Professional Documents
Culture Documents
Kita mungkin perlu mengawali dengan hal yang tidak berubah dalam regulasi tersebut tentang istilah 'accurately
weighed', yang dalam bahasa CPOB memakai istilah 'timbang seksama'. Di versi lama membuat ruang lingkup
'accurately weighed' pada bahan-bahan yang menjadi syarat atribut kadar bagi sebuah produk. Di versi baru sepertinya
cakupannya diperluas menjadi 'all materials that must be accurately weighed'. Artinya tidak sekedar pada bahan yang
diikat syarat atribut kadar, tapi kepada semua yang memang kita kelompokkan sebagai bahan yang harus ditimbang
seksama. Lalu bahan apa saja, banyak pihak menyebut pilahannya bisa kita dekati analisa risiko sesuai ICH Q9. Dan
terdokumentasi tentunya!
Di versi lama, timbang seksama membatasi toleransi 0,1% dari nominal penimbangan. Misal kita akan menimbang
nominal 100 gram, maka syarat toleransi penimbangan adalah diantara 99,9 gr sampai dengan 100,1 gr. Ini memberi
konsekuensi bahwa timbangan yang kita pakai untuk menimbang, pada kalibrasi di titik 100 gr, harus memiliki
penyimpangan (error ditambah ketidakpastiannya) kurang dari rentang syarat toleransi di atas. Jadi di versi lama hanya
bicara masalah akurasi penimbangan. Memberi konsekuensi bahwa timbangan boleh kita pakai menimbang di massa
berapa saja pada cakupan kemampuannya, asal hasil kalibrasinya memperlihatkan bahwa penyimpangannya kurang
dari 0,1%. Hal ini hampir dipastikan akan sesuai, karena biasanya -terutama untuk timbangan analitis laboratoriumyang bisa dibuktikan memiliki kelas akurasi II atau III mengacu ke standar OIML (lihat disini), syarat maximal errornya
bisa sampai sepersepuluh dari 0,1% massa nominalnya.
Di versi baru sudut pandangnya saya rasakan sedikit berbeda, dimana penting untuk memberikan rentang operasi
timbangan
(operating
range),
dimana
pada
batas
rentang
itu
harus
dibuktikan
memiliki
sifat Akurasi dan Repeatability yang memenuhi kriteria penerimaan. Hal ini menjadi sedikit beda sudut pandangnya
bila kita menilik di standar OIML. Disana dikenal istilah minimum capacity, yang kemudian dipakai sebagai
rujukanminimum weight, beban nominal terkecil yang boleh dikenakan pada sebuah timbangan. Yang misal pada kelas
akurasi III ditetapkan sebesar 20e (e adalah verification scale interval, tertera di timbangan, atau memakai angka 10d,
dimana d adalah interval skala atau resolusi timbangan).
Misal di sebuah timbangan berkapasitas 1000 gr, memiliki resolusi 0,001 gr. Sehingga e kita pakai 0,01 gr.
Maka minimum weight yang direkomendasikan adalah 0,2 gr. Dari standar OIML memberi rekomendasi bahwa
timbangan tersebut memberikan nilai penimbangan yang dapat dipercaya untuk angka nominal penimbangan di atas
0,2 gr. Walau timbangan mampu memperlihatkan hasil penimbangan dibawah 0,2 gr atas sifatreadability-nya, hasil
penimbangan dibawah 0,2 gr dianggap tidak memiliki akurasi yang dijanjikan.
Dari perspektif USP sudut pandangnya sedikit beda. Pertimbangannya bukan minimum weight, tapi operating range.
Yang berangkat bukan dari sisi kemampuan timbangan, tapi dari sudut pandang peruntukkan terhadap timbangan
tersebut. Timbangan tersebut kesehariannya dipakai untuk menimbang di berat terkecil dan terbesar berapa. Misalnya,
kemudian kita tetapkan operasional pada timbangan itu digunakan untuk menimbang bahan, terkecil di 5 gr dan
terbesar di 800 gr. Maka rekomendasi USP lebih kepada pembuktian sifat Akurasi dan Repeatabilty di rentang 5 gr
dan 800 gr.
Untuk syarat akurasi, dibuktikan bahwa angka penyimpangan timbangan tidak boleh diluar 0,1% berat nominalnya.
Misal pada berat terkecil penimbangan 5 gr, maka uji dengan anak timbang standar (memakai kelas anak timbang yang
sesuai untuk timbangan yang diuji, lihat disini), angka penyimpangan ditambah ketidakpastiannya, harus masih dalam
rentang 4,995 sd 5,005 gr.
Sedang syarat repeatabilty, diminta melakukan 10 kali uji di sebuah titik nominal. Terutama di titik terkecil 5 gr, karena
USP sendiri juga memberikan penekanan lebih pada istilah Operating Range Start Point, dari semua data penimbangan
dengan anak timbang standar tersebut, harus memenuhi syarat: 2 x (SD/nominal) 0,10%. Ambil contoh dalam uji ini
menghasilkan data [ 4,998; 5,001; 5,002; 5,001; 4,999; 5,003; 4,998; 5,001; 5,000; 4,999 ], maka bisa dihitung SD-nya
adalah 0,0017. Anda bisa hitung bahwa syarat tersebut terpenuhi. Maka timbangan tersebut bisa kita tetapkan
memiliki operating range start point5 gr sesuai peruntukannya.
Sampai disitu saja yang dipersyaratkan USP tentang urusan timbang-menimbang.
Di standar OIML sendiri, sebenarnya untuk syarat penerimaan hasil kalibrasi timbangan tidak hanya pada akurasi dan
repeatability, tapi juga diuji penyimpangan pada sifateccentricity (pembebanan tidak di titik pusat pan
timbangan), histerisis (selisih terbesar kalibrasi naik dan turun) dan apa yang dinamakan F (Limit of
Performance) yang merupakan perhitungan total semua simpangan dan ketidakpastiannya, sehingga menghasilkan
rentang hasil penimbangan yang dipercaya terhadap nominalnya.
Pitoyo Amrih
Elemen kedua adalah SELECTION, tahapan ini yaitu memilih timbangan yang
sesuai dengan kebutuhan kita. Parameter yang digunakan adalah parameter
dalam evaluation yaitu berapa akurasi/toleransi yang diinginkan, berapa
penimbangan terkecil yang akan ditimbang, berapa safety factor yang
diinginkan. Dalam memilih timbangan harus didasarkan pada akurasi yang bisa
dicapai oleh suatu timbangan BUKAN pada daya baca dari suatu timbangan.
Sebagai contoh jika kita akan menimbang berat 4 gram dengan akurasi/toleransi
kesalahannya 1%, maka kita harus menggunakan timbangan yang mempunyai
AKURASI 4+-0.04. Kalau ternyata anda menemukan suatu timbangan yang
mempunyai DAYA BACA 0.01 maka BELUM TENTU timbangan tersebut
mempunyai akurasi yang anda butuhkan (0.01). untuk mengetahui berapa
akurasi suatu timbangan harus melalui pengujian, misalnya kalibrasi. Dari data
kalibrasi kita bisa melihat nilai ketidakpastian/akurasi dari berbagai titik
penimbangan. Pada prinsipnya DAYA BACA yang ditampilkan pada display
timbangan adalah settingan secara elektronik, timbangan dengan daya baca
0.01 bisa ditampilkan menjadi 0.001 atau 0.0001 namun berapapun daya baca
yang ditampilkan maka TIDAK AKAN membuat timbangan tersebut lebih akurat.
Elemen kelima adalah ROUTINE TESTING, dalam bahasa lain disebut verifikasi.
Yaitu pengujian rutin yang dilakukan untuk melihat performance timbangan.
pertanyaannya Bagaimana frekuensi pengujiannya/seberapa sering dan apa saja
yang dilakukan?
GWP didasarkan pada manajemen resiko artinya timbangan tersebut harus
resiko-resiko yang ditimbulkannya. Kita harus mengevaluasi timbangan tersebut
digunakan untuk apa, apakah untuk menimbang pekerjaan yang kritis atau tidak,
apakah timbangan tersebut digunakan untuk proses yang membutuhkan akurasi
tinggi atau rendah. Oleh karena itu evaluasi seperti elemen pertama dalam GWP
ini yang akan memberikan informasi mengenai frekuensi pengujian. Pada
prinsipnya semakin tinggi akurasi yang diinginkan maka pengujian semakin
sering, semakin tinggi dampak dari suatu penimbangan maka pengujian semakin
sering.
Routine testing adalah pekerjaan yang dilakukan oleh pengguna timbangan dan
apa yang dilakukannya adalah pengujian yang bisa memberikan informasi
mengenai akurasi timbangan, bukan parameter-paremeter seperti dalam
kalibrasi. Hasil study METTER TOLEDO bahwa informasi mengenai parameter
akurasi timbangan bisa diketahui dari pengujian Sensitivity dan repeatablity. dari
hasil study itupun disebutkan bahwa kontribusi penyumbangan kesalahan
terbesar pada penimbangan besar adalah sensitivity, sementara kontribusi
penyumbangan kesalahan terbesar pada penimbangan terkecil (beban-beban
kecil) adalah repeatability. Oleh karena itu pengujian cukup dilakukan dengan uji
sensitivity dan uji repeatability. Adapun massa yang digunakan adalah untuk uji
sensitivity digunakan massa dengan berat titik maksimum timbangan/titik
adjusment, sementara massa yang digunakan untuk uji repeatability adalah
sebesar 5% dari massa kapasitas timbangan.