You are on page 1of 12

Seorang anak laki-laki, 9 tahun diantar ibunya ke puskesmas karena dalam 3 minggu ini

batuk-batuk terus disertai demam ringan, nafsu makan berkurang, buang air besar sering cair
dan kadang sakit perut. Berat badannya berkurang. Pemeriksaan darah : eosinofil 15%.
Pemetikasaan foto thorax ditemukan infiltrat.
Kata/Kalimat Kunci
Anak laki-laki, 9 tahun
Batuk-batuk

Demam ringan

Nafsu makan berkurang

Buang air besar cair dan Sakit perut

Berat badan berkurang

Eosinofil 15%

Infiltrat
Pertanyaan
1. Jelaskan dan sebutkan klasifikasi helminth !
2. Jelaskan dan sebutkan klasifikasi helminth yang termasuk soil transmittedhelminth
dan non-soil transmitted helminth !
3. Jelaskan patomekanisme dari skenario !
4. Jelaskan langkah-langkah diagnostik yang harus dilakukan untuk skenario!
5. Jelaskan dignosis banding dari skenario !
1. Definisi dan Etiologi
2. Daur hidup dan Patomekanisme
3. Manifestasi Klinis
4. Pemeriksaan penunjang

5. Pengobatan
6. Profilaksis dan Pemberantasan
7. Epidemiologi dan Cara penularan
Hipotesis
Setelah brainstorming pada pertemuan pertama kelompok 1 (satu) menentukan hipotesis
sementara bahwa dari gejala dan tanda yang ada pada skenario pasien menderita Askariasis.

Pembahasan
Berdasarkan jalur hidup cacing dibagi menjadi dua bagian, yaitu : Soil Transmitted
Helminths (STH) dan Non-soil Transmitted Helminth (NSTH) . Ini dibedakan karena jika
STH dapat hidup di tanah sedangkan NSTH tidak hidup di tanah.
Berdasarkan taksonomi helmint terbagi menjadi :
1. Nemalthelminthes (cacing gilik, nematoda)
Staduim dewasa yang termasuk dalam kelas ini adalah kelas Nematoda. Nematoda juga
dibagi menjadi dua bagian kembali yaitu Nematoda usus dan nematoda jaringan. Untuk
nematoda usus dibagi menjadi nematoda STH (soil transmitted helminth) dan non-STH.
Nematoda Usus
STH (soil transmitted helminth)

Nematoda Jaringan
Wuchereria bancrofti

Ascaris lumbricoides

Brugia malayi

Trichuris trichiura

Brugia timori

Ancylostoma duodenale

Oncocerca volvulus

Ancylostoma branziliense

Loa loa

Ancylostoma caninum
Necator americanus
Strongiloides stercoralis

Non-STH
Oxyuris vermicularis
Trichinella spiralis

2. Platyhelminthes (cacing pipih)


Cacing dewasa yang termasuk Platyhelminthes yaitu kelas Trematoda (cacing daun) dan
kelas Cestoda (cacing pita).
Trematoda
Trematoda Hati

Cestoda
Taenia saginata

Clonorchis sinensis

Taenia solium

Opisthochis felineus

Diphyllobothrium latum

Opisthoirchis viverrini

Hymenolepis nana

Fasciola

Echinococcus granulosus

Trematoda Usus

Echinooccus multilocularis

Fasciolopsis buski
Echinostomatidae
Heterophyidae
Trematoda Paru
Paragonimus westermani

Trematoda Darah
Schistosoma japonicum
Schistosoma mansoni
Schistosoma haematobium

Dari kasus yang telah di analisis saat ini kelompok kami menyimpulkan kasus pada skenario
tersebut adalah Askariasis, jadi kami menjelaskan gejala-gejala tersebut berdasarkan alur
hidup dan patomekanisme Askariasis.

Daur Hidup Ascaris lumbricoides


Manusia merupakan satu-satunya hospes definitif Ascaris lumbricoides, jika tertelan telur
yang infektif, maka didalam usus halus bagian atas telur akan pecah dan melepaskan larva
infektif dan menembus dinding usus masuk kedalam vena porta hati yang kemudian bersama
dengan aliran darah menuju jantung kanan dan selanjutnya melalui arteri pulmonalis ke paruparu dengan masa migrasi berlangsung selama sekitar 15 hari. Dalam paru-paru larva tumbuh
dan berganti kulit sebanyak 2 kali, kemudian keluar dari kapiler, masuk ke alveolus dan
seterusnya larva masuk sampai ke bronkus, trakhea, laring dan kemudian ke faring, berpindah
ke osepagus dan tertelan melalui saliva atau merayap melalui epiglotis masuk kedalam
traktus digestivus. Terakhir larva sampai kedalam usus halus bagian atas, larva berganti kulit
lagi menjadi cacing dewasa. Umur cacing dewasa kira-kira satu tahun, dan kemudian keluar
secara spontan.
Siklus hidup cacing ascaris mempunyai masa yang cukup panjang, dua bulan sejak infeksi
pertama terjadi, seekor cacing betina mulai mampu mengeluarkan 200.000250.000 butir
telur setiap harinya, waktu yang diperlukan adalah 3 4 minggu untuk tumbuh menjadi
bentuk infektif. Jumlah telur ascaris yang cukup besar dan dapat hidup selama beberapa
tahun maka larvanya dapat tersebar dimana-mana, menyebar melalui tanah, air, ataupun
melalui binatang. Maka bila makanan atau minuman yang mengandung telur ascaris infektif
masuk kedalam tubuh maka siklus hidup cacing akan berlanjut sehingga larva itu berubah

menjadi cacing. Jadi larva cacing ascaris hanya dapat menginfeksi tubuh melalui makanan
yang tidak dimasak ataupun melalui kontak langsung dengan kulit.
Patomekanisme Gejala & Tanda pada Kasus
Batuk-batuk selama 3 minggu
Pada dasarnya mekanisme batuk dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase inspirasi, fase
kompresi dan fase ekspirasi. Batuk biasanya bermula dari inhalasi sejumlah udara, kemudian
glotis akan menutup dan tekanan di dalam paru akan meningkat yang akhirnya diikuti dengan
pembukaan glotis secara tiba-tiba dan ekspirasi sejumlah udara dalam kecepatan tertentu.
Fase inspirasi dimulai dengan inspirasi singkat dan cepat dari sejumlah besar udara, pada
saat ini glotis secara refleks sudah terbuka. Volume udara yang diinspirasi sangat bervariasi
jumlahnya, berkisar antara 200 sampai 3500 ml di atas kapasitas residu fungsional. Setelah
udara di inspirasi, maka mulailah fase kompresi dimana glotis akan tertutup selama 0,2
detik. Pada masa ini, tekanan di paru dan abdomen akan meningkat sampai 50/100 mmHg.
Tertutupnya glotis merupakan ciri khas batuk, yang membedakannya dengan manuver
ekspirasi paksa lain karena akan menghasilkan tenaga yang berbeda. Tekanan yang
didapatkan bila glotis tertutup adalah 10 sampai 100% lebih besar daripada cara ekspirasi
paksa yang lain. Di pihak lain, batuk juga dapat terjadi tanpa penutupan glotis. Kemudian,
secara aktif glotis akan terbuka dan berlangsunglah fase ekspirasi. Udara akan keluar dan
menggetarkan jaringan saluran napas serta udara yang ada sehingga menimbulkan suara
batuk yang kita kenal. Arus udara ekspirasi yang maksimal akan tercapai dalam waktu 3050
detik setelah glotis terbuka, yang kemudian diikuti dengan arus yang menetap. Kecepatan
udara yang dihasilkan dapat mencapai 16.000 sampai 24.000 cm per menit, dan pada fase ini
dapat dijumpai pengurangan diameter trakea sampai 80%.
Refleks Batuk
Refleks batuk terdiri dari 5 komponen utama yaitu reseptor batuk, serabut saraf aferen, pusat
batuk, susunan saraf eferen dan efektor. Batuk bermula dari suatu rangsang pada reseptor
batuk. Reseptor ini berupa serabut saraf non mielin halus yang terletak baik di dalam maupun
di luar rongga toraks. Yang terletak di dalam rongga toraks antara lain terdapat di laring,
trakea, bronkus dan di pleura. Jumlah reseptor akan semakin berkurang pada cabang-cabang

bronkus yang kecil, dan sejumlah besar reseptor didapat di laring, trakea, karina dan daerah
percabangan bronkus. Reseptor bahkan juga ditemui di saluran telinga, lambung, hilus, sinus
paranasalis, perikardial dan diafragma.
Serabut aferen terpenting ada pada cabang nervus vagus, yang mengalirkan rangsang dari
laring, trakea, bronkus, pleura, lambung dan juga rangsang dari telinga melalui cabang
Arnold dari n. Vagus. Nervus trigeminus menyalurkan rangsang dari sinus paranasalis, nervus
glosofaringeus menyalurkan rangsang dari faring dan nervus frenikus menyalurkan rangsang
dari perikardium dan diafragma.
Serabut aferen membawa rangsang ini ke pusat batuk yang terletak di medula oblongata, di
dekat pusat pernapasan dan pusat muntah. Kemudian dari sini oleh serabut-serabut eferen
nervus vagus, frenikus, interkostal dan lumbar, trigeminus, fasialis, hipoglosus dan nervus
lainnya menuju ke efektor. Efektor ini terdiri dari otot-otot laring, trakea, bronkus, diafragma,
otot-otot interkostal dan lain-lain. Di daerah efektor inilah mekanisme batuk kemudian
terjadi.
Jika dihubungkan dengan skenario, batuk yag terjadi dikarenakan perkembang biakan larva
yang melewati bronkus, trakea, laring, dan faring serta esofagus merangsang resptor batuk
yang ada pada saluran napas tersebut merangsang N.Vagus untuk mengalirkan reseptor
tersebut ke medulla oblongata dan akhirnya merangsang nucleus otak, khususnya pusat
batuk.
Demam Ringan
Demam atau febris merupakan suatu keadaan dimana terjadi peningkatan suhu tubuh, dimana
suhu tersebut melebihi dari suhu tubuh normal (>37,2oC).
Proses perubahan suhu yang terjadi saat tubuh dalam keadaan sakit lebih dikarenakan oleh
zat toksin yang masuk kedalam tubuh. Umumnya, keadaan sakit terjadi karena adanya proses
peradangan (inflamasi) di dalam tubuh. Proses peradangan itu sendiri sebenarnya merupakan
mekanisme pertahanan dasar tubuh terhadap adanya serangan yang mengancam keadaan
fisiologis tubuh. Proses peradangan diawali dengan masuknya zat toksin (mikroorganisme,
yaitu cacing Ascaris lumbricoides) kedalam tubuh kita. Mikroorganisme (MO) yang masuk
kedalam tubuh umumnya memiliki suatu zat toksin tertentu yang dikenal sebagai pirogen

eksogen. Dengan masuknya MO tersebut, tubuh akan berusaha melawan dan mencegahnya
dengan memerintahkan tentara pertahanan tubuh antara lain berupa leukosit, makrofag, dan
limfosit untuk memakannya (fagositosit). Dengan adanya proses fagositosit ini, tentaratentara tubuh itu akan mengeluarkan senjata, berupa zat kimia yang dikenal sebagai pirogen
endogen (khususnya IL-1) yang berfungsi sebagai anti infeksi. Pirogen endogen yang keluar,
selanjutnya akan merangsang sel-sel endotel hipotalamus untuk mengeluarkan suatu
substansi yakni asam arakhidonat. Asam arakhidonat dapat keluar dengan adanya bantuan
enzim fosfolipase A2. Asam arakhidonat yang dikeluarkan oleh hipotalamus akan pemacu
pengeluaran prostaglandin (PGE2). Pengeluaran prostaglandin dibantu oleh enzim
siklooksigenase (COX). Pengeluaran prostaglandin akan mempengaruhi kerja dari termostat
hipotalamus. Sebagai kompensasinya, hipotalamus akan meningkatkan titik patokan suhu
tubuh (di atas suhu normal). Adanya peningkatan titik patokan ini dikarenakan termostat
tubuh (hipotalamus) merasa bahwa suhu tubuh sekarang dibawah batas normal. Akibatnya
terjadilah respon dingin/menggigil. Adanya proses mengigil (pergerakan otot rangka) ini
ditujukan untuk menghasilkan panas tubuh yang lebih banyak dan terjadilah demam.

BAB cair
Ketika larva cacing Ascaris lumbricoides masuk ke dalam tubuh manusis melalui makanan
yang akhirnya masuk ke dalam usus, maka di dalam usus akan terjadi reaksi inflamasi agar
tetap terjadi pertahanan tubuh pada tubuh hospes. Saat terjadi reaksi inflamai dalam usus
maka terjadi peningkatan sekresi cairan dan elektrolit yang akhirnya akan menyebabkan isis
rongga dalam usus meningkat dan ankhirnya BAB cair (diare).
Sakit Perut
Sakit perut dapat dihubungkan karena terjadinya penumpukan cacing dalam usus yang pada
dasarnya daur hidup larva dalam usus akan mengembangbiakan cacing sebanyak 20 sampai
20.000, dan dapat juga terjadi karena sifat Ascaris lumbricoides yang dapat merusak usus
dengan cara memakan protein-protein yang masuk melalui makanan dari hospes sehingga
menyebabkan gerakan peristaltik pada usus berlebihan.
Berat Badan Berkurang

Berat badan berkurang terjadi karena hubungan antara anoreksia, BAB cair dan sakit perut.
Eosinofil 15%
Jika dilihat pada kadar normalnya yang sebesar 1-4% pada kasus di skenario ini terjadi
eosinofilia. Eosinofilia adalah tingginya rasio eosinofil di dalam plasma darah. Eosinofilia
bukan merupakan suatu penyakit, tetapi merupakan respon terhadap suatu penyakit.
Peningkatan jumlah eosinofil dalam darah dipicu sekresi interleukin-5 oleh sel T, mastosit
dan makrofag, biasanya menunjukkan respon yang tepat terhadap sel-sel abnormal, parasit
atau bahan-bahan penyebab reaksi alergi (alergen).
Pada awalnya eosinofil terjadi pada sumsum tulang. Tetapi setelah dibuat di dalam sumsum
tulang, eosinofil akan memasuki aliran darah dan tinggal dalam darah hanya beberapa jam,
kemudian masuk ke dalam jaringan di seluruh tubuh. Jika suatu bahan asing masuk ke dalam
tubuh, akan terdeteksi oleh limfosit dan neutrofil, yang akan melepaskan bahan untuk
menarik eosinofil ke daerah ini. Eosinofil kemudian melepaskan bahan racun yang dapat
membunuh parasit dan menghancurkan sel-sel yang abnormal.

Infiltrat
Adanya infiltrat pada pada saat pemeriksaan paru-paru pasien karena ketika terjadi daur
hidup cacing pada tubuh manusia, cacing tersebut melewati paru-paru dan membuat
kerusakan pada paru-paru sehingga sel leukosit yang ada di paru-paru menggumpan dan
membentuk konsolidasi.

Diagnosis Banding
Askariasis
Definisi & etiologi
Askariasis adalah suatu penyakit parasit yang disebabkan oleh cacing Ascaris lumbricoides

Manifestasis Klinis

Batuk

Demam

Eosinofilia

Infiltrat (menghilang dalam waktu 3 minggu)

Mual

Nafsu makan berkurang

Diare atau konstipasi

Malnutrisi

Malabsorpsi

Obstruksi usus (ileum)

Epidemiologi & Cara Penularan


Di Indonesia prevalensi askariasis tinggi, terutama pada anak. Frekuensinya 60-90%.
Kurangnya pemakaian jamban keluarga menimbulkan pencemaran tanah dengan tinja di
sekitar halaman rumah, di bawah pohon, di tempat memncuci dan di tempat pembuanagn
sampah. Tanah liat, kelembaban tinggi dan suhu 25-30oC merupakan kondisi yang sangat
baik untuk berkembangnya telur Ascaris lumbricoides menjadi bentuk infektif.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan tinja secara langsung untuk mengetahui cacing tersebut.
Pengobatan

Untuk perorangan dapat digunakan bermacam-macam obat misalnya piperasin, pirantel


pamoat 10 mg/kg berat badan, dosis tunggal mebendazol 500 mg atau albendazol 400 mg.
Untuk pengobatan masal perlu beberapa syarat, yaitu :

Obat mudah diterima masyarakat

Aturan pemakaian sederhana

Mempunyai efek samping yang minim

Bersifat polivalen, sehingga berkhasiat terhadap beberapa jenis cacing

Harganya murah

Obat yang diberikan untuk pengobatan massal adalah albendazol 400 mg 2 kali setahun.
Ancylostomiasis
Definisi dan Etiologi
Ancylostomiasis adalah penyakit parasit yang disebabkan oleh cacing Ancylostoma
duodenale

Epidemiologi dan Cara Penularan


Insidensi tinggi ditemukan pada penduduk di Indonesia, terutama di daerah pedesaan,
khususnya di perkebunan. Seringkali pekerja perkebunan yang langsung berhubungan dengan
tanah mendapat infeksi lebih dari 70%
Kebiasaan defekasi di tanah dan pemakaian tinja sebagai pupuk kebun (di berbagai daerah
tertentu) penting dalam penyebaran infeksi. Tanah yang baik untuk pertumbuhan larva ialah
tanah gembur (pasir, humus) dengan suhu optimum 23o-25o C.

Daur Hidup & Patomekanisme


Telur dikeluarkan dengan tinja dan setelah menetas dalam waktu 1-1,5 hari, kelurlah larva
rabditoform. Dalam waktu 3 hari larva rabditiform tumbuh menjadi larva filariform, yang
dapat menembus kulit dan dapat hidup selama 7-8 minggu di tanah.
Telur cacing tambang yang besarnya 6040 mikron, berbentuk bujru dan mempunyai
dinding tipis. Di dalamnya terdapat beberapa sel. Larva rabditiform panjangnya 250
mikron, sedangkan larva filariform panjangnya 600 mikron
Daur hidup :
Telur > larva rabditiform > larva filariform > menembus kulit > kapiler darah > jantung
kanan > paru > bronkus > trakea > laring > usus halus
Manifestasi Klinik
1. Stadium larva :
Ground itch dan penyakit wakana dengan gejala mual, muntah, iritasi faring, batuk, sakit
leher, dan serak
2. Stadium dewasa
Anemia hipokrom mikrositer

Eosinofilia

Daya tahan tubuh berkurang

Prestasi kerja menurun

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan tinja dengan pemeriksaan mikroskop
Biakan Harada-Mori
Pengobatan
Dengan pemberian pirantel pamoat 10mg/kg berat badan
Profilasksis dan Pemberantasan Penyakit Cacing
1. Memutuskan daur hidup dengan cara :
Defekasi di jamban
Menjaga kebersihan, cukup air bersih di jamban, untuk mandi dan cuci tangan teratur

Memberi pengobatan masal dengan obat entelmintik yang efektif, terutama kepada

golongan rawan
2. Penyuluhan kepada masyarakat mengenai sanitasi lingkungan yang baik dan cara
menghindari infeksi cacing
3. Menggunakan alas kaki bila bermain di tempat yang bertanah gembur
4. Dilakukan penyuluhan tentang parasit ini
5. Membiasakan tidak menggunakan tinja sebagai pupuk

You might also like