Professional Documents
Culture Documents
Oleh:
Hadi Waluyo
DAFTAR MASALAH
N
Masalah Aktif
Tanggal
o
1
AF NVR
11/5/2016
11/5/2016
Masalah Inaktif
Tanggal
BAB I
LAPORAN KASUS
1. Identitas Penderita
Nama
: Tn. Jupri
Umur
: 54 tahun
Alamat
Pekerjaan
: PegawaiSwasta
Ruang
: Geriatri Dasar
Nomor CM
: C585283
Masuk RS
: 11-5-2016
2. Subyektif:
A. KeluhanUtama
Sesak saat aktivitas
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan sesak yang selalu dirasakan ketika pasien
sedang beraktivitas, ketika pasien jalan 100 meter. Sesak disangkal saat
melakukan pekerjaan rumah ringan . Sesak dimalam hari dan tidur dengan bantal
yang tinggi disangkal. Keluhan sesak sudah dirasakan sekitar kurun waktu satu
tahun belakangan, sebelumnya pasien hanya berobat kontrol ke poli penyakit
dalam dan di diagnosa sebagai CHF. Selain itu, pasien juga merasakan mudah
kelelahan bila melakukan aktivitas rumah.
Keluhan nyeri dada (+) jika melakukan aktivitas berat atau stress,
Keluhan berdebar-debar (+). Riwayat bengkak pada kedua tungkai disangkal.
BAK dan BAB tidak ada keluhan
Riwayat kelemahan anggota gerak badan disangkal.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat sakit jantung (+)
Riwayat merokok disangkal.
Riwayat Hipertensi disangkal.
Riwayat DM dan hiperlipidemia disangkal.
: compos mentis
Keadaanumum
Keadaangizi
: baik
TekananDarah
: 120/60 mmHg
Frekuensinadi
Frekuensinafas
Suhu
: 36,5oC
Kepala
: CA -/- SI -/-
Leher
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Paru
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: sonor/sonor.
Auskultasi
Inspeksi
: datar
Palpasi
: supel, NT (-)
Perkusi
Auskultasi
HASIL
NILAI NORMAL
11,1 detik
30,6 detik
32,5 detik
2,5
9,4-11,3detik
23,4-36,8 detik
25,5-42,1 detik
11/05/2016
15.9
47.1
5.08
31.4
92.6
33.9
7.14
191
11/05/2016
91
21
1.4
SATUAN
gr%
%
Juta/mmk
Pg
fL
gr/dL
ribu/mmk
ribu/mmk
SATUAN
mg/dL
mg/dL
mg/dL
NILAI NORMAL
12.00 15.00
35.0 47.0
3.90 5.60
27.00 32.00
76.00 96.00
29.00 36.00
4.00 11.00
150.0 400.0
NILAI NORMAL
74 106
15 39
0.60 1.30
145
3.5
113
2.1
0.80
mmol/L
mmol/L
mmol/L
mmol/L
mmol/L
136 145
3.5 5.1
98 107
2.12 2.52
0.70 0.99
X-Foto Thorax
Kesan : Cardiomegali, LVH
EKG
Interpretasi
Irama
: fibrilasi
Frekuensi
Segm. ST
: 68 x/menit
: Isoelektrik
Axis
: normoaxis
: sulitdinilai
Zonatransisi
PR interval
: sulitdinilai
Lain-lain
Kesan
: V3
4. PROBLEM
1. AF NVR
2. CHF
5. RENCANA PEMECAHAN MASALAH
Problem 1. AF NVR
Assesmen : Komplikasi: tromboemboli
Initial Plan
Dx : Echocardiografi
Rx :
Infus RL 10 tetes per menit
Heparin syring pump 4000 unit bolus dan maintanance 750 unit / jam
Bisoprolol 2,5 mg/24 jam p.o
Diet biasa 1700 kkal
Mx : Nadi, PTT/K/12 jam, EKG/12jam, INR/3 hari
Ex :Menjelaskan kepada keluarga tentang perlunya pemeriksaan echocardiografi
untuk mengetahui adanya resiko emboli
Problem 2. CHF NYHA III
Assasement
Diagnosis Fungsi
Dx : Echokardiografi
Rx :
Posisi duduk
O2 3 liter/ menit
Infus RL 10 tpm
SP Cordaron 150 mg habis dalam 6 jam.
Cordaron 100 mg / 12 jam p.o
Simarc 2 mg/24 jam p.o
Spironolacton 25mg/24 jam p.o
KSR 600 mg/8jam p.o
Captopril 6,25 mg/8jam p.o
:
TekananDarah
: 120/70 mmHg
Frekuensinadi
Frekuensinafas
Suhu
: 36,5oC
EKG
Interpretasi
Irama
: fibrilasi
Frekuensi
: 140 x/menit
Segm. ST
Axis
: normoaxis
: Isoelektrik
: sulitdinilai
PR interval
: sulitdinilai
Lain-lain
: VES (+)
Kesan
Zonatransisi
: V3
Plan
Dx
: Echocardiografi
Tx
Mx : Cek PPT/PPTK/12jam
13 Mei 2016
Frekuensinafas
Suhu
: 36,5oC
Interpretasi
Irama
: fibrilasi
Frekuensi
: 86 x/menit
Segm. ST
: Isoelektrik
Axis
: normoaxis
: sulitdinilai
PR interval
: sulitdinilai
Lain-lain
: VES (+)
Kesan
Plan
Dx
: Echocardiografi
Tx
Mx
Zonatransisi
: V3
Katup-katup:
AoV : 3 kuspis, AR trivial
MV : MR moderate ecrestriksi PML (Carpentiertipe III), vc 0,4 cm
TV
: TR mild, vc 0,2 cm, TR max PG 21 mmHg, TR vmax 2,3 m/s
PV
: PR mild
PH
: unlikely PH (RVSP 31 mmHg, RAP 10 mmHg)
KESIMPULAN:
Plan
Dx
: Echocardiografi
Tx
Mx
PEMBAHASAN
Pasien datang dengan keluhan utama sesak saat aktivitas (dyspneu on effort)
yang dirasakan dalam setahun belakangan. Dari keluhan utama tersebut kita dapat
berpikir kemungkinan diagnosis mengarah kepada kelainan pada jantung mulai dari
yang paling sering ditemukan yaitu gagal jantung kongestif (CHF) dan penyakit
jantung koroner (CAD). Sesak pada onset yang lama dan kronis tidak
menggambarkan CAD yang umumnya onset akut dan disertai nyeri dada khas
angina, sedangkan pada pasien ini tidak demikian. Namun tidak menutup
kemungkinan terdapat riwayat dari CAD. Pada pasien ini masih dimungkinkan
diagnosa CHF mengingat adanya dyspneu on effort, namun disangkal adanya gejala
pendukung seperti paroxysmal nocturnal dyspneu (PND), orthostatic dyspneu (OD).
Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya peningkatan tekanan vena jugular,
adanya kesan cardiomegali, tidak adanya tanda dari edema pulmo (ronkhi basah
basal paru) yang mungkin berasal dari CHF.
Namun pada pemeriksaan pasien ditemukan irama nadi yang irregular yang
menandakan kemungkinan adanya aritmia jantung (dikonfirmasikan melalui EKG).
Pada auskultasi jantung terdengar adanya bising jantung pada area apex jantung,
yaitu area mitral. Bising jantung terdengar pada fase sistolik pada area apex dengan
kualitas low pitched sound. Bising jantung fase diastolik pada area mitral bisa jadi
menunjukkan adanya mitral valve stenosis. Adanya aritmia dan kelainan katup
jantung bisa jadi merupakan penyebab gejala pada pasien tersebut, karena aritmia
dan kelainan katup juga dapat menurunkan fungsi sistolik/diastolik jantung. Jadi
pada pasien ini kelainan jantung tidak murni hanya CHF.
Dari EKG dikonfirmasikan adanya aritmia dengan assessment EKG meliputi
adanya irama atrial fibrilasi dengan respon ventrikel 60-110x/m. Pada EKG tidak
terlihat gelombang P normal dan jarak RR interval yang irregular, mengarahkan
pada AF. Setelah melihat adanya kemungkinan gangguan katup dan aritmia pada
pasien, dilakukan anamnesis tambahan untuk risiko terjadinya stroke akibat
thromboemboli meliputi adanya riwayat kelemahan anggota gerak.
Pasien ini didiagnosa kerja sebagai CHF e.c IHD, dan AF RVR dengan VES
couplet.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Cardiac Arrythmia
Fungsi jantung normal tergantung kepada aliran impuls listrik melalui
jantung yang berjalan secara terkoordinasi. Irama jantung yang abnormal
dikatakan sebagai aritmia (juga dapat dikatakan disritmia). Presentasi klinis dari
aritmia beragam mencakup palpitasi ringan sampai dengan gejala berat dari low
cardiac output dan kematian. Oleh karena itu, pemahaman terhadap aritmia
jantung sangat penting bagi praktisi klinis sehari-hari.
Dikatakan irama jantung normal adalah bila heart rate 60-100x/m,
impuls listrik berasal dari SA nodal dan impuls berjalan dalam jalur konduksi
normal dengan kecepatan yang normal. Irama jantung yang lambat abnormal
dikatakan sebagai bradikardia atau bradiaritmia. Sementara irama cepat
dikatakan
takikardia
atau
takiaritmia.
Takikardia
dikatakan
sebagai
Sumber : Lilly, LS. Pathophysiology of Heart Disease 4th ed. Lippincott & Wilkins.
Sumber : Lilly, LS. Pathophysiology of Heart Disease 4th ed. Lippincott & Wilkins.
Sumber : Lilly, LS. Pathophysiology of Heart Disease 4th ed. Lippincott & Wilkins.
Sumber : Lilly, LS. Pathophysiology of Heart Disease 4th ed. Lippincott & Wilkins.
Sumber : Lilly, LS. Pathophysiology of Heart Disease 4th ed. Lippincott & Wilkins.
Gambar 1.5 di atas menjelaskan bahwa bila konduksi yang melalui jalur
retrograde adalah lambat, maka impuls mencapai point x setelah jalur
recovered. Pada kondisi tersebut, impuls dapat mengeksitasi kembali jalur dan
lingkaran reentry terbentuk.Pada kondisi normal, impuls yang melewati lintasan
multipe dan akan saling menetralkan. Bila terdapat unidirectional block,
impuls tidak akan melewati lintasan dari arah anterograde tapi bisa melewati
lintasan dari arah retrograde dengan kecepatan yang lebih rendah, akibatnya
lintasan telah menyelesaikan repolarisasinya sehingga impuls dari lintasan
dapat melalui lintasan . Terjadilah sirkuit reentry.
Selain reentry, perubahan konduksi impuls dapat berupa conduction block.
Conduction block pada sistem konduksi meliputi AV nodal atau sistem HisPurkinje menyebabkan hantaran impuls normal dari SA nodal ke daerah distal
tidak normal.
Pada makalah ini hanya dibahas mengenai Atrial Fibrillasi yang
merupakan salah satu gangguan irama jantung cepat yang disebabkan oleh
peningkatan automatisitas dan/atau peristiwa reentry. Gangguan irama jantung
lainnya tidak dibahas dalam makalah ini.
2.2
PembahasanAtrial Fibrillasi
Atrial fibrillasi (AF) adalahgangguan irama jantung yang paling sering
ditemukan, dan prevalensinya meningkat seiring usia populasi.Walaupun sering
terkait dengan penyakit jantung lainnya, AF terkadang muncul pada pasien tanpa
keluhan jantung tertentu. Gangguan hemodinamik dan kejadian tromboemboli
menyebabkan peningkatan morbiditas dan mortalitas.
Sumber : 2014 AHA/ACC/HRS Guideline for the Management of Patients With Atrial
Fibrillation: Executive Summary
menghilang dan
digantikan oleh gelombang fibrilasi yang bervariasi ukuran, bentuk, dan waktu
munculnya serta berhubungan dengan respon ventrikel ireguler apabila
konduksi AV intak. Peningkatanfrekuensidenyutjantung pada AF sebesar350650
x/menit,
sehingga
menyebabkantidakefektifnya
mekanikataupompadarahjantung.
Gambar 1.6 Gambaran EKG pada atrial fibrillasi.
proses
Sumber : Lilly, LS. Pathophysiology of Heart Disease 4th ed. Lippincott & Wilkins.
Sumber : 2014 AHA/ACC/HRS Guideline for the Management of Patients With Atrial
Fibrillation: Executive Summary
dikelilingi oleh sel transisional. Terdapat 2 jalur impuls dari atrium ke AV nodal
yaitu dari posterior melalui crista terminalis dan dari anterior melalui septum
interatrial. Pada suatu kasus bisa jadi terdapat jalur aksesori (mis.pada sindroma
WPW), yang merupakan serabut otot yang menghubungkan atrium dan ventrikel
dan mempunyai kapasitas untuk konduksi cepat. Konduksi melalui jalur aksesori
selama AF berlangsung dapat menyebabkan very rapid ventricular response dan
dapat berakibat fatal. Obat-obatan seperti digitalis, calcium channel antagonist,
dan beta-blocker umumnya diberikan untuk memperlambat konduksi pada AV
nodal selama AF, namun tidak menghentikan aliran impuls yang melalui jalur
aksesori, sehingga dapat meningkatkan konduksi dan menyebabkan hipotensi
ataupun cardiac arrest.
Gambar 1.8 Trigonum Koch
disertai dengan gambaran bundle branch block, old myocard infarct, atrial
arrythmia lainnya.
Selain
itu
pemeriksaan
penunjang
dapat
meliputi
pemeriksaan
2.5
Terapi AF
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa fokus tatalaksana pada
AF adalah pada ventricular rate control, mengembalikan ke irama sinus, dan
penilaian kebutuhan antikoagulan untuk mencegah thromboembolisme.
Mengembalikan irama sinus
Alasan yang mendasari kepentingan untuk mengembalikan dan menjaga
irama sinus pada pasien AF adalah untuk meredakan gejala, mencegah
embolisme, dan sebagai upaya pencegahan cardiomyopathy. Cardioversi sering
dilakukan untuk mengembalikan irama sinus pada pasien persistent AF.
Kebutuhan akan cardioversi bisa jadi immediate, yaitu ketika aritmia tersebut
merupakan faktor utama penyebab gagal jantung akut, hipotensi, atau
perburukan angina pectoris pada pasien CAD. Meskipun begitu, tindakan
cardioversi memiliki risiko thromboembolisme kecuali antikoagulasi profilaksis
telah diberikan secara inisial sebelum prosedur, dan risiko paling tinggi
terjadinya thromboembolisme adalah pada aritmia >48 jam.
Cardioversi dapat dicapai dengan pemberian obat-obatan ataupun
electrical shock. Pemberian obat-obatan umumnya dilakukan sebelum electrical
cardioversion menjadi prosedur standar. Perkembangan obat-obat baru telah
meningkatkan popularitas pharmacological cardioversion, walaupun ada
beberapa
kerugiannya
seperti risiko terjadinya drug-induced torsade de pointes
Tabel 1.2 Evaluasi klinis
inisial pada
pasien AF
ventricular tachycardia atau aritmia serius lainnya. Pharmacological
Tabel 1.3 Pemeriksaan penunjang pada pasien AF
cardioversion masih kurang efektif bila dibandingkan dengan electrical
cardioversion, namun pada electrical cardioversion diperlukan sedasi atau
anestesia,
sementara
pharmacological
cardioversion
tidak.
Risiko
Sumber : Lilly, LS. Pathophysiology of Heart Disease 4th ed. Lippincott & Wilkins.
AF bergantung pada penyakit jantung yang mendasari dan densitas arus listrik
yang diberikan. Densitas arus listrik tersebut
transthorakal.
Kebutuhan
energi
lebih
rendah
dan
tingkat
keberhasilan lebih tinggi pada posisi paddle anterior-posterior (sternum dan left
scapular), dibandingkan dengan anterior-lateral (ventricular apex dan right
infraclavicular).
Sumber : 2014 AHA/ACC/HRS Guideline for the Management of Patients With Atrial
Fibrillation: Executive Summary
Sumber : 2014 AHA/ACC/HRS Guideline for the Management of Patients With Atrial
Fibrillation: Executive Summary
Pencegahan thromboembolisme
Faktor
risiko
independent
terjadinya
thromboembolisme
pada
Sumber : 2014 AHA/ACC/HRS Guideline for the Management of Patients With Atrial
Fibrillation: Executive Summary
Agen Antiaritmia
Obat antiaritmia merupakan salah satu golongan obat yang berbahaya
karena potensial efek sampingnya yang serius. Dengan demikian pemahaman
menyeluruh mengenai mekanisme aksi, indikasi, dan toksisitas sangat penting.
Obat antiaritmia terbagi menjadi 4 kelompok besar berdasarkan
mekanisme aksinya.
1.
2.
3.
4.
Terlepas
dari
penggolongan
antiaritmia
tersebut,
tujuan
utama
tidak akan terbentuk. Oleh karena itu, strategi untuk menghentikan reentry
adalah dengan memperpanjang masa refrakter myocard. Selain dari itu, untuk
menghentikan reentry bisa juga dengan mengganggu propagasi impuls pada
jalur lambat sirkuit reentry, yaitu dengan memblokade kanal sodium yang
bertanggung jawab untuk fase 0 depolarisasi. Dengan demikian blokade tersebut
menghentikan konduksi impuls pada aliran balik jalur lambat dan memutuskan
aliran sirkuit reentry.
Gambar 1.9 Mekanisme agen antiaritmia dalam inhibisi reentry
Sumber : Lilly, LS. Pathophysiology of Heart Disease 4th ed. Lippincott & Wilkins.
memperpanjang
potensial
aksi
dan
menginduksi
early
Kesimpulan
Atrial fibrilasi adalah takiaritmia atrial yang ditandai dengan tidak
terkontrolnya aktivasi atrium dengan konsekuensi gangguan fungsi mekanis
atrium. Klasifikasi dari atrial fibrilasi dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu AF
deteksi pertama, paroksismal AF, persisten AF dan kronik/permanen AF.
Mekanisme AF terdiri dari proses, yaitu peningkatan automatisitas dan
reentry. Mekanisme ini sangat berhubungan dengan bentuk klinis AF, lokasi
pencetus, dan kelainan fungsional, struktur, dan otonom yang mendasari
progresivitas AF.
Terjadinya AF menimbulkan disfungsi hemodinamik jantung, yaitu
hilangnya koordinasi aktivitas mekanik jantung, ketidakteraturan respon
ventrikel dan ketidakteraturan denyut jantung serta komplikasi tromboemboli
yang berhubungan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas.
Diagnosis AF ditegakkan dari klinis dan EKG.
Sasaran
utama
pada
penatalaksanaan
AF
adalah
mengontrol
ALUR PIKIR
ECHO:
LVH (+) eksentrik
DAFTAR PUSTAKA
1. A Report of the American College of Cardiology/ American Heart Association
Task Force on Practice Guidelines and the European Society of Cardiology
Committee for Practice Guidelines and Policy Conferences (Committee to
Develop Guidelines for the Management of Patients With Atrial Fibrillation).
2001. ACC/AHA/ESC Guidelines for the Management of Patients With Atrial
Fibrillation : Executive Summary. Journal of the American College of
Cardiology Vol 38, No.4
2. A Report of the American College of Cardiology/ American Heart Association
Task Force on Practice Guidelines and Heart Rythm Society. 2014.
ACC/AHA/ESC Guidelines for the Management of Patients With Atrial
Fibrillation : Executive Summary. Journal of the American College of
Cardiology Vol 64, No.21.
3. Lilly, L.S. 2011. Pathophysiology of Heart Disease A Collaborative Project of
Medical Students and Faculty 5th ed. Lippincott & Wilkins.