You are on page 1of 10

4.

valdecoxib
Valdecoxib, suatu isoksazol pengganti diaril, merupakan penghambat COX-2 baru yang
sangat selektif. Dosis analgesik valdecoxib adalah 20 mg dua kali sehari. Toksisitasnya pada
saluran cerna dan organ lain serupa dengan cixib lainnya. Valdecoxib tidak memiliki efek
terhadap agregasi trombosit atau waktu perdarahan. Reaksi berat telah di laporkan terjadi
pada individu yang sensitif terhadap sulfonamida. Valdecoxib ditarik dari peredaran AS pada
awal 2005 sebgaai respon terhadap kekhawatiran FDA mengenai risiko kardiovaskular dan
sindrom Stevens-Johnson, tapi obat ini masih tersedia di negara lain.

Valdecoxib

PENGHAMBAT COX NONSELEKTIF


1. Diklofenak
Diklofenak adalah suatu turunan asam fenilasetat yang relatif tidak selektif sebagai
penghambat COX.
Efek simpang terjadi pada sekitar 20% pasien dan meliputi gangguan saluran cerna,
perdarahan samar saluran cerna, dan ulkus lambung, meskipun ulkus lebi jarangterjadi
daripada beberapa OAINS lainnya. Suatu sediaan yang menggabungkan diclofenac dengan
misoprostol menurunkan kejadian ulkus saluran cerna bagian atas tapi dapat menyebabkan
diare. Kombinasi lainnya, yakni diclovenac dengan omeprazole, juga efektif mencegah
perdarahan rekuren, tapi efek simpangnya pada ginjal sering ditemui pada pasien berisiko

tinggi. Diclofenac pada dosis 150 mg/hari tampaknya mengganggu aliran darah ginjal dan
laju filtrasi glomerulus. Peningkatan aminotransferase serum dapat terjadi lebih sering pada
obat ini daripada OAINS lainnya.
Sediaan oftalmik 0,1% dianjurkan untuk mencegah peradangan mata pascaoperasi dan
dapat digunakan setelah operasi implantasi lensa dan strabismus. Suatu gel topikal yang
mengandung diclofenac 3% efektif mengobati keratosis akibat mataharidiclofenac dalam
bentuk supositoria rectal dapat dipertimbangkan sebagai obat pilihan untuk analgesia
pendahuluan dan mual pascaoperasi. Di Eropa, diclofenac juga tersedia sebagai obat kumur
dan untuk pemberian intramuskular.
2. Diflunisal
Meskipun diperoleh dari asam salisilat, diflunisal tidak di metabolisasi menjadi asam
salisilat atau salisilat. Obat ini menjalani siklus enterohepatik dengan reabsorpsi metabolit
glukuronidanya, diikuti dengan pembelahan glukuronida tersebut untuk kembali melepaskan
gugus yang aktif. Diflunisal dimetabolisasi sesuai kapasitas, dengan waktu paruh berbagai
dosis dalam serum menyerupai salisilat. Pada artritis reumatoid, dosis yang dianjurkan adalah
500-1000 mg tiap hari dalam dosis dua terbagi. Obat ini dianggap efektif khususnya untuk
nyeri kanker dengan metastasis tulang dan untuk pengendalian nyeri pada operasi gigi (molar
ketiga). Salep oral diflunisal 2% merupakan analgesik yang bermanfaat secara klinis untuk
lesi pada mulut yang nyeri.
Karena bersihannya tergantung pada fungsi ginjal serta metabolisme hati, dosis
diflunisal harus dibatasi pada pasien dengan gangguan ginjal yang signifikan. Profil efek
simpangnya serupa dengan OAINS lain; pseudoporfiria juga telah dilaporkan.
3. Etodolac
Etodolac adalah turunan asam asetat rasemat dengan waktu-paruh sedang. Etodolac
sedikit lebih selektif terhadap COX-2 daripada kebanyakan OAINS rasemat lainnya, dengan
rasio aktivitas COX-2:COX-1 sekitar 10. Tidak seperti kebanyakan OAINS rasemat lainnya,
etodolac tidak mengalami inversi kiral pada badannya. Dosis etodolac adalah 200-400 mg
tiga atau empat kali sehari. Etodolac cukup baik meredakan nyeri pascaoperasi pintas arteri
koronaria, meskipun telah dilaporkan terjadi gangguan fungsi ginjal sementara. Tidak ada
data yang menyarankan bahwa etodolac berbeda secara signifikan dengan OAINS lain
kecuali dalam hal farmakokinetiknya, meskipun telah diklaim bahwa etodolac lebih sedikit
menimbulkan toksisitas lambung (dalam hal ini, ulkus) daripada OAINS lainnya.
4. Fenoprofen
Fenoprofen, suatu turunan asam propionat, adalah OAINS yang paling sering
menyebabkan nefritis interstisial sehingga jarang digunakan. Toksisitasnya yang lain
menyerupai OAINS lainnya.

5. Flurbiprofen
Flurbiprofen adalah suatu turunan asam propionat dengan kemungkinan mekanisme
kerja yang lebih rumit daripada OAINS lainnya. Enansiomer (S)(-)nya menghambat COX
secara nonselektif, tapi enansiomer ini juga telah terbukti mempengarui TNF-alfa dan sintesis
nitrogen oksida di jaringan tikus. Flurbiprofen sangat di metabolisasi di hati; enansiomer (R)
(+) dan (S)(-)nya dimetabolisasi secara berbeda, dan tidak mengalami konversi kiral. Akan
tetapi, flurbiprofen tetap menjaani sirkulasi enterohepatik.
Efektivitas flurbiprofen pada dosis 200-400 mg/hari serupa dengan aspirin dan OAINs
lainnya pada uji coba klinis untuk pasien artritis reumatoid, spondilitis ankilosa, gout, dam
osteoartritis. Flurbiprofen juga tersedia dalam bentuk topikal mata untuk inhibisi miosis
intraoperatif. Flurbiprofen intravena terbukti efektif untuk analgesia perioperatif pada operasi
bedah minor untuk telinga, leher, dan hidung dan dalam bentuk tablet hisap untuk nyeri
tenggorok.
Meskipun profil efek simpangnya serupa dengan NSAID lainnya pada berbagai cara,
flurbiprofen juga dkaitkan, walaupun jarang, dengan kekakuan roda gigi (cogwheel rigidity),
ataksia, tremor, dan mioklonus.
6. Ibuprofen
Ibuprofen merupakan turunan sederhana asam fenilpropionat. Pada dosis sekitar 2400
mg/hari, efek antiinflamasi ibuprofen setara dengan 4 g aspirin.
Ibuprofen oral sering diresepkan dalam dosis yang lebih kecil (<2400 mg/hari); pada
dosis ini, ibuprofen efektif sebagai analgesik tapi tidak sebagai anti inflamasi. Obat ini
tersedia bebas dalam dosis yang kecil dan di jual dalam berbagai nama dagang. Sediaan krim
topikal tampaknya diserap kedalam fasia dan otot; bentuk (S)(-)nya telah diujikan. Krim
ibuprofen lebih efektif daripada krim plasebo untuk terapi osteoartritis primer pada lutut.
Sediaan ibuprofen 400 mg dalam bentuk gel cair cepat meredakan dan cukup efektif dalam
nyeri gigi pascaoperasi. Jika dibandingkan dengan indometasin, ibuprofen tidak lebih
menurunkan keluaran urine dan juga tidak lebih menyebabkan retensi cairan daripada
indometasin. Ibuprofen efektif dalam mengobati duktus arteriosus paten yang sedang
menutup pada bayi-bayi prematur, dengan efektivitas dan keamanan yang sama dengan
indometasin. Jalur oral dan intravena ibuprofen sama efektifnya untuk indikasi ini.
Terjadi iritasi dan perdarahan saluran cerna, walaupun lebih jarang daripada aspirin.
Penggunaan ibuprofen dengan aspirin dapat menurunkan efek anti-inflamasi total. Obat ini
relatif di kontraindikasikan pada penderita polip hidung, angioedema, dan reaktivitas
bronkospatik terhadap aspirin. Di samping gejala saluran cerna (yang dapat di ubah penelan
bersama makanan), telah di laporkan terjadinya ruam, pruritus, tinitus, pusing, nyeri kepala,

meningitis aseptik (khususnya pada penderita lupus eritimatosussistemik), dan reyensi cairan.
Interaksi dengan antikoagulan jarang terjadi.
Pemberian ibuprofen mengantogonisasi inhibisi trombosit ireversibel yang di picu
oleh aspirin. Oleh karena itu, terapi dengan ibuprofen pada pasien dengan peningkatan risiko
kardiovaskuler dapat membatasi efek kardioprotektif milik aspirin. Efek hematologik yang
jarang meliputi agranulositosis dan anemia aplastik. Efek terhadap ginjal (seperti semua
OAINS) meliputi gagal ginjal akut, nefritis interstisial, dan sindrom nefrotik, tapi
kesemuanya ini jarang terjadi. Akhirnya, telah dilaporkan terjadi hepatitis.
7. Indometasin
Indometasin, yang diperkenalkan pada tahun 1963, adalah turunan indol. Indometasin
merupakan penghambat COX nonselektif yang poten dan dapat juga menghambat fosfolipase
A dan C, menurunkan migrasi neutrofil, dan menurunkan proliferasi sel T dan sel B.
Probenecid memperpanjang waktu-paruh indometasin dengan menghambat bersihan ginjal
dan empedu. Obat ini sangat berbeda dalam hal indikasi dan toksisitasnya dengan OAINS
lain.
Indometasin diindikasikan untuk keadaan reumatik dan khususnya populer untuk gout
dan spondilitis ankilosa. Selain itu, indometasin telah digunakan untuk mengobati duktus
arteriosus paten. Obat ini telah diujikan pada berbagai uji coba kecil atau tak terkontrol untuk
berbagai penyakit lain, termasuk sindrom Sweet, artritis reumatoid juvenil, pleurisi, sindrom
nefrotik, diabetes insipidus, vaskulitis urtikaria, nyeri pascaepisiotomi, dan profilaksis untuk
osifikasi heterotropik pada artroplasti. Sediaan indometasin untuk mata tampaknya efektif
untuk peradangan konjungtiva dan untuk mengurangi nyeri pascaabrasi kornea traumatik.
Peradangan gusi berkurang pasca pemberian bilas mulut indometasin. Injeksi epidural
mampu meredakan nyeri setara dengan yang di capai dengan metilprednisolon pada sindrom
pascalaminektomi.
Pada dosis yang lebih tinggi, paling tidak sepertiga penderita bereaksi terhadap
indometasin sehingga membuat penggunaannya harus di hentikan . efek terhadap saluran
cerna meliputi nyeri abdomen, diare, perdarahan saluran cerna, dan pankreatitis. Nyeri kepala
dialami oleh 15-25% penderita dan mungkin disertai pusing, bingung, dan depresi. Adanya
psikosis dan halusinasi jarang dilaporkan. Kelainan hati jarang terjadi. Reaksi hematologik
yang berat telah dilaporkan terjadi. Meliputi trombositopenia dan anemia aplastik.
Hiperkalemia telah dilaporkan dan berhubungan dengan inhibisi sintesis prostaglandin di
ginjal. Nekrosis papiler ginjal juga pernah diamati terjadi.
8. Ketoprofen

Ketoprofen adalah turunan asam propionat yang menghambat kedua jenis COX
(secara nonselektif) dan lipoksigenase. Pemberian bersama probenesid meningkatkan kadar
ketoprofen dan memperpanjang waktu-paruhnya di plasma.
Efektivitas ketoprofen pada dosis 100-300 mg/hari serupa dengan OAINS lain dalam
terapi artritis reumatoid, osteoartritis, gout, dismenorea, dan keadaan nyeri lainnya. Meskipun
berefek ganda terhadap prostaglandin dan leukotrien, ketoprofen tidak lebih baik daripada
OAINS lainnya. Efek simpang utamanya adalah pada saluran cerna dan susunan saraf pusat.
9. Ketorolac
Ketorolac adalah OAINS yang diperkenalkan untuk pengguanaan sistemik, terutama
sebagai analgesik, nukan sebagai obat anti-inflamasi (walaupun mempunyai sifat khas
OAINS). Obat ini merupakan analgesik yang efektif dan berhasil digunakan untuk
menggantikan morfin dalam beberapa situasi yang melibatkan nyeri pascaoperasi ringan dan
sedang. Obat ini paling sering di berikan secara intramuskular atau intravena, tetapi juga
tersedia bentuk dosis oral. Ketika digunakan dengan salah satu opioid, ketorolac dapat
menurunkan keperluan akan opioid hingga 25-50%. Suatu sediaan ketorolac mata tersedia
untuk peradangan pada mata. Toksisitasnya serupa dengan OAINS lain, meskipun toksisitas
ginjalnya lebih sering terjadi akibat penggunaan kronik.
10. Meklofenamat & Asam Mefenamat
Meklofenamat & Asam Mefenamat menghambat kedua COX dan fosfolipase A2.
Kedua obat ini jarang digunakan saat ini.
11. Nabumetone
Nabumeton adalah salah satunya OAINS tak-asam yang digunakan saat ini;
nabumetone di ubah menjadi turunan asam asetat yang aktif dalam tubuh. Obat ini diberikan
sebagai calon obat keton yang strukturnya menyerupia naproxen. Waktu-paruhnya yang lebih
dari 2 jam memungkinkan obat ini diberikan dalam dosis sekali sehari, dan obat ini
tampaknya tidak mengalami sirkulasi enterohepatik. Gangguan pada ginjal menyebabkan
waktu-paruhnya menjadi dua kali lebuh panjang dan peningkatan area di bawah kurva
sebesar 30%. Sifat obat ini sangat mirip dengan OAINS lainnya, meskipun lebih sedikit
mencederai lambung daripada OAINS lainnya ketika diberikan dalam dosis 1000 mg/hari.
Sayangnya seringkali diperlukan dosis yang lebi tinggi (misalnya, 1500-2000 mg/hari, dan
obat ini merupakan OAINS yang sangat mahal. Seperti naproxxen, anbumetone telah
dilaporkan menyebabkan pseudoporfiria dan fotosensitivitas pada beberapa pasien. Efek
simpang lainnya menyerupai OAINS.
12. Naproxen
Naproxen merupakan suatu turunan asam naflitilpropionat. Obat ini merupakan satusatunya OAINs yang saat ini dipasarkan sebagai enansiomer tunggal, dan obat ini merupakan
penghambat COX nonselektif. Fraksi bebas naproxen secara bermakna lebih tinggi pada

perempuan daripada laki-laki, meskipun ikatan albumin sangat tinggi pada kedua jenis
kelamin. Naproxen efeltif untuk indikasi reumatologik yang biasa dan tersedia dalam bentuk
sediaan lepas-lambat dan suspensi oral. Suatu sediaan topikal dan larutan oftalmik juga
tersedia.
Perdarahan saluran cerna bagian atas pada penggunaan beba insidennya rendah, tapi
masih dua kali lebih besar daripada ibuprofen (mungkin akibat efek dosis). Kasus-kasus
langka pneumonitis alergika, vaskulitis leukositoklastik, dan pseudoporfiria serta efek
simpangnya terkait OAINS lainnya telah diamati terjadi.
13. Oxaprozin
Oxaprozin adalah OAINS turunan asam propionat lainnya. Perbedaan utamanya
dengan anggota lain subgolongan ini adalah waktu paruhnya yang sangat panjang (50-60
jam); meskipun oxaprozin tidak mengalami sirkulasi enterohepatik. Obat ini memiliki
manfaat dan risiko yang sama dengan OAINS lain. Oxaprozin merupakan suatu urikosurik
ringan, membuatnya berpotensi lebih bermanfaat pada gout daripada OAINS lainnya.
14. Phenylbutazone
Phenylbutazone, suatu turunan pirazolon, cepat populer setelah diperkenalkan pada
1949 tapi, karena toksisitasnya jarang digunakan saat ini.
15. Piroxicam
Proxicam, suatu oxicam adalah penghambat Cox nonselektif yang pada konsentrasi
tinggi juga menghambat migrasi leukosit polimorfonuklear, menurunkan produksi radikal
oksigen, dan menghambat fungsi limfosit. Wakyu-paruhnya yang panjang memungkinkan
dosisnya diberikan sekali sehari.
Piroxicam dapat digunakan untuk indikasi reumatik biasa. Toksisitasnya meliputi
gejala-gejala pada saluran cerna (20% pasien), pusing tinitus, nyeri kepala, dan ruam. Ketika
piroxicam digunakan dalam dosis yang lebih tinggi dari 20 mg/hari, terjadi peningkatan
insidens ulkus peptikum dan perdarahan. Studi epidemiologik menunjukan bahwa risiko
kedua kejadian ini 9,5 kali lebih tinggi pada piroxicam daripada OAINS lain.
16. Sulindak
Sulindak adalah suatu calon obat sulfoksida. Obat ini dimetabolisasi secara reversibel
menjadi metabolit sulfida aktif, yang diekskresi dalam empedu dan kemudian direabsorpsi
dari usus. Siklus enterohepatik memperpanjang durasi kerjanya menjadi 12-16 jam.
Indikasi dan efek simpang sulindac serupa dengan OAINS lain. Selain diindikasikan
untuk penyakit reumatik, sulindac mensupresi poliposis usus familial; sulindac

dapat

mengahambat perkembangan kanker kolon, payudara, dan prostat pada manusia. Obat ini
tampaknya menghambat terjadinya kanker saluran cerna pada tikus. Efek yang terakhir ini
dapat disebabkan oleh sulfon ketimbang oleh sulfida.
Di antara beberapa reaksi simpang yang berat, sindrom nekrolisis epidermal StevensJohnson, trombositopenia,agranulositosis, dan sindrom nefroti telah diamati terjadi. Seperti

diclofenac, sulindac cenderung menyebabkan peningkatan aminotransferase serum; sulindac


kadang kadang juga dikaitkan dengan kerusakan hati kolestatik, yang menghilang atau
mereda ketika obat dihentikan.
17. Tenoxicam
Tenoxicam adalah suatu oxicam yang erupa dengan piroxicam dan memiliki profil
inhibisi COX nonselektif, waktu-paruh yang panjang (72 jam), efektivitas, dan toksisitas
yang sama dengan piroxicam. Obat ini tersedia diluar negeri tapi tidak di AS.
18. Tiaprofen
Tiaprofen adalah turunan asam propionat rasemat tapi tidak

mengalami

stereokonversi. Waktu-paruh serumnya pendek (1-2 jam) dengan peningkatan hingga


mencapai 2-4 jam pada usia lanjut. Obat ini menghambat reabsorpsi asam urat ginjal
sehingga sedikit menurunkan kadar asam urat dalam serum. Tiaprofen tersedia untuk
pemberian oral dan intramuskular. Profil efektivitas dan efek efek simpangnya menyerupai
OAINS lainnya. Tiaprofen tidak tersedia di AS.
19. Tolmetin
Tolmetin adalah penghambat COX nonselektif dengan waktu-paruh yang pendek (1-2
jam) dan jarang digunakan. Profil efektivitas dan toksisitasnya serupa dengan OAINS lain
dengan perkecualian sebagai berikut: obat ini tidak efektif (untuk alasan yang tidak jelas)
dalam terapi gout, dan dapat (jarang) menyebabkan trombositopenik purpura.
20. Azapropazone & Carprofen
Obat-obat ini tersedia banyak di negara lain tetapi tidak diperdagangkan di AS.
Struktur azapropazone (apazone), turunan pirazolon, berubungan dengan fenibutazone, tetapi
tampaknya lebih jarang menimbulkan agranulositosis. Waktu paruhnya yang sebesar 12-16
jam dapat memanjang sebesar dua kali lipat pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal.
Carprofen adalah turunan asam propionat dengna waktu paruh sebesar 10-16 jam. Indikasi
dan efek simpang Azapropazone dan carprofen serupa dengan OAINS lain.
FARMAKOLOGI KLINIS OAINS
Semua OAINS termasuk aspirin, memiliki efektivitas yang sama kecuali beberapa
obat - tolmetin tampaknya tidak efektif untuk gout, dan aspirin kurang efektif dibandingkan
dengan OAINS lainnya (misalnya, indometasin) untuk spondilitis ankilosa. Oleh karena itu,
OAINS cenderung dibedakan atas dasar toksisitas dan efektivitas biayanya. Sebagai contoh,
efek samping ketorolac terhadap saluran cern adan ginjal membatasi penggunaannya.
Beberapa penelitian menyatakan bahwa indomethacin, tolmetin, dan meclofenamate
merupakan OAINS yang toksisitasnya paling besar, sedangkan toksisitas salsilat, aspirin, dan
ibuprofen adalah yang paling kecil. Penghambat COX-2 selektif tidak diikutsertakan dalam
analisis ini .

Pada penderita insufisiensi ginjal, paling baik digunakan salsilat tak-terasetilasi.


Fenoprofen jarang digunakan karena menyebabkan nefritis interstisial (walaupun langka).
Diklofenak dan sulindac lebih ering menimbulkan kelainan pada uji fungsi hati daripada
OAINS lainnya. Penghambat COX-2 selektif yang relatif mahal mungkin paling aman di
gunakan pada pasien yang berisiko tinggi mengalami perdarahan saluran cerna, tapi obat ini
memiliki risiko lebih tinggi menimbulkan toksisitas kardiovaskular. Celecoxib atau suatu
OAINS nonselektif plus omeprazole atau misoprostol mungkin sesuai untuk digunakan pada
pasien yang berisiko tinggi mengalami

You might also like