You are on page 1of 44

LAPORAN TUTORIAL

BLOK GASTROINTESTINAL DAN HEPATOBILIAR


Skenario 4
KELOMPOK 10

Anggota kelompok :
Annisa Mardhiyyah

1318011018

Annisa Rusfiana

1318011019

Dear Apriyani Purba

1318011048

Dian Octaviani

1318011057

Intan Damaya Antika

1318011085

Intan Fajar Ningtiyas

1318011086

Intan Siti Hulaima

1318011087

Rani Pratama Putri

1318011136

Restu Pamanggih

1318011138

Ria Arisandi

1318011139

Victoria Hawarima

1318011174

Wage Nurmaulina

1318011175

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2015

PRAKATA

Assalammu'alaikum wr.wb
Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas
berkat dan anugerah-Nya sehingga kami dapat menyusun laporan diskusi tutorial
ini.
Laporan ini disusun dalam rangka memenuhi tugas blok gastrointestinal
dan hepatobiliar. Kepada para dosen yang terlibat dalam mata kuliah dalam blok
ini, kami mengucapkan terima kasih atas segala pengarahan yang telah diberikan
sehingga dapat menyusun laporan ini dengan baik.
Kami menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dalam penulisan
laporan ini, baik dari segi isi, bahasa, analisis, dan sebagainya. Oleh karena itu,
kami mohon maaf atas segala kekurangan tersebut. Hal ini disebabkan karena
masih terbatasnya pengetahuan, wawasan, dan keterampilan kami. Selain itu,
kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan, guna kesempurnaan laporan
ini dan perbaikan bagi kita semua.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat dan dapat menambah wawasan
untuk kita semua.
Wassalammu'alaikum wr.wb.
Bandar Lampung,19 Desember 2015

Penyusun

Daftar Isi

Prakata......................................................................................................................2
Daftar isi...................................................................................................................3
Skenario 4.................................................................................................................4
Step 1............................................................................................ ...7
Step 2........................................................................................................................8
Step 3 & 4.............................................................................................................9
Step 5......................................................................................................................21
Step 7......................................................................................................................22

SKENARIO 4
(Multilevel Skenario)

Perut Membesar
Tn. S (52 tahun) datang dengan keluhan utama perut membesasr sejak 6 blan yang
lalu.

INFORMASI PADA SKENARIO


Anamnesis
1. Identitas Pasien
Tn. S (52 tahun)
2. Keluhan Utama
Datang dengan keluhan utama perut membesasr sejak 6 blan yang lalu.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
-Keluhan lain ikterik, mual, muntah (muntah darah), letih, lesu
-Warna urin seperti the tua, sedangkan warna BAB hitam
-Keluhan pertama mata kuning 3 tahun yang lalu, kemudian 1 tahun terakhir
kondisi tubuh menurun
-Riwayat mengkonsumsi alcohol dan obat-obatan terlarang dengan
menggunakan jarum suntik
-Riwayat berobat ke puskesmas, diberi obat kemudian dirujuk tapi pasien
menolak
Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
2. Tanda Vital

: Composmentis, tampak sakit sedang


: Tekanan Darah 100/70 mmHg
Nadi 96 x/menit
Respiration rate 20 x/menit
Suhu 37,5 C

3. Sklera Ikterik
4. Konjungtiva Anemis
5. Head to Toe
: Bagian Torax (Normal)
Skuffner 1,2
Shifting Dulness (+)
Ektremitas Edema (+)
6. JVP
: 5+1 cm
Pemeriksaan Penunjang
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Hb
Ht
Trombosit
Leukosit
SGOT
SGPT
HbsAg

: 9 gr/dl
: 27%
: 100.000
: 7500/mm3
: 100 (normal <40)
: 66
: (+)

Diagnosis Banding

1. Hepatitis B
2. Hepatitis D

STEP 1

Tidak ditemukan kata-kata sulit


3.

STEP 2
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Etiologi dan factor resiko


Patofisiologi
Status pemeriksaan serologi hepatitis B
Penegakan diagnosis
Penatalaksanaan
Edukasi

STEP 3 dan 4
1. Hepatitis B
Virus hepatitis B merupakan jenis virus DNA untai ganda, family
hepadnavirus dengan ukuran sekitar 42 nm yang terdiri dari 7 nm lapisan luar
yang tipis dan 27 nm inti di dalamnya.Masa inkubasi virus ini antara 30-180
hari rata-rata 70 hari. Virus hepatitis B dapat tetap infektif ketika disimpan
pada 30-32C selama paling sedikit 6 bulan dan ketika dibekukan pada suhu
-15C dalam 15 tahun.
Cara penularan VHB pada anak-anak, remaja, dan orang dewasa dapat terjadi
melalui beberapa cara, yaitu kontak dengan darah atau komponen darah dan
cairan tubuh yang terkontaminasi melalui kulit yang terbuka seperti gigitan,
sayatan, atau luka memar. Virus dapat menetap di berbagai permukaan benda
yang berkontak dengannya selama kurang lebih satu minggu, seperti ujung
pisau cukur, meja, noda darah, tanpa kehilangan kemampuan infeksinya. Virus
hepatitis B tidak dapat melewati kulit atau barier membran mukosa, dan
sebagian akan hancur ketika melewati barier. Kontak dengan virus terjadi
melalui benda-benda yang bisa dihinggapi oleh darah atau cairan tubuh
manusia, misalnya sikat gigi, alat cukur, atau alat pemantau dan alat perawatan
penyakit diabetes. Resiko juga didapatkan pada orang yang melakukan
hubungan seks tanpa pengaman dengan orang yang tertular, berbagi jarum saat
menyuntikkan obat, dan tertusuk jarum bekas Virus dapat diidentifikasi di
dalam sebagian besar cairan tubuh seperti saliva, cairan semen, ASI, dan
cairan rongga serosa merupakan penyebab paling penting misalnya
ascites.Kebanyakan orang yang terinfeksi tampak sehat dan tanpa gejala,
namun bisa saja bersifat infeksius
Hepatitis D
Penyebab penyakit hepatitis D adalah virus hepatitis tipe D atau antigen Delta
yang berukuran 35-37 nm dan merupakan virus RNA yang tidak sempurna.
Virus tersebut dari nukleo protein RNA merupakan hybrid DNA virus

Hepatitis B. Virus ini juga memerlukan selubung HBSAg. Virus hepatitis D


tidak terdapat dalam serum atau darah tetapi anti HVD Ig M dapat ditemukan
dalam sirkulasi (Selamihardja/G.Sujayanto (2007).
Menurut Dinas Kesehatan DKI Jakarta (2007), Selamihardja/G.Sujayanto
(2007), Silalahi, (2004), Smeltzer (2001), Penyakit hepatitis D yang
menyerang anak- anak umumnya diperoleh melalui :
1. Menggunakan jarum suntik dan obat-obatan secara bersamaan. Hepatitis D
paling sering terjadi pada penderita hemofilia.
2. Apabila individu mengadakan kontak dengan darah atau cairan tubuh
(seperti : air ludah, air mani, cairan vagina) dari individu yang terinfeksi
3. Bayi dari wanita penderita hepatitis D ( hepatitis yang didapat atau
congenital)
4. Virus ini dapat menular sendiri secara langsung dari penderita hepatitis D,
bersifat hepatotoksik. Namun bila HVD bersama-sama dengan HBSAg
pada anak yang lebih besar

akan menyebabkan hepatitis fulminan,

sedangkan pada bayi lebih banyak kearah penyakit kronik


5. Virus Hepatitis D juga dapat ditularkan melalui transmisi vertikal sehingga
tidak jarang infeksi HVD pada bayi baru lahir disertai oleh infeksi VHD,
hal ini akan memperbanyak bentuk hepatitis kronik.
Menurut Selamihardja/G.Sujayanto (2007), cara penularan VHD sama dengan
VHB, kecuali transmisi vertikal sebab HVD tidak ditularkan secara vertikal.
Hubungan seksual merupakan salah satu cara penularan yang cukup berperan.
Penularan hepatitis D bisa melalui bermacam-macam media atau cara. Adapun
cara penularannya antara lain :
a) Dapat melalui barang yang tercemar VHD sesudah digunakan para carrier
positif atau penderita hepatitis D, seperti jarum suntik yang tidak sekali
pakai, pisau cukur, jarum tato, jarum tusuk kuping, sikat gigi, bahkan
jarum bor gigi.
b) Akibat berhubungan seksual atau berciuman dengan penderita
c) Akibat transfusi darah yang terkontaminasi VHD.
d) Cara penularan yang terakhir ini memasukkan para penderita kelainan
darah seperti hemofilia (kadar protein faktor VIII atau zat pembeku dalam
10

darah sangat rendah), thalasemia, leukemia, atau melakukan dialisis ginjal


ke dalam kelompok rawan atau berisiko tinggi terkena penyakit hepatitis
D, apalgi jika sebelumnya ia penderita hepatitis B.
e) VHD memang tidak menular melalui singgungan kulit, namun kalau ada
luka terbuka di kulit lalu terkontaminasi darah yang mengandung VHD,
penularan bisa terjadi.
2. Hepatitis B
Mekanisme bagaimana virus hepatitis B merusak sel hati masih belum jelas.
Terdapat dua kemungkinan yang terjadi yaitu efek sitopatik langsung atau
adanya induksi dari reaksi imunitas melawan antigen virus atau antigen
hepatosit yang diubah oleh virus sehingga menyebabkan terjadinya kerusakan
hepatosit yang diinfeksi virus. Namun teori yang paling terkenal sekarang
adalah tentang mekanisme aktivitas virus penyebab penyakit dimana reaksi
imunitas (cell mediated) terhadap antigen virus merupakan mediator utama
terjadinya kerusakan sel hati. Diperkirakan bahwa reaksi sitotoksik sel-T
melawan antigen virus khusus atau antigen membran sel yang diubah oleh
virus, merusak sel hati. Hepatosit yang diselimuti antibodi mungkin
dihancurkan oleh daya sitotoksik sel dari reaksi imunologik.
Replikasi adalah suatu bentuk aktivitas perkembangan virus di dalam sel hati
yang terinfeksi yang dapat berupa bahan-bahan genom dan protein virus yang
menyusun progeny virus dan mengeluarkannya dari dalam sel hepatosit
seperti dalam gambar 4. Replikasi virus hepatitis B berlangsung melalui suatu
perantara RNA. Periode inkubasi dari virus hepatitis B adalah 4-12 minggu,
diikuti dengan fase infeksi akut, fase ikterik atau anikterik. Masa inkubasi
yang lama dan kenyataan bahwa replikasi virus yang maksimal terjadi pada
masa inkubasi, dimana kerusakan hepatosit tidak maksimal tidak sesuai
dengan sifat virus sitopatik tetapi lebih cenderung kepada teori reaksi
imunitas.

11

Gambar 4 : Siklus hidup virus hepatitis B pada fase replikasi


Hepatitis D
Penyakit ini dapat timbul karena adanya ko-infeksi atau super-infeksi dengan
VHB. Ko-infeksi berarti infeksi VHD dan VHB terjadi bersamaan. Adapun
super-infeksi terjadi karena penderita hepatitis B kronis atau pembawa HBsAg
terinfeksi oleh VHD. Ko-infeksi umumnya menyebabkan hepatitis akut dan
diikuti

dengan

penyembuhan

total.

Koinfeksi

dengan

hepatitis

meningkatkan beratnya infeksi hepatitis B, perjalanan penyakitnya lebih


membahayakan dan meningkatkan potensi untuk menjadi penyakit hati
kronik. Sementara super-infeksi sering berkembang ke arah kronis dengan
tingkat penyakit yang lebih berat dan sering berakibat fatal.
Mula-mula virus tersebut melekatkan diri pada reseptor-reseptor spesifik yang
terletak pada membran sel-sel hepar kemudian melakukan replikasi. Untuk
dapat bereplikasi, virus tersebut memerlukan keberadaan virus hepatitis B.
Virus hepatitis yang menyerang hati menyebabkan peradangan dan infiltrate
pada hypatocytes oleh sel mononukleus. Proses ini dapat menyebabkan
degenerasi dan nekrosis sel parenkim hati. Respon peradangan menyebabkan
pembengkakan dan memblokir system drainase hati sehingga terjadi destruksi
pada sel hati. Keadaan ini menjadikan empedu tidak dapat diekskresikan
kedalam kantong empedu dan bahkan kedalam usus sehingga meningkat
dalam darah sehingga terjadi peningkatan bilirubin direk maupun indirek

12

sebagai hiperbilirubinemia, dalam urine sebagai urobillinogen dan kulit


hepatocelluler jaundice, kemudian diikuti dengan munculnya gejala yang lain.
Virus hepatitis D ini menyebabkan infeksi hepatitis B menjadi lebih berat. Bila
HBsAg menghilang dari darah maka VHD akan berhenti bereplikasi dan
penyakit menjadi sembuh. Virus hepatitis D (VHD) bersifat patogen, dapat
menimbulkan penyakit yang lebih parah dari hepatitis virus lainnya.
3. Pemeriksaan serologi Hepatitis b

Skema marker serologi hepatitis B (Fauci et al, 2008)

a. HBs Ag
Jika positif, pasien dianggap terinfeksi hepatitis B. Pengulangan tes setelah
6 bulan untuk menentukan infeksi telah sembuh atau kronik. HBsAg
positif setelah 6 bulan tetap terdeteksi dalam darah selama lebih dari enam
bulan berarti telah menjadi kronis.
b. Anti HBs
Jika positif, pasien dianggap memiliki kekebalan terhadap hepatitis B
(baik karena infeksi yang telah sembuh atau karena vaksinasi). Hepatitis B
karier kronis dapat menunjukkan HBsAg dan Anti HBs positif. positif
untuk HbsAg dan anti HBs pada saat yang bersamaan, tetapi hal ini sangat
jarang terjadi (<1%). Jika negatif pasien belum memiliki kekebalan
terhadap virus hepatitis B

13

c. HBeAg
HBeAg positif berhubungan dengan tingkat infeksi yang tinggi dan pada
karier kronik dengan peningkatan resiko sirosis. Tes ini dapat digunakan
untuk mengamati perkembangan hepatitis B kronik.
d. HBV DNA
HBV DNA positif menunjukkan infeksi aktif, bergantung pada viral load
(jumlah virus). Tes ini dapat digunakan untuk mengetahui prognosis dan
keberhasilan terapi.
e. Anti HBc
Jika positif, pasien telah terinfeksi oleh VHB. Infeksi telah sembuh
(HBsAg negatif) atau masih berlangsung (HBsAg positif). Jika infeksi
telah sembuh, pasien dianggap mempunyai kekebalan alami terhadap
infeksi VHB. IgM anti HBc mungkin menjadi satu-satunya marker yang
dapat terdeteksi selama masa window period ketika HbsAg dan anti-HBs
masih negatif.
f. Anti HBe
Umumnya Anti HBe positif dengan HBeAg negatif menunjukkan tingkat
replikasi virus yang rendah. Namun hal ini tidak berlaku pada virus
hepatitis B mutan.
g. Pemeriksaan tambahan
Anti HCV dan Anti HAV untuk menyingkirkan adanya infeksi hepatitis C
dan A.

4. Penegakan diagnosis Hepatitis B

14

Bila SGPT/SGOT tinggi, diagnosis HBV dilakukan dengan tes darah. Tes ini
jauh lebih rumit daripada tes HIV, tes HBV mencari antigen (pecahan virus
hepatitis B) tertentu dan antibodi (yang dibuat oleh sistem kekebalan tubuh
sebagai reaksi terhadap HBV). Tes darah awal untuk diagnosis infeksi HBV
mencari satu antigen HbsAg (antigen permukaan, atau surface, hepatitis B)
dan dua antibodi anti-HBs (antibodi terhadap antigen permukaan HBV) dan
anti-HBc (antibodi terhadap antigen bagian inti, atau core, HBV). Sebetulnya
ada dua tipe antibodi anti-HBc yang dibuat: antibodi IgM dan antibodi IgG.
Tes darah yang dipakai untuk diagnosis infeksi HBV dapat membingungkan,
karena ada berbagai kombinasi antigen dan antibodi yang berbeda, dan
masing-masing kombinasi mempunyai artinya sendiri. Berikut adalah arti dari
kombinasi yang mungkin terjadi:
HBsA

Anti-

Anti-

Anti-

HBc

HBc

HBs

Negati

IgM
Negati

IgG
Negati

Negati

Tidak

f
Positif

f
Positif

f
Positif

f
Negati

(pertimbangkan divaksinasikan)
Terinfeksi, kemungkinan dalam enam

Positif

f
Negati

bulan terahkir, masih aktif


Terinfeksi, kemungkinan dalam enam

bulan terahkir, dan dalam proses

Positif

pemulihan
Terinfeksi, kemungkinan terjadi lebih

Negati

Positif

f
Negati

Negati

Positif

Status hepatitis B

pernah

terinfeksi

dari enam bulan yang lalu, dan


dikendalikan secara sukses oleh sistem

Negati

Negati

Negati

Positif

kekebalan tubuh
Pernah divaksinasi terhadap infeksi

f
Positif

f
Negati

f
Positif

Negati

HBV secara sukses


Infeksi HBV kronis

15

Bila hasil tes ini menunjukkan infeksi kronis, viral load dapat memberi
gambaran mengenai keadaan, tetapi tes ini mahal. Lebih sering dilakukan
biopsi hati (sel hati yang diambil dengan jarum yang tipis diperiksa dengan
mikroskop). Tes fungsi hati harus tetap dilakukan secara berkala untuk
memantau kesehatan hati.
Sayangnya, tes darah tidak dapat memberikan semua informasi tentang
keadaan hati seseorang. Mengukur viral load HBV, tingkat enzim hati, dan
AFP dalam darah tidak dapat menentukan apakah ada kerusakan, dan bila ada,
tingkat kerusakan. Untuk ini, dibutuhkan biopsi hati. Biopsi hati hanya
diusulkan untuk pasien dengan viral load HBV yang tinggi (di atas 100.000
kopi) dan tingkat enzim hati yang tinggi.
Biopsi hati biasanya dilakukan di klinik rawat jalan di rumah sakit. Ultrasound
kadang kala dipakai untuk menentukan daerah terbaik untuk biopsi. Kita harus
telentang, sedikit ke kiri. Daerah kulit yang dipilih dibersihkan.. Kemudian,
daerah tersebut disuntik untuk mematikan rasa pada kulit dan jaringan di
bawahnya. Sebuah jarum khusus yang tipis ditusuk melalui kulit. Pada saat
ini, dokter akan minta kita mengambil napas masuk, keluar dan tahan untuk
kurang lebih lima detik. Jarum dimasukkan pada hati dan dikeluarkan lagi.
Tindakan ini hanya membutuhkan satu-dua detik. Sepotong jaringan hati yang
kecil dicabut dengan jarumnya, dan diperiksa dalam laboratorium. Proses ini
dari awal hanya membutuhkan 15-20 menit. Tetapi setelah itu,kita harus
terbaring secara tenang selama beberapa jam untuk menghindari kemungkinan
akan perdarahan di dalam. Mungkin akan dirasakan sedikit nyeri pada dada
atau bahu, tetapi ini bersifat sementara.
Orang bereaksi secara berbeda-beda pada biopsi beberapa orang merasa
sakit, sementara kebanyakan merasa heran karena mereka hampir tidak
mengalami rasa sakit. Sebagian besar orang menggambarkan proses sebagai
membosankan, karena harus terbaring begitu lama setelah dilakukan tindakan.
Hasil biopsi biasanya didapat dalam satu minggu

16

Penegakan diagnosis Hepatitis D


Diagnosis secara pasti diperoleh jika ada VHD pada bagian jaringan hati.
Diagnosis infeksi hepatitis D kronis dan akut yang terjadinya bersamaan
ditandai dengan ditemukannya Ig M anti HBC yang merupakan tanda
serologis untuk hepatitis B akut dan IgM anti HVD. Diagnosis hepatitis D
akut pada pengidap VHB adalah terdeteksinya HbsAg (+), dan IgM anti VHD
dengan titer tinggi dan Ig anti HBC (-). Pemeriksaan Diagnostik yang lainnya:
1. Tes fungsi hati : abnormal (4-10 kali dari normal). Catatan : merupakan
batasan nilai untuk membedakan hepatitis virus dengan nonvirus
2. AST(SGOT atau ALT(SGPT) : awalnya meningkat. Dapat meningkat satu
sampai dua minggu sebelum ikterik kemudian tampak menurun
3. Darah lengkap : SDM menurun sehubungan dengan penurunan hidup
SDM (gangguan enzim hati atau mengakibatkan perdarahan)
4. Leucopenia : trombositopenia mungkin ada (splenomegali)
5. Diferensial darah lengkap : lekositosis, monositosis, limfosit atipikal, dan
sel plasma
6. Alkali fosfatase : agak meningkat (kecuali ada kolestasis berat)
7. Fesses : warna tanak liat, steatorea (penurunan fungsi hati)
8. Albumin serum : menurun
9. Gula darah : hiperglikemia transien/hipoglikemia (gangguan fusngsi hati)
10. Anti-HAV IGM : Positif pada tipe A
11. HBSAG : dapat positif (tipe B) atau negative (tipe A). catatan : merupakan
diagnostic sebelum terjadi gejala kinik
12. Massa protrombin : mungkin memanjang (disfungsi hati)
13. Bilirubin serum : diatas 2,5 mg/100mm (bila diatas 200mg/mm, prognosis
buruk mungkin berhubungan dengan peningkatan nekrosis seluler)
14. Tes eksresi BSP : kadar darah meningkat
15. Biaosi hati : menentukan diagnosis dan luasnya nekrosis
16. Scan hati : membantu dalam perkiraan beratnya ketrusakan parenkim
17. Urinalisa : peninggian kadar bilirubin;protein/hematuria dapat terjadi.

17

5. Penatalaksanaan Hepatitis B
Tujuan pengobatan VHB adalah untuk mencegah atau menghentikan radang
hati (liver injury) dengan cara menekan replikasi virus atau menghilangkan
injeksi. Dalam pengobatan hepatitis B, titik akhir yang sering dipakai adalah
hilangnya pertanda replikasi virus yang aktif secara menetap. Obat-obat yang
digunakan untuk menyembuhkan hepatitis antara lain obat antivirus, dan
imunomulator. Pengobatan antivirus harus diberikan sebelum virus sempat
berintegrasi ke dalam denom penderita. Jadi pemberiannya dilakukan sedini
mungkin sehingga kemungkinan terjadi sirosis dan hepatoma dapat dikurangi.
Yang termasuk obat antivirus adalah interferon (INF). Sedangkan obat
imunomodulator yang menekan atau merangsang sistem imun misalnya
transfer faktor,immune RNA, dan imunosupresi.
Untuk hepatitis B akut ringan, penderita dapat dirawat jalan, kecuali penderita
dengan mual berat yang dapat menyebabkan kekurangan cairan. Prinsip
pengobatan adalah mempertahankan masukan nutrisi dan cairan, menghindari
aktivitas fisik berlebihan, serta pengobatan sesuai gejala. Hampir 99%
penderita dewasa hepatitis B akut sembuh secara spontan sehingga tidak
diperlukan pengobatan spesifik seperti antivirus. Pemberian antivirus terbatas
untuk penderita hepatitis fulminan dan penderita dengan gangguan imun
(pertahanan tubuh).
Pada gagal hati akut, penderita perlu dirawat di rumah sakit. Meskipun tidak
ada terapi yang terbukti efektif, namun tujuan perawatan adalah menunggu
perbaikan infeksi secara spontan dan perbaikan fungsi hati, mendeteksi
komplikasi dan segera mengatasinya, serta mempersiapkan transplantasi hati
jika tidak terdapat perbaikan. Angka harapan hidup jika dilakukan
transplantasi dini adalah 65 -75%. Untuk hepatitis B kronik, terdapat 2
golongan obat yang digunakan: kelompok imunomodulator (termasuk terapi
vaksinasi) dan kelompok antivirus. Tujuan pengobatan hepatitis B kronik
adalah mencegah atau menghentikan kerusakan hati untuk mencegah

18

komplikasi

lanjut

(gagal

hati,

pengerasan

hati,

dan

kanker

hati).

Vaksinasi hepatitis B terutama direkomendasikan untuk diberikan pada bayi


baru lahir, petugas kesehatan yang terpapar darah, pengguna jarum suntik,
orang dengan partner seksual multipel, orang dengan cuci darah rutin, orang
yang mau berpergian ke daerah yang rawan hepatitis B, dan anak di bawah 18
tahun yang tidak pernah divaksinasi. Vaksin hepatitis B diberikan 3 kali pada
bulan 0, 1, dan 6. Pada bayi baru lahir, vaksin hepatitis B diberikan 3 kali,
yaitu dosis pertama setelah lahir, dosis kedua saat usia 1 -2 bulan, dan dosis
ketiga pada usia 6 bulan. Vaksinasi hepatitis B 95% efektif dalam mencegah
infeksi

dan

komplikasi

kronis

hepatitis

B.

Vaksinasi

ulang

tidak

direkomendasikan diberikan secara rutin, kecuali untuk orang dengan


gangguan sistem imun atau berisiko tinggi.
Jika orang yang belum pernah divaksinasi hepatitis B diketahui terpapar
terhadap virus hepatitis B, dapat diberikan kombinasi antibodi hepatitis B
(untuk meningkatkan sistem imun spesifik terhadap virus hepatitis B secara
cepat) dan vaksinasi hepatitis B (untuk menciptakan kekebalan jangka
panjang).
Penatalaksanaan Hepatitis D
1. Konfirmasi diagnosis yang tepat.
2. Pengobatan Suportif dan pemantauan massa akut. Pengobatan yang
dilakukan antara lain :
a. Terutama bersifat dukungan dan mencakup istirahat yang adekuat.
b. Hidrasi (Asupan cairan, bila masih menyusui ibu maka tingkatkan ASI
serta perbanyak asupan cairan) dan asupan makanan yang adekuat
(Diet dengan gizi seimbang, makanan berkarbohidrat tinggi, berprotein
atau berlemak tinggi memang tidak dilarang secara khusus, tapi
hendaknya dibatasi. Demikian juga garam).
c.

Hospitalisasi diindikasikan bila terdapat muntah, dehidrasi, factor


pembekuan

abnormal,

atau

19

tanda-tanda

gagal

hati

yang

membahayakan (gelisah, perubahan kepribadian, letargi, penurunan


tingkat kesadaran, perdarahan).
d.

Tujuan penatalaksanaan rumah sakit adalah terapi Intravena untuk


memperbaiki

keseimbangan

cairan,

studi

laboratorium

yang

berulangkali dan pemeriksaan fisik terhadap perkembangan penyakit.


3. Pencarian kearah penyakit kronik
4. Pencegahan pada masa akut meliputi : tirah baring total tidak dianjrkan
kecuali pada keadaan gawat, makanan diterima sesuai dengan daya terima
anak, obat kortikosteroid dan antiemetik tidak boleh diberikan,
pemeriksaan HVD Ig M dilakukan paling cepat setelah 1 bulan.
5. Sampai saat ini pengobatan hepatitis D masih belum ada yang memuaskan.
Namun, dapat dicoba pemakaian interferon.
6. Edukasi
Penderita dipulangkan bila keadaan umum baik dan pemeriksaan LFT normal,
dengan anjuran kontrol ke poliklinik. Dinasehatkan untuk istirahat dan tidak
bekerja selama :
- 3 bulan, bila ikterus kurang dari 2 minggu dan HBsAg (-)
- 6 bulan, bila ikterus kurang dari 2 minggu dan HBsAg (+)
- 6 bulan, bila ikterus lebih dari 2 minggu
Selain itu dapat diberikan edukasi sebagai berikut :
a. Pada hepatitis B kronis karena pengobatan cukup lama, keluarga ikut
mendukung pasien agar teratur minum obat.
b. Pada fase akut, keluarga ikut menjaga asupan kalori dan cairan yang
adekuat, dan membatasi aktivitasfisik pasien.
c. Pencegahan penularan pada anggota keluarga dengan modifikasi pola hidup
untuk pencegahan transmisi, dan imunisasi.

20

STEP 5

1.
2.
3.
4.

Penegakan diagnosis
Komplikasi (Sirosis Hati)
Kriteria rujukan
Hepatitis A,C,D,E

21

STEP 7

1. Diagnosis
Penderita penyakit hati secara umum, termasuk hepatitis, akan diperiksa
darahnya untuk beberapa jenis pemeriksaan parameter biokimia, seperti
AST, ALT (alanin aminotransferase), alkalin fosfatase, bilirubin, albumin,
dan juga waktu protrombin. Pemeriksaan laboratorium ini juga dapat
dilakukan secara serial, yakni diulang beberapa kali setelah tenggang
waktu tertentu. Tujuannya adalah untuk mengevaluasi perjalanan penyakit
maupun perbaikan sel dan jaringan hati.
Parameter biokimia hati. Beberapa parameter biokimia hati yang dapat
dijadikan

pertanda

fungsi

hati,

antara

lain

sebagai

berikut

a. Aminotransferase (transaminase)
Parameter yang termasuk golongan enzim ini adalah aspartat
aminotransferase

(AST/SCOT)

dan

alanin

aminotransferase

(ALT/SGPT). Enzim-enzim ini merupakan indikator yang sensitif


terhadap adanya kerusakan sel hati dan sangat membantu dalam
mengenali adanya penyakit pada hati yang bersifat akut seperti
hepatitis. Dengan demikian, peningkatan kadar enzim-enzim ini
mencerminkan adanya kerusakan sel-sel hati. ALT merupakan enzim
yang lebih dipercaya dalam menentukan adanya kerusakan sel hati
dibandingkan AST. ALT ditemukan terutama di hati, sedangkan enzim
AST dapat ditemukan pada hati, otot jantung, otot rangka, ginjal,
pankreas, otak paru, sel darah putih, dan sel darah merah. Dengan
demikian, jika hanya terjadi peningkatan kadar AST maka bisa saja
yang mengalami kerusakan adalah sel-sel organ lainnya yang
mengandung AST. Pada sebagian besar penyakit hati yang akut, kadar
ALT lebih tinggi atau sama dengan kadar AST. Pada saat terjadi
kerusakan jaringan dan sel-sel hati, kadar AST meningkat 5 kali nilai
22

normal. ALT meningkat 1-3 kali nilai normal pada perlemakan hati, 310 kali nilai normal pada hepatitis kronis aktif dan lebih dari 20 kali
nilai normal pada hepatitis virus akut dan hepatitis toksik.
b. Alkalin fosfatase (ALP)
Enzim ini ditemukan pada sel-sel hati yang berada di dekat saluran
empedu. Peningkatan kadar ALP merupakan salah satu petunjuk
adanya sumbatan atau hambatan pada saluran empedu. Peningkatan
ALP dapat disertai dengan gejala warna kuning pada kulit, kuku, atau
bagian putih bola mata.
c. Serum protein
Serum protein yang dihasilkan hati, antara lain albumin, globulin, dan
faktor pembekuan darah. Pemeriksaan serum protein-protein tersebut
dilakukan untuk mengetahui fungsi biosintesis hati. Penurunan kadar
albumin menunjukan adanya gangguan fungsi sintesis hati. Namun
karena usia albumin cukup panjang (15-20 hari), serum porotein ini
kurang sensitif digunakan sebagai indikator kerusakan sel hati. Kadar
albumin kurang dari 3 g/L menjadi petunjuk perkembangan penyakit
menjadi kronis (menahun). Globulin merupakan protein yang
membentuk gammaglobulin. Gammaglobulin meningkat pada penyakit
hati kronik, seperti hepatitis kronis atau sirosis. Gammaglobulin
mempunyai beberapa tipe, seperti lg G, lg M, serta lg A. Masingmasing tipe sangat membantu dalam mengenali penyakit hati kronis
tertentu.
Hampir semua faktor-faktor pembekuan darah disintesis di hati. Umur
faktor-faktor pembekuan darah lebih singkat dibandingkan albumin,
yaitu 5-6 hari sehingga pengukuran faktor-faktor pembekuan darah
merupakan pemeriksaan yang lebih baik dibandingkan albumin untuk
menentukan fungsi sintesis hati. Terdapat lebih dari 13 jenis protein
yang terlibat dalam pembekuan darah, salah satunya adalah
protrombin. Adanya kelainan pada protein-protein pembekuan darah
dapat dideteksi, terutama dengan menilai waktu protrombin. Waktu
protrombin adalah ukuran kecepatan perubahan protrombin menjadi
trombin. Waktu protrombin tergantung pada fungsi sintesis hati dan

23

asupan vitamin K. Kerusakan sel-sel hati akan memperpanjang waktu


protrombin karena adanya gangguan pada sintesis protein-protein
pembekuan darah. Dengan demikian, pada hepatitis dan sirosis, waktu
protrombin memanjang.
d. Bilirubin
Bilirubin merupakan pigmen kuning yang dihasilkan dari pemecahan
hemoglobin (Hb) di hati. Bilirubin dikeluarkan lewat empedu dan di
buang melalui feses. Bilirubin ditemukan di darah dalam dua bentuk,
yaitu bilirubin direk dan bilirubin indirek. Bilirubin direk larut dalam
air dan dapat dikeluarkan melalui urin. Sementara bilirubin indirek
tidak larut dalam air dan terikat pada albumin. Bilirubin total
merupakan penjumlahan bilirubin direk dan indirek. Peningkatan
bilirubin indirek jarang terjadi pada penyakit hati. Sebaliknya, bilirubin
direk yang meningkat hampir selalu menunjukkan adanya penyakit
pada hati dan atau saluran empedu. Adapun nilai normal untuk masingmasing pemeriksaan laboratorium disajikan dalam Tabel 1.
Pemeriksaan serologi
Diagnosis mengenai jenis hepatitis merupakan hal yang penting karena
akan menentukan jenis terapi yang akan diberikan. Salah satu pemeriksaan
hepatitis adalah pemeriksaan serologi, dilakukan untuk mengetahui jenis
virus penyebab hepatitis.
a. Diagnosis hepatitis A
Diagnosis hepatitis A akut berdasarkan hasil laboratorium adalah tes
serologi untuk imunoglobulin M (lgM) terhadap virus hepatitis A. lgM
antivirus hepatitis A positif pada saat awal gejala dan biasanya disertai
dengan peningkatan kadar serum alanin amintransferase (ALT/SGPT).
Jika telah terjadi penyembuhan, antibodi lgM akan menghilang dan
akan muncul antibodi lgG. Adanya antibodi lgG menunjukkan bahwa
penderita pernah terkena hepatitis A. Jika seseorang terkena hepatitis A
maka pada pemeriksaan laboratorium ditemukan beberapa diagnosis
berikut.
1) Serum lgM anti-VHA positif.

24

2) Kadar serum bilirubin, gamma globulin, ALT, dan AST meningkat


ringan.
3) Kadar alkalin fosfatase, gamma glutamil transferase, dan total
bilirubin meningkat pada penderita yang kuning.
b. Diagnosis hepatitis B
Adapun diagnosis pasti hepatitis B dapat diketahui berdasarkan
pemeriksaan laboratorium.
1)HBsAg (antigen permukaan virus hepatitis B) merupakan material
permukaan/kulit VHB, mengandung protein yang dibuat oleh sel hati
yang terinfeksi VHB. Jika hasil tes HbsAg positif artinya individu
tersebut terinfeksi VHB, menderita hepatitis B akut, karier. atau pun
hepatitis B kronis. HbsAg positif setelah 6 minggu terinfeksi virus
hepatitis B dan menghilang dalam 3 bulan. Bila hasil menetap setelah
lebih dari 6 bulan artinya hepatitis telah berkembang menjadi kronis
atau karier.
2)Anti-HBsAg (antibodi terhadap HbsAg) merupakan antibodi
terhadap HbsAg yang menunjukkan adanya antibodi terhadap VHB.
Antibodi ini memberikan perlindungan terhadap penyakit hepatitis B.
Jika tes antiHBsAg positif artinya individu itu telah mendapat vaksin
VHB, atau pernah mendapat imunoglobulin, atau juga bayi yang
mendapat kekebalan dari ibunya. Anti-HbsAg yang positif pada
individu yang tidak pernah mendapat imunisasi hepatitis B
menunjukkan

individu

tersebut

pernah

terinfeksi

VHB.

3)HBeAg (antigen VHB) merupakan antigen e VHB yang berada di


dalam darah. Bila positif menunjukkan virus sedang replikasi dan
infeksi terus berlanjut. Apabila hasil positif menetap sampai 10 minggu
akan berlanjut menjadi hepatitis B kronis. Individu yang positif HbeAg
dalam keadaan infeksius dan dapat menularkan penyakitnya baik
terhadap

orang

lain,

maupun

ibu

ke

janinnya.

4)Anti-HBe (antibodi HBeAg) merupakan antibodi terhadap antigen


HbeAg yang dibentuk oleh tubuh. Apabila anti-HBeAg positif artinya
VHB dalam keadaan fase non-replikatif.

25

5)HBcAg (antigen core VHB) merupakan antigen core (inti) VHB


yang berupa protein dan dibuat dalam inti sel hati yang terinfeksi
VHB. HBcAg positif menunjukkan keberadaan potein dari inti VHB.
6)Anti-HBc (antibodi terhadap antigen inti hepatitis B) merupakan
antibodi terhadap HBcAg dan cenderung menetap sampai berbulanbulan bahkan bertahun-tahun. Antibodi ini ada dua tipe yaitu IgM antiHBc dan IgG anti-HBc. IgM anti-HBc tinggi artinya infeksi akut, IgG
anti-HBc positif dengan IgM anti-HBc yang negatif menunjukkan
infeksi kronis atau pernah terinfeksi VHB.
c. Diagnosis hepatitis C
Diagnosis hepatitis C dapat ditentukan dengan pemeriksaan serologi
untuk menilai antibodi dan pemeriksaan molekuler sehingga partikel
virus dapat terlihat. Sekitar 30% pasien hepatitis C tidak dijumpai antiHCV (antibodi terhadap VHC) yang positif pada 4 minggu pertama
infeksi. Sementara sekitar 60% pasien positif anti-HCV setelah 5-8
minggu terinfeksi VHC dan beberapa individu bisa positif setelah 5-12
bulan. Sekitar 80% penderita hepatitis C menjadi kronis dan pada hasil
pemeriksaan laboratorium dijumpai enzim alanine aminotransferase
(ALT)

dan

Pemeriksaan

peningkatan
molekuler

aspartate
merupakan

aminotransferase
pemeriksaan

yang

(AST).
dapat

mendeteksi RNA VHC. Tes ini terdiri atas dua jenis, yaitu kualitatif
dan kuantitatif. Tes kualitatif menggunakan teknik PCR (Polymerase
Chain Reaction) dan dapat mendeteksi RNA VHC kurang dari 100
kopi per mililiter darah. Tes kualitatif dilakukan untuk konfirmasi
viremia (adanya VHC dalam darah) dan juga menilai respon terapi.
Selain itu, tes ini juga berguna untuk pasien yang anti-HCV-nya
negatif, tetapi dengan gejala klinis hepatitis C atau pasien hepatitis
yang tidak teridentifikasi jenis virus penyebabnya. Adapun tes
kuantitatif sendiri terbagi atas dua metode, yakni metode dengan
teknik branched-chain DNA dan teknik reverse-transcription PCR. Tes
kuantitatif berguna untuk menilai derajat perkembangan penyakit.
Pada tes kuantitatif ini dapat diketahui derajat viremia. Biopsi

26

(pengambilan

sedikit

jaringan

suatu

organ)

dilakukan

untuk

mengetahui derajat dan tipe kerusakan sel-sel hati.


Pemeriksaan Penunjang Lainnya
Pemeriksaan lainnya yang dapat dilakukan untuk menunjang diagnosis
hepatitis adalah USG (ultrasonografi). Fungsi USG adalah untuk
mengetahui adanya kelainan pada organ dalam atau tidak. USG dilakukan
terutama jika pemeriksaan fisik kurang mendukung diagnosis. Sementara
keluhan klinis dari pasien dan pemeriksaan laboratorium menunjukkan
tanda sebaliknya. Misalnya, seorang pasien datang dengan keluhan sakit
kuning, mual, malas makan, dan badan terasa lemas. Pada pemeriksaan
fisik, dokter hanya menemukan kelainan berupa warna kuning pada kulit,
kuku dan bola mata bagian putih pasien, dan tidak teraba adanya suatu
pembesaran pada hati. Kemudian, pemeriksaan laboratorium awal
menunjukkan kadar ALT dan AST yang tinggi. Dengan demikian, pada
pasien tersebut dapat dilakukan pemeriksaan USG agar dapat lebih
memastikan diagnosis mengenai kelainan hatinya.
Pemeriksaan USG pada kasus hepatitis dapat memberikan informasi
mengenai pembesaran hati, gambaran jaringan hati secara umum, atau ada
tidaknya sumbatan saluran empedu. Ukuran hati manusia bervariasi antara
satu dengan lainnya sehingga terkadang dokter tidak menemukan adanya
pembesaran hati. USG dapat membuktikan ada tidaknya pembesaran hati,
yakni dari mengamatan tepi hati terlihat tumpul atau tidak. Tepi hati yang
tumpul menunjukkan adanya pembesaran had. USG juga dapat melihat
banyak tidaknya jaringan ikat (fibrosis). Selain itu, karena hepatitis
merupakan proses peradangan maka pada USG densitas (kepadatan) hati
terlihat lebih gelap jika dibandingkan dengan densitas ginjal yang terletak
di bawahnya.
Pada keadaan normal, hati dan ginjal mempunyai densitas yang sama.
USG hanya dapat melihat kelainan pada hepatitis kronis atau sirosis.

27

Pemeriksaan USG untuk hepatitis akut tidak akurat karena pada hepatitis
akut, proses penyakit masih awal sehingga belum terjadi kerusakan
jaringan. Pemeriksaan USG pun dapat digunakan untuk menyingkirkan
diagnosis banding, yakni diagnosis lain yang mungkin terkait kelainan
hati, misalnya tumor had, abses hati, radang empedu, atau amubiasis hati
(komplikasi infeksi amuba ke dalam hati sehingga terjadi abses hati).
2. Komplikasi
Sirosis Hepatis atau sirosis hati atau pengerasan pada hati merupakan
kelainan bentuk dan fungsi hati sebagai salah satu organ besar manusia
yang menetralisir racun dalam tubuh. Seseorang dengan sirosis mengalami
pergantian jaringan hati yang normal dengan jaringan parut yang merusak
sel hati sehingga hati tidak dapat berfungsi secara normal. Sirosis hepatis
dapat terdiri atas sirosis hepatis ringan hingga parah. Sirosis hepatis ringan
dapat memperbaiki fungsi hati dengan sendirinya, sehingga hati dapat
bekerja secara normal kembali. Sedangkan pada sirosis hepatis parah,
jaringan parut yang terlalu banyak telah membuat fungsi hati tidak dapat
berfungsi dengan normal. Beberapa penyebab sirosis hepatis adalah virus,
obat-obatan tertentu, ataupun penyakit autoimun hati. Cara penyembuhan
terbaik bagi sirosis hepatis adalah dengan melakukan pencangkokan hati.

Gejala Cirrhosis (Sirosis Hepatis)


Beberapa gejala umum yang dialami penderita sirosis hepatis adalah :

Sering merasa lelah

Mual dan muntah

Kehilangan nafsu makan

Berat badan berkurang

Gangguan pencernaan

28

Terjadi pendarahan pada perut atau saluran esophagus

Gatal pada tubuh

Mudah mengalami memar dan pendarahan

Warna kulit perlahan menguning (jaundice)

Penyebab Cirrhosis (Sirosis Hepatis)


Berikut adalah penyebab terjadinya sirosis hepatis :

Penggunaan akohol secara berlebihan dalam jangka waktu yang lama

Hepatitis B dan C

Obat-obatan tertentu

Terlalu sering terkena paparan racun seperti arsenik

Kerusakan saluran empedu (primary biliary cirrhosis)

Penumpukan lemak dalam hati (nonalcoholic fatty liver disease)

Penyakit hati yang disebabkan sistem kekebalan tubuh (autoimmune


hepatitis)

Komplikasi Akibat Cirrhosis (Sirosis Hepatis)


Beberapa komplikasi yang dapat terjadi akibat sirosis hepatis adalah :

Lebih mudah terinfeksi penyakit lainnya

Hilangnya nafsu makan. Hal ini d iakibatkan ketidakmampuan tubuh


untuk menerima protein secara normal dalam tubuh

Pendarahan

Pembengkakan pada kaki dan perut akibat penumpukan cairan akibat


tidak berhasilnya hati dalam menciptakan protein hati.

Lebih rentan terkena kanker hati

29

Diagnosa Cirrhosis (Sirosis Hepatis)


Sebelum memutuskan seseorang menderita sirosis hepatis, dokter biasanya
akan melakukan tes darah dan CT Scan. Tes tersebut dilakukan untuk
melihat tingkatan gangguan hati yang terdapat pada tubuh pasien. Guna
memastikan sirosis hepatis positif atau tidak, dokter akan melakukan
pembedahan guna melihat kondisi jaringan hati.

Pengobatan Cirrhosis (Sirosis Hepatis)


Berbeda tingkatan berbeda pula pengobatan yang dilakukan bagi penderita
sirosis hepatis. Seorang penderita sirosis hepatis ringan masih dapat
melakukan pengobatan seperti mengonsumsi obat-obatan penawar
hepatitis B dan C. Selain itu penderita sirosis hepatis ringan harus dapat
meninggalkan kebiasaan merokok guna mempercepat penyembuhan.
Sedangkan bagi penderita sirosis hepatis parah, pemberian antibiotik, serta
rangkaian tes darah serta CT scan hingga transplantasi hati. Transplantasi
dilakukan jika hati sudah dinyatakan tidak berfungsi kembali. Melakukan
transplantasi merupakan keputusan yang sulit karena membutuhkan
pendonor dan mengeluarkan biaya yang mahal. Selain itu, tidak selamanya
hati dari hasil donor cocok bagi pasien penerima donor.

Pencegahan Cirrhosis (Sirosis Hepatis)


Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan adalah :

Menghindari konsumsi minuman beralkohol

Tetap perhatikan jadwal imunisasi/vaksinasi

Lakukan diet sodium rendah


30

3. Kriteria rujukan
a. Penderita Hepatitis A dengan keluhan ikterik yang menetap tanpa
disertai keluhan yang lain.
b. Penderita Hepatitis A dengan

penurunan

kesadaran

dengan

kemungkinan ke arah ensefalopati hepatik.


c. Pasien yang telah terdiagnosis Hepatitis B dirujuk ke pelayanan
sekunder (spesialis penyakit dalam)
4. Hepatitis A
Hepatitis A merupakan infeksi virus pada hati. Virus Hepatitis A ditularkan
melalui jalur anus dan mulut. Media penularanya adalah makanan atau air
tercemar, atau melalui kontak langsung dengan orang yang terinfeksi.
Diagnosis Hepatitis A berdasarkan tanda/ gejala pasien dan diperkuat
dengan pemeriksaan penunjang, seperti tes darah yang menunjukkan
antibodi IgM terhadap hepatitis A. Penderita Hepatitis A akan mengalami
tanda/gejala kurang enak badan, demam, mual, nafsu makan menurun,
perut terasa kurang enak, diikuti dengan air seni berwarna pekat, tinja
pucat, mata dan kulit menjadi kuning (Penyakit Kuning).
Penyakit biasanya berlanjut selama satu sampai tiga minggu. Walaupun
gejala tertentu dapat berlanjut lebih lama dan hampir selalu diikuti dengan
penyembuhan sepenuhnya. Anak-anak kecil yang terinfeksi biasanya tidak
menderita gejala seperti orang dewasa.
Hepatitis A tidak mengakibatkan penyakit hati jangka panjang (kronis) dan
kematian akibat hepatitis A jarang terjadi. Jangka waktu antara kontak
dengan virus dan timbulnya gejala biasanya empat minggu, tetapi dapat
berkisar antara dua sampai tujuh minggu. Orang yang terinfeksi virus
Hepatitis A dapat menularkan virus ini kepada orang lain dari dua minggu
sebelum timbulnya gejala sampai seminggu setelah timbulnya penyakit
kuning (kira-kira tiga minggu secara keseluruhan). Jumlah virus yang
besar ditemui dalam tinja (cirik) orang yang terinfeksi selama waktu

31

penularan. Hepatitis A biasanya ditularkan sewaktu virus dari orang yang


terinfeksi tertelan oleh orang lain melalui, makanan dan minum air
tercemar, seprai dan handuk yang dikotori tinja dari orang yang terinfeksi
virus hepatitis A.
Hubungan Seksual dengan orang yang terinfeksi juga dapat kena Penyakit
Hepatitis A. Orang yang belum menderita Hepatitis A dan belum
divaksinasi sangat beresiko terjangkit penyakit tersebut. Penyakit Hepatitis
A dapat dicegah dengan Vaksinasi. Vaksin ini mungkin memakan waktu
sampai

dua

minggu

untuk

memberikan

perlindungan.Vaksinasi

direkomendasikan untuk kelompok-kelompok berikut yang menghadapi


risiko tinggi:
1. Orang yang berkunjung ke negara di mana hepatitis A umum terjadi
(kebanyakan negara sedang berkembang).
2. Orang yang sering berkunjung ke masyarakat pribumi di luar kota dan
daerah terpencil
3. Pria yang berhubungan kelamin dengan pria
4. Petugas penitipan anak siang hari dan prasekolah
5. Beberapa petugas kesehatan yang bekerja di Pelayanan Kesehatan
6. Pengguna narkoba suntik
7. Pasien yang menderita penyakit hati kronis
Untuk mencegah hepatitis A. Semua orang harus selalu mencuci tangan
dengan baik dengan sabun dan air mengalir selama sekurang-kurangnya
10 detik dan dikeringkan dengan handuk bersih. Cuci tangan dapat
dilakukan sebagai berikut:
1. Setelah menggunakan kakus
2. Sebelum makan
3. Sebelum menyiapkan makanan atau minuman
Pencegahan yang dapat dilakukan oleh penderita hepatitis A, di samping
mencuci tangan dengan bersih adalah harus menjauhi dari kegiatan berikut

32

sekurang-kurangnya seminggu setelah timbulnya penyakit, tanda dan


gejala:
1. Jangan menyiapkan makanan atau minuman untuk orang lain
2. Jangan menggunakan alat makan atau alat minum yang sama dengan
orang lain
3. Jangan menggunakan seprai dan handuk yang sama dengan orang lain
4. Jangan berhubungan kelamin
5. Cuci alat makan dalam air bersabun, dan cuci seprai dan handuk
dengan mesin cuci.
Orang berikut yang menderita hepatitis A harus tidak menghadiri tempat
kerja atau sekolah ketika dapat menularkan penyakit:
1. Orang yang mengendalikan makanan atau minuman dirumah tangga
atau restoran.
2. Orang yang pekerjaannya melibatkan hubungan pribadi secara dekat,
misalnya petugas penitipan anak dan petugas kesehatan.
3. Staf, anak-anak dan kaum remaja harus tidak menghadiri fasilitas
penitipan anak atau sekolah ketika dapat menularkan penyakit
4. Semua pasien harus berkonsultasi kepada petugas kesehatan yang
menanganinya sebelum kembali bekerja, sekolah atau melakukan
aktivitas harian.
Tidak ada perawatan khusus untuk penderita hepatitis A. Kontak di rumah
dengan pasangan seksual

dapat menularkan penyakit,

biasanya

memerlukan suntikan Imunoglobulin. Obat tersebut dapat mencegah atau


mengurangi penyakit jika diberikan dalam waktu dua minggu setelah
kontak dengan orang yang dapat menularkan penyakit
Hepatitis C
Hepatitis C adalah salah satu penyakit yang dapat menyerang hati.
Penyakit yang disebabkan oleh virus ini dapat memicu infeksi dan
inflamasi pada hati.

33

Menurut WHO, jumlah penderita hepatitis C di dunia mencapai 130-150


juta jiwa dan menyebabkan kematian pada sekitar 350-500 ribu
penderitanya. Sementara di Asia Tenggara sendiri, jumlah penderita yang
meninggal akibat komplikasi sirosis dan kanker hati akibat hepatitis C
tercatat mencapai 120.000 jiwa tiap tahunnya. Indonesia merupakan salah
satu negara dengan tingkat kasus hepatitis C tertinggi di Asia Tenggara.

Masa inkubasi (waktu sejak virus pertama masuk sampai gejala muncul)
untuk hepatitis C adalah dua minggu hingga enam bulan. Infeksi pada
enam bulan pertama ini dikenal dengan hepatitis C akut. Meski ada gejala
hepatitis C yang muncul, indikasinya mirip dengan penyakit lain sehingga
sulit disadari. Hanya sekitar 25 persen penderita hepatitis C akut yang
mengalami gejala. Beberapa indikasinya meliputi:

Kelelahan.

Nyeri otot dan sendi.

Demam.

Tidak nafsu makan.

Mual dan muntah.

Sakit perut.

Sakit kuning (dialami oleh sekitar 20 persen penderita).

Sistem kekebalan tubuh penderita hepatitis C akut terkadang mampu


membunuh virus tanpa penanganan khusus sehingga penderita akan
sembuh. Hal ini terjadi pada sekitar 25 persen penderitanya. Sedangkan 75
persen sisanya akan menyimpan virus hepatitis C untuk waktu yang lama.
Inilah yang disebut hepatitis C kronis.

34

Gejala-gejala hepatitis C kronis sangat beragam dan berbeda-beda pada


tiap penderita. Ada yang mengalami gejala ringan dan ada yang berat.
Selain gejala yang sama dengan hepatitis C akut, berikut ini adalah
indikasi-indikasi lain yang umumnya dialami oleh penderita.

Selalu merasa lelah.

Sakit kepala.

Nyeri otot dan sendi.

Gangguan pencernaan.

Sulit berkonsentrasi atau mengingat sesuatu.

Suasana hati yang berubah-ubah.

Depresi.

Gatal-gatal pada kulit.

Perut bagian atas kanan (lokasi organ hati) terasa sakit.

Urin berwarna gelap.

Tinja berwarna abu-abu.

Jenis pengobatan yang akan dijalani penderita hepatitis C tergantung


kepada tingkat kerusakan hati, serta genotipe virus yang diidapnya. Tetapi
jika positif terdiagnosis mengidap hepatitis C, Anda belum tentu
membutuhkan langkah pengobatan. Sebagian besar hepatitis C akut dapat
sembuh tanpa penanganan khusus. Dokter akan menganjurkan tes darah
untuk memantau apakah sistem kekebalan tubuh pasien berhasil
memberantas virus selama 12 minggu. Jika virus tetap ada, dokter
biasanya akan memberikan obat pegylated interferon selama enam bulan.
Pegylated interferon adalah protein sintetis yang akan memicu sistem
kekebalan tubuh untuk menyerang virus.

35

Lain halnya dengan hepatitis C akut, penderita hepatitis C kronis


membutuhkan langkah penanganan dengan obat-obatan sesegera mungkin.
Selain pegylated interferon, pasien juga akan diberi obat antivirus
ribavirin untuk menghambat penyebaran virus hepatitis C dalam tubuh.
Tetapi obat ini tidak boleh diminum oleh ibu hamil karena dapat
membahayakan bayi dalam kandungannya.

Durasi untuk terapi kombinasi pegylated interferon dan ribavirin


tergantung pada genotipe virus hepatitis C yang diidap pasien. Genotipe 1
termasuk jenis virus hepatitis C yang sulit ditangani. Karena itu,
rekomendasi penggunaan obat-obatannya adalah selama satu tahun.
Sedangkan genotipe lain umumnya lebih responsif terhadap terapi
kombinasi sehingga durasi terapi akan lebih singkat, yaitu enam bulan.
Penderita hepatitis C genotipe ini juga memiliki kemungkinan lebih tinggi
untuk sembuh.

Selama masa pengobatan, kondisi pasien akan dipantau melalui tes darah
secara berkala. Proses ini biasanya dianjurkan setelah pengobatan selama
satu dan empat bulan. Sama seperti obat lain, kombinasi pegylated
interferon dan ribavirin berpotensi menyebabkan efek samping. Misalnya
tidak nafsu makan, anemia, demam, mual, rambut rontok, depresi,
kecemasan, sulit berkonsentrasi, serta sulit mengingat sesuatu. Hampir
semua penderita hepatitis C kronis yang menjalaninya mengalami lebih
dari satu jenis efek samping. Tetapi efek-efek samping tersebut umumnya
akan berkurang seiring proses adaptasi tubuh terhadap obat.

36

Para pakar kemudian berhasil menemukan dua jenis obat baru, boceprevir
dan telaprevir. Keduanya adalah obat penghambat enzim (protease
inhibitors). Obat ini menghalangi kinerja enzim yang dibutuhkan oleh
virus untuk berkembang biak. Penggunaan boceprevir dan telaprevir harus
dikombinasikan dengan pegylated interferon dan ribavirin. Kombinasi
keempat obat ini direkomendasikan sebagai alternatif pengobatan bagi
penderita hepatitis C yang belum pernah menjalani penanganan apa pun
atau tidak responsif terhadap penanganan lain. Penderita hepatitis C
dianjurkan untuk menjalani pengobatan ini selama satu tahun.

Boceprevir dan telaprevir juga dapat menyebabkan efek samping yang


berbeda. Efek samping boceprevir meliputi demam, mual, tidak nafsu
makan, serta insomnia. Sementara telaprevir dapat memicu efek samping
anemia, diare, mual, muntah, dan ruam yang gatal. Harap diingat bahwa
jika pernah mengidap dan sembuh dari hepatitis C, bukan berarti tubuh
Anda memiliki kekebalan sepenuhnya terhadap virus tersebut. Meski
sudah pulih, penderita hepatitis C harus berhati-hati karena tetap memiliki
risiko untuk kembali terinfeksi penyakit yang sama.

Hepatitis D
Hepatitis D (hepatitis delta) adalah inflamasi hati yang disebabkan oleh
infeksi virus hepatitis D (HDV), merupakan suatu partikel virus yang
menyebabkan infeksi hanya bila sebelumnya telah ada infeksi hepatitis B.
HDV dapat timbul sebagai infeksi yang bersamaan dengan HBV.
Penyebab penyakit hepatitis D adalah virus hepatitis tipe D atau antigen
Delta yang berukuran 35-37 nm dan merupakan virus RNA yang tidak
sempurna. Virus tersebut dari nukleo protein RNA merupakan hybrid DNA
virus Hepatitis B. Virus ini juga memerlukan selubung HBSAg. Virus
hepatitis D tidak terdapat dalam serum atau darah tetapi anti HVD Ig M
dapat ditemukan dalam sirkulasi (Selamihardja/G.Sujayanto (2007).

37

Menurut Dinas Kesehatan DKI Jakarta (2007), Selamihardja/G.Sujayanto


(2007), Silalahi, (2004), Smeltzer (2001), Penyakit hepatitis D yang
menyerang anak- anak umumnya diperoleh melalui :
2. Menggunakan jarum suntik dan obat-obatan secara bersamaan.
Hepatitis D paling sering terjadi pada penderita hemofilia.
3. Apabila individu mengadakan kontak dengan darah atau cairan tubuh
(seperti : air ludah, air mani, cairan vagina) dari individu yang
terinfeksi
4. Bayi dari wanita penderita hepatitis D ( hepatitis yang didapat atau
congenital)
5. Virus ini dapat menular sendiri secara langsung dari penderita hepatitis
D, bersifat hepatotoksik. Namun bila HVD bersama-sama dengan
HBSAg pada anak yang lebih besar

akan menyebabkan hepatitis

fulminan, sedangkan pada bayi lebih banyak kearah penyakit kronik


6. Virus Hepatitis D juga dapat ditularkan melalui transmisi vertikal
sehingga tidak jarang infeksi HVD pada bayi baru lahir disertai oleh
infeksi VHD, hal ini akan memperbanyak bentuk hepatitis kronik.
Menurut Selamihardja/G.Sujayanto (2007), cara penularan VHD sama
dengan VHB, kecuali transmisi vertikal sebab HVD tidak ditularkan
secara vertikal. Hubungan seksual merupakan salah satu cara penularan
yang cukup berperan. Penularan hepatitis D bisa melalui bermacammacam media atau cara. Adapun cara penularannya antara lain :
a.

Dapat melalui barang yang tercemar VHD sesudah digunakan para


carrier positif atau penderita hepatitis D, seperti jarum suntik yang
tidak sekali pakai, pisau cukur, jarum tato, jarum tusuk kuping, sikat
gigi, bahkan jarum bor gigi.

b. Akibat berhubungan seksual atau berciuman dengan penderita


c. Akibat transfusi darah yang terkontaminasi VHD.
d. Cara penularan yang terakhir ini memasukkan para penderita kelainan
darah seperti hemofilia (kadar protein faktor VIII atau zat pembeku
dalam darah sangat rendah), thalasemia, leukemia, atau melakukan

38

dialisis ginjal ke dalam kelompok rawan atau berisiko tinggi terkena


penyakit hepatitis D, apalgi jika sebelumnya ia penderita hepatitis B.
e. VHD memang tidak menular melalui singgungan kulit, namun kalau
ada luka terbuka di kulit lalu terkontaminasi darah yang mengandung
VHD, penularan bisa terjadi.
Patofisiologi
Menurut Price (1994), Silalahi (2004), Smeltzer (2001), patofisiologi
penyakit hepatitis D adalah sebagai berikut :
Penyakit ini dapat timbul karena adanya ko-infeksi atau super-infeksi
dengan VHB. Ko-infeksi berarti infeksi VHD dan VHB terjadi bersamaan.
Adapun super-infeksi terjadi karena penderita hepatitis B kronis atau
pembawa

HBsAg

terinfeksi

oleh

VHD.

Ko-infeksi

umumnya

menyebabkan hepatitis akut dan diikuti dengan penyembuhan total.


Koinfeksi dengan hepatitis D meningkatkan beratnya infeksi hepatitis B,
perjalanan penyakitnya lebih membahayakan dan meningkatkan potensi
untuk menjadi penyakit hati kronik. Sementara super-infeksi sering
berkembang ke arah kronis dengan tingkat penyakit yang lebih berat dan
sering berakibat fatal.
Mula-mula virus tersebut melekatkan diri pada reseptor-reseptor spesifik
yang terletak pada membran sel-sel hepar kemudian melakukan replikasi.
Untuk dapat bereplikasi, virus tersebut memerlukan keberadaan virus
hepatitis B. Virus hepatitis yang menyerang hati menyebabkan peradangan
dan infiltrate pada hypatocytes oleh sel mononukleus. Proses ini dapat
menyebabkan degenerasi dan nekrosis sel parenkim hati. Respon
peradangan menyebabkan pembengkakan dan memblokir system drainase
hati sehingga terjadi destruksi pada sel hati. Keadaan ini menjadikan
empedu tidak dapat diekskresikan kedalam kantong empedu dan bahkan
kedalam usus sehingga meningkat dalam darah sehingga terjadi
peningkatan bilirubin direk maupun indirek sebagai hiperbilirubinemia,

39

dalam urine sebagai urobillinogen dan kulit hepatocelluler jaundice,


kemudian diikuti dengan munculnya gejala yang lain.
Virus hepatitis D ini menyebabkan infeksi hepatitis B menjadi lebih berat.
Bila HBsAg menghilang dari darah maka VHD akan berhenti bereplikasi
dan penyakit menjadi sembuh. Virus hepatitis D (VHD) bersifat patogen,
dapat menimbulkan penyakit yang lebih parah dari hepatitis virus lainnya.
Manifestasi Klinik
Gejala penyakit hepatitis D bervariasi, dapat muncul sebagai gejala yang
ringan (ko-infeksi) atau amat progresif. Masa inkubasi 1-90 hari atau 4-7
minggu. Gejalanya biasanya muncul secara tiba-tiba gejala seperti flu,
demam, penyakit kuning, urin berwarna hitam dan feses berwarna hitam
kemerahan, Pembengkakan pada hati.
Menurut Cecily (2002), manifestasi klinik pada anak penderita hepatitis D
adalah
1. Awitan tersembunyi dan berbahaya : Ikterus , Anoreksia, mual, Malaise,
Akrodermatitis popular (Sindrom Gianotti-Crosti)
2. Gejala Prodnormal : Artralgia, Artritis, Ruam eritema makulopopular,
poliarteritis nodosa, Glomerolunefritis.
3. Hepatitis D memperhebat gejala hepatitis B dan meningkatkan
kemungkinan terjadinya kondisi kronik.
Menurut Afifah, dkk

(2005), Reeves (2001), gambaran klinis pada

hepatitis D terdapat 3 fase antara lain :


1. Masa tunas (inkubasi) terjadi sejak virus masuk kedalam tubuh
sampai menimbulkan gejala. Belum ada gejala klinik yang tampak pada
stadium ini meskipun sudah terjadi kerusakan sel-sel hati.
2. Preicterik (prodnormal) Anoreksia, mual, ketidaknyamanan diperut
bagian atas (kuadran kanan atas), terasa berbau logam, malaise, sakit
kepala, letih, demam tingkat rendah, hepatomegali, urin lebih pekat.

40

3. Ikterik Air kencing gelap seperti teh karena peningkatan


pengeluaran billirubin pruritus tinja seperti dempul jika conjugated
billirubin tidak mengalir keluar dari hati ke usus, timbul ikterik, hati
membesar jika diraba (hepatomegali) dan terdapat nyeri tekan pada hati.
4. Post icterik (penyembuhan) Hilangnya ikterik, tidak enak badan,
mudah letih, warna urin dan tinja menjadi normal kembali.
Insidens Dan Diagnosa
1.

Insidens :

Insiden hepatitis D sulit ditetapkan karena muncul bersamaan dengan


hepatitis B dan tidak mudah didiagnosis. Tingkat keparahan mencapai 270% (Cecily, 2002).
2.

Diagnosa :

Ditanyakan gejalanya bila ternyata ditemukan hepatitis virus maka akan


dilakukan tes darah untuk memastikan diagnosis dan jenis virus. Bila
terjadi hepatitis kronis, maka dianjurkan dilakukan biopsi. Diagnosis
secara pasti diperoleh jika ada VHD pada bagian jaringan hati. Diagnosis
infeksi hepatitis D kronis dan akut yang terjadinya bersamaan ditandai
dengan ditemukannya Ig M anti HBC yang merupakan tanda serologis
untuk hepatitis B akut dan IgM anti HVD. Diagnosis hepatitis D akut pada
pengidap VHB adalah terdeteksinya HbsAg (+), dan IgM anti VHD
dengan titer tinggi dan Ig anti HBC (-). (Markum ,1999)
Penatalaksanaan
Menurut Afifah, dkk (2005), Cecily (2002), Markum (1999), Price (1994),
Smeltzer (2001), pokok penanganan penderita hepatitis D mencakup :
1.
2.

Konfirmasi diagnosis yang tepat.


Pengobatan Suportif dan pemantauan massa akut. Pengobatan yang
dilakukan antara lain :
a. Terutama bersifat dukungan dan mencakup istirahat yang
adekuat.
b. Hidrasi (Asupan cairan, bila masih menyusui ibu maka
tingkatkan ASI serta perbanyak asupan cairan) dan asupan

41

makanan yang adekuat (Diet dengan gizi seimbang, makanan


berkarbohidrat tinggi, berprotein atau berlemak tinggi memang
tidak dilarang secara khusus, tapi hendaknya dibatasi. Demikian
juga garam).
c. Hospitalisasi diindikasikan bila terdapat muntah, dehidrasi, factor
pembekuan abnormal, atau tanda-tanda gagal hati yang
membahayakan

(gelisah,

perubahan

kepribadian,

letargi,

penurunan tingkat kesadaran, perdarahan).


d. Tujuan penatalaksanaan rumah sakit adalah terapi Intravena
untuk memperbaiki keseimbangan cairan, studi laboratorium
yang berulangkali dan pemeriksaan fisik terhadap perkembangan
penyakit.
Hepatitis E
Hepatitis E adalah virus hepatitis (peradangan hati) yang disebabkan oleh
infeksi virus hepatitis E (HEV). HEV memiliki rute transmisi fecal-oral
(kotoran

ke

mulut).

Infeksi

dengan

virus

ini

pertama

kali

didokumentasikan pada tahun 1955 selama wabah di New Delhi, India.

Insiden hepatitis E tertinggi terdapat pada remaja dan orang dewasa


berusia antara 15 40 tahun. Meskipun anak-anak sering terkena infeksi
ini juga, namun mereka jarang menunjukkan gejala. Tingkat kematian
umumnya rendah, Hepatitis E biasanya akan hilang dengan sendirinya dan
pasien sembuh. Namun selama durasi infeksi (biasanya beberapa minggu),
penyakit ini sangat mengganggu aktivitas keseharian. Hepatitis E kadangkadang berkembang menjadi sebuah penyakit hati akut yang parah, dan
fatal pada sekitar 2% dari semua kasus. Secara klinis, penyakit ini
sebanding dengan hepatitis A, tetapi pada wanita hamil penyakit ini lebih
sering parah dan berhubungan dengan sindrom klinis yang disebut
kegagalan hati fulminan. Wanita hamil, terutama pada trimester ketiga,
mengalami tingkat kematian tinggi dari penyakit ini (sekitar 20%).

42

Meskipun ada satu serotipe virus ini, empat genotipe yang berbeda telah
dilaporkan. Genotipe 1 dan 2 hanya terbatas pada manusia dan sering
dikaitkan dengan wabah besar dan epidemi di negara-negara berkembang
dengan kondisi sanitasi yang buruk. Genotipe 3 dan 4 menginfeksi
manusia, babi dan spesies hewan lainnya dan telah bertanggung jawab
untuk kasus-kasus sporadis hepatitis E di negara-negara berkembang dan
industri.

Hepatitis E adalah lazim di kebanyakan negara berkembang, dan umum di


negara manapun dengan iklim panas. Hal ini meluas di Asia Tenggara,
Afrika bagian utara dan tengah, India, dan Amerika Tengah. Ini menyebar
terutama melalui kontaminasi tinja pada pasokan air atau makanan;
transmisi orang-ke-orang jarang ditemukan, namun bisa terjadi saat
berhubungan seks oral-anus (misalnya menjilat anus). Wabah epidemi
Hepatitis E paling sering terjadi setelah hujan lebat dan musim hujan
karena gangguan pasokan air.

Hewan peliharaan telah dilaporkan sebagai reservoir untuk virus hepatitis


E, dengan beberapa survei menunjukkan angka infeksi melebihi 95% yang
diantaranya berasal dari babi. Kemungkinan Ini berlaku juga jika
seseorang mengkonsumsi daging babi hutan dan daging rusa mentah.
Namun, tingkat penularan pada manusia melalui rute ini masih
diperdebatkan para ahli.

Sejumlah mamalia kecil lainnya telah diidentifikasi sebagai reservoir


potensial: tikus Bandicoot lebih rendah (Bandicota bengalensis), tikus
hitam (Rattus rattus brunneusculus) dan cecurut rumah Asia (Suncus
murinus). Sebuah virus flu burung telah digambarkan terkait dengan gejala
Hepatitis-Splenomegaly pada ayam. Virus ini secara genetis dan

43

antigenically terkait dengan HEV mamalia dan mungkin merupakan


sebuah genus baru. replikasi virus telah ditemukan dalam usus kecil,
kelenjar getah bening, usus besar serta hati babi yang terinfeksi.

Perbaikan sanitasi adalah ukuran paling penting, yang terdiri dari


perawatan kebersihan pada pembuangan limbah manusia; juga penting
standar yang lebih tinggi untuk persediaan air masyarakat, baik prosedur
kebersihan pribadi maupun persiapan makanan sanitasi. Sebuah vaksin,
berdasarkan

protein-protein

virus

yang

di-re-kombinasi,

telah

dikembangkan dan baru-baru ini diuji dalam suatu populasi berisiko tinggi
(personil militer dari negara berkembang). Vaksin tampak efektif dan
aman,

namun

penelitian

lebih

lanjut

diperlukan

untuk

menilai

perlindungan vaksin jangka panjang dan efektifitas biaya vaksinasi


hepatitis E.

44

You might also like