor Inflamasi Anafilaktik. Mediator jenis ketiga ini terikat erat dengan matriks proteoglikan yang akan
terlepas apabila ada kenaikan NaCl.
Dalam suatu kehamilan normal akan terdapat peningkatan plasma renin, angiotensin, aldosteron
dan akan terjadi penurunan resistensi sistim pembuluh darah. Wanita yang hamil memiliki resistensi
terhadap efek angiotensin II, dan resistensi ini tergantung pada produksi prostaglandin. Pemberian
prostaglandin E2 dan prostasiklin (PGI2) menurunkan efek penekanan dari angiorensin II. Prostasiklin
merupakan suatu zat yang menyebabkan vasodilatasi, dan sangat poten menghambat agregasi trombosit.
Prostasiklin diproduksi pada epitel pembuluh darah melalui metabolisme asam arakidonat.
Pada penderita preeklampsia tidak terdapat resistensi terhadap angiotensin II. Hal ini terjadi karena
menurunnya produksi prostasiklin. Menurunnya produksi prostasiklin ini karena jumlah yang dihasilkan
oleh plasenta berkurang, bukan karena berkurangnya kemampuan asam arakidonat untuk menghasilkan
prostasiklin. Produksi prostasiklin oleh plasenta berkurang karena adanya hipoksia, hal ini dapat
disebabkan oleh adanya proses atherosis akut sehingga terjadi pengurangan aliran intervilli. Penurunan
produksi prostasiklin secara relatif akan meningkatkan pengaruh tromboksan. Tromboksan A2 (Tx A2)
diproduksi oleh metabolisme asam arakidonat trombosit. Tromboksan berpotensi menyebabkan agregasi
trombosit dan vasokonstriksi. Pada preeklampsia terdapat dominasi dari tromboksan, sehingga pada
mikrosirkulasi akan terjadi vasokonstriksi dan agregasi trombosit, kemudian terjadi iskemi fokal dan
deposit trombosit. Jaringan plasenta juga menghasilkan tromboksan dan akan meningkat produksinya
pada preeklampsia. Proteinuri progresif pada preeklampsia dapat timbul karena banyaknyatromboksan
yang diproduksi. Hipoalbumin akan menurunkan waktu paruh prostasiklin, dan ini akan mempertahankan
terjadinya siklus patologik.

IV. ANEMIA DALAM KEHAMILAN


Anemia lebih sering dijumpai dalam kehamilan. Hal ini disebabkan karena dalam kehamilan
keperluan akan zat-zat makanan bertambah dan terjadi pula perubahan-perubahan dalam darah dan
sumsum tulang.
Darah bertambah banyak dalam kehamilan, yang lazim disebut hidramnia atau hipervolemi. Akan
tetapi bertambahnya sel-sel darah kurang dibandingakan dengan bertambahnya plasma, sehingga terjadi
pengenceran darah. Pertambahan tersebut berbanding sebagai berikut : plasma 30 %, sel darah 18 % dan
haemoglobin 19 %. Bertambahnya darah dalam kehamilan sudah dimulai sejak kehamilan umur 10
minggu dan mencapai puncaknya dalam kehamilan antara 32 dan 36 minggu. Seorang wanita hamil yang
memiliki Hb kurang dari 10 g/100ml barulah disebut menderita anemia dalam kehamilan.
Karena defisiensi makanan memegang peranan yang sangat penting dalam timbulnya anemia,
maka dapat difahami bawa frekuensi itu lebih tinggi lagi di negeri-negeri yang sedang berkembang,
11

12
dibandingkan dengan negeri yang sudah maju. Menurut penyelidikan Hoo Swie Tjiong frekuensi anemia
dalam kehamilan setinggi 18 %, pseudoanemia 57,9 % dan wanita hamil dengan Hb 12 g/100ml atau lebih
sebanyak 23,6 %; Hb rata-rata 12,3 g/ml dalam trimester I, 11,3 g/100 ml dalam trimester II, dan 10,8 g/
100 ml dalam trimester III. Hal itu disebabkan karena pengenceran darah menjadi makin nyata dengan
lanjutnya umur kehamilan, sehingga frekuensi anemia dalam kehamilan meningkat pula.
Pengaruh anemia dalam kehamilan
Anemia dalam kehamilan memberi pengaruh kurang baik bagi ibu, baik dalam kehamilan, persalinan
maupun dalam nifas dan masa selanjutnya. Berbagai penyulit dapat timbul akibat anemia, seperti :
1. abortus;
2. partus prematurus;
3. partus lama karena inersia uteri;
4. perdarahan post partum karena atonia uteri;
5. syok;
6. infeksi, baik intrapartum maupun postpartum;
7. anemia yang sangat berat dengan Hb kurang dari 4 g/100 ml dapat menyebabkan dekompensasi
kordis.
Hipoksia akibat anemia dapat menyebabkan syok dan kematian ibu pada persalinan sulit, walaupun tidak
terjadi perdarahan.
Juga bagi hasil konsepsi anemia dalam kehamilan memberi pengaruh kurang baik seperti :
1. kematian mudigah;
2. kematian perinatal;
3. prematuritas;
4. dapat terjadi cacat bawaan;
5. cadangan besi kurang.
Jadi anemia dalam kehamilan merupakan sebab potensial moriditas serta mortalitas ibu dan anak.
Pembagian anemia dalam kehamilan
Anemia defisiensi besi
Anemia dalam kehamilan yang paling sering dijumpai ialah anemia akibat kekurangan besi.
Kekurangan ini dapat disebabkan karena kurang masuknya unsure besi dengan makanan, karena gangguan
resorbsi, gangguan penggunaan atau terlampau banyaknya besi keluar dari badan, misalnya pada
perdarahan. Keperluan besi bertambah dalam kehamilan, terutama dalam trimester terakhir.
Diagnosis.
Diagnosis anemia defisiensi besi yang berat tidak sulit karena ditandai cirri-ciri yang khas bagi
defisiensi besi, yakni mikrositosis dan hipokromasia. Sifat lain yang khas bagi defisiensi besi ialah kadar
12

13
besi serum rendah, daya ikat besi serum tinggi, protoporfirin eritrosit tinggi dan tidak ditemukan
hemosiderin (stainable iron) dalam sumsum tulang.
Terapi
Apabila pada pemeriksaan kehamilan hanya Hb yang diperiksa dan Hb itu kurang dari 10 g/100ml,
maka wanita dapat dianggap senagai penderita anemia defisiensi besi, baik yang murni maupun yang
dimorfis, karena tersering anemia dalam kehamilan adalah anemia defisiensi besi.
Pengobatan dapat dimulai dengan preparat besi per os. Biasanya diberikan garam besi sebanyak
600-1000 mg sehari, seperti sulfas-ferrosus atau glukonas ferrosus. Peranan vitamin C dalam pengobatan
dengan besi masih diragukan oleh beberapa penyelidik. Mungkin vitamin C mempunyai khasiat untuk
mengubah ion ferri menjadi ion ferro yang lebih mudah diserap oleh selaput usus. Tetapi parenteral baru
diperlukan apabila penderita tidak tahan akan obat besi, ada gangguan penyerapan, penyakit saluran
pencernaan atau apabila kehamilannya sudah tua. Besi parenteral diberikan dalam bentuk ferri. Secara
intramuskulus dapat disuntikkan dekstran besi (Imferon) atau sorbitol besi (Jectofer). Hasilnya lebih cepat
dicapai, hanya penderita merasa nyeri di tempat suntikan.
Secara intravena perlahan-lahan besi dapat diberikan, seperti ferrum oksidum sakkaratum (Ferrigen,
ferrivenin, Proferrin, Vitis), sodium diferrat (Ferronascin) dan dekstran besi (Imferon). Akhir-akhir ini
Imferon banyak juga diberikan dengan infus dalam dosis total antara 1000-2000 mg unsure besi sekaligus,
dengan hasil yang sangat memuaskan.
Transfusi darah sebagai pengobatan anemia dalam kehamilan sangat jarang diberikan, walaupun
Hb-nya kurang dari 6 g/100ml apabila tidak terjadi perdarahan.
Pencegahan
Di daerah-daerah dengan frekuensi kehamilan yang tinggi sebaiknya setiap wanita hamil diberi
sulfas ferrosus atau glukonas ferrosus, cukup 1 tablet perhari. Selain itu wanita dinasehatkan pula untuk
makan lebih banyak protein dan sayur-sayuran yang mengandung banyak vitamin dan mineral.
Anemia megaloblastik
Anemia megaloblastik dalam kehamilan disebabkan karena defisiensi asam folik (pteroylglutamic
acid), jarang sekali karena defisiensi vitamin B12
Diagnosis
Diagnosis anemia megaloblastik dibuat apabila ditemukan megaloblas atau promegaloblas dalam
darah atau sumsum tulang. Sifat khas sebagai anemia makrositer dan hiperkhrom tidak selalu dijumpai,
kecuali bila anemianya sudah berat.
Diagnosis pasti baru dapat dibuat

dengan percobaan penyerapan (absorbtion test) dan percobaan

pengeluaran (clearance test) asam folik.

13

14
Terapi
Dalam pengobatan anemia megaloblastik dalam kehamilan sebaiknya bersama-sama dengan asam
folik diberikan juga besi. Tablet asam folik diberikan dalan dosis 15-30 mg sehari. Jikalau perlu, asam
folik diberikan dengan suntikan dalam dosis yang sama.
Apabila anemia megaloblastik disebabkan oleh defisiensi vitamin B12 (anemia pernisiosa AddisonBiermer), maka penderita harus diobati dengan vitamin B12 dengan dosis 100-1000 mikrogram sehari, baik
per os maupun parenteral.
Anemia hipoplastik
Anemia pada wanita hamil yang disebabkan karena sumsum tulang kurang mampu membuat selsel darah baru, dinamakan anemia hipoplastik dalam kehamilan.
Darah tepi menunjukkan gambaran normositer dan normokrom, tidak ditemukan ciri-ciri defisiensi besi,
asam folik atau vitamin B12. Sumsum tulang bersifat normoblastik dengan hipoplasia eritropoesis yang
nyata.
Etiologi anemia hipoplastik karena kehamilan hingga kini belum diketahui dengan pasti, kecuali yang
disebabkan oleh sepsis, sinar Roentgen, racun atau obat-obat. Karena obat-obat penambah darah tidak
memberi hasil, maka satu-satunya cara untuk memperbaiki keadaan penderita adalah transfusi darah, yang
sering perlu diulang sampai beberapa kali.
Anemia hemolitik
Anemia hemolitik disebabkan karena penghancuran sel darah merah brlangsung lebih cepat dari
pembuatannya. Secara umum anemia hemolitik dapat dibagi dalam 2 golongan besar yakni :
1. golongan yang disebabkan oleh faktor intrakorpuskuler, seperti pada sterositosis, eliptositosis,
anemia hemolitik herediter, thallasemia, anemia sel sabit, hemoglobinopati C, D, G, H, I dan
paroxysmal nocturnal haemoglobinuria, dan
2. golongan yang disebabkan oleh factor ekstrakorpuskuler, seperti pada infeksi (malaria, sepsis,dsb).
Gejala-gejala yang lazim dijumpai ialah gejala-gejala proses hemolitik, seperti anemia, hemoglobinemia,
hemoglobinuria, hiperbilirubinemia, hiperurobilinuria dan sterkobilin lebih banyak dalam feses.
Sumsum tulang menunjukkan gambaran normoblastik dengan hiperplasia yang nyata, terutama sistim
eritropoetik.Frekuensi anemia hemolitik dalam kehamilan tidak tinggi
Pengobatan anemia hemolitik dalam kehamilan tergantung pada jenis dan beratnya. Obat-obat
penambah darah tidak memberi hasil. Transfusi darah yang kadang-kadang diulang beberapa kali,
diperlukan pada anemia berat untuk meringankan penderitaan ibu dan untuk mengurangi bahaya hipoksia
janin. Splenektomi dianjurkan pada anemia hemolitik bawaan dalam trimester II atau III. Pada anemia
hemolitik yang diperoleh harus dicari penyebabnya. Sebab-sebab itu harus disingkirkan, misalnya
pemberian obat-obat yang dapat menyebabkan kelumpuhan sumsum tulang harus segera dihentikan.

14

15

V. BAYI BERAT BADAN LAHIR RENDAH DAN IUGR


Bayi dengan berat badan lahir rendah adalah bayi yang lahir dengan berat badan < 2500 gr, terbagi atas :
1. Masa kehamilan kurang dari 37 minggu dengan berat yang sesuai ( masa kehamilan dihitung mulai
dari hari pertama haid terakhir dari haid yang teratur )
2. Bayi small for gestational age (SGA) yaitu, bayi yang beratnya kurang dari berat semestinya
menurut masa kehamilannya (kecil untuk masa kehamilan = KMK)
Untuk menentukan apakah bayi baru lahir itu prematur (sesuai masa kehamilan = SMK), matur normal,
KMK atau besar untuk masa kehamilan (BMK) dapat dipakai tabel growth charts of weight against
gestation. Pada tabel ini berat bayi matur normal dan bayi prematur (SMK) terletak diantara 10th percentile
dan 90th percentile. Pada bayi KMK beratnya dibawah 10th percentile. Bila berat bayi diatas 90th percentile
ia disebut heavy for dates atau BMK.
Ciri-ciri dan masalah kedua bentuk BBLR (SMK dan KMK) ini berbeda-beda. Oleh karena itu perlu
diketahui umur kehamilan dengan mengetahui hari pertama haid terakhir, bunyi jantung pertama yang
dapat didengar (kehamilan 18-22 minggu), fetal quickening (kehamilan 16-18 minggu), tinggi fundus dan
fetal ultrasound : diameter biparietal atau bila diduga KMK rasio lingkar kepala terhadap lingkaran perut
harus dinilai. Secara klinik umur kehamilan dapat diketahui dengan mengukur berat lahir, panjang badan,
lingkaran kepala (occipito-frontal circumference) atau dengan cara Ballard dkk. Yang menggunakan
kriteria neurologik dan kriteria fisik eksterna.
BAYI KECIL MASA KEHAMILAN (KMK) / IUGR
Banyak istilah yang digunakan untuk menunjukkan bahwa bayi KMK ini menderita gangguan
pertumbuhan didalam uterus (intrauterine growth retardation = IUGR) seperti pseudoprematur, small for
dates, dismatur, fetal malnutrition syndrome, chronic fetal distress, IUGR dan small for gestational age
(SGA). Batasan yang diajukan oleh Lubchenco (1963) adalah bahwa setiap bayi yang berat lahirnya sama
dengan atau lebih rendah dari 10th percentile untuk masa kehamilan pada Denver intrauterine growth curve
adalah bayi SGA. Kurva ini dapat pula dipakai untuk Standard intrauterine growth chart of low birth
weight Indonesian infants.
Ada 2 bentuk IUGR, yaitu :
1. Proportionate IUGR
Janin yang menderita distress yang lama dimana gangguan peertumbuhan terjadi berminggu-minggu
sampai berbulan-bulan sebelum bayi lahir, sehingga berat, panjang dan lingkaran kepala dalam proporsi
yang seimbang, akan tetapi keseluruhannya masih berada dibawah masa gestasi yang sebenarnya. Bayi ini
tidak menunjukkan adanya wasted oleh karena retardasi pada janin ini terjadi sebelum terbentuknya
adipose tissue.
2. Disproportionate IUGR
15

16
Terjadi akibat distress subakut. Gangguan terjadi beberapa minggu sampai beberapa hari sebelum janin
lahir. Pada keadaan ini panjang dan lingkaran kepala normal tetapi berat tidak sesuai dengan masa gestasi.
Bayi tampak wasted dengan tanda-tanda sedikitnya jaringan lemak dibawah kulit, kulit kering keriput dan
mudah diangkat, bayi kelihatan kurus dan lebih panjang.
Pada IUGR perubahan tidak hanya ukuran panjang, berat dan lingkaran kepala, akan tetapi organ-organ
didalam badanpun mengalami perubahan, misalnya Drillen (1975) menemukan berat otak, jantung, paru
dan ginjal bertambah sedangkan berat hati, limpa, kelenjar adrenal dan thymus berkurang dibandingkan
bayi prematur dengan berat yang sama. Perkembangan dari otak, ginjal dan paru sesuai dengan masa
gestasinya.
ETIOLOGI
Faktor ibu : hipertensi dan penyakit ginjal yang kronik, perokok, penderita diabetes mellitus yang berat,
toksemia, hipoksia ibu ( tinggal di daerah pegunungan, hemoglobinopati, penyakit paru kronik) gizi buruk,
drug abuse dan peminum alkohol. Faktor uterus dan plasenta : kelainan pembuluh darah (hemangioma),
insersi tali pusat yang tidak normal, uterus bikornis, infark plasenta, transfusi dari kembar yang satu ke
kembar yang lain, sebagian plasenta lepas. Faktor janin : ganda, kelainan kromosom, cacat bawaan,
infeksi dalam kandungan (toksoplasmosis, rubella, sitomegalovirus, herpes, sifilis; TORCH). Penyebab
lain : keadaan sosial ekonomi yang rendah, tidak diketahui.
Problematik bayi KMK :
1. Aspirasi mekonium yang sering diikuti pneumotoraks. Ini disebabkan distress yang sering dialami
bayi ini dalam persalinan. Insiden Idiopathic respiratory distress syndrome berkurang oleh karena
IUGR mempercepat maturnya jaringan paru.
2. Usher (1970) melaporkan bahwa 50 % bayi KMK mempunyai hemoglobin yang tinggi yang
mungkin disebabkan oleh hipoksia kronik da dalam uterus.
3. Hipoglikemia terutama bila pemberian minum terlambat. Agaknya hipoglikemia ini disebabkan
oleh berkurangnya cadangan glikogen hati dan meningginya metabolisme bayi.
4. Keadaan lain yang mungkin terjadi : asfiksia, prdarahan paru yang massif, hipotermia, cacat
bawaan akibat kelainan kromosom (sindrom Downs, Turner dan lainnya), cacat bawaan oleh
karena infeksi intrauterine dan sebagainya.
Penatalaksanaan
Pada umumnya sama dengan perawatan neonatus umumnya, seperti pengaturan suhu lingkungan,
makanan, mencegah infeksi dan lainnya, akan tetapi oleh karena bayi ini mempunyai problematic yang
agak berbeda debgan bayi lainnya maka harus diprhatikan hal-hal berikut ini :
1. Pemeriksaan pertumbuhan dan perkembangan janin intrauterine serta menemukan gangguan
pertumbuhan misalnya dengan pemeriksaan ultrasonografi. Bila bayi lahir memerlukan
pemeriksaan yang lebih lengkap dan kemudian sesuai dengan kelainan yang didapat.
16

17
2. Memeriksa kadar gula darah dengan dextrostix atau di laboratorium. Bila ditemui adanya
hipoglikemi harus diatasi.
3. Pemeriksaan hematokrit dan mengobati hiperviskositasnya.
4. Bayi membutuhkan lebih banyak kalori dibandingkan dengan bayi SMK.
5. Melakukan tracheal-washing pada bayi yang diduga akan menderita aspirasi mekonium.
Pengamatan lanjut
Bila bayi berat lahir rendah ini dapat mengatasi problematic yang dideritanya, maka perlu diamati
selanjutnya oleh karena bayi ini kemungkinan akan mengalami gangguan pendengaran, penglihatan,
kognitif, fungsi motor susunan saraf pusat dan penyakit-penyakit seperti hidrosefalus, cerebral palsy dan
sebagainya.

TUGAS UJIAN SEMESTER II


Jawaban
8. Pada saat ini versi dan ekstraksi hanya dilakukan pada gmelli anak kedua 1,2,3,4
a.

Alasan-alasan pembatasan tersebut ialah


- Setelah gmelli pertama lahir, uterus masih cukup luas dan kendor/ lemas, pembukaan serviks sudah
lengkap (karean baru saja dilalui oleh gmelli pertama), sehingga lebih mudah dilakukan versi dan ekstraksi.
Selain itu juga bila dibandingkan dengan penganan secara seksio sesarea, maka resiko seksio sesarea juga
dipandang lebih besar dibandingkan dengan versi ekstraksi pada gmelli kedua ini, asal saja waktu yang
cukup menguntungkan (15 30 menit ) tidak dilalui.
- Setelah gmelli pertama lahir, bisa saja terjadi pecah ketuban pada spontan pada gmelli kedua, atau pada
waktu memecahkan ketuban gmelli kedua. Karena bagian lunak memberikan sedikit tahanan dan bayi tak
terfiksasi dengan baik (Martius), maka bisa terjadi prolapsus tali pusat, solusio plasenta. Sehubungan
dengan itu maka diperlukan tindakan cepat dan tepat untuk dengan segera melahirkan gmelli kedua
tersebut. Disinilah saat yang tepat dilakukan versi ekstraksi. Selain itu juga biasanya pada gmelli jarang
didapati janin yang besar .
- Pada kondisi lain (letak lintang maupun letak kepada pada kehamilan tunggal ) bila dilakukan versi
ekstraksi, lebih sukar dan kurang menguntungkan baik bagi ibu maupun bagi bayi. Karena kesulitan
melakukan tindakan tersebut (jalan lahir yang masih belum cukup luas), sehingga bahayanya lebih besar
(robekan jalan lahir, rupture uteri, gawat janin sampai itrapartum death bagi bayi). Dapat dikatakan bahwa
versi ekstraksi menjadi lebih traumatik dan membahayakan bagi ibu maupun bayinya.

b.

Teknik versi ekstraksi bila kepala di kiri dan punggung di belakang:


- Setelah gmelli pertama lahir, posisi tetap litotomi di meja ginekologi, siapkan pencegahan HPP, dilakukan
periksa luar dan periksa dalam (pakai hand scoen baru yang steril), pastikan bahwa bayi dapat lahir
pervaginam (tidak ada CPD), konseling , dilakukan tindakan antiseptic vulva dan sekitarnya, vesika urinaria
- Secara obstetric hand tangan kiri masuk vagina (tangan kanan membuka labia, lalu pindah ke fundus
uteri). Martius, Sastrawinata dan Goelam menyarankan penggunaan anestesi, tapi sekarang tidak dilakukan
anestesi (ingat juga bahaya anestesi bagi ibu dan bayi). Lalu tangan kiri tersebut masuk ke cavum uteri,
melalui serviks. Apabila ketuban masih utuh amniotomi, usahakan agar keluarnya cairan amnion tidak
terlalu cepat (menghindari bahaya prolapsus funikulus)
- Tangan kiri mencari kaki anterior (Martius), atau kaki atas (Goelam), atau kalau bisa kedua kaki bayi
sekaligus (Oxorn, Goelam), ataupun kaki yang paling mudah dicapai (Martius)
- Kaki perlahan-lahan dibawa ke vagina / ke luar , sementara itu tangan kanan penolong berusaha memutar/
17

18
mendorong kepala ke atas / kearah fundus (kalau perlu dengan tuntunan USG William). Kalau dapat bayi
diputar sehingga punggungnya menghadap ke anterior, kepala dalam keadaan fleksi.
- Setelah lutut bayi mencapai introitus vagina, tindakan versi selesai dikerjakan
- Kemudian dilakukan manual hilfe untuk melahirkan bahu/lengan : Prazat Deventer atau Mueller atau
lovset atau Potter ; dilanjutkan dengan melahirkan kepala dengan prazat Mauriceau atau De Snooatau
Wigand martin-winckel atau Naujoks ataupun kalau perlu Pragua terbalik (jika u.u.k di belakang), atau
kalau perlu dengan cunam
Jawaban
4.a. Apa saja yang anda ketahui tentang penyakit jantung dalam kehamilan
Wanita-wanita dengan penyakit jantung dan kemudian menjadi hamil mempunyai resiko morbiditas dan mortalitas
yang lebih tinggi dibandingkan bila ia tidak dalam keadaan hamil, terlebih lagi dalam menghadapi saat-saat
persalinan dan nifas. Hal ini karena terjadinya perubahan-perubahan hemodinamik yang sehubungan dengan
kehamilannya. Bahaya tersebut bukan saja mengenai bahaya terhadap ibu, tetapi juga terhadap bayi yang
dikandungnya.Penyakit jantung merupakan salah satu penyebab kematian tersering di dunia ini. Frekuensi penyakit
jantung dalam kehamilan kira-kira 1 4%. Di Indonesia, angka kematian ibu akibat penyakit jantung dalam
kehamilan berkisar antara 1 2%.
Menurut klasifikasi fungsional (NYHA, New York Heart Association), angka kematian ibu hamil dan bersalin
karena penyakit jantung adalah sebagai berikut (5,6) : kelas I: 0.17 %, kelas II : 0.28 %, kelas III : 5.52 %, kelas IV:
5,84
%.
Penyakit jantung yang berat dapat menyebabkan partus prematurus atau kematian intrauterin karena oksigenasi
janin terganggu. Dengan kehamilan pekerjaan jantung menjadi sangat berat sehingga penyakit jantung klas I dan II
dalam kehamilan dapat berubah menjadi klas III atau IV.
Penyakit jantung rematik merupakan jenis penyakit jantung terbanyak, dan lebih dari 90% biasanya dengan
kelainan katup mitral (stenosis katup mitral), disusul penyakit jantung kongenital dan penyakit otot jantung.

Etiologi kelainan jantung dapat primer maupun sekunder. Kelainan primer akibat kelainan kongenital, katup,
iskemik dan kardiomiopati. Sedangkan sekunder akibat penyakit lain seperti hipertensi, anemia berat, dll.
4.b. Klasifikasi kecurigaan penyakit jantung dalam kehamilan 6:
Kelas

Deskripsi

Tidak ada gejala dengan aktivitas fisik biasa

II

Ada keterbatasan ringan (slight limitation) dengan aktivitas ringan


sampai sedang. Tidak ada gejala pada istirahat
Keterbatasan berat pada aktivitas ringan; dispneu atau nyeri dada pada
aktivitas minimal
Timbul gejala pada saat istirahat atau dengan aktivitas minimal, dan
gejala-gejala gagal jantung yang nyata

III
IV

4.c. Bagaimana diagnosis penyakit jantung dalam kehamilan, saat-saat berbahaya, penanganan kehamilan
dan reproduksinya
Sebelum diagnosis ditegakkan, biasanya didahului langkah-langkah menuju diagnosis sbb 6 :

A. ANAMNESIS
18

19

Pada pasien dengan penyakit jantung yang telah terdiagnosa sebelum kehamilannya, harus dicari data-data
mengenai: usia saat pertama kali diagnosa ditegakkan, gejala-gejala sebelumnya dan komplikasi yang ada,
prosedur diagnostik sebelumnya termasuk kateterisasi jantung, excercise test (treadmill) atau ekokardiografi,
riwayat pengobatan sebelumnya, riwayat operasi, derajat kesembuhan, gejala sisa, obat-obat yang dipakai, diet,
pembatasan-pembatasan aktivitas, serta sedapat mungkin didapatkan catatan medis mengenai perawatan rumah
sakit,
prosedur
diagnostik
dan
pengobatan
sebelumnya.

Pada pasien tanpa riwayat penyakit jantung sebelumnya, harus ditanyakan mengenai riwayat demam rematik
atau penyakit-penyakit lainnya yang berhubungan dengan penyakit jantung seperti demam scarlet, sistemik
lupus eritematosus, penyakit paru-paru, penyakit ginjal, difteri atau pneumonia, riwayat perawatan di rumah
sakit,
kecelakaan
atau
riwayat
operasi
besar
sebelumnya.

Perlu juga ditanyakan mengenai tanda-tanda dan gejala penyakit jantung seperti sianosis pada waktu lahir atau
waktu aktivitas, squatting pada masa kanak-kanak, infeksi saluran napas berulang, gangguan irama jantung,
dispnu pada saat istirahat atau aktivitas, batuk-batuk lama, hemoptisis, asma, nyeri dada, riwayat keluarga
dengan penyakit jantung dan kelainan-kelainan kongenital.

B. PEMERIKSAAN FISIK.

Pada pemeriksaan fisik perlu dievaluasi mengenai Berat Badan dan Tinggi Badan, kelainan pada wajah, jari-jari
dan tubuh yang menunjukkan kelainan kongenital dan perubahan-perubahan pada kulit seperti sianosis, pucat,
angioma, xantelasma, dan xanthoma.
Tekanan darah harus diukur secara cermat dengan cuff yang sesuai, kalau perlu pada kedua lengan dan pada
beberapa posisi. Denyut nadi radial harus dinilai dengan teliti , pada aorta isufisiensi dapat dijumpai denyut
yang kollaps (Collapsing pulse), denyut yang lemah pada cardiac output yang rendah, pulsus alternans atau
pulsus paradoksus.
Inspeksi pada kepala dan wajah untuk mencari adanya tanda-tanda kelainan kongenital, pengukuran JVP dan
penilaian denyut karotid dan kelenjar thyroid. Inspeksi dan palpasi pada dada untuk mencari adanya kelainan
bentuk dinding toraks seperti pectus excavatum, precordial bulging, denyut apeks kordis, thrill. Pada auskultasi
perlu dinilai bunyi jantung I, II, III, IV, murmur jantung, opening snap, gallop dsb. Selanjutnya juga perlu
dilakukan pemeriksaan pada paru-paru, abdomen dan ekstremitas serta sistem organ tubuh lainnya.

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium : seperti hematologis rutin, kimia darah, gula darah, profil kolesterol, dsb
2. EKG, sangat bermanfaat untuk menilai gangguan konduksi, pembesaran ruang-ruang jantung, iskemia atau
infark. Bila perlu dapat dilakukan monitor EKG 24 jam.
3. Phonokardiogram, untuk menilai bunyi jantung , murmur
4. Ekokardiografi, merupakan alat diagnostik yang paling bermanfaat dan aman dilakukan pada wanita hamil.
Dapat memberikan informasi tentang gangguan anatomi maupun fungsional dari ruang jantung (atrium dan
ventrikel), katup-katup jantung dan perikardium. Juga dapat membedakan penyebab edema paru apakah
disebabkan oleh gangguan jantung atau bukan. Dengan transesofageal ekokardiografi, dapat dinilai bagian
posterior jantung seperti atrium kiri dan katup mitral.
5. Doppler Ekokardiografi. Dalam kombinasi dengan ekokardiografi 2 dimensi dapat dinilai intra cardiac shunt,
tekanan arteri pulmonar, derajat regurgitasi.
6. Excercise test (treadmill). Biasanya tidak dipakai pada wanita hamil namun pada kehamilan dini masih dapat
dilakukan atau pada wanita dengan penyakit jantung yang menginginkan kehamilan untuk menilai toleransi
jantung terhadap stress.
7. Lain-lain, seperti kultur tenggorok (throat culture), C-reactive protein, ASTO, kultur darah. Pemeriksaan dengan
zat radioaktif seperti foto rontgen dada, kateterisasi jantung sebaiknya dihindari kecuali sangat dibutuhkan.
D. DIAGNOSIS
Diagnosis biasanya dapat ditegakkan bila ditemukan adanya satu diantara gejala-gejala berikut :
5. Bising diastolik, presistolik, atau bising jantung terus-menerus
6. Bising jantung yang nyaring, terutama bila disertai thrill
7. Pembesaran jantung yang jelas pada gambaran foto toraks
8. Aritmia yang berat
19

20

Kadang-kadang penyakit jantung dalam kehamilan baru diketahui kalau sudah terjadi dekompensasio seperti adanya
sesak nafas, sianosis, edema atau ascites.
E. PENANGANAN IBU HAMIL DENGAN PENYAKIT JANTUNG.
Penanganan ibu hamil dengan penyakit jantung membutuhkan kerja sama tim yang kompak dan terpadu dari
berbagai displin ilmu seperti obstetri ginekologi, kardiologi, ilmu penyakit dalam, anestesi dan sebagainya.
Prosedur penanganan biasanya disesuaikan dengan kelas fungsional, namun penanganan harus tetap didasarkan
atas kondisi dan kelainan jantung masing-masing pasien. Penanganan pasien dengan mitral stenosis tentunya
berbeda dengan pasien aorta stenosis, walaupun masing-masing pasien tersebut berada dalam kelas fungsional
yang sama.(9)
F. MANAJEMEN PENYAKIT JANTUNG KELAS I DAN II
Angka kesakitan dan kematian ibu hamil dengan penyakit jantung kelas I dan II biasanya rendah, sehingga
kebanyakan pasien dapat melewati kehamilan dan persalinan dengan aman. Umumnya penderita dapat
meneruskan kehamilan sampai cukup bulan dan melahirkan pervaginam. Namun tetap harus diwaspadai
terjadinya gagal jantung pada kehamilan, persalinan dan nifas.
Faktor pencetus utama terjadinya gagal jantung adalah infeksi, oleh karena itu semua wanita hamil dengan
penyakit jantung harus sedapat mungkin dicegah terjadinya infeksi terutama infeksi saluran napas atas . Harus
dilakukan pencegahan terhadap kontak dengan orang-orang yang dapat menularkan infeksi seperti infeksi
saluran nafas, merokok, penggunaan obat-obat terlarang, dan setiap prosedur yang dapat memberikan resiko
infeksi harus diberikan antibiotika.(9)
Gagal jantung biasanya terjadi secara perlahan-lahan, gejala pertama berupa ronki basal paru yang menetap,
biasanya disertai batuk-batuk pada malam hari. Gejala lain berupa penurunan kemampuan dalam melakukan
aktivitas sehari-hari, hemoptisis, edema yang progresif dan takikardi.
G. PENANGANAN PADA PERSALINAN.(5)
Persalinan biasanya pervaginam kecuali ada indikasi obstetri untuk seksio sesarea. Penggunaan teknik
analgesia untuk menghilangkan nyeri persalinan sangat dianjurkan, yang umum dipakai adalah analgesia
epidural. Efek samping utama analgesia adalah hipotensi maternal yang pada beberapa kelainan jantung dapat
memperburuk penyakit jantung.

Pada pasien dengan shunt intrakardial, hipotensi akan membalikkan arah aliran dalam shunt intrakardial dari
kiri ke kanan menjadi kanan ke kiri sehingga darah tidak melewati paru-paru tetapi langsung ke aorta dan
sirkulasi sistemik, sehingga dapat terjadi sianosis berat.

Pada hipertensi pulmonar dan stenosis aorta, ventrikular output sangat tergantung pada preload sehingga
hipotensi akan memperburuk kondisi jantung. Pada pasien-pasien ini, anestesi umum atau anestesi dengan
narkotik akan lebih aman digunakan.

Pada kebanyakan pasien dengan penyakit jantung ringan sampai sedang, analgesia epidural ditambah sedativa
intravena cukup efektif untuk meminimalisisasi fluktuasi cardiac output selama persalinan pervaginam. Apabila
akan dilakukan seksio sesar, kebanyakan klinikus menyukai analgesia epidural namun penggunaan harus hatihati pada hipertensi pulmonar. Anestesi umum dengan tiopental, suksinil kolin, N 2O dan 30 % O2 juga
memberikan hasil yang memuaskan

Bila dipilih persalinan pervaginam, ibu harus dalam posisi setengah duduk dan miring ke kiri. Penolong
persalinan harus memberikan pendekatan psikologis supaya ibu tetap tenang dan merasa aman.

Untuk mencegah timbulnya dekompensasio kordis sebaiknya dibuat daftar pengawasan khusus untuk mencatat
nadi dan pernapasan secara berkala, tanda-tanda vital harus dimonitor diantara tiap his : dalam kala I setiap 1015 menit dan dalam kala II setiap 10 menit. Apabila terdapat peningkatan denyut nadi lebih dari 100 x/mt atau
20

21
peningkatan respirasi lebih dari 24 x/mt dan disertai dispnu merupakan tanda-tanda dini kegagalan ventrikel,
dan pasien perlu diberikan digitalis, oksigen dan diuretik.

Bila dibutuhkan oksitosin, berikan dalam konsentrasi tinggi (20 U/l) dengan tetesan rendah dan pengawasan
keseimbangan cairan. Nyeri persalinan dapat diatasi dengan pemberian obat seperti Tramadol 100 mg
supositoria, pethidin 50 mg IM, Morphin 10-15 mg IM.

Persalinan kala II biasanya diakhiri dengan ekstraksi forseps atau ekstraksi vakum dan sedapat mungkin ibu
dilarang mengejan.

Penanganan kala III dilakukan secara aktif, namun pemakaian preparat ergometrin merupakan kontraindikasi,
karena kontraksi uterus yang dihasilkan bersifat tonik dengan akibat terjadi pengembalian darah ke dalam
sirkulasi sistemik kurang lebih 1 liter. Setelah kala III selesai, harus dilakukan pengawasan yang ketat untuk
mengetahui kemungkinan terjadinya gagal jantung atau edema paru, karena saat tersebut merupakan saat yang
paling kritis. Pemasangan gurita dengan kantong pasir di dinding perut dapat dilakukan untuk mencegah
perubahan mendadak sirkulasi di daerah abdominal.

H. GAGAL JANTUNG DALAM PERSALINAN.(7)


Gagal jantung dalam persalinan dapat bermanifestasi sebagai edema pulmonal, hipoksia dan hipotensi.
Penanganan biasanya tergantung status hemodinamik pasien dan kelainan jantung yang mendasari.

Decompensatio kordis dan edema paru pada mitral stenosis karena kelebihan cairan dapat diatasi dengan
pemberian diuretik. Jika dicetuskan oleh takikardi, dapat diberikan Bloker. Penanganan seperti tersebut di atas
pada decompensatio cordis oleh karena stenosis aorta akan berakibat fatal. Oleh karena itu penanganan
kegagalan jantung harus berdasarkan patofisiologi kelainan jantung.

Namun dalam kondisi real sehari-hari, apabila ditemukan pasien dengan kegagalan jantung maka penanganan
awal harus mencakup langkah-langkah standar resusitasi, termasuk diantaranya :
o Perhatikan jalan napas pasien, usaha bernapas, sirkulasi (A=airway, B=breathing, C=circulation)
o Bagi ibu hamil, posisi yang dianjurkan adalah setengah duduk miring ke kiri, untuk mencegah efek
hipotensi akibat penekanan vena cava inferior oleh uterus gravidarum
o Berikan Morfin / petidin
o Digitalisasi
o Antibiotik

Setelah langkah-langkah awal diatas, dan kondisi hemodinamik pasien telah dalam keadaan stabil baru
ditentukan apakah pasien dalam keadaan inpartu atau tidak.

I. PENGAWASAN NIFAS.
Pengawasan nifas sangat penting diperhatikan, mengingat kegagalan jantung dapat terjadi pada saat nifas,
walaupun pada saat kehamilan atau persalinan tidak terjadi kegagalan jantung.

Komplikasi-komplikasi nifas seperti perdarahan post partum, anemia, infeksi dan tromboemboli akan lebih
berbahaya pada pasien-pasien dengan penyakit jantung.

Sebaiknya penderita penyakit jantung dirawat di rumah sakit sekurang-kurangnya 14 hari setelah melahirkan
dengan istirahat dan mobilisasi tahap demi tahap serta menghindari infeksi.

Sterilisasi dapat dilakukan beberapa hari post partum setelah kondisi ibu stabil.

Laktasi dibolehkan bagi wanita yang sanggup secara fisik, namun bagi penderita penyakit jantung kelas III dan
IV tetap dilarang untuk menyusui

J. MANAJEMEN PENYAKIT JANTUNG KELAS III DAN IV


Bila seorang ibu hamil dengan kelainan jantung kelas III dan IV ada dua kemungkinan penatalaksanaan yaitu :
21

22
1. Terminasi kehamilan
2. Meneruskan kehamilan dengan tirah baring total dan pengawasan ketat, ibu dalam posisi setengah duduk.
Persalinan dilakukan dengan seksio sesarea. Berikan diuretik (furosemide) agar volume darah menurun dan beban
jantung berkurang, disamping itu berikan O2 6-8 L/mt. Bila terdapat gagal napas maka lakukan intubasi dan
ventilasi mekanik.
K. PENANGANAN REPRODUKSI
Dalam konseling prakonsepsi, kepada calon ibu hamil dan partnernya harus diberikan konseling yang menyeluruh
tentang kondisi penyakit jantung yang dialami dan risiko-risiko yang akan terjadi dalam kehamilannya.
Kepada pasien jantung kelas I dan II yang menginginkan kehamilan, harus dilakukan optimalisasi kondisi jantung
sehingga komplikasi yang dapat terjadi dapat diminimalisasi. Sedangkan bagi pasien dengan kelas III dan IV
dianjurkan untuk tidak menikah, atau bila menikah dianjurkan menghindari kehamilan. Apabila telah terjadi
kehamilan sangat dianjurkan untuk dilakukan terminasi kehamilan, sebaiknya sebelum minggu ke 12 dimana
risikonya masih minimal.
Konseling tentang kontrasepsi selama konseling prakonsepsi harus mencakup keseluruhan informasi tentang
metode kontrasepsi yang tersedia serta efek samping yang dapat ditimbulkan. Secara umum preparat hormonal
kurang disukai, oleh karena resiko tromboemboli yang dapat terjadi. Namun pemberian preparat progestin
parenteral masih dianjurkan.
Jawaban
3. Di Indonesia penyakit malaria masih merupakan masalah , terutama bagi ibu-ibu hamil
3.a. Mengapa ibu hamil di daerah endemik rentan terhadap infeksi malaria

Kehamilan sendiri akan membawa beberapa perubahan pada tubuh wanita hamil, antara lain menurunnya
daya tahan / kekebalan tubuh, peningkatan volume sirkulasi darah, retensi air, anemia, perubahan
hormonal, perubahan keseimbangan asam basa, perubahan metabolisme karbohidrat, dan lain-lain yang
kesemuanya secara umum membuat ibu hamil rentan terhadap berbagai penyakit termasuk malaria.
Kehamilan akan memperberat penyakit malaria yang diderita, sebaliknya adanya malaria akan
memperberat kehamilannya.11, 12
3.b. Apakah dampak malaria pada kehamilan , persalinan dan nifas
Penurunan
Kehamilan
kekebalan tubuh

Defisiensi besi

MALARIA

Partus

Infeksi

prematur

plasenta

Diet kurang

Defisiensi folat

Anemia
maternal

Morbiditas dan

BBLR

Mortalitas

22

23

3.c. Jelaskan pengaruh ibu hamil pada malaria dengan bayinya dan bagaimana penanganannya
Malaria akan menjadi lebih berat apabila berjangkit pada ibu hamil, dibandingkan bukan pada ibu hamil, sehingga
akan menimbulkan lebih banyak komplikasi , seperti
anemia, malaria serebral, hipoglikemi, edema pulmonal, infeksi plasenta, dan terhadap bayinya dapat terjadi: berat
badan lahir rendah (BBLR), abortus spontan, kelahiran mati & kelahiran premature, gawat janin , malaria congenital
Penanganan ibu hamil dengan malaria dan bayinya
Pengontrolan malaria dalam kehamilan tergantung derajat tranmisi, pengawasan berdasarkan suatu gabungan halhal dibawah ini. 9
o Diagnosis & pengobatan malaria ringan dan anemia ringan sampai moderat
o Kemoprofilaksis
o Penatalaksanaan komplikasi-komplikasi severe malaria, termasuk anemia berat
o Pendidikan kesehatan dan kunjungan yang teratur untuk ante natal care (ANC). ANC yang teratur adalah
dasar untuk keberhasilan penatalaksanaan malaria dalam kehamilan, yang bertujuan untuk :
Memberikan pendidikan kesehatan termasuk penyuluhan tentang malaria dan dampaknya ( malaria serebral,
anemia, hipoglikemi, edema paru, abortus, pertumbuhan janin terhambat, prematuritas, kematian janin
dalam rahim, dll) pada kehamilan di semua lini kesehatan (Posyandu, Pustu, Puskesmas dan Rumah Sakit).
Memonitor kesehatan ibu dan janin, serta kemajuan kehamilan
Diagnosis dan pengobatan yang tepat (tepat waktu)
Memberikan ibu suplai obat untuk kemoprofilaksis
o Perlindungan pribadi untuk mencegah kontak dengan vektor, misal : pemakaian kelambu.
o Pemeriksaan hemoglobin dan parasitologi malaria setiap bulan.
o Pemberian tablet besi dan asam folat serta imunisasi TT harus lengkap.
o Pada daerah non resisten klorokuin :
Ibu hamil non imun : berikan Klorokuin 2 tablet/minggu dari pertama datang/setelah sakit sampai masa
nifas.
Ibu hamil semi imun : pemberian SP pada trimester II dan III awal
o Pada daerah resisten klorokuin : semua ibu hamil baik non imun maupun semi imun diberi SP pada
trimester II dan III awal
PENANGANAN MALARIA DI PUSKESMAS DAN RUMAH SAKIT
I.
KRITERIA RAWAT JALAN
1. Gejala klinis malaria tanpa komplikasi
2. Bukan malaria berat
3. Parasitemia < 5%
II.
KRITERIA RAWAT TINGGAL
1. Gejala klinis malaria dengan komplikasi
2. Malaria berat
3. Parasitemia > 5%
III.
KRITERIA RUJUKAN

23

24
Semua penderita yang memenuhi kriteria rawat tinggal (malaria berat) tetapi fasilitas/kemampuan
perawatan setempat tidak mencukupi, perlu dirujuk dari Puskesmas ke Rumah Sakit yang mempunyai fasilitas dan
tenaga dokter spesialis. 13
Pada semua ibu hamil dengan malaria, maka pada kunjungan ANC yang pertama,
diberikan pengobatan dosis terapeutik anti malaria (lihat tabel di bawah)11,13
Pengobatan dosis terapeutik OAM dalam kehamilan :
Obat
Dosis oral
Anti malaria
Klorokuin
Amodiakuin

25 mg base/Kg selama 3 hari


(10 mg/Kg hari I-II, 5 mg/Kg hari III)
25 mg base/Kg selama 3 hari

Sulfadoksinpirimetamin
Meflokuin

Sulfadoksin : 25 mg/Kg
dosis
tunggal
Pirimetamin : 1 mg/Kg
15-20 mg base/Kg (dosis tunggal)

Kinin

10 mg garam/Kg tiap 8 jam selama


5 - 7 hari
10-12 mg/Kg per hari selama 2-3 hari

Artesunat
Atau: Artemether

Keamanan
Aman untuk semua trimester
Tidak direkomendasi untuk
trimester I
Tidak direkomendasi untuk
trimester I
Tidak direkomendasi untuk
trimester I
Aman untuk semua trimester
Tidak direkomendasi untuk
trimester I

b. Pencegahan terhadap anemia dimulai pada saat ini :


Berikan suplemen besi : 300 mg sulfas ferrosus (60 mg elemen besi) / hari,
dan 1 mg folic acid / hari.
Untuk pengobatan anemia moderat (Hb 7-10 g/dl) maka pemberian dosis besi 2 x
lipat. Periksa Hb setiap kali kontrol.
Kebijakan pengobatan malaria (P.Falciparum & P.Vivax) di Indonesia hanya menganjurkan pemakaian klorokuin
untuk pengobatan dosis terapeutik dalam kehamilan, sedangkan kinin untuk pengobatan malaria berat.
Pada daerah dimana P.Falciparum sudah terjadi resisten terhadap kloroquin , maka dapat diberikan pengobatan
alternatif yaitu :
- Sulfadoksin- pirimetamin (SP) 3 tablet dosis tunggal
- Garam Kina 10 mg/Kg BB per oral 3 kali selama 7 hari (minimun 3 hari + SP 3 tablet dosis tunggal hari pertama)
- Meflokuin dapat dipakai jika pengobatan dengan Kina atau SP sudah resisten, namun penggunaannya pada
kehamilan muda harus benar-benar dipertimbangkan, karena data penggunaannya pada trimester I masih terbatas.
Jika terjadi resistensi ganda pilihan terapi adalah sbb:
- Garam Kina 10 mg/Kg BB per oral 3 kali selama 7 hari ditambah klindamisin 300 mg 4 kali sehari selama 5
hari. ( dapat dipakai di daerah resisten kina)
- ATAU Artesunat 4 mg/Kg BB oral dlm beberapa dosis hari I, disambung 2 mg/Kg BB oral dosis tunggal selama
6 hari. ( dapat dipakai pada trimester II & III, dan jika tidak ada alternatif lain). 11
Untuk daerah Minahasa/Sulawesi Utara klorokuin masih sangat efektif, demikian juga P.Vivax umumnya masih
sensitif terhadap klorokuin.11
Kemoprofilaksis malaria dalam kehamilan :
WHO merekomendasikan agar memberikan suatu dosis pengobatan (dosis terapeutik) anti malaria untuk semua
wanita hamil di daerah endemik malaria pada kunjungan ANC yang pertama, kemudian diikuti kemoprofilaksis
teratur. Saat ini kebijakan pengobatan malaria di Indonesia menghendaki hanya memakai klorokuin untuk
kemoprofilaksis pada kehamilan. 15,11 Ibu hamil dengan status non-imun sebaiknya dihindarkan memasuki daerah
endemis malaria.
Profilaksis mulai diberikan 1sampai 2 minggu sebelum mengunjungi daerah endemis, dengan kloroquin ( 300 mg
basa ) diberikan seminggu sekali dan dilanjutkan sampai 4 minggu setelah kembali kedaerah non endemis
Beberapa studi memperlihatkan bahwa kemoprofilaksis menurunkan anemia maternal dan meningkatkan BB bayi
yang dilahirkan. 11
24

25

Perlindungan dari gigitan nyamuk : 11,13


Kontak antara ibu dengan vektor dapat dicegah dengan :
Memakai kelambu yang telah dicelup dengan insektisida (misal : permethrin)
Pemakaian celana panjang dan kemeja lengan panjang
Pemakaian penolak nyamuk (repellent)
Pemakaian obat nyamuk (baik semprot, bakar dan obat nyamuk listrik)
Pemakaian kawat nyamuk pada pintu-pintu dan jendela-jendela
Pengobatan Malaria Berat Dalam Kehamilan
Pengobatan malaria berat memerlukan kecepatan dan ketepatan dalam diagnosa sedini mungkin. Pada setiap
penderita malaria berat, maka tindakan/pengobatan yang perlu dilakukan adalah : 14 Tindakan umum / simptomatik
Pemberian obat anti malaria
Pengobatan komplikasi
A. Penatalaksanaan umum :
- Perbaiki keadaan umum penderita (pemberian cairan dan perawatan umum). Pemberian cairan adalah faktor
yang sangat penting dalam penanganan malaria berat. Bila berlebihan akan menyebabkan edema paru,
sebaliknya bila kurang akan menyebabkan nekrosis tubular akut yang berakibat gagal ginjal akut.
- Monitoring vital sign antara lain : keadaan umum, kesadaran, pernafasan, tekanan darah, suhu, dan nadi setiap
30 menit (selalu dicatat untuk mengetahui perkembangannya), kontraksi uterus dan bunyi jantung janin juga
harus dimonitor.
- Jaga jalan nafas untuk menghindari terjadinya asfiksia, bila diperlukan beri oksigen.
- Pemberian antipiretik untuk mencegah hipertermia : parasetamol 10 mg/KgBB/x, dan dapat dilakukan
kompres .
- Bila kejang, beri antikonvulsan : Diazepam 5-10 mg IV (secara perlahan selama 2 menit) ulang 15 menit
kemudian bila masih kejang. Jangan diberikan lebih dari 100 mg/24 jam. Bila tidak tersedia Diazepam, sebagai
alternatif dapat dipakai Phenobarbital 100 mg IM/x (dewasa) diberikan 2 x sehari.
- Untuk konfirmasi diagnosis, lakukan pemeriksaan SD tebal. Penilaian sesuai kriteria diagnostik mikroskopik.
- Apabila tidak tersedia fasilitas yang memadai, persiapkan penderita untuk dirujuk ketingkat pelayanan
kesehatan yang lebih tinggi yang menyediakan perawatan intensif
Pemberian Obat Anti Malaria
Penderita malaria berat memerlukan obat anti malaria yang mempunyai daya bunuh terhadap parasit secara cepat
dan kuat, serta bertahan dalam aliran darah dalam waktu yang cukup lama. Oleh karena sebaiknya obat diberikan
parenteral, sehingga mempunyai efek langsung dalam darah.
Obat anti malaria yang direkomendasi :
KINA ( Kina HCl 25%, 1 ampul 500 mg/2 ml)
Aman digunakan pada semua trimester kehamilan
Tidak menyebabkan abortus dalam dosis terapi
Pemberian IV untuk usia kehamilan > 30 minggu tidak menyebabkan kontraksi uterus (menginduksi
partus) atau menyebabkan fetal distress.
Efek samping yang utama : hipoglikemia
Cara pemberian :
Cara I :
Karena kematian dapat terjadi dalam 6 jam pertama, maka diperlukan kadar yang ideal dalam darah secara cepat,
yaitu :
Loading dose/ dosis inisial : Kina HCl 25 % (perdrip) dosis 20 mg/Kg BB dengan cara dilarutkan dalam
dektrosa 5 %(500 ml) atau dextrose in saline diberikan dalam 4 jam pertama dengan kecepatan konstan 2
ml/menit, 4 jam berikutnya istirahat (infus saja); kemudian 8 mg/Kg BB setiap 8 jam (maintenance dose).
Namun loading dose dipakai bila penderita belum pernah mendapatkan pengobatan kina atau meflokuin dalam
12 jam sebelumnya atau penderita yang riwayat pengobatan sebelumnya diketahui dengan jelas.
Berikan kemoterapi oral segera bila penderita sudah dapat minum, Kina IV diganti dengan Kina tablet / per oral
dengan dosis 10 mg/Kg BB/ x dosis, pemberian 3 x sehari (dengan total dosis 7 hari dihitung sejak pemberian
loading dose).
25

26
Cara II :
Kina HCL 25 % (perdrip), dosis 10mg/Kg BB atau 1 ampul (isi 2 ml = 500 mg) dilarutkan dalam 500 ml
dextrose 5 % atau dextrose in saline diberikan selama 8 jam dengan kecepatan konstan 2 ml/menit, diulang
dengan cairan yang sama setiap 8 jam sampai penderita dapat minum obat.
Bila penderita sudah dapat minum, Kina IV diganti dengan Kina tablet / per oral dengan dosis 10 mg/Kg BB/ x
dosis, pemberian 3 x sehari (dengan total dosis 7 hari dihitung sejak pemberian infus perdrip yang pertama).
Pemberian kina mulai hari 0 :

( Loading dose
4 Jam I )

Jam ke 0

Mulai maintenance dose I


Mulai maintenance dose II
8 jam setelah loading dose
16 jam setelah loading dose
selama 4 jam
selama 4 jam, dst
4

12

16

20

24

Catatan :
Kina tidak boleh diberikan secara bolus intra vena, karena dapat menyebabkan kadar dalam plasma sangat
tinggi dengan akibat toksisitas pada jantung dan kematian.
Bila karena berbagai alasan Kina tidak dapat diberikan melalui infus, maka dapat diberikan IM dengan dosis
yang sama pada paha bagian depan masing-masing 1/2 dosis pada setiap paha . Bila memungkinkan untuk
pemakaian IM, kina diencerkan dengan normal saline untuk mendapatkan konsentrasi 60-100 mg/ml
Bila tidak ada perbaikan klinis setelah pemberian 48 jam kina parenteral, maka dosis maintenans kina
diturunkan 1/3 - 1/2 nya (menjadi 5-7 mg Kina HCl) dan lakukan pemeriksaan parasitologi serta evaluasi klinik
harus dilakukan.
Total dosis kina yang diperlukan :
Hari 0 : 30 mg/Kg BB
Hari I : 30 mg/Kg BB
Hari II dan berikutnya : 15-20 mg/Kg BB.
Pemberian kina dapat diikuti dengan terjadinya hipoglikemi, karenanya perlu diperiksa gula darah /12 jam.
Artesunate dan artemether sudah pernah dipakai dengan aman dan berhasil untuk ibu hamil pada beberapa
kasus.5
Mengingat adanya keterbatasan sarana maupun tenaga ahli di Puskesmas/RS, maka untuk beberapa kasus malaria
berat yang memerlukan perawatan/pengobatan dengan fasilitas tertentu (misal: hemo/peritoneal dialisis, transfusi
tukar, dll) yang tidak tersedia pada fasilitas pelayanan pengobatan tersebut sebaiknya dirujuk ke RS tingkat yang
lebih tinggi (fasilitas lengkap).
Pengobatan Komplikasi 11,14
1. Malaria serebral
Malaria serebral didefinisikan sebagai unrousable coma (penilaian dengan Glasgow coma scale) pada malaria
falsiparum, dengan manifestasi sebagai perubahan sensorium yaitu manifestasi perilaku abnormal pada seorang
penderita dari mulai yang paling ringan sampai koma yang dalam. Gangguan kesadaran pada malaria serebral
diduga karena adanya gangguan metabolisme di otak.
Prinsip penatalaksanaan :
Umumnya sama seperti pada malaria berat, disamping pemberian OAM beberapa hal yang penting yang perlu
diperhatikan adalah :
Terapi supportif meliputi :
a. Perawatan pasien tidak sadar , meliputi :
Pasang IVFD, kateter urethra dengan memperhatikan kaidah a/antisepsis.
26

27

Jaga keseimbangan cairan : lakukan monitoring balans cairan dengan mencatat intake dan output cairan secara
akurat. Bila fungsi ginjal baik, adanya dehidrasi atau overhidrasi dapat juga diketahui dari volume urin. Normal
volume urin : 1 ml/menit. Bila volume urin < 30 ml/jam, mungkin terjadi dehidrasi ( periksa juga tanda-tanda
lain dehirasi ), maka tambahkan intake cairan melalui IV-line. Bila volume urin > 90 ml/jam, kurangi intake
cairan untuk mencegah overload yang mengakibatkan udem paru.
Mata dilindungi dengan pelindung mata untuk menghindari ulkus kornea yang dapat terjadi karena tidak adanya
refleks mengedip pada pasien tidak sadar.
Menjaga kebersihan mulut untuk mencegah infeksi kelenjar parotis karena kebersihan rongga mulut yang
rendah pada pasien tidak sadar.
Ubah/balik posisi lateral secara teratur untuk mencegah luka dekubitus dan hypostatic pneumonia.
Hal-hal yang perlu dimonitor :
- Tensi, nadi, suhu dan pernafasan setiap 30 menit.
- Pemeriksaan derajat kesadaran dengan modifikasi Glasgow Coma Scale (GCS) setiap 6 jam.
- Hitung parasit setiap 12-24 jam.
- Hb & Ht setiap hari.
- Gula darah setiap 4 jam.
- Parameter lain sesuai indikasi ( misal : ureum & creatinin darah pada komplikasi gagal ginjal ).
b. Pengobatan simptomatik
2. Anemia berat
Beberapa definisi anemia dalam kehamilan :
Anemia ringan/mild anaemia
Anemia sedang/moderat anaemia
Anemia berat/severe anaemia
Anemia sangat berat

Hemoglobin
(g/dl)
10 11
7 10
<7
<4

Volume Packed cell/Ht


(%)
33 37
24 33
< 24
< 13

Indikasi pemberian transfusi darah :


Hb (g/dl)
Ht (%)
Implikasi untuk transfusi13
<7
20
Transfusi sebaiknya dipertimbangkan berdasarkan kondisi klinis dan
umur kehamilan.
<5
15
Indikasi kuat untuk transfusi : sangat beresiko tinggi untuk terjadinya
gagal jantung
Bila transfusi darah merupakan indikasi (lihat tabel diatas), berikan pengobatan dengan obat anti malaria yang
direkomendasikan dan lakukan :
a. Transfusi PRC, akan megoreksi anemia tanpa resiko overhidrasi.
b. Transfusi secara perlahan-lahan (slow transfusion) akan mencegah overhidrasi, untuk itu :
- Berikan furosemide 1-2 ampul IV selama transfusi
- Volume transfusi dimasukkan kedalam catatan balans cairan sebagai Intake.
3. Pengobatan hipoglikemia :
Hipoglikemia (kadar gula darah < 40 mg%) sering terjadi pada ibu hamil baik sebelum maupun sesudah terapi
Kina . Terjadi karena meningkatnya kebutuhan metabolik saat demam, hipoksia jaringan. Penyebab lain diduga
karena terjadi peningkatan uptake glukosa oleh parasit malaria.

Tindakan :
Berikan 50 100 ml Glukosa 40 % IV secara injeksi bolus
Infus glukosa 10 % perlahan-lahan untuk maintenans / mencegah hipoglikemia berulang.
Monitoring teratur kadar gula darah setiap 4-6 jam.
4. Pengobatan Edema Paru :

27

28
Edema paru merupakan komplikasi fatal yang sering menyebabkan kematian oleh karenanya pada malaria berat
sebaiknya dilakukan penanganan untuk mencegah terjadinya edema paru. Penderita mendadak batuk, sesak, napas
cepat dan dangkal, pada auskultasi terdengan ronki penuh di semua bagian paru. Foto torak nampak infiltrasi yang
luas diseluruh lapangan paru.
Bila ada tanda udema paru akut penderita segera dirujuk, dan sebelumnya dilakukan tindakan sebagai berikut :
a. Pemberian oksigen konsentrasi tinggi untuk perbaiki hipoksia
b. Pembatasan pemberian cairan
c. Bila disertai anemia,berikan Transfusi PRC.
d. Untuk mengurangi beban jantung kanan dapat dilakukan :
Posisi pasien duduk.
Pemberian furosemid 40 mg i.v bila perlu diulang 1 jam kemudian atau dosis ditingkatkan sampai 200 mg
(maksimum) sambil memonitor urin output dan tanda-tanda vital.
Venaseksi, keluarkan darah pasien kedalam kantong transfusi/donor sebanyak 250-500 ml akan sangat
membantu mengurangi sesaknya. Apabila kondisi pasien sudah normal, darah tersebut dapat dikembalikan
ketubuh pasien.

3d. Jelaskan tentang komplikasi yang bisa terjadi pada malaria dengan kehamilan
A. Komplikasi Maternal (ibu), tdd :
o Anemia
Anemia sekunder yang berat pada malaria dalam kehamilan dapat timbul
o Malaria Serebral
o Hipoglikemi
o Edema pulmonal
o Infeksi plasenta
B. Komplikasi Janin :
o Berat badan lahir rendah (BBLR)
o Abortus spontan, kelahiran mati & kelahiran prematur
o Gawat janin
o Malaria kongenital

1. Letak sungsang
A. Cara pengelolaan bayi dengan letak sungsang
Hamil < 34 minggu (pada primigravida) :

Ibu dipesan untuk melakukan knee-chest position 3-4 kali selama 10 menit setiap hari dengan
harapan bayi dapat terjadi rotasi menjadi letak kepala. Karena kepala bayi lebih berat daripada
bokong, maka diharapkan terjadi versi.
Hamil < 36 minggu (multigravida) knee-chest position.
Apabila janin tetap sungsang pada hamil 34 minggu (primigravida) dan hamil 36 minggu (multigravida)
dan jika tidak ada kontraindikasi dilakukan versi luar. Ibu dipersiapkan untuk versi luar, membawa bedah
dan mempersiapkan gurita. Pada primigravida, versi luar sebelum 34 minggu belum perlu oleh karena
dapat versi spontan ; bila > 36 minggu maka manipulasi sulit, karena bagian terbawah janin sudah masuk
panggul
Bila versi luar berhasil menjadi janin letak kepala maka ditangani seperti letak kepala.

28

29
Bila versi luar tidak berhasil, maka dirawat dengan kehamilan letak sungsang, tunggu sampai in partu.
Diharapkan pada ibu untuk melahirkan di rumah sakit.
Syarat-syarat Versi Luar :
1) Hamil > 34 minggu
2) Bokong masih dapat dimobilisasi
3) BJA baik
4) Ketuban belum pecah
5) Dinding perut tipis dan tidak mudah terangsang
6) Pada persalinan pembukaan < 3 cm dan bokong masih dapat dimobilisasi
Kontra Indikasi Versi Luar :
1)

Riwayat operasi/cacat rahim (SC/miomektomi). Jaringan parut pada dinding


uterus merupakan tempat dengan tahanan yang lemah, sehingga bila dilakukan
manipulasi dari luar dapat terjadi ruptura uteri.

2)

Riwayat perdarahan antepartum. Bila disebabkan plasenta previa atau plasenta


letak rendah, saat dilakukan versi, ditakutkan plasenta terlepas dari insersinya.

3)

Hipertensi. Pada wanita hamil dengan hipertensi, umumnya terjadi perubahan


pada pembuluh darah arteriole di plasenta. Bila dilakukan versi ditakutkan
pembuluh darah akan pecah dan terjadi solusio plasenta.

4)

Primigravida tua ( umur > 35 tahun ). Sejak awal direncanakan untuk SC

5)

Lilitan tali pusat

6)

BJA buruk

7)

Ketuban sudah pecah

8)

Gemelli. Bila dilakukan versi maka pada waktu bahu janin diputar, janin yang
lain dapat ikut terputar.

9)

Pembukaan serviks > 4 cm

10) Hidramnion
11) Hidrosefalus
12) Panggul sempit
Teknik versi luar :
1. Kandung kencing dikosongkan
2. Posisi berbaring dengan kaki fleksi
3. Bila perlu : dilakukan mobilisasi bagian terendah anak
4. Sentralisasi : kepala dan bokong didekatkan
5. Versi : pemutaran ke arah perut anak
6. Bunyi jantung janin diperiksa ulang. Bila menjadi jelek diputar kembali ke posisi semula
29

30
7. Tidak boleh dipergunakan tokolitik dan anestesi
Versi luar dianggap gagal bila :
Timbul gawat janin
Letak anak yang diharapkan tidak tercapai. Karena bagian janin tak dapat dipegang dengan baik atau karena
terasa hambatan yang berat saat rotasi
Versi luar ulangan :
Dilakukan setiap kunjungan antenatal selama tidak ada kontraindikasi
Dilakukan oleh tenaga senior
Komplikasi versi luar :
Solusio plasenta
Lilitan tali pusat
Ruptura uteri
Gawat janin
Ketuban pecah
Kerugian Versi Luar :
1) Solusio plasenta. Pecahnya pembuluh darah palsent aakibat trauma langsung saat versi atau karena tarikan
tali pusat yang relatif pendek pada saat janin diputar.
2) Ruptur uteri
3) Ketuban pecah, sehingga dapat menyebabkan terjadinya prolaps talipusat, prolaps bagian-bagian kecil janin
atau infeksi
4) Lilitan tali pusat. Terjadi bila tali pusat panjang, sehingga saat janin diputar, tali pusat melingkar pada salah
satu bagian anak.
5) Letak defleksi
6) Persalinan prematur IUFD
Tahap-tahap versi luar :
Versi luar yang dilakukan untuk mengubah bagian terrendah janin dari satu kutub ke kutub yang berlawanan (letak
sungsang diubah menjadi letak kepala), terdiri dari 4 tahap yaitu :
1. tahap mobilisasi : mengeluarkan bagian terendah dari pintu atas panggul
2. tahap eksenterasi : membawa bagian terendah ke fosa iliaka agar radius rotasi lebih pendek
3. tahap rotasi : memutar bagian terendah janin ke kutub yang dikehendaki
4. tahap fiksasi: memfiksasi badan janin agar tidak memutar kembali.
Tahap mobilisasi dan eksenterasi :

30

31
1. ibu tidur terlentang dengan posisi Trendelenburg dan tungkai fleksi pada sendi paha dan lutut. Kandung
kemih sebaiknya kosong.
2. perut ibu diberi talk dan tidak perlu diberi narkosis. Penolong berdiri di samping kiri ibu menghadap ke
arah ibu. Mobilisasi bagian terendah janin dilakukan dengan meletakkan kedua telapak tangan penolong
pada pintu atas panggul dan mengangkat bagian terendah janin keluar dari pintu atas panggul. Setelah itu
dilakukan eksenterasi, yaitu membawa bagian terendah janin ke tepi panggul (fosa iliaka) agar radius
pemutaran lebih pendek
Tahap rotasi :
1. pada waktu hendak melakukan rotasi, penolong mengubah posisi berdirinya, yaitu menghadap ke muka ibu.
Satu tangan penolong memegang bagian terendah, satu tangan memegang bagian atas dan dengan gerakan
yang bersamaan dilakukan pemutaran, sehingga janin berada dalam presentasi yang dihendaki.
2. pemutaran dilakukan ke arah :
a. yang paling rendah tahanannya (ke arah perut) atau
b. presentasi yang paling dekat
3. setalah tahap rotasi selesai, penolong mendengarkan detik jantung janin dan detk jantung janin diobservasi
selama 5-10 menit.
4. bila dalam observasi tersebut terjadi gawat janin, maka janin harus segera diputar kembali ke presentasi
semula. Bila pada pemutaran dijumpai tahanan, perlu dikontrol detik jantung janin. Bila terdapat tandatanda detik jantung janin tidak teratur dan mengkat, janganlah pemutaran dilangsungkan.
Tahap fiksasi :
Bila rotasi sudah dikerjakan, dan penilaian detak jantung janin baik maka dapat dilanjutkan dengan fiksasi janin.
Fiksasi dapat dikerjakan dengan memakai gurita. Ibu diminta tetap memakai gurita, setiap hari sampai saat
pemeriksaan 1 minggu kemudian.

B. Cara persalinan letak sungsang :


Bisa secara pervaginam atau perabdominal ( SC )
Persalinan pervaginam:
1. Persalinan spontan Bracht : janin dilahirkan dengan kekuatan dan tenaga ibu sendiri
2. Ekstraksi parsial/ manual aid : janin dilahirkan sebagian dengan kekuatan ibu dan
sebagian dengan bantuan tenaga penolong
3. Ekstraksi total : janin dilahirkan seluruhnya dengan bantuan tenaga penolong
Terdiri dari : ekstraksi bokong dan ekstraksi kaki
Tahap manual aid :
Tahap I : mulai lahirnya bokong sampai pusat, dilahirkan dengan kekuatan tenaga ibu
sendiri
31

32
Tahap II : melahirkan bahu dan lengan, dengan bantuan penolong persalinan
1. Klasik ( Deventer ) : melahirkan bahu dan lengan belakang terlebih dahulu
2. Muller : melahirkan bahu dan lengan depan lebih dahulu
3. Lovset : memutar badan janin dlam setengah lingkaran ( 180 0 ), bolak-balik sambil dilakukan traksi curam
kebawah sehingga bahu yang sebelumnya berada di belakang, dapat lahir dibawah simfisis pubis.
Tahap III : melahirkan kepala
1. Mauriceau (Veit Smellie ) : pada janin dengan perut menghadap kebawah
2. Praque terbalik : pada janin dengan perut menghadap ke atas
3. Cunam Piper : dilakukan bila cara Mauriceau tidak berhasil
4. Najouks : pada janin dengan letak kepala masih tinggi. Cara ini tidak dianjurkan lagi karena menimbulkan
trauma yang berat pada sumsum tulang di daerah leher.
5. Wigand Martin-Winckel
C. Manual aid cara Klasik dan cara Mauriceau

Manual aid cara Klasik


1. Prinsip melahirkan bahu dan lengan secara klasik ini ialah melahirkan lengan belakang lebih dahulu, karena
lengan belakang berada di ruangan yang lebih luas (sakrum), baru kemudian melahirkan lengan depan yang
berada di bawah simfisis. Tetapi bila lengan depan sukar dilahirkan, maka lengan depan diputar menjadi
lengan belakang, yaitu dengan memutar gelang bahu ke arah belakang dan baru kemudian lengan belakang
ini dilahirkan.
2. Kedua kaki janin dipegang dengan tangan kanan penolong pada pergelangan kakinya dan dielevasi ke atas
sejauh mungkin, sehingga perut janin mendekati perut ibu.
3. Bersamaan dengan itu tangan kiri penolong dimasukkan ke dalam jalan lahir dan dengan jari tengah dan
telunjuk menelusuri bahu janin sampai pada fosa kubiti kemudian lengan bawah dilahirkan dengan gerakan
seolah-olah lengan bawah mengusap muka janin.
4. Untuk melahirkan lengan depan, pegangan pada pergelangan kaki janin diganti dengan tangan kanan
penolong dan ditarik curam ke bawah sehingga punggung janin mendekati punggung ibu.
5. Dengan cara yang sama lengan depan dilahirkan.
6. Bila lengan depan sukar dilahirkan, maka harus diputar menjadi lengan belakang. Gelang bahu dan lengan
yang sudah lahir dicengkam dengan kedua tangan penolong sedemikian rupa sehingga kedua ibu jari tangan
penolong terletak di punggung dan sejajar dengan sumbu badan janin sedang jari-jari lain mencengkam
dada. Putaran diarahkan ke perut dan dada janin, sehingga lengan depan terletak di belakang. Kemudian
lengan belakang ini dilahirkan dengan tehnik tersebut di atas.
7. Deventer melakukan cara klasik ini dengan tidak mengubah lengan depan menjadi lengan belakang. Cara
ini lazim disebut cara Deventer. Keuntungan cara klasik ialah pada umumnya dapat dilakukan pada semua
persalinan letak sungsang, tetapi kerugiannya ialah lengan janin masih relatif tinggi di dalam panggul,
sehingga jari penolong harus masuk ke dalam jalan lahir yang dapat menimbulkan infeksi.

32

33
Cara Mauriceau (Veit-Smellie)
1. Tangan penolong yang sesuai dengan muka janin dimasukkan ke dalam jalan lahir. Jari tengah dimasukkan
ke dalam mulut dan jari telunjuk dan jari keempat mencengkam fosa kanina, sedang jari lain mencengkam
leher. Badan anak diletakkan di atas lengan bawah penolong, seolah-olah janin menunggang kuda. Jari
telunjuk dan jari ketiga penolong yang lain mencengkam leher janin dari arah punggung.
2. Kedua tangan penolong menarik kepala janin curam ke bawah sambil seorang asisten melakukan ekspresi
Kristeller. Tenaga tarikan terutama dilakukan oleh tangan penolong yang mencengkan leher janin dari arah
punggung. Bila suboksiput tampak di bawah simfisis, kepala janin dielevasi ke atas dengan suboksiput
sebagai hipomoklion sehingga berturut-turut lahir dagu, mulut, hidung, mata, dahi, ubun-ubun besar dan
akhirnya lahirlah seluruh kepala janin.

2. Non Stres test


A. Indikasi dan kapan dilakukan non stres test
Indikasi untuk dilakukannya NST
Pada awalnya pemeriksaan kardiotokografi dikerjakan saat persalinan, namun kemudian terbukti pemeriksaan
kardiotokografi ini banyak manfaatnya pada masa kehamilan, khususnya pada kasus dengan faktor resiko untuk
terjadinya gangguan kesejahteraan janin ( insufisiensi uteroplasenter ), yaitu :
1. Hipertensi dalam kehamilan/ gestosis
2. Kehamilan dengan diabetes melitus
3. Kehamilan post-term
4. Pertumbuhan janin terhambat
5. Ketuban pecah prematur
6. Gerakan janin berkurang
7. Kehamilan dengan anemia
8.

Kehamilan ganda

9. Oligohidramnion
10. Polihidramnion
11. Riwayat obstetrik buruk
12. kehamilan dengan penyakit ibu ( seperti SLE, penyakit ginjal )
ALADJEM mengusulkan suatu protokol evaluasi janin antepartum sebagai berikut :
1. Pada kehamilan resiko tinggi, NST dilakukan setelah kehamilan berumur 30 minggu
2. Bila NST reaktif, pemeriksaan diulang setiap minggu, kecuali pada kelainan tertentu seperti diabetes
melitus dianjurkan dilaksanakan setiap hari
3. Bila reaktivitas berkurang, dilakukan pemeriksaan estriol.. NST diulang setiap hari dengan rangsangan dari
luar. Bila reaktivitas tidak membaik, dilakukan OCT.
33

34
4. Bila dalam 2 kali pemeriksaan ternyata janin dalam keadaan gawat, dilakuakan pemeriksaan maturitas paru
janin. Bila paru telah matur, janin dilahirkan. Bila belum matur penderita dirujuk ke pusat yang memiliki
NICU untuk merawat janin yang masih prematur.
5. Bila kecurigaan adanya gawat janin dapat disingkirkan, ulangi pemeriksaan setiap hari selama 1 minggu.
6. Bila terjadi hasil yang non-reaktif atau pola sinusoidal, janin harus dipersiapkan utuk dilahirkan dengan
mempertimbangkan apakah kehidupan intrauterin lebih menguntungkan dari kehidupan ekstrauterin.
Ada juga yang mengatakan, bila kehamilan disertai faktor resiko seperti hipertensi/ gestosis, diabetes melitus,
perdarahan, atau oligohidramnion, hasil NST yang reaktif tidak menjamin bahwa keadaan janin akan masih tetap
baik sampai 1 minggu kemudian, sehingga pemeriksaan ulangan harus lebih sering ( kurang dari 1 minggu ).
Sebaiknya NST tidak dipakai sebagai parameter tunggal untuk menentukan intervensi atau terminasi kehamilan oleh
karena tingginya angka positif palsu, sehingga dianjurkan untuk menilai profil biofisik janin lainnya .

B. Cara melakukan Non Stress Test


Prosedur pelaksanaan Non Stress Test :
1. Penderita ditidurkan secara santai semi Fowler 45 derajat
2. Tekanan darah diukur setiap 10 menit
3. Dipasang tokodinamometer
4. Frekuensi denyut jantung janin dicatat selama 10 menit, sebagai data dasar
5. Pemantauan tidak boleh kurang dari 30 menit
6. Bila pasien dalam keadaanpuasa dari 30 menit pemantauan hasilnya non reaktif. Maka diberikan 100 gram
glukosa oral dan dilakukan pemeriksaan ulang 2 jam kemudian ( karena itu sebaiknya dilakukan pagi hari
setelah 2 jam makan pagi )
7. Pemeriksaan NST ulangan dilakuakan berdsarkan pertimbangan individual hasil NST
C. Pembacaan hasil :
REAKTIF, bila
o

Denyut jantung basal 120-160 dpm

Variabilitas denyut jantung janin antara 6-25 dpm

Terdapat paling sedikit 5 gerakan janin dalam waktu 20 menit pemeriksaan dengan disertai dengan adanya
akselerasi paling sedikit 10-15dpm

NON REAKTIF, bila


o

Denyut jantung basal <120 atau >160 dpm

Variabilitas denyut jantung janin antara < 6 dpm


34

35
o

Gerakan janin < 5 kali dalam waktu 20 menit pemeriksaan

Tidak ada akselerasi denyut jantung janin meskipun diberikan rangsangan dari luar

Hasil NST non reaktif mempunyai nilai prediksi positif yang rendah < 30%, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan
lanjutan dengan contraction stress test atau pemeriksaan lain yang mempunyai nilai prediksi positif yang lebih
tinggi ( seperti Doppler, USG ).

Bagan

3. Infeksi nifas
A. Faktor predisposisi infeksi nifas
Infeksi nifas adalah infeksi alat genital dalam masa nifas yang ditandai dengan meningkatnya suhu > 380 C yang
terjadi selama 2 hari berturut-turut dalam waktu 10 hari pertama postpartum, kecuali 24 jam pertama postpartum.
Faktor predisposisinya antara lain :

35

36
1. Partus lama
2. Ketuban pecah sebelum waktunya
3. Persalinan traumatis
4. Pelepasan plasenta secara manual
5. Infeksi intrauterine
6. Infeksi kandung kencing
7. Anemia
8. Pertolongan persalinan yang tidak steril

B. Trombophlebitis
Trombophlebitis merupakan penjalaran infeksi melalui vena.
Pada masa nifas terdapat dua golongan yang berperan :
1. Trombophlebitis pelvika : berasal dari vena ovarika, vena uterina, vena hypogastrika. Paling sering terkena vena ovarika
karena mengalirnya darah dari luka bekas plasenta (daerah fundus). Karena peradangan terbentuk trombosis, untuk
menghalangi penjalaran kuman. Bila daya tahan tubuh kurang , trombus menjadi nanah. Bagian-bagian kecil trombus dapat
terlepas dan terjadi emboli atau sepsis. Karena embolus mengandung nanah maka disebut pyaemia. Embolus dapat tersangkut
di paru-paru, ginjal, jantung. Di paru-paru dapat menimbulkan infark, yang bila luas dapat menyebabkan kematian. Kematian
dapat juga karena abses paru.
2. Trombophlebitis femoralis ( Phlegmasia alba dolens ) : berasal dari vena femoralis, vena poplitea, vena saphena
Terjadi karena :
- penjalaran dari trombophlebitis vena uterina ( vena uterina vena hypogastrika
vena iliaka eksterna vena femoralis )
- berasal dari trombophlebitis vena saphena magna atau peradangan vena femoralis
sendiri. Karena aliran darah yang lambat pada daerah lipat paha akibat tertekannya
vena oleh ligamentum inguinale, juga karena kadar fibrinogen yang tinggi pada masa
nifas
- akibat parametritis

Gejala :
1. Terjadi antara hari ke 10-20 masa nifas dan terjadi kenaikan suhu badan
2. Tungkai, biasanya kiri :
-

Biasanya tertekuk dan terputar ke luar, serta sukar digerakkan

Kaki yang sakit biasanya lebih panas dari kaki yang sehat

Palpasi: terasa nyeri sepanjang salah satu vena kaki, teraba sebagai utas
yang keras, biasanya pada paha

Timbul oedema yang biasanya bermula dari ujung kaki atau paha dan naik
ke atas, bila berasal dari vena saphena atau vena femoralis. Bila berasal dari
36

37
trombophlebitis pelvika, oedema mulai dari paha, kemudian turun ke betis.
Oedema lambat sekali menghilang.
-

Kadang terjadi trombophlebitis pad kedua tungkai

3. Jarang mengakibatkan emboli


Pengelolannya :
1. Dalam kehamilan : mencegah keadaannya yang mempermudah terjadinya penurunan daya tahan tubuh,
seperti anemia.
2. Dalam persalinan : prinsipnya
a. Membatasi masuknya kuman ke dalam jalan lahir
b. Membatasi perlukaan
c. Membatasi perdarahan
d. Membatasi lamanya persalinan
3. Dalam masa nifas : memperbaiki keadaan umum pasien ( seperti mengatasi
anemia karena perdarahan ) , pemberian antibiotika.

4. Diabetes mellitus dalam kehamilan


A. Diagnosa
Anamnesa :
Ibu berusia > 30 tahun
Riwayat DM dalam keluarga
Pernah menderita DM pada kehamilan sebelumnya
TRIAS : poliuri, polidipsi, polifagi
Riwayat obstetrik :

- Abortus habitualis
- Pernah lahir anak besar/cacat bawaan
- Pernah lahir mati
- Infeksi saluran kemih berulang selama hamil
- Moniliasis berat berulang

Pemeriksaan fisik dijumpai :


Kehamilan dengan komplikasi : - Hidramnion
- Makrosomia
- Preeklampsia, eklampsia
Komplikasi : -

Nefropati
37

38
-

Retinopati

Penyakit jantung koroner

Gagal ginjal

Pemeriksaan penunjang : pemeriksaan kadar gula darah


Urine : pada kehamilan ambang ginjal terhadap glukosa turun sampai 100-120 mg% dan kalau ada laktosuria
maka reduksi (+)
Jika (+) perlu pemeriksaan kadar gula darahnya, puasa dan post prandial ataupun test GTT
Gula darah sewaktu, bila kadarnya > 200 mg%

diabetes mellitus

100 mg% - 200 mg% belum pasti DM


< 120 mg%

bukan DM

Tes tantangan glukosa ( dengan pembebanan 50 gram glukosa dan kadarnya diukur setelah 1 jam ), bila kadarnya >
140 mg% lanjutkan dengan tes toleransi glukosa oral
Tes toleransi glukosa oral
Penderita makan cukup kalori minimal 3 hari sebelum pemeriksaan, kemudian malam sebelum hari pemeriksaan
harus berpuasa selama 8-12 jam. Contoh gula darah diambil pagi hari, dan penderita diberi beban glukosa 75 gram
dalam 200 ml air. Kemudian kadar gulanya diperiksa
GTT

puasa

whole blood 90 mg% plasma 105 mg%

1 jam pp

165 mg%

190 mg%

2 jam pp

145 mg%

190 mg%

3 jam pp

125 mg%

145 mg%

Indikasi pemeriksaan GTT


Tes penyaring dilakukan pada kehamilan 18-22 minggu. Jika hasil negatif diulang kembali pada kehamilan 26-30
minggu
Riwayat obstetri :
Pernah melahirkan bayi besar ( > 4000 gr )
Pernah melahirkan bayi cacat bawaan
Pernah abortus habitualis atau lahir mati
Polihidramnion
Hipertensi kronik

38

39
Riwayat preeklampsia pada multipara
Moniliasis berat berulang
Infeksi saluran kemih yang berulang selama hamil
Riwayat Ibu :
Umur > 30 tahun
Adanya riwayat keluarga yang menderita DM
Pernah menderita DM pada kehamilan sebelumnya
Obesitas
Glukosuri
Pembagian diabetes mellitus pada kehamilan :
DM yang sudah diketahui sebelumnya dan kemudian penderita menjadi hamil (DM progestational ).
Sebagian besar termasuk dalam IDDM ( Insulin Dependent DM )
DM yang baru ditemukan pada saat kehamilan ( DM gestational ). Umumnya termasuk dalam NIDDM
Diabetes Mellitus Gestational didefinisikan sebagai gangguan toleransi glukosa berbagai tingkat yang diketahui
pertama kali saat hamil tanpa membedakan apakah penderita pernah mendapat insulin atau tidak.
Klasifikasi (menurut White) berdasarkan umur, waktu penyakitnya timbul, lamamya, beratnya dan komplikasinya :
Kelas A : hanya diabetes kimiawi = diabetes laten, subklinis atau diabetes kehamilan
Kelas B : diabetes dewasa, diketahui secara klinis > 20 tahun, berlangsung < 10
tahun, tidak disertai kelainan pembuluh darah
Kelas C : diabetes ditemukan umur 10-19 tahun, lamanya 10-19 tahun, dan tanpa
kelainan pembuluh darah
Kelas D : diabetes ditemukan usia < 10 tahun dan diderita selama > 20 tahun, disertai
kelainan pembuluh darah ( retinopati benigna )
Kelas F : diabetes dengan nefropatia
Kelas R : diabetes dengan komplikasi retinitis proliferasi atau dengan perdarahan dalam
korpus vitreum
Kelas H : diabetes dengan penyakit jantung
B. Pengaruh diabetes melitus dalam kehamilan
Konsep pengaruh tersebut :
a. Hiperglisemia darah ibu terutama trisemester I yang dengan bebas dapat masuk ke
darah janin
b. Kompensasi janin adalah meningkatkan pengeluaran insulin, sehingga dapat
menggunakan keadaan hiperglisemia tersebut
c. Situasi hiperglisemia darah janin dapat menimbulkan berbagai penyulit :
Gangguan pertumbuhan SSP
39

40
Kelainan kongenital
Makrosomia
Gangguan pembuluh darah plasenta sehingga dapat terjadi insufisiensi
d. Post partum, situasi hiperglisemia darah menghilang dan menimbulkan hipoglisemia
darah janin
Dalam kehamilan :
Abortus dan partus prematurus
Preeklamsia
Hidramnion
Kelainan letak janin
Insufisiensi plasenta
Dalam persalinan :
Inertia uteri dan atonia uteri
Distosia bahu karena bahu besar
Kelahiran mati
Lebih sering pengakhiran partus dengan tindakan
Lebih mudah terjadi infeksi
Angka kematian maternal lebih tinggi

Dalam nifas :
Infeksi nifas dan sepsis
Menghambat penyembuhan luka
Terhadap anak :
Kematian hasil konsepsi dalam kehamilan muda mengakibatkan abortus
Cacat bawaan, terutama kelainan jantung
Dismaturitas
Janin besar
IUFD
Kematian neonatal
Kelainan neurogik dan psikologik

40

41
C. Pengelolaannya
Pengelolaan medis
1. Mengendalikan kadar gula darah
Pada NIDDM pengelolaan terutama ialah diet
Cara yang dianjurkan ialah cara Broca, BB ideal = ( TB-100 ) 10%BB
Kebutuhan kalori adalah jumlah keseluruhan kalori yang diperhitungkan dari
-

Kebutuhan kalori basal 25 kal/kg BB ideal

Kegiatan jasmani ditambahkan 10 30%

Kebutuhan untuk kehamilan 300 kalori

Perlu diingat kebutuhan protein ibu hamil ialah 1-1,5 gr/kgBB


Bila dengan diet selama 2 minggu kadar glukosa belum mencapai normal
( normoglikemia ) diberikan terapi insulin.
Normoglikemia bila : - Glukosa darah puasa < 105mg/dl
- Glukosa darah 2 jam pp < 120 mg/dl
Tujuan mengendalikan kadar glukosa darah ialah :
- Mempertahankan normoglikemia. Dianjurkan pemantauan kadar gula
darah secara teratur minimal 2 kali seminggu ( idealnya setiap hari, dengan
memeriksa darah kapiler )
- Mempertahankan kadar Hb glikosilat ( Hb A1c ) < 6%. Kadarnya diperiksa
setiap 6-8 minggu
- Mencegah episode hipoglikemia
- Mencegah ketonuria/ ketoasidosis diabetik
- Mengusahakan tumbuh kembang janin yang optimal
Jika pengelolaan diet tidak berhasil, maka digunakan insulin. Insulin yang digunakan harus human insulin ,
bukan non-human insulin. Non-human insulin dapat menyebabkan terbentuknya antibodi terhadap insulin
endogen dan menembus sawar darah plasenta ( plasenta blood barrier ), sehingga dapat mempengaruhi
janin.
Pada NIDDM, insulin yang dipergunakan adalah insulin dosis rendah dengan lama kerja intermediate, dan
diberikan 1-2 kali sehari.
Obat hipoglikemik oral tidak digunakan dalam penanganan NIDDM karena efek teratogeniknya tinggi dan
dapat dieksresikan dalam jumlah besar melalui ASI.
Pengelolaan IDDM dengan mengunakan insulin. Pemberian insulin mungkin harus lebih sering.
Dikombinasikan antara insulin kerja pendek dan intermediate
2. Hindari terjadinya infeksi saluran kencing dan infeksi lainnya
3. Konsultasi / perawatan bersama dengan bagian penyakit dalam

41

42
Insulin
Pada umunya pemberian insulin dimulai dari dosis rendah dan bertambah secara bertahap sesuai dengan usia
kehamilan. Insulin yang dipakai sebaiknya human insulin dengan dosis 0,5 1,5 Unit/kg BB
Macam insulin :
a. Insulin kerja cepat : Humulin R ( 40IU, 100IU ), Actrapid human ( 40, 100 )
b.Insulin kerja menengah : Monotard Human ( 40, 100 ), Insulatard Human
c. Insulin kerja campuran : Human 30/70 ( 40, 100 ), Mixtard 30/70
Pengelolaan Obstetrik
Pada PAN dilakukan pemantauan keadaan klinis ibu dan janin, terutama tekanan darah, tinggi fundus uteri, denyut
jantung janin, kadar gula darah ibu, USG, dan kardiotokografi
1. Pemeriksaan kesejahteraan janin
a. USG
-

deteksi kelainan kongenital

konfirmasi penentuan usia kehamilan

taksiran BB janin

pemantauan perkembangan janin setelah usia kehamilan 28 minggu

b.Kardiotokografi
-

NST dilakukan setelah usia kehamilan 28 minggu

OCT (bila diperlukan)

c. Gerakan janin
-

Secara subjektif (normal > 10 gerakan/12 jam)

Secara elektronis

d Pemeriksaan kematangan paru-paru, dengan amniosentesis


2. Penentuan saat persalinan :

- Pada pasien IDDM, persalinan elektif, direncanakan pada usia kehamilan 38-39
minggu, karena bayi sudah cukup besar, kepala sudah masuk panggul, dan
memperkecil kemungkinan terjadinya distosia
- Pada pasien NIDDM, dilakukan terminasi bila terdapat indikasi
- Sebelum terminasi dipastikan kematangan paru janin ( < 38 minggu )
Indikasi untuk mengakhiri kehamilan
Gula darah tak terkendali
Preeklampsia
Gawat janin
Makrosomia
Polihidramnion
42

43
3. Penanganan persalinan
- Dengan mempertahankan diet dan dosis insulin, diharapkan sebagian besar pasien
melahirkan pervaginam
- Pantau kadar gula darah dan diberikan terapi bersama bagian penyakit dalam. Janin
dipantau dengan kardiotokografi.
- Seksio sesarea dilakukan hanya atas indikasi obstetri
Penanganan neonatus
Dianggap dan diperlakukan sebagai bayi prematur
Pemeriksaan gula darah untuk mencegah hipoglikemia

GAMBAR

5. Panggul sempit
A. Persangkaan Panggul Sempit :
Seorang harus ingat akan kemungkinan panggul sempit kalau :
Pada kehamilan
Anamnesa :
43

44
1. Terdapat kelainan pertumbuhan tulang
2. Pada multipara persalinan yang dulu-dulu sulit, atau dengan tindakan
3. Riwayat penyakit tulang :
-

Rachitis

Osteomalasia

Radang articulatio sacroiliaca

Pemeriksaan fisik :
1. Tinggi badan < 145 cm
2. Kelainan bentuk badan : kelainan tulang belakang ( scoliose, kyfosis )
Kelainan tungkai bawah ( pincang )
3. Pada primipara kepala anak belum turun setelah minggu ke 36
4. Pada primipara ada perut menonjol ke depan; menggantung
5. Kelainan letak pada hamil tua
6. Kelainan tulang panggul
7. Osborn positif
Pada persalinan
a. Persalinan lebih lama daripada biasanya, karena :
1. Gangguan pembukaan, disebabkan ketuban pecah sebelum waktunya, karena bagian terbawah janin kurang
menutup pintu atas panggul. Setelah ketuban pecah, kepala tidak dapat menekan serviks karena tertahan
pintu atas panggul.
2. Dibutuhkan waktu untuk moulase kepala janin
b. Terjadi kelainan presentasi atau posisi, misalnya
1. Pada panggul picak, ssering terjadi letak defleksi, supaya diameter bitemporalis
( lebih kecil dari biparietalis ) dapat melalui conjugata vera yang sempit
2. Pada panggul sempit seluruh, kepala anak mengadakan hiperfleksi
3. Pada panggul sempit melintang, sutura sagitalis dalam posisi muka-belakang
( positio occipito directa ) pada pintu atas panggul

B. Persalinan Percobaan
Yang disebut persalinan percobaan ialah,
Percobaan untuk persalinan pervaginam pada wanita dengan panggul sempit relatif. Persalinan percobaan hanya
dilakukan pada letak belakang kepala, jadi tidak dilakukan pada letak sungsang, letak dahi, letak muka, atau
kelainan letak yang lain.

44

45

Persalinan percobaan dimulai :


Pada permulaan persalinan dan berakhir setelah kita mendapat keyakinan bahwa persalinan tidak dapat berlangsung
per vaginam atau setelah anak lahir per vaginam.

Persalinan percobaan dikatakan berhasil :


Kalau anak lahir per vaginam secara spontan atau dibantu dengan ekstraksi (forceps atau vakum) dan anak serta ibu
dalam keadaan baik.
Persalinan percobaan dihentikan kalau :
Pada kala I : - Pembukaan tidak atau kurang sekali kemajuannya
- Keadaan ibu atau anak menjadi kurang baik
- Kalau ada lingkaran retraksi yang patologis
Pada kala II :

- Setelah pembukaan lengkap dan pecahnya ketuban, kepala dalam 2 jam


tidak maju ke dalam rongga panggul walaupun his cukup baik
- Forseps gagal

Partus percobaan dikatakan gagal bila :


Pada Kala I : Bila tidak ada kemajuan persalinan pada kontraksi uterus yang adekuat
Pada kala II : - Bila anak tidak dapat lahir pervaginam
- Anak dapat lahir pervaginam tapi keadaan anak atau ibu buruk
Syarat partus percobaan :
-

Pada ibu dengan panggul sempit relaitf

Anak hidup, letak belakang kepala

Kontraksi uterus adekuat

Dilakukan pemantauan dengan kardiotokografi

Tidak pada kehamilan > 42 minggu, karena moulage kepala janin kurang

Terdapat istilah :
- Trial of labor : serupa dengan persalinan percobaan
- Test of labor : merupakan fase akhir trial of labor, dimulai dari pembukaan
lengkap dan berakhir 2 jam sesudahnya. Kalau dalam 2 jam setelah
pembukaan lengkap kepala turun sampai H III maka test of labor dikatakan
berhasil.
Sekarang test of labor jarang dipergunakan lagi karena :
- Seringkali pembukaan tidak menjadi lengkap pada persalinan dengan panggul

45

46
sempit
- Kematian anak tinggi dengan percobaan tersebut.

6. Partus Prematurus
Definisi : persalinan yang berlangsung pada umur kehamilan 20-37 minggu atau berat badan anak 500-2500 mg.
A. Etiologi :

Penyebab pasti tidak diketahui


Faktor predisposisinya ialah :
1. Ketuban pecah sebelum waktunya
2. Korioamnionitis. Infeksi membran plasenta oleh bakteri yang memproduksi enzim fosfolipase, dapat
menghasilkan prostaglandin dari asam mefenamat di membran janin. Juga akan merangsang sintokin dari
makrofag serta menaikkan prostaglandin
3. Riwayat persalinan kurang bulan atau kontraksi prematur sebelumnya ( riwayat persalinan kurang bulan
sebelumnya akan meningkatkan resiko persalinan kurang bulan lagi )
4. Kematian janin dalam rahim
5. Serviks inkompetan atau tindakan konisasi
6. Kelainan bentuk uterus
7. Gangguan palsenta, seperti : solusio plasenta, plasenta previa
8. Penyakit ibu terutama penyakit sistemik berat
9. Kehamilan ganda
10. Kelainan letak janin
11. Hipertensi dalam kehamilan
B. Yang harus diperhatikan dalam menolong persalinan premature

Tujuannya ialah menghindarkan trauma bagi anak


1. Partus tidak boleh terlalu cepat atau terlalu lama
2. Ketuban tidak dipecahkan sebelum pembukaan lengkap
3. Episiotomi medialis
4. Kalau diperlukan tindakan, pilihan lebih ke forseps daripada vakum
5. Tidak menggunakan narkose
6. Tali pusat secepatnya digunting untuk menghindarkan ikterus neonatorum.

46

47
C. Persalinan premature perlu dicegah
Persalinan premature perlu dicegah karena tingginya anka kematian perinatal. Persalinan premature merupakan
penyebab sekitar 38% kematian neonatal. Terutama disebabkan respiratory distress syndrome dan intraventricular
hemorrhage.
Respiratory distress syndrome terutama disebabkan hyaline membrane disease, karena kurangnya produksi
surfaktan dari sel alveoli tipe II janin.
Intraventricular hemorrhage, disebabkan hipoksia janin. Hipoksia menyebabkan kerusakan endotel vaskular dari
vena, juga menyebabkan kontraksi vena, yang menyebabkan rupturnya pembuluh darah.
Upaya pencegahan :
Promotif : pendidikan masyarakat melalui berbagai media yang ada tentang bahaya persalinan prematur, faktor
resiko upaya menjarangkan kelahiran menjadi > 3 tahun dan menunda usia hamil sampai 20 tahun.
Preventif :
Perawatan antenatal, diit, pemberian vitamin
Penjagaan higiene
Kurangi aktifitas
Penyakit-penyakit pada ibu harus diobati dengan baik
Tindakan-tindakan bedah yang elektif harus ditunda
Kehamilan gemelli harus istirahat sejak kehamilan 28 minggu s/d 37 minggu
Perdarahan pada plasenta previa total dirawat dan dilakukan transfusi dan menunda kelahiran sampai janin
mampu hidup, sedangkan perdarahan aktif dan hebat memerlukan pembedahan segera.
Inkompetensi servix harus dijahit pada trisemester I
SC elektif bila janin aterm
Kuratif : - Pemberian obat-obat tokolitik
- Pemberian obat pematangan paru janin :
* Deksamethason 5mg tiap 12 jam IM, sampai 4 dosis
* Betamethason 12 mg tiap 24 ja IM, sampai 2 dosis
Syarat pemberian obat :
Kehamilan 20-37 minggu
Minimal terdapat 2 kontraksi dalam 15 menit
Ketuban masih utuh
Tidak ada perdarahan
Tidak ada infeksi intrapartum
Pembukaan cervix < 5 cm
Obat-obat tokolitik :
47

48
Beta simpatomimetik
Obat ini bekerja menstimulasi reseptor adrenergik beta 2 pada membrana sel otot uterus sehingga meningkatkan
konsentrasi cAMP intraseluler dan cAMP akan menyebabkan turunnya konsentrasi ion Ca intraseluler yang
diikuti dengan penurunan kontraktilitas uterus mis : ritodrine, terbutalin, isoxuprin, salbutamol
Isoxuprin : 80 mg dilarutkan dalam 500 cc D5% dimulai 10 gtt/m sampai 40gtt/m dinaikkan tiap 10
menit.
Pengobatan dihentikan bila 24 jam tidak terjadi kontraksi dan dilanjutkan dengan pemberian oral.
Efek samping : takikardi, penurunan tekanan sistolik
Ritodrine : 50 mg dalam 500 cc D5% dimulai tetesan 50 ug/m ditingkatkan 50ug/m tiap 10 menit
sampai 600 ug/m
Efek samping : takikardi, penurunan tekanan sistolik
Salbutamol : diberikan IV 5 mg salbutamol dalam D5% mulai 20 gtt/m dan ditingkatkan sampai 80
gtt/m
Efek samping : takikardi, penurunan tekanan sistolik
Cakcium antagonis
Mekanisme kerja : penurunan konsentrasi ion Ca bebas dalam sel yang diikuti dengan penurunan kemampuan
sel untuk melakukan fosforilasi rantai pendek miosin selama kontraksi seluler mis : MgSO4
Prostaglandin inhibitor
Bekerja dengan melakukan hambatan terhadap sekelompok enzim yang bertanggungjawab atas pengubahan
asam arachidonat bebas menjadi prostaglandin mis : aspirin, indomethasin, naproxin, asam mefenamat.
Blokade saluran kalsium
Obat ini mempengaruhi kontraktilitas otot polos dengan melakukan blokade terhadap jalan masuk ion kalsium
ke dalam sel, mis : nifedipin.
Lab yang diperlukan :
Hb : mengidentifikasi anemia sehingga dapat diterapi kausanya
Leukosit : infeksi antibiotika
Urinalisis : infeksi
TORCH : infeksi virus yang menyebabkan prematur.

7. Hemorrhagic post partum


A. Etiologi dan pembagian
Adalah perdarahan yang > 500 cc, yang terjadi setelah bayi lahir (500 ml : 10% dari volume total tubuh)
Dibagi menjadi :
48

49
early HPP : dalam 24 jam I sesudah bayi lahir
laten HPP : sesudah 24 jam
Penyebab :
Early HPP :
atonia ueri
robekan jalan lahir
retensio plasenta
gangguan pembekuan darah
Laten HPP :
sisa plasenta
robekan jalan lahir
B. Predisposisi
grandemultipara

terjadi penurunan kemampuan kontraksi otot

umur 35 tahun

otot uterus

gemelli

hidramnion
bayi besar

} overdistensi uterus

riwayat HPP sebelumnya


mioma uteri gangguan kontraksi uterus
anestesi umum
malnutrisi
anemia penurunan kapasitas O2 sehingga kontraksi terganggu
PE/E HELLP sindroma HPP
Uterus subseptus

] gangguan pelepasan

Plasenta previa, plasenta acreta, increta, perkreta ] plasenta


C. Pengelolaan
Pencegahan
Perbaiki gizi dan atasi anemia
Hindari penanganan persalinan yang dapat menyebabkan perdarahan

Partus lama

Memijit uterus sebelum plasenta lahir

Pemberian uterotonika pada penderita yang mempunyai predisposisi HPP


49

50
Penatalaksaan
Segera setelah diketahui adanya HPP tentukan ada tidaknya syok. Jika syok (+), segera atasi syok dengan
pemberian cairan/ jika memungkinkan transfusi darah, O2. Sementara atasi syok cari etiologinya. Jika syok
(-) dan perdarahan aktif telah berhenti perbaiki KU sampai optimal.
Bila plasenta belum lahir (retensio plasenta) segera lahirkan plasenta. Plasenta juga harus segera
dilahirkan jika perdarahan kala III mencapai 250 cc. Bila ada sisa plasenta dilakukan pengeluaran
plasenta dengan digital atau kuretase dan uterotonika per infus. Jika manual plasenta tidak berhasil
dan dicurigai adanya plasenta akreta, inkreta dan perkreta dilakukan histerektomi.
Bila plasenta sudah lahir
Bedakan :

Atonia uteri

uterus membesar dan lembek

Robekan jalan lahir kontraksi uterus baik


Atonia Uteri
1. Dilakukan massage uterus dan diberikan uterotonika IV, bila ada perbaikan dan perdarahan berhenti,
oksitosin perinfus diteruskan.
Jika tidak ada perbaikan, dilanjutkan dengan :
2. Kompresi Bimanual
Salah satu tangan penolong dimasukkan ke dalam jalan lahir secara obstetrik, kemudian dengan posisi
menggenggam, kepalan tangan diletakkan pada forniks anterior vagina. Tangan penolong lain diletakkan
pada perut penderita dengan memegang fundus uteri dengan telapak tangan dan dengan ibu jari didepan
serta jari-jari yang lain dibelakang uterus. Sambil dilakukan massase pada ke 2 tangan, korpus uteri ditekan
diantara ke 2 tangan penolong
Bila dengan kompresi bimanual tidak memberi hasil, dapat diganti dengan perasat Dickinson (karena
kompresi bimanual sangat melelahkan), dengan cara : tangan kanan diletakkan melintang pada bagianbagian uterus dan dengan jari kelingking sedikit diatas simfisis melingkari bagian tersebut sebanyak
mungkin dan mengangkatnya keatas. Tangan kiri memegang korpus uteri ibu (sambil melakukan massase)
dan menekannya kebawah kearah tangan kanan dan kebelakang kearah promontorium.
Bila belum memberikan hasil, dapat dilanjutkan :
3. Tamponade uterovaginal ( panjang 8-10 meter )
Dengan seorang pembantu memegang dan menahan fundus uteri, vagina dibuka dengan spekulum, dinding
depan dan dinding belakang serviks dipegang dengan ringtang, kemudian tampon dimasukkan dengan
menggunakan tampon tang melalui serviks ke fundus uteri secara padat sampai seluruh kavum uteri
dipenuhi tampon. Bila perdarahan telah berhenti tampon dipertahankan sampai 24-48 jam dan infus
oksitosin diteruskan. Bila tidak memberikan hasil, dapat dilanjutkan
4. Ligasi arteri uteri atau hipogastrika, dan bila tidak mungkin dapat dilakukan histerektomi.
Robekan jalan lahir

50

51
Jika kontraksi uterus baik, maka segara dilakukan eksplorasi jalan lahir, untuk mencari adanya robekan pada jalan
lahir dan segera dilakukan penjahitan.
Gangguan pembekuan darah
Gangguan pembekuan darah harus dicurigai apabila ada solusio plasenta, IUFD, ataupun emboli air ketuban.
Gangguan pembekuan darah diatasi dengan pemberian darah segar atau plasma dan bila perlu dapat diberikan
fibrinogen.

GAMBAR

8. Retrofleksi uteri
A.Gejala
Akibat yang ditimbulkan :
- Wanita tidak hamil : kemandulan oleh karena tuba tertekuk, OUE tinggi dan tak
terkena air mani.
- Wanita hamil

: biasanya terkoreksi sendiri, terjadi abortus, terjadi inkaserasi dari


rahim yang terus membesar di dalam rongga panggul (retrofleksi
uteri gravidi incarserata)biasanya terjadi pada minggu ke 13-17

Gejala
Retensio urine sampai inkontionensia paradoxal dan gangguan defekasi oleh karena uterus yang
membesar dan menekan uretra pada simfisis dan rektum pada sakrum dapat menyebabkan cystitis,
pyelitis, pyelonefritis, uremia dan ruptur vesika urinaria peritonitis
Penekanan alat-alat sekitarnya perasaan nyeri
Kurangnya ruangan sehingga menyebabkan abortus
51

52

B. Penanganan
Pada kehamilan < 12 minggu

Tak perlu koreksi, karena biasanya uterus akan memperbaiki letaknya sendiri (korpus uteri naik
keatas melewati promontorium dan jatuh kedepan). Penderita dianjurkan posisi lutut pada
malam hari dan pagi hari 10 menit.
Pada kehamilan > 12 minggu
Cara : setelah kateterisasi, wanita diletakkan dalam posisi lutut-dada dengan 2 jari melalui vagina, korpus
uteri didorong perlahan-lahan keluar rongga panggul. Setelah koreksi, wanita ditidurkan dalam letak
Trendelenburg untuk mencegah kembalinya uterus ke dalam panggul (jika kembali ke posisi semula, dapat
diulang reposisi dan dipasang pessarium Hodge). Pessarium diangkat setelah kehamilan mencapai 18
minggu
Kalau terjadi inkarserasi : MRS, pasang douer kateter dan VU dikosongkan berangsur-angsur, reposisi. Jika
tak berhasil, maka reposisi operatif.

9. Konseling genetik
A. Indikasi
adalah proses komunikasi tentang resiko akan terjadinya penyakit atau kelainan dalam suatu kehamilan.
Pada suatu konseling dijelaskan tentang diagnostik prenatal dari kehamilan sekarang, penjelasan mengenai resiko
pada janin, pemeriksaan apa yang dapat dilakukan, dan diskusi tentang pilihan penangananya
Konseling genetik diberikan pada :
- Ibu berumur lebih dari 35 tahun
- Mempunyai orang tua dengan kelainan kromosom
- Adanya kelainan kromosom pada salah satu anggota keluarga
- Mempunyai anak atau orang tua dengan nerual tube defek
- Riwayat mempunyai anak dengan multiple mayor malformasi
- Kehamilan dengan resiko tinggi

B. Pemeriksaan dan kelainan yang didapat


Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mendeteksi kemungkinan adanya cacat bawaan dan jenis cacat bawaan
yang dapat dideteksi :
Non invasive : USG, MRI, X-ray
Invasive

: chorionic villous sampling, amniocentesis, fetal blood sampling, fetoscopy, serum alfa fetoprotein.
52

53

a. Chorionic villus sampling


Dilakukan pada kehamilan 9-12 minggu, dapat mendeteksi
1. Diagnosis biokimia :
-

Gangguan metabolisme asam amino

Gangguan siklus urea

Hypoplasia adrenal kongenital

2. Diagnosis molekular :
-

Dyistrofi muscular

Hemofilia A dan B

Hemoglobinopathi

Alfa dan beta thalasemia

Sickle cell anemia

3. Diagnosis fokal infeksi :


-

Toksoplasmosis kongenital

Infeksi virus variscella zoster

4. Diagnosis kelainan kromosom


b. USG, dilakukan pada kehamilan 16-18 minggu, dapat mendeteksi :
-

Kelainan kepala : anensefali, hidrosefali, ventrikulomegali

Kelainan leher : kista hygroma, brachial deff cyst

Kelainan tulang belakang : myelomeningocele, sacrococygeal

Kelainan dada : hernia diafragmatica

Kelainan saluran kencing : bilateral renal agenesis, ginjal polikistik

Kelainan tulang ; achordroplasia, agenesis/ hypoplasia tulang

c. Maternal serum alfa feto protein


Dilakukan pada kehamilan 16-18 minggu, dapat mendeteksi
-

Jika kadarnya meningkat : neural tube defek, oesophageal/ intestinal obstruction, liver
necrosis, omphalocele, gastroschisis, renal anomali, congenital nefhrosis

Jika kadarnya menurun : kromosomal trisomi, gestational trofoblastik disease

10. Missed abortion


A. Definisi dan diagnosa

Tertahannya hasil konsepsi yang telah mati dalam rahim selama 8 minggu atau lebih
Klinis :
Anamnesis : - Gerakan janin sudah tidak diarasakan
- Perdarahan bisa ada atau tidak, sehingga dpat menimbulkan gejala seperti

53

54
abortus iminens
- rahim tidak membesar, malah mengecil
Pemeriksaan : - Tinggi fundus uteri lebih kecil dari umur kehamilan
- Bunyi jantung janin tidak ada
- Palpasi anak menjadi tidak jelas
Pemeriksaan penunjang :
USG : terdapat tanda janin
Penyulit : Hipofibrinogenaemia
B. Pengelolaannya
Pada kehamilan sampai umur 12 minggu
1. Persiapan :

- Keadaan umum yang memungkinkan : Hb > 10 gr%, tekanan darah baik, tidak demam
- Dilakukan pemeriksaan laboratorium : Hb, trombosit, lekosit, fibrinogen, waktu
perdarahan, waktu pembekuan
2. Tindakan : - Kuretase vakum, atau
- Dilatasi dan kuretase
Pada kehamilan lebih dari 12 minggu
1. Pemberian oksitosin secara seri, oksitosin 2 unit IM , diberikan setiap 30 menit, maksimal 6 kali
2. Tetes oksitosin 10 unit dalam 500 cc dekstrose 5%, mulai 20 tetes per menit,maksimal 60 tetes per
menit
3. Preparat prostaglandin
4. Bila diperlukan, untuk membantu pembukaan serviks dapat dilakukan pemasangan batang
laminaria 12 jam sebelumnya
5. Bila masih terdapat sisa jaringan dilakukan kuretase.

54

You might also like