Professional Documents
Culture Documents
I
Lemah
turun
100
Meningkat
Menurun
(+)
(+)
(+)
(-)
Menurun
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
II
Lemah apatis
Turun
> 100 x/mt
Meningkat
Menurun
(+)
Kotor
(+)
Sedikit
Menurun
(+)
(+)
(+)
(+)
(-)
III
Somnolen koma
Turun
Kecil / cepat
Meningkat
Menurun
(-)
Kotor
(+)
(+)
Menurun
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
Diagnosis :
1. Klinis : berdasarkan anamnesis (daerah endemis) dan PF
2. Laboratorik : diagnosis pasti ditemukanx parasit malaria dalam darah maternal / plasenta
Beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain :
Mikroskopis : hapusan darah (pewarnaan Giemza) melihat parasit di darah tepi
Pewarnaan Asridin oranye melihat eritrosit yang terinfeksi
Pemeriksaan fluorescens Quantitatif Buffy Coat
Immunoserologis : RIA, ELISA
Biomolekuler : Deteksi DNA, PCR
KOMPLIKASI PADA KEHAMILAN
Komplikasi pada Ibu :
1. Anemia
2. Malaria serebral
3. Hipoglikemia
4. Udem paru
5. Infeksi plasenta
6. Gagal ginjal akut
7. Sepsis puerperal dan perdarahan post partum
Komplikasi pada janin :
1. BBLR ( berat badan lahir rendah )
2. Abortus spontan, kelahiran mati & kelahiran prematur
3. Malaria kongenital : True congenital malariae penularan intrauterine
False congenital malariae penularan saat persalinan
Penatalaksanaan :
1. Perawatan umum :
Wanita hamil dengan infeksi malaria berat sebaiknya dirawat di unit perawatan intensif (bila
memungkinkan)
2. Pemantauan ketat kontraksi uterus dan DJJ karena dapat mengungkapkan tanda awal
persalinan dan kegawatan pada janin.
3. Bila pada pemantauan ditemukan tanda kegawatan janin, pada persalinan maka merupakan
indikasi untuk mengakhiri persalinan dengan EV atau EF ataupun SC
4. Kemoterapi
Beberapa OAM yg dapat dipakai dalam kehamilan
Pengobatan dosis terapeutik OAM dalam kehamilan :
Obat
Dosis oral
Anti malaria
Klorokuin
Amodiakuin
Sulfadoksinpirimetamin
Meflokuin
Sulfadoksin : 25 mg/Kg
dosis
tunggal
Pirimetamin : 1 mg/Kg
15-20 mg base/Kg (dosis tunggal)
Kinin
Artesunat
Atau: Artemether
Keamanan
Aman
untuk
semua
trimester
Tidak direkomendasi untuk
trimester I
Tidak direkomendasi untuk
trimester I
Tidak direkomendasi untuk
trimester I
Aman
untuk
semua
trimester
Tidak direkomendasi untuk
trimester I
40% - 1% kehamilan
35%
20% - 0,5% kehamilan
5%
Etiologi HAP :
- Servikal :
Perdarahan kontak (misalnya: koitus, pap-smear, neoplasia, pemeriksaan dalam)
Inflamasi ( misalnya infeksi)
Dilatasi dan penipisan serviks (misalnya pada persalinan, serviks inkompeten)
- Plasenta
Solusio
Previa
Ruptura sinus marginalis
Vasa previa
- Lain-lain kelainan faktor pembekuan darah
Prosedur Diagnostik
- Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik Jangan lakukan pemeriksaan dalam
- Ultrasonografi (USG)
Tes pasti untuk plasenta previa
Kurang berguna pada solusio plasenta
- Monitor elektronik janin
Untuk menilai kesejahteraan janin dan kontraksi uterus
- Spekulum
Lakukan pemeriksaan USG lebih dahulu jika memungkinkan
Jangan lakukan periksa dalam
Laboratorium :
- Darah lengkap, golongan darah, Rh, Coombs Tes
- Status koagulasi
INR, PTT, Fibrinogen atau waktu pembekuan
- 2-4 unit PRC yang telah di crossmatched bedside clot test
- Tes Kleihauser-Betke
Vaginal dan/atau darah maternal
- Tes maturitas paru janin jika usia kehamilan < 35 minggu
Perdarahan Pervaginam
Faktor resiko
Tatalaksana ABCs
Jelaskan pada pasien
Observasi ibu dan janin
Infus dengan kateter vena ukuran besar
Cairan kristaloid
DPL dan status koagulasi
Cek golongan darah dan crossmatch
Cari pertolongan
Resusitasi hemodinamik
- Resusitasi dini secara agresif untuk melindungi janin dan organ maternal dari hipoperfusi
dan untuk mencegah DIC
- Stabilisasi tanda vital
- Infus kristalloid dengan kateter vena ukuran besar
- Hemoglobin serial dan status koagulasi
- Oksigen konsumsi meningkat 20% pada kehamilan
Perawatan Janin
- Posisi lateral meningkatkan curah jantung sampai 30%
- Pertimbangkan amniosentesis untuk tes kematangan paru
- Pemantauan DJJ dan kontraksi (persalinan)
- Monitor berkala sedikitnya 4 jam untuk membuktikan adanya perdarahan janin, solusio,
fetal maternal transfusion.
2.1. PLASENTA PREVIA
Definisi
Plasenta berimplantasi pada SBR menutupi seluruh/sebagian OUI
-
Epidemiologi
Paritas >>
Umur > 30 tahun
1/260 persalinan
Etiologi
- Belum diketahui pasti
- Gangguan vaskularisasi desidua oleh karena perubahan atrofik/inflamasi plasenta
memperluas permukaannya
- Plasenta terlalu >> gemeli/eritroblastosis fetalis
Faktor resiko
- Riwayat plasenta previa sebelumnya
- Riwayat seksio sesarea atau operasi uterus sebelumnya
- Multiparitas (5% pada pasien grand multipara)
- Gravida tua
- Kehamilan multiple
- Merokok
Patologi
Trimester III SBR terjadi laserasi plasenta perdarahan dari ruangan intervillosa
Klasifikasi
1. Totalis
2. Parsialis
3. Marginalis
4. Letak rendah
Plasenta previa
Anamnesa :
A. Pemeriksaan :
- Perdarahan pertama/berulang
- Nyeri perut
- Faktor predisposisi
- Pemeriksaan luar
- Inspekulo
- Perabaan fornices
- Lab : Hb, Leko, USG
Solutio plasenta
- Umur kehamilan
- TBBA
- His
- Kelainan ibu dan bayi
Umur kehamilan > 37 mgg
(Lihat pengelolaan
Solutio plasenta)
His (+)
Keadaan ibu dan bayi buruk
His (-)
Keadaan ibu dan bayi baik
Pengelolaan Ekspektatif
Berhasil
Gagal
Perdarahan (-)
BJA baik
His (-)
Perdarahan banyak
BJA buruk
His (+)
Pengelolaan Aktif
Rawat sampai aterm
TBBA > 2500 g
USG
Kelainan letak
(sungsang/lintang)
Presentasi Kepala
B. PD di OK
Menutupi
>
D. Sectio cesaria
Gagal
C. Pervaginam
Berhasil
SC
Menutupi
<
Amniotomi
Pitocin drip
Tidak berhasil
Faktor resiko
- Hipertensi pada kehamilan dan sebelumnya
- Trauma abdomen
- Penyalahgunaan obat (kokain dan obat bius)
- Riwayat solusio sebelumnya
- Peregangan uterus berlebihan : gemelli, polihidramnion
- Merokok khususnya > 1 bungkus sehari
Patologi
1. Perdarahan ke dalam desidua basalis hematoma kempresi
2. Ruptur a. Spiralis desidua basalis hematoma retroplasenta
3. Hematoma luas uterus couvelire
4. Perdarahan tesembunyi jika:
- pinggir plasenta masih melekat dengan dinding rahim
- selaput ketuban masih kuat melekat pada dinding rahim
- darah menembus selaput ketuban ruang amnion
- kepala janin rapat pada SBR
Klasifikasi
Perdarahan
Ringan
< 250 cc
Uterus
tidak tegang
tegang
Renjatan
pra renjatan
Janin
Sedang
250 - 1000 cc
Pelepasan plasenta
Kadar fibrinogen
plasma
150-250 mg%.
Berat
>1000 cc
tegang dan kontraksi
tetanik
tanda renjatan
mati
> 2/3 bagian
permukaan atau
keseluruhan bagian
permukaan
< 150 mg%
3. Terdapat renjatan :
- Atasi renjatan, resusitasi cairan dan transfusi darah
- Bila renjatan tidak teratasi, upayakan tindakan penyelamatan yang optimal
- Bila renjatan dapat diatasi, pertimbangkan untuk partus perabdominam bila janin
masih hidup, atau bila persalinan pervaginam diperkirakan bernlangsung lama.
Skema Penatalaksanaan Solusio Plasenta
Atasi syok; transfusi darah
Fibrinogen; obat anti fibrinolitik
Kosongkan uterus
Fetus hidup
SC
Fetus mati
Perdarahan banyak
Atau oksitosin drips gagal
Amniotomi
Oksitosin drips
Dengan pertimbangan bahwa hanya 4% tumor ovarium dalam kehamilan yang dieksisi
adalah ganas (tabel 1 dan 2), reseksi tumor ovarium merupakan terapi terpilih, dimana dengan
operasi gambarannya konsisten dengan proses jinak. Pemeriksaan potong beku di perlukan
untuk terapi bedah tambahan. Bila tidak dijumpai neoplasia, defek ovarium atau peritonium
pelvis diperbaiki dan ovarium kontralateral diinspeksi. Kecuali dijumpai lesi yang nyata, para
ahli lebih suka tidak mereksi ovarium kontralateral dimana reseksi merupakan penyebab
potensial akan terjadinya infertil sekunder.
Bila dijumpai hemoperitonium atau kotoran ruptur kista jinak preoperatif atau intraoperatif,
kista yang ruptur tersebut dibuang dan kasvum abdomen dibersihkan dengan saline normal.
Para ahli lebih menyukai pencucian dengan saline hangat untuk membantu mengeluarkan
sebum dari komponen yang mengalami ruptur atau kebocoran terhadap teratoma dan kista
musinosum. Bila dijumpai iritasi kimiawi dan distensi usus, dekompresi dengan menggunakan
tabung panjang transnasal, hidrasi, dan monitoring elektrolit dianjurkan. Selanjutnya, bila
dijumpai proses tumpang tindih, proses infeksi dicurigai (khususnya selama masa nifas).
Spesimen dikirim untuk dilakukan kultur terhadap kuman aerob dan anaerob; dan dilakukan
drainase isap transperitoneal serta pemberian terapi anti mikroba.
Torsi, sebagai komplikasi paling sering yang dijumpai pada kasus-kasus adanya masa
adneksa pada masa kehamilan, terkadang menghasilkan gejala-gejala akut yang sesuai daengan
tingkat iskemia jaringan . Selanjutnya intervensi operasi emergensi biasanya dibutuhkan. Bila
hanya terjadi torsi parsial dan pada inspeksi ditemukan bahaya minimal dari vaskuler, didapat
adneksa yang berubah bentuk,reseksi konservatif dilakukan dengan hati-hati dan ovarium
difiksasi untuk menghindari torsi. Sebaliknya, torsi komplit memerlukan ooforektomi
(terkadang bersamaan dengan salpingektomi) dengan identifikasi dan mobilisasi seperlunya
dari ureter untuk memungkinkan ligasi tinggi pembuluh gonad, sehingga meminimalkan
pelepasan potensial emboli trombotik selama prosedur bedah dilakukan. Harus disadari bahwa
lesi ovarium ganas jarang terjadi pada kasus torsi adneksa.
Walaupun jarang, luteoma pada kehamilan adalah jinak, biasanya virilisasi, rata,
kekuningan, tumor ovarium berkapsul yang mengalami regresi spontan setelah melahirkan; ia
jarang kambuh. Kira-kira 30% pasien terjadi maskulinisasi dan 50% dari bayi perempuannya
menunjukkan virilisasi juga. Selain itu, hampir setengah dari wanita yang terpapar mempunyai
lesi bilateral dalam ukuran yang bervariasi. Kondisi ini biasanya didiagnosis selama prosedur
pembedahan selama kehamilan. Para ahli obstetri harus mempertimbangkan luteoma
kehamilan pada seksio sesarea, tubektomi, atau prosedur operatif lain, jika menemukan tumor
berkapsul, rata, kekuningan (khususnya bila ia bilateral) dan ibu bayi perempuannya
mengalami maskulinisasi. Luteoma kehamilan harus diobservasi setelah spesimen biopsi
didapatkan untuk konfirmasi histologi.
Signifikan
Minimal
Eksplorasi
Evaluasi
emergensi
Risiko rendah
Trimester I-II
Observasi
Resolusi
Observasi
Risiko tinggi
Viabilitas janin
Persisten
Eksplorasi (1520 minggu)
Partus normal
Trimester I-II
Explorasi
Trimester III
Viabilitas janin
Eksplorasi
48-72 jam
- Kehamilan kembar
Penanganan :
- Tumor lebih besar dari telur angsa diangkat oleh karena :
kemungkinan ganas
dapat terjadi torsi
dapat menimbulkan komplikasi objektif
- Kista > 10 cm dilakukan reseksi oleh karena risiko menjadi kanker lebih besar
Kista 5 - 10 cm dilakukan USG
Bila kistik : observasi
Bila padat : reseksi
Kista 5 cm biarkan saja
Waktu yang tepat untuk operasi adalah kehamilan 16-20 minggu, oleh karena :
- kehamilan < 16 minggu : korpus luteum graviditatum bisa ikut terangkat
- kehamilan > 20 minggu : tekniknya sulit
- 1 hari sebelum dan 2 hari post operasi diberi progesteron 25 mg IM / hari untuk memperkecil
kemungkinan abortus
Jika tumor diketahui pada kehamilan lanjut atau dalam persalinan :
- tidak dicurigai ganas
- tidak menyebabkan kelainan obstetri
biarkan sampai partus spontan, dan Operasi
dilakukan pada masa nifas oleh karena luka operasi
yang baru sembuh dapat mengganggu kekuatan
mengedan
- Jika tumor menghalangi jalan lahir dilakukan seksio sesarea dan pengangkatan tumor
langsung.
- Jika tidak memungkinkan operasi, maka kista yang menghalangi jalan lahir dapat dipungsi
untuk menghindari ruptura uteri.
5. a. G1P0A0, 26 tahun hamil 40 minggu menderita decomp cordis grade (3). Terangkan
langkah yang akan dilaksanakan untuk meminimalisasi komplikasi yang akan
dialami?
Bila seorang ibu hamil dengan kelainan jantung kelas III dan IV ada dua kemungkinan
penatalaksanaan yaitu :
1 1. Terminasi kehamilan
2 2. Meneruskan kehamilan dengan tirah baring total dan pengawasan ketat, ibu dalam
posisi setengah duduk.
Pada pasien ini harus dirawat di RS dengan pengawasan ketat ahli penyakit dalam dan ahli
kebidanan. Harus dimonitor ketat vital signnya terutama tekanan darah yang bisa berakibat
preeklamsi yang dapat memperburuk keadaan ibu. Berikan diuretik (furosemide) agar
volume darah menurun dan beban jantung berkurang, disamping itu berikan O 2 6-8 L/mt.
Bila terdapat gagal napas maka lakukan intubasi dan ventilasi mekanik.
Bila penderita ini datang dalam keadaan inpartu dan pembukaan lengkap maka segera
dilakukan percepat kala II dengan ekstraksi forceps. Jika belum inpartu dapat
dipertimbangkan untuk dilakukan seksio sesarea.
Dalam konseling prakonsepsi, kepada calon ibu hamil dan partnernya harus diberikan
konseling yang menyeluruh tentang kondisi penyakit jantung yang dialami dan risiko-risiko
yang akan terjadi dalam kehamilannya.
Kepada pasien jantung kelas I dan II yang menginginkan kehamilan, harus dilakukan
optimalisasi kondisi jantung sehingga komplikasi yang dapat terjadi dapat diminimalisasi.
Sedangkan bagi pasien dengan kelas III dan IV dianjurkan untuk tidak menikah, atau bila
menikah dianjurkan menghindari kehamilan. Apabila telah terjadi kehamilan sangat
dianjurkan untuk dilakukan terminasi kehamilan, sebaiknya sebelum minggu ke 12 dimana
risikonya masih minimal.
Konseling tentang kontrasepsi selama konseling prakonsepsi harus mencakup keseluruhan
informasi tentang metode kontrasepsi yang tersedia serta efek samping yang dapat
ditimbulkan. Secara umum preparat hormonal kurang disukai, oleh karena resiko
tromboemboli yang dapat terjadi. Namun pemberian preparat progestin parenteral masih
dianjurkan.
Dalam persalinan :
- percepat dengan EF
- SC bila ada indikasi obstetri
- hindari trauma berlebihan, infeksi
- bila perlu didampingi oleh kardiolog
- therapy oksitosin IM, hindari metergin, bila perlu transfusi PRC.
1. Kriteria Diagnosis :
Anamnesis :
- Riwayat demam rematik
- Dispneu waktu melakukan kegiatan dan atau waktu istirahat
- Paroksismal nocturnal dispneu
- Angina atau syncope waktu melakukan kegiatan
- Hemoptysis
Pemeriksaan Fisik :
- Sistolik dan diastolic murmur
- Kelainan irama jantung
- Precordial Thrill
- Kardiomegali
Pemeriksaan penunjang :
- Foto thorax : kardiomegali, edema paru
- Elektrokardiografi : hipertrofi ventrikel, kelainan irama jantung
- Ekhokardiografi : hipertrofi ventrikel, ejection fraction, stroke volume, kelainan
katup, cardiac output.
2. Klasifikasi :
I Penderita penyakit jantung yang sama sekali tidak perlu membatasi kegiatan fisik
II Penderita penyakit jantung yang perlu membatasi kegiatan fisik sedikit, kalau
melakukan pekerjaan seehari-hari terasa sesak nafas, jantung berdebar-debar dan
terjadi angina pectoris.
III Penderita penyakit jantung yang sangat mudah merasa capai diseratai dengan
timbulnya gejala-gejala lain kalau melakukan pekerjaan yang ringan sekalipun.
IV Penderita yang memperlihatkan gejala sdekompensasi jantung walau dalam
istirahat sekalipun
3. Perawatan Antenatal :
- Konsultasi dan rawat bersama dengan bagian kardiologi
- Bila rawat jalan, kontrol tiap minggu, tiap kunjungan sekaligus memeriksakan diri
ke bagian kebidanan dan kardiologi
- Tirah baring 2 jam waktu siang hari dan 10 jam waktu malam hari
- Dilakukan pemeriksaan elektrokardiografi dan foto thorak, bila diperlukan
dilakukan pemeriksaan ekhokardiografi
- Setelah umur kehamilan 32 minggu, dilakukan pemeriksaan NST dan USG serial.
Terapi :
1. Pasien dirawat dalam posisi duduk
2. Furosemide 40-48 mg intravena
3. Oksigen
4. Aminofilin 150 mg intravena
5. Digoxin 0,5 mg intravena perlahan-lahan
4. Perawatan Internatal :
1. Induksi persalinan
Induksi persalinan dilakukan hanya atas indikasi obstetric. Oksitosin drip akan
meningkatkan volume darah yang dapat menyebabkan edema paru. Untuk mencegah
hal tersebut perlu diberikan diuretika.
2. Kala I
- Perlu pemantauan ketat dari dokter dan perawat terhadap ibu maupun janin
- Rawat pasien dalam posisi duduk
- Bila diperlukan dapat diberikan profilaksis digitalis dan antibiotika (dilakukan atas
konsultasi dengan bagian kardiologi)
- Berikan oksigen bila terlihat adanya sianosis
3. Kala II
- Cegah ibu mengedan dan selesaikan persalinan dengan ekstraksi forcep
- Selama kala II harus didampingi bagian kardiologi.
4. Kala III
- Berikan oksitosin 10 IU intramuskuler setelah bayi lahir
- Hindari pemberian ergometrine
- Berikan Pack red cell bila diperlukan transfusi darah
- Pada kasus tertentu dapat diberikan profilaksis Furosemide 40 mg i.v.
5. Masa nifas
- Dalam 24 jam pertama postpartum, pemantauan adanya tanda-tanda dekompensasi
tetap dilakukan secara ketat
- Periksa nadi ssetiap jam, pasien dalam posisi duduk atau semi Fowler, bila perlu
oksigen tetap diberikan
- Bila keadaan kompensata dan stabil, pasien dipulangkan setelah 7 hari perawatan dan
yakinkan pasien harus kontrol setelah keluar dari Rumah Sakit.
Thorak foto
EKG
Analisa gas darah
Ekhokardiografi
(A) Diagnosis
Tingkat penyakit
Gawat janin
Induksi persalinan
Antibiotika profilaksis
Janin baik
Tunggu parturient
Sectio cesaria
Partus pervaginam
Observasi post partum
Volume Packed
cell/Ht (%)
33 37
24 33
< 24
< 13
Anemia dalam kehamilan memberi pengaruh kurang baik bagi ibu, baik dalam kehamilan,
persalinan maupun dalam nifas dan masa selanjutnya. Berbagai penyulit dapat timbul akibat
anemia, seperti :
1. abortus;
2. partus prematurus;
3. partus lama karena inersia uteri;
4. perdarahan post partum karena atonia uteri;
5. syok;
6. infeksi, baik intrapartum maupun postpartum;
7. anemia yang sangat berat dengan Hb kurang dari 4 g/100 ml dapat menyebabkan
dekompensasi kordis.
Hipoksia akibat anemia dapat menyebabkan syok dan kematian ibu pada persalinan sulit,
walaupun tidak terjadi perdarahan.
Juga bagi hasil konsepsi anemia dalam kehamilan memberi pengaruh kurang baik seperti :
1. kematian mudigah;
2. kematian perinatal;
3. prematuritas;
4. dapat terjadi cacat bawaan;
5. cadangan besi kurang.
Jadi anemia dalam kehamilan merupakan sebab potensial moriditas serta mortalitas ibu dan
anak.
Penanganan Anemia pada kehamilan
Jenis anemia yang paling sering dijumpai dalam kehamilan adalah anemia defisiensi besi
( 80-95 % )
o Anemia ringan
- cari faktor penyebab anemia : pemeriksaan laboratorium darah lengkap, pemeriksaan
faeces ( cacing ), kemungkinan intake yang kurang, penyakit kronis.
- Pada anemia defisiensi besi dapat diberikan pengobatan dengan garam ferro yaitu
sulfas ferrosus 600-1000 mg per hari. Pemberian zat besi dalam bentuk ferro lebih
baik karena penyerapannya lebih mudah. Dapat diberikan tambahan vitamin C 100
mg/hr untuk meningkatkan penyerapan zat besi.
- Pada anemia megaloblastik terjadi kekurangan asam folat dan vit B12, dapat
diberikan asam folat 1 mg / hr
- Pada anemia aplastik terjadi karena infeksi, keracunan dan radiasi dapat dilakukan
transfusi
- Berikan konseling tentang makanan yang dibutuhkan selama hamil
- Untuk pencegahan anemia diberikan sulfas ferrosus 1 tablet setiap hari, dikombinasi
dengan asam folat 0,4 mg/hari
- Jika ditemukan penyebab anemianya , diberikan terapi sesuai dengan penyebab.
o Anemia sedang
- diberikan diet TKTP dan tambahan zat besi seperti pada anemia ringan
- untuk mempercepat kenaikan Hb, dapat diberikan preparat besi secara parenteral
secara i.m atau i.v. Secara i.m diberikan 250 mg Fe ( iron-sorbitol, iron-dextran)
setiap hari
- folllow up selama 2 minggu, jika tidak ada perbaikan atau kehamilan sudah
mendekati aterm berikan transfusi PRC
o Anemia berat
- pada anemia berat, penderita sebaiknya dirawat di arumah sakit
- dilakukan evaluasi kesejahteraan janin,apakah terdapat IUGR , kelainan bawaan ,dll
- diberikan transfusi PRC
pada anemia megaloblastik berat, selain transfusi dapat diberika asam folat injeksi
1mg / hari selama 1 minggu. Respon dapat dilihat 3-8 hari kemudian dengan
pemeriksaan hitung retikulosit
pada anemia apalstik berat dipertimbangkan untuk melakukan transpalntasi
suumsum tulang
FHR reaktif
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Abnormal (skor = 0)
Tidak ada
< 2 episode gerakan,
gerakan-gerakan badan /
ekstremitas dalam waktu 30
menit sebagai satu gerakan
Tidak ada gerakan-gerakan
Tersebut
> 2 episode akselerasi FHR
atau akselerasi < 15 bpm
dalam 20 menit
Tidak ada atau < 1 cm
BPP < 2
BPP = 4 ( > 32 minggu)
BPP = 4 ( > 32 minggu, ulangi hari yang sama, BPP< 6
BPP = 6 dan AFI normal (>36 minggu dan serviks matang)
BPP = 6 (< 36 minggu dan srviks tidak matang ulangi 24 jam BPP < 6
BPP = 8 (oligohidramnion)
Berhubung pemantauan janin dengan program fetal surveillance belum mencapai tingkat
kesempurnaan yang pasti dan sebagian bayi-bayi yang lahir rusak kesehatannya atau
meninggal akibat penderitaan intrauterin, maka sebaiknya janin dengan hambatan
pertumbuhan intrauterin dilahirkan lebih awal dipusat pelayanan perinatal. Bila semua
hasil pemeriksaan fetal surveillance normal terminasi kehamilan yang optimal dilakukan
pada usia kehamilan 38 minggu. Jika serviks matang dilakukan induksi partus. Sebaliknya
bila hasil fetal surveillance menjadi abnormal dalam masa pemantauan sebelum mencapai
usia kehamilan 38 minggu, kematangan paru janin perlu dipastikan dengan pemeriksaan
rasio lesitin/sfingomielin air ketuban. Bila ternyata paru-paru janin telah matang (rasio L/S
2 atau lebih) terminasi kehamilan dilakukan bila terdapat 1) uji beban kontraksi positiv,
2) oligohidramnion, 3) DBP tidak bertambah lagi yang berarti otak janin berisiko tinggi
mengalami disfungsi.
Bagaimana dengan fetus yang masih preterm ?
Pada umumnya hambatan pertumbuhan intrauterin pada janin yang masih dalam usia
preterm tidak ada sesuatu tindakan tertentu yang dapat memperbaiki keadaan. Dalam
penanganannya pertama perlu dipastikan bahwa janin tidak mempunyai kelainan kongenita
yang berat seperti trisomi dan sebagainya untuk menghindari intervensi/bedah sesar yang
tidak perlu. Bila kelainan kongenita ini tidak ada, ibu hamil dengan hambatan pertumbuhan
intrauterin yang berat segera dirawat nginap, istirahat baring, berikan makanan yang
bernilai gizi tinggi, dan lakukan fetal surveillance. Paling bagi hambatan pertumbuhan
intrauterin yang berlatar belakang kurang gizi ibu, ibu perokok atau peminum atau peminat
narkoba, penghentian kebiasaan buruk ini dan perbaikan gizi disertai banyak istirahat
baring akan bisa memperbaiki pertumbuhan janin sekaligus sebagai upaya mengurangi
risiko lahir preterm. Menurut teori dan hasil suatu penelitian pemberian aspirin dosis
rendah sejak awal sebagai terapi anti trombosit akan mencegah pembentukan trombosis
uteroplasenta, infark pada plasenta, maupun hambatan pertumbuhan intrauterin idiopati
pada wanita dengan riwayat hambatan pertumbuhan intrauterin berat. Pada umumnya
terminasi kehamilan pada fetus dengan hambatan pertumbuhan intrauterin berat dan
preterm adalah lebih menguntungkan dari pada membiarkan kehamilan yang demikian
berlangsung berlama-lama karena biasanya fetus yang demikian sudah cukup matang
untuk dapat hidup jika 1) persalinan dapat berlangsung cepat dan tidak berlama-lama dan
membiarkan risiko gawat bertambah, 2) tersedia monitoring yang ketat dalam masa
persalinan untuk mencegah memburuknya keadaan atau persalinan diselesaikan dengan
bedah sesar, 3) perawatan intensiv harus segera dimulai sejak neonatus lahir.
d. Sebutkan 2 macam IUGR secara USG dan secara klinis serta perbedaannya
Untuk maksud mendiagnosis hambatan pertumbuhan intrauterin lebih baik dipergunakan
perbandingan ukuran (ratio) antara LK dengan LP yang sekaligus dapat membedakan
hambatan pertumbuhan intrauterin asimetri dengan hambatan pertumbuhan intrauterin
simetri. Ratio LK/LP bertambah kecil semakin tua umur kehamilan. Pada usia kehamilan
sampai dengan 32 minggu LK > LP, pada usia kehamilan antara 32 minggu sampai 36
minggu ukuran keduanya lebih kurang sebanding (LK = LP), dan setelah kehamilan
berusia 36 minggu keatas LK < LP. Jadi pada hambatan pertumbuhan intrauterin asimetri
terdapat ratio LK/LP lebih besar dari pada yang seharusnya menurut usia kehamilan. Pada
masa permulaan dari hambatan pertumbuhan intrauterin asimetri, pertumbuhan otak
berlangsung relativ normal sehingga DBP bisa mencerminkan usia kehamilan. Sekalipun
LP dapat dipakai untuk menentukan berat janin, ratio LK/LP berguna untuk menetapkan
beratnya hambatan pertumbuhan intrauterin yang telah terjadi. Bila diagnosis hambatan
pertumbuhan intrauterin telah ditegakkan, maka pengukuran DBP akan menolong
memonitor pertumbuhan otak janin dan mencegah disfungsi Susunan Saraf Pusat yang
terjadi bilamana pertumbuhan DBP tidak bertambah lagi.
Secara USG terdapat 2 macam IUGR dengan perbedaan klinis sebagai berikut :
1. Proportionate IUGR ( Simetris )
Janin yang menderita distress yang lama dimana gangguan peertumbuhan terjadi
berminggu-minggu sampai berbulan-bulan sebelum bayi lahir, sehingga berat, panjang
dan lingkaran kepala dalam proporsi yang seimbang, akan tetapi keseluruhannya
masih berada dibawah masa gestasi yang sebenarnya. Bayi ini tidak menunjukkan
adanya wasted oleh karena retardasi pada janin ini terjadi sebelum terbentuknya
adipose tissue.
2. Disproportionate IUGR ( Asimetris )
Terjadi akibat distress subakut. Gangguan terjadi beberapa minggu sampai beberapa
hari sebelum janin lahir. Pada keadaan ini panjang dan lingkaran kepala normal tetapi
berat tidak sesuai dengan masa gestasi. Bayi tampak wasted dengan tanda-tanda
sedikitnya jaringan lemak dibawah kulit, kulit kering keriput dan mudah diangkat,
bayi kelihatan kurus dan lebih panjang.
7. Jelaskan tentang skrining dan pengelolaan DM dalam kehamilan
DM Gestational adalah :
Gangguan intoleransi glukosa berbagai jenis yang muncul/ terdiagnosis pertama kali saat
kehamilan (umumnya NIDDM)
DM Progestational : adalah : Diabetes sudah ada sejak sebelum hamil dan berlanjut setelah
hamil (IDDM)
Diagnosa : Penapisan melalui pemberian 50 gr glukosa pada u.k 24-28 minggu. Bila 1 jam
Post Prandial glukosa >140 mg/dl
dilanjutkan dengan OGTT 100 gr Glukosa.
OGTT puasa
1 jam PP
2 jam PP
3 jam PP
105
190
165
145
Klas
A1
A2
Macam insulin :
a. Insulin kerja cepat : Humulin R ( 40IU, 100IU ), Actrapid human ( 40, 100 )
b. Insulin kerja menengah : Monotard Human ( 40, 100 ), Insulatard Human
c. Insulin kerja campuran : Human 30/70 ( 40, 100 ), Mixtard 30/70
Insulin dimulai dosis rendah, ditingkatkan secara bertahap sesuai umur kehamilan. Human
Insulin, dosis 0.5-1.5 U/kgBB
Insulin diberikan bila kadar gula puasa > 105 mg/dl, diberikan sampai kadar GDP 60-90 mg/dl
atau GD 2jam PP < 120 mg/dl
Pemantauan dilakukan dengan pemeriksaan setidak tidaknya 1 minggu sekali dengan
pemeriksaan kadar gula puasa dan 2 jam pp. Beberapa peneliti menemukan bila pemeriksaan
dilakukan tiap hari dapat menghasilkan penurunan angka SC dan makrosomia yang
menjelaskan bahwa dengan pemantauan yang jarang ( satu apalagi 2 minggu sekali) gagal
untuk mengenali penderita yang penanganannya kurang memadai. Pemantauan dengan Hb A1c
dan glukosa urine tidak dianjurkan
Obat Antidiabetes Oral tidak dianjurkan karena dapat melewati plasenta dan dapat
merangsang pankreas janin sehingga menambah kemungkinan makrosomia . Penelitian Dr.
Coetzee yang disitir Prof Adam berlangsung tahun 1977 - 1988 tetapi workshop tahun 98 tetap
tidak merekomendasikan OAD karena sebab diatas
Olah raga dalam batas tertentu (senam hamil) tetap dianjurkan sebagai ajuvan yang
mempermudah pengendalian kadar gulanya.
Pemeriksaan kadar GDP / 2 jam PP dilakukan 1 minggu sekali
Obstetrik :
ANC lebih ketat
Pemeriksaan kesejahteraan janin :
USG : untuk mendeteksi kelainan kongenital, konfirmasi usia kehamilan, taksiran berat
badan janin
CTG : NST setelah usia kehamilan 32 minggu, OCT bila diperlukan
Gerakan janin : secara subyektif (bila terdapat > 10 gerakan/ 12 jam) atau secara
elektronik.
Pemeriksaan kematangan paru (kalau memungkinkan)
Indikasi mengakhiri kehamilan :
Ibu : - bila gula darah sulit dikendalikan
- timbul komplikasi
Janin : - TBBA > 4.000 gram
- Kesejahteraan janin menurun
Waktu : umur kehamilan > 38 minggu
Seksio sesarea dilakukan atas indikasi obstetri
Saat partus :
IDDM : seksio sesarea elektif, umur kehamilan 38-39 minggu
NIDDM : terminasi bila ada indikasi :
GD tdk terkendali
Makrosomia
PE
gawat janin
hidramnion
Sebelum terminasi, dipastikan kematangan paru janin (< 38 minggu).
Dengan mempertahankan diet dan dosis insulin, diharapkan sebagian besar pasien
melahirkan pervaginam
Penanganan neonatus :
- dianggap dan diperlakukan sebagai bayi prematur
- dilakukan pemeriksaan gula darah untuk mencegah hipoglikemia.
8. Jelaskan penanganan persalinan prematur secara lengkap !
Persalinan premature perlu dicegah karena tingginya angka kematian perinatal. Persalinan
premature merupakan penyebab sekitar 38% kematian neonatal. terutama disebabkan
respiratory distress syndrome dan intraventricular hemorrhage. Respiratory distress syndrome
terutama disebabkan hyaline membrane disease, karena kurangnya produksi surfaktan dari sel
alveoli tipe II janin. Intraventricular hemorrhage, disebabkan hipoksia janin. Hipoksia
menyebabkan kerusakan endotel vaskular dari vena, juga menyebabkan kontraksi vena, yang
menyebabkan rupturnya pembuluh darah.
Pengelolaan persalinan preterm.
Oleh karena usia hamil dan berat lahir merupakan faktor penentu dari fetal survival maka yang
menjadi tujuan utama pengelolaan persalinan adalah :
1. Meningkatkan usia hamil
2. Meningkatkan berat lahir
3. Menurunkan morbiditas dan mortalitas perinatal
Tujuannya ialah menghindarkan trauma bagi anak
1. Partus tidak boleh terlalu cepat atau terlalu lama
2. Ketuban tidak dipecahkan sebelum pembukaan lengkap
3. Episiotomi medialis
4. Kalau diperlukan tindakan, pilihan lebih ke forseps daripada vakum
5. Tidak menggunakan narkose
6. Tali pusat secepatnya digunting untuk menghindarkan ikterus neonatorum
Prinsip pengelolaan persalinan preterm yang membakat adalah tergantung pada :
1. Kondisi ketuban masih utuh atau sudah pecah.
2. Usia kehamilan dan perkiraan berat janin.
3. Ada atau tidak adanya gejala klinis dari infeksi intra uterin.
4. Ada atau tidak petanda-petanda yang meramalkan persalinan dalam waktu yang relatif
dekat (kontraksi, penipisan servik dan kadar IL-6 dalam air ketuban ).
Pengelolaan persalinan preterm dengan ketuban yang masih intak.
Pada dasarnya apabila tidak ada bahaya untuk ibu dan/atau janin maka pengelolaan persalinan
preterm yang membakat adalah konservatif, yakni :
1. Menunda persalinan dengan tirah baring dan pemberian obat-obat tokolitik.
2. Memberikan obat-obat untuk memacu pematangan paru janin.
3. Memberikan obat-obat antibiotika untuk mencegah risiko terjadinya infeksi perinatal.
4. Merencanakan cara persalinan prterm yang aman dan dengan trauma yang minimal.
5. Mempersiapkan perawatan neonatal dini yang intensif untuk bayi-bayi prematur.
I. Usia hamil < 34 minggu
1. Tokolitik untuk menghentikan kontraksi uterus.
Bermacam-macam tokolitik yang dikenal dengan titik tangkap dan cara kerja yang berbeda
bisa diberikan baik secara tunggal maupun kombinasi sesuai dengan prosedur pemberian
yang dianjurkan dengan tetap memperhatikan kemungkinan efek samping yang dapat timbul
pada ibu dan / atau janin.
1.1 Beta-2 Agonis.( Terbutalin )
Efek samping :
- Ibu : efek Beta-1 terhadap jantung ibu berupa palpitasi hebat.
- Janin : gangguan pada sirkulasi feto-plasental yang mengakibatkan hipoksi janin
intrauterin.
1.2. Non Steroid Anti Inflamatory Agents.
Cox-2 Inhibitor ( Nimesulid ) oral dengan dosis 3 X 100 mg / hari.
Obat-obat NSAIAs yang lain ( seperti Indomethasin dll. saat ini tidak dianjurkan
lagi terutama pada kehamilan > 32 minggu oleh karena efek samping penutupan dini
Duktus Arteriosus).
1.3 Calsium Antagonis.
Nifedipine oral dengan dosis 3 X 10 mg/hari. Pada dasarnya obat ini cukup aman
terhadap ibu dan janin, akan tetapi dalam beberapa penelitian pernah ditemukan efek
samping pada ibu berupa sakit kepala dan hipotensi.
1.4 Progesteron.
Obat-obat Progesteron diberikan parenteral maupun oral sesuai dengan dosis yang
dianjurkan.
1.5 Oxytocin Analog.
Atosiban ( belum beredar di Indonesia ).
2. Kortikosteroid untuk memacu pematangan paru janin intrauterin.
Betamethason 12-16 mg (3- 4 amp) / im / hari diberikan selama 2 hari (Liggin & Howie
1972) atau Dexamethason 6 mg /im, diberikan 4 dosis tiap 6 jam sekal (Parkland Hospital,
1994). Pemberian ini hanya dianjurkan sekali saja, tidak dianjurkan untuk mengulangi
pemberian setelah ini oleh karena efek samping terhadap ibu (hipertensi) dan janin
(gangguan perkembangan syaraf)(NIHCDC-2000).
3. Antibiotika untuk mencegah infeksi perinatal (ibu dan bayi).
Ampisilin Sulbactam parenteral 2 X 1,5 gr. selama 2 hari , kemudian dilanjutkan oral 3 x
375 mg./hari selama 5 hari.. Pemberian antibiotika ini masih banyak kontroversi oleh karena
satu pihak berhasil menurunkan kejadian infeksi pada amnion/janin dan memperpanjang
usia hamil ( oleh karena bisa meningkatkan efek obat-obat tokolitik ), akan tetapi pihak lain
menolak memberikan oleh karena ternyata pemberian antibiotika ini tidak memperbaiki
hasil akhir ( outcome ) janin seperti kejadian-kejadian Necrotizing Enterocolitis ( NEC ) ),
Respiratory Distress syndrome ( RDS ) dan Intracranial Haemorhage ( Mercer & Arheart
1995 )..
4. Cara persalinan.
Upayakan persalinan preterm yang aman dan non traumatis serta perawatan intesif untuk
bayi prematur. Cara persalinan yang dianjurkan adalah spontan pervaginam atau SC atas
indikasi obstetrik yang ada ( kelainan letak , gawat janin).
II. Usia hamil 34 minggu / lebih
Oleh karena survival rate dan angka kejadian RDS bayi prematur dengan usia hamil 34
minggu tidak berbeda secara bermakna maka pada kasus demikian menunda persalinan
untuk meningkatkan usia hamil tidak terlalu diutamakan akan tetapi pemberian tokotilik
hanya untuk menunda sampai dengan 48 jam dengan tujuan untuk memberi kesempatan
memberikan obat-obat kortikosteroid kecuali bila pada pemeriksaan ditemukan L/S ratio > 2
atau test lain yang menunjukkan maturitas paru janin. Selanjutnya pemberian antibiotika
serta mengupayakan persalinan yang aman, menghindari trauma persalinan yang berisiko
untuk terjadinya hipoksi janin selama persalinan.
Kehamilan preterm dengan ketuban pecah prematur.
Yang sering menjadi masalah adalah bila ketuban pecah prematur terjadi pada usia hamil
trimester II yakni antara 20-26 minggu. Dikemukakan bahawa 85% kasus kpp pada trimester
II dengan volume air ketuban yang masih adekuat akan terjadi persalinan pada trimester III.
Akan tetapi bila jaumlah air ketuban sudah sangat berkurang (oligohidramnios) maka 100%
akan terjadi persalinan pada usia hamil kurang dari 25 minggu. Risiko yang sering terjadi
pada janin dengan kpp pada trimester II adalah infeksi intra uterin, hipoplasia paru dan
deformitas akibat penekanan.
yang membahayakan anak dan/atau ibu) ataukah persalinan sudah tidak mungkin lagi
ditunda oleh karena dapat dipastikan akan lahir preterm. Tanda-tanda inpartu dapat
berdasarkan gejala klinis kontraksi uterus, penipisan servik dan dilatasi.
5. Menentukan jumlah air ketuban dan tanda-tanda gawat janin.
Diagnosis oligohidramnion dapat ditegakkan dengan pemeriksan USG dengan ketentuan
bahwa dengan memperhatikan usia hamil maka oligohidramnion apabila jumlah air
ketuban kurang dari 5 precentile, sedangkan tanpa memperhatikan usia hamil maka
oligohidramnion apabila jumlah air ketuban pada 4 kwadran < 5 cm ( AFI < 5cm ).
Usia hamil dan volume air ketuban merupakan faktor penentu dari prognosa dan fetal
survival. Dikemukakan pula bahwa kpp pada kehamilam preterm akan menurunkan angka
kejadian RDS pada neonatus. Inilah yang menyebabkan sampai saat ini masih banyak
pendapat yang bertentangan tentang manfaat pemberian kortikosteroid pada kpp preterm ( <
34 minggu).
persalinan dan hipoksia intrauterin untuk mengurangi risiko morbiditas perinatal yang berupa
komplikasi jangka pendek termasuk sindroma gawat napas pada neonatus, Necrotizing
Enterocolitis (NEC) dan perdarahan dalam ventrikel otak ( Saling, 2000). Pada pencegahan
tingkat ini yang harus dilakukan adalah merencanakan persalinan yang aman untuk bayi
prematur dengan cara yang tepat, ditangan yang ahli, pada saat yang tepat serta ditempat yang
memadai untuk perawatan intensif bayi prematur. Akan tetapi bagaimanapun upaya kita untuk
menangani masalah prematuritas ini masih juga timbul pertanyaan besar yang harus dijawab
yaitu perlukah menunda persalinan pada kasus persalinan preterm atau biarkan persalinan
terjadi oleh karena mungkin hal itu merupakan mekanisme pertahanan bagi janin terhadap
situasi yang membahayakan kehidupannya didalam uterus ?
9. a. Salah satu patogenesis preeklampsia yang banyak diakui adalah kerusakan sel
endotel, terangkan dasar teori tersebut dan rentetan terjadinya peristiwa yang memicu
kerusakan berbagai organ vital !
Preeklamsia adalah suatu defisiensi imunologis invasi trofoblas ke arteri arteri spiralis yg
menyebabkan hipoperfusi fetoplasenta. Keadaan ini mendorong dilepaskannya faktor-faktor
ke dalam sirkulasi ibu. Perubahan-perubahan ini memicu aktivasi endotel vaskular, disertai
timbulnya sindrom klinis preeklamsia akibat perubahan fungsi sel endotel secara luas.
Endotel yg utuh memiliki sifat antikoagulan dan menumpulkan respon otot polos pembuluh
thd agonis. Sebaliknya endotel yg rusak mengaktifkan sel-sel endotel untuk meningkatkan
pembekuan serta kepekaan terhadap zat vasopressor.
Bukti lebih lanjut tentang peran aktivasi endotel dlm preeklamsia adalah perubahan khas
morfologi endotel kapiler glomerulus, peningkatan kadar zat-zat yg berkaitan dengan
aktivasi tsb di dlm darah. Serum dari wanita dgn preeklamsia merangsang sel endotel dlm
biakan untuk menghasilkan lebih banyak prostasiklin dari pada serum dari wanita
normotensif. Hiperhomosisteinemia mrpkn aspek yg menarik dlm preeklamsia krn
peningkatan kadar homosistein pd pria dan wanita tdk hamil mrpkn st faktor independen
untuk aterosklerosis yg sgt mirip dgn aterosis di tempat implantasi
b. Bagaimana penanganan preeklampsia pada kehamilan dan persalinan
Preeklamsi ialah timbulnya proteinuria dan edema akibat kehamilan setelah umur kehamilan
20 minggu atau segera setelah persalinan. Gejala ini dapat timbul sebelum 20 minggu bila
terjadi penyakit trofoblastik.
Preeklamsi ada yang ringan disebut Preeklamsia Ringan (PER) dan ada yang berat yang
disebut Preeklampsia Berat (PEB)
Diagnosis preeklamsi ringan didasarkan atas timbulnya hipertensi disertai proteinuria
dan/atau edema setelah kehamilan 20 minggu. Sedangkan Preeklamsi berat bila didapatkan
satu atau lebih gejala di bawah ini :
Tekanan darah sistolik 160 mmHg atau tekanan darah diastolik 110 mmHg. Tekanan
darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah dirawat di rumah sakit dan sudah
menjalani tirah baring.
- Proteinuria > 5 g/24 jam atau 4 + dalam pemeriksaan kualitatif
- Oliguria, yaitu produksi urine < 500 cc/24 jam yang disertai kenaikkan kadar kreatinin
plasma
- Gangguan visus dan serebral
- Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen
- Edema paru-paru dan sianosis
- Pertumbuhan janin intrauterine yang terhambat
- Adanya HELLP syndrome (Hemolysis, Elevated Liver enzyme, Low Platelet count)
Pemeriksaan penunjang pada preeklamsi ringan urine lengkap. Pada preklamsi berat /
eklamsi : Hb, Ht, Urine lengkap, Asam urat darah, Trombosit, Fungsi hati, Fungsi ginjal
-
PREEKLAMSI RINGAN
Pada Kehamilan :
a. Rawat jalan (ambulatoir)
1. Banyak istirahat (berbaring / tidur miring)
2. Diet : cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam
3. Roborantia
4. Kunjungan ulang tiap 1 minggu
b. Rawat inap
- Bila setelah 2 minggu pengobatan rawat jalan dengan terapi tidak ada perbaikkan
- Kenaikkan BB > 2 kg/mgg selama 2 kali berturut-turut
- Timbul 1/lebih gejala preeklamsi berat.
c. Pada preeklamsi ringan yang dirawat
1. Pada kehamilan preterm ( < 37 minggu)
- Bila tekanan darah mencapai normotensif selama perawatan, persalinannya ditunggu
sampai aterm.
- Bila tekanan darah turun tetapi belum mencapai normotensif selama perawatan,
maka kehamilannya dapat diakhiri pada umur kehamilan > 37 minggu.
2. Pada kehamilan aterm (> 37 Minggu)
Persalinan ditunggu spontan atau dipertimbangkan untuk melakukan induksi
persalinan pada taksiran tanggal persalinan.
Pada persalinan
Persalinan dapat dilakukan secara spontan, bila perlu memperpendek kala II dengan bantuan
tindakan bedah obstetrik.
PREEKLAMSI BERAT
Pada kehamilan
- Rawat segera, tentukan jenis perawatan / tindakan
- Aktif berarti kehamilan segera diakhiri / diterminasi bersamaan dengan pemberian
pengobatan medisinal.
- Konservatif berarti kehamilan tetap dipertahankan bersamaan dengan pemberian
pengobatan medisinal.
Pengelolaan konservatif
a. Indikasi:
Kehamilan preterm (<37 minggu) tanpa disertai tanda-tanda impending eklamsi
dengan keadaan janin baik
b. Pengobatan medisinal
Sama dengan perawatan medisinal pengelolaan secara aktif. Hanya loading dosis
MgSO4 tidak diberikan i.v, cukup i.m. saja.
c. Pengobatan obstetrik
1. Selama perawatan konservatif, observasi dan evaluasi sama seperti
perawatan aktif, hanya di sini tidak ada terminasi, termasuk pemeriksaan
NST dan USG untuk memantau kesejahteraan janin.
2. MgSO4 dihentikan bila sudah mencapai tanda-tanda preeklamsi ringan,
selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam.
Bla setelah 24 jam tidak ada perbaikkan, maka keadaan ini dianggap sebagai
kegagalan pengobatan medisinal dan harus diterminasi
Perawatan akti f:
a) Indikasi
Indikasi perawatan aktif ialah bila didapatkan satu / lebih keadaan di bawah ini :
Ibu : 1. Kehamilan > 37 minggu
2. Adanya tanda-tanda gejala impending eklamsi
Pengobatan medisinal
Segera masuk rumah sakit
Tirah baring miring ke satu sisi (kiri)
Diet : cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam
Pemberian obat anti kejang : MgSO4
Cara pemberian MgSO4 :
a. Loading dose
4 gram MgSO4 i.v. (20% dalam 20 cc) kecepatan 1 gram per menit
(kemasan 40% dalam 25 cc larutan MgSO4).
b. Maintainance dose :
Diberikan MgSO4 40% 8 gram i.m. (4 gr bokong kanan - 4 gr bokong
kiri) setelah 4-6 jam pemberian loading dose. Selanjutnya maintainance
dose diberikan 4 gram tiap 4-6 jam.
c. Syarat-syarat pemberian MgSO4 :
- Harus tersedia antidotum MgSO4, yaitu calsium gluconas 10 % (1
gram dalam 10 cc) diberikan i.v. 3 menit (dalam keadaan siap pakai).
- Refleks patella (+) kuat
- Frekwensi pernafasan > 16 x/mnt
- Produksi urine > 100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5 cc/kgBB/jam)
d. MgSO4 dihentikan bila :
- Ada tanda-tanda intoksikasi
- Setelah 24 jam pasca persalinan
- Dalam 6 jam pasca persalinan sudah terjadi perbaikan (normotensif)
7. Kardiotonika
Indikasi pemberian kardiotonika ialah bila ada tanda-tanda menjurus payah jantung.
Jenis kardiotonika yang diberikan adalah : Cedilanid-D. Perawatan dilakukan bersama
dengan Bagian Penyakit Jantung.
8. Lain-lain :
b. Obat-obat antipiretika
Diberikan bila suhu rectal 38.5C. Dapat dibantu dengan pemberian kompres dingin
atau alcohol.
c. Antibiotika
Diberikan atas indikasi
d. Antinyeri
Bila penderita-penderita gelisah karena kontraksi rahim, dapat diberikan pethidine
HCl 50-75 mg sekali saja (selambat-lambatnya 2 jam sebelum janin lahir).
Pada Persalinan
Cara terminasi kehamilan
Belum inpartu :
Induksi persalinan :
Amniotomi + oksitosin drip dengan syarat skor Bishop > 5
Sectio cesarean bila :
- Syarat oksitosin drip tidak dipenuhi atau adanya kontraindikasi oksitosin drip
- 12 jam sejak dimulainya oksitosin drip belum masuk fase aktif
Pada primigravida lebih diarahkan untuk dilakukan terminasi dengan sectio cesaria.
Sudah inpartu :
Kala I : Fase laten
1. Amniotomi + oksitosin drip
2. Bila 5 jam setelah amniotomi belum terjadi pembukaan lengkap, dilakukan
sectio cesaria.
Kala II : Pada persalinan pervaginam maka kala II diselesaikan dengan partus
buatan.Amniotomi dan oksitosin drip dilakukan sekurang-kurangnya 15 menit
setelah pengobatan medisinal.
Keterangan : Kontraindikasi SC bila :
- HELLP Syndrome dengan trombositopeni berat < 50.000)
- STROKE
: atonia uteri
: sisa jaringan plasenta
: laserasi
: koagulopati
- Acral dingin
- pemeriksaan dengan spekulum perlu untuk mengetahui asal perdarahan dan perlukaan
jalan lahir
Pemeriksaan penunjang :
- hematologi rutin
- faal hemostasis
Therapy :
Perbaiki KU :
- IVFD
- Oksigen
- Transfusi
Segera lakukan pemeriksaan untuk mencari etiologi
Tatalaksana nilai Fundus :
- Simultan dengan ABC
- Atonia merupakan penyebab utama perdarahan post partum
Jika etiologinya adalah ATONIA UTERI, lakukan :
- Pemberian uterotonika (oksitosin dan ergometrin IV, prostaglandin parenteral)
- tatalaksana Oksitosin
5 unit IV bolus
20 unit per L, N/S iv tetesan cepat
10 unit intramiometrial diberikan transabdominal
- Masase uterus
- Jika lembek Massase bimanual ( kompressi bimanual Eastman)
Singkirkan inversio uteri
Mungkin terdapat trauma tractus bagian bawah
Evakuasi bekuan darah dari vagina dan serviks
Membutuhkan eksplorasi manual pada saat ini
- Tatalaksana Eksplorasi Manual
Jika dengan kompresi bimanual dan oksitosin respon tidak ada,
lanjutkan dengan eksplorasi
Eksplorasi manual akan :
Singkirkan adanya inversio uteri
Palpasi luka serviks
Evakuasi sisa plasenta atau bekuan darah dari uterus
Singkirkan adanya ruptura uteri atau dehisens
- Tatalaksana uterotonika tambahan
Ergotamine hati hati pada hipertensi
0,2 mg im or 0,125 mg iv
Dosis maksimum 1,25 mg
Cytotec (misoprostol) hati hati pada asma
400 ug pr atau po
800 1000ug per rektal
- Tampon Uterovaginal
- Ligasi
Jika etiologinya LUKA JALAN LAHIR : segera lakukan repair
Jika etiologinya RETENSIO PLASENTA :
- Bila plasenta belum lahir : lakukan manual plasenta
- Bila hanya sisa plasenta : - keluarkan dengan digital, atau kuretase
- infus oksitosin diteruskan
Jika etiologinya GANGGUAN PERDARAHAN :
Therapy :
- Kuretase jika ada sisa plasenta
- Uterotonika, antibiotika
- Transfusi darah bila Hb < 8 gr %
- Perdarahan banyak dan terus menerus, beri transfusi darah dan antibiotika lalu
kuretase
SUMBER :
1. F. Gary Cunningham et.al Dalam Obstetri Williams edisi 21. vol 1. Penerbit Buku Kedokteran
EGC.Jakarta.2005
2. Buku Ilmu Kedokteran Fetomaternal edisi perdana. Editor : R. Hariadi. Diterbitkan oleh
Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI. Surabaya. 2004
3. ALARM INTERNATIONAL. A Program to Reduce maternal Mortality and Morbidity.1 st
edition. 2007
4. Buku Pedoman Diagnosis dan Terapi. Bagian Obsgin FK Unsrat / RSU Prof. DR. R.D. Kandou.
Manado 2006.
T U G AS
UJIAN PATOLOGI
SEMESTER II
Oleh:
Willy H. Ogi
Penguji :