You are on page 1of 17

Ekstraksi Emas dan Teknik Pengolahan Limbahnya

Dibuat Untuk Memenuhi Nilai Ujian Akhir Semester Pada Mata Kuliah Teknik
Pengolahan Limbah Metalurgi

Disusun Oleh :
Nadya Zulfani
3334141867

JURUSAN TEKNIK METALURGI


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
CILEGON - BANTEN
2016

1. Definisi Emas
Emas adalah logam mineral yang merupakan salah satu bahan galian
logam yang bernilai tinggi baik dari sisi harga maupun sisi penggunaan. Emas
bersama tembaga dan perak adalah logam yang pertama kali ditemukan manusia.
Emas (Au) adalah termasuk logam mulia, karena sifatnya yang stabil, tidak
beroksidasi dalam udara normal, dan merupakan unsur murni. Selama beberapa
ratus tahun, manusia masih berusaha untuk memproduksi emas karena sangat
bernilai ekonomis. Emas merupakan logam yang bersifat lunak dan mudah untuk
ditempa, kekerasannya berkisar antara 2,5-3 (skala Mohs), serta berat jenisnya
tergantung pada kandungan logam lain yang berpadu dengannya. Habashi ( dalam
Natalia et al., 2016).
2. Sifat-sifat Fisik dan Kimia Emas
Logam emas merupakan logam yang tahan akan korosi,mudah ditempa
dan relatif stabil di alam karena tidak banyak bereaksi dengan kebanyakan bahan
kimia. Oleh karena itu, logam ini banyak dimanfaatkan di berbagai kehidupan
manusia. Pada saat ini, emas banyak digunakan sebagai perhiasan, cadangan
kekayaan negara, medali, elektroda, dan komponen di dalam komputer. Oleh
karena itu, emas memiliki nilai ekonomi yang tinggi.

Gambar 1. Sifat Fisik dan Kimia dari Emas

3.

Jenis-jenis Bijih Emas dan Distribusinya di Indonesia


Emas berat jenisnya tergantung pada jenis dan kandungan logam lain yang

berpadu dengannya. Mineral pembawa emas biasanya berasosiasi dengan mineral


ikutan (gangue minerals). Mineral ikutan tersebut umumnya kuarsa, karbonat,
turmalin, flourpar, dan sejumlah kecil mineral non logam. Mineral pembawa emas
juga berasosiasi dengan endapan sulfida yang telah teroksidasi. Mineral pembawa
emas terdiri dari emas nativ, elektrum, emas telurida, sejumlah paduan dan
senyawa emas dengan unsur-unsur belerang, antimon, dan selenium. Elektrum
sebenarnya jenis lain dari emas nativ, hanya kandungan perak di dalamnya >20%.
Emas terbentuk dari proses magmatisme atau pengkonsentrasian di
permukaan. Beberapa endapan terbentuk karena proses metasomatisme kontak
dan

larutan

hidrotermal,

sedangkan

pengkonsentrasian

secara

mekanis

menghasilkan endapan letakan (placer). Genesa emas dikatagorikan menjadi dua


yaitu endapan primer dan endapan plaser. Emas banyak digunakan sebagai barang
perhiasan, cadangan devisa, dll. Potensi endapan emas terdapat di hampir setiap
daerah di Indonesia, seperti di Pulau Sumatera, Kepulauan Riau, Pulau
Kalimantan, Pulau Jawa, Pulau Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua.
Secara umum proses pengolahan emas dapat dilihat dari diagram alir berikut:

Gambar 2. Diagram Alir Proses Pengolahan Bijih Emas


4. Proses pengolahan emas
4.1 Kominusi
Kominusi adalah proses untuk mereduksi ukuran bijih dengan tujuan
untuk membebaskan logam berharga dari bijihnya dan atau memperluas
permukaan bijih agar dalam proses pelindian dapat berlangsung dengan cepat.
Faktor-faktor yang mengendalikan kominusi diantaranya sifat fisik dari bijih,
seperti tingkat homogenitas, kekerasan, kandungan air. Bijih yang heterogen,
porous, dan brittle mudah dikecilkan. Sedangkan bijih yang homogen, kompak
dan liat sulit untuk dikecilkan. Agar partikel bijih dapat remuk harus ada
tekanan yang cukup besar dan melebihi kuat remuk bijih.
Terdapat 3 (tiga) cara/mekanisme meremuk partikel, yaitu :

1. Compression (Tekanan) yaitu peremukan yang dilakukan di antara dua


permukaan di mana kerja dilakukan pada salah satu atau kedua permukaan
tersebut. Alat yang menerapkan cara ini adalah jaw crusher, gryratory
crusher, roll crusher. Partikel yang dihasilkan berukuran besar.
2. Impact (Benturan) yaitu benturan suatu bijih dengan bijih lainnya atau
dengan alat. Alat yang menerapkan cara ini adalah hammer mill, impactor.
Parikel remuk yang dihasilkan bervariasi mulai dari berukuran besar
sampai berukuran kecil.
3. Abrasion yaitu gesekan pada permukaan bijih. Partikel remuk yang
dihasilkan ada dua ukuran yaitu berukuran besar dan halus. Alat yang
menerapkan cara ini adalah Ballmill, Rod Mill.

Gambar 3. Mekanisme peremukan dan distribusi ukuran produk hasil


peremukan.
Kominusi terdiri dari dua tahap yaitu crushing (peremukan) dan grinding
(penggerusan).
4.2 Crushing
Crushing merupakan suatu proses peremukan ore (bijih) dari hasil
penambangan melalui perlakuan mekanis. Batuan dari tambang yang
memiliki ukuran besar dijadikan lebih kecil melalui mekanisme peremukan.
Biasanya ada 2 tahap dalam proses peremukan yaitu primary crushing dan
secondary crushing, namun hal itu disesuaikan dengan kebutuhan parameter
yang diinginkan.
4.2.1 Primary Crusher

Primary crusher adalah peremuk yang digunakan untuk mengecilkan


ukuran bijih yang datang dari tambang pada tahap pertama dan dioperasikan
secara terbuka. Jenis-jenis primary crusher adalah Jaw Crusher, Gyratory Crusher,
Impact Crusher.
4.2.2 Secondary Crusher
Secondary Crusher merupakan alat untuk meremuk material yang telah
diremukan oleh primary crusher. Alat ini digunakan jika material yang telah
diremukan oleh primary crusher tidak lolos discreen. Ukuran material yang
diremukan oleh alat ini umumnya berukuran kurang lebih 20 cm. Salah satu
contoh yang umum digunakan sebagai secondary crusher adalah type cone
crusher.

Gambar 4. Cone Crusher dan linernya


4.3 Grinding
Grinding atau penggerusan merupakan lanjutan dari crushing dan
merupakan tahapan akhir dari kominusi, yaitu untuk mendapatkan ukuran butiran
yang sesuai sehingga pada tahap selanjutnya bisa dilakukan pelindian.

Grinding dapat dilakukan dengan cara kering atau basah. Ada beberapa
keuntungan penggerusan dengan cara basah dibandingkan dengan cara kering,
antar lain :
1. Penggerusan dengan cara basah memerlukan energi yang lebih
sedikit

dibandingkan

dengan

cara

kering

karena

tidak

memerlukan pengeringan.
2. Penggerusan cara basah tidak memerlukan alat penangkap debu.
3. Penggerusan cara basah konsumsi media gerus dan pelapis lebih
banyak karena terjadi korosi
4.4 Screening
Pengayakan

adalah

pemisahan

partikel-partikel

secara

mekanis

berdasarkan ukuran, dan hanya dapat dilakukan pada partikel yang relatif
berukuran kasar. Pemisahan dilakukan di atas ayakan berupa batang-batang sejajar
(grizzly) atau plat berlubang atau anyaman kawat yang dapat meloloskan material.
Material yang tidak lolos atau tinggal di atas ayakan disebut oversize atau material
plus sedangkan yang lolos disebut material minus atau undersize.
Ada 2 proses yang berperan pada pengayakan :
1. Stratifikasi. Proses dimana partikel besar naik ke atas dari lapis
material yang bergetar, sedangkan partikel kecil rongga melalui turun
ke bagian bawah lapisan.
2. Peluang untuk dipisahkan. Pemisahan partikel tergantung pada
kesempatan dari setiap partikel untuk mencapai lobang dalam
berbagai posisi.
4.5 Klasifikasi
Klasifikasi adalah proses pemisahan antara ukuran partikel yang diinginkan
dan yang tidak diinginkan. Pemisahan ini biasanya dilakukan di dalam fluida (gas
dan air). Tapi di industri pengolahan bahan galian biasanya digunakan air. Alat
untuk melakukan klasifikasi disebut classifier. Secara lebih khusus fungsi
classifier yaitu :
1. Mengeluarkan material yang ukurannya sudah memenuhi syarat sebagai
overflow.

2. Mencegah terjadinya overgrinding (penggerusan yang berlebihan).


3. Mengembalikan material yang masih kasar untuk digerus kembali.

Gambar 5 Hydrocyclone
5. Proses Ekstraksi
5.1 Metode Ekstraksi (Leaching)
Leaching adalah proses pelarutan selektif dimana hanya logamlogam tertentu yang dapat larut. Pemilihan metode pelindian tergantung pada
kandungan logam berharga dalam bijih dan karakteristik bijih khususnya mudah
tidaknya bijih dilindi oleh reagen kimia tertentu. Secara hidrometalurgi terdapat
beberapa jenis leaching, yaitu :
1. Leaching in Place (In-situ Leaching)
Leaching yang dilakukan di tempat bijih ditemukan atau di
tempat penyimpamnan bijih. Pada metode ini tidak ada proses
transportasi. Metode ini digunakan untuk bijih kadar rendah atau
bijih yang sebelumnya tidak masuk kategori layak olah. Waktu yang
diperlukan untuk melindi cukup lama.
2. Heap Leaching
Dalam

heap

leaching

terdapat

proses

preparasi

dan

pengangkutan ke tempat penumpukan setelah diremuk, heap


leaching cocok untuk bijih kadar rendah. Tempat penumpukan untuk
heap leaching adalah pada tanah dengan kemiringan tertentu dan
alasnya dilapisi oleh lapisan permeabel, misalnya : aspal, beton, atau
plastik.
3. Vat Leaching /Percolation Leaching

Penggunaan vat leaching terbatas pada leaching untuk material


yang tidak biasa yaitu material yang tidak bisa diproses dengan heap
leching tetapi tidak memerlukan grinding untuk pemisahan emasnya.
4. Agitation Leaching
Cocok untuk bijih dengan kadar medium hingga tinggi.
Dilakukan dalam tangki khusus pelindian yang dilengkapi dengan
agitator (pengaduk).
Dari ketiga reagent di atas yang paling banyak digunakan sampai
saat ini masih Cyanide ( Sianida)
Reaksi pelindian menurut teori Elsner adalah :
4 Au + 8 NaCN + O2 + 2 H2O

4 NaAu(CN)2 + 4 NaOH

4 Ag + 8 NaCN + O2 + 2 H2O

4 NaAg(CN)2 + 4 NaOH

Adapun faktor-faktor lain yang mempengaruhi laju reaksi sianidasi


adalah
1.

Ukuran butiran
Semakin halus ukuran butiran, maka derajat liberasi
(kebebasan mineral/unsur dalam bijih) dan luas permukaan efektif
semakin besar sehingga makin besar kesempatan/kontak antara
permukaan butiran dengan larutan.

2.

Konsentrasi sianida
Sianida yang digunakan dalam proses leaching berasal dari
KCN atau NaCN. Dalam konsentrasi tertentu, makin besar
konsentrasi sianida (CN-) dari larutan, makin besar kelarutan Au &
Ag serta jumlah pengotor (impurities) lainnya sehingga akan
sedikit menghambat. Tetapi penambahan NaCN lebih dari 0,1%
atau 1000 ppm tidak memberikan pengaruh yang sangat berarti.

3. pH larutan
Variable pH larutan berfungsi untuk menjaga kestabilan sianida.
Pada pH kurang dari 9 larutan sianida tidak stabil dan cenderung
terhidrolisa membentuk gas HCN
4. Persen solid

Persen solid merupakan perbandingan antara berat padatan


dengan berat total. Makin besar persen solid, berarti makin banyak
jumlah padatan, sehingga kesempatan untuk bereaksi antara emas
dan perak dengan larutan akan semakin kecil.
5. Katalisator [Pb(NO3)2]
Katalisator berfungsi untuk membantu mempercepat reaksi
terutama untuk mengubah perak sulfida menjadi perak oksida yang
mudah larut.
6. Waktu Reaksi.
Makin lama waktu reaksi, maka makin banyak kesempatan
untuk terjadinya reaksi sehingga logam yang terlarut akan semakin
banyak.
7. Jenis Bijih.
8. Temperatur dan kecepatan pengadukan
9. Konsentrasi oksigen
6.

Adsorpsi

Larutan emas hasil ekstraksi di serap oleh ekstraktan yang berupa karbon aktif
atau ion exchange resin sintetic. Ekstrakan yang memakai karbon aktif, prosesnya
disebut Carbon In Leach (CIL). Faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan
karbon yaitu :
1. Temperatur
Semakin tinggi temperatur maka laju penyerapan semakin menurun.
2. Konsentrasi emas dalam larutan
Semakin tinggi konsentrasi emas dalam larutan semakin tinggi pula
kecepatan adsorpsi emas
3. pH larutan
Agar laju adsorpsi dapat dilakukan dengan maksimal, pH dijaga sekitar
9-11.
4. Konsentrasi logam lain
Semakin banyak jumlah metal logam lain larutan, maka kapasitas
adsorpsi untuk emas menurun

5. Kekuatan ion
Semakin tinggi kekuatan ion, maka kemampuan dan kapasitas adsorpsi
meningkat
7.

Elution
Elution adalah proses desorbsi, yaitu pelepasan kembali [Au(CN) 2]- dari

karbon aktif dengan cara pemutusan ikatan antara keduanya. Faktor-faktor yang
mempengaruhi desorbsi yaitu ;
1. Temperatur dan Tekanan
Semakin tinggi temperatur (T) maka kecepatan reaksi semakin tinggi, agar
air tidak menjadi uap pada temperatur >100oC maka tekanan (P) harus
dinaikkan. T tinggi maka v (Kecepatan Reaksi) semakin besar.
2. Konsentrasi Sianida [CN-]
Semakin tinggi konsentrasi sianida maka kecepatan reaksi desorbsi juga
akan meningkat.
3. Kekuatan Ion (I)
I semakin kecil maka v semakin tinggi. Sebaiknya digunakan air murni
agar I kecil.
4. pH
pH yang harus dijaga sekitar 12 atau 12,5
5. Larutan Organik
Adanya larutan organik dapat mempercepat proses desorpsi, tapi perlu
diingat bahwa tidak semua larutan organik mempercepat proses desorbsi,
sebagian malah mengganggu. Hanya larutan organik tertentu seperti
Alkohol, dan Glycol yang bisa mempercapat reaksi.
6. Pembersihan Pengotor Inorganik
Pengotor Inorganik terutama berbagai macam garam dapat mengganggu
proses desorbsi.

8. Gekko System

Gambar 6. Proses pada Gekko System


9. Elektrowinning
Elektrowinning adalah proses penangkapan logam-logam yang ada dalam
air kaya dengan prinsip elektrolisa (reaksi reduksi-oksidasi).
Persamaan reaksi :
Anoda

: 2OH- = O2 + 2H2O + 4eFe = Fe2+ + 2e- (tidak dominan)

Katoda : 2Au(CN)2- + 2e- = 2Au + O2 + H2 + 4 CNOverall : 2Au(CN)2- + 2OH- = 2Au + O2 + H2 + 4 CNDalam proses elektrowining, kedua reaksi tersebut akan terjadi
bersamaan. Reaksi reduksi akan terjadi di katoda dan reaksi oksidasi akan
terjadi di Anoda. Jika pH rendah maka H+ bisa bereaksi dengan CNmembentuk gas HCN, gas ini sangat berbahaya serta bersifat korosif sehingga
harus dihindari proses dengan pH rendah. Jika proses pada pH tinggi, maka
sebagian akan dioksidasi menjadi CNO- namun kemungkinan besar NaCN
stabil dalam larutan sehingga yang dioksidasi adalah air.
10. Smelting
Peleburan bertujuan untuk mengambil logam Au-Ag dari cake dengan
cara memisahkan logam berharga dengan slagnya pada suhu tinggi (titik

leburnya) dengan bantuan penambahan flux. Fungsi flux adalah untuk


mengikat slag agar terpisah dengan baik dari logam berharganya, di samping
itu juga bisa menurunkan titik lebur.
11. Pengolahan Limbah
Secara garis besar terdapat dua metode perusakan zat-zat buangan
berbahaya, terutama sianida, yaitu metode fisika dan metode kimia.
11.1 Metode Fisika
Perusakan zat-zat berbahaya dengan metode fisika biasanya
menggunakan faktor alami. Pembangunan tailing dam menjadi pilihan utama
sebagai tempat pembuangan akhir tailing, yaitu bijih yang sudah diambil
emasnya. Selain itu, tailing dam juga berfungsi sebagai tempat perusakan zat-zat
berbahaya buangan dari proses. Jika prosesnya menggunakan proses leaching
dengan sianida, maka zat berbahaya yang dirusak di tailing dam adalah sianida.
Perusakan di tailing dam merupakan perusakan dengan metode fisika dalam
waktu yang cukup lama. Faktor alami yang digunakan pada metode fisika adalah :
a. pengenceran dari air sekitar, misalnya air hujan
b. perubahan temperatur
c. perubahan keasaman (pH) larutan
d. perubahan tekanan
e. tiupan angin, dll
11.2 Metode Kimia
Proses perusakan sianida dengan metode kimia dilakukan dengan
menambahkan bahan kimia. Terdapat beberapa metode kimia yang digunakan
untuk proses perusakan sianida, yaitu :
a. Metode Degussa atau proses Hidrogen Peroksida Copper Sulfat
b. Metode Inco atau proses Sulfur dioksida dan udara proses
c. Metode Carro-Acid
d. Metode Ferro sulfat
e. Proses Alkaline Clorination
11.3 Metode INCO atau proses Sulfur dioksida dan udara proses

Proses INCO banyak digunakan untuk merusak limbah cyanide sebelum


dibuang ke lingkungan (perusakan langsung). Bahan kimia yng dipakai adalah
sodium metabisulphide (Na2S2O5), udara bertekanan dan ion copper (Cu2+) dipakai
sebagai sumber katalis untuk mempercepat reaksi. Reaksi yang terjadi :
CN- + SO2 + O2 + H2O = CNO- + H2SO4
Proses INCO relatif lebih efektif untuk mengolah cyanide bebas dan
cyanide wad pada konsentrasi yang cukup tinggi.
11.4 Metode Carro-Acid
Metode ini merupakan penyempurnaan dari metode degussa, dimana pada
metode ini digunakan hydrogen peroxide (H2O2) dan asam sulfat (H2SO4) sebagai
pengganti CuSO4.5H2O. Reaksi dapat mengubah senyawa cyanide bebas CNf
membentuk cyanate (SCN-). Reaksi yang terjadi yaitu :
CN- + H2O2 = CNO- + H2O
11.5 Metode Ferro sulfat
Metode ini relatif bisa dipakai untuk mereduksi cyanide bebas (CNf) dan
kurang efektif untuk mengubah CNwad, thyocyanat, atau CNsad. CNf akan
dibentuk menjadi senyawa cyanate (CNO-) kompleks yang relatif stabil. Reaksi
yang terjadi cukup singkat sehingga reagen ferrous sulphate dapat langsung
dimasukan ke dalam sum untuk dipompa ke tailing dam.
11.6 Metode Alkaline Clorination
Proses ini menggunakan NaClO4 untuk merusak limbah cyanide bebas
(CNf), thiosianate (SCN-), dan senyawa Cnwad, reaksi yang terjadi :
CN- + H2O + ClO- = CNCl(g) + 2 OHCN- + Cl2 = CNCl(g) + Cl- + 2 OHSCN-

dan

ion

logam

akan

membentuk

senyawa

cyanate

dan

metalhydroxide yang relatif stabil. Reaksi yang terjadi relatif cepat, sehingga
penambahan bahan kimia dapat diinjeksikan ke dalam sump sebelum dipompa ke
tailing dam.
11.7 Pengolahan Limbah dengan efek iradiasi radium
Radium (Ra-226) adalah radionuklida berpemancar , dengan umur
paruh sekitar 1600 tahun, meluruh dengan menghasilkan gas radon (Rn-222).

Sumber bekas Ra-226 dari rumah sakit dan industri sudah tidak efisien untuk
dipakai lagi, digantikan dengan sumber jenis lain, maka sumber bekas tersebut
digolongkan sebagai limbah dan diserahkan ke PTLR-BATAN. Untuk
pengamanan penyimpanannya, sumber radium bekas tersebut diolah secara
kapsulasi dalam tabung stainless steel SS 304 (diameter 20 mm dan tinggi 110
mm) yang tahan karat dan tekanan, dan ditempatkan ke dalam LTSS (long term
shield storage) dari bahan timbal. Paparan radiasi sumber bekas Ra-226 dalam
kapsul stainless steel adalah 760 mSv/jam pada jarak 1 m dari permukaan kapsul.
Sumber Ra-226 bekas yang tersimpan di PTLR relatif banyak jumlahnya dan
setelah dikapsulasi dengan isolator bahan baja tahan karat jenis SS.304 masih
berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai iradiator gamma karena umur paruhnya
panjang. Pada percobaan iradiasi limbah simulasi KCN menggunakan sumber
jenis tersebut dengan laju dosis 760 mSv/jam pada jarak 1 m mampu menurunkan
konsentrasi sianida dari 1500 ppm menjadi 22 ppm dalam waktu iradiasi 33 hari.
11.7.1 Cara Kerja
Iradiasi sampel dilakukan dengan cara merendam sebuah kapsul sumber
Ra-226 yang diambil dari LTSS No.8 Lobang No.0 ke dalam 700 ml sampel
limbah simulasi dalam gelas beker yang telah ditempatkan di dalam fasilitas
berpenahan radiasi. Lama waktu perendaman divariasikan 0, 120, 264 dan 792
jam, dan setiap perubahan waktu iradiasi dilakukan pengambilan cuplikan untuk
analisis kandungan sianida. Analisis kandungan sianida dilakukan dengan cara
titrasi volumetri menggunakan larutan standar AgNO3 0,1 N dan AgNO3 0,001 N.
Sebagai indikator stokiometrinya ditandai dengan terbentuknya endapan warna
putih dari AgCN. Hasil analisis kandungan sianida dan waktu iradiasi terhadap
limbah simulasi ditentukan dan dievaluasi.

Gambar 7. System pengolahan limbah


Sumber: pusat teknologi limbah radioaktif

DAFTAR PUSTAKA
Donato, D, 1999, Bird Usage Patterns on Northern Territory Mining Water
Tailings and their Management to Reduce Mortalities, Public Report, 1999,
Darwin, Northern Territory, Department of Mines and Energy. hal. 179
Donato, D

Griffiths, SR 2005, Wildlife cyanosis: managing the risks, in

workshop on Good Practice of Cyanide Management in the Gold


Industry, Perth, ACMER.
Dwiyono, Agus. 2011. Laporan Kerja Praktek PT. Antam Tbk. Jurusan Teknik
Kimia Fakultas Teknologi Industri UPNVeteranYogyakarta.
Sutoto, 2007, studi efek iradiasi radium untuk pengolahan limbah sianida industri
pertambangan emas, Jurnal Teknologi Pengolahan Limbah, 10, 2, pusat
teknologi limbah radioaktif,BATAN.
https://www.scribd.com/doc/48564587/PENGOLAHAN-BIJIH-EMAS,
pada Sabtu 11 juni 2016 pukul 11:00 WIB

diakses

You might also like