You are on page 1of 57

BAB 1

PENDAHULUAN
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Trauma mengacu pada luka tubuh atau kejutan yang dihasilkan oleh cedera fisik
tiba-tiba, seperti dari kekerasan atau kecelakaan. Kasus kecelakaan lalu lintas
merupakan keadaan serius yang menjadi masalah kesehatan di negara maju maupun
berkembang. Di negara berkembang seperti Indonesia, perkembangan ekonomi dan
industri memberikan dampak kecelakaan lalu lintas yang cenderung makin
meningkat.
Hal ini juga dapat digambarkan sebagai luka fisik atau cedera, seperti fraktur atau
pukulan. Sedangkan biomekanik trauma adalah proses / mekanisme kejadian
kecelakaan pada saat sebelum, saat dan sesudah kejadian. Keuntungan mempelajari
biomekanik trauma adalah dapat mengetahui bagaimana proses kejadian dan
memprediksi kemungkinan bagian tubuh atau organ yang terkena cedera. Pengetahuan
akan biomekanik trauma penting karena akan membantu dalam mengerti akibat yang
ditimbulkan trauma dan waspada terhadap jenis perlukaan tertentu. Trauma dapat
mengakibatkan komplikasi sekunder seperti kejutan peredaran darah, kegagalan
pernafasan dan kematian. Trauma adalah penyebab utama kematian keenam di seluruh
dunia, yaitu 10% dari semua kematian, dan merupakan masalah kesehatan masyarakat
yang serius dengan biaya sosial dan ekonomi yang signifikan. Pada Trauma terjadi
dua hal penting pada tubuh manusia:
1. Proses trauma : kecelakaan akan mengakibatkan benturan pada tubuh manusia
yang menyebabkan cedera, proses ini disebut Biomekanika Trauma
2. Tubuh manusia bereaksi terhadap trauma dengan adanya perubahan metabolisme
disebut Respon Metabolik Terhadap Trauma.
Perkembangan teknologi transportasi yang meningkat pesat, telah menyebabkan
tingkat kecelakaan lalu lintas semakin tinggi. Akibat kemajuan teknologi, disatu sisi
menyebabkan daya jangkau dan daya jelajah transportasi semakin luas, disisi lain
menjadi penyebab kematian yang sangat serius dalam beberapa dekade terakhir.
Keadaan ini, semakin parah mengingat kurangnya kesadaran masyarakat akan
keselamatan lalu lintas dan lamban atau kurang tepatnya penanganganan korban
akibat kecelakaan lalu lintas.1
1

Kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab terbanyak terjadinya cedera di


seluruh dunia. Cedera akibat kecelakaan lalu lintas adalah penyebab utama kematian
dan disabilitas (ketidakmampuan) secara umum terutama di negara berkembang. 1
Informasi yang rinci mengenai biomekanik dari suatu kecelakaan dapat
membantu identifikasi sampai dengan 90 % dari trauma yang diderita penderita.
Informasi yang rinci dari biomekanik trauma ini dimulai dengan keterangan dari
keadaan / kejadian pada fase sebelum terjadinya kecelakaan seperti minum alkohol,
pemakaian obat, kejang, sakit dada, kehilangan kesadaran sebelum tabrakan dan
sebagainya. Anamnesis yang berhubungan dengan fase ini meliputi :
a. Tipe kejadian trauma, misalnya : tabrakan kendaraan bermotor, jatuh atau
trauma / luka tembus.
b. Perkiraan intensitas energi yang terjadi misalnya : kecepatan kendaraan,
ketinggian dari tempat jatuh, kaliber atau ukuran senjata.
c. Jenis tabrakan atau benturan yang terjadi pada penderita : mobil, pohon, pisau dan
lain-lain.
Dalam beberapa tahun terakhir ini, kecelakaan lalu lintas di Indonesia oleh Badan
Kesehatan Dunia (WHO) dinilai menjadi pembunuh terbesar ketiga, di bawah
penyakit jantung koroner dan tuberculosis/TBC. Data WHO tahun 2011 menyebutkan,
sebanyak 67 persen korban kecelakaan lalu lintas berada pada usia produktif , yakni
22 50 tahun. Terdapat sekitar 400.000 korban di bawah usia 25 tahun yang
meninggal di jalan raya, dengan rata-rata angka kematian 1.000 anak-anak dan remaja
setiap harinya. Bahkan, kecelakaan lalu lintas menjadi penyebab utama kematian
anak-anak di dunia, dengan rentang usia 10-24 tahun.2
Sebagaimana diketahui, masyarakat modern menempatkan transportasi sebagai
kebutuhan turunan, akibat aktivitas ekonomi, sosial dan sebagainya. Oleh karena itu,
kecelakaan dalam dunia transportasi memiliki dampak signifikan dalam berbagai
bidang kehidupan masyarakat.
1.2 Rumusan Masalah
Dalam referat ini kami membatasi pembahasan pada perlukaan yang terjadi pada
kecelakaan lalu lintas darat, yaitu :
1. Kendaraan roda empat (mobil)
2. Kendaraan roda dua (motor)
3. Kecelakaan yang melibatkan pejalan kaki

4. Perbedaan perlukaan yang terjadi intravital dan postmortem pada kasus kecelakaan
lalu lintas.
Mengetahui pola kekerasan atau perlukaan yang terjadi pada kecelakaan lalu lintas
merupakan hal yang penting, karena dari pola perlukaan yang terjadi maka dapat
ditentukan hal-hal yang dapat menerangkan kejadian saat kecelakaan terjadi.
Oleh karena itu dalam referat ini akan dibahas mengenai berbagai hal yang berkaitan
dengan terjadinya kecelakaan lalu lintas, meliputi :
- Faktor yang mempengaruhi terjadinya kecelakaan lalu lintas
- Mekanisme dan proses terjadinya perlukaan pada kecelakaan lalu lintas serta
perlukaan yang terjadi intravital dan postmortem pada kasus kecelakaan lalu lintas.
- Jenis-jenis pola perlukaan yang ditemukan akibat kecelakaan yang terjadi
- Akibat yang ditimbulkan karena perlukaan pada kecelakaan
1.3 Tujuan
Tujuan Umum
Mengetahui gambaran pola kekerasan pada kecelakaan lalu lintas.
Tujuan Khusus
1. Mengetahui mekanisme terjadinya benturan
2. Mengetahui pola perlukaan (jenis luka dan lokasi luka) pada korban kecelakaan lalu
lintas berdasarkan jenis kendaraan, posisi orang dalam kendaraan, dan perlukaan
pada pejalan kaki.
3. Mengetahui perbedaan luka yang terjadi intravital dan postmortem pada kecelakaan
lalu lintas.
4. Mengetahui pemeriksaan forensik terhadap korban kecelakaan lalu lintas
1.4 Manfaat
Dari studi literatur ini diharapkan dapat :
1. Memberikan informasi bagi mahasiswa kedokteran dalam bidang Ilmu Kedokteran
Forensik dan Medikolegal mengenai Biomekanika Trauma.
2. Bagi penulis bermanfaat untuk menambah wawasan serta pengalaman dalam bidang
Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal.
3. Bagi masyarakat diharapkan bermanfaat sebagai masukan dan informasi mengenai
bahaya kecelakaan lalu lintas.

4. Data yang diperoleh dari studi literatur ini diharapkan berguna sebagai dasar untuk
studi selanjutnya.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
I.

DEFINISI TRAUMA BIOMEKANIK


Biomekanika trauma adalah ilmu yang mempelajari kejadian cedera pada suatu
jenis kekerasan atau kecelakaan. Biomekanika trauma ini penting diketahui untuk
membantu dalam menyelidiki akibat yang di timbulkan trauma dan waspada terhadap
perlukaan yang diakibatkan trauma. 1 Sedangkan jenis perlukaan dapat digolongkan
menjadi dua yaitu :
1. Perlukaan yang tampak atau kelihatan, misalnya luka pada bagian luar tubuh.
2. Perlukaan yang tidak dapat dilihat secara langsung, misalkan perlukaan pada
organ dalam tubuh.
Sedangkan organ dalam dibagi menjadi dua yaitu :
1.

Organ tidak berongga (padat, solid), contohnya hepar (hati), limpa, paru dan
otak
2. Organ berongga contohnya usus
Perlukaan organ dalam tubuh dapat terjadi, melalui mekanisme cedera yaitu :
- Cedera Langsung :
Misalnya kepala dipukul martil, maka kulit kepala bisa robek dan menimbulkan
perdarahan luar, tulang kepala dapat retak atau patah serta dapat mengakibatkan
-

perdarahan di otak.
Cedera akibat gaya perlambatan (deselerasi)
Misalnya seorang pengendara sepeda motor yang mengalami kecelakaan lalu
lintas yaitu menabrak pohon, setelah badan berhenti di pohon maka organ dalam

akan tetap bergerak maju, dalam rongga masing-masing.


Cedera akibat gaya percepatan
Misalnya pengendara mobil yang ditabrak dari belakang bisa terjadi karena
kendaraan yang ditabrak kecepatan melajunya lebih pelan atau berhenti sehingga
menimbulkan cedera karena terjadi daya pecut (whiplash injury) dan apabila
mobil yang ditabrak tidak memakai head rest (sandaran kepala) dapat
menyebabkan cedera dibawah tulang leher dan luka tembak.

Cidera kompresi
Misalnya mainan anak anak yaitu sebuah kantung kertas yang ditiup kemudian
ditutup lalu dipukul untuk menimbulkan efek ledakan, ini juga dapat terjadi pada
organ berongga yang dapat pecah karena mendapatkan tekanan.

II.

KLASIFIKASI TRAUMA BIOMEKANIK

2.1 Biomekanika Trauma Pada Kecelakaan Kendaraan


Kecelakaan adalah serangkaian peristiwa dari kejadian-kejadian yang tidak
terduga sebelumnya, dan selalu mengakibatkan kerusakan pada benda, luka atau
kematian. Kecelakaan lalu lintas dibagi atas A motor-vehicle traffic accident dan
Non motor-vehicle traffic accident.6
A motor-vehicle traffic accident adalah setiap kecelakaan kendaraan bermotor
di jalan raya.Non motor-vehicle traffic accident, adalah setiap kecelakaan yang terjadi
di jalan raya, yang melibatkan pemakai jalan untuk transportasi atau untuk mengadakan
perjalanan, dengan kendaraan yang bukan kendaraan bermotor.6
Suatu peristiwa dikatakan sebagai kecelakaan lalu lintas, bila:6
1.

Terdapat kerusakan pada benda

derajat 1

2.

Terdapat luka : non- visible

derajat 2

3.

Terdapat luka : minor-visible

derajat 3

4.

Terdapat luka : serious visible

derajat 4

5.

Terdapat korban tewas

derajat 5

Fakta fisika dasar dapat menjelaskan pola perlukaan yang kompleks karena
kecelakaan lalu lintas.Trauma jaringan disebabkan karena adanya perbedaan dari
pergerakan. Pada kecepatan yang konstan, dengan kecepatan yang berbeda, tidak akan
menimbulkaan efek apapun seperti pada perjalanan luar angkasa atau rotasi bumi.
Adanya perbedaan perpindahan gerak, dapat menyebabkan peristiwa traumatis yaitu,
akselerasi dan deselerasi. 7
Perbedaan ini diukur dengan gaya gravitasi atau umum disebut G force. Jumlah
dimana tubuh manusia dapat mentoleransi sangat bergantung pada arah datangnya gaya
tersebut. Deselerasi dengan kekuatan 300G bisa tidak menimbulkan cedera dan dalam
jangka waktu yang pendek gaya 2000G pun masih bisa tidak menimbulkan cedera, bila
datangnya gaya tepat pada sudut yang tepat pada sumbu panjang tubuh. Tulang frontal
dapat menahan gaya 800G tanpa fraktur dan mandibula 400G, demikian juga dengan
rongga thoraks.7
Selama akselerasi maupun deselerasi jumlah trauma jaringan yang dihasilkan
tergantung dari gaya yang bekerja per unit area, perumpamaan seperti pisau yang tajam
akan menembus lebih mudah daripada yang tumpul dengan gaya yang sama. Jika
sebuah pengendara mobil diberhentikan tiba-tiba dari kecepatan 80 km/jam dan 10 cm2
6

luas dari kepala membentur kaca depan kerusakan akan lebih parah dibandingkan
dengan gaya yang sama dan tersebar 500 cm2 sepanjang sabuk pengaman.7
Pada benturan dari arah frontal, tidak mungkin kendaraan langsung berhenti
sempurna, walaupun menabrak struktur yang sangat besar dan tidak bergerak.
Kendaraan itu akan berubah bentuk dan mengurangi gaya deselerasi dan mengurangi G
force yang akan diterima dari penumpang kendaraan. Nilai dari G forces dapat dihitung
dengan rumus G = C ( V2 )/D, dimana V = kecepatan (km/jam), D jarak stop dimulai
dari waktu benturan (m), dan C adalah konstanta 0.034.7
Faktor yang mempengaruhi terjadinya kecelakaan lalu lintas, antara lain:7

Faktor manusia
Faktor manusia merupakan faktor yang paling dominan dalam kecelakaan.
Hampir semua kejadian kecelakaan didahului dengan pelanggaran rambu-rambu
lalu lintas. Pelanggaran dapat terjadi karena sengaja melanggar, ketidaktahuan
terhadap arti aturan yang berlaku ataupun tidak melihat ketentuan yang
diberlakukan atau pula pura-pura tidak tahu, kelelahan fisik bahkan penggunaan
alkohol ataupun obat-obat terlarang.

Faktor kendaraan
Faktor kendaraan yang paling sering terjadi adalah ban pecah, rem tidak berfungsi
sebagaimana seharusnya, kelelahan logam yang mengakibatkan bagian kendaraan
patah, peralatan yang sudah aus tidak diganti dan berbagai penyebab lainnya.
Keseluruhan faktor kendaraan sangat terkait dengan technologi yang digunakan,
perawatan yang dilakukan terhadap kendaraan.Data resmi yang dikeluarkan
Dishub Kota Depok mencatat, saat ini jumlah angkot yang beroperasi melayani
penumpang di 40 trayek atau rute yang ada berjumlah 7.504 unit kendaraan. Dari
jumlah itu sebanyak 3.752 unit atau 50 persennya tidak layak beroperasi.
Keberadaan angkot tak layak jalan itu pun kerep menimbulkan persoalan. Seperti,
terjadinya kebakaran akibat konsleting listrik. Dan mogok ditengah jalan
sehingga menggangu arus lalu lintas

Faktor jalan
Faktor jalan terkait dengan kecepatan rencana jalan, geometrik jalan, pagar
pengaman didaerah pegunungan, ada tidaknya median jalan, jarak pandang dan
kondisi permukaan jalan. Jalan yang rusak/berlobang sangat membahayakan
pemakai jalan terutama bagi pemakai sepeda motor.
7

Faktor lingkungan
Hari hujan juga mempengaruhi unjuk kerja kendaraan seperti jarak pengereman
menjadi lebih jauh, jalan menjadi lebih licin, jarak pandang juga terpengaruh
karena penghapus kaca tidak bisa bekerja secara sempurna atau lebatnya hujan
mengakibatkan jarak pandang menjadi lebih pendek. Asap dan kabut juga bisa
mengganggu jarak pandang, terutama didaerah pegunungan.

2.1.1 Epidemiologi Kecelakaan Lalu Lintas


Epidemiologi kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan korban tewas di kawasan
Asia Tenggara (South East Asia Region, disingkat SEAR) pada tahun 2010 sejumlah
33.815, dengan rata-rata 18,5 korban meninggal per 100.000 populasi. Rata-rata
kematian karena kecelakaan lalu lintas lebih tinggi pada negara berpendapatan
menengah ke bawah dengan 19,5 kematian per 100.000 populasi dari pada di negara
miskin dengan 12,7 kematian karena kecelakaan lalu lintas per 100.000 populasi. 3

Gambar 1. Estimasi kematian kecelakaan lalu lintas per 100,000 populasi di SEAR 3

Gambar 2. Jumlah kendaraan terdaftar per 1000 populasi di negara SEAR 3


Pengguna jalan yang rentan (pengguna kendaraan bermotor roda dua dan tiga,
pejalan kaki dan pesepeda) menyumbangkan hampir setengan (50%) dari total
kematian karena kecelakaan lalu lintas di wilayah Regional Asia Tenggara. Dua per
tiga kendaraan yang memadati lalu lintas di SEAR adalah kendaraan bermotor roda
dua dan tiga, pengguna dari kendaraan tersebut menyumbangkan sepertiga dari total
kematian di regional ini. Tidak ada negara di kawasan ini yang memiliki peraturan
yang mengatur lima faktor risiko cidera dari kecelakaan lalu lintas secara menyeluruh,
diantaranya: pembatasan kecepatan, konsumsi alkohol saat mengemudi, penggunaan
helm untuk pengguna kendaraan roda dua, penggunaan sabuk keselamatan dan
pengaman untuk penumpang anak-anak.
Tabel 1. Proporsi kematia kecelakaan lalu lintas berdasarkan tipe kendaraan 3

Jumlah peristiwa kecelakaan lalu lintas di Kota Semarang pada tahun 2012 sampai
tahun 2014 mengalami penurunan, namun pada tahun 2014 jumlah peristiwa
kecelakaan masih cukup tinggi yaitu 801 kejadian dengan 88 korban meninggal, 97
luka berat dan 970 luka ringan. Jumlah tersebut disebabkan oleh jumlah kepemilikan

kendaraan yang terus meningkat dan tidak diiringi dengan perkembangan jalan dan
fasilitas-fasilitas yang mendukung pengguna jalan dalam berkendara di jalan raya.
Selain faktor tersebut, tingkat kedisiplinan para pengguna jalan yang masih rendah
juga menjadi salah satu penyebab masih tingginya peristiwa kecelakaan yang terjadi
di Kota Semarang.
Jumlah Peristiwa kecelakaan lalu lintas di Kota Semarang untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada tabel di bawah.
Tabel 2. Jumlah Peristiwa Kecelakaan Lalu Lintas di Kota Semarang 4,5

Tabel 3. Jumlah Kecelakaan Lalu Lintas di Kota Semarang (jenis kendaraan) 4,5

Tabel 4. Jumlah Korban Manusia Kecelakaan Lalu Lintas di Kota Semarang4,5

10

2.1.2 Tabrakan mobil


a.

Tabrakan dari depan (frontal)

Gambar3.tekanandariatapdanmesinmobil.17
Tabrakan frontal adalah tabrakan atau benturan dengan benda di depan
kendaraan yang secara tiba- tiba mengurangi kecepatannya. 25 % korban berusia
> 50 tahun.
Orang yang didalam kendaraan yang mengerem mendapat jumlah energy
yang sama , tetapi di bagi pada permukaan yang luas ( seperti gesekan tempat
duduk, kaki pada lantai, ban yang mengerem, ban pada jalan, tangan pada setir)
dan untuk jangka waktu yang lebih lama. Penumpang yang tidak memakai sabuk
pengaman dalam kendaraan yang tabrakan, mengalami peristiwa yang sama
seperti kendaraan yang ditumpanginya. Ketika tabrakan menyebabkan kendaraan
berhenti tiba-tiba, penumpangnya bergerak terus kedepan dengan initial velocity
yang sama sampai sesuatu menghentikan gerakkannya seperti dashboard, kaca
depan atau tanah kalau penumpang tersebut terlempar keluar.1
Gerakan kedepan dari tubuh terhadap tungkai dapat mengakibatkan :
1.
2.
3.
4.

Fraktur dislokasi sendi ankle


Dislokasi sendi lutut
Fraktur femur
Dislokasi posterior acetabulum femoris
Komponen kedua dari gerakan down and under ini adalah gerakan kedepan

dari tubuh dan mengenai setir atau dashboard. Bila bentuk kursi dan posisi
penderita menyebabkan kepala menjadi titik paling depan , maka kepala akan
mengenai kaca depan atau rangka kca depan.
Vertebra cervical menyerap sebagian dari energy initial dan abdomen
menyerap energy dari benturan pada setir atau benturan frontal.Dan juga

11

kompresi langsung pada struktur muka.Dapat juga terjadi laserasi pada jaringan
lunak oleh pecahan/bagian dari kendaraan.

Gambar4.duaorangmeninggaldalamkejadiankecelakaanfrontalmobil
denganmobil17
Tabrakan frontal dengan penderita tanpa sabuk pengaman akan dapat terjadi :
Bagian bawah penderita bergeser ke depan, biasanya lutut akan
menghantamdashboard
Bagian atas penderita turut tergeser ke depan, dada atau perut akan
menghantam stir
Tubuh pendorong terdorong ke atas kepala akan menghantam kaca depan
Penderita terpental kembali ke tempat duduk

Gambar5.mayoritaslukayangdiakibatkantabrakanfrontal.A.cederakepala.
B.cederatulangcervicaldanvertebrae.C.traumadada.D.Frakturtulang
panggul.E.frakturtulanglututkaki.17

Pada suatu benturan frontal dengan penderita tanpa sabuk pengaman akan ada
beberapa fase :
- Fase 1
12

Bagian bawah penderita bergeser ke depan, biasanya lutut terbentur


dashboard. Tulang paha akan menahan beban terlalu berat, akibatnyatulang
paha bisa patah jika tidak kuat manahan beban. Sendi panggul terdorong ke
belakang, jika tidak kuat menahan beban sendi panggul bisa terlepas dari
mangkuknya.

Gambar 6. angkle trauma16

- Fase 2
Bagian atas penderita turut bergeser ke depan , dada dan perut akan
menghantam setir mobil. Dalam keadaan ini kemungkinan yang cedera
adalah dada atau perut tergantung dari posisi setir (tergantung jenis
mobil).Jika mobil kecil kemungkinan mencederai dada, mobil besar
kemungkinan mencederai perut, atau bahkan mencederai dada dan perut
sekaligus.Dalam menangani kasus ini, penolong harus teliti dalam
melakukan pemeriksaan.

Gambar 7.chest trauma16


- Fase 3
Tubuh penderita akan naik, lalu kepala membentur kaca mobil. Dalam fase
ini yang perlu diwaspadai adalah cedera kepala atau leher penderita.
13

- Fase 4
Penderita terpental kembali ke tempat duduk.Pada fase ini kemungkinan
terjadi cedera tulang belakang (dari tulang servikal sampai tulang
sakrum).Pada jenis kendaraan yang tidak memakai sandaran kepala (head
rest) harus berhati-hati terhadap kemungkinan cedera pecut (whiplash
injury) pada tulang leher.

Gambar 8. Trauma cervical pada whiplash injury16


Sedangkan kemungkinan yang paling parah pada fase ini adalah penderita bisa
terpental ke luar kendaraan, sehingga cedera yang diakibatkan bisa lebih banyak
lagi (multi trauma).

Gambar 9.knee trauma, head trauma, chest trauma16

14

b. Tabrakan dari belakang


Tabrakan dari belakang mempunyai biomekanik tersendiri. Biasanya
benturan seperti ini terjadi ketika kendaraan sedang berhenti dan ditabrak dari
belakang oleh kendaraan lain. Kendaraan tersebut berikut penumpangnya
diakselerasi ke depan oleh perpindahan energy dari benturannya. Karena aposisi
sabuk pengaman dan badan, badan diakselerasi ke depan bersama dengan
kendaraannya. Tetapi kepala penumpang atau pengemudi sering diakselerasi
bersama dengan badannya, karena tidak ada sandaran kepala yang fungsional dan
mengakibatkan hiperekstensi leher.Kejadian ini meregangkan struktur penunjang
leher dan menyebabkan terjadinya trauma cervical dan trauma whiplash.Fraktur
dari elemen posterior vertebra servikalis dapat terjadi, seperti fraktur laminar,
fraktur vedikel, fraktur spinous procces, dan ini disebar ke seluruh vertebra
cervical.Fraktur pada beberapa tingkat sering terjadi dansering disebabkan karena
kontak langsung dari bagian-bagian bertulang.Benturan frontal dapat terjadi
setelah kendaraan digerakan.
Tabrakan dari belakang bisa terjadi pada kendaraan yang sedang berhenti
atau kendaraan yang kecepatannya lebih lambat.Cedera yang sering terjadi
biasanya karena adanya daya pecut (whiplash injury) dan cedera yang harus
diwaspadai adalah cedera dibawah tulang leher, apalagi jika kendaraan tersebut
tidak memakai headrest.

c.

Tabrakan dari samping (lateral)


Tabrakan lateral adalah tabrakan/benturan pada bagian samping kendaraan
yang mengakselerasi penumpang menjauhi titik benturan. Benturan seperti ini
adalah penyebab kematian dan trauma tersering kedua setelah trauma frontal.31%
dari kematian karena tabrakan kendaraan terjadi sebagai akibat dari benturan
lateral. Pengemudi yang ditabrak pada sisi pengemudi mempunyai kemungkinan
lebih besar untuk trauma pada sisi kanan tubuhnya, termasuk fraktur iga kanan,
trauma hati dan fraktur skeletal sebelah kanan termasuk fraktur kompresi pelvis.
Demikian juga penumpang di sebelah kiri akan mendapat trauma skeletal yang
sama pada sisi kiri demikian juga dengan trauma thorak dan sering didapat
trauma limpa.
15

Pada benturan lateral kepala bergerak seperti massa atau benda yang berat
yang memutar dan membengkokkan leher ke samping, sedangkan badan di
akselerasi menjauhi sisi terjadinya tabrakan atau benturan. Benturan lateral yang
kuat dapat terjadi avulse akar syaraf dan trauma pada plexus brachialis.
Tabrakan dari samping yang sering terjadi di perempatan jalan yang tidak
ada rambu lalu-lintasnya.Cedera yang bisa terjadi di bagian samping yang
tertabrak kendaraan, yaitu bisa dari kepala hingga kaki tergantung jenis
kendaraan yang menabrak dan yang ditabrak.
d. Terbalik
Kendaraan

yang

terbalik

secara

perlahan

dan

pengemudi

atau

penumpangnya memakai sabuk pengaman jarang sekali mengalami cedera yang


serius, lain halnya dengan kendaraan yang terguling (roll over) apalagi
penumpangnya tidak memakai sabuk pengaman, bisa mengakibatkan cedera di
semua bagian tubuh (multi trauma).
Dalam menangani kasus seperti ini penolong harus berhati-hati karena
semua bagian bisa mengalami cedera baik yang kelihatan maupun yang tidak
kelihatan.Pada kejadian dengankendaraan terbalik yang harus diwaspadai adalah
cedera daerah tulang belakangdan cedera organ dalam.Pada kendaraan yang
terbalik penumpangnya dapat mengenai atau terbentur pada semua bagian dari
kompartemen penumpang.Jenis trauma dapat diprediksi dengan mempelajari titik
benturan pada penderita.Sebagai hukum yang umum dalam kejadian terbaliknya
kendaraan maka terjadi beberapa gerakan yang dahsyat dapat menyebabkan
trauma yang serius (multipeltrauma).Ini lebih berat bagi penumpang yang tidak
memakai sabuk pengaman.
Lokasi perlukaan
Lokasi perlukaan adalah lokasi dimana terjadinya luka akibat kecelakaan lalu
lintas yang meliputi daerah kepala, ekstremitas atas, ekstremitas bawah, tubuh bagian
depan, dan tubuh bagian belakang. 7
a.

Trauma Kompresi
Trauma kompresi terjadi bila bagian depan dari badan berhenti bergerak,
sedangkan bagian dalam tetap bergerak kedepan. Organ-organ terjepit dari
belakang oleh bagian belakang dinding thoraco abdominal dan columna

16

vertebralis dan didepan oleh struktur yag terjepit. Trauma tumpul miokardial
adalah contoh khas untuk jenis mekanisme trauma ini.
Trauma yang mirip dapat terjadi pada parenkim paru dan organ
abdominal.Paru-paru dan isi rongga abdomen menggambarkan variasi khusus
mekanisme trauma dan menekankan prinsip yang menyatakan bahwa keadaan
jaringan pada saat pemindahan energy mempengaruhi kerusakan jaringan. Pada
tabrakan penderita secara reflek akan menarik nafas dan menahannya dengan
menutup glottis, kompresi pada torak menyebabkan rupture alveola dan terjadi
pneumothorak dan atau tension pneumothorak. Meningkatnya tekanan intra
abdominal menyebabkan rupture diafragma dan translokasi organ-organ abdomen
kedalam rongga thorak.Juga dapat terjadi rupture hepar dan gangguan usus akibat
kompresi ini.Trauma kompresi dapat juga terjadi pada jaringan otak.Gerakan
kepala dikaitkan dengan penerapan Force melalui benturan dapat merupakan
akselerasi cepat pada otak.Akselerasi otak pada axis manapun dapat
menyebabkan trauma kompresi pada jaringan susunan syaraf pusat ditempat yang
berlawanan dengan titik benturan.Akselerasi otak juga menyebabkan penekanan
dan peregangan pada tempat pertemuan kritis, seperti pertemuan otak dan batang
otak atau sumsum tulang belakang, dan pertemuan perenkim otak dan membrane
meningeal.Trauma kompresi dapat juga terjadi pada depresi tulang tengkorak.
b.

Trauma Deselerasi
Trauma deselerasi terjadi jika bagian yang menstabilisasi organ, seperti
pedikel ginjal, ligamentum teres, aorta desnden thorax, berhenti bergerak ke
depan bersama badan, sedangkan organ yang mobil seperti limpa, ginjal atau
jantung dan aortic arch tetap bergerak ke depan. Shear forces terjadi di aorta
dengan berlanjutnya gerak ke depan dari aortic arch terhadap aorta desenden yang
statis. Aorta distal melekat pada tulang punggung dan deselerasi yang cepat
terjadi bersama badan. Shear forces yang terbesar terjadi dimana arch aorta
desenden yang stabil bertemu dengan ligamentum arteriosum. Mekanisme trauma
ini dapat juga terjadi dengan limpa dan ginjal pada pedikelnya : pada hati terjadi
laserasi hati bagian sentral, ketika terjadi deselerasi lobus kanan dan kiri sekitar
ligamentum teres : di tengkorak ketika bagian belakang otak terlepas dari
tengkorak dan merobek pembuluh darah dan terbentuk lagi space occupying.
Perlekatan yang banyak pada dura, arachnoid dan pia didalam tengkorak secara
efektif memisahkan otak ke dalam beberapa kompartmen. Kompartmen17

kompartmen ini menderita beban oleh akselerasi maupun deselerasi. Contoh lain
adalah vertebra cervical yang fleksibel dan terikat pada vertebra thoracalis yang
relative tidak dapat bergerak, sering terjadi trauma pada pertemuan servikal 7thorakal 1.
c.

Trauma karena alat pengaman (sabuk pengaman)


Nilai alat pengaman dalam menurunkan trauma telah terbukti, sehingga
tidak perlu diperdebatkan lagi. Riwayat alat pengaman dimulai pada waktu
perang dunia ke I. pemakaian kantung udara akan mengurangi risiko benturan
pada saat tabrakan fontal, namun hanya 70% tabrakan. Pada saat tabrakan
kantung udara akan mengembang lalu segera mengempis kembali. Kantung udara
tidak bermanfaat pada tabrakan dari samping, belakang ataupun terbaik. Kantung
udara samping, untuk menghadapi tabrakan lateral saat ini sedang dalam
perkembangan. Saat ini proteksi maksimal hanya dicapai bila kantung udara
dipakai bersama sabuk pengaman.Bila dipakai dengan benar, sabuk pengaman
dapat mengurangi trauma. Pada kecepatan tinggi, sabuk pengaman sendiri dapat
merupakan sumber trauma, namun tentu saja traumanya akan lebih ringan. Bila
tidak dipakai dengan benar, sabuk pengaman dapat menimbulkan trauma.Agar
berfungsi baik, sabuk pengaman harus dipakai di bawah spina iliaka anterior
superior, dan diatas femur, tidak boleh mengendor saat tabrakan dan harus
mengikat penumpang dengan baik. Bila dipakai terlalu tinggi (diatas spina iliaka)
maka hepar, lien, pancreas, usus halus, duodenum dan ginjal akan terjepit antara
sabuk pengaman dan tulang belakang, dan timbul burst injury atau laserasi.
Hiperefleksi

vertebra

lumbalis

akibat

sabuk

terlalu

tinggi

akan

mengakibatkan fraktur kompresi anterior dari vertebra lumbalis (chance fracture).


Transfer energy dalam rongga thorak dapat sangat besar, walaupun memakai
sabuk pengaman dan dapat menjadi pneumothorak, trauma tumpul jantung
maupun fraktur klavikula; penumpang tidak akan hidup tanpa sabuk pengaman.
Pada daerah dada, jika tidak menggunakan sabuk pengaman akan dijumpai
jejas stir, yang bila benturannya hebat dapat menyebabkan kerusakan pada bagian
dalam yaitu fraktur dada dan iga serta pecahnya jantung.

18

Gambar 10: setir mobil yang tercetak di dada.17


d.

Trauma karena airbag (kantung udara)


Airbag berfungsi sebagai pelindung dalam berkendara dan dikombinasikan
dengan sabuk pengaman.Airbag terdiri dari satu atau lebih sensor yang dapat
mendeteksi perubahan kecepatan secara longitudinal selama benturan, unit
elektronik yang memonitor sistem, sebuah inflator dan kantong udara.Prinsip
airbag itu sendiri adalah sebagai ruangan antara pengendara dengan interior di
dalam mobil yang berupa kantong udara bertekanan rendah yang fungsinya
sebagai bantalan untuk meredam energi yang dilepaskan sewaktu terjadi benturan
dan menyebarkan energi tersebut area tubuh secara maksimal.15
Ketika tubuh yang bergerak membentur benda yang diam, energi yang
dihasilkan akan memberikan kerusakan terhadap jaringan tubuh yang terkena
benturan tersebut, sementara jika tubuh terhalangi oleh sesuatu yang tidak padat
atau bagian tubuh yang terkena benturan tersebut bersifat elastis maka waktu
benturan menjadi lebih panjang dan dampak benturan menjadi berkurang.1

19

Gambar 11. Komposisi airbag18


Menurut hasil penelitian, trauma yang paling sering adalah trauma dada
sehingga biasanya ditemukan perforasi jantung dengan tamponade perikardial,
fraktur iga multipel dengan flail chest, laserasi pada arteri brankiocephalika,
laserasi pada vena kava inferior dan kontusio jantung. Hal ini disebabkan karena
pada pengembangan airbag, kekuatan yang terfoks pada sternum adalah sebesar
20 kNyaitu sekitar enam kali lebih besar dari toleransi yang bisa ditahan
manusia.Ketika airbag mengempis biasanya ditemukan residu kapur karena
pembuat kantung airbag menggunakan kapur sebagai pelicin sehingga kantong
dapat mengembang dan mengempis dengan cepat.Fakta ini dapat membantu saat
dilakukan pemeriksaan luar pada korban.
2.1.3 Biomekanika trauma pada kecelakaan motor
Ada 3 cara yang sering terjadi pada saat kejadian kecelakaan :
1.

Tabrakan frontal, pada kecelakaan ini pengemudi akan terbentur ke depan, kedua
tungkai akan mengenai stang kemudi yang dapat mengakibatkan patah setelah itu
pengemudi akan mengalami terjun bebas dengan cidera yang tak bisa diramalkan.

2.

Benturan dari samping, disini yang terbentur terlebih dahulu adalah kaki setelah
itu pengemudi akan terpental.

3.

Sliding down the bike, pada saat akan terjadi benturan pengemudi dengan sengaja
(profesional) atau tidak sengaja menekan motornya ke bawah sehingga motornya
akan melesat dan pengemudinya di belakangnya. ini menimbulkan cidera yang
paling ringan, namun cidera terhadap jaringan lunak bisa sangat berat apabila
pengemudi tidak memakai jaket atau celana tebal.

Pola perlukaan pada kecelakaan bermotor :


Bagian ekstremitas merupakan bagian tubuh yang paling sering mengalami cedera pada
kasus kecelakaan sepeda motor, namun selain itu juga sering terjadi cedera pada organ
kepala, dada dan juga abdomen. Sepeda motor yang terlibat kecelakaan saat
memungkinkan menimbulkan cedera pada bagian atas tubuh khususnya pada kepala dan
20

tenggorokan. Beberapa cedera terjadi akibat benturan selama pengemudi masih duduk di
atas sepeda motor, tetapi lebih banyak terjadi ketika dia terjatuh dan terhantam pada
aspal jalan atau benda lain. Beberapa kematian terjadi ketika sepeda motor terjatuh dan
menabrak kendaraan. Roda dari kendaraan tersebut mungkin melindas pelindung kepala
tersebut, pengendara juga mungkin dapat menderitabeberapa cedera kepala yang berat
tanpa terjadi kerusakan jaringan lunak kulit kepala. Beberapa jenis ataupun perlukaan
yang terjadi:
a. Karena pengendara sepeda motor tidak mungkin untuk menghindari bersentuhan
atau benturan terhadap benda keras seperti jalan maupun benda keras lainnya saat
terjadi kecelakaan, maka biasanya pengendara mengalami cedera kepala dan sering
dalam tingkat yang parah, dan merupakan 80% penyebap kematian. Meskipun
memakai helm di wajibkan di tiap Negara, namun tingkat keparahan benturan
seringkali mengalahkan efek perlindungan dari pengguna helm, mungkin dapat
ditemukan adanya serpihan helm yang merusak bagian otak besar.Gambaran rusakan
pada tulang tengkorak sedikit banyak juga dapat memberikan petunjuk mengenai
dampak kekerasan yang terjadi terhadap organ otak, besaran daya yang digunakan,
arah datangnya kekerasan dan lain-lain.Secara konvensional, kerusakan tulang
terbagi menjadi dua kategori yakni akibat kekerasan tumpul dan tajam.Kerusakan
akibat kekerasan tumpulmenghasilkan tanda-tanda benturan, pada tulang hingga
serpihan tulang.Dapat juga ditentukan besaran daya yang dihantarkan untuk
menghasilkan kekerasan tersebut, dilihat dari jumlah fragmen tulang yang terbentuk
dan perubahan bentuk fragmen tulang.Baik kekerasan tumpul maupun tajam, tandatanda bekas benturan, patah tulang atau tanda terpotong dapat mengindikasikan
diantaranya bentuk objek yang mengenai tulang saat benturan dan tipe cedera.
b. Cedera pada dada dapat menjadi penyebab kematian yang tidak terdeteksi pada
keadaan dimana terjadi benturan kuat pada dada, dapat timbul memar pada jantung.
Memar ini menyebabkan terbentuknya gumpalan darah (trombosis) yang
menyumbat pembuluh nadi jantung, jalur suplai makanan dan oksigen pada jantung
(arteri coronaria), hingga terjadi kematian mendadak. Karena kondisi ini, pada kasus
kecelakaan lalu lintas dengan cedera pada dada, seyogyanya dilakukan pemeriksaan
patologi anatomi pada otot jantung. Pengamatan seksama pada otot jantung saat
otopsi dapat membantu deteksi kerusakan otot jantung, walau tidak memiliki
sensitifitas yang sama dengan pemeriksaan patologi anatomis.
21

Demikian juga pada kondisi dimana terjadi tekanan atau himpitan yang kuat pada
dada korban, pernafasan dapat terhenti karena dinding dada tidak dapat
mengembanag. Pada otopsi kondisi ini harus diperhatikan dengan seksama,
mengingat, di daerah dada kadang hanya terdapat memar, informasi tambahan pada
tahap persiapan otopsi harus dimaksimalkan untuk dapat mendeteksi dengan baik
asfiksia mekanik ini.
c. anggota gerak (ekstremitas) bawah juga merupakan bagian tubuh yang sering
mengalami cedera pada kecelakaan sepeda motor, baik akibat dari benturan langsung
dengan kendaraan lain, benturan terhadap jalan, maupun karena terjepit oleh bagian
dari kerangka motor. Laserasi, luka gesek dan fraktur sering terjadi pada anggota
gerak bawah. Komplikasi yang sering terjadi adalah fraktur tulang pelvis yang
terjadi pada 55% dari keseluruhan kasus kecelakaan sepeda motor. Dislokasi sendi
maupun patahnya tulang pada ekstremitas pada studi ini memang tidak ada yang
menyumbangkan angka sebab kematian, namun deteksinya penting dalam
pemahaman mekanisme cedera dan pengobatannya. Pada beberapa kasus,
pemeriksaan radiologis akan amat membantu dalam deteksi cedera.
d. Salah satucedera yang juga sering terjadi pada kecelakaan sepeda motor biasanya
berupa kecelakaan tail gating, dimana pengendara sepeda motor menabrak dan
sepeda motor bagian kerangka mesin masuk hingga berada di bawah celah mobil
(truk) tetapi bagian kepala sepeda motor tersangkut di bagian belakang mobil (truk).
Dekapitasi juga dapat terjadi pada kasus kecelakaan yang berat, namun cedera
kepala dan leher hamper selalu terjadi. Saat ini kenderaan besar (truk) di berbagai
Negara diharuskan memiliki besi penahan yang diletakkan di bagian belakang
kenderaan untuk mencegah terjadinya kecelakaan jenis ini, yang juga dapat terjadi
pada kenderaan bermotor lainnya.
Helm pelindung berfungsi baik sebagai pelindung yang bersifat kaku terhadap
benturan yang sebenarnya tergantung dari bahan pembuat bantalan pelindung yang
berada didalam helm, fungsi yang kedua adalah memberikan permukaan yang rata
dengan tujuan untuk memperpanjang jarak berhenti apabila pengendara tergelincir
dan jatuh sehingga menurunkan G Force dari deselerasi yang mungkin terjadi.
Helm dirancang terutama untuk mengontrol kecepatan deselerasi yang terjadi,
sehingga pada benturan yang kuat, yang terjadi pada kecelakaan tinggi, helm
tersebut tetap dapat mengalami kerusakkan atau terjadinya cedera kepala dan otak
akibat persentuhan dengan benda tumpul. Besi penahan (crash bars) yang dipasang
22

atau diletakkan pada bagian depan dari mesin sebenarnya bertujuan untuk
melindungi kaki pada saat terjadi kecelakaan. Namun pada kasus dengan benturan
yang cukup kuat, besi penahan tersebut dapat menyebabkant terjepitnya kaki
pengendara karena besi penahan tersebut terjadi terlekuk kearah dalam dikarenakan
oleh benturan.
2.1.4 Biomekanika trauma Pejalan kaki ditabrak
Lebih dari 7000 pejalan kaki terbunuh setiap tahun setelah tertabrak kendaraan
bermotor, 110000 korban lainnya mengalami trauma serius nonfatal setelah tabrakan
tersebut. Masalahnya ialah kejadian ini merupakan sifat alami orang kota, dimana
hamper 80% trauma seperti ini terjadi di kota dan jalan-jalan pemukiman. Tanda-tanda
bekas rem memang terlihat pada hamper kejaian kecelakaan, mengurangi kecepatan
benturan rata-rata kurang lebih 10mph (16km/jam). Diperkirakan bahwa hamper 90%
dari seluruh pejalan kaki yang tertabrak kejadiannya berlangsung dalam kecepatan
kurang dari 30mph (48km/jam). Anak-anak menempati prosentase yang besar dalam
tabrakan dengan kendaraan ini.Trauma yang dialami pada umumnya meliputi kepala,
thorak, ekstremitas bawah.
Terdapat tiga fase benturan yang dialami pejalan kaki.
a.

Benturan dengan bemper


Tingginya bemper versus ketinggian penderita merupakan factor kritis dalam
traumayang terjadi.Orang dewasa dengan posisi berdiri, benturan awal dengan
bemper biasanya mengenai tungkaidan pelvis.Trauma lutu terjadisama seringnya
seperti trauma pelvis. Anak-a;nak lebih mungkin terkena dadadan abdomen.
Dengan berubahnya desaihn kendaraan dimana bemper lebih rendah, makapola
cidera pun bergeser dimana baik pada dewasa maupun anak, trauma ekstremitas
bawah akan lebih menonjol. Namun kecenderungan ini tidak belaku bagi
kendaraan truk, pick-up ataupun kendaraan rekreasi yang sering ada dijalan raya.

b.

Benturan kaca depan mobil dan tutup mesin


Trauma dada dan kepala merupakan akibat dari benturan dengan atap dan kaca
angin.

c.

Benturan dengan tanah


Trauma kepala dan tulang belakang, terjadi karena penderita terjatuh ke tanah
atau mengalami akselerasi dan mengenai obyek lain sebagai tambahannya.
Trauma kompresi organ dapat terjadi pada keadaan ini.
23

2.1.5 Pola Kelainan Kecelakaan

Pola kelainan pada pejalan kaki. 6,8


Pada pejalan kaki terdapat kelainan yang menurut mekanisme terjadinya dibagi
dalam:
1. Luka karena impak primer, yaitu benturan yang pertama terjadi antara korban
dengan kendaraan
2. Luka karena impak sekunder, yaitu benturan korban yang kedua kalinya
dengan keduakalinya dengan kendaraan (misal : impak primer adalah tungkai,
korban terdorong sehingga jatuh ke belakang terkena pada bagian kaca mobil,
ini yang disebut impak sekunder),
3. Luka yang sekunder, yaitu luka yang terjadi setelah korban jatuh ke atas jalan.
Luka pada tungkai merupakan kelainan yang terpenting didalam menentukan
bagaimana dari kendaraan yang membentur korban.Korban dewasa umumnya
ditabrak dari arah belakang atau samping, luka yang khas biasanya terdapat pada
tungkai bawah, pada satu tungkai atau keduanya.Jika korban berdiri pada
tungkainya sewaktu tabrakan terjadi, luka yang hebat dapat dilihat pada tungkai,
dimana sering terjadi fraktur tersebut dapat terdorong keluar menembus otot. Pada
waktu yang bersamaan dengan terjadinya impak primer pada tungkai bawah
(bumper injuries; bumper fractures), bagian bokong atau punggung akan terkena
dengan radiator atau kap mobil, lampu atau kaca depan (impak sekunder) sebagai
kelanjutannya korban dapat jatuh dari kendaraan ke jalan, dan ini menimbulkan
luka (luka sekunder). 6,8
Korban yang tergeletak di jalan dapat terlindas oleh roda kendaraan, yang
dapat menimbulkan luka yang sesuai dengan bentuk kembang dari ban tersebut
(jejas ban; tyre marks). Luka memar jejas ban yang ditimbulkan oleh penekanan
permukaaan ban pada kulit yang menyebabkan terjadinya perdarahan bawah kulit
yang kemudian berpindah ke tempat yang kurang tertekan, yakni pada daerah
cekungan pada muka ban, berupa perdarahan di tepi. Jejas ban atau tyre marks
berguna dalam penyidikan kasus tabrak lari; yang akan diperkuat lagi bila terdapat
kecocokan golongan darah yang terdapat pada kendaraan dengan golongan darah
korban.6,8
Bila kendaraan yang menabrak tadi termasuk kendaraan berat, seperti truk
atau bis, kelainan pada korban dapat sangat hebat, tubuh seluruhnya dapat hancur
24

atau sukar dikendali; keadaan ini dikenal sebagai crush injuriesatau


compression injuries.6,8
Jika bagian bawah dari kendaraan sangat rendah, tubuh korban dapat terseret
dan terputar , sehingga terjadi pengelupasan kulit dan otot yang hebat keadaan ini
dikenal sebagai rolling injuries. Luka lecet serut dapat ditemukan, dimana pada
awal luka lecet, tampak batas yang lebih tegas sedangkan pada akhir luka lecet,
batas tidak tegas dan terdapat penumpukan kulit ari yang tergeser.6,10,11
Pada daerah dimana terdapat lipatan kulit seperti daerah lipat paha, jika daerah
tersebut terlindungi, kulit akan teregang sehingga menimbulkan kelainan yang
disebut striae like tears, dimana sebenarnya daerah yang terlindas bukan di lipatan
kulit tersebut, tetapi di daerah yang berdekatan.6,10

Pola Kelainan Pada Pengendara Sepeda


Luka-luka pada pengendara sepeda hampir sama dengan pejalan kaki, tetapi lukaluka sekundernya biasanya lebih parah. Letak benturan pada tubuh biasanya
rendah.7

Pola Kelainan Pada Pengemudi Mobil


Bila pada kecelakaan yang terjadi kendaraan berhenti secara mendadak, akan
didapatkan kelainan yang agak khas; yaitu: 6,10
1.

Pada daerah kepala, yang berbenturan dengan kaca akan didapatkan luka
terbuka kecil-kecil dengan tepi tajam sebagai akibat persentuhan dengan kaca
yang pecah; bila benturannya hebat sekali dapat terlihat luka lecet tekan,
memar atau kompresi fraktur.6,10 Cedera leher (whiplash injury) dapat terjadi
pada penumpang kendaraan yang ditabrak dari belakang. Penumpang akan
mengalami percepatan mendadak sehingga terjadi hiperekstensi kepala yang
disusul dengan hiperfleksi. Cedera terjadi terutama pada ruas tulang leher ke
empat dan lima yang membahayakan sumsum tulang belakang. Kerusakan
pada medulla oblongata dapat berakibat fatal. Timbulnya cedera leher ini juga

2.

dipengaruhi oleh bentuk sandaran tempat duduk dan kelengahan korban.9,10


Pada daerah dada, jika tidak menggunakan sabuk pengaman akan dijumpai
jejas stir, yang bila benturannya hebat dapat menyebabkan kerusakan pada

3.

bagian dalam yaitu fraktur dada dan iga serta pecahnya jantung.6,8
Pemakaian sabuk pengaman dapat pula menyebabkan luka bagi si pengemudi,
khususnya bila terjadi tabrakan dengan kecepatan tinggi. Kerusakan tersebut
terutama alat-alat dalam rongga perut, hati dapat hancur. Kelainan yang
25

disebabkan oleh sabuk pengaman (seatbelt injuries) dapat dikenali sebagai


suatu luka lecet tekan yang bentuknya sesuai dengan sabuk tersebut atau dalam
bentuk apa yang disebut perdarahan tepi (marginal hemorrhages), yaitu
perdarahan yang terdapat tepat di luar dan berbatasan dengan tubuh yang
4.

terkena sabuk pengaman tersebut.


Pengemudi biasanya mengalami luka pada pergelangan tanyan karena
menahan kemudi, sedangkan tulang femur dan pelvis mungkin patah akibat

menginjak pedal dengan kuat.10


Pola Kelainan Pada Penumpang Mobil
Penumpang mobil yang duduk di depan dapat mengalami kelainan terutama di
kepala dan bila memakai sabuk pengaman akan ditemukan kelainan seperti
pengendara mobil. Pada penumpang mobil yang duduk di belakang dapat
mengalami kelainan terutama di daerah perut, panggul atau tungkai. 10

Pola Kelainan Pada Pengemudi Sepeda Motor


Luka karena impak primer pada tungkai, luka karena impak sekunder pada bagian
tubuh lain sebagai akibat benturan tubuh dengan bagian lain dari kendaraan
lawan; luka yang yang terjadi sekunder sebagai akibat benturan korban dengan
jalan. Laying the bike down merupakan usaha yang dilakukan untuk menghindari
terjepit antara kendaraan dan objek yang akan ditabraknya, pengendara mungkin
akan menjatuhkan kendaraanya ke samping, membiarkan kendaraan bergeser dan
ia sendiri bergeser dibelakangnya. Bila jatuh dengan cara ini akan dapat terjadi
trauma jaringan lunak yang parah. 6,10
Luka yang terjadi sekunder, seringkali merupakan penyebab kematian pada
korban karena yang mengalami kerusakan adalah kepalanya.Fraktur pada
tengkorak sebagai akibat luka sekunder tersebut dapat mudah diketahui, yaitu dari
sifat garis patahnya, dimana terdapat garis patas linier (fraktur linier), sedangkan
pada keadaan lain, misalnya kepala dipukul dengan palu yang berat, frakturnya
adalah fraktur kompresi. Dengan demikian terdapat perbedaan kelainan fraktur
tengkorak yaitu bila korban (kepala), bergerak mendekati benda tumpul (jalan),
dengan bila kepala diam akan tetapi benda tumpulnya yang dating mendekati
kepala. Pemakaian helm dimaksudkan untuk meredam benturan pada kepala.
Perlu diketahui bahwa bagi pembonceng kendaraan sepeda motor tidak
ditemukan kelainan yang khusus.6,10

26

2.2 Trauma Biomekanik Ledakan (Blast Injury)


Ledakan terjadi sebagai hasil perubahan yang sangat cepat dari suatu bahan
dengan volume yang relative kecil baik pada cairan atau gas menjadi produk-produk
gas. Produk-produk gas ini secara cepat berkembang dan menempati suatu volume
yang jauh lebih besar daripada volume bahan aslinya . Bilamana tidak ada rintangan,
pengembangan gas yang cepat ini akan menghasilkan sesuatu yang dapat dibayangkan
berbentuk bola. Di dalam bola ini tekanan jauh lebih besar daripada tekanan
atmosfer.Pada batas luar bola ini seolah-olah ada dinding yang terdiri dari gas yang
lebih pada, dan beraksi sebagai gelombang tekanan (shock wave). Tekanan akan turun
dengan cepat semakin jauh dari pusat ledakan, dan penurunan tekanan ini akan terjadi
berbanding pangkat tiga dengan jarak .
Pemindahan energy akan terjadi saat gelombang tekanan ini mulai berjalan.
danpemindahan energy yang berbentuk oskilasi ini akanterjadi pada media yang
dilewatinya. Fase tekanan positif dari oskilasi dapat mencapai beberapa atmosfer dalam
ukurannya, tetapi durasinya sangat pendet sedangkan fase negative yang mengikutinya
mempunyai durasi yang sangat panjang.Fakta yang terakhir ini merupakan sesuatu
jawaban terhadap adanya fenomena ambruknya suatu bangunan. Bukan keluar tapi
kedalam ( falling in ward). Trauma ledak dapat diklasifikasikan dalam primer, sekunder
dan tersier.
2.2.1 Mekanisme Ledakan
Dalam istilah kimia, reaksi peledakan ini dikenal dengan nama reaksi eksplosif.
Reaksi eksplosif merupakan reaksi kimia yang berlangsung sangat cepat dan
berlangsung dalam waktu sangat singkat. Reaksi eksplosif ini akan membebaskan
sejumlah energi yang sangat besar. Dalam skala yang besar, reaksi ini mampu
menghancurkan benda-benda yang berada dalam radius daya ledaknya.Reaksi inilah
yang dalam kehidupan sehari-hari dikenal dengan ledakan bom.Reaksi peledakan ini
biasanya berlangsung dengan adanya katalis.Katalis inilah yang menyebabkan suatu
reaksi kimia berlangsung dengan cepat. Katalis adalah suatu zat yang dapat
meningkatkan kecepatan reaksi tanpa memodifikasi perubahan energi gibbs standar dari
suatu reaksi. Platina merupakan salah satu contoh katalis yang digunakan untuk
mempercepat terjadinya reaksi antara hidrogen dan oksigen dalam fasa gas.Dari reaksi
ini dapat menyebabkan ledakan.
Dari beberapa literatur, diketahui bahwa katalis dapat menghasilkan atom
hidrogen dari molekul hidrogen dan atom ini akan menyebabkan terjadinya reaksi
27

rantai yang sangat cepat. Di samping katalis, reaksi peledakan juga bisa terjadi jika ada
nyala api, seperti nyala dari korek api, dan sebagainya. Nyala api ini dapat menjadi
pemicu terbentuknya radikal bebas. Dalam suatu mekanisme reaksi, radikal bebas ini
dapat menyebabkan reaksi bercabang yang menghasilkan lebih dari satu radikal. Jika
reaksi radikal ini terjadi dalam jumlah yang banyak, maka jumlah radikal bebas dalam
suatu reaksi akan meningkat. Akhirnya reaksi akan berlangsung sangat cepat dan akan
dibebaskan energi yang sangat besar. Selanjutnya terjadilah ledakan.
Secara garis besar, peledakan bom adalah transformasi kimia cepat dari padat
atau cair menjadi gas.Gas berekspansi radial luar sebagai gelombang ledakan
bertekanan tinggi yang melebihi kecepatan suara.Udara sangat padat di tepi terkemuka
gelombang ledakan menciptakan sebuah front shock.
Bahan peledak energi tinggi menghasilkan sebuah gelombang kejut supersonik
tekanan tinggi.Tekanan ini ditransmisi melalui medium di sekitarnya (udara, air, dan
tanah) membentuk blast wave.Blast wave mempunyai 3 gambaran :
1. Fase positif
Pada fase positif, terdapat peningkatan yang cepat dari tekanan dalam gelombang
sesuai dengan besarnya ledakan. Hal ini mengakibatkan peningkatan tekanan
udara lingkungan yang menyebar secara radial dengan kecepatan yang kurang
lebih sama dengan kecepatan suara, yaitu sekitar 3000-8000 meter per detik.
Overpressure ini disebabkan oleh kompresi udara di depan gelombang ledakan
yang mengakibatkan pemanasan dan percepatan molekul udara. Tekanan ini
mengeluarkan tenaga yang luar biasa pada objek dan manusia.Gelombang ini
kehilangan tekanan dan kecepatannya sesuai dengan jarak dari sumber
ledakan.Besarnya tekanan puncak pada fase positif serta lamanya fase positif ini
berperan penting dalam keparahan cedera.Sebaliknya, kedua variabel ini sendiri
ditentukan oleh jenis dan jumlah bahan peledak serta lokasi terjadinya ledakan,
apakah berlangsung dalam ruangan atau di ruang terbuka.Cedera yang
diakibatkan oleh peningkatan tekanan ini disebut cedera ledakan primer (primary
2.

blast injuries).
Fase negatif
Pada fase negatif (fase vakum), terjadi penurunan tekanan di bawah tekanan
udara lingkungan.Hal ini mengakibatkan terhisapnya objek, seperti jendelajendela tertarik ke luar.Efek fase negatif ledakan terhadap tubuh manusia ternyata

3.

mirip dengan cedera primer yang ditimbulkan fase positif ledakan.


Mass movement of air (blast wind) dan kemudian kembali normal.

28

Blast wind terjadi akibat udara dalam volume besar bergeser akibat gas yang
dihasilkan ledakan. Blast wave kemudian menghilang dan kemudian kembali ke
tekanan atmosfer normal. Dalam ruang tertutup, gambaran gelombang ledakan
berbeda.Ini diakibatkan oleh refleksi gelombang pada dinding dan objek-objek di
sekitarnya.Terjadi puncak tekanan yang diikuti oleh beberapa puncak tekanan
yang lebih kecil.Puncak-puncak kecil tekanan ini menambah kekuatan
overpressure yang terjadi.Oleh karena itu, cedera yang terjadi pada ruang tertutup
lebih disebabkan oleh perubahan tekanan yang terjadi selama waktu tertentu
daripada puncak overpressure maksimum saja.

Gambar 12.Diagram Gelombang Ledakan dan Komponen Terkait.


Kecepatan dari gelombang ledakan di udara mungkin sangat tinggi, tergantung
pada jenis dan jumlah bahan peledak yang digunakan.Seseorang yang berada di jalur
ledakan tidak hanya terkena tekanan dari barotrauma, melainkan juga tekanan dari
udara berkecepatan tinggi tepat setelah kejutan dari gelombang ledakan. Besarnya
kerusakan akibat gelombang ledakan tergantung pada: 1) puncak gelombang tekanan
positif yang awal (mengingat bahwa tekanan antara 60-80 PSI atau 414-552 kPa
berpotensi mematikan), 2) durasi tekanan, 3) media di mana ia meledak, 4) jarak dari
kejadian gelombang ledakan; dan 5) tingkat fokus dalam kaitan area terbatas atau
dinding. Sebagai contoh, ledakan di dekat atau dalam permukaan bendapadat keras
menjadi diperkuat 2-9 kali karena refleksi gelombang kejut.Akibatnya, individu
diantara ledakan dan bangunan umumnya menderita dua sampai tiga kali derajat cedera
dibandingkan dengan yang ada di ruang terbuka.
2.2.2 Klasifikasi Trauma Ledakan
Empat mekanisme dasar cedera ledakan ini disebut sebagai primer, sekunder,
tersier, dan kuaterner. "Blast Wave" (primer) mengacu pada impuls-tekanan intens
dibuat oleh diledakkan HE. Blast injury yang ditandai dengan perubahan anatomis dan
fisiologis dari angkatan atas-tekanan secara langsung atau reflektif mempengaruhi
29

permukaan tubuh. "Ledakan gelombang HE" (komponen overpressure) harus


dibedakan dari "angin ledakan" (aliran udara paksa super-dipanaskan).
a. Trauma Ledakan Primer
Cedera ledakan secara langsung disebabkan oleh barotrauma yang biasanya
terjadi karena udara memasuki organ-organ, sehingga mengalami kerusakan oleh
tekanan dinamik di jaringan, tetapi tergantung dari lokasi ledakan.Ruptur dari
membran timpani, kerusakan paru dan emboli udara, dan ruptur organ dalam
adalah penyebab primer dari blast injury (luka ledakan).Membran timpani adalah
struktur yang memiliki tehanan yang paling rendah terhadap tekanan dari
ledakan.Gendang telinga dapat menahan efek dari ledakan.Peningkatan tekanan 5
Psi di atas tekanan atmosfer dapat menyebabkan rupturnya gendang telinga, yang
bermanifestasi pada ketulian, tinnitus dan vertigo.Apabila tekanan dinamik tinggi,
maka ossikula dari telinga tengah dapat terlepas.Gangguan karena trauma dapat
menyebabkan tuli permanen.Ruptur membran timpani adalah komplikasi dari
blast injury (luka ledakan).Beberapa pasien mengalami kerusakan paru tetapi
membran timpaninya tidak ruptur.Pada primary injury terjadi perforasi gendang
telinga. Organ lain yang mengalami kelainan setelah kecelakaan ledakan adalah
mata & luka bakar pada tubuh.
Paru adalah organ kedua yang mudah mengalami cedera akibat Primer Blast
Injury, akibat perbedaan tekanan antara alveolar-capillary disebabkan oleh
Hemothorax,

Pneumothorax,

Pneumomediastinum,

&

Subcutaneus

emphysema.Perhatian ini timbul dari tekanan yang bersumber dari gelombang


ledakan.Oleh karena itu tidak mengherankan bila ditemukan pembesaran jantung
atau emboli udara pada pasien yang menderita Primary Blast Injury yang sering
menyebabkan kematian.Cedera pada paru setelah ledakan digambarkan sebagai
kombinasi gejala paru yang disebabkan oleh paparan gelombang yang dihasilkan
oleh ledakan.Biasanya cedera ledakan pada paru terjadi kira-kira 1-10%.Cedera
pada paru setelah terjadi ledakan dapat digambarkan sebagai Acute Respiratory
Distress dengan gejala sesak, bradikardi, hipotensi.Pasien kemungkinan
menderita hipoxemia, hemoptysis, & dapat diintubasi endotracheal.Cedera pada
paru setelah ledakan dapat di identifikasi dengan foto thorax di rumah sakit
terdekat.
Colon adalah organ viscera yang sering terkena akibat Primary Blast Injury
berupa ruptur colon yang disebabkan oleh Ischemik Mesenterik.Selain itu

30

Primary Blast Injury juga dapat menyebabkan perdarahan dari hati, lien, ginjal,
b.

selain itu dapat menyebabkan ruptur bola mata, & serous retinitis.
Trauma Ledakan Sekunder
Banyaknya ledakan yang berisi metalik atau fragmen lainnya yang dapat
menyebabkan luka penetrasi yang berakibat timbulnya kematian.Suatu ledakan
dapat menghamburkan bermacam-macam benda di sekitarnya (paku, logam,
kaca, kayu, dll) disebabkan oleh tekanan yang dihasilkan oleh angin & mengenai
korban. Rata-rata debu & kotoran yang berasal dari tanah atau lumpur dapat

c.

meninggalkan karakteristik yang sama berupa warna kehitam-hitaman pada kulit.


Trauma Ledakan Tersier
Trauma ledakan tersier merupakan hasil dari displasement pada pasien oleh
angin ledakan.Kadang pasien sampai terlempar hingga ke tanah, sehingga dapat
terjadi abrasi, kontusi & cedera tumpul.Biasanya pasien terlempar ke udara.
Trauma ledakan tersier terjadi pada tahun 1995 di kota Oklahoma yang mendapat
serangan bom, dimana 135 orang dilaporkan terlempar akibat tekanan yang
berasal dari ledakan & mengenai objek di sekitarnya.Ledakan yang menimbulkan
kolaps dari dinding pembuluh darah yang bisa menyebabkan kematian akibat
trauma yang luas. Crush syndrome dapat menyebabkan colaps karena kerusakan
jaringan otot & pelepasan myoglobin, potassium, & phosphate. Selain itu Crush
Syndrom dapat menyebabkan gagal ginjal karena retensi potassium yang berlebih
dapat menyebabkan kerusakan otot.Oleh karena itu di butuhkan pengobatan yang
tepat dengan melakukan hidrolisis & Alkalization.Sindrom kompartemen dapat
terjadi karena penyakit dekompresi disertai dengan gejala pembengkakan otot,
iskemik, penurunan perfusi jaringan.Kompartemen syndrome dapat menyebabkan
kematian

jaringan.Kompartemen

syndrome

biasanya

terjadi

pada

extremitas.Tertiary blast Injury juga terjadi pada orang yang mengalami luka
d.

karena ledakan yang mengakibatkan fraktur, cedera otot terbuka atau tertutup.
Trauma Ledakan kuarterner
Trauma ledakan kuartener disebut juga Miscellaneous Injuries yang
disebabkan oleh kecelakaan akibat ledakan atau karena penyakit.Quarternar
Blast Injuries meliputi komplikasi dari kondisi yang ditemukan.Contohnya dapat
terjadi

pada

wanita

hamil

atau

pada

pasien

yang

mengkomsumsi

anticoagulant.Quarternary Injuries meliputi luka bakar (kimia), keracunan,


radiasi, Asfiksia ( berupa CO atau sianida, asbes). Quarternar Blast Injuries bisa
juga disebabkan oleh bom.Trauma ledakan kuarterner disebabkan dari bermacammacam dampak dari ledakan, termasuk luka bakar kimia, debu yang mengandung
31

racun & terhirup, paparan radiasi, terkena reruntuhan gedung.Fase ini dapat
terjadi dalam periode yang panjang, contohnya Post Traumatic Stress Disorder
(PTSD).Luka bakar kimia atau terhirupnya debu yang mengandung racun dapat
berasal dari racun yang dikandung oleh bahan-bahan ledakan atau dari materialmaterial setelah terjadi ledakan.
Cedera Kuarter merupakan ke semua jenis cedera selain dari kalsifikasi luka
primer, sekunder dan tersier.Yang termasuk dalam tipe cedera kuarter yakni luka
bakar, luka remuk, dan cedera pernapasan.Gangguan psikologis akut dan kronik
sering dijumpai pada korban-korban ledakan bom.Api yang dihasilkan akibat
ledakan dapat mengakibatkan luka bakar karena temperatur gas dapat mecapai
3000o C. Derajat luka bakar ditentukan oleh besarnya peningkatan temperatur
dan lama terjadinya peningkatan ini1.Luka bakar yang terjadi akibat ledakan pada
ruang tertutup mempunyai luas yang lebih besar.Prevalensi luka bakar pada
trauma ledakan sangat bervariasi.Beberapa kepustakaan menyebutkan luka bakar
jarang ditemukan pada orang yang selamat.
Tabel 6. Mekanisme Cedera ledakan
Kategori

Karakteristik

Primary

Unik untuk HE, hasil dari


dampak gelombang selama
tekanan dengan permukaan
tubuh.

BagianTubuhTerke
na
Struktur diisi gas
terutama paru-paru,
saluran pencernaan,
dan telinga bagian
tengah.

JenisCedera

Blast
(pulmonary
barotrauma)

lung

Membran
timpani
pecah
dan
merusak telinga bagian
tengah

Abdomen
perdarahan dan perforasi
- Globe (mata) pecahKonkusi (TBI tanpa
tanda-tanda fisik dari
cedera kepala)

Secondary

Hasil dari terbang puing-puing Setiap bagian tubuh


Menembus
(fragmentasi)
dan pecahan bom.
yang mungkin akan balistik
atau cedera tumpul
terpengaruh.

penetrasimata
(bisaterjadi)

32

Tertiary

Hasil dari
dilemparkan
ledakan.

individu yang Setiap bagian tubuh


Fraktur
dan
oleh
angin yang mungkin akan trauma amputasi
terpengaruh.

Cedera
otak
tertutup dan terbuka

Quaternary Semua
ledakan
yang Setiap bagian tubuh
berhubungan dengan cedera, yang mungkin akan
penyakit, atau penyakit bukan terpengaruh.
karena primer, sekunder, atau
tersier.
Termasuk eksaserbasi atau
komplikasi dari kondisi yang
ada.

Burns
(flash,
parsial, dan ketebalan
penuh)

Crush

Cedera
otak
tertutup dan terbuka

Asma,
PPOK,
atau masalah pernapasan
lainnya dari debu, asap,
atau asap beracun

Angina

Hiperglikemia,
hipertensi

33

2.2.3 Gejala Klinis Trauma Ledakan


Tabel 7. Gejala Klinis Pada Cedera Ledakan
Sistem
Auditori

Cedera atau Kondisi


Membran timpani pecah, gangguan ossicular, kerusakan koklea, asing
tubuh

Mata, Orbita,

Berlubang dunia, benda asing, emboli udara, patah tulang

Wajah
Pernafasan

Ledakan paru-paru, hemothorax, pneumotoraks, luka memar paru dan


perdarahan, fistula AV (sumber emboli udara), kerusakan epitel saluran
napas, aspirasi pneumonitis, sepsis

Pencernaan

Perforasi usus, perdarahan, pecah hati atau limpa, sepsis, iskemia


mesenterika dari emboli udara

Peredaran

Jantung memar, infark miokard dari emboli udara, shock, hipotensi

darah

vasovagal, cedera pembuluh darah perifer, emboli udara yang


disebabkan cedera

Cedera SSP

Gegar otak, cedera otak terbuka dan tertutup, stroke, cedera tulang
belakang, emboli udara yang disebabkan cedera

Cedera ginjal

Ginjal memar, luka, gagal ginjal akut karena rhabdomyolysis, hipotensi,


dan hipovolemia

Cedera

Trauma amputasi, patah tulang, luka menghancurkan, sindrom

ekstremitas

kompartemen, luka bakar, luka, lecet, oklusi arteri akut, emboli udara
yang disebabkan cedera

2.3

Luka Tembak

2.3.1 Definisi 11
Luka tembak adalah luka yang disebabkan oleh penetrasi anak peluru kedalam
tubuh yang diproyeksikan ewat senjata api atau persentuhan peluru dengan tubuh.
Yang termasuk dalam luka tembak adalah luka tembak masuk maupun luka tembak
keluar.Luka tembak masuk terjadi apabila anak peluru memasuki suatu objek dan
tidak keluar lagi, sedangkan pada luka tembak keluar, anak peluru menembus objek
34

secara keseluruhan.Umumnya luka tembak ditandai dengan luka masuk yang kecil
dan luka keluar yang lebih besar.Luka ini biasanya juga disertai dengan kerusakan
pada pembuluh darah, tulang, dan jaringan sekitar. Luka

tembak

terjadi

karena

energi dari peluru saat menembus tubuh.Semakin besar energi yang dihasilkan peluru,
semakin parah luka yang dapat terjadi. Energi akan meningkat seiring besar, berat dan
kecepatan pelurunya. Secara umum, peluru berukuran besar yang ditembakkan dari
senapaan menyebabkan luka yang lebih besar dibandingkan dengan peluru berukuran
kecil yang ditembakkan dari pistol.
2.3.2 Identifikasi Luka Tembak9
Berdasarkan ciri-ciri yang khas pada setiap tembakan yang dilepaskan dari
berbagai jarak, maka perkiraan jarak tembak dapat diketahui, dengan demikian dapat
dibuat klasifikasinya.

Gambar 13. Gambaran luka tembak


Klasifikasi yang dimaksud antara lain :
2.3.3.1 Luka Tembak Masuk1,6
Ciri luka tembak masuk biasanya dalam bentuk yang berentetan dengan
abrasi tepi yang melingkar di sekeliling defek yang dihasilkan oleh
peluru.Abrasi tepi tersebut berupa goresan atau lecet pada kulit yang
disebabkan oleh peluru ketika menekan masuk kedalam tubuh. Ketika ujung
peluru melakukan penetrasi ke dalam kulit, maka hal tersebut akan
menghasilkan abrasi tepi yang konsentris, yaitu goresan pada kulit berbentuk
cincin dengan ketebalan yang sama, oleh karena peluru masuk secara tegak
lurus terhadap kulit. Ketika ujung peluru melakukan penetrasi pada kulit
dengan membentuk sudut, maka hal ini akan menghasilkan tepi yang eksentris,
yaitu bentuk cincin yang lebih tebal pada satu area. Area yang tebal dari abrasi
35

tepi yang eksentris mengindikasikan arah datangnya peluru.Sebagai tambahan,


semakin tebal abrasi tepi, semakin kecil sudut peluru pada saat mengenai sudut
kulit.
Luka tembak masuk yang tidak khas berbentuk ireguler dan mungkin
memiliki sobekan pada tepi luka.Jenis luka masuk seperti ini biasanya terjadi
ketika peluru kehilangan putaran oleh karena menembak di dalam laras
senjata.Bahkan dalam perjalanannya dengan terpilin, peluru bergerak secara
terhuyung ketika menabrak kulit sehingga sering memberikan gambaran
bentuk D pada luka. Luka tembak masuk yang tidak khas dapat disebabkan
oleh senjata yang tidak berfungsi baik atau oleh karena amunisis yang rusak,
tetapi lebih sering dihasilkan dari peluru jenis Ricochets atau peluru yang
mengenai benda lain terlebih dahulu, seperti jendela yang bergerak otomatis,
sebelum mengenai tubuh. Jenis lain dari luka tembak masuk yang tidak khas
terjadi ketika mulut senjata apu mengalami kontak langsung dengan kulit
diatas permukaan tulang, seperti padan tulang tengkorak atau sternum. Ketika
senjata ditembakkan, maka hal ini akan menghentikan gas secara langsung dari
mulut senjata ke dalam luka di sekitar peluru. Gas akan mengalami penetrasi
ke dalam jaringan subkutan, dimana gas tersebut meluas sehingga
menyebabkan kulit disekitar luka tembak masuk menjadi meregang dan robek.
Luka robek atau laserasi menyebar dari bagian tengah dengan memberikan
defek berbentuk stellata atau penampak seperti bintang.
Luka tembak masuk dapat dibedakan menjadi :
1. Luka tembak tempel (contact wounds)
- Terjadi bila moncong senjata ditekan pada tubuh korban dan
ditembakkan. Bila tekanan pada tubuh erat disebut hard contact,
sedangkan yang tidak erat disebut soft contact.
- Umumnya luka berbentuk bundar yang dikelilingi kelim lecet yang
sama lebarnya pada setiap bagian.
- Jaringan subkutan 5-7,5 cm di sekitar luka tembak masuk mengalami
laserasi.
- Di sekeliling luka tampak daerah yang berwarna merah atau merah
cokelat, yang menggambarkan bentuk dari moncong senjata, ini
disebut jejas laras.
- Rambut dan kulit sekitar luka dapat hangus terbakar.
- Saluran luka akan berwarna hitam yang disebabkan oleh butir-butir
mesiu, jelaga dan minyak pelumas.
36

- Tepi luka dapat berwarna merah, oleh karena terbentuknya COHb.


- Bentuk luka tembak temple sangat dipengaruhi oleh keadaan /
densitas jaringan yang berada dibawahnya, dengan demikian dapat
dibedakan :
a. Luka tembak tempel di daerah dahi
b. Luka tembak tempel di daerah pelipis
c. Luka tembak tempel di daerah perut
- Luka tembak temple di daerah dahi mempunyai ciri :
a. Luka berbentuk bintang
b. Terdapat jejas laras
- Luka tembak temple di daerah pelipis mempunyai ciri :
a. Luka berbentuk bendar
b. Terdapat jejas laras
- Luka tembak temple di daerah perut mempunyai ciri :
a. Luka berbentuk bundar
b. Kemungkinan besar tidak terdapat jejas laras
2. Luka tembak jarak dekat (close range wounds)
- Terjadi bila jarak antara moncong senjata dengan tubuh korban masih
dalam jangkauan butir-butir mesiu (luka tembak jarak dekat) atau
jangkauan jelaga dan api (luka tembak jarak sangat dekat).
- Luka berbentuk bundar atau oval tergantung sudut masuknya peluru,
dengan di sekitarnya terdapat bintik-bintik hitam (kelin tato) dan atau
jelaga (kelim jelaga).
- Ukuran luka lebih kecil dibanding peluru.
- Di sekitar luka dapat ditemukan daerah yang berwarna merah atau
hangus terbakar.
- Bila terdapat kelim tato, berarti jarak antar moncong senjata dengan
korban sekitar 60 cm (50-60 cm), yaitu untuk senjata genggam.
- Bila terdapat pula kelim jelaga, jaraknya sekitar 30 cm (25-30 cm)
- Bila terdapat juga kelim api, maka jarak antara moncong senjata
3.

dengan korban sekitar 15 cm.


Luka tembak jarak jauh ( long range wound)
- Terjadi bila jarak antara moncong senjata dengan tubuh korban diluar
jangkauan atau jarak tempuh butir-butir mesiu yang tidak terbakar
-

atau terbakar sebagian.


Jarak diatas 45 cm
Ukuran luka jauh lebih kecil dibandingkan peluru.
Warna kehitaman atau kelim tattoo tidak ada.
Luka berbentuk bundar atau oval dengan disertai adanya kelim lecet.
Bila senjata sering dirawat (diberi minyak) maka pada kelim lecet
dapat dilihat pengotoran berwarna hitam berminyak, jadi ada kelim
kesat atau kelim lemak.

37

2.3.3.2 Luka Tembak Keluar1,6


Jika peluru yang ditembakkan dari senjata api mengenai tubuh korban dan kekuatannya
masih cukup untuk menembus dan keluar pada bagian tubuh lainnya, maka luka tembak
dimana peluru meninggalkan tubuh itu disebut luka tembak keluar.Luka tembak keluar
mempunyai ciri khusus yang sekaligus sebagai perbedaan pokok dengan luka tembak masuk.
Ciri tersebut adalah tidak adanya kelim lecet pada luka tembak keluar, dengan tidak adanya
kelim lecet, kelim-kelim lainnya juga tertentu tidak ditemukan.
Disekitar luka tembak keluar mungkin pula dijumpai daerah lecet bila pada tempat
keluar tersebut terdapat benda yang keras, misalnya ikat pinggang, atau korban sedang
bersandar pada dinding.
Luka tembak keluar umumnya lebih besar dari luka tembak masuk akibat terjadi
deformitas anak peluru, bergoyangnya anak peluru dan terikutnya jaringan tulang yang pecah
keluar dari luka tembak keluar. Pada anak peluru yang menembus tulang pipih, seperti tulang
atap tengkorak, akan terbentuk corong yang membuka searah dengan gerak anak peluru.
Adapun faktor-faktor yang menybabkan luka tembak keluar lebih besar dari luka tembak
masuk adalah:
- Perubahan luas peluru, oleh karena terjadi deformitas sewaktu peluru berada dalam tubuh
dan membentur tulang
- Peluru sewaktu berada dalam tubuh mengalami perubahan gerak, misalnya karena
terbentur bagian tubuh yang keras, peluru bergerak berputar dari ujung ke ujung (end to
end), keadaan ini disebut tumbling
- Pergerakan peluru yang lurus menjadi tidak beraturan , disebut yawning
- Peluru pecah menjadi beberapa fragmen. Fragmen-fragmen ini menyebabkan luka
tembak keluar menjadi lebih besar.
- Bila peluru mengenai tulang dan fragmen tulang tersebut turut terbawa keluar, maka
fragmen tulang tersebut akan membuat robekan tambahan sehingga akan memperbesar
luka tembak keluarnya.
Luka tembak keluar mungkin lebih kecil dari luka tembak masuk bila terjadi pada luka
tembak tempel/kontak, atau pada anak peluru yang telah kehabisan tenaga pada saat
keluar meninggalkan tubuh, bentuk luka tembak keluar tidak khas dan sering tidak
beraturan. Pada beberapa keadaan luka tembak keluar lebih kecil dari luka tembak
masuk, hal ini disebabkan:
- Kecepatan atau velocity peluru sewaktu akan menembus keluar berkurang, sehingga
kerusakannya (lubang luka tembak keluar) akan lebih kecil, perlu diketahui bahwa
kemampuang peluru untuk dapat menimbulkan kerusakan berhubungan langsung
dengan ukuran peluru dan velocity
38

- Adanya benda menahan atau menekan kulit pada daerah dimana peluru akan keluar yang
berarti menghambat kecepatan peluru, luka tembakkeluar akan lebih kecil bila
dibandingkan dengan luka tembak masuk
Bentuk dan jumlah luka tembak keluar tidak dapat diprediksi. Luka tembak keluar
sebagian (parsial exit wound), hal ini dimungkinkan oleh karena tenaga peluru tersebut hampir
habis atau ada penghalang yang menekan pada tempat dimana peluru akan keluar, dengan
demikian luka dapat hanya berbentuk celah dan tidak jarang peluru tampak menonjol sedikit
pada celah tersebut. Jumlah luka tembak keluar bisa lebih banyak dari pada luka tembak
masuk, hal ini dimungjkinkan karena:
1. Peluru pecah dan masing-masing pecahan membuat sendiri luka tembak keluar n
2. Peluru menyebabkan ada tulang yang patah dan tulang tersebut terdorong keluar pada
tempat yang berbeda dengan tempat keluarnya peluru.
3. Dua pelurunya masuk kedalam tubuh melalui satu luka tembak masuk (tandem bullet
injury) dan di dalam tubuh ke dua peluru tersebut berpisah dan keluar melalu tempat
yang berbeda.
Peluru jarang dapat dihentikan oleh tulang, terutama tulang-tulang yang
tipis seperti scapula dan ileum atau bagian tipis dari tengkorak. Anak peluru yang
mengenai lokasi yang tidak biasa dapat menyebabkan luka dan kematian tetapi luka tembak
masuk akan sangat sulit untuk ditemukan. Contohnya telinga, cuping hidung, mulut, ketiak,
vagina, dan rektum.

Gambar 5. Luka tembak masuk di sebelah kiri dan luka tembak keluar di sebelah kanan
2.3.4

Mekanisme Kerja Senjata10


Mekanisme kerja senjata, baik senjata angin atau senajata api pada
prinsipnya sama yaitu memanfaatkan tekanan tinggi dari udara atau gas untuk

39

melontarkan anak proyektil atau anak peluru keluar dari laras dengan
kecepatan tinggi.
Pada senjata angin, tekanan yang tinggi itu diperoleh dengan cara
memanfaatkan udara atau dengan merubah CO2 cair menjadi gas dalam
ruangan yang volumenya tetap. Sedang pada senjata api, tekanan yang tinggi
diperoleh dari pembakaran mesiu sehingga dalam waktu sekejap berubah
menjadi gas dengan volume yang besar didalam ruangan yang volumenya
tetap. Dari saru gram mesiu dapat dihasilkan gas (CO2,CO,hydrogen
sulfanida, dan methane) antara 200-900 mililiter dengan suhu yang sangat
panas.
Fungsi picu itu sendiri pada senjata angin sebetulnya untuk melepaskan
udara yang tekanannya telah dibuat tinggi guna melontarkan proyektil, sedang
pada senjata api untuk membuatnya, pin atau pemukul penggalak melakukan
tugasnya sehingga menimbulkan percikan api pada penggalak (primer) guna
membakar mesiu. Selanjutnya, anak peluru atau proyektil yang telah memiliki
gaya kinetic itu, sesudah meninggalkan laras jalannya amat dipengaruhi oleh
banyak hal; seperti misalnya berat massa, bentuk dan diameternya, gravitasi
serta tahanan (resistensi) udara yang dilaluinya. Akibat dari gravitasi itu maka
arah anak oeluru atau proyektil akan membentuk kurva. Semakin jauh
moncong, pengaruh gravitasi semakin dominan sehinggga bentuk kurvanya
semakin tampak nyata.
Menembak seseorang dari depan dan dari belakang penting untuk
membedakan lukatembak masuk dengan luka tembak ke]\luar. Luka tembak
masuk khusus biasanya berbentuk bulat dengan tepi abrasi melingkar yang
mengelingi cacat yang disebabkanoleh senjata. Garis tepi abrasi merupakan
lecet atau kikisan kulit yang disebabkan oleh peluru saat ia mendorong ke
dalam. Garis tepi mungkin konsetntrik atau eksentrik. Ketika peluru masuk ke
dalam kulit, ia akan menyebabkan abrasi tepikonsentrik, karena ia masuk
perpendikuler kulit. Ketika ujung peluru memfenetrasi kulit pada suatu sudut,
ia akan menyebabkan garis tepi abrasi yang eksentrik. Daerah marginabrasi
eksentrik yang tebal mengindikasikan sudut peluru yang lebih dangkal saat ia
peluru menembus kulit.
Luka tembak keluar dari senjata berkekuatan tinggi sangat mungkin
dikarenakan olehkecepatan dan energi kinetic yang tinggi amunisi yang
40

ditembakkan. Stellate-shaped exit wounds, sering ditemukan dan mungkin


menyerupai luka tembak masuk kontak.
Walaupun luka tembak keluar dari senjata bisa lebih besar dan mungkin
menyebabkan banyak kerusakan dibandingkan luka tembak keluar dari senjata
genggam.Dengan memperkirakan tepi luka, ada atau tidak adanya tepi abrasi
bisa dikonfirmasi.
Normalnya, suatu peluru saat ditembakkan akan mengikuti suatu
lengkung arah atau jalur tertentu. Namun, semakin cepat peluru melesat maka
semakin lurus arah dan jalur peluru tersebut.Disipasi energi adalah bagaimana
energi kinetis peluru yang disalurkan ke tubuhdari suatu kekuatan yang
menahannya. Pada kasus proyektil velositas medium dan tinggi,disipasi energi
dipengaruhi

oleh

Drag

(hambatan),

Profile

(profil)

dan

Cavitation(kavitasi).
Drag Faktor-faktor yang memperlambat suatu peluru, termasuk
tahanan angin, hambatan oleh jaringan, dll.
Profile Titik tumbuk peluru merupakan profil dari peluru tersebut.
Semakin besar ukuran titik tumbuk semakin besar energi yang disalurkan.
Cavitation Sering disebut sebagi perluasan alur masuk peluru.
Merupakan lubang di jaringan tubuh yang dihasilkan oleh energi kinetis
peluru.Lubang ini lebih besar daripadalubang masuk peluru. Karenanya,luka
yang dihasilkan lebih besar dari diameter peluru tersebut. Kadang kala,
karenaenergi kinetis peluru sedemikian besar, peluru dapat menembus jaringan
di sebaliknya.Oleh karena itu selalu kaji adanya lubang keluar peluru (exit
wound).
Jika luka tembak masuk dan hubungannya dengan luka tembak keluar
telah ditentukan,langkah selanjutnya adalah menentukan arah tembakan. Arah
tembakan adalah jaras jalannya peluru memasuki tubuh melalui luka tembak
masuk menuju luka tembak keluar.
Untuk

alasan

klaritas

dan

konsistensi,

ahli

forensik

selalu

menggambarkan arah tembakan sebagaimana tubuh korban dalam posisi


anatomis standar saat ia ditembak. Tubuh korban berdiri penuh dengan tangan
ekstensi pada sisi tubuhnya dengan bagian palmar ke depan. Sebagai contoh
luka tembak yang menembus dada kiri dan keluar pada punggung kanan
bawah, arah tembakan digambarkan dari depan ke belakang, kiri ke kanan
41

danatas dan ke bawah. Biasanya ahli forensik hanya bisa membuat opini
dimana posisi tubuh korban bisa atau tidak konsisten dengan arah tembakan,
dan hanya bisa disesuaikan dengan saksi mata.
Kepala
Ketika energi proyektil memasuki tengkorak dan mulai mengalami disipasi, jaringan
otak secara alamiah akan tertekan secara berat (ingat kepala adalah ruang tertutup yang
dibatasi jaringan tulang tengkorak yang kuat).Bila peluru mengenai wajah maka jalan
napas akan rusak atau hancur tergantung pada velositas peluru.
Dada
Jaringan paru relative tahan terhadap kavitasi proyektil. Alveoli membentuk massa
berongga yang mudah bergerak. Sedangkan jantung tidak tahan terhadap kavitasi
sebagaimana paru.Namun lapisan terluar yang meliputi pembuluh pulmoner, aorta dan
jantung merupakan jaringan yang kuat dan elastic. Jaringan ini mungkin mampu
menutupi luka akibat luka tembus velositas rendah,namun tidak mampu mengatasi
kavitasi akibat luka tembus velositas medium dan tinggi.
Bila terjadi cedera di antara garis puting dada dan pinggang, maka selalu curigai
kemungkinan adanya cedera abdominal juga.
Abdomen
Abdomen sering mengalami cedera sekunder saat dada mengalami cedera.Ruang
abdominal merupakan ruang yang besar yang berisi jaringan yang berisi cairan, udara,
jaring padat dan jaringan tulang.Jaringan yang berisi udara dan cairan lebih tahan
terhadap kavitasi daripada jaringan padat.
Ekstremitas
Ekstremitas terdiri dari tulang, otot, pembuluh darah dan jaringan saraf. Luka tembak
sering menyebabkan tulang pecah dan pecahan ini dapat mengakibatkan luka
sekunder.Pecahan ini dapat bersifat seperti misil atau proyektil yang merusak jaringan
lain disekitarnya. Akibatnya jaringan di sekitar akan rusak sehingga fungsi sensorik,
motorik dan bahkan aliran sirkulasi akan terhambat atau bahkan hancur.
- Luka ledakan terbagi dalam 4 kategori yaitu : primer, sekunder, tertier dan
tambahan. Korban mungkin mengalami luka lebih dari hanya satu mekanisme
tersebut.
- Luka ledakan primer disebabkan oleh efek langsung ledakan bertekanan tinggi
terhadap jaringan tubuh. Udara mudah menekan, tidak seperti air. Hasilnya, luka

42

ledakan primer hampir selalu mengenai struktur yang mengandung udara seperti
paru, telinga dan saluran cerna.
- Luka ledakan sekunder disebabkan oleh objek melayang yang menyerang orang
disekitarnya.
- Luka ledakan tertier adalah gambaran ledakan energi tinggi. Jenis ini terjadi
ketikaorang-orang terlempar dan menabrak objek lainnya.
2.3.5 Proses Terjadinya Tembakan10
a. Senjata yang digunakan, meliputi:
- Jenisnya
Dengan melihat ciri-ciri luka akan dapat ditentukan apakah disebabkan oleh
senjata api, senjata angin, atau shotgun.
- Kalibernya
Kaliber senjata dapat diperkirakan dengan melihat diameter cincin lecet.
Kaliber tersebut ditentukan berdasarkan diameter lumen dari laras, yang
tidak selalu sama dengan diameter peluru.
Akibat adanya elastisitas kulit maka biasanya diameter anak peluru sedikit
lebih besar dari diameter cincin lecet. Pada bagian tubuh yang bagian
kulitnya terlihat sangat dekat dengan tulang maka diameter anak peluru
hampir sama besar dengan diameter cincin lecet sebab tulang dapat menjadi
penahan terhadap elastisitas kulit diatasnya ketika mendapat dorongan anak
peluru.
b. Cara melakukan tembakan, meliputi:
- Arah tembakan
Secara teori arah tembakan dapat ditentukan dengan pasti dengan
menghubungkan luka tembak masuk dengan luka tembak keluar.Hanya saja
luka tembak keluar selalu tidak ditemukan.Kalaupun ditemukan kadangkadang luka tersebut terjadi sesudah arah anak peluru berubah setelah
membentur tulang. Selain itu kadang-kadang jumlah luka tembak banyak
sehingga sulit menentukan luka tembak masuk dan luka tembak keluar dari
anak peluru yang sama. Dalam keadaan demikian maka perkiraan arah
tembakan dapat didasarkan pada posisi lubang luka terhadap cincin lecet.
Bila letaknya terpusat berarti arah tembakan tegak lurus terhadap
permukaan sasaran dan bila episentris berarti arahnya miring.
- Jarak tembak

43

Kecuali pada jarak tempel, jarak tembak hanya dapat ditentukan secara
kasar dengan melihat bentuk lukanya serta ada tidaknya produk-produk dari
ledakan mesiu.
Selain itu ada tidaknya luka tembak keluar juga dapat dijadikan dasar
perhitungan secara kasar.Namun harus diingat bahwa banyak senapan
modern sekarang ini yang memiliki kemampuan tinggi, sehingga dapat
menimbulkan luka tembak keluar meskipun ditembakkan dari jarak yang
sangat jauh.
Mengenai daya tembusnya baik pada manusia atau binatang, dipengaruhi
oleh kecepatan (velocity) ketika menyentuh tubuh, berat massa, resistensi
jaringan, serta jarak tembakan.
2.3.6 Cara Pengutaraan Jarak Tembak Dalam Visum et Repertum10
Bila pada tubuh korban terdapat luka tembak masuk dan tampak jelas adanya jejas laras, kelim
api, kelim jelaga atau tato; maka perkiraan atau penentuan jarak tembak tidak sulit.
Kesulitan baru timbul bila tidak ada kelim-kelim tersebut selain kelim lecet.
Bila ada kelim jelaga, berarti korban ditembak dari jarak dekat, maksimal 30 sentimeter.
Bila ada kelim tato, berarti korban ditembak dari jarak dekat, maksimal 60 sentimeter, dan
seterusnya.
Bila hanya ada kelim lecet, cara pengutaraannya adalah sebagai berikut: Berdasarkan sifat
lukanya luka tembak tersebut merupakan luka tembak jarak jauh, ini mengandung arti:
- Korban ditembak dari jarak jauh, yang berarti diluar jangkauan atau jarak tempuh
butir-butir mesiu yang tidak terbakar atau sebagian terbakar.
- Korban ditembak dari jarak dekat atau sangat dekat, akan tetapi antara korban dengan
moncong senjata ada penghalang; seperti bantal dan lain sebagainya.
Bila ada kelim api, berarti korban ditembak dari jarak yang sangat dekat sekali, yaitu maksimal
15 sentimeter.
Menurut Hadikusumo (1998), luka tembak tempel bentuknya seperti bintang, dengan
gambaran bundaran laras senjata api dengan tambahan gambaran vizierkorrel (pejera, foresight)
akibat panasnya mulut laras. Bila larasnya menempel pada kulit, gas peluru ikut masuk ke dalam
luka, dan berusaha menjebol keluar lagi lewat jaringan disekitar luka.
Sementara luka tembak jarak dekat ada sisa mesiu yang menempel pada daerah sekitar
luka.Gambaran mesiu ini tergantung jenis senjata dan panjang laras. Mesiu hitam lebih jauh
jangkauannya dari pada mesiu tanpa asap. Sedangkan luka tembak jarak jauh, luka bersih dengan

44

cincin kontusio, pada arah tembakan tegak lurus permukaan sasaran bentuk cincin kontusionya
konsentris dan bundar.
2.4 Aspek Medikolegal
Berdasarkan pemeriksaan luar dan dalam kemudian dokter membuat laporan
tertulis yang disebut dengan Visum et Repertum. Visum et Repertum merupakan
laporan tertulis yang dibuat oleh seorang dokter dalam proses peradilan sesuai
dengan KUHAP pasal 184. Visum et Repertum ini membantu polisi sebagai bukti
awal untuk menjerat tersangka serta membantu hakim dalam mempertimbangkan
saat memutus perkara di pengadilan.
a. Aspek medikolegal pada kecelakaan
Menurut UU NO.22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan, Pasal 1
No.24 disebutkan bahwa kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di jalan yang
tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa
pengguna jalan yang lain yang mengakibatkan korban manusia dan atau kerugian
harta benda.
Berdasarkan UU NO.22 Tahun 2009 Pasal 229 No.1-5 membagi kecelakaan
lalu lintas sendiri menjadi 3, yaitu:5
1. Kecelakaan lalu lintas ringan, yaitu kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan
kendaraan dan atau barang.
2. Kecelakaan lalu lintas sedang, yaitu kecelakaan yang mengakibatkan luka
ringan dan kerusakan kendaraan dan atau barang.
3. Kecelakaan lalul intas berat, yaitu merupakan kecelakaan yang mengakibatkan
korban meninggal dunia atau luka berat.
Kecelakaan lalu lintas yang melibatkan pengemudi lain selain korban
dikaitkan dengan faktor kealpaan penabrak yaitu KUHP Bab XXI Menyebabkan
mati atau luka-luka karena kealpaan.
- Pasal 359
Barangsiapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain
mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana
kurungan palinng lama satu tahun.
- Pasal 360
1. Barangsiapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain
mendapat luka-luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama
lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.
45

2. Barangsiapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain


luka-luka sedemikian rupa sehingga timbul penyakit atau halangan
menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian selama waktu tertentu,
diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana
kurungan paling lama enam bulan atau pidana denda paling tinggi empat
ribu lima ratus rupiah.
b. Aspek medikolegal pada ledakan.
Pada kasus ledakan yang terjadi akibat kecelakaan maka tidak akan ada tersangka.
Akan tetapi jika ledakan tersebut disebabkan karena kesengajaan atau kelalaian
maka tersangka bisa dijerat dengan hokum pidana. Hal ini sesuai dengan yang
tertuang pada KUHP pasal 187 dan 188.
- KUHP pasal 187
Barang siapa dengan sengaja menimbulkan kebakaran, ledakan atau banjir,
diancam :
1. Dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun, jika karena
perbuatan tersebut di atas timbul bahaya umum bagi barang.
2. Dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun, jika karena
perbuatan tersebut di atas timbul bahaya bagi nyawa orang lain.
3. Dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling
lama dua puluh tahun, jika karena perbuatan tersebut di atas timbul
bahaya bagi nyawa orang lain dan mengakibatkan orang mati.
- KUHP pasal 188
Barang siapa karena kesalahannya menyebabkan kebakaran, ledakan atau
banjir, diancam dengan pidanapenjara paling lama lima tahun atau pidana
kurungan paling lama satu tahun atau pidana denda paling banyak empat
ribu lima ratus rupiah, jika karena perbuatan itu timbul bahaya bagi nyawa
orang lain, atau jika karena perbuatan itu mengakibatkan orang mati.
c. Aspek medikolegal pada luka tembak
Pasal 359 KUHP
- Unsur pertama : Barang siapa menurut Undang-undang adalah setiap orang
warga Negara atau siapa saja yang mampu bertanggung jawab yang
tunduk pada peraturan yang di tetapkan oleh pemerintah.
- Unsur kedua: bahwa dari kata-kata tanpa hak dalam perumusan delik ini,
sudah dipastikan bahwa seseorang (baik militer maupun non militer)
sepanjang menyangkut masalah-masalah senjata api, munisi atau bahan
peledak harus ada ijin dari yang berwenang untuk itu

46

- Unsur ketiga : menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan


atau

mempunyai

dalam

miliknya,

menyimpan,

mengangkut,

menyembunyikan, suatu senjata api, munisi atau suatu bahan peledak.

47

Bab III
ANALISIS KASUS

Kasus
Keterangan

Dirlantas

Polda Metro

Jaya

Kombes

Dwi Sigit

Nurmantyas

menyampaikan kronologi kecelakaan maut ini, Minggu (22/1/2012). Berikut kronologi


lengkapnya dari TKP sampai penetapan pengemudi mobil Xenia menjadi tersangka :
Pukul 11.12 WIB.
Kecelakaan terjadi di Jl MI Ridwan Rais arah Tugu Tani, tepatnya depan Gedung
Kementerian Perdagangan Jakarta Pusat. Pengemudi dan penumpang Daihatsu Xenia B 2479
XI usai menghadiri acara di Hotel Borobudur di Lapangan Banteng.Saat itu, pengemudi
Xenia memacu kendaraannya hingga 60-70 Km per jam.Mobil yang dikemudikan Afriyani
Susanti (29) berjalan dari arah Hotel Borobudur di Lapangan Banteng menuju Tugu Tani. Di
depan Gedung Kemendag, kendaraan oleng kemudian banting setir ke kiri dan menabrak
pejalan kaki di trotoar, serta merusak halte bus di depan Gedung Kemendag.
Pukul 12.25 WIB
8 orang korban tabrakan dinyatakan tewas dan dibawa ke RSCM. Sementara itu 5
korban luka-luka dibawa ke RSPAD Gatot Subroto.
> 8 orang yang meninggal dunia dan dibawa ke RSCM, yaitu:
1. Moch Hudzaifah alias Ujay, 16 th
2. Firmansyah, 21 th
3. Suyatmi, 51 th
4. Yusuf Sigit; 2,5th
5. Ari, 16 th
6. Nanik Riyanti, 25 th
7. Fifit Alfia Fitriasih, 18 th
8. Wawan 17 th
> Sedangkan 5 orang yang dirawat di RSPAD Gatot Subroto yaitu:
1. Ny. Siti Mukaromah, 30 th
2. Moh Akbar, 22 th
3. Keny, 8 th
4. Indra, 11 th
5. Bp Teguh Hadi Purnomo

48

Keluarga korban dijanjikan santunan Rp 25 juta dari Jasaraharja CMIIW untuk korban
meninggal dunia.Sementara korban yang selamat kemudian dijanjikan perawatan sampai
sembuh total.
13.00 WIB
Keluarga korban mulai berdatangan ke RSCM.Diketahui 4 orang yang meninggal
berasal dari satu keluarga. Sugiantini, seorang nenek dari Jepara yang sedang berlibur
bersama keluarganya dari Monas kehilangan empat anggota keluarganya yaitu Nani yang
sedang hamil 3 bulan, adiknya Nani bernama Suyatmi, cucu Sugiantini bernama Yusuf (2,5),
dan keponakannya Sugiantini (Fifit Alfia Fitriasih, 18). Hingga pukul 19.00 WIB keempat
jenazah masih mengurus proses pemulangan ke Jepara.
Pukul 16.00 WIB.
4 Penumpang Daihatsu Xenia, termasuk pengemudi, menjalani tes urine di RS Polri
Kramat Jati. Pengemudi Xenia, Afriyani Susanti (29), sudah menjadi tersangka dan ditahan.
Afriyani Susanti ditetapkan sebagai tersangka dan dikenakan Pasal 283, 287 ayat 5,
Pasal 288, Pasal 310 ayat 1, ayat 2, ayat 3, dan ayat 4. Afriyani langsung ditahan sambil
menunggu proses di Penegakan Hukum (Gakkum) Ditlantas Polda Metro Jaya AKBP
Sudarmanto.
3 Rekan tersangka sebagai saksi, yakni Deny Mulyana (30) yang duduk di samping
Afriyani, serta penumpang Xenia yang duduk di belakang Adistria Putri Grani (26) dan
Arisendi (34). Polda Metro juga memeriksa saksi lain yang ada di lokasi yakni, Suwarto,
Ridwan dan Zulhendri.
Sekitar Pukul 22.00 WIB
Jumlah korban tewas akibat kecelakaan maut mobil Xenia bertambah menjadi 9 orang
yaitu atas nama Mochamad Akbar. Korban meninggal bertambah satu orang atas nama
Mochamad Akbar (23), Kepala Sub Direktorat Penegakan Hukum Dirlantas Polda Metro
Jaya AKBP Sudarmanto kepada wartawan, Minggu (22/1/2012).
Muhammad Akbar (23) meninggal setelah sebelumnya dirawat di Rumah Sakit Pusat
Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto bersama empat korban lainnya, Siti Mukaromah
(30), Keny (8), Indra (11) dan Teguh Hadi Purnomo menderita luka-luka.
Sebelum akhirnya oleng dan menabrak belasan pejalan kaki, 9 di antaranya tewas,
para penumpang mobil Daihatsu Xenia B 2479 WI mengunjungi sejumlah lokasi. Termasuk
dimana mereka akhirnya mengonsumsi narkoba.

49

Kepala Direktorat Narkoba Polda Metro Jaya, Nugroho Aji menceritakan kronologi
perjalanan penumpang mobil maut itu. Berdasarkan tes urin, pemakaian obat jenis ekstasi itu
belum lama. "Karena mereka itu pukul 20.00 WIB sampai pukul 22.00 di Hotel Borobudur,
ada pesta ultah, ungkap Nugroho Aji di Polda Metro Jaya, Senin 23 Januari 2012.
Setelah itu, mereka pindah tempat. "Ke kafe di Kemang hingga jam pukul 02:00 pagi.
Di sana mereka minum Whisky dan Bir kataNugroho.
Belum juga puas, mereka lalu beranjak ke sebuah diskotek Stadium di Jalan Hayam
Wuruk."Mereka beli patungan dua pil ekstasi buat berempat, jadi konsumsinya cuma sampai
setengah-setengah pukul 10 pagi.
Setelah itu, sekitar pukul 10.00 mereka berniat kembali ke Kemang, ada yang
ditinggal di sana, namun keburu terjadi kecelakaan. "Dia menyetir out off control karena
pengaruh miras, jadi mabuknya karena itu.
Saat berada di Diskotek Stadium, salah satu penumpang bertemu temannya yang
sedang menghisap ganja.Ia ikut mengonsumsi barang haram itu. "Kalau mengemudi mobil
jangan

sampai

konsumsi

narkoba

atau

miras,"

imbau

Nugroho.

Atas perbuatannya itu, selain tersangka yang dikenai pasal berlapis, tiga penumpang
juga kena pasal." Mereka dikenai Pasal 127 UU No 35 Tahun 2009. Barang buktinya
sementara hanya tes urin itu."
Tinjauan Teori
Pada awalnya Afriyani Susanti diancam hukuman pasal 338 KUHP yaitu
Barangsiapa sengaja merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan,dengan
pidana penjara minimal lima belas tahun tentang pembunuhan yang mengacu putusan MA
(yurisprudensi) dalam kasus kecelakaan Metro Mini yang mengakibatkan 32 orang tewas.
Selain itu, dapat pula diancam dengan pasal 311ayat (5) UU No. 22/2009 Tentang
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang berbunyi: Dalam hal perbuatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) mengakibatkan orang lain meninggal dunia, pelaku dipidana
dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun atau denda paling banyak Rp.
24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
Afriyani Susanti telah dijerat Pasal 338 KUHP oleh penyidik Polda Metro Jaya.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Kombes Rikwanto mengatakan bahwa itu hasil dari
analisa kepolisian dan saksi ahli serta keterangan saksi yang ada ditempat kejadian. Pelaku
dianggap telah memenuhi unsur-unsur pasal pembunuhan. Pernyataan tersebut diperkuat

50

dengan adanya putusan MA (yurisprudensi) dalam kasus kecelakaan Metro Mini yang
mengakibatkan 32 orang tewas.
Telah terjadi perbedaan pendapat dalam hal penerapan sanksi pidana bagi pelakunya.
Banyak pakar hukum yang berpendapat bahwa pelaku seharusnya dijerat dengan Pasal 338
KUHP maksimal 15 tahun penjara.Pelaku dianggap telah melakukan suatu kesengajaan
(dolus) yang mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang. Di lain sisi ada juga yang
berpendapat bahwa pelaku telah melakukan kelalaian (culpa). Sehingga menyebabkan
tabrakan maut yang menelan korban.
Para ahli berpendpat, penerapan Pasal 338 KUHP kepada Afriyani Susanti sudah
tepat.Hal tersebut karena Afriyani susanti mengetahui dirinya dibawa pengaruh obat terlarang
dan minuman beralkohol sambil mengemudikan mobilnya. Hingga mengakibatkan tabrakan
yang berujung kepada hilangnya nyawa seseorang.
Salah satu unsur penting Pasal 338 KUHP yakni unsur kesengajaan.Kesengajaan
(dolus/opzet) yang dalam teori hukum pidana dibagi atas tiga. Pertama, kesengajaan sebagai
maksud (opzet als oogmerk). Kedua, kesengajaan sebagai keinsyafan pasti (opzet hij
zakerheids hewustzijn). Ketiga, kesengajaan sebagai keinsyafan kemungkinan (opzet hij
mogelijkheids hewustzijn atau dolus eventualis).
Dalam Memorie van Toelecting terdapat keterangan yang menyatakan bahwa pidana pada
umumnya hendak dijatuhkan hanya pada barang siapa melakukan perbuatan yang dilarang
dengan

dikehendaki dan diketahui.

Kesengajaan

haruslah

mengandung

kata

dikehendaki (willens) dan diketahui (wetens). Bila kita kaitkan dengan kasus Xenia Maut,
maka

pelaku

diduga

telah

melakukan

suatu

kesengajaan

sebagai

keinsyafan

kemungkinan/ dolus eventualis.


Pendapat kedua, mengatakan bahwa pelaku (baca: Afriyani Susanti) harusnya dijerat
Pasal 359 KUHP maksimal 5 tahun penjara. Pelaku dianggap telah lalai (culpa) dalam
mengendarai mobilnya yang berujung kepada hilangnya nyawa orang lain. Seseorang
dikatakan lalai (culpa) apabila ternyata dia menghendaki untuk melakukan suatu
perbuatan.Akan tetapi, hanya akibatnya dia tidak membayangkan, padahal seharusnya dia
membayangkannya.Kasus Xenia Maut si pelaku telah mengendarai kendaraanya dalam
kondisi mabuk ditempat yang ramai dan telah diperingatkan oleh teman-temannya.Tetapi
Afriyani Susanti tetap tidak menghiraukannya. Atau dengan kata lain Afriyani Susanti
harusnya sudah bisa membayangkan akibatnya bila mengendarai mobil ditempat yang ramai
dalam kondisi mabuk.

51

Menurut R. Soesilo, matinya orang disini tidak dimaksud sama sekali oleh terdakwa
akan tetapi, kematian disini hanya merupakan akibat dari kurang hati-hati atau lalainya
terdakwa (Culpa). Selain itu, R. Soesilo memberikan contoh penerapan pasal 359 ini sebagai
berikut:
1.

Seorang sopir yang menjalankan mobil terlalu kencang sehingga menabrak orang

2.

sampai mati
Seseorang yang berburu dan melihat sosok hitam yang dikira binatang ternyata sosok

3.

tersebut adalah manusia


Orang yang bermain-main dengan senjata api, karena kurang hati-hati kemudian

4.

senjata api tersebut meletus dan mengenai orang lain sampai mati
dan sebagainya
Edward Omar Syarif Hiareij (pakar hukum dari Universitas Gadjah Mada) menyatakan

bahwa kasus Afriyani ini masuk pada jenis pembunuhan tersalah, yaitu pembunuhan karena
kesalahan tanpa direncanakan dan tidak ada maksud membunuh sama sekali. Dalam kasus
ini, pelaku mengetahui bahaya jika ia tetap mengendarai mobil ketika masih di bawah
pengaruh narkoba.

Muzakkir (pakar hukum dari Universitas Islam Indonesia Yogyakarta) yang menyatakan
bahwa pengendara (pelaku) tahu jika mengemudikan mobil dalam keadaan mabuk,
memungkinkan terjadinya kecelakaan. Namun, ia tetap melakukannya. Maka dari itu kasus
ini termasuk pembunuhan yang disengaja.
Ambarita S.H., M.H., C.N (Seorang praktisi hukum dan akademisi di Universitas
Katolik Parahyangan-UNPAR) yang menyatakan bahwa penerapan pasal 338 KUHP dalam
kasus ini tidak tepat. Hal ini dikarenakan apabila dalam kasus kecelakaan lalu-lintas
menggunakan pasal 338 yang notabene merupakan pasal pembunuhan maka terhadap
kecelakaan yang tidak disengaja (lalai) atau bahkan menyenggol pengguna jalan dapat
dipidana dengan percobaan pembunuhan. Jelas hal ini akan menimbulkan kekacauan dan
ketidakpastian hukum.
Bahasan dan Analisis
Tragedi Tugu Tani yang menewaskan sembilan orang mengagetkan kita, apalagi sopir
Afriyani Susanti, positif mengonsumsi miras dan Narkoba. Dalam hukum pidana unsur
kesalahan dapat ditinjau dari dua dimensi yaitu sengaja (dolus/opzet) dan tidak
sengaja/kelalaian (culpa).Sebagaimana kesalahan karena kelalaian, mengutip pendapat
sebelumnya yang disampaikan oleh R. Soesilo memiliki unsur karena kurang hati-hati, tidak
menduga-duga, lupa, dan kurang perhatian.Selain itu, kelalaian disini (menyebabkan matinya
52

orang karena lalai) harus ditekankan bahwa tidak ada maksud dari pelaku untuk
membunuh.Singkatnya, jika dikatkan dengan kasus Xenia maut tepatnya yang ditunjukan
bagi Afriyani, maka kesalahan yang dilakukan olehnya lebih merupakan karena unsur
kelalaian.
Sementara pandangan kedua bersandarkan pada unsur sengaja (dolus/opzet).
Pandangan yang menitik beratkan pada unsur kesengajaan mendasarkan pada ketentuan
sebagaimana diatur dalam pasal 338 KUHP yang menyatakan: barangsiapa dengansengaja
merampas nyawa orang lain, diancam dengan pidan penjara paling lama lima belas tahun.
Terkait dengan unsur sengaja, menurut unsur sengaja ini sangat erat hubungannya
atau bahkan tidak dapat dipisahkan dengan kehendak atau sikap batindari si pelaku. Secara
logika sederhana, orang yang melakukan sesuatu perbuatan yang disengaja maka secara
otomatis ia sudah memiliki kehendak untuk melakukan itu.
Ahli hukum pidana Djawahir Hejazziey yang hadir di persidangan terdakwa Afriyani
Susanti mengatakan bahwa Pasal 338 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak
tepat oleh Jaksa Penuntut Umum
"Dalam pasal 338 KUHP tersebut ada kata sengaja," kata Djawahir dalam persidangan
yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (18/7/2012).
Menurut Djawahir, Jika dicermati kronologi kecelakaan yang menewaskan sembilan pejalan
kaki di Jalan Ridwan Rais pada bulan Januari 2012 lalu, maka unsur kesengajaan tersebut
tersebut tidak ditemukan.
"Definisi kata sengaja memiliki beberapa unsur seperti, motivasi, perencanaan,
persiapan, dan eksekusi.Sengaja juga mengandung unsur niat,". Djawahir yang merupakan
Ketua Program Studi Ilmu Hukum di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sjarif Hidayatullah
Jakarta mengatakan bahwa saat itu Afriyani tidak memiliki motivasi untuk membuat orang
celaka, hingga meninggal.
"Motivasi Afriyani hanya ingin pulang ke rumah dan tidak berniat mencelakakan
orang lain," ujar Djawahir. Hasil penelusuran tim terpadu yang berasal dari Dinas Pekerjaan
Umum, DLLAJ, PT Astra, Jasa Raharja, Tim Puslabfor Mabes Polri, Ditlantas Polda Metro
Jaya, Koorlantas Mabes Polri, mengungkapkan ada empat penyebab terjadi kecelakaan maut
yang memakan sembilan korban jiwa dan tiga luka berat di Tugu Tani, Jakarta Pusat, Minggu
(22/1/2012).
Hal tersebut diungkapkan Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Saud Usman Nasution
di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (24/1/2012). Penyebab pertama adalah Apriyani
Susanti (29) kelelahan akibat bergadang semalaman, sehingga ia mengantuk saat
53

mengemudikan kendaraannya. Kedua, pengaruh minuman keras dan narkoba.Apriani


bersama tiga temannya pada Sabtu malam hingga Minggu pagi mengonsumsi minuman keras
dan ekstasi, sehingga saat mengendarai mobil yang disewanya tidak konsentrasi. Ketiga,
salah mengambil keputusan.Apriyani yang panik karena mobilnya oleng, bukan menginjak
rem tetapi justru malah menginjak gas yang akhirnya kendaraan melaju lebih dari 90 Km/
Jam. Keempat, tekanan udara ban depan tidak sama. Normalnya ban depan memiliki tekanan
40 psi. Tetapi saat dikendarai, mobil hitam tersebut ban depan bagian kanan tekanannya
normal 40 psi, tetapi ban kiri tekanannya hanya 22 psi. Itulah yang menyebabkan kendaraan
oleng ke kiri.
Keputusan akhirnhya terdakwa kasus penabrakan di Tugu Tani, Afriyani Susanti, 29
tahun, dijatuhi vonis hukuman 15 tahun penjara.Ia dianggap terbukti melanggar Pasal 311
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Ia dianggap
dengan sengaja mengemudikan kendaraan dalam keadaan yang membahayakan keselamatan
orang lain.
"Memutuskan hukuman penjara 15 tahun kepada terdakwa," ujar hakim ketua,
Antonius Widyanto, dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu, 29 Agustus
2012. Putusan ini lebih rendah dari tuntutan jaksa.Dalam tuntutan Afriyani dijerat juga pasal
pembunuhan dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara.
Namun, majelis hakim memutuskan Afriyani dianggap tidak terbukti sengaja
menabrak sembilan orang dalam kecelakaan di dekat Tugu Tani Jakarta Pusat."Tak ada niat
korban ingin menabrak.Unsur kesengajaan tidak terbukti.Dibebaskan dari dakwaan pertama,"
ujarnya.Hal tersebut menyebabkan Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan tak dapat dipakai
untuk menjerat Afriani.
Putusan ini dipertimbangkan setelah hakim mendengar dakwaan, putusan, dan replik
jaksa, pledoi dan duplik Afriyani, serta keterangan dari belasan saksi.Selain itu, keputusan
diambil setelah mempelajari barang bukti berupa sebuah Xenia hitam dan dua rekaman
CCTV di tempat kejadian pertama, dan satu rekaman di Stadium, klub malam tempat
Afriyani menenggak ekstasi.
Hal tersebut terangkum dalam pertimbangan fakta hukum sebagai kronologi
terjadinya penabrakan tersebut.Afriyani terbukti mengendarai mobil dalam keadaan berada di
bawah pengaruh narkoba plus begadang."Namun itu tak berarti kecelakaan dilakukan dengan
sengaja, dengan niat tertentu," ujarnya.

54

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Trauma adalah penyebab utama kematian di seluruh dunia keenam, akuntansi untuk
10% dari semua kematian, dan merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius
dengan biaya sosial dan ekonomi yang signifikan. Trauma dapat mengakibatkan
komplikasi sekunder seperti kejutan peredaran darah, kegagalan pernafasan dan
kematian.Resusitasi

pasien

trauma

sering

melibatkan

beberapa

prosedur

manajemen.Pada Trauma terjadi dua hal penting pada tubuh manusia yaitu biomedika
trauma dan respon metabolik terhadap trauma.Jenis-jenis trauma mekanik yaitu trauma
tumpul dan trauma tembus merupakan kavitas merupakan hasil perubahan energy
antara peluru yang bergerak dan jaringan tubuh.Jumlah kavitasi (atau perubahan energi)
adalah sebanding dengan area permukaan pada titik tabrak, kepadatan jaringan dan
kecepatan dari proyektil pada saat tabrakan. Trauma tumpul terdiri dari tabrakan
kendaraan dimana penderita adalah penumpang atau pengemudi, tabrakan pejalan kaki,
tabrakan sepeda motor, trauma yang disengaja (serangan), jatuh (Falls), trauma ledakan
(Blast Injury) sedangkan trauma tembus terdiri dari peluru, kecepatan / velositas, luka
tembak masuk dan luka tembak keluar. Penanganan trauma mekanik dengan ABCD
(Airway, Breathing, Circulation, Disability), pengelolaan jalan nafas, ventilasi dan
survey sekunder.Survei Sekunder hanya dilakukan bila ABC pasien sudah stabil.Bila
sewaktu survei sekunder kondisi pasien memburuk maka kita harus kembali
mengulangi Primary survey. Primary survey adalah Pemeriksaan dari kepala sampai ke
jari kaki (head-to-toe examination)
4.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas maka kami selaku penulis berpesan untuk lebih
mengenali konsep trauma mekanik secara teoritis agar dapat mengaplikasikannya
dilapangan.Hendaknya instansi kesehatan sering menelakukan pelatihan-pelatihan
tentang pencegahan dan penanggulangan trauma mekanik.

55

DAFTAR PUSTAKA
1.

Kurianti, A. 2015. Modul PPGD dan TAGANA: Penanganan Luka, Patah Tulang dan

2.

Biomekanika Trauma. Jakarta: Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan.


Riyadina Woro. 2009. Pola dan Determinan Sosiodemografi Cedera Akibat Kecelakaan
Lalu

Lintas

di

Indonesia.

Majalah

Kedokteran

Indonesia.

Volum:

3.

59.2009http://www.bps.go.id/
WHO. 2013. Fact Sheet: Status Keselamatan Jalan di Regional Asia Tenggara tahun

4.

2013. Regional Office of South East Asia.


Polrestabes Semarang. 2014. Laporan Tahunan Laka Lantas Polrestabes Semarang

5.

2012-2014. Semarang: Polrestabes Semarang.


BPS. 2014. Jumlah Populasi Kendaraan di Kota Semarang. Badan Pusat Statistik: Kota

6.

Semarang
Idries, dr. Abdul Mun'im. 1997. Kecelakaan Transportasi. Pedoman Ilmu Kedokteran

7.

Forensik. s.l. : Binarupa Aksara, 1997


Dikshit, P.C. RoadTraffic Accidents. Textbook of Forensik Medicine and Toxicology.

8.

New Delhi : PEEPEE, pp. 189-198.


DiMaio, V. Death Caused by Motor Vehicle Accidents. Forensic Pathology. London. :

9.

CRC. 2001
Ramsay, David A. 2007. Blunt Trauma. Forensic Pathology of Trauma. Totowa :

Human Press, 2007.


10. Budianto, Arif, Widiatmaka, Wibisana and Sudiono, Siswandi. 1997. Traumatologi
Forensik. Arif Budianto. Ilmu Kedokteran Forensik FKUI. s.l. : Bagian Kedokteran
Forensik FKUI, 1997.
11. Wolf, Dwayne A. 2005. Motor Vehicle Collisions. [book auth.] David Dolinak.
Forensic Pathology Principles and Practice. USA : Elsevier, 2005.
12. Argyros GJ. Management of Primary Blast Injury. Toxicology 1997
13. Guy RJ, Glover MA, Cripps NPJ. The Pathophysiology of Primary Blast Injury and Its
Implication for Treatment. Part I: The Thorax. J R Nav Med Serv 1998
14. Knight, B., Firearm and Explosive Injuries, in Simpson's Forensic Medicine, B. Knight,
Editor 1997, Arnold: London
15. Lemonick, D.M., Bombings and Blast Injuries: A Primer for Physicians. American
Journal of Clinical Medicine, 2011.
16. Shkrum, M.J. Ramsay, D.A., Forensic Phatology of Trauma. E-book.

Totowa :

Humana Press. 2007


17. Knight, B, Saukko P. Knights Forensic Pathology. Edition 3rd. E-book. 2004. Arnold :
London

56

18. Anonim. Air Bag Injury. Terdapat: http://www.airbaginjury.com/howtheywork.htm.


Diunduh: 20 September 2016
19. Smock William.Protecting

yourself

from

Air

Bag

Injuries.

Terdapat:

http://www.airbagonoff.com/dr_smock's_research.htm. Diunduh: 21 September 2016


20. Idries AM. 1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi I. Jakarta: Binarupa
Aksara; p.131-168.
21. Donoghue ER, Kalelkar MB, Richmond JM, Teas SS. Atypical gunshot wounds of
entrance:an empirical study. J Forensic Sci1984;29:379388
22. Hueske E. 2006. Firearms and Tool Mark The Forensic Laboratory Handbooks,
Practice and Resource.
23. Di Maio, V.J.M. 1999. Gunshot Wounds Practical Aspects of Firearms, Ballistics, and
Forensic Techniques.Second Edition. New York : CRC Press.
24. Chadha P.V. 1995. Catatan Kuliah Ilmu Forensik dan Toksikologi. Edisi V. Jakarta :
Widya Medika. Hal. 75-81
25. Knight, Bernard. 1996. Forensic pathology.Second Edition. London;Arnold:231-241
26. Tsokos,
Michael.
2008.
Forensic
Pathology
Reviews.
Volume
5.
Berlin,Germany;Humana Press:139-149
27. Di Maio, V.J.M. 1999. Gunshot Wounds Practical Aspects of Firearms, Ballistics, and
Forensic Techniques.Second Edition. New York : CRC Press.
28. Dahlan, Sofwan. 2007. Ilmu Kedokteran Forensik. Pedoman Bagi Dokter dan Penegak
Hukum. Cetakan V.Semarang:Badan Penerbit Universitas Diponegoro:93-106
29. Arnold JL, Halpern P, Tsai MC, Smithline H: Mass casualty terrorist bombings:
acomparison of outcomes by bombing type. Ann Emerg Med 2004 Feb; 43(2): 26373[Medline]

57

You might also like