Professional Documents
Culture Documents
2
4. Perkawinan konsanguinitas. Menurut Emery (1975), dalam penelitiannya didapati kenaikan
mortalitas pada postnatal, dan frekuensi kelainan kongenital yang sangat berarti .
5. Etnis tertentu yang cenderung mempunyai kelainan tertentu. Insidensi penyakit Tay-sach lebih
banyak pada orang Yahudi, sedangkan Talasemia lazim dijumpai pada orang-orang yang berasal
dari Mediterania.
6. Pernah terpapar dengan bahan-bahan teratogenik. Bahan-bahan teratogenik merupakan factor dari
luar selain factor keturunan(genetic) yang dapat menyebabkan kecacatan pada bayi yang lahir.
Terdiri dari 1. Agen-agen infektif : Rubella ( malformasi pada mata, telinga bagian dalam, dan
jantung), Sitomegalovirus ( mikrosefali, perkapuran otak, kebutaan), Herpes simpleks
( mikrosefali, mikroftalmus, retardasi mental), Toksoplasmosis ( hidrosefalus), Sifilis ( tuli
congenital). 2. Radiasi : efek radiasi pengion menyebabkan mikrosefali, spina bifida, kebutaan. 3.
Kimia (obat-obatan) : talidomide ( Amelia, meromelia). 4. Hormon : dietilstilbesterol (kelainan
fungsi reproduksi).
Pemeriksaan-pemeriksaan yang dapat dilakukan :
1. Analisis Kromosom
Pemeriksaan ini dapat dilakukan sejak usia kehamilan 16-18 minggu karena pada saat ini sudah
terdapat sel janin untuk dikultur yang diambil dari cairan amnion (amniosentesis). Dengan
karyotipe dapat diketahuiadanya kelainan kromosom seperti
syndrome) atau kelainan kromosom seks seperti Turners syndrom (45 XO), Klinefelters
syndrome(47 XXY).
2. Serum Maternal Alfa Feto Protein (SMAFP)
Merupakan protein spesifik yang diproduksi oleh janin. Pada mulanya protein ini diproduksi dalam
yolk sac, dan pada akhir trimester pertama hampir sebagian besar berasal dari hepar AFP dapat
ditemukan dalam serum janin, cairan amnion, dan darah ibu. Setelah usia kehamilan 13 minggu,
kadarnya dalam cairan amnion dan serum janin akan menurun dengan cepat, sedangkan kadar
dalam serum maternal terus meningkat sampai akhir kehamilan. Kadar -Fetoprotein dalam cairan
amnion, serum maternal ataupun keduanya dapat menalami kenaikan pada berbagai macam
keadaan :
a. Kelainan kongenital seperti : anensefal, obstruksi esofagus, neural tube defect, defek
dinding abdomen teratoma sakrokoksigeus, nefrosis congenital, sindroma Turner,
isoimunisasi resus .
b. Adanya perdarahan fetomaternal dimana darah janin masuk kedalam sirkulasi ibu.
3. Biopsi vili korialis
Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui kelainan sitogenetik, analisa DNA, dan
pemeriksaan biokimiawi. Dengan bantuan ultrasonografi, pemeriksaan ini dapat dilakukan pada
2
3
minggu ke-9 hingga ke-11 kehamilan, sehingga merupakan alternatif dari amniosentesis yang baru
dapat dilakukan pada minggu ke-15 hingga ke-20 kehamilan. Dengan kesempatan pemeriksaan
secara lebih dini, diagnosa kelainan genetic dapat ditegakkan lebih awal sehingga bila terdapat
indikasi untuk mengakhiri kehamilan dapat dilakukan dengan risiko minimal terhadap ibu. Resiko
abortus spontan masih belum diketahui, tetapi bias lebih tinggi dibanding amniosentesis, selain itu
dapat terjadi infeksi maternal yang berat.
4. Ultrasonografi (USG)
Dengan USG saat ini sudah dapat dideteksi adanya kelainan struktur janin sebelum
kehamilan 20 minggu. Pemeriksaan biasanya dilakukan secara serial.
-
Hidrosefalus : Diagnosis hidrosefalus dapat ditegakkan bila pada kehamilan 18 mingu atau
lebih dijumpai ratio Ventrikel lateral dan Lebar hemisfer (V/H) lebih dari 0,5.
Anensefalus : dapat dideteksi sejak usia kehamilan 12 minggu dengan gambaran yang spesifik
berupa tidak terlihatnya bagian puncak kepala janin.
Spina bifida : memberikan gambaran yang spesifik, gambaran parallel vertebra didaerah defek
akan berubah dan terlihat sebagai garis divergen, menyerupai huruf Y
Polikistik ginjal
Klas II
: Aktivitas fisik terbatas, namun tak ada gejala saat istirahat (bila melakukan aktifitas fisik
maka terasa capai, jantung berdebar-debar, sesak nafas atau terjadi angina pektoris).
Klas III
: Aktivitas ringan sehari-hari terbatas (kalau bekerja sedikit saja merasa capai, sesak nafas
dll).
3
4
Klas IV
Penyakit jantung yang berat dapat menyebabkan partus prematurus atau kematian intrauterin
karena oksigenasi janin terganggu. Dengan kehamilan pekerjaan jantung menjadi sangat berat sehingga
klas I dan II dalam kehamilan dapat masuk ke dalam klas III atau IV.
Etiologi kelainan jantung dapat primer maupun sekunder. Kelainan primer akibat kelainan
kongenital, katup, iskemik dan kardiomiopati. Sedangkan sekunder akibat penyakit lain seperti hipertensi,
anemia berat, dll.
A. ANAMNESIS.
Pada pasien tanpa riwayat penyakit jantung sebelumnya, harus ditanyakan mengenai riwayat
demam rematik atau penyakit-penyakit lainnya yang berhubungan dengan penyakit jantung seperti demam
scarlet, sistemik lupus eritematosus, penyakit paru-paru, penyakit ginjal, difteri atau pneumonia, riwayat
perawatan di Rumah sakit dan riwayat operasi besar sebelumnya.
Perlu ditanyakan juga mengenai tanda-tanda dan gejala penyakit jantung seperti sianosis pada waktu
lahir atau waktu aktivitas, squatting pada masa kanak-kanak, infeksi saluran napas berulang, gangguan
irama jantung, dispnu pada saat istirahat atau aktifitas, batuk-batuk lama, hemoptisis, asma, nyeri dada,
riwayat keluarga dengan penyakit jantung dan kelainan-kelainan kongenital.
B. PEMERIKSAAN FISIK.
Pada pemeriksaan fisik perlu dievaluasi mengenai Berat Badan dan Tinggi Badan, kelainan pada
wajah, jari-jari dan tubuh yang menunjukkan kelainan kongenital dan perubahan-perubahan pada kulit
seperti sianosis, pucat, angioma, xantelasma, dan xanthoma. Tekanan darah harus diukur secara hati-hati
dengan cuff yang sesuai, kalau perlu pada kedua lengan dan pada beberapa posisi. Denyut nadi radial
harus dinilai dengan cermat, pada Aorta Insufisiensi dapat dijumpai denyut yang kollaps (Collapsing
pulse), denyut yang lemah pada cardiac output yang rendah, pulsus alternans atau pulsus paradoksus.
Inspeksi pada kepala dan wajah untuk mencari adanya tanda-tanda kelainan kongenital, pengukuran
JVP dan penilaian denyut karotid dan kelenjar thyroid. Inspeksi dan palpasi pada dada untuk mencari
adanya kelainan bentuk dinding toraks seperti pectus excavatum, precordial bulging, denyut apeks kordis,
thrill. Pada auskultasi perlu dinilai bunyi jantung I, II, III, IV, murmur jantung, opening snap, gallop dsb.
Selanjutnya juga perlu dilakukan pemeriksaan pada paru-paru, abdomen dan ekstremitas serta sistimsistim organ tubuh lainnya.
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.
2.
3.
4.
Ekokardiografi.
4
5
5.
Lain-lain, seperti kultur tenggorok (throat culture), C-reactive protein, ASTO, kultur darah.
D. DIAGNOSIS
Diagnosis biasanya dapat ditegakkan bila ditemukan adanya satu diantara gejala-gejala berikut :
1.
2.
3.
4.
A. KELAS I DAN II
Umumnya penderita dapat meneruskan kehamilan sampai cukup bulan dan melahirkan pervaginam.
Namun tetap harus diwaspadai terjadinya gagal jantung pada kehamilan, persalinan dan nifas. Faktor
pencetus utama terjadinya gagal jantung adalah endokarditis, oleh karena itu semua wanita hamil dengan
penyakit jantung harus sedapat mungkin dicegah terjadinya infeksi terutama infeksi saluran napas atas .
Dalam penanganan penyakit jantung selama kehamilan terdapat 4 hal yang perlu diperhatikan, yaitu :
1. Cukup istirahat ( 10 jam istirahat malam, jam setiap kali setelah makan ) dan hanya pekerjaan ringan
yang diizinkan.
2. Harus dilakukan pencegahan terhadap kontak dengan orang-orang yang dapat menularkan infeksi
saluran nafas atas, merokok, penggunaan obat-obat yang memberatkan pekerjaan jantung.
3. Tanda-tanda dini dekompensasio harus cepat diketahui, seperti adanya batuk, ronki basal, dispnoe dan
hemoptoe.
4. Sebaiknya pasien masuk rumah sakit 2 minggu sebelum persalinan untuk istirahat.
Persalinan biasanya pervaginam, kecuali ada indikasi obstetri untuk seksio sesarea. Penggunaan teknik
analgesia untuk menghilangkan nyeri persalinan sangat dianjurkan, yang umum dipakai adalah analgesia
5
6
epidural.
Apabila akan dilakukan seksio sesarea, kebanyakan klinikus menyukai analgesia epidural
namun penggunaan harus hati-hati pada hipertensi pulmonar. Anestesi umum dengan tiopental, suksinil
kolin, N2O dan 30 % O2 juga memberikan hasil yang memuaskan.
Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan pada persalinan pervaginam adalah :
1 Ibu harus dalam posisi setengah duduk (kepala dan dada ditinggikan) dan miring ke kiri.
2 Penolong persalinan harus memberikan pendekatan psikologis supaya ibu tetap tenang dan merasa
aman.
3
Untuk mencegah timbulnya dekompensasio kordis sebaiknya dibuat daftar pengawasan khusus untuk
mencatat nadi dan pernapasan secara berkala (tanda-tanda vital harus dimonitor diantara tiap his,
dalam kala I setiap10-15 menit dan dalam kala II setiap 10 menit. Apabila terdapat peningkatan denyut
nadi lebih dari 115 x/mt atau peningkatan respirasi lebih dari 28 x/mt dan disertai dispnu merupakan
tanda-tanda dini kegagalan ventrikel, dan pasien perlu diberikan morfin, digitalis, oksigen dan
diuretik).
Bila dibutuhkan oksitosin, berikan dalam konsentrasi tinggi (20 U/ltr) dengan tetesan rendah dan
pengawasan keseimbangan cairan.
Nyeri persalinan dapat diatasi dengan pemberian obat seperti Tramadol 100 mg supositoria, pethidin
50 mg IM, atau morphin 10-15 mg IM.
6 Persalinan kala II biasanya diakhiri dengan ekstraksi forseps atau ekstraksi vakum dan sedapat
mungkin ibu dilarang mengedan.
7 Penanganan kala III dilakukan secara aktif, namun pemakaian preparat ergometrin merupakan
kontraindikasi, karena kontraksi uterus yang dihasilkan bersifat tonik dengan akibat terjadi
pengembalian darah ke dalam sirkulasi sistemik kurang lebih 1 liter.
Dalam kondisi sehari-hari, apabila ditemukan pasien dengan kegagalan jantung maka penanganan
awal harus mencakup langkah-langkah standar resusitasi, termasuk diantaranya:
Bagi ibu hamil, posisi yang dianjurkan adalah setengah duduk miring ke kiri, untuk mencegah
efek hipotensi akibat penekanan vena cava inferior oleh uterus gravidarum.
Digitalisasi.
kemungkinan
penatalaksanaan yaitu : terminasi kehamilan atau meneruskan kehamilan dengan tirah baring total dan
pengawasan ketat, dan ibu dalam posisi setengah duduk.
7
Kelas III sebaiknya tidak hamil, kalau hamil pasien harus dirawat di Rumah Sakit selama
kehamilan, persalinan dan nifas, dibawah pengawasan ahli penyakit dalam dan ahli kebidanan, atau dapat
dipertimbangkan untuk dilakukan abortus terapeutikus. Persalinan hendaknya pervaginam dan dianjurkan
untuk sterilisasi.
Kelas IV tidak boleh hamil. Kalau hamil juga, pimpinan yang terbaik ialah mengusahakan
persalinan pervaginam.
C. PENGAWASAN NIFAS
Pengawasan nifas sangat penting diperhatikan, mengingat kegagalan jantung dapat terjadi pada saat
nifas, walaupun pada saat kehamilan atau persalinan tidak terjadi kegagalan jantung. Komplikasikomplikasi nifas seperti perdarahan post partum, anemia, infeksi dan tromboemboli akan lebih berbahaya
pada pasien-pasien dengan penyakit jantung.
Sebaiknya penderita penyakit jantung dirawat di rumah sakit sekurang-kurangnya 14 hari setelah
melahirkan dengan istirahat dan mobilisasi tahap demi tahap serta diberi antibiotika untuk mencegah
endokarditis.
Laktasi dibolehkan bagi wanita yang sanggup secara fisik, namun bagi penderita penyakit jantung
kelas III dan IV tetap dilarang untuk menyusui.
REPRODUKSI
Dalam konseling prakonsepsi, kepada calon ibu hamil dan partnernya harus diberikan penjelasan
yang menyeluruh tentang kondisi penyakit jantung yang dialami dan risiko-risiko yang akan terjadi dalam
kehamilannya.
Kepada pasien jantung kelas I dan II yang menginginkan kehamilan, harus dilakukan optimalisasi
kondisi jantung sehingga komplikasi yang dapat terjadi dapat diminimalisasi. Sedangkan bagi pasien
dengan kelas III dan IV dianjurkan untuk tidak menikah, atau bila menikah dianjurkan menghindari
kehamilan. Apabila telah terjadi kehamilan sangat dianjurkan untuk dilakukan terminasi kehamilan,
sebaiknya sebelum minggu ke 12 dimana risikonya masih minimal.
Konseling tentang kontrasepsi selama konseling prakonsepsi harus mencakup keseluruhan
informasi tentang metode kontrasepsi yang tersedia serta efek samping yang dapat ditimbulkan. Secara
umum preparat hormonal kurang disukai, oleh karena resiko tromboemboli yang dapat terjadi. Namun
pemberian preparat progestin parenteral masih dianjurkan.
9
1. Sistim immunologi jaringan mukosa, dan
2. Peranan reaksi hipersensitifitas
1. Sistim immunologi jaringan pada preeklampsia.
Menurut Dekker yang dikutip oleh Cunningham membuktikan bahwa aktifitas seks oral sebelum
kehamilan dapat memproteksi preeklampsia, dan disimpulkan bahwa terjadi proses adaptasi dari antigen
paternal. Demikian juga pada wanita yang telah menikah tetapi tidak hamil dulu, risiko terjadinya
preeklampsia lebih rendah dari pada wanita yang langsung hamil. Hal ini berhubungan dengan keadaan
bahwa permukaan mukosa saluran cerna, saluran napas dan saluran kemih berhubungan dengan toleransi
immunologi. Toleransi mukosa berpotensi untuk menurunkan risiko preeklampsia sesudah terpaparnya
saluran cerna secara rekuren dengan sperma ayah.
Proses immunitas pada jaringan mukosa merupakan sistim tersendiri, walaupun merupakan
subsistim dari immunitas tubuh. Jaringan mukosa mengandung jaringan limfoid yang merupakan suatu
kesatuan yang termasuk dalam Mucosa Associated Limphoid Tissue (MALT).
Berkembangnya pengetahuan tentang respon immun melalui saluran cerna dimulai oleh Besredka
(1927) dengan keberhasilannya menerapkan pengalaman pada hewan percobaan dalam melakukan
immunisasi melalui mulut pada penyakit disentri dan tifus.
Polimer Immunoglobulin A (Ig A) dan komponen sekresi (SC) merupakan kunci dalam komponen
humoral immunitas mukosa. Polimer Ig A diproduksi oleh sel plasma submukosa. Struktur Ig A seperti
juga immunoglobulin yang lain memiliki 4 rantai subunit monomer polipeptida. Pada ujung rantai a
terdapat kepanjangan yang mengandung sistein, sehingga memungkinkan pengikatan oleh sulfida,
membentuk polimer Ig A. Pembentukan polimer Ig A ini sangat menentukan pengikatan dengan reseptor
pada epitel yang disebut komponen sekresi (secretory component / SC). Polimer Ig A dan pentamer Ig M
berikatan dengan SC pada permukaan basolateral dari sel epitel, dan kemudian ditransport menuju
permukaan lumen, dimana jaringan ekstrasel dari SC terpisah dari transmembran.
SC ekstrasel ( suatu glikoprotein berukuran 78 kiloDalton ) dilepaskan dalam lumen, berikatan
dengan Ig A sebagai sekret-Ig S (s Ig A) atau sebagai SC bebas. SC akan memproteksi polimer Ig A dari
degradasi proteolitik.
SC dalam serum berikatan dengan polimer Ig A melalui ikatan disulfida. Kadar SC dan Ig A dalam
serum meningkat selama kehamilan. Dalam suatu penelitian kadar total SC selama kehamilan, pada
wanita yang mengalami hipertensi dalam kehamilan ditemukan peningkatan awal kehamilan. Tetapi
penelitian tersebut tidak membedakan antara preeklampsi dengan hipertensi dalam kehamilan yang lain.
Penelitian lain melaporkan tentang jumlah SC bebas yang menurun pada wanita dengan preeklampsia.
Pada orang yang merokok terdapat peningkatan s Ig A dalam serum. Kemudian dalam penelitian
lanjut tentang hubungan antara preeklampsia, SC dan merokok; diperoleh hasil adanya hubungan antara
kadar SC serum, merokok dan preeklampsia. Jumlah SC meningkat pada wanita yang merokok dibanding
9
10
pada wanita yang tidak merokok. Diantara wanita perokok, kadar SC pada penderita preeklampsia lebih
rendah dari pada yang normotensi. Disini menunjukkan bahwa merokok berhubungan dengan rendahnya
prevalensi preeklampsia.
Mekanisme efek proteksi dari merokok dan bagaimana merokok dapat meningkatkan kadar SC
belum diketahui secara pasti. Hanya melalui data penelitian tersebut didapatkan kemungkinan tingginya
kadar SC dapat memproteksi terjadinya preeklampsia, SC berperanan proteksi dalam immunitas mukosa.
Komponen sekresi (SC) dihasilkan oleh sel epitel saluran napas, saluran kemih, hepatosit, kandung
kemih, ginjal dan jaringan mammae. Selama kehamilan terdapat peningkatan kadar SC serum 2 kali lipat
sejak kehamilan 8-13 minggu sampai akhir kehamilan. Belum diketahui secara pasti kenapa terjadi
peningkatan kadar SC ini. Estrogen dan beberapa sitokin mempengaruhi sintesa SC.
Toleransi oral sudah dianggap sebagai suatu mekanisme untuk proteksi terhadap terjadinya
preeklampsia. Kontak dengan sperma pasangan melalui saluran genital ataupun saluran cerna
berhubungan dengan rendahnya prevalensi preeklampsia. Dalam toleransi oral sel TH 3 atau sel T dengan
reseptor gd secara keseluruhan mensupresi respon immun untuk antigen tertentu. Sel T dengan reseptor gd
terdapat pada desidua. Walaupun toleransi oral merupakan proses primer T-cell mediated, tetapi dapat
terjadi perubahan terhadap respon Ig A. Sel TH 3 secara predominan menimbulkan perubahan growth
factor b, yang menstimulasi kadar SC pada sel epitel dan dalam ikatannya dengan interleukin 2 (IL-2)
atau interleukin 5 (IL-5), mempengaruhi peningkatan produksi Ig A pada sel plasma. Kadar SC serum
tidak dapat diukur dalam konteks toleransi mukosa.
2. Peranan reaksi hipersensitifitas dalam terjadinya preeklampsi
Secara umum dikatakan bahwa sistim immunitas merupakan suatu sistim pertahanan terhadap
invasi benda asing, baik eksogen maupun endogen. Jika terjadi penyimpangan respon immun dari yang
semestinya maka akan timbul kerusakan jaringan. Penyimpangan yang membawa kerusakan tersebut
dinamakan HIPERSENSITIFITAS. Dikenal 4 jenis reaksi hipersensitifitas ( Reaksi anafilaktik, reaksi
hipersensitifitas sitotoksik, hipersensitifitas kompleks antigen-antibodi dan reaksi hipersensitifitas tipe
lambat ).
Pada reaksi anafilaktik gejala yang timbul disebabkan oleh adanya substansi aktif (mediator) yang
dihasilkan oleh sel mediator yaitu sel basofil dan mastosit. Sel mediator pertama yang dihasilkan adalah
Histamin dan Factor kemotaktik (Faktor Kemotaktik Eosinofil dan Faktor Kemotaktik Neutrofil).
Mediator kedua yang dilepaskan adalah mediator yang dihasilkan secara tidak langsung melalui pelepasan
asam arakidonat dari molekul-molekul fosfolipid membran sel. Asam arakidonat merupakan substrat
untuk 2 macam enzim yaitu Siklooksigenase dan Lipooksigenase. Aktifitas enzim siklooksigenase akan
menghasilkan bahan-bahan Prostaglandin dan Tromboksan, yang sebagian dapat menyebabkan reaksi
radang dan mengubah tonus pembuluh darah. Mediator ketiga yaitu jenis Heparin, Kemotripsin dan
10
11
Faktor Inflamasi Anafilaktik. Mediator jenis ketiga ini terikat erat dengan matriks proteoglikan yang akan
terlepas apabila ada kenaikan NaCl.
Dalam suatu kehamilan normal akan terdapat peningkatan plasma renin, angiotensin, aldosteron
dan akan terjadi penurunan resistensi sistim pembuluh darah. Wanita yang hamil memiliki resistensi
terhadap efek angiotensin II, dan resistensi ini tergantung pada produksi prostaglandin. Pemberian
prostaglandin E2 dan prostasiklin (PGI2) menurunkan efek penekanan dari angiorensin II. Prostasiklin
merupakan suatu zat yang menyebabkan vasodilatasi, dan sangat poten menghambat agregasi trombosit.
Prostasiklin diproduksi pada epitel pembuluh darah melalui metabolisme asam arakidonat.
Pada penderita preeklampsia tidak terdapat resistensi terhadap angiotensin II. Hal ini terjadi karena
menurunnya produksi prostasiklin. Menurunnya produksi prostasiklin ini karena jumlah yang dihasilkan
oleh plasenta berkurang, bukan karena berkurangnya kemampuan asam arakidonat untuk menghasilkan
prostasiklin. Produksi prostasiklin oleh plasenta berkurang karena adanya hipoksia, hal ini dapat
disebabkan oleh adanya proses atherosis akut sehingga terjadi pengurangan aliran intervilli. Penurunan
produksi prostasiklin secara relatif akan meningkatkan pengaruh tromboksan. Tromboksan A2 (Tx A2)
diproduksi oleh metabolisme asam arakidonat trombosit. Tromboksan berpotensi menyebabkan agregasi
trombosit dan vasokonstriksi. Pada preeklampsia terdapat dominasi dari tromboksan, sehingga pada
mikrosirkulasi akan terjadi vasokonstriksi dan agregasi trombosit, kemudian terjadi iskemi fokal dan
deposit trombosit. Jaringan plasenta juga menghasilkan tromboksan dan akan meningkat produksinya
pada preeklampsia. Proteinuri progresif pada preeklampsia dapat timbul karena banyaknyatromboksan
yang diproduksi. Hipoalbumin akan menurunkan waktu paruh prostasiklin, dan ini akan mempertahankan
terjadinya siklus patologik.
12
dibandingkan dengan negeri yang sudah maju. Menurut penyelidikan Hoo Swie Tjiong frekuensi anemia
dalam kehamilan setinggi 18 %, pseudoanemia 57,9 % dan wanita hamil dengan Hb 12 g/100ml atau lebih
sebanyak 23,6 %; Hb rata-rata 12,3 g/ml dalam trimester I, 11,3 g/100 ml dalam trimester II, dan 10,8 g/
100 ml dalam trimester III. Hal itu disebabkan karena pengenceran darah menjadi makin nyata dengan
lanjutnya umur kehamilan, sehingga frekuensi anemia dalam kehamilan meningkat pula.
Pengaruh anemia dalam kehamilan
Anemia dalam kehamilan memberi pengaruh kurang baik bagi ibu, baik dalam kehamilan, persalinan
maupun dalam nifas dan masa selanjutnya. Berbagai penyulit dapat timbul akibat anemia, seperti :
1. abortus;
2. partus prematurus;
3. partus lama karena inersia uteri;
4. perdarahan post partum karena atonia uteri;
5. syok;
6. infeksi, baik intrapartum maupun postpartum;
7. anemia yang sangat berat dengan Hb kurang dari 4 g/100 ml dapat menyebabkan dekompensasi
kordis.
Hipoksia akibat anemia dapat menyebabkan syok dan kematian ibu pada persalinan sulit, walaupun tidak
terjadi perdarahan.
Juga bagi hasil konsepsi anemia dalam kehamilan memberi pengaruh kurang baik seperti :
1. kematian mudigah;
2. kematian perinatal;
3. prematuritas;
4. dapat terjadi cacat bawaan;
5. cadangan besi kurang.
Jadi anemia dalam kehamilan merupakan sebab potensial moriditas serta mortalitas ibu dan anak.
Pembagian anemia dalam kehamilan
Anemia defisiensi besi
Anemia dalam kehamilan yang paling sering dijumpai ialah anemia akibat kekurangan besi.
Kekurangan ini dapat disebabkan karena kurang masuknya unsure besi dengan makanan, karena gangguan
resorbsi, gangguan penggunaan atau terlampau banyaknya besi keluar dari badan, misalnya pada
perdarahan. Keperluan besi bertambah dalam kehamilan, terutama dalam trimester terakhir.
Diagnosis.
Diagnosis anemia defisiensi besi yang berat tidak sulit karena ditandai cirri-ciri yang khas bagi
defisiensi besi, yakni mikrositosis dan hipokromasia. Sifat lain yang khas bagi defisiensi besi ialah kadar
12
13
besi serum rendah, daya ikat besi serum tinggi, protoporfirin eritrosit tinggi dan tidak ditemukan
hemosiderin (stainable iron) dalam sumsum tulang.
Terapi
Apabila pada pemeriksaan kehamilan hanya Hb yang diperiksa dan Hb itu kurang dari 10 g/100ml,
maka wanita dapat dianggap senagai penderita anemia defisiensi besi, baik yang murni maupun yang
dimorfis, karena tersering anemia dalam kehamilan adalah anemia defisiensi besi.
Pengobatan dapat dimulai dengan preparat besi per os. Biasanya diberikan garam besi sebanyak
600-1000 mg sehari, seperti sulfas-ferrosus atau glukonas ferrosus. Peranan vitamin C dalam pengobatan
dengan besi masih diragukan oleh beberapa penyelidik. Mungkin vitamin C mempunyai khasiat untuk
mengubah ion ferri menjadi ion ferro yang lebih mudah diserap oleh selaput usus. Tetapi parenteral baru
diperlukan apabila penderita tidak tahan akan obat besi, ada gangguan penyerapan, penyakit saluran
pencernaan atau apabila kehamilannya sudah tua. Besi parenteral diberikan dalam bentuk ferri. Secara
intramuskulus dapat disuntikkan dekstran besi (Imferon) atau sorbitol besi (Jectofer). Hasilnya lebih cepat
dicapai, hanya penderita merasa nyeri di tempat suntikan.
Secara intravena perlahan-lahan besi dapat diberikan, seperti ferrum oksidum sakkaratum (Ferrigen,
ferrivenin, Proferrin, Vitis), sodium diferrat (Ferronascin) dan dekstran besi (Imferon). Akhir-akhir ini
Imferon banyak juga diberikan dengan infus dalam dosis total antara 1000-2000 mg unsure besi sekaligus,
dengan hasil yang sangat memuaskan.
Transfusi darah sebagai pengobatan anemia dalam kehamilan sangat jarang diberikan, walaupun
Hb-nya kurang dari 6 g/100ml apabila tidak terjadi perdarahan.
Pencegahan
Di daerah-daerah dengan frekuensi kehamilan yang tinggi sebaiknya setiap wanita hamil diberi
sulfas ferrosus atau glukonas ferrosus, cukup 1 tablet perhari. Selain itu wanita dinasehatkan pula untuk
makan lebih banyak protein dan sayur-sayuran yang mengandung banyak vitamin dan mineral.
Anemia megaloblastik
Anemia megaloblastik dalam kehamilan disebabkan karena defisiensi asam folik (pteroylglutamic
acid), jarang sekali karena defisiensi vitamin B12
Diagnosis
Diagnosis anemia megaloblastik dibuat apabila ditemukan megaloblas atau promegaloblas dalam
darah atau sumsum tulang. Sifat khas sebagai anemia makrositer dan hiperkhrom tidak selalu dijumpai,
kecuali bila anemianya sudah berat.
Diagnosis pasti baru dapat dibuat
13
14
Terapi
Dalam pengobatan anemia megaloblastik dalam kehamilan sebaiknya bersama-sama dengan asam
folik diberikan juga besi. Tablet asam folik diberikan dalan dosis 15-30 mg sehari. Jikalau perlu, asam
folik diberikan dengan suntikan dalam dosis yang sama.
Apabila anemia megaloblastik disebabkan oleh defisiensi vitamin B12 (anemia pernisiosa AddisonBiermer), maka penderita harus diobati dengan vitamin B12 dengan dosis 100-1000 mikrogram sehari, baik
per os maupun parenteral.
Anemia hipoplastik
Anemia pada wanita hamil yang disebabkan karena sumsum tulang kurang mampu membuat selsel darah baru, dinamakan anemia hipoplastik dalam kehamilan.
Darah tepi menunjukkan gambaran normositer dan normokrom, tidak ditemukan ciri-ciri defisiensi besi,
asam folik atau vitamin B12. Sumsum tulang bersifat normoblastik dengan hipoplasia eritropoesis yang
nyata.
Etiologi anemia hipoplastik karena kehamilan hingga kini belum diketahui dengan pasti, kecuali yang
disebabkan oleh sepsis, sinar Roentgen, racun atau obat-obat. Karena obat-obat penambah darah tidak
memberi hasil, maka satu-satunya cara untuk memperbaiki keadaan penderita adalah transfusi darah, yang
sering perlu diulang sampai beberapa kali.
Anemia hemolitik
Anemia hemolitik disebabkan karena penghancuran sel darah merah brlangsung lebih cepat dari
pembuatannya. Secara umum anemia hemolitik dapat dibagi dalam 2 golongan besar yakni :
1. golongan yang disebabkan oleh faktor intrakorpuskuler, seperti pada sterositosis, eliptositosis,
anemia hemolitik herediter, thallasemia, anemia sel sabit, hemoglobinopati C, D, G, H, I dan
paroxysmal nocturnal haemoglobinuria, dan
2. golongan yang disebabkan oleh factor ekstrakorpuskuler, seperti pada infeksi (malaria, sepsis,dsb).
Gejala-gejala yang lazim dijumpai ialah gejala-gejala proses hemolitik, seperti anemia, hemoglobinemia,
hemoglobinuria, hiperbilirubinemia, hiperurobilinuria dan sterkobilin lebih banyak dalam feses.
Sumsum tulang menunjukkan gambaran normoblastik dengan hiperplasia yang nyata, terutama sistim
eritropoetik.Frekuensi anemia hemolitik dalam kehamilan tidak tinggi
Pengobatan anemia hemolitik dalam kehamilan tergantung pada jenis dan beratnya. Obat-obat
penambah darah tidak memberi hasil. Transfusi darah yang kadang-kadang diulang beberapa kali,
diperlukan pada anemia berat untuk meringankan penderitaan ibu dan untuk mengurangi bahaya hipoksia
janin. Splenektomi dianjurkan pada anemia hemolitik bawaan dalam trimester II atau III. Pada anemia
hemolitik yang diperoleh harus dicari penyebabnya. Sebab-sebab itu harus disingkirkan, misalnya
pemberian obat-obat yang dapat menyebabkan kelumpuhan sumsum tulang harus segera dihentikan.
14
15
16
Terjadi akibat distress subakut. Gangguan terjadi beberapa minggu sampai beberapa hari sebelum janin
lahir. Pada keadaan ini panjang dan lingkaran kepala normal tetapi berat tidak sesuai dengan masa gestasi.
Bayi tampak wasted dengan tanda-tanda sedikitnya jaringan lemak dibawah kulit, kulit kering keriput dan
mudah diangkat, bayi kelihatan kurus dan lebih panjang.
Pada IUGR perubahan tidak hanya ukuran panjang, berat dan lingkaran kepala, akan tetapi organ-organ
didalam badanpun mengalami perubahan, misalnya Drillen (1975) menemukan berat otak, jantung, paru
dan ginjal bertambah sedangkan berat hati, limpa, kelenjar adrenal dan thymus berkurang dibandingkan
bayi prematur dengan berat yang sama. Perkembangan dari otak, ginjal dan paru sesuai dengan masa
gestasinya.
ETIOLOGI
Faktor ibu : hipertensi dan penyakit ginjal yang kronik, perokok, penderita diabetes mellitus yang berat,
toksemia, hipoksia ibu ( tinggal di daerah pegunungan, hemoglobinopati, penyakit paru kronik) gizi buruk,
drug abuse dan peminum alkohol. Faktor uterus dan plasenta : kelainan pembuluh darah (hemangioma),
insersi tali pusat yang tidak normal, uterus bikornis, infark plasenta, transfusi dari kembar yang satu ke
kembar yang lain, sebagian plasenta lepas. Faktor janin : ganda, kelainan kromosom, cacat bawaan,
infeksi dalam kandungan (toksoplasmosis, rubella, sitomegalovirus, herpes, sifilis; TORCH). Penyebab
lain : keadaan sosial ekonomi yang rendah, tidak diketahui.
Problematik bayi KMK :
1. Aspirasi mekonium yang sering diikuti pneumotoraks. Ini disebabkan distress yang sering dialami
bayi ini dalam persalinan. Insiden Idiopathic respiratory distress syndrome berkurang oleh karena
IUGR mempercepat maturnya jaringan paru.
2. Usher (1970) melaporkan bahwa 50 % bayi KMK mempunyai hemoglobin yang tinggi yang
mungkin disebabkan oleh hipoksia kronik da dalam uterus.
3. Hipoglikemia terutama bila pemberian minum terlambat. Agaknya hipoglikemia ini disebabkan
oleh berkurangnya cadangan glikogen hati dan meningginya metabolisme bayi.
4. Keadaan lain yang mungkin terjadi : asfiksia, prdarahan paru yang massif, hipotermia, cacat
bawaan akibat kelainan kromosom (sindrom Downs, Turner dan lainnya), cacat bawaan oleh
karena infeksi intrauterine dan sebagainya.
Penatalaksanaan
Pada umumnya sama dengan perawatan neonatus umumnya, seperti pengaturan suhu lingkungan,
makanan, mencegah infeksi dan lainnya, akan tetapi oleh karena bayi ini mempunyai problematic yang
agak berbeda debgan bayi lainnya maka harus diprhatikan hal-hal berikut ini :
1. Pemeriksaan pertumbuhan dan perkembangan janin intrauterine serta menemukan gangguan
pertumbuhan misalnya dengan pemeriksaan ultrasonografi. Bila bayi lahir memerlukan
pemeriksaan yang lebih lengkap dan kemudian sesuai dengan kelainan yang didapat.
16
17
2. Memeriksa kadar gula darah dengan dextrostix atau di laboratorium. Bila ditemui adanya
hipoglikemi harus diatasi.
3. Pemeriksaan hematokrit dan mengobati hiperviskositasnya.
4. Bayi membutuhkan lebih banyak kalori dibandingkan dengan bayi SMK.
5. Melakukan tracheal-washing pada bayi yang diduga akan menderita aspirasi mekonium.
Pengamatan lanjut
Bila bayi berat lahir rendah ini dapat mengatasi problematic yang dideritanya, maka perlu diamati
selanjutnya oleh karena bayi ini kemungkinan akan mengalami gangguan pendengaran, penglihatan,
kognitif, fungsi motor susunan saraf pusat dan penyakit-penyakit seperti hidrosefalus, cerebral palsy dan
sebagainya.
b.
18
mendorong kepala ke atas / kearah fundus (kalau perlu dengan tuntunan USG William). Kalau dapat bayi
diputar sehingga punggungnya menghadap ke anterior, kepala dalam keadaan fleksi.
- Setelah lutut bayi mencapai introitus vagina, tindakan versi selesai dikerjakan
- Kemudian dilakukan manual hilfe untuk melahirkan bahu/lengan : Prazat Deventer atau Mueller atau
lovset atau Potter ; dilanjutkan dengan melahirkan kepala dengan prazat Mauriceau atau De Snooatau
Wigand martin-winckel atau Naujoks ataupun kalau perlu Pragua terbalik (jika u.u.k di belakang), atau
kalau perlu dengan cunam
Jawaban
4.a. Apa saja yang anda ketahui tentang penyakit jantung dalam kehamilan
Wanita-wanita dengan penyakit jantung dan kemudian menjadi hamil mempunyai resiko morbiditas dan mortalitas
yang lebih tinggi dibandingkan bila ia tidak dalam keadaan hamil, terlebih lagi dalam menghadapi saat-saat
persalinan dan nifas. Hal ini karena terjadinya perubahan-perubahan hemodinamik yang sehubungan dengan
kehamilannya. Bahaya tersebut bukan saja mengenai bahaya terhadap ibu, tetapi juga terhadap bayi yang
dikandungnya.Penyakit jantung merupakan salah satu penyebab kematian tersering di dunia ini. Frekuensi penyakit
jantung dalam kehamilan kira-kira 1 4%. Di Indonesia, angka kematian ibu akibat penyakit jantung dalam
kehamilan berkisar antara 1 2%.
Menurut klasifikasi fungsional (NYHA, New York Heart Association), angka kematian ibu hamil dan bersalin
karena penyakit jantung adalah sebagai berikut (5,6) : kelas I: 0.17 %, kelas II : 0.28 %, kelas III : 5.52 %, kelas IV:
5,84
%.
Penyakit jantung yang berat dapat menyebabkan partus prematurus atau kematian intrauterin karena oksigenasi
janin terganggu. Dengan kehamilan pekerjaan jantung menjadi sangat berat sehingga penyakit jantung klas I dan II
dalam kehamilan dapat berubah menjadi klas III atau IV.
Penyakit jantung rematik merupakan jenis penyakit jantung terbanyak, dan lebih dari 90% biasanya dengan
kelainan katup mitral (stenosis katup mitral), disusul penyakit jantung kongenital dan penyakit otot jantung.
Etiologi kelainan jantung dapat primer maupun sekunder. Kelainan primer akibat kelainan kongenital, katup,
iskemik dan kardiomiopati. Sedangkan sekunder akibat penyakit lain seperti hipertensi, anemia berat, dll.
4.b. Klasifikasi kecurigaan penyakit jantung dalam kehamilan 6:
Kelas
Deskripsi
II
III
IV
4.c. Bagaimana diagnosis penyakit jantung dalam kehamilan, saat-saat berbahaya, penanganan kehamilan
dan reproduksinya
Sebelum diagnosis ditegakkan, biasanya didahului langkah-langkah menuju diagnosis sbb 6 :
A. ANAMNESIS
18
19
Pada pasien dengan penyakit jantung yang telah terdiagnosa sebelum kehamilannya, harus dicari data-data
mengenai: usia saat pertama kali diagnosa ditegakkan, gejala-gejala sebelumnya dan komplikasi yang ada,
prosedur diagnostik sebelumnya termasuk kateterisasi jantung, excercise test (treadmill) atau ekokardiografi,
riwayat pengobatan sebelumnya, riwayat operasi, derajat kesembuhan, gejala sisa, obat-obat yang dipakai, diet,
pembatasan-pembatasan aktivitas, serta sedapat mungkin didapatkan catatan medis mengenai perawatan rumah
sakit,
prosedur
diagnostik
dan
pengobatan
sebelumnya.
Pada pasien tanpa riwayat penyakit jantung sebelumnya, harus ditanyakan mengenai riwayat demam rematik
atau penyakit-penyakit lainnya yang berhubungan dengan penyakit jantung seperti demam scarlet, sistemik
lupus eritematosus, penyakit paru-paru, penyakit ginjal, difteri atau pneumonia, riwayat perawatan di rumah
sakit,
kecelakaan
atau
riwayat
operasi
besar
sebelumnya.
Perlu juga ditanyakan mengenai tanda-tanda dan gejala penyakit jantung seperti sianosis pada waktu lahir atau
waktu aktivitas, squatting pada masa kanak-kanak, infeksi saluran napas berulang, gangguan irama jantung,
dispnu pada saat istirahat atau aktivitas, batuk-batuk lama, hemoptisis, asma, nyeri dada, riwayat keluarga
dengan penyakit jantung dan kelainan-kelainan kongenital.
B. PEMERIKSAAN FISIK.
Pada pemeriksaan fisik perlu dievaluasi mengenai Berat Badan dan Tinggi Badan, kelainan pada wajah, jari-jari
dan tubuh yang menunjukkan kelainan kongenital dan perubahan-perubahan pada kulit seperti sianosis, pucat,
angioma, xantelasma, dan xanthoma.
Tekanan darah harus diukur secara cermat dengan cuff yang sesuai, kalau perlu pada kedua lengan dan pada
beberapa posisi. Denyut nadi radial harus dinilai dengan teliti , pada aorta isufisiensi dapat dijumpai denyut
yang kollaps (Collapsing pulse), denyut yang lemah pada cardiac output yang rendah, pulsus alternans atau
pulsus paradoksus.
Inspeksi pada kepala dan wajah untuk mencari adanya tanda-tanda kelainan kongenital, pengukuran JVP dan
penilaian denyut karotid dan kelenjar thyroid. Inspeksi dan palpasi pada dada untuk mencari adanya kelainan
bentuk dinding toraks seperti pectus excavatum, precordial bulging, denyut apeks kordis, thrill. Pada auskultasi
perlu dinilai bunyi jantung I, II, III, IV, murmur jantung, opening snap, gallop dsb. Selanjutnya juga perlu
dilakukan pemeriksaan pada paru-paru, abdomen dan ekstremitas serta sistem organ tubuh lainnya.
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium : seperti hematologis rutin, kimia darah, gula darah, profil kolesterol, dsb
2. EKG, sangat bermanfaat untuk menilai gangguan konduksi, pembesaran ruang-ruang jantung, iskemia atau
infark. Bila perlu dapat dilakukan monitor EKG 24 jam.
3. Phonokardiogram, untuk menilai bunyi jantung , murmur
4. Ekokardiografi, merupakan alat diagnostik yang paling bermanfaat dan aman dilakukan pada wanita hamil.
Dapat memberikan informasi tentang gangguan anatomi maupun fungsional dari ruang jantung (atrium dan
ventrikel), katup-katup jantung dan perikardium. Juga dapat membedakan penyebab edema paru apakah
disebabkan oleh gangguan jantung atau bukan. Dengan transesofageal ekokardiografi, dapat dinilai bagian
posterior jantung seperti atrium kiri dan katup mitral.
5. Doppler Ekokardiografi. Dalam kombinasi dengan ekokardiografi 2 dimensi dapat dinilai intra cardiac shunt,
tekanan arteri pulmonar, derajat regurgitasi.
6. Excercise test (treadmill). Biasanya tidak dipakai pada wanita hamil namun pada kehamilan dini masih dapat
dilakukan atau pada wanita dengan penyakit jantung yang menginginkan kehamilan untuk menilai toleransi
jantung terhadap stress.
7. Lain-lain, seperti kultur tenggorok (throat culture), C-reactive protein, ASTO, kultur darah. Pemeriksaan dengan
zat radioaktif seperti foto rontgen dada, kateterisasi jantung sebaiknya dihindari kecuali sangat dibutuhkan.
D. DIAGNOSIS
Diagnosis biasanya dapat ditegakkan bila ditemukan adanya satu diantara gejala-gejala berikut :
5. Bising diastolik, presistolik, atau bising jantung terus-menerus
6. Bising jantung yang nyaring, terutama bila disertai thrill
7. Pembesaran jantung yang jelas pada gambaran foto toraks
8. Aritmia yang berat
19
20
Kadang-kadang penyakit jantung dalam kehamilan baru diketahui kalau sudah terjadi dekompensasio seperti adanya
sesak nafas, sianosis, edema atau ascites.
E. PENANGANAN IBU HAMIL DENGAN PENYAKIT JANTUNG.
Penanganan ibu hamil dengan penyakit jantung membutuhkan kerja sama tim yang kompak dan terpadu dari
berbagai displin ilmu seperti obstetri ginekologi, kardiologi, ilmu penyakit dalam, anestesi dan sebagainya.
Prosedur penanganan biasanya disesuaikan dengan kelas fungsional, namun penanganan harus tetap didasarkan
atas kondisi dan kelainan jantung masing-masing pasien. Penanganan pasien dengan mitral stenosis tentunya
berbeda dengan pasien aorta stenosis, walaupun masing-masing pasien tersebut berada dalam kelas fungsional
yang sama.(9)
F. MANAJEMEN PENYAKIT JANTUNG KELAS I DAN II
Angka kesakitan dan kematian ibu hamil dengan penyakit jantung kelas I dan II biasanya rendah, sehingga
kebanyakan pasien dapat melewati kehamilan dan persalinan dengan aman. Umumnya penderita dapat
meneruskan kehamilan sampai cukup bulan dan melahirkan pervaginam. Namun tetap harus diwaspadai
terjadinya gagal jantung pada kehamilan, persalinan dan nifas.
Faktor pencetus utama terjadinya gagal jantung adalah infeksi, oleh karena itu semua wanita hamil dengan
penyakit jantung harus sedapat mungkin dicegah terjadinya infeksi terutama infeksi saluran napas atas . Harus
dilakukan pencegahan terhadap kontak dengan orang-orang yang dapat menularkan infeksi seperti infeksi
saluran nafas, merokok, penggunaan obat-obat terlarang, dan setiap prosedur yang dapat memberikan resiko
infeksi harus diberikan antibiotika.(9)
Gagal jantung biasanya terjadi secara perlahan-lahan, gejala pertama berupa ronki basal paru yang menetap,
biasanya disertai batuk-batuk pada malam hari. Gejala lain berupa penurunan kemampuan dalam melakukan
aktivitas sehari-hari, hemoptisis, edema yang progresif dan takikardi.
G. PENANGANAN PADA PERSALINAN.(5)
Persalinan biasanya pervaginam kecuali ada indikasi obstetri untuk seksio sesarea. Penggunaan teknik
analgesia untuk menghilangkan nyeri persalinan sangat dianjurkan, yang umum dipakai adalah analgesia
epidural. Efek samping utama analgesia adalah hipotensi maternal yang pada beberapa kelainan jantung dapat
memperburuk penyakit jantung.
Pada pasien dengan shunt intrakardial, hipotensi akan membalikkan arah aliran dalam shunt intrakardial dari
kiri ke kanan menjadi kanan ke kiri sehingga darah tidak melewati paru-paru tetapi langsung ke aorta dan
sirkulasi sistemik, sehingga dapat terjadi sianosis berat.
Pada hipertensi pulmonar dan stenosis aorta, ventrikular output sangat tergantung pada preload sehingga
hipotensi akan memperburuk kondisi jantung. Pada pasien-pasien ini, anestesi umum atau anestesi dengan
narkotik akan lebih aman digunakan.
Pada kebanyakan pasien dengan penyakit jantung ringan sampai sedang, analgesia epidural ditambah sedativa
intravena cukup efektif untuk meminimalisisasi fluktuasi cardiac output selama persalinan pervaginam. Apabila
akan dilakukan seksio sesar, kebanyakan klinikus menyukai analgesia epidural namun penggunaan harus hatihati pada hipertensi pulmonar. Anestesi umum dengan tiopental, suksinil kolin, N 2O dan 30 % O2 juga
memberikan hasil yang memuaskan
Bila dipilih persalinan pervaginam, ibu harus dalam posisi setengah duduk dan miring ke kiri. Penolong
persalinan harus memberikan pendekatan psikologis supaya ibu tetap tenang dan merasa aman.
Untuk mencegah timbulnya dekompensasio kordis sebaiknya dibuat daftar pengawasan khusus untuk mencatat
nadi dan pernapasan secara berkala, tanda-tanda vital harus dimonitor diantara tiap his : dalam kala I setiap 1015 menit dan dalam kala II setiap 10 menit. Apabila terdapat peningkatan denyut nadi lebih dari 100 x/mt atau
20
21
peningkatan respirasi lebih dari 24 x/mt dan disertai dispnu merupakan tanda-tanda dini kegagalan ventrikel,
dan pasien perlu diberikan digitalis, oksigen dan diuretik.
Bila dibutuhkan oksitosin, berikan dalam konsentrasi tinggi (20 U/l) dengan tetesan rendah dan pengawasan
keseimbangan cairan. Nyeri persalinan dapat diatasi dengan pemberian obat seperti Tramadol 100 mg
supositoria, pethidin 50 mg IM, Morphin 10-15 mg IM.
Persalinan kala II biasanya diakhiri dengan ekstraksi forseps atau ekstraksi vakum dan sedapat mungkin ibu
dilarang mengejan.
Penanganan kala III dilakukan secara aktif, namun pemakaian preparat ergometrin merupakan kontraindikasi,
karena kontraksi uterus yang dihasilkan bersifat tonik dengan akibat terjadi pengembalian darah ke dalam
sirkulasi sistemik kurang lebih 1 liter. Setelah kala III selesai, harus dilakukan pengawasan yang ketat untuk
mengetahui kemungkinan terjadinya gagal jantung atau edema paru, karena saat tersebut merupakan saat yang
paling kritis. Pemasangan gurita dengan kantong pasir di dinding perut dapat dilakukan untuk mencegah
perubahan mendadak sirkulasi di daerah abdominal.
Decompensatio kordis dan edema paru pada mitral stenosis karena kelebihan cairan dapat diatasi dengan
pemberian diuretik. Jika dicetuskan oleh takikardi, dapat diberikan Bloker. Penanganan seperti tersebut di atas
pada decompensatio cordis oleh karena stenosis aorta akan berakibat fatal. Oleh karena itu penanganan
kegagalan jantung harus berdasarkan patofisiologi kelainan jantung.
Namun dalam kondisi real sehari-hari, apabila ditemukan pasien dengan kegagalan jantung maka penanganan
awal harus mencakup langkah-langkah standar resusitasi, termasuk diantaranya :
o Perhatikan jalan napas pasien, usaha bernapas, sirkulasi (A=airway, B=breathing, C=circulation)
o Bagi ibu hamil, posisi yang dianjurkan adalah setengah duduk miring ke kiri, untuk mencegah efek
hipotensi akibat penekanan vena cava inferior oleh uterus gravidarum
o Berikan Morfin / petidin
o Digitalisasi
o Antibiotik
Setelah langkah-langkah awal diatas, dan kondisi hemodinamik pasien telah dalam keadaan stabil baru
ditentukan apakah pasien dalam keadaan inpartu atau tidak.
I. PENGAWASAN NIFAS.
Pengawasan nifas sangat penting diperhatikan, mengingat kegagalan jantung dapat terjadi pada saat nifas,
walaupun pada saat kehamilan atau persalinan tidak terjadi kegagalan jantung.
Komplikasi-komplikasi nifas seperti perdarahan post partum, anemia, infeksi dan tromboemboli akan lebih
berbahaya pada pasien-pasien dengan penyakit jantung.
Sebaiknya penderita penyakit jantung dirawat di rumah sakit sekurang-kurangnya 14 hari setelah melahirkan
dengan istirahat dan mobilisasi tahap demi tahap serta menghindari infeksi.
Sterilisasi dapat dilakukan beberapa hari post partum setelah kondisi ibu stabil.
Laktasi dibolehkan bagi wanita yang sanggup secara fisik, namun bagi penderita penyakit jantung kelas III dan
IV tetap dilarang untuk menyusui
22
1. Terminasi kehamilan
2. Meneruskan kehamilan dengan tirah baring total dan pengawasan ketat, ibu dalam posisi setengah duduk.
Persalinan dilakukan dengan seksio sesarea. Berikan diuretik (furosemide) agar volume darah menurun dan beban
jantung berkurang, disamping itu berikan O2 6-8 L/mt. Bila terdapat gagal napas maka lakukan intubasi dan
ventilasi mekanik.
K. PENANGANAN REPRODUKSI
Dalam konseling prakonsepsi, kepada calon ibu hamil dan partnernya harus diberikan konseling yang menyeluruh
tentang kondisi penyakit jantung yang dialami dan risiko-risiko yang akan terjadi dalam kehamilannya.
Kepada pasien jantung kelas I dan II yang menginginkan kehamilan, harus dilakukan optimalisasi kondisi jantung
sehingga komplikasi yang dapat terjadi dapat diminimalisasi. Sedangkan bagi pasien dengan kelas III dan IV
dianjurkan untuk tidak menikah, atau bila menikah dianjurkan menghindari kehamilan. Apabila telah terjadi
kehamilan sangat dianjurkan untuk dilakukan terminasi kehamilan, sebaiknya sebelum minggu ke 12 dimana
risikonya masih minimal.
Konseling tentang kontrasepsi selama konseling prakonsepsi harus mencakup keseluruhan informasi tentang
metode kontrasepsi yang tersedia serta efek samping yang dapat ditimbulkan. Secara umum preparat hormonal
kurang disukai, oleh karena resiko tromboemboli yang dapat terjadi. Namun pemberian preparat progestin
parenteral masih dianjurkan.
Jawaban
3. Di Indonesia penyakit malaria masih merupakan masalah , terutama bagi ibu-ibu hamil
3.a. Mengapa ibu hamil di daerah endemik rentan terhadap infeksi malaria
Kehamilan sendiri akan membawa beberapa perubahan pada tubuh wanita hamil, antara lain menurunnya
daya tahan / kekebalan tubuh, peningkatan volume sirkulasi darah, retensi air, anemia, perubahan
hormonal, perubahan keseimbangan asam basa, perubahan metabolisme karbohidrat, dan lain-lain yang
kesemuanya secara umum membuat ibu hamil rentan terhadap berbagai penyakit termasuk malaria.
Kehamilan akan memperberat penyakit malaria yang diderita, sebaliknya adanya malaria akan
memperberat kehamilannya.11, 12
3.b. Apakah dampak malaria pada kehamilan , persalinan dan nifas
Penurunan
Kehamilan
kekebalan tubuh
Defisiensi besi
MALARIA
Partus
Infeksi
prematur
plasenta
Diet kurang
Defisiensi folat
Anemia
maternal
Morbiditas dan
BBLR
Mortalitas
22
23
3.c. Jelaskan pengaruh ibu hamil pada malaria dengan bayinya dan bagaimana penanganannya
Malaria akan menjadi lebih berat apabila berjangkit pada ibu hamil, dibandingkan bukan pada ibu hamil, sehingga
akan menimbulkan lebih banyak komplikasi , seperti
anemia, malaria serebral, hipoglikemi, edema pulmonal, infeksi plasenta, dan terhadap bayinya dapat terjadi: berat
badan lahir rendah (BBLR), abortus spontan, kelahiran mati & kelahiran premature, gawat janin , malaria congenital
Penanganan ibu hamil dengan malaria dan bayinya
Pengontrolan malaria dalam kehamilan tergantung derajat tranmisi, pengawasan berdasarkan suatu gabungan halhal dibawah ini. 9
o Diagnosis & pengobatan malaria ringan dan anemia ringan sampai moderat
o Kemoprofilaksis
o Penatalaksanaan komplikasi-komplikasi severe malaria, termasuk anemia berat
o Pendidikan kesehatan dan kunjungan yang teratur untuk ante natal care (ANC). ANC yang teratur adalah
dasar untuk keberhasilan penatalaksanaan malaria dalam kehamilan, yang bertujuan untuk :
Memberikan pendidikan kesehatan termasuk penyuluhan tentang malaria dan dampaknya ( malaria serebral,
anemia, hipoglikemi, edema paru, abortus, pertumbuhan janin terhambat, prematuritas, kematian janin
dalam rahim, dll) pada kehamilan di semua lini kesehatan (Posyandu, Pustu, Puskesmas dan Rumah Sakit).
Memonitor kesehatan ibu dan janin, serta kemajuan kehamilan
Diagnosis dan pengobatan yang tepat (tepat waktu)
Memberikan ibu suplai obat untuk kemoprofilaksis
o Perlindungan pribadi untuk mencegah kontak dengan vektor, misal : pemakaian kelambu.
o Pemeriksaan hemoglobin dan parasitologi malaria setiap bulan.
o Pemberian tablet besi dan asam folat serta imunisasi TT harus lengkap.
o Pada daerah non resisten klorokuin :
Ibu hamil non imun : berikan Klorokuin 2 tablet/minggu dari pertama datang/setelah sakit sampai masa
nifas.
Ibu hamil semi imun : pemberian SP pada trimester II dan III awal
o Pada daerah resisten klorokuin : semua ibu hamil baik non imun maupun semi imun diberi SP pada
trimester II dan III awal
PENANGANAN MALARIA DI PUSKESMAS DAN RUMAH SAKIT
I.
KRITERIA RAWAT JALAN
1. Gejala klinis malaria tanpa komplikasi
2. Bukan malaria berat
3. Parasitemia < 5%
II.
KRITERIA RAWAT TINGGAL
1. Gejala klinis malaria dengan komplikasi
2. Malaria berat
3. Parasitemia > 5%
III.
KRITERIA RUJUKAN
23
24
Semua penderita yang memenuhi kriteria rawat tinggal (malaria berat) tetapi fasilitas/kemampuan
perawatan setempat tidak mencukupi, perlu dirujuk dari Puskesmas ke Rumah Sakit yang mempunyai fasilitas dan
tenaga dokter spesialis. 13
Pada semua ibu hamil dengan malaria, maka pada kunjungan ANC yang pertama,
diberikan pengobatan dosis terapeutik anti malaria (lihat tabel di bawah)11,13
Pengobatan dosis terapeutik OAM dalam kehamilan :
Obat
Dosis oral
Anti malaria
Klorokuin
Amodiakuin
Sulfadoksinpirimetamin
Meflokuin
Sulfadoksin : 25 mg/Kg
dosis
tunggal
Pirimetamin : 1 mg/Kg
15-20 mg base/Kg (dosis tunggal)
Kinin
Artesunat
Atau: Artemether
Keamanan
Aman untuk semua trimester
Tidak direkomendasi untuk
trimester I
Tidak direkomendasi untuk
trimester I
Tidak direkomendasi untuk
trimester I
Aman untuk semua trimester
Tidak direkomendasi untuk
trimester I
25
26
Cara II :
Kina HCL 25 % (perdrip), dosis 10mg/Kg BB atau 1 ampul (isi 2 ml = 500 mg) dilarutkan dalam 500 ml
dextrose 5 % atau dextrose in saline diberikan selama 8 jam dengan kecepatan konstan 2 ml/menit, diulang
dengan cairan yang sama setiap 8 jam sampai penderita dapat minum obat.
Bila penderita sudah dapat minum, Kina IV diganti dengan Kina tablet / per oral dengan dosis 10 mg/Kg BB/ x
dosis, pemberian 3 x sehari (dengan total dosis 7 hari dihitung sejak pemberian infus perdrip yang pertama).
Pemberian kina mulai hari 0 :
( Loading dose
4 Jam I )
Jam ke 0
12
16
20
24
Catatan :
Kina tidak boleh diberikan secara bolus intra vena, karena dapat menyebabkan kadar dalam plasma sangat
tinggi dengan akibat toksisitas pada jantung dan kematian.
Bila karena berbagai alasan Kina tidak dapat diberikan melalui infus, maka dapat diberikan IM dengan dosis
yang sama pada paha bagian depan masing-masing 1/2 dosis pada setiap paha . Bila memungkinkan untuk
pemakaian IM, kina diencerkan dengan normal saline untuk mendapatkan konsentrasi 60-100 mg/ml
Bila tidak ada perbaikan klinis setelah pemberian 48 jam kina parenteral, maka dosis maintenans kina
diturunkan 1/3 - 1/2 nya (menjadi 5-7 mg Kina HCl) dan lakukan pemeriksaan parasitologi serta evaluasi klinik
harus dilakukan.
Total dosis kina yang diperlukan :
Hari 0 : 30 mg/Kg BB
Hari I : 30 mg/Kg BB
Hari II dan berikutnya : 15-20 mg/Kg BB.
Pemberian kina dapat diikuti dengan terjadinya hipoglikemi, karenanya perlu diperiksa gula darah /12 jam.
Artesunate dan artemether sudah pernah dipakai dengan aman dan berhasil untuk ibu hamil pada beberapa
kasus.5
Mengingat adanya keterbatasan sarana maupun tenaga ahli di Puskesmas/RS, maka untuk beberapa kasus malaria
berat yang memerlukan perawatan/pengobatan dengan fasilitas tertentu (misal: hemo/peritoneal dialisis, transfusi
tukar, dll) yang tidak tersedia pada fasilitas pelayanan pengobatan tersebut sebaiknya dirujuk ke RS tingkat yang
lebih tinggi (fasilitas lengkap).
Pengobatan Komplikasi 11,14
1. Malaria serebral
Malaria serebral didefinisikan sebagai unrousable coma (penilaian dengan Glasgow coma scale) pada malaria
falsiparum, dengan manifestasi sebagai perubahan sensorium yaitu manifestasi perilaku abnormal pada seorang
penderita dari mulai yang paling ringan sampai koma yang dalam. Gangguan kesadaran pada malaria serebral
diduga karena adanya gangguan metabolisme di otak.
Prinsip penatalaksanaan :
Umumnya sama seperti pada malaria berat, disamping pemberian OAM beberapa hal yang penting yang perlu
diperhatikan adalah :
Terapi supportif meliputi :
a. Perawatan pasien tidak sadar , meliputi :
Pasang IVFD, kateter urethra dengan memperhatikan kaidah a/antisepsis.
26
27
Jaga keseimbangan cairan : lakukan monitoring balans cairan dengan mencatat intake dan output cairan secara
akurat. Bila fungsi ginjal baik, adanya dehidrasi atau overhidrasi dapat juga diketahui dari volume urin. Normal
volume urin : 1 ml/menit. Bila volume urin < 30 ml/jam, mungkin terjadi dehidrasi ( periksa juga tanda-tanda
lain dehirasi ), maka tambahkan intake cairan melalui IV-line. Bila volume urin > 90 ml/jam, kurangi intake
cairan untuk mencegah overload yang mengakibatkan udem paru.
Mata dilindungi dengan pelindung mata untuk menghindari ulkus kornea yang dapat terjadi karena tidak adanya
refleks mengedip pada pasien tidak sadar.
Menjaga kebersihan mulut untuk mencegah infeksi kelenjar parotis karena kebersihan rongga mulut yang
rendah pada pasien tidak sadar.
Ubah/balik posisi lateral secara teratur untuk mencegah luka dekubitus dan hypostatic pneumonia.
Hal-hal yang perlu dimonitor :
- Tensi, nadi, suhu dan pernafasan setiap 30 menit.
- Pemeriksaan derajat kesadaran dengan modifikasi Glasgow Coma Scale (GCS) setiap 6 jam.
- Hitung parasit setiap 12-24 jam.
- Hb & Ht setiap hari.
- Gula darah setiap 4 jam.
- Parameter lain sesuai indikasi ( misal : ureum & creatinin darah pada komplikasi gagal ginjal ).
b. Pengobatan simptomatik
2. Anemia berat
Beberapa definisi anemia dalam kehamilan :
Anemia ringan/mild anaemia
Anemia sedang/moderat anaemia
Anemia berat/severe anaemia
Anemia sangat berat
Hemoglobin
(g/dl)
10 11
7 10
<7
<4
Tindakan :
Berikan 50 100 ml Glukosa 40 % IV secara injeksi bolus
Infus glukosa 10 % perlahan-lahan untuk maintenans / mencegah hipoglikemia berulang.
Monitoring teratur kadar gula darah setiap 4-6 jam.
4. Pengobatan Edema Paru :
27
28
Edema paru merupakan komplikasi fatal yang sering menyebabkan kematian oleh karenanya pada malaria berat
sebaiknya dilakukan penanganan untuk mencegah terjadinya edema paru. Penderita mendadak batuk, sesak, napas
cepat dan dangkal, pada auskultasi terdengan ronki penuh di semua bagian paru. Foto torak nampak infiltrasi yang
luas diseluruh lapangan paru.
Bila ada tanda udema paru akut penderita segera dirujuk, dan sebelumnya dilakukan tindakan sebagai berikut :
a. Pemberian oksigen konsentrasi tinggi untuk perbaiki hipoksia
b. Pembatasan pemberian cairan
c. Bila disertai anemia,berikan Transfusi PRC.
d. Untuk mengurangi beban jantung kanan dapat dilakukan :
Posisi pasien duduk.
Pemberian furosemid 40 mg i.v bila perlu diulang 1 jam kemudian atau dosis ditingkatkan sampai 200 mg
(maksimum) sambil memonitor urin output dan tanda-tanda vital.
Venaseksi, keluarkan darah pasien kedalam kantong transfusi/donor sebanyak 250-500 ml akan sangat
membantu mengurangi sesaknya. Apabila kondisi pasien sudah normal, darah tersebut dapat dikembalikan
ketubuh pasien.
3d. Jelaskan tentang komplikasi yang bisa terjadi pada malaria dengan kehamilan
A. Komplikasi Maternal (ibu), tdd :
o Anemia
Anemia sekunder yang berat pada malaria dalam kehamilan dapat timbul
o Malaria Serebral
o Hipoglikemi
o Edema pulmonal
o Infeksi plasenta
B. Komplikasi Janin :
o Berat badan lahir rendah (BBLR)
o Abortus spontan, kelahiran mati & kelahiran prematur
o Gawat janin
o Malaria kongenital
1. Letak sungsang
A. Cara pengelolaan bayi dengan letak sungsang
Hamil < 34 minggu (pada primigravida) :
Ibu dipesan untuk melakukan knee-chest position 3-4 kali selama 10 menit setiap hari dengan
harapan bayi dapat terjadi rotasi menjadi letak kepala. Karena kepala bayi lebih berat daripada
bokong, maka diharapkan terjadi versi.
Hamil < 36 minggu (multigravida) knee-chest position.
Apabila janin tetap sungsang pada hamil 34 minggu (primigravida) dan hamil 36 minggu (multigravida)
dan jika tidak ada kontraindikasi dilakukan versi luar. Ibu dipersiapkan untuk versi luar, membawa bedah
dan mempersiapkan gurita. Pada primigravida, versi luar sebelum 34 minggu belum perlu oleh karena
dapat versi spontan ; bila > 36 minggu maka manipulasi sulit, karena bagian terbawah janin sudah masuk
panggul
Bila versi luar berhasil menjadi janin letak kepala maka ditangani seperti letak kepala.
28
29
Bila versi luar tidak berhasil, maka dirawat dengan kehamilan letak sungsang, tunggu sampai in partu.
Diharapkan pada ibu untuk melahirkan di rumah sakit.
Syarat-syarat Versi Luar :
1) Hamil > 34 minggu
2) Bokong masih dapat dimobilisasi
3) BJA baik
4) Ketuban belum pecah
5) Dinding perut tipis dan tidak mudah terangsang
6) Pada persalinan pembukaan < 3 cm dan bokong masih dapat dimobilisasi
Kontra Indikasi Versi Luar :
1)
2)
3)
4)
5)
6)
BJA buruk
7)
8)
Gemelli. Bila dilakukan versi maka pada waktu bahu janin diputar, janin yang
lain dapat ikut terputar.
9)
10) Hidramnion
11) Hidrosefalus
12) Panggul sempit
Teknik versi luar :
1. Kandung kencing dikosongkan
2. Posisi berbaring dengan kaki fleksi
3. Bila perlu : dilakukan mobilisasi bagian terendah anak
4. Sentralisasi : kepala dan bokong didekatkan
5. Versi : pemutaran ke arah perut anak
6. Bunyi jantung janin diperiksa ulang. Bila menjadi jelek diputar kembali ke posisi semula
29
30
7. Tidak boleh dipergunakan tokolitik dan anestesi
Versi luar dianggap gagal bila :
Timbul gawat janin
Letak anak yang diharapkan tidak tercapai. Karena bagian janin tak dapat dipegang dengan baik atau karena
terasa hambatan yang berat saat rotasi
Versi luar ulangan :
Dilakukan setiap kunjungan antenatal selama tidak ada kontraindikasi
Dilakukan oleh tenaga senior
Komplikasi versi luar :
Solusio plasenta
Lilitan tali pusat
Ruptura uteri
Gawat janin
Ketuban pecah
Kerugian Versi Luar :
1) Solusio plasenta. Pecahnya pembuluh darah palsent aakibat trauma langsung saat versi atau karena tarikan
tali pusat yang relatif pendek pada saat janin diputar.
2) Ruptur uteri
3) Ketuban pecah, sehingga dapat menyebabkan terjadinya prolaps talipusat, prolaps bagian-bagian kecil janin
atau infeksi
4) Lilitan tali pusat. Terjadi bila tali pusat panjang, sehingga saat janin diputar, tali pusat melingkar pada salah
satu bagian anak.
5) Letak defleksi
6) Persalinan prematur IUFD
Tahap-tahap versi luar :
Versi luar yang dilakukan untuk mengubah bagian terrendah janin dari satu kutub ke kutub yang berlawanan (letak
sungsang diubah menjadi letak kepala), terdiri dari 4 tahap yaitu :
1. tahap mobilisasi : mengeluarkan bagian terendah dari pintu atas panggul
2. tahap eksenterasi : membawa bagian terendah ke fosa iliaka agar radius rotasi lebih pendek
3. tahap rotasi : memutar bagian terendah janin ke kutub yang dikehendaki
4. tahap fiksasi: memfiksasi badan janin agar tidak memutar kembali.
Tahap mobilisasi dan eksenterasi :
30
31
1. ibu tidur terlentang dengan posisi Trendelenburg dan tungkai fleksi pada sendi paha dan lutut. Kandung
kemih sebaiknya kosong.
2. perut ibu diberi talk dan tidak perlu diberi narkosis. Penolong berdiri di samping kiri ibu menghadap ke
arah ibu. Mobilisasi bagian terendah janin dilakukan dengan meletakkan kedua telapak tangan penolong
pada pintu atas panggul dan mengangkat bagian terendah janin keluar dari pintu atas panggul. Setelah itu
dilakukan eksenterasi, yaitu membawa bagian terendah janin ke tepi panggul (fosa iliaka) agar radius
pemutaran lebih pendek
Tahap rotasi :
1. pada waktu hendak melakukan rotasi, penolong mengubah posisi berdirinya, yaitu menghadap ke muka ibu.
Satu tangan penolong memegang bagian terendah, satu tangan memegang bagian atas dan dengan gerakan
yang bersamaan dilakukan pemutaran, sehingga janin berada dalam presentasi yang dihendaki.
2. pemutaran dilakukan ke arah :
a. yang paling rendah tahanannya (ke arah perut) atau
b. presentasi yang paling dekat
3. setalah tahap rotasi selesai, penolong mendengarkan detik jantung janin dan detk jantung janin diobservasi
selama 5-10 menit.
4. bila dalam observasi tersebut terjadi gawat janin, maka janin harus segera diputar kembali ke presentasi
semula. Bila pada pemutaran dijumpai tahanan, perlu dikontrol detik jantung janin. Bila terdapat tandatanda detik jantung janin tidak teratur dan mengkat, janganlah pemutaran dilangsungkan.
Tahap fiksasi :
Bila rotasi sudah dikerjakan, dan penilaian detak jantung janin baik maka dapat dilanjutkan dengan fiksasi janin.
Fiksasi dapat dikerjakan dengan memakai gurita. Ibu diminta tetap memakai gurita, setiap hari sampai saat
pemeriksaan 1 minggu kemudian.
32
Tahap II : melahirkan bahu dan lengan, dengan bantuan penolong persalinan
1. Klasik ( Deventer ) : melahirkan bahu dan lengan belakang terlebih dahulu
2. Muller : melahirkan bahu dan lengan depan lebih dahulu
3. Lovset : memutar badan janin dlam setengah lingkaran ( 180 0 ), bolak-balik sambil dilakukan traksi curam
kebawah sehingga bahu yang sebelumnya berada di belakang, dapat lahir dibawah simfisis pubis.
Tahap III : melahirkan kepala
1. Mauriceau (Veit Smellie ) : pada janin dengan perut menghadap kebawah
2. Praque terbalik : pada janin dengan perut menghadap ke atas
3. Cunam Piper : dilakukan bila cara Mauriceau tidak berhasil
4. Najouks : pada janin dengan letak kepala masih tinggi. Cara ini tidak dianjurkan lagi karena menimbulkan
trauma yang berat pada sumsum tulang di daerah leher.
5. Wigand Martin-Winckel
C. Manual aid cara Klasik dan cara Mauriceau
32
33
Cara Mauriceau (Veit-Smellie)
1. Tangan penolong yang sesuai dengan muka janin dimasukkan ke dalam jalan lahir. Jari tengah dimasukkan
ke dalam mulut dan jari telunjuk dan jari keempat mencengkam fosa kanina, sedang jari lain mencengkam
leher. Badan anak diletakkan di atas lengan bawah penolong, seolah-olah janin menunggang kuda. Jari
telunjuk dan jari ketiga penolong yang lain mencengkam leher janin dari arah punggung.
2. Kedua tangan penolong menarik kepala janin curam ke bawah sambil seorang asisten melakukan ekspresi
Kristeller. Tenaga tarikan terutama dilakukan oleh tangan penolong yang mencengkan leher janin dari arah
punggung. Bila suboksiput tampak di bawah simfisis, kepala janin dielevasi ke atas dengan suboksiput
sebagai hipomoklion sehingga berturut-turut lahir dagu, mulut, hidung, mata, dahi, ubun-ubun besar dan
akhirnya lahirlah seluruh kepala janin.
Kehamilan ganda
9. Oligohidramnion
10. Polihidramnion
11. Riwayat obstetrik buruk
12. kehamilan dengan penyakit ibu ( seperti SLE, penyakit ginjal )
ALADJEM mengusulkan suatu protokol evaluasi janin antepartum sebagai berikut :
1. Pada kehamilan resiko tinggi, NST dilakukan setelah kehamilan berumur 30 minggu
2. Bila NST reaktif, pemeriksaan diulang setiap minggu, kecuali pada kelainan tertentu seperti diabetes
melitus dianjurkan dilaksanakan setiap hari
3. Bila reaktivitas berkurang, dilakukan pemeriksaan estriol.. NST diulang setiap hari dengan rangsangan dari
luar. Bila reaktivitas tidak membaik, dilakukan OCT.
33
34
4. Bila dalam 2 kali pemeriksaan ternyata janin dalam keadaan gawat, dilakuakan pemeriksaan maturitas paru
janin. Bila paru telah matur, janin dilahirkan. Bila belum matur penderita dirujuk ke pusat yang memiliki
NICU untuk merawat janin yang masih prematur.
5. Bila kecurigaan adanya gawat janin dapat disingkirkan, ulangi pemeriksaan setiap hari selama 1 minggu.
6. Bila terjadi hasil yang non-reaktif atau pola sinusoidal, janin harus dipersiapkan utuk dilahirkan dengan
mempertimbangkan apakah kehidupan intrauterin lebih menguntungkan dari kehidupan ekstrauterin.
Ada juga yang mengatakan, bila kehamilan disertai faktor resiko seperti hipertensi/ gestosis, diabetes melitus,
perdarahan, atau oligohidramnion, hasil NST yang reaktif tidak menjamin bahwa keadaan janin akan masih tetap
baik sampai 1 minggu kemudian, sehingga pemeriksaan ulangan harus lebih sering ( kurang dari 1 minggu ).
Sebaiknya NST tidak dipakai sebagai parameter tunggal untuk menentukan intervensi atau terminasi kehamilan oleh
karena tingginya angka positif palsu, sehingga dianjurkan untuk menilai profil biofisik janin lainnya .
Terdapat paling sedikit 5 gerakan janin dalam waktu 20 menit pemeriksaan dengan disertai dengan adanya
akselerasi paling sedikit 10-15dpm
35
o
Tidak ada akselerasi denyut jantung janin meskipun diberikan rangsangan dari luar
Hasil NST non reaktif mempunyai nilai prediksi positif yang rendah < 30%, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan
lanjutan dengan contraction stress test atau pemeriksaan lain yang mempunyai nilai prediksi positif yang lebih
tinggi ( seperti Doppler, USG ).
Bagan
3. Infeksi nifas
A. Faktor predisposisi infeksi nifas
Infeksi nifas adalah infeksi alat genital dalam masa nifas yang ditandai dengan meningkatnya suhu > 380 C yang
terjadi selama 2 hari berturut-turut dalam waktu 10 hari pertama postpartum, kecuali 24 jam pertama postpartum.
Faktor predisposisinya antara lain :
35
36
1. Partus lama
2. Ketuban pecah sebelum waktunya
3. Persalinan traumatis
4. Pelepasan plasenta secara manual
5. Infeksi intrauterine
6. Infeksi kandung kencing
7. Anemia
8. Pertolongan persalinan yang tidak steril
B. Trombophlebitis
Trombophlebitis merupakan penjalaran infeksi melalui vena.
Pada masa nifas terdapat dua golongan yang berperan :
1. Trombophlebitis pelvika : berasal dari vena ovarika, vena uterina, vena hypogastrika. Paling sering terkena vena ovarika
karena mengalirnya darah dari luka bekas plasenta (daerah fundus). Karena peradangan terbentuk trombosis, untuk
menghalangi penjalaran kuman. Bila daya tahan tubuh kurang , trombus menjadi nanah. Bagian-bagian kecil trombus dapat
terlepas dan terjadi emboli atau sepsis. Karena embolus mengandung nanah maka disebut pyaemia. Embolus dapat tersangkut
di paru-paru, ginjal, jantung. Di paru-paru dapat menimbulkan infark, yang bila luas dapat menyebabkan kematian. Kematian
dapat juga karena abses paru.
2. Trombophlebitis femoralis ( Phlegmasia alba dolens ) : berasal dari vena femoralis, vena poplitea, vena saphena
Terjadi karena :
- penjalaran dari trombophlebitis vena uterina ( vena uterina vena hypogastrika
vena iliaka eksterna vena femoralis )
- berasal dari trombophlebitis vena saphena magna atau peradangan vena femoralis
sendiri. Karena aliran darah yang lambat pada daerah lipat paha akibat tertekannya
vena oleh ligamentum inguinale, juga karena kadar fibrinogen yang tinggi pada masa
nifas
- akibat parametritis
Gejala :
1. Terjadi antara hari ke 10-20 masa nifas dan terjadi kenaikan suhu badan
2. Tungkai, biasanya kiri :
-
Kaki yang sakit biasanya lebih panas dari kaki yang sehat
Palpasi: terasa nyeri sepanjang salah satu vena kaki, teraba sebagai utas
yang keras, biasanya pada paha
Timbul oedema yang biasanya bermula dari ujung kaki atau paha dan naik
ke atas, bila berasal dari vena saphena atau vena femoralis. Bila berasal dari
36
37
trombophlebitis pelvika, oedema mulai dari paha, kemudian turun ke betis.
Oedema lambat sekali menghilang.
-
- Abortus habitualis
- Pernah lahir anak besar/cacat bawaan
- Pernah lahir mati
- Infeksi saluran kemih berulang selama hamil
- Moniliasis berat berulang
Nefropati
37
38
-
Retinopati
Gagal ginjal
diabetes mellitus
bukan DM
Tes tantangan glukosa ( dengan pembebanan 50 gram glukosa dan kadarnya diukur setelah 1 jam ), bila kadarnya >
140 mg% lanjutkan dengan tes toleransi glukosa oral
Tes toleransi glukosa oral
Penderita makan cukup kalori minimal 3 hari sebelum pemeriksaan, kemudian malam sebelum hari pemeriksaan
harus berpuasa selama 8-12 jam. Contoh gula darah diambil pagi hari, dan penderita diberi beban glukosa 75 gram
dalam 200 ml air. Kemudian kadar gulanya diperiksa
GTT
puasa
1 jam pp
165 mg%
190 mg%
2 jam pp
145 mg%
190 mg%
3 jam pp
125 mg%
145 mg%
38
39
Riwayat preeklampsia pada multipara
Moniliasis berat berulang
Infeksi saluran kemih yang berulang selama hamil
Riwayat Ibu :
Umur > 30 tahun
Adanya riwayat keluarga yang menderita DM
Pernah menderita DM pada kehamilan sebelumnya
Obesitas
Glukosuri
Pembagian diabetes mellitus pada kehamilan :
DM yang sudah diketahui sebelumnya dan kemudian penderita menjadi hamil (DM progestational ).
Sebagian besar termasuk dalam IDDM ( Insulin Dependent DM )
DM yang baru ditemukan pada saat kehamilan ( DM gestational ). Umumnya termasuk dalam NIDDM
Diabetes Mellitus Gestational didefinisikan sebagai gangguan toleransi glukosa berbagai tingkat yang diketahui
pertama kali saat hamil tanpa membedakan apakah penderita pernah mendapat insulin atau tidak.
Klasifikasi (menurut White) berdasarkan umur, waktu penyakitnya timbul, lamamya, beratnya dan komplikasinya :
Kelas A : hanya diabetes kimiawi = diabetes laten, subklinis atau diabetes kehamilan
Kelas B : diabetes dewasa, diketahui secara klinis > 20 tahun, berlangsung < 10
tahun, tidak disertai kelainan pembuluh darah
Kelas C : diabetes ditemukan umur 10-19 tahun, lamanya 10-19 tahun, dan tanpa
kelainan pembuluh darah
Kelas D : diabetes ditemukan usia < 10 tahun dan diderita selama > 20 tahun, disertai
kelainan pembuluh darah ( retinopati benigna )
Kelas F : diabetes dengan nefropatia
Kelas R : diabetes dengan komplikasi retinitis proliferasi atau dengan perdarahan dalam
korpus vitreum
Kelas H : diabetes dengan penyakit jantung
B. Pengaruh diabetes melitus dalam kehamilan
Konsep pengaruh tersebut :
a. Hiperglisemia darah ibu terutama trisemester I yang dengan bebas dapat masuk ke
darah janin
b. Kompensasi janin adalah meningkatkan pengeluaran insulin, sehingga dapat
menggunakan keadaan hiperglisemia tersebut
c. Situasi hiperglisemia darah janin dapat menimbulkan berbagai penyulit :
Gangguan pertumbuhan SSP
39
40
Kelainan kongenital
Makrosomia
Gangguan pembuluh darah plasenta sehingga dapat terjadi insufisiensi
d. Post partum, situasi hiperglisemia darah menghilang dan menimbulkan hipoglisemia
darah janin
Dalam kehamilan :
Abortus dan partus prematurus
Preeklamsia
Hidramnion
Kelainan letak janin
Insufisiensi plasenta
Dalam persalinan :
Inertia uteri dan atonia uteri
Distosia bahu karena bahu besar
Kelahiran mati
Lebih sering pengakhiran partus dengan tindakan
Lebih mudah terjadi infeksi
Angka kematian maternal lebih tinggi
Dalam nifas :
Infeksi nifas dan sepsis
Menghambat penyembuhan luka
Terhadap anak :
Kematian hasil konsepsi dalam kehamilan muda mengakibatkan abortus
Cacat bawaan, terutama kelainan jantung
Dismaturitas
Janin besar
IUFD
Kematian neonatal
Kelainan neurogik dan psikologik
40
41
C. Pengelolaannya
Pengelolaan medis
1. Mengendalikan kadar gula darah
Pada NIDDM pengelolaan terutama ialah diet
Cara yang dianjurkan ialah cara Broca, BB ideal = ( TB-100 ) 10%BB
Kebutuhan kalori adalah jumlah keseluruhan kalori yang diperhitungkan dari
-
41
42
Insulin
Pada umunya pemberian insulin dimulai dari dosis rendah dan bertambah secara bertahap sesuai dengan usia
kehamilan. Insulin yang dipakai sebaiknya human insulin dengan dosis 0,5 1,5 Unit/kg BB
Macam insulin :
a. Insulin kerja cepat : Humulin R ( 40IU, 100IU ), Actrapid human ( 40, 100 )
b.Insulin kerja menengah : Monotard Human ( 40, 100 ), Insulatard Human
c. Insulin kerja campuran : Human 30/70 ( 40, 100 ), Mixtard 30/70
Pengelolaan Obstetrik
Pada PAN dilakukan pemantauan keadaan klinis ibu dan janin, terutama tekanan darah, tinggi fundus uteri, denyut
jantung janin, kadar gula darah ibu, USG, dan kardiotokografi
1. Pemeriksaan kesejahteraan janin
a. USG
-
taksiran BB janin
b.Kardiotokografi
-
c. Gerakan janin
-
Secara elektronis
- Pada pasien IDDM, persalinan elektif, direncanakan pada usia kehamilan 38-39
minggu, karena bayi sudah cukup besar, kepala sudah masuk panggul, dan
memperkecil kemungkinan terjadinya distosia
- Pada pasien NIDDM, dilakukan terminasi bila terdapat indikasi
- Sebelum terminasi dipastikan kematangan paru janin ( < 38 minggu )
Indikasi untuk mengakhiri kehamilan
Gula darah tak terkendali
Preeklampsia
Gawat janin
Makrosomia
Polihidramnion
42
43
3. Penanganan persalinan
- Dengan mempertahankan diet dan dosis insulin, diharapkan sebagian besar pasien
melahirkan pervaginam
- Pantau kadar gula darah dan diberikan terapi bersama bagian penyakit dalam. Janin
dipantau dengan kardiotokografi.
- Seksio sesarea dilakukan hanya atas indikasi obstetri
Penanganan neonatus
Dianggap dan diperlakukan sebagai bayi prematur
Pemeriksaan gula darah untuk mencegah hipoglikemia
GAMBAR
5. Panggul sempit
A. Persangkaan Panggul Sempit :
Seorang harus ingat akan kemungkinan panggul sempit kalau :
Pada kehamilan
Anamnesa :
43
44
1. Terdapat kelainan pertumbuhan tulang
2. Pada multipara persalinan yang dulu-dulu sulit, atau dengan tindakan
3. Riwayat penyakit tulang :
-
Rachitis
Osteomalasia
Pemeriksaan fisik :
1. Tinggi badan < 145 cm
2. Kelainan bentuk badan : kelainan tulang belakang ( scoliose, kyfosis )
Kelainan tungkai bawah ( pincang )
3. Pada primipara kepala anak belum turun setelah minggu ke 36
4. Pada primipara ada perut menonjol ke depan; menggantung
5. Kelainan letak pada hamil tua
6. Kelainan tulang panggul
7. Osborn positif
Pada persalinan
a. Persalinan lebih lama daripada biasanya, karena :
1. Gangguan pembukaan, disebabkan ketuban pecah sebelum waktunya, karena bagian terbawah janin kurang
menutup pintu atas panggul. Setelah ketuban pecah, kepala tidak dapat menekan serviks karena tertahan
pintu atas panggul.
2. Dibutuhkan waktu untuk moulase kepala janin
b. Terjadi kelainan presentasi atau posisi, misalnya
1. Pada panggul picak, ssering terjadi letak defleksi, supaya diameter bitemporalis
( lebih kecil dari biparietalis ) dapat melalui conjugata vera yang sempit
2. Pada panggul sempit seluruh, kepala anak mengadakan hiperfleksi
3. Pada panggul sempit melintang, sutura sagitalis dalam posisi muka-belakang
( positio occipito directa ) pada pintu atas panggul
B. Persalinan Percobaan
Yang disebut persalinan percobaan ialah,
Percobaan untuk persalinan pervaginam pada wanita dengan panggul sempit relatif. Persalinan percobaan hanya
dilakukan pada letak belakang kepala, jadi tidak dilakukan pada letak sungsang, letak dahi, letak muka, atau
kelainan letak yang lain.
44
45
Tidak pada kehamilan > 42 minggu, karena moulage kepala janin kurang
Terdapat istilah :
- Trial of labor : serupa dengan persalinan percobaan
- Test of labor : merupakan fase akhir trial of labor, dimulai dari pembukaan
lengkap dan berakhir 2 jam sesudahnya. Kalau dalam 2 jam setelah
pembukaan lengkap kepala turun sampai H III maka test of labor dikatakan
berhasil.
Sekarang test of labor jarang dipergunakan lagi karena :
- Seringkali pembukaan tidak menjadi lengkap pada persalinan dengan panggul
45
46
sempit
- Kematian anak tinggi dengan percobaan tersebut.
6. Partus Prematurus
Definisi : persalinan yang berlangsung pada umur kehamilan 20-37 minggu atau berat badan anak 500-2500 mg.
A. Etiologi :
46
47
C. Persalinan premature perlu dicegah
Persalinan premature perlu dicegah karena tingginya anka kematian perinatal. Persalinan premature merupakan
penyebab sekitar 38% kematian neonatal. Terutama disebabkan respiratory distress syndrome dan intraventricular
hemorrhage.
Respiratory distress syndrome terutama disebabkan hyaline membrane disease, karena kurangnya produksi
surfaktan dari sel alveoli tipe II janin.
Intraventricular hemorrhage, disebabkan hipoksia janin. Hipoksia menyebabkan kerusakan endotel vaskular dari
vena, juga menyebabkan kontraksi vena, yang menyebabkan rupturnya pembuluh darah.
Upaya pencegahan :
Promotif : pendidikan masyarakat melalui berbagai media yang ada tentang bahaya persalinan prematur, faktor
resiko upaya menjarangkan kelahiran menjadi > 3 tahun dan menunda usia hamil sampai 20 tahun.
Preventif :
Perawatan antenatal, diit, pemberian vitamin
Penjagaan higiene
Kurangi aktifitas
Penyakit-penyakit pada ibu harus diobati dengan baik
Tindakan-tindakan bedah yang elektif harus ditunda
Kehamilan gemelli harus istirahat sejak kehamilan 28 minggu s/d 37 minggu
Perdarahan pada plasenta previa total dirawat dan dilakukan transfusi dan menunda kelahiran sampai janin
mampu hidup, sedangkan perdarahan aktif dan hebat memerlukan pembedahan segera.
Inkompetensi servix harus dijahit pada trisemester I
SC elektif bila janin aterm
Kuratif : - Pemberian obat-obat tokolitik
- Pemberian obat pematangan paru janin :
* Deksamethason 5mg tiap 12 jam IM, sampai 4 dosis
* Betamethason 12 mg tiap 24 ja IM, sampai 2 dosis
Syarat pemberian obat :
Kehamilan 20-37 minggu
Minimal terdapat 2 kontraksi dalam 15 menit
Ketuban masih utuh
Tidak ada perdarahan
Tidak ada infeksi intrapartum
Pembukaan cervix < 5 cm
Obat-obat tokolitik :
47
48
Beta simpatomimetik
Obat ini bekerja menstimulasi reseptor adrenergik beta 2 pada membrana sel otot uterus sehingga meningkatkan
konsentrasi cAMP intraseluler dan cAMP akan menyebabkan turunnya konsentrasi ion Ca intraseluler yang
diikuti dengan penurunan kontraktilitas uterus mis : ritodrine, terbutalin, isoxuprin, salbutamol
Isoxuprin : 80 mg dilarutkan dalam 500 cc D5% dimulai 10 gtt/m sampai 40gtt/m dinaikkan tiap 10
menit.
Pengobatan dihentikan bila 24 jam tidak terjadi kontraksi dan dilanjutkan dengan pemberian oral.
Efek samping : takikardi, penurunan tekanan sistolik
Ritodrine : 50 mg dalam 500 cc D5% dimulai tetesan 50 ug/m ditingkatkan 50ug/m tiap 10 menit
sampai 600 ug/m
Efek samping : takikardi, penurunan tekanan sistolik
Salbutamol : diberikan IV 5 mg salbutamol dalam D5% mulai 20 gtt/m dan ditingkatkan sampai 80
gtt/m
Efek samping : takikardi, penurunan tekanan sistolik
Cakcium antagonis
Mekanisme kerja : penurunan konsentrasi ion Ca bebas dalam sel yang diikuti dengan penurunan kemampuan
sel untuk melakukan fosforilasi rantai pendek miosin selama kontraksi seluler mis : MgSO4
Prostaglandin inhibitor
Bekerja dengan melakukan hambatan terhadap sekelompok enzim yang bertanggungjawab atas pengubahan
asam arachidonat bebas menjadi prostaglandin mis : aspirin, indomethasin, naproxin, asam mefenamat.
Blokade saluran kalsium
Obat ini mempengaruhi kontraktilitas otot polos dengan melakukan blokade terhadap jalan masuk ion kalsium
ke dalam sel, mis : nifedipin.
Lab yang diperlukan :
Hb : mengidentifikasi anemia sehingga dapat diterapi kausanya
Leukosit : infeksi antibiotika
Urinalisis : infeksi
TORCH : infeksi virus yang menyebabkan prematur.
49
early HPP : dalam 24 jam I sesudah bayi lahir
laten HPP : sesudah 24 jam
Penyebab :
Early HPP :
atonia ueri
robekan jalan lahir
retensio plasenta
gangguan pembekuan darah
Laten HPP :
sisa plasenta
robekan jalan lahir
B. Predisposisi
grandemultipara
umur 35 tahun
otot uterus
gemelli
hidramnion
bayi besar
} overdistensi uterus
] gangguan pelepasan
Partus lama
50
Penatalaksaan
Segera setelah diketahui adanya HPP tentukan ada tidaknya syok. Jika syok (+), segera atasi syok dengan
pemberian cairan/ jika memungkinkan transfusi darah, O2. Sementara atasi syok cari etiologinya. Jika syok
(-) dan perdarahan aktif telah berhenti perbaiki KU sampai optimal.
Bila plasenta belum lahir (retensio plasenta) segera lahirkan plasenta. Plasenta juga harus segera
dilahirkan jika perdarahan kala III mencapai 250 cc. Bila ada sisa plasenta dilakukan pengeluaran
plasenta dengan digital atau kuretase dan uterotonika per infus. Jika manual plasenta tidak berhasil
dan dicurigai adanya plasenta akreta, inkreta dan perkreta dilakukan histerektomi.
Bila plasenta sudah lahir
Bedakan :
Atonia uteri
50
51
Jika kontraksi uterus baik, maka segara dilakukan eksplorasi jalan lahir, untuk mencari adanya robekan pada jalan
lahir dan segera dilakukan penjahitan.
Gangguan pembekuan darah
Gangguan pembekuan darah harus dicurigai apabila ada solusio plasenta, IUFD, ataupun emboli air ketuban.
Gangguan pembekuan darah diatasi dengan pemberian darah segar atau plasma dan bila perlu dapat diberikan
fibrinogen.
GAMBAR
8. Retrofleksi uteri
A.Gejala
Akibat yang ditimbulkan :
- Wanita tidak hamil : kemandulan oleh karena tuba tertekuk, OUE tinggi dan tak
terkena air mani.
- Wanita hamil
Gejala
Retensio urine sampai inkontionensia paradoxal dan gangguan defekasi oleh karena uterus yang
membesar dan menekan uretra pada simfisis dan rektum pada sakrum dapat menyebabkan cystitis,
pyelitis, pyelonefritis, uremia dan ruptur vesika urinaria peritonitis
Penekanan alat-alat sekitarnya perasaan nyeri
Kurangnya ruangan sehingga menyebabkan abortus
51
52
B. Penanganan
Pada kehamilan < 12 minggu
Tak perlu koreksi, karena biasanya uterus akan memperbaiki letaknya sendiri (korpus uteri naik
keatas melewati promontorium dan jatuh kedepan). Penderita dianjurkan posisi lutut pada
malam hari dan pagi hari 10 menit.
Pada kehamilan > 12 minggu
Cara : setelah kateterisasi, wanita diletakkan dalam posisi lutut-dada dengan 2 jari melalui vagina, korpus
uteri didorong perlahan-lahan keluar rongga panggul. Setelah koreksi, wanita ditidurkan dalam letak
Trendelenburg untuk mencegah kembalinya uterus ke dalam panggul (jika kembali ke posisi semula, dapat
diulang reposisi dan dipasang pessarium Hodge). Pessarium diangkat setelah kehamilan mencapai 18
minggu
Kalau terjadi inkarserasi : MRS, pasang douer kateter dan VU dikosongkan berangsur-angsur, reposisi. Jika
tak berhasil, maka reposisi operatif.
9. Konseling genetik
A. Indikasi
adalah proses komunikasi tentang resiko akan terjadinya penyakit atau kelainan dalam suatu kehamilan.
Pada suatu konseling dijelaskan tentang diagnostik prenatal dari kehamilan sekarang, penjelasan mengenai resiko
pada janin, pemeriksaan apa yang dapat dilakukan, dan diskusi tentang pilihan penangananya
Konseling genetik diberikan pada :
- Ibu berumur lebih dari 35 tahun
- Mempunyai orang tua dengan kelainan kromosom
- Adanya kelainan kromosom pada salah satu anggota keluarga
- Mempunyai anak atau orang tua dengan nerual tube defek
- Riwayat mempunyai anak dengan multiple mayor malformasi
- Kehamilan dengan resiko tinggi
: chorionic villous sampling, amniocentesis, fetal blood sampling, fetoscopy, serum alfa fetoprotein.
52
53
2. Diagnosis molekular :
-
Dyistrofi muscular
Hemofilia A dan B
Hemoglobinopathi
Toksoplasmosis kongenital
Jika kadarnya meningkat : neural tube defek, oesophageal/ intestinal obstruction, liver
necrosis, omphalocele, gastroschisis, renal anomali, congenital nefhrosis
Tertahannya hasil konsepsi yang telah mati dalam rahim selama 8 minggu atau lebih
Klinis :
Anamnesis : - Gerakan janin sudah tidak diarasakan
- Perdarahan bisa ada atau tidak, sehingga dpat menimbulkan gejala seperti
53
54
abortus iminens
- rahim tidak membesar, malah mengecil
Pemeriksaan : - Tinggi fundus uteri lebih kecil dari umur kehamilan
- Bunyi jantung janin tidak ada
- Palpasi anak menjadi tidak jelas
Pemeriksaan penunjang :
USG : terdapat tanda janin
Penyulit : Hipofibrinogenaemia
B. Pengelolaannya
Pada kehamilan sampai umur 12 minggu
1. Persiapan :
- Keadaan umum yang memungkinkan : Hb > 10 gr%, tekanan darah baik, tidak demam
- Dilakukan pemeriksaan laboratorium : Hb, trombosit, lekosit, fibrinogen, waktu
perdarahan, waktu pembekuan
2. Tindakan : - Kuretase vakum, atau
- Dilatasi dan kuretase
Pada kehamilan lebih dari 12 minggu
1. Pemberian oksitosin secara seri, oksitosin 2 unit IM , diberikan setiap 30 menit, maksimal 6 kali
2. Tetes oksitosin 10 unit dalam 500 cc dekstrose 5%, mulai 20 tetes per menit,maksimal 60 tetes per
menit
3. Preparat prostaglandin
4. Bila diperlukan, untuk membantu pembukaan serviks dapat dilakukan pemasangan batang
laminaria 12 jam sebelumnya
5. Bila masih terdapat sisa jaringan dilakukan kuretase.
54