Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Adanya faktor protektif dan nutrien yang sesuai dalam ASI menjamin status
gizi bayi (Kemenkes RI, 2014). ASI mengandung kolostrum yang kaya akan
antibodi karena mengandung protein untuk daya tahan tubuh dan pembunuh
kuman dalam jumlah tinggi. Susu formula tidak mengandung enzim sehingga
penyerapan makanan tergantung pada enzim yang terdapat di usus bayi
(Kemenkes RI, 2015).
Dalam rangka menurunkan angka kesakitan dan kematian anak, United
Nation Childrens Fund (UNICEF) dan World Health Organization (WHO)
merekomendasikan sebaiknya anak hanya disusui air susu ibu (ASI) selama paling
sedikit 6 bulan. Makanan padat seharusnya diberikan sesudah anak berumur 6
bulan, dan pemberian ASI dilanjutkan sampai anak berumur dua tahun. Pada
tahun 2003, pemerintah Indonesia mengubah rekomendasi pemberian ASI
eksklusif dari 4 bulan menjadi 6 bulan. Pengenalan dini makanan yang rendah
energi dan gizi atau yang disiapkan dalam kondisi tidak higienis dapat
menyebabkan anak mengalami kurang gizi dan terinfeksi organisme asing,
sehingga mempunyai daya tahan tubuh yang rendah terhadap penyakit di antara
anak-anak (Kemenkes RI, 2014).
Secara nasional cakupan pemberian ASI eksklusif pada tahun 2014 sebesar
52,3%. Cakupan pemberian ASI eksklusif di Sumatera Selatan dan Palembang
pada tahun 2014 berturut-turut adalah 64,5% dan 74,18% (Kemenkes RI, 2015;
Dinkes Kota Palembang, 2015). Sedangkan cakupan pemberian ASI eksklusif di
wilayah kerja Puskesmas Nagaswidak pada tahun 2015 adalah 69,5%. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa cakupan pemberian ASI eksklusif masih rendah dari
target nasional, yaitu 80%. Hal tersebut membuat penulis tertarik untuk
membahas mengenai rendahnya cakupan pemberian ASI eksklusif di wilayah
kerja Puskesmas Nagaswidak tahun 2015.
1.2
Rumusan Masalah
1.
1.3
Tujuan
2.
1.4
Manfaat