Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
Low Back Pain (LBP) adalah rasa nyeri yang terjadi di daerah pinggang
bagian bawah dan dapat menjalar ke kaki terutama bagian sebelah belakang dan
samping luar. Keluhan ini dapat demikian hebatnya hingga penderitanya
mengalami kesulitan dalam setiap pergerakan sampai harus istirahat dan dirawat
di rumah sakit.
Keluhan low back pain ini ternyata menempati urutan kedua tersering
setelah nyeri kepala. Di Amerika Serikat lebih dari 80% penduduk pernah
mengeluh low back pain dan di negara kita sendiri diperkirakan jumlahnya lebih
banyak lagi. Mengingat bahwa low back pain ini sebenarnya hanyalah suatu
simptom/gejala, maka yang terpenting adalah mencari faktor penyebabnya agar
dapat diberikan pengobatan yang tepat. Pada dasarnya, timbulnya rasa sakit
tersebut karena terjadinya tekanan pada susunan saraf tepi daerah pinggang (saraf
terjepit).
Jepitan pada saraf ini dapat terjadi karena gangguan pada otot dan jaringan
sekitarnya, gangguan pada sarafnya sendiri, kelainan tulang belakang maupun
kelainan di tempat lain, misalnya infeksi atau batu ginjal dan lain-lain.
Spondylosis dan spondylolisthesis merupakan beberapa contoh kelainan tulang
belakang yang mungkin mampu menimbulkan jepitan pada saraf tersebut.
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1
Identitas Pasien
Pada tanggal 15 Agustus 2014 seorang pasien diantar oleh petugas rumah
sakit datang ke Instalasi Radiologi RSUD Mardi Waluyo Blitar. Data pasien
tersebut adalah sebagai berikut :
Nama
Umur
Jenis kelamin
Alamat
No Foto
Klinis
Permintaan Foto
2.2
:
:
:
:
:
:
:
Ny. S
55 tahun
Perempuan
Blitar
7628
low back pain
lumbo sacral AP-lateral
Riwayat Pasien
Pasien tersebut mengeluh nyeri pada daerah punggung bagian bawah sejak
beberapa tahun yang lalu, kemudian berobat ke rumah sakit. Oleh dokter pasien
dilakukan pemeriksaan radiologi lumbo sacral AP-lateral.
2.3
Pelaksanaan Pemeriksaan
a.
Persiapan Pasien
b. Proyeksi Anteroposterior
1. Tujuan
tidur
supine,
kepala
di
atas
bantal,
knee
fleksi.
3. Posisi Obyek
a) Atur MSP tegak lurus kaset/meja pemeriksaan (jika pakai buki).
b) Letakkan kedua tangan diatas dada.
c) Tidak ada rotasi tarsal/pelvis.
4.Sinar
CR : Tegak lurus kaset
CP : (a) Setinggi Krista iliaka (interspace L4-L5) untuk memperlihatkan
lumbal sacrum dan posterior Cocygeus
(b) Setinggi L3 (palpasi lower costal margin/4 cm di atas crista iliaka)
untuk melihat lumbal.
SID : 100 cm
Eksposi : Saat eksposing pasien di arahkan tarik nafas,keluarkan dan tahan
nafas
No
1
2
3
Ketebalan Obyek
Kurus
Sedang
Gemuk
5. Faktor eksposi
KV
67
73
80
MA
200
200
200
SEC.
0,160
0,160
0,160
c. Proyeksi Lateral
1). Tujuan
Mendapatkan radiografi lumbal, processus spinosus, persimpangan
lumbosakral, foramen intervertebralis dan sacrum.
2). Posisi Pasien
Pasien lateral recumbent, kepala di atas bantal, knee fleksi, di bawah
knee dan ankle diberi pengganjal.
3). Posisi obyek
b.
c.
d.
KV
70
75
83
SEC.
0,250
0,250
0.250
MA
200
200
200
2.4
Foto
Lumbo
sacral
Lateral :
Hasil Pemeriksaan :
Tampak lipping process pada corpus vertebrae L.3,4 dengan sedikit
pergeseran dari corpus vertebrae L4 terhadap L5 ke anterior sebesar kurang dari
25%.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1
Anatomi Vertebra
Spondylosis
3.2.1
Definisi
Spondilo berasal dari bahasa Yunani yang berarti tulang belakang.
10
3.2.2
Gambaran Klinis
Perubahan degeneratif dapat menghasilkan nyeri pada axial spine akibat
11
d. Perubahan ini terjadi sebagai bagian dari proses degenerasi pada diskus dan
dapat hadir tanpa menyebabkan adanya tanda-tanda dan gejala.
Sedangkan pada corpus vertebra, terjadi perubahan patologis berupa
adanya lipping yang disebabkan oleh adanya perubahan mekanisme diskus yang
menghasilkan penarikan dari periosteum dari annulus fibrosus. Dapat terjadi
dekalsifikasi pada corpus yang dapat menjadi factor predisposisi terjadinya crush
fracture.
12
Pemeriksaan Radiologis
Pada foto rontgen didapatkan adanya kelainan berupa penyempitan ruangan
Spondylolisthesis
3.3.1 Definisi
Spondilolistesis menunjukan terplesetnya satu vertebra pada vertebra
lainnya, biasanya kearah belakang. Kelainan ini dapat disebabkan oleh proses
degenerative (berhubungan dengan osteoarthritis berat pada posterior permukaan
sendi, biasanya L4/L5), congenital, atau pascatrauma, yang menyebabkan adanya
defek pada bagian interartikularis pada lengkung neural. Seringkali bersifat
asimtomatik.5
3.3.2 Etiologi Dan Klasifikasi
Etiologi spondilolistesis adalah multifaktorial. Predisposisi kongenital
tampak pada spondilolistesis tipe 1 dan tipe 2, dan postur, gravitasi, tekanan
13
rotasional dan stres/tekanan kosentrasi tinggi pada sumbu tubuh berperan penting
dalam terjadinya pergeseran tersebut. Terdapat lima tipe utama spondilolistesis:
A. Tipe I disebut dengan spondilolistesis displastik dan terjadi sekunder
akibat kelainankongenital pada permukaan sacral superior dan permukaan
L5 inferior ataukeduanya dengan pergeseran vertebra L5.
B. Tipe II, isthmic atau spondilolitik, dimana lesi terletak pada bagian
isthmus atau parsinterartikularis, mempunyai angka kepentingan klinis
yang bermakna pada individu dibawah 50 tahun. Jika defeknya pada pars
interartikularis tanpa adanya pergeseran tulang, keadaan ini disebut dengan
spondilolisis. Jika satu vertebra mengalami pergeseran kedepan dari
vertebra yang lain, kelainan ini disebut dengan spondilolistesis.Tipe II
dapat dibagi kedalam tiga subkategori:
Tipe IIC sangat jarang terjadi dan disebabkan oleh fraktur akut pada
bagian parsinterartikularis. Pencitraan radioisotope diperlukan dalam
menegakkan diagnosis kelainan ini.
14
sangat
jarang
anak-anak
tersebut
didiagnosis
dengan
15
Spondilolistesis dikelompokkan ke dalam lima tipe utama dimana masingmasing mempunyai patologi yang berbeda. Tipe tersebut antara lain tipe
displastik, isthmik, degeneratif, traumatik,dan patologik.
Spondilolistesis displatik merupakan kelainan kongenital yang terjadi
karena malformasi lumbosacral joints dengan permukaan persendian yang kecil
dan inkompeten. Spondilolistesis displastik sangat jarang, akan tetapi cenderung
berkembang secara progresif, dan sering berhubungan dengan defisit neurologis
berat. Sangat sulit diterapi karena bagian elemenposterior dan prosesus
transversus cenderung berkembang kurang baik, meninggalkan area permukaan
kecil untuk fusi pada bagian posterolateral.
Spondilolistesis displatik terjadi akibat defek arkus neural pada sacrum
bagian atas atau L5. Padatipe ini, 95% kasus berhubungan dengan spina bifida
occulta. Terjadi kompresi serabut saraf pada foramen S1, meskipun pergeserannya
(slip) minimal.
Spondilolistesis isthmic merupakan bentuk spondilolistesis yang paling
sering.
Spondilolistesis
isthmic
(juga
disebut
dengan
spondilolistesis
16
17
18
19
Kesulitan berjalan
3.3.5 Gambaran Radiologis
Terplesetnya vertebra paling baik diperlihatkan pada proyeksi lateral dari
tulang belakang lumbal dan mungkin ditemukan rongga diskus yang hilang.
Paling sering terjadi setinggi L4/L5 dan L5/S1. CT/MRI dapat menilai dan adanya
penyempitan kanal tulang.5
20
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1
Pembahasan Kasus
Pada pasien ini disimpulkan menderita spondylosis lumbalis dengan
21
BAB V
KESIMPULAN
5.1
belakang.
Spondilolistesis menunjukan terplesetnya satu vertebra pada vertebra
lainnya, biasanya kearah belakang.
Baik spondylosis maupun spondylolistesis mampu menunjukan gejala low
back pain, terutama jika terjadi jepitan pada saraf akibat penyempitan. Untuk
mengetahui pasti apakah adanya jepitan pada syaraf tersebut dapat dilakukan
pemeriksaan MRI.