You are on page 1of 15

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Baterai Lithium


Baterai lithium merupakan salah satu jenis baterai sekunder (rechargeable
battery) yang dapat diisi ulang dan merupakan baterai yang ramah lingkungan
karena tidak mengandung bahan yang berbahaya seperti baterai-baterai yg
berkembang lebih dahulu yaitu baterai NI-Cd dan Ni-MH. Baterai ini memiliki
kelebihan dibandingkan baterai sekunder jenis lain, yaitu memiliki stabilitas
penyimpanan energi yang sangat baik ( daya tahan sampai 10 tahun atau lebih),
energi densitas tinggi, tidak ada memori efek dan berat yang relatif lebih ringan
dibandingkan dengan baterai jenis lain. Sehingga dengan berat yang sama energi
yang dihasilkan baterai lithium dua kali lipat dari baterai jenis lain. (Lawrence et
al. 1992).
Jenis baterai ini pertama kali diperkenalkan oleh peneliti dari Exxon yang
bernama M. S. Whittingham yang melakukan penelitian dengan judul Electrical
Energy Storage and Intercalation Chemistry pada tahun 1970. Beliau
menjelaskan mengenai proses interkalasi pada baterai litium ion menggunakan
titanium (II) sulfide sebagai katoda dan logam litium sebagai anoda. Proses
interkalasi adalah proses perpindahan ion lithium dari anoda ke katoda dan
sebaliknya pada baterai lithium ion. Baterai lithium terdiri elektroda, elektrolit,
separator dan terminal/ current collector. Pembagian komponen sel baterai
adalah :
1. Elektroda Negatif (Anoda)
Anoda merupakan elektroda negatif yang berkaitan dengan reaksi oksidasi
setengah sel yang melepaskan elektron ke dalam sirkuit eksternal. (Subhan,2011).
Anoda berfungsi sebagai tempat pengumpulan ion lithium serta merupakan
tempat bagi material aktif, dimana lembaran pada anoda biasanya berupa tembaga
(Cu foil). Material yang dapat dipakai sebagai anoda harus memiliki karakteristik
antara lain memiliki kapasitas energi yang besar, memiliki profil kemampuan
menyimpan dan melepas muatan/ion yang baik, memiliki tingkat siklus

Universitas Sumatera Utara

pemakaian yang lama, mudah untuk di proses, aman dalam pemakaian (tidak
mengandung racun) dan harganya murah. Anoda yang dipilih dalam penelitian ini
adalah lithium metal. Lithium metal merupakan bahan anoda ideal untuk baterai
isi ulang karena kapasitas secara teoritis memiliki spesifik sangat tinggi 3.86
Ah/g, memiliki tegangan kerja rendah. Selain itu Keuntungan menggunakan
logam lithium sebagai anoda adalah pereduksi yang baik, sangat elektropositif,
stabilitas mekanik yang baik, dan mudah fabrikasi. ( Wakihara.M et al. 1998).
2. Elektroda Positif ( Katoda)
Katoda merupakan elektroda positif, dimana terjadi reaksi setengah sel yaitu
reaksi reduksi yan menerima elektron dari sirkuit luar sehingga reaksi kimia
reduksi terjadi pada elektroda ini. (Subhan, 2011). Pada dasarnya katoda
merupakan elektroda yang fungsinya sama seperti anoda yaitu berfungsi sebagai
tempat pengumpulan ion lithium serta merupakan tempat bagi material aktif,
dimana lembaran pada katoda biasanya adalah aluminium (Al foil).
Beberapa karakteristik yang harus dipenuhi suatu material yang digunakan
sebagai katoda antara lain material tersebut terdiri dari ion yang mudah
melakukan reaksi reduksi dan oksidasi, memiliki konduktifitas yang tinggi seperti
logam,memiliki kapasitas energi yang tinggi, memiliki kestabilan yang tinggi
(tidak mudah berubah strukturnya atau terdegradasi baik saat pemakaian maupun
pengisian ulang), harganya murah dan ramah lingkungan. Material yang pertama
kali digunakan sebagai katoda adalah LiCoO2, kerapatan energi yang dimilikinya
sebesar 140 Ah/kg namun material ini sudah jarang di gunakan karena
kestabilannya rendah dan harga relatif mahal. Material lain yang saat ini sedang
dikembangkan peneliti sering digunakan sebagai katoda yaitu LiMPO4(M = Fe,
Mn, Ni dan Co ) (Subhan,2011).
3. Elektrolit
Elektrolit merupakan material yang bersifat penghantar ionik. Fungsi elektrolit
ialah sebagai media untuk mentransfer ion lithium antara katoda dan anoda. Ada
beragam jenis elektrolit seperti cair, padat, polimer dan komposit elektrolit.
Elektrolit yang banyak digunakan pada baterai lithium adalah elektrolit cair yang
terdiri dari garam lithium yang dilarutkan dalam pelarut berair. Hal yang paling

Universitas Sumatera Utara

penting dalam suatu elektrolit adalah interaksi antara elektrolit dan elektroda pada
baterai. Hubungan dua bahan ini akan mempengaruhi kinerja baterai secara
signifikan. (Fadhel, 2009).
Elektrolit yang dipilih dalam penelitian ini adalah LiPF6 (Lithium
hexafluorophosphate). Ini adalah bubuk kristal putih. Hal ini digunakan dalam
baterai sekunder komersial, sebuah aplikasi yang memanfaatkan kelarutan tinggi
dalam pelarut nonpolar.Memiliki densitas 1.5 g/cm3 dan titik leleh 200 oC (392 oF;
473 K).
4. Separator
Separator adalah material berpori yang terletak di antara anoda dan katoda dan
diaplikasikan sebagai penjamin faktor keamanan baterai. Karakteristik yang
penting untuk dijadikan separator pada baterai yaitu bersifat insulator, memiliki
hambatan listrik yang kecil, kestabilan mekanik (tidak mudah rusak), memiliki
sifat hambatan kimiawi untuk tidak mudah terdegradasi dengan elektrolit serta
memiliki

ketebalan

lapisan

yang

seragam

atau

sama

diseluruh

permukaan.(Subhan, 2011)
Beberapa material yang dapat digunakan sebagai separator antara lain
polyolefins (PE dan PP), Polyvinylidene fluoride (PVDF), PTFE (teflon), PVC,
dan polyethylene oxide. Pada penelitian ini separator yang digunakan adalah
Polyethylene.Polyethylene memiliki sifat meleleh pada suhu diatas 120-130 oC.
Apabila panas yang dihasilkan didalam baterai melewati ambang batas,
polyethylene akan melelah dan menutup lubang pada separator, mengakibatkan
proses perpindahan lithium ion berhenti. (Patel et al.2003)
5. Current Collector
Alumunium foil pada lembaran katoda dan Cupper foil pada lembaran anoda
digunakan sebagai current collector ( pengumpul arus ) pada baterai ion lithium.
Alumunium adalah logam yang tahan korosi, konduktor yang cukup baik dan
memiliki densitas yang ringan sebesar 2,643 kg/m3. Sedangkan tembaga (Cu)
merupakan logam yang memiliki densitas 8,906 kg/m3 dan bersifat konduktor
listrik dan panas yang baik. Saat proses discharging, besarnya arus listrik yang
mengalir juga dipengaruhi oleh perbedaan standard potensial material elektroda.

Universitas Sumatera Utara

Standart potensial pada Alumunium foil pada suhu 25 0C yaitu 1,66 V sedangkan
pada Cupper foil sebesar sebesar 0,52 V(Linden,2002)

2.2. Prinsip Kerja Baterai Lithium Ion.


Dalam kondisi charge dan discharge baterai ion lithium bekerja menurut
fenomena interkalasi, yaitu proses pelepasan ion lithium dari tempatnya di
struktur kristal suatu bahan elektroda dan penyisipan ion lithium pada tempat di
struktur kristal bahan elektroda yang lain ( Prihandoko, 2010 ).
Proses interkalasi pada baterai ion lithium saat charge dan discharge dapat
dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Proses interkalasi pada baterai ion lithium saat charge dan discharge
(Nakanishi, 2014 ).

Selama proses charge baterai, terjadi pergerakan ion lithium dari elektroda positif
(katoda) melalui seperator dan elektrolit ke elektroda negatif (anoda). Baterai
menyimpan energi selama proses ini (densitas energi). Selama discharge, ion
lithium bergerak dari elektroda negatif (anoda) ke elektroda positif (katoda)
melalui seperator dan elektrolit, menghasilkan densitas daya pada baterai.
Dalam proses interkalasi elektron mengalir dalam arah yang sama dengan
ion di sekitar sirkuit luar. Pergerakan ion dan elektron adalah proses yang saling
berhubungan dan jika salah satu dari mereka berhenti maka yang lain juga
berhenti.Reaksi yang terjadi pada sistem baterai ion lithium merupakan reaksi
reduksi dan oksidasi yang terjadi pada katoda dan anoda baterai. Reaksi reduksi

Universitas Sumatera Utara

adalah reaksi penambahan elektron oleh suatu molekul atau atom sedangkan
reaksi oksidasi adalah reaksi pelepasan elektron pada suatu molekul atau atom.

2.3. Bahan Elektroda


Pemilihan kombinasi material katoda
hingga didapatkan beda potensial yang

dan anoda dilakukan sedemikian rupa


tinggi. Pemilihan material elektroda

dengan kapasitas listrik yang besar sangat diperlukan untuk dapat menghasilkan
sel baterai dengan power yang memadai. Mengingat elektron akan dilepaskan/
terima oleh elektroda saat pengoperasian baterai, maka material katoda dan anoda
juga harus bersifat elektron konduktif. Berbeda dengan material elektrolit yang
merupakan media transfer ion, material ini harus bersifat ion konduktif semata.
Sifat terakhir ini diperlukan agar tidak terjadi hubungan pendek antara katoda dan
anoda yang menyebabkan terbuangnya energi listrik yang tersimpan berupa panas.
Suatu material elektrokimia dapat berfungsi dengan baik sebagai elektroda
anoda maupun katoda bergantung pada pemilihan material yang akan menentukan
karakteristik perbedaan nilai tegangan kerja dari kedua material yang dipilih.
Untuk memperoleh perbedaan potensial yang besar maka material katoda harus
memiliki tegangan kerja yang besar dan material anoda harus memiliki tegangan
kerja yang kecil (~0). Keunggulan bahan anoda dan katoda terletak pada stabilitas
kristal dalam proses interkalasi. Pada umumnya bahan mempunyai tiga
kategori/model dalam melakukan interkalasi, yaitu interkalasi dalam satu dimensi,
dua dimensi dan tiga dimensi, seperti Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Tiga model host dari bahan katoda dan anoda (Munshi,1995)

2.3.1. Material Katoda


Dalam teknologi baterai lithium ion, tegangan sel dan kapasitasnya sangat
ditentukan oleh bahan katoda yang juga merupakan faktor pembatas dalam laju

Universitas Sumatera Utara

migrasi lithium. Untuk setiap berat material katoda, jumlah ion lithium yang
dilepaskan material katoda saat charge dan jumlah ion lithium yang kembali
dalam waktu tertentu ke material katoda saat discharge menggambarkan densitas
energi dan densitas power sel baterai. ( Triwibowo,2011)
Semakin banyak ion Lithium dipindahkan dari katoda ke anoda maka
semakin besar pula densitas energi sel baterai. Semakin banyak ion lithium yang
kembali ke katoda dari anoda setiap detiknya, maka semakin besar densitas
power-nya. Performa/rate capability sel baterai sangat bergantung pada kondisi
transfer muatan/charge transfer. Mekanisme ini berkaitan erat dengan proses
difusi dan konduktifitas elektronik dan ionik dari komponen pembentuk sel
baterai. Berbeda dengan material elektrolit yang semata-mata hanya memfasilitasi
ion lithium menyeberang dari katoda ke anoda dan sebaliknya, hingga harus
bersifat konduktif ionik saja. ( Triwibowo,2011)
Material katoda tidak saja harus bersifat konduktif ionik, namun juga
harus bersifat konduktif elektronik. Saat proses charge ion lithium akan
dilepaskan dari kathoda ke anoda melalui elektrolit, dengan begitu katoda harus
bersifat konduktif ionik. Bersamaan dengan itu elektron akan dilepaskan melewati
rangkaian luar menuju anoda, ini berarti katoda juga harus bersifat konduktif
elektronik. Proses ini diilustrasikan pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3. Fenomena konduktifitas ionik dan elektronik pada material katoda
( Park et al.2010 )

Beberapa karakteristik yang harus dipenuhi suatu material yang digunakan


sebagai katoda antara lain :

Universitas Sumatera Utara

1. Material tersebut terdiri dari ion yang mudah melakukan reaksi reduksi
dan oksidasi.
2. Memiliki konduktifitas yang tinggi seperti logam.
3. Memiliki kerapatan dan kapasitas energi yang tinggi.
4. Memiliki kestabilan yang tinggi (tidak mudah berubah strukturnya atau
terdegradasi baik saat pemakaian maupun pengisian ulang), harganya
murah dan ramah lingkungan. ( Ohzuku.T,1994)
Pada material katoda dikenal struktur NASICON (Na-Super Ionic
Conductive), Spinel dan Olivine. Pada struktur NASICON, Li-ion dapat
berinterkalasi dalam 2 arah, pada Spinel 3 arah, sementara pada struktur Olivine
Li-ion berinterkalasi dalam 1 arah.Bahan katoda konvensional mencakup senyawa
lapisan oksida LiMO2 (M adalah logam yang dapat berupa Co, Ni, Mn, dll),
senyawa spinel LiM2O4 (M = Mn, dll), dan senyawa olivine LiMPO4 (M = Fe,
Mn, Ni, Co,dll). Sebagian besar penelitian yang dilakukan berkisar pada bahanbahan dan turunannya. (Buchmann,2001)
Material katoda yang sedang banyak dilakukan penelitian salah satunya
adalah senyawa phosphate (LiMPO4). Contoh dari senyawa ini adalah LiFePO4.
senyawa ini memiliki kestabilan yang baik pada temperature tinggi, relatif lebih
murah dibandingkan material katoda lainnya. Senyawa phosphate lainnya adalah
LiMnPO4 dan LiNiPO4. Material ini dilaporkan mampu menghasilkan voltase
yang tinggi, yaitu masing-masing 4.1 dan 5 V , lebih tinggi dibandingkan
LiFePO4 (3.5 V), namun sayangnya memiliki kapasitas energi yg rendah.
(Padhi,1997).Berbagai

cara

dilakukan

untuk

meningkatkan

konduktifitas

sekaligus memperbaiki performa baterai, termasuk didalamnya untuk mencapai


nilai teoritik kapasitas baterai. Cara yang umum dilakukan diantaranya adalah :
1. Memberikan lapisan karbon pada butir serbuk material katoda/carbon
coating. Dengan cara ini konduktifitas elektronik akan meningkat.
2. Doping dengan elemen hingga terbentuk defects dalam struktur kristal
dimana lithium ion dapat dengan mudah berinterkalasi dalam jumlah yang
besar kedalam host material.
3. Pemilihan material matriks yang tepat sesuai dengan peruntukannya,
apakah konduktif ionik atau elektronik. (Padhi, 1997)

Universitas Sumatera Utara

Karakteristik material katoda senyawa phosphate LiMPO4 (M = Fe, Mn, Ni dan


Co) dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Karakteristik Elektrokimia dari beberapa material katoda.
Katoda

LiFePO4

LiMnPO4

LiNiPO4

LiCoPO4

Potential (V)

3,5

5,1

4,7

Specific capacity

169

160

140

170

10-9

<10-10

10-14

10-9

( mAh/g)
Konduktifitas
( S/cm)
Sumber : (Sanusi,2010)

Penelitian ini memadukan LiFePO4, LiMnPO4 dan LiNiPO4 yang telah


disintesis oleh Elma (2015) untuk menghasilkan voltase dan kapasitas energi yang
cukup tinggi. Campuran ini diharapkan merupakan salah satu calon kuat bahan
katoda baterai litium ion. Dengan tingginya voltase yang dihasilkan dapat
mengurangi jumlah baterai yang dibutuhkan.

2.4. Bahan Pembentuk Lembaran Katoda LiFe0.7Mn0.2Ni0.1PO4/C


Sel baterai lithium ion yang dilakukan adalah solid polymer battery. Sel baterai ini
dihasilkan dengan membuat komposit yang terdiri dari polimer sebagai matrix dan
serbuk katoda sebagai filler. Material komposit merupakan gabungan dari dua
material yang memiliki fasa yang berbeda menjadi sebuah material yang baru
dengan properties yang lebih baik dari keduanya. (Gibson, 1994)
Material komposit terdiri dari dua bagian utama yang saling menyatu
menjadi satu kesatuan yaitu :
1. Matriks, dapat berasal dari logam, keramik, atau polimer. Matriks
berfungsi sebagai pengikat dari penguat, melindungi penguat dari
kerusakan permukaan, dan juga memisahkan penguat yang satu dengan
yang lainnya. Matriks polimer yang digunakan harus bersifat penghantar
listrik, memiliki struktur dan senyawa yang stabil terhadap bahan elektroda
dan elektrolit. (Gibson, 1994)
2. Penguat/filler merupakan suatu fasa yang dapat menguatkan komposit

Universitas Sumatera Utara

yang terdapat dalam komposit. Dengan adanya penambahan penguat pada


material komposit maka sifat mekanis dari material komposit tersebut akan
meningkat. (Gibson, 1994).
Pada penelitian ini lembaran katoda terdiri dari serbuk LiFe0.7Mn0.2Ni0.1PO4/C
sebagai filler, AB sebagai zat aditif, PVdF sebagai matriks polimer, dan DMAC
sebagai pelarut.

2.4.1. Polyvinyl Diflouride (PVdF)


Binder adalah bagian penting dari formulasi elektroda pada baterai ion lithium
karena binder mempertahankan struktur fisik elektroda, tanpa binder elektroda
akan berantakan. (Liu et al.2009). PVdF adalah polimer saat ini banyak digunakan
oleh produsen baterai Li-ion sebagai bahan pengikat, terutama di katoda. PVdF
memiliki titik leleh 141oC. Pada suhu tinggi binder meggembungkan dalam
elektrolit melebihi ambang batas, kontak listrik antara material aktif dan anoda
akan hilang, maka pada saat itu kapasitas pun akan mengecil.
Fungsi kerja PVdF sebagai pengikat berperan penting dalam hal
membantu menjaga integritas elektroda, juga memberikan kontak intim antara
partikel aditif konduktif untuk meningkatkan konduktifitas elektronik dan
peningkatan antarmuka antara binder dan filler. Ikatan antara material aktif, PVdF
dan AB dapat dilihat pada Gambar 2.4. PVdF membutuhkan NMP (N Methyl 2pirolidon) atau DMAC sebagai pelarut kemudiam dicampur dengan bahan
penyimpanan lithium aktif seperti grafit, silikon, timah, LiCoO2, LiMn2O4 atau
LiFePO4 dan aditif konduktif seperti karbon nanofibers hitam atau karbon. (Liu et
al.2009).

Gambar 2.4. Ikatan partikel komposit baterai lithium ion (Liu et al. 2009)

Universitas Sumatera Utara

2.4.2. Zat aditif Acetylene Black (AB)


Penambahan carbon black pada polimer termoplastik seperti acetylene black
dapat menciptakan sebuah material komposit yang memiliki kekuatan yang baik,
tetapi juga memiliki konduktifitas listrik yang baik. Jumlah karbon biasanya
digunakan adalah di bawah 10% berat dari total massa elektroda. (Liu et al. 2009).
Penggunaan acetylene black didalam baterai memiliki beberapa
keunggulan yaitu dari absorpsi yang tinggi dan bersifat konduktif sehingga
acetylene black digunakan untuk mempertahankan larutan elektrolit dalam banyak
baterai kering dan meningkatkan konduktivitas listrik dari elektroda baterai.
Karakteristik acetylene black dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Sifat Fisik dan Kimia Acetylene Black (AB)
Parameter
Ukuran partikel
Warna
Densitas
Titik lebur
Modulus elastisitas
Kristalisasi suhu
Sumber : (Liu et al. 2009)

Nilai
0.042 m
Hitam
1.75 g/cc
116 - 180 C
0.180 - 7.00 GPa
12.0 - 146 C

2.4.3. Pelarut N,N DMAC (N,N Dimethyl-acetamide )


N-N Dimethylacetamide (DMAC) adalah pelarut yang kuat yang memiliki titik
didih tinggi,titik beku dan stabilitas yang baik. DMAC pada dasarnya netral,
pelarut dengan konstanta dielektrik yang tinggi. DMAC adalah pelarut yang
mudah menguap, bersifat racun dan dapat menimbulkan iritasi pada kulit dan
mata.
Selain itu pelarut DMAC tidak reaktif dalam reaksi kimia dan juga
memiliki konstanta dielektrik yang tinggi, DMAC benar-benar larut dalam air,
eter, ester, keton, senyawa aromatik dan senyawa alifatik tidak jenuh. DMAC
memiliki kestabilan yang bagus, dan tidak akan mengalami degradasi dan
perubahan warna jika dipanaskan dibawah suhu 3500C.DMAC memiliki titik leleh
161oC dan memiliki titik beku -20oC .(Delacourt et al. 2006)

Universitas Sumatera Utara

2.5. Karakterisasi Material Aktif dan Lembaran Katoda


2.5.1. X-Ray Diffraction (XRD)
Difraksi sinar X digunakan untuk mengidentifikasi struktur kristal suatu padatan
dengan membandingkan nilai jarak d (bidang kristal) dan intensitas puncak
difraksi dengan data standar. Sinar- x merupakan radiasi elektromagnetik dengan
panjang gelombang sekitar 100 pm yang dihasilkan dari penembakan logam
dengan elektron berenergi tinggi. Melalui analisi XRD diketahui dimensi kisi (d =
jarak antar kisi) dalam struktur material. Sehingga dapat ditentukan apakah suatu
material mempunyai kerapatan yang tinggi atau tidak, dan difraksi sinar-x suatu
kristal. Hal ini dapat diketahui dari persamaan Bragg yaitu nilai sudut difraksi
yang berbanding terbalik dengan nilai jarak d (jarak antar kisi) dalam kristal.
Sesuai dengan persamaan Bragg :
n = 2d sin
dengan :

(2.1)

d = jarak antar kristal


= sudut pengukuran (sudut difraksi)
= panjang gelombang sinar-X
n = urutan sinar ( dalam bilangan bulat)

Prinsip dasar dari XRD adalah hamburan elektron yang mengenai


permukaan kristal. Bila sinar dilewatkan ke permukaan kristal, sebagian sinar
tersebut akan terhamburkan dan sebagian lagi akan di teruskan ke lapisan
berikutnya. Sinar yang dihamburkan akan berinterferensi,inilah yang digunakan
untuk menganalisis. (Nuffield, 1966)
Difraksi sinar-X hanya akan terjadi pada sudut tertentu sehingga suatu zat
akan mempunyai pola difraksi tertentu. Pengukuran kristalinitas relatif dapat
dilakukan dengan membandingkan jumlah tinggi puncak pada sudut-sudut
tertentu dengan jumlah tinggi puncak pada sampel standar.
Didalam kisi kristal, tempat kedudukan sederetan ion atau atom disebut
bidang kristal. Bidang kristal ini berfungsi sebagai cermin untuk merefleksikan
sinar-X yang datang. Posisi dan arah dari bidang kristal ini disebut indeks Miller.
Setiap kristal memiliki bidang kristal dengan posisi dan arah yang khas, sehingga
jika disinari dengan sinar-X pada analisis XRD akan memberikan difraktogram
yang khas pula.(Nuffield, 1966)

Universitas Sumatera Utara

Dari data XRD yang di peroleh, dilakukan identifikasi puncak-puncak


grafik XRD dengan cara mencocokkan puncak yang ada pada grafik tersebut
dengan database ICCD. Setelah itu, dilakukan refinement pada data XRD dengan
menggunakan metode Analisis Rietveld yang terdapat pada program RIETAN.
Melalui refinement tersebut, fase beserta struktur, space group,dan parameter kisi
yang ada pada sampel yang diketahui.

2.5.2. Scanning Electron Microscope (SEM)


SEM dilakukan untuk melihat keterikatan serbuk,impurity dan porositas dari
komposit baterai.Analisa morfologi dari hasil perlakuan panas pada benda uji
harus dilakukan untuk melihat sejauh mana proses perekatan komposisi bahan
pada lembaran katoda LiFe0.7Mn0.2Ni0.1PO4/C. Analisa dilakukan dengan
menggunakan alat SEM ( Scanning Electron Microscope).
Prinsip kerja SEM adalah difraksi elektron, yaitu dengan cara
menembakkan permukaan benda dengan berkas elektron berenergi tinggi pada
permukaan sampel. Kemudian berkas elektron yang mengenai permukaan sampel
akan menghasilkan pantulan berupa berkas elektron sekunder yang memancarkan
kesegala arah. Berkas elektron sekunder yang memancar kesegala arah ini akan
tertangkap oleh detektor. Kemudian informasi dari detektor dilanjutkan ke
transducer yang berfungsi mengubah signal menjadi image. Image yang
tergambar diperoleh dari berkas elektron sekunder yang terpancar secara acak
sehingga dapat memberikan informasi morfologi permukaan. (Prihandoko, 2008)

2.6. Karakterisasi Sel Baterai


2.6.1. Electrochemical Impedance Spectrometry (EIS)
Pergerakan elektron dan ionik dalam baterai lithium dapat diamati secara
elektrokimia dengan menggunakan metode EIS (Electrochemical Impedance
Spectrometry). Impedansi elektrokimia biasa diukur dengan menggunakan sebuah
tegangan AC(U) pada sebuah sel elektrokimia dan mengukur arus listrik yang
melalui sel. Arus massa dalam elektrolit dipengaruhi oleh besaran frekuensi,
dimana kontrol kinetik sangat menonjol ketika frekuensi rendah.
Rtot merupakan hambatan ohmik dari elektrolit. Untuk mendapatkan nilai

Universitas Sumatera Utara

Rtot, maka kita harus mendapatkan Z (Z imajiner) = 0 dengan cara melakukan


ekstrapolasi membentuk setengah lingkaran. Impedansi menjelaskan ukuran
penolakan terhadap arus bolak balik. Impedansi memperluas konsep resistansi
listrik sirkuit AC. Dalam koordinat kartesius,maka
Z = R + jX

(2.2)

Dimana bagian nyata dari impedansi adalah resistansi (R) dan bagian imajiner
reaktansi (X). Dalam satuan SI adalah ohm.Dari nilai Z = Rtot ini, kita dapat
menentukan konduktifitas bahan dengan menggunakan persamaan :
R=

(2.3)

dengan
R

= Resistivitas bahan (ohm)

= Hambatan jenis bahan (ohm.cm)

= Tebal bahan (cm)

= luas penampang bahan (cm2)

Dikarenakan = 1/ , maka rumus persamaan menjadi :


=
dengan :

(2.4)

= konduktifitas (-1.cm-1)

2.6.2. Voltametri Siklik


Voltametri siklik digunakan untuk mempelajari reaksi khususnya reaksi
elektrokimia seperti reaksi redoks. Prinsip dasarnya adalah melihat hubungan
antara potensial yang diberikan dan arus yang terukur. Karena sistem ini
melibatkan reaksi redoks di anoda dan katoda maka peristiwa reaksi di kedua
elektroda tersebut dimonitor pada besarnya arus yang timbul. Kegunaan
voltametri siklik adalah informasi kualitatif mengenai mekanisme reaksi dari
proses reduksi-oksidasi. Adanya kemungkinan reaksi lain saat reduksi-oksidasi
berlangsung dapat dilihat dari voltamogramnya. Perubahan pada voltamogram
siklik dapat disebabkan oleh persaingan reaksi kimia untuk produk hasil
elektrokimia, ini dapat dijadikan informasi mengenai jalan reaksi.Voltametri
siklik diperoleh dengan mengukur arus pada elektroda kerja selama scan

Universitas Sumatera Utara

potensial. Arus dapat dianggap sebagai respon sinyal terhadap potensial eksitasi.
Voltamogram yang dihasilkan merupakan kurva antara arus (pada sumbu Y )
versus potensial (sumbu X). Saat variasi potensial linear terhadap waktu, sumbu
horizontal dapat dianggap sebagi sumbu waktu, seperti yang diberikan Gambar
2.5

Gambar 2.5. Voltamogram siklik reaksi reduksi-oksidasi secara reversible.


( Wang, 2000)

2.6.3. Charge Discharge


Pengujian sel baterai dilakukan dengan proses charging dan discharging. Untuk
mendapatkan

performa

sebuah

baterai

maka

diperlukan

pengujian

charge/discharge sehingga didapatkan kapasitas pada sel baterai. Kapasitas


baterai adalah ukuran muatan yang disimpan suatu baterai, yang ditentukan oleh
masa aktif material didalamnya. Kapasitas menggambarkan sejumlah energi
maksimum yang dapat dikeluarkan dari sebuah baterai dengan kondisi tertentu.
Tetapi kemampuan penyimpanan baterai dapat berbeda dari kapsitas nominalnya,
diantaranya karena kapasitas baterai bergantung pada umur dan keadaan baterai,
parameter charging - discharging, dan temperatur. Kapasitas baterai ini sering
dinyatakan dalam Ampare hours, ditentukan sebagai waktu dalam jam yang
dibutuhkan baterai untuk secara kontinu mengalirkan arus atau nilai discharge
pada

tegangan

nominal

baterai.

Menentukan

kapasitas

baterai

dengan

menggunakan persamaan :

Universitas Sumatera Utara

C=Ixt

(2.4)

Dimana
C = kapasitas baterai (Ah)
I = Kuat arus (Ampere)
t = Waktu (hour)
Nilai charging, dalam ampere adalah sejumlah muatan yang diberikan
pada baterai persatuan waktu. Sedangkan discharging, dalam ampere adalah
sejumlah muatan yang digunakan kerangkaian luar (beban), yang diambil dari
baterai. Nilai charge-discharge ditentukan dengan mambagi kapasitas baterai
(Ah) dengan jam yang dibutuhkan untuk charging-discharging baterai. Nilai
charging dan discharging berpengaruh terhadap nilai kapasitas baterai. Jika
baterai di discharge sangat cepat (arus discharge tinggi) , maka sejumlah energi
yang digunakan oleh baterai

menjadi berkurang sehingga kapasitas baterai

menjadi lebih rendah. Hal ini dikarenakan kebutuhan suatu materi/ komponen
untuk reaksi yang terjadi tidak mempunyai waktu yang cukup untuk bergerak
keposisi seharusnya. Hanya sejumlah reaktan yang diubah kebentuk lain, sehingga
energi yang tersedia menjadi berkurang. Jadi seharusnya arus discharge yang
digunakan sekecil mungkin, sehingga energi yang digunakan kecil dan kapasitas
baterai menjadi lebih tinggi.(Triwibowo, 2011)
Kapasitas baterai dimaksudkan sebagai besarnya energi listrik yang dapat
dikeluarkan baterai pada waktu tertentu, kapasitas baterai tergantung pada jenis
aktif material yang digunakan dan kecepatan reaksi elektrokimia saat baterai
digunakan atau diisi. Luas kontak permukaan antar material aktif juga akan
memperbesar kapasitas baterai. (Triwibowo,2011)

Universitas Sumatera Utara

You might also like