Professional Documents
Culture Documents
I.
Pendahuluan
Kehamilan abdominal extrauteri merupakan kasus yang sangat jarang dari
kehamilan ektopik dimana implantasi terjadi dirongga pertitoneum, di luar tuba
fallopii dan ovarium. Kasus ini diperkirakan mengenai 10 dari 100.000
kehamilan di Amerika Serikat. Diagnosis kehamilan abdominal sering
terlewatkan saat asuhan antenatal, meskipun dilakukan pemeriksaan rutin
ultrasonografi. Namun demikian, sangat penting untuk mendeteksi kehamilan
abdominal sejak dini karena terkait dengan penyebab kematian ibu yang
diperkirakan lima dari 1000 kasus, kira-kira tujuh kali lebih tinggi dari tingkat
kematian karena kehamilan ektopik secara umum dan 90 kali lebih tinggi dari
persalinan normal di Amerika Serikat.1 Selain itu, kehamilan abdominal juga
mempengaruhi hasil konsepsi, meskipun mencapai aterm, didapatkan angka
kematian perinatal bayi baru lahir 40%-95%.1 Meskipun demikian, telah
dilaporkan keberhasilan persalinan dengan operasi pada bayi yang sehat
dengan kehamilan abdominal yang aterm pada primigravida, dimana
sebelumnya diagnosis terlewatkan meskipun telah dilakukan pemeriksaan
ultrasonografi berulang selama periode antenatal.1
Kehamilan abdominal yang lebih dari usia 20 minggu dengan janin yang dapat
hidup setelah dilahirkan adalah kasus yang jarang, dengan prevalensi
diperkirakan satu dari 8099 kelahiran di Rumah Sakit. 2 Cavum peritoneum
dapat menjadi tempat implantasi primer atau sekunder dari mudigah atau janin.
Kehamilan abdominal primer sebelum usia 12 minggu mirip seperti kehamilan
ektopik lainnya. Dimana didapatkan saluran tuba dan ovarium yang normal,
dan tidak adanya perforasi pada uterus.3 Tempat implantasi dari kehamilan
ektopik abdominal primer adalah cavum douglas, fundus uteri, dinding
belakang uterus, hati, limpa, omentum, bursa omentum dan diafragma.
Kehamilan abdominal primer yang terjadi pada omentum merupakan kasus
1
Kehamilan Abdominal
Uterus
Gambar 1. Kehamilan Ektopik Abdominal. (Kepustakaan 6)
III.
Insidensi
2
Kehamilan Abdominal
Kehamilan ektopik extrauteri paling sering terjadi pada tuba fallopii, dan
sangat jarang pada ovarium dan cavum abdominal. Kira-kira 2% dari seluruh
kehamilan adalah ektopik, dan 95% dari kehamilan ektopik adalah kehamilan
pada tuba. Kehamilan abdominal mengenai 1-4% dari seluruh kehamilan
ektopik.3 Sebagian besar kasus kehamilan abdominal adalah sekunder karena
ruptur dari tempat kehamilan sebelumnya, sedangkan kehamilan abdominal
primer dilaporkan sebanyak 24 kasus diatas tahun 2007. 1 Risiko kematian
pada kehamilan abdominal 7.7 kali lipat dari kehamilan tuba dan 90 kali lipat
dari kehamilan intrauteri.5 Morbiditas dan mortalitas ibu terjadi karena
perdarahan, infeksi, toksemia, anemia, koagulasi intravaskular diseminata,
emboli paru, atau pembentukan fistula antara kantung ketuban dan usus
disebabkan oleh penetrasi tulang janin.5 Angka kematian maternal yang
berhubungan dengan kehamilan ektopik berkisar antara 0.5 sampai 18%.3
Pada kehamilan abdominal lanjut, kemungkinan bayi lahir hidup sekitar 10%
sampai 25%. Namun, dari bayi tersebut didapatkan 20% sampai 40% akan
mengalami malformasi dan hanya 50% yang akan bertahan hidup setelah 1
minggu. Selanjutnya, malformasi tersebut dapat berupa tortikolis, asimetri
wajah, kelainan anggota badan dan malformasi thorax, hal ini terjadi karena
oligohidramnion berat pada lingkungan ekstrauteri.5 Angka kematian perinatal
yang berhubungan dengan kehamilan abdominal berkisar antara 40% sampai
95%.1,3
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Faisalabad, India
dari tahun 2000 sampai 2007, didapatkan sebanyak 8 kasus kehamilan
abdominal dengan rata-rata usia maternal adalah 30.125 tahun dan usia akhir
kehamilan adalah 20.62 minggu dan 50% kasus terjadi pada primigravida. 3 Di
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dari tahun 1967 sampai 1972, ditemukan
1 kasus kehamilan ektopik lanjut diantara 1065 persalinan.8
3
Kehamilan Abdominal
IV.
Faktor Risiko
Faktor risiko untuk kehamilan abdominal secara umum sama dengan
kehamilan ektopik lainnya.9 Yaitu sebagai berikut :10
Faktor Risiko
Risiko (odds ratio)
Risiko tingi
Bedah korektif tuba
21.0
Sterilisasi tuba
9.3
Riwayat kehamilan ektopik
8.3
5.6
Pajanan dietilstilbestrol
4.5-45
Alat kontrasepsi dalam rahim
3.8-21
Patologi tuba
Risiko sedang
Infertilitas
2.5-21
Riwayat infeksi genital
2.5-3.7
2.1
Banyak pasangan
Risiko rendah
0.93-3.8
Riwayat bedah panggul
2.3-2.5
Merokok
1.1-3.1
Vaginal douche
1.6
Hubungan seks < 18 tahun
Nilai-nilai tunggal adalah Odds ratio umum dari penelitian-penelitian
homogen; nilai-nilai ganda adalah kisaran nilai dari penelitian-penelitian
heterogen. Dimodifikasi dari Pisarska dan Carson (1999), dengan izin
Tabel 1. Faktor Risiko Kehamilan Ektopik secara Umum. (Kepustakaan 10)
terjadi
peningkatan
kadar
prostaglandin
(terutama
5
Kehamilan Abdominal
6
Kehamilan Abdominal
Tabel 2. Faktor Biokimia yang Terlibat dalam Implantasi Embrional. (Kepustakaan 14)
7
Kehamilan Abdominal
8
Kehamilan Abdominal
B. Implantasi Abdominal
Segera setelah menembus zona pellucida, sel sperma menyentuh
permukaan oosit dan akan bertemu dengan membran plasma oosit, hal ini
menyebabkan perubahan permeabilitas pada zona pellucida sehingga
impermeabel terhadap sperma lain. Impermeabilitas zona pellucida
disebabkan oleh kerja enzim lisosom yang dikeluarkan oleh granul-granul
korteks dekat membran plasma oosit. Zona pellucida yang telah terbentuk
sebenarnya tidak hanya berperan mencegah sperma lain memasuki ovum,
namun juga berperan menjamin pembelahan sel zigot yang baru terbentuk
9
Kehamilan Abdominal
10
Kehamilan Abdominal
halnya dengan yang terjadi di kavum uteri. 8 Pada kehamilan tuba, MMP-9
dan TIMP-1, 2, 3 diproduksi oleh semua sel sitotrofoblas ekstravili
(EVCT), sedangkan MMP-2 dan MMP-14 terutama diproduksi oleh sel
distal column cytotrophoblast (CCT) dan sel invasif EVCT. Selama
terjadinya implantasi, MMP-14 dan TIMP-1 dan 2 meningkat sepanjang
jalur invasi menuju sel interstisium tuba. MMP-2, 9, 14 dan TIMP-1,2,3
semuanya terdeteksi pada sel vilus citotrofoblas (VCT).20 Enzim-enzim ini
mendegradasi jaringan tuba dan embrio dapat mengadakan implantasi
secara kolumner maupun interkolumner. Implantasi secara kolumner yaitu
embrio berimplantasi pada permukaan atau sisi silia endosalping.
Perkembangan embrio pada implantasi ini tidak sempurna dan biasanya
akan mati secara dini karena kurangnya vaskularisasi dan kemudian
diresorbsi. Pada implantasi secara interkolumner embrio berimplantasi
antara silia endosalping atau masuk kedalam interstisium tuba. Setelah
tempat implantasi tertutup, maka embrio dipisahkan dari lumen tuba oleh
lapisan
jaringan
yang
menyerupai
desidua
dan
dinamakan
11
Kehamilan Abdominal
12
Kehamilan Abdominal
dan dapat pecah melalui dinding perut atau masuk kedalam usus atau
kandung kemih, bersama keluarnya nanah dapat pula ditemukan tulang,
rambut dan potongan-potongan kulit. Selain itu janin dapat berubah
menjadi zat kuning seperti minyak kental (adipocere).6,8
Janin yang dikeluarkan dari tuba dengan masih diselubungi oleh kantong
amnion dan dengan plasenta masih utuh kemungkinan tumbuh terus dalam
rongga perut, sehingga terjadi kehamilan ektopik lanjut atau kehamilan
abdominal sekunder. Untuk mencukupi kebutuhan makanan bagi janin,
plasenta dari tuba akan meluaskan implantasinya ke jaringan sekitarnya
misalnya ke sebagian uterus, ligamentum latum, dasar panggul dan usus
dan pada beberapa kasus dapat pula terjadi pada omentum.8
VI.
Manifestasi Klinis
Kehamilan abdominal mempunyai gejala yang mirip dengan kehamilan
ektopik lainnya. Namun jika kehamilan abdominal berlanjut sering terjadi
misdiagnosis karena diduga kehamilan intrauteri. Hal ini terjadi mungkin
karena pada awal masa kehamilan, gejala-gejala kehamilan ektopik mungkin
tidak dikeluhkan oleh ibu atau mungkin tidak dilakukannya asuhan antenatal
13
Kehamilan Abdominal
trimester pertama. Berikut ini adalah tanda dan gejala kehamilan abdominal
yaitu :
A. Tanda dan Gejala Subyektif
1. Nyeri abdomen bagian bawah, konstan atau intermitten, merupakan
gejala yang sering pada kehamilan abdominal. Nyeri ini terjadi
karena adanya perangsangan peritoneum. Jika janin hidup, setiap
gerakan janin akan terasa lebih nyeri.
2. Amenore biasanya berkorelasi dengan umur kehamilan.
3. Pada kehamilan abdomen sekunder, mungkin pasien pernah
mengalami sakit perut yang hebat disertai pusing atau pingsan, yaitu
sewaktu terjadinya ruptur tuba.
4. Gejala gangguan gastrointestinal yang bervariasi akibat penekanan
pada saluran gastrointestinal. Seperti nausea, vomitus, konstipasi dan
diare.
5. Malaise yang disebabkan perdarahan ke rongga abdomen akibat
ruptur tuba sebelumnya yang tidak ditangani sehingga terjadi
anemia.6,10
B. Tanda dan Gejala obyektif
1. Tidak ada kontraksi braxton Hicks selama kehamilan, pada bagian
abdomen yang mengandung janin tidak pernah mengeras.
2. Bunyi jantung janin terdengar lebih jelas.
3. Bagian-bagian janin teraba lebih jelas karena hanya terpisah oleh
dinding abdomen.
4. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan massa disamping janin yang
merupakan uterus yang ikut membesar.
5. Jika dilakukan pemeriksaan foto rontgen sering menunjukkan letak
miring, melintang atau sikap dan lokasi yang abnormal. Pada
pemeriksaan ulangan lokasi janin tetap sama.
6. Adanya sufel vaskular medial dari spina iliaka. Sufel ini diduga
berasal dari arteri ovarica ibu.
7. Serviks sering berpindah tempat ke anterior dan superior. Sering
serviks teraba lembek seperti pada kehamilan intrauterin. Palpasi
forniks dapat membedakan bagian-bagian janin atau kepala janin di
luar uterus.
14
Kehamilan Abdominal
8. Kalau sudah ada his dapat terjadi pembukaan sebesar kurang lebih 1
jari dan menjadi tidak lebih besar, dan tidak teraba bagian janin
apapun pada saat jari masuk kedalam cavum uteri.6,8,10
VII.
Diagnosis
A. Anamnesis
Anamnesa tidak jarang memberikan petunjuk yang penting dalam
membuat diagnosis. Pada riwayat sebelumnya atau pada kehamilan
muda, diketahui adanya perdarahan dan nyeri perut bagian bawah.
Penderita mungkin dapat mengingat adanya spotting atau perdarahan
iregular bersama dengan nyeri abdomen yang biasanya paling menonjol
pada salah satu atau kedua kuadran bawah. Pada ibu multigravida,
penderita merasakan bahwa kehamilan ini tidak berjalan seperti biasa,
dimana gejala gastrointestinal lebih nyata, dan gerakan anak dirasakan
lebih nyeri.8,10
B. Pemeriksaan Fisik
Pada kehamilan lebih lanjut dan pada pemeriksaan abdomen sering
ditemukan kelainan letak janin. Bagian-bagian janin sering teraba lebih
jelas di bawah kulit, walaupun pada multipara dan pada wanita dengan
dinding perut yang tipis kesan tersebut kadang-kadang diperoleh.
Massase abdomen pada kehamilan tidak merangsang massa tersebut
berkontraksi sebagaimana yang hampir selalu terjadi pada kehamilan
intrauteri lanjut. Pada pemeriksaan vagina, serviks biasanya bergeser,
bergantung sebagian pada posisi janin, dan serviks mungkin berdilatasi
tetapi pendataran bermakna tidak terjadi. Uterus seolah-olah tampak
melapisi massa kehamilan atau dapat bergeser menyamping. Bagian
kecil janin atau kepala dipalpasi melalui forniks dan teridentifikasi
dengan jelas berada diluar uterus.8,10
C. Uji Laboratorium
Pada masa awal, kehamilan mungkin dapat ditentukan dengan
pemeriksaan urin atau pemeriksaan -hCG serum. Uji laboratorium pada
kehamilan abdominal mungkin dapat ditemukannya anemia transien
yang tidak dapat dijelaskan pada awal kehamilan dapat menyertai awal
suatu ruptur tuba atau abortus. Peningkatan nilai alfafetoprotein serum
15
Kehamilan Abdominal
yang
dapat
menyerupai
kantung
gestasional.22 Pada
16
Kehamilan Abdominal
Gambar 7. Transvaginal Ultrasonogram, Tampak Kepala Fetus Berada di Luar Uterus yang
Kosong. (Kepustakaan 5)
17
Kehamilan Abdominal
18
Kehamilan Abdominal
IX.
Penatalaksanaan
Risiko kematian maternal yang tinggi pada kehamilan abdominal
berhubungan erat dengan berlanjutnya kehamilan karena kesalahan diagnosa
dan kesalahan manajemen plasenta pada saat dilakukan tindakan operasi. 24
Untuk meminimalisir risiko tersebut terjadi tiba-tiba, karena perdarahan
intraabdominal yang dapat mengancam kehidupan maternal, tampaknya
bijaksana jika dilakukan intervensi segera setelah terdiagnosis. Sejauh ini
tidak ada kontroversi pada tatalaksana kehamilan abdomen jika didapatkan
ibu dengan hemodinamik yang tidak stabil, janin mati atau tidak dapat hidup
diluar uterus (24 minggu), dan adanya oligohidramnion atau abnormalitas
janin pada USG agar dilakukan intervensi bedah. Hipotesis yang
menyebutkan kematian janin menyebabkan involusi plasenta dan mengurangi
perdarahan pada saat laparotomi belum sepenuhnya dapat dibuktikan.24
Beberapa klinisi berpendapat bahwa, jika usia kehamilan abdominal lebih
dari 24 minggu, pendekatan konservatif harus diambil untuk memungkinkan
kematangan dan kelangsungan hidup janin. Namun, meskipun telah dari 30
minggu, angka kelangsungan hidup janin hanya 63% dan 20% dari janin
tersebut mengalami deformasi (cacat kraniofasial dan berbagai macam
kelainan sendi) dan malformasi (cacat sistem saraf pusat dan anggota tubuh).
Selain itu pula, dengan kemajuan usia kehamilan, plasenta terus berkembang
19
Kehamilan Abdominal
Gambar 11. Awal Prosedur Laparoskopi, (a) uterus, (b) tuba kiri, (c) ovarium kiri, (d)
kantong gestasional. (Kepustakaan 11)
20
Kehamilan Abdominal
hati-hati, dan dihindarkan tarikan yang berlebihan pada tali pusat. Tali pusat
dipotong dekat pada plasenta, dan plasenta pada umumnya ditinggalkan.8
Penatalaksanaan plasenta diperlukan pada kasus kehamilan abdominal
disebabkan karena pengangkatan plasenta selalu membawa risiko perdarahan,
pembuluh darah yang memberi darah pada plasenta harus di ligasi sebelum
plasenta diangkat.
Gambar 14. Laparotomi Eksplorasi, Tampak Bokong Bayi Berada di Luar Uterus yang
Intak. (Kepustakaan 2)
22
Kehamilan Abdominal
dan
saluran
gastrointestinal
23
Kehamilan Abdominal
Prognosis
Angka kematian pada ibu sangat meningkat bila dibandingkan dengan
kehamilan normal. Berdasarkan penelitian didapatkan angka kematian ibu
berkisar antara 0.5-18%. Namun dengan diagnosis dini dan perencanaan
preoperasi yang tepat, angka kematian ibu dapat diturunkan secara
signifikan. Pada banyak kasus terdapat banyak morbiditas yang diderita ibu
yang selamat.
Bayi yang lahir dari kehamilan abdominal memiliki morbiditas jangka
panjang dan mortalitas perinatal yang tinggi. Angka kematian bayi perinatal
XII.
24
Kehamilan Abdominal
sejak
dini,
tindakan
bedah
intervensi
seperti
laparoskopi
perlu
DAFTAR PUSTAKA
25
Kehamilan Abdominal
of
Medical,
2011.
[Cited
2014
Jan
13];
available
from:
http://www.jmedicalcasereports.com/content/pdf/1752-1947-5-531.pdf
2. Nkusu Nunyalulendho D, Einterz EM: Advanced abdominal pregnancy: case
report and review of 163 cases reported since 1946. Rural Remote Health
2008, 8:1087.
3. Sarwat & Nadia. Abdominal Pregnancy. A Diagnostic Dilema. Medical
Journal,
July
2011.
[Cited
2014
Jan
13];
available
from:
http://www.theprofesional.com/article/2011/Vol-18-no-3/027-Prof.1635.pdf
4. Yildizhan et al. Primary Omental Pregnancy. Medical Journal, February
2008.
[Cited
2014
Jan
13];
available
from:
http://www.smj.org.sa/pdffiles/Apr08/03Primary20071143.pdf
5. Kun et al. Abdominal Pregnancy Presenting as a Missed Abortion at 16
Weeks Gestation. Medical Journal, Dec 2000. [Cited 2014 Jan 13]; available
from: http://www.hkmj.org/article_pdfs/hkm0012p425.pdf
6. Sastrawinata dkk. Fakultas Kedoteran Universitas Padjadjaran.
Ilmu
26
Kehamilan Abdominal
[Cited
2014
Jan
18];
available
from:
http://www.jogc.com/abstracts/full/200901_CaseReport_2.pdf
10. Cunningham dkk. Obstetri Williams. Kehamilan Ektopik. Edisi 21. Jakarta
: EGC, 2006.
11. Gerly et al. Early Ultrasonographic Diagnosis and Laparoscopic
Treatment of Abdominal Pregnancy. Medical Journal, May 2003. Elsevier.
[Cited
2014
Jan
18];
available
from:
http://vottorio.simply-
website.it/1/upload/early_ultrasonographic_diagnosis_and_iaparoscopic_treat
ment_of_abdominal_pregnacy.pdf
12. Schueler et al. Abdominal Pregnancy. Freemd : Medical Article, Aug 2010.
[Cited 2014 Jan 18]; available from: http://www.freemd.com/abdominalpregnancy/risk-factors.htm
13. Audin et al. Cocaine Use as a Risk Factor for Abdominal Pregnancy.
Medical Journal, May 1998. [Cited 2014 Jan 18]; available from:
http://pubmedcentralcanada.ca/picrender.cgi?
accid=PMC2608343&blobtype=pdf
14. Pawel Kuc. Optimal Environment for the Implantation of Human
Embryo. Medical Journal, 2012. [Cited 2014 Jan 18]; available from:
http://www.intechopen.com/download/get/type/pdfs/id/30619
15. Pansky, Ben. Medical Embryology. Week 1 of Embryonic Development :
Ovulation to Implantation. Review Medical Embyology Book. [Cited 2014
Jan 18]; available from: http://discovery.lifemapsc.com/library/review-ofmedical-embryology/chapter-14-week-1-of-embryonic-developmentovulation-to-implantation
16. Cha et al. Mechanisms of Implantation : Strategies for Succesful Pregnancy.
Nature Medicine, January 2013. [Cited 2014 Jan 18]; available from:
http://home.med.wayne.edu/embryo/pdf/impl_rev_dey_natmed_2012.pdf
17. Sadler. Langman : Embriologi Kedokteran. Edisi 7. Jakarta : EGC, 2000.
18. LifeMap Discovery. Embryonic Development Modeling in LifeMap
Discovery. Medical Article. [Cited 2014 Jan 18]; available from:
http://discovery.lifemapsc.com/in-vivo-development#modeling
19. Guyton & Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta : EGC,
2008.
27
Kehamilan Abdominal
2014
Jan
18];
available
from:
http://www.intechopen.com/download/get/type/pdfs/id/22231
21. Shao, Ruijin. Defining the Molecular Mechanisms for Tubal Ectopic
Pregnancy Using Mouse Models. Medical Journal, March 2012. [Cited 2014
Jan 18]; available from: http://www.omicsonline.org/2157-7536/2157-75363-e102.php?aid=4977
22. Chaudhari & Prajapati. Full-Term Abdominal Pregnancy with Dead
Fetus: A Case Report. India ; Medical Journal, 2012. [Cited 2014 Jan 18];
available from: http://www.omicsonline.org/scientific-reports/2165-7920-SR434.pdf
23. Gayer, Gabriela. Abdominal Ectopic Pregnancy. England Journal of
Medicine,
Dec,
2012.
[Cited
2014
Jan
20];
available
from:
http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMicm1111814
24. Dastur et al. Treating Hemorrhage from Secondary Abdominal
Pregnancy: then and now. Medical Journal : Case Report. [Cited 2014 Jan
20]; available from: http://www.aogm.org.mo/assets/Uploads/aogm/PPHFiles/PPH-Chap-48.pdf
28
Kehamilan Abdominal