Professional Documents
Culture Documents
bentuk lingkaran, bentuk bujur sangkar dan bentuk empat persegi panjang
(Kusmana, 1997). Dalam penelitian ini tipe analisis vegetasi kuadrat yang
digunakan adalah berupa bentuk bujur sangkar dengan luas kuadrat 10mx10m.
Stasiun yang diambil sebagai sampel dalam penelitian ini meliputi stasiun
1, 9 dan 17 dengan plot 1, 7, 13, 19, dan 25 dengan jarak antar plot 120 m.
Peneliti memilih tiga stasiun sebagai sampel dikarenakan ketiga stasiun memiliki
perbedaan topografi dan jenis vegetasi yang berbeda. Pengambilan plot dilakukan
hanya terbatas pada plot 1, 7, 13, 19, dan 25, dikarenakan dengan pengambilan
sampel pada plot tersebut, maka keanekaragaman tumbuhan herba dapat
bervariasi, sebab diambil dari vegetasi yang berbeda. Pengambilan sampel tidak
dilakukan pada seluruh plot, karena pada umumnya penyusun vegetasi pada
daerah yang berdekatan hanya terdiri dari spesies yang hampir sama. Pengambilan
stasiun dan plot yang acak ini dimaksudkan agar peneliti mendapatkan sampel
keanekaragaman tumbuhan herba penutup vegetasi yang dapat mewakili
keanekaragaman tumbuhan herba di Taman Nasional Alas Purwo. Peneliti juga
mempertimbangkan faktor abiotik yang mendukung kehidupan dari vegetasi
penyusun ekosistem di Taman Nasional Alas Purwo untuk memperkuat penelitian
bahwa faktor abiotik memiliki peran yang besar bagi kelangsungan hidup
organisme.
A. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang dapat dirumuskan dari proposal ini antara lain:
1. Bagaimana perbedaan keanekaragaman spesies tumbuhan herba pada bibir
pantai, 140 m dari pantai, 260 m dari pantai, 380 m dari pantai di Taman
Nasional Alas Purwo Banyuwangi?
2. Bagaimana Indeks Nilai Penting (INP) tumbuhan herba pada bibir pantai,
140 m dari pantai, 260 m dari pantai, 380 m dari pantai di Taman Nasional
Alas Purwo Banyuwangi?
3. Faktor abiotik apa saja yang mempengaruhi tumbuhan herba pada bibir
pantai, 140 m dari pantai, 260 m dari pantai, 380 m dari pantai di Taman
Nasional Alas Purwo Banyuwangi?
4. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui perbedaan keanekaragaman spesies tumbuhan herba pada bibir
pantai, 140 m dari pantai, 260 m dari pantai, 380 m dari pantai di Taman
Nasional Alas Purwo Banyuwangi.
2. MengetahuiIndeks Nilai Penting (INP) tumbuhan herba pada pada bibir
pantai, 140 m dari pantai, 260 m dari pantai, 380 m dari pantai di Taman
Nasional Alas Purwo Banyuwangi.
3. Mengetahui faktor abiotik yang dapat mempengaruhi tumbuhan herba pada
pada bibir pantai, 140 m dari pantai, 260 m dari pantai, 380 m dari pantai di
Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi.
B. Kegunaan Penelitian
Berdasarkan tujuannya, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
manfaat sebagai berikut:
1.
2.
Bagi
instansi
pemerintah
yaitu
dapat
menjadi
bahan
Taman
Nasional
serta
pelestarian
C.
BAB IV
DATA DAN ANALISIS
1.1 Data Perhitungan Kuadrat
Nama spesies
Paspalum
konjugatum
Piper cubeba
Piper
retrovractum
Tetrastigma sp
Pseuderanthemu
m sp
Daemanorobs sp
Bibir pantai
1
9
8
-
17
-
+140m
1
9
-
17
-
+260m
1
9
-
+380m
1
9
-
17
21
-
17
-
+500m
1
9
-
17
39
-
5
-
1
5
7
2
1.3
1.6
Nama
B 1.7
ibir
tumbuhan
1.4 Nilai Kr %
+ 1.8 + 1.9 +3
140m
260m
80m
1.10 +
500m
pantai
1.11
Paspalum
conjugatum
1.17
Piper
cubeba
1.23
Piper
retrofractum
1.29
Tetrastigm
a, sp
1.35
Pseuderan
themum, sp
1.41
Daemanor
ops, sp
1.47 Tota
l
1.15
1.12
1.13
1.14
1.16
1.18
1.19
1.20
1.21
1.22
81
1.24
1.25
1.26
1.27
1.28
1.30
1.31
1.32
1.33
1.34
2,
1.36
1.37
1.38
1.39
1.40
10
1.42
1.43
1.44
1.45
1.46
6,
1.48
1.49
1.50
1.51
1.52
10
1.53
1.54
Nama
tumbuhan
1.55 Nilai Dr %
1.57 B 1.58 + 1.59 + 1.60 +
1.61 +
ibir
500m
140m
260m
380m
pantai
1.62
Paspalum
conjugatum
1.68
Piper
1.63
1.64
1.65
1.66
1.67
1.69
1.70
1.71
1.72
1.73
cubeba
1.74
Piper
retrofractum
1.80
Tetrastigm
a, sp
1.86
Pseuderant
hemum, sp
1.92
Daemanor
ops, sp
1.98 Total
1.75
1.76
1.77
1.78
1.79
1.81
1.82
1.83
1.84
1.85
1.87
1.88
1.89
1.90
1.91
1.93
1.94
1.95
1.96
1.97
1.99
1.100
1.101
1.102
1.103
1.104
1.105
1.106
1.107
1.108 Nama
1.109
Nilai Fr %
1.111 B 1.112 + 1.113 + 1.114 + 1.115 +
tumbuhan
ibir
140m
260m
380m
500m
pantai
1.116 Paspalum
conjugatum
1.122 Piper
cubeba
1.128 Piper
retrofractum
1.117
1.118
1.119
1.120
1.121
1.123
1.124
1.125
1.126
1.127
1.129
1.130
1.131
1.132
1.133
1.134 Tetrastigm
a, sp
1.140 Pseuderant
hemum, sp
1.146 Daemanor
ops, sp
1.152 Tot
al
1.135
1.136
1.137
1.138
1.139
1.141
1.142
1.143
1.144
1.145
1.147
1.148
1.149
1.150
1.151
1.153
1.154
1.155
1.156
1.157
1.158
1.159 Nama
1.160
Nilai INP
1.162 B 1.163 + 1.164 +2 1.165 +
1.166 +
tumbuhan
ibir
500m
140m
60m
380m
pantai
1.167 Paspalum
conjugatum
1.173 Piper
1.168
1.169
1.170
1.171
1.172
1.174
1.175
1.176
1.177
1.178
23
1.181
1.182
1.183
1.184
68
1.187
1.188
1.189
1.190
1.193
1.194
1.195
1.196
1.199
1.200
1.201
1.202
cubeba
1.179 Piper
1.180
retrofractum
1.185 Tetrastigm
1.186
a, sp
1.191 Pseuderant
1.192
hemum, sp
1.197 Daemanor
ops, sp
1.198
1.203 Tot
al
1.204
1.205
1.206
1.207
1.208
30
1.209
1.210
1.211
1.212
1.213
1.214
1.215
1.216
1.217 Analisis Data
1.218 Metode yang digunakan pada praktikum ini adalah dengan metode
kuadrat, sehingga sistem analisis yang dilakukan meliputi kerapatan, kerimbunan,
dan frekuensi.
1.219 Plot 1
1.220 Kerapatan relatif
1.221
berikut:
1.222 Kerapatan Relatif =
1. Paspalumconjugatum
individu
total
x 100%
8
x 100 =10
: 8
0%
x 100
8
: 8 x 100 =10 0 %
Frekuensi Relatif
selama
pengamatan
dilakukan.
Penghitungan
dapat
menggunakan rumus:
frekuensi suatu spesies yang tertunjuk x 100
1.228 Frekuensi =
total seluruh frekuensi spesies
1. Paspalum conjugatum
1.229
33,33
: 33,33 x 100 =10 0 %
Plot 7
1.232
Plot 13
1.237
Kerapatan Relatif
1. Piper cubeba
2. Piper retrofractum:
21
x 100 =
87,5 %
24
3
x 100 =
12,5 %
24
80
x 100 =
94,117 %
85
5
x 100 =
5.883%
85
1. Piper cubeba
2. Piper retrofractum:
1.240
50
x 100 =
50 %
100
50
x 100 =
50 %
100
Nilai INP
1. Piper cubeba
Plot 19
1.244
Kerapatan Relatif
:
39
x 100 =
81,25 %
48
2. Tetrastigma, sp
1
x 100 =
2,083 %
48
3. Pseuderanthemum, sp
5
x 100 =
: 48
10,4167 %
4. Daemanorops, sp
3
x 100 =
6,25 %
48
98
x 100 =
89,09 %
110
1. Piper cubeba
1.246 2. Tetrastigma, sp
3. Pseuderanthemum, sp
4. Daemanorops, sp
1.247 Frekuensi Relatif
2
x 100 =
1,818%
110
5
x 100 =
: 110
4,545%
:
5
x 100 =
4,545%
110
1. Piper cubeba
25
x 100 =
25 %
100
2. Tetrastigma, sp
25
x 100 =
25 %
100
3. Pseuderanthemum, sp
25
x 100 =
: 100
25 %
4. Daemanorops, sp
1.248
25
x 100 =
25 %
100
Nilai INP
1. Piper cubeba
2. Tetrastigma, sp
3. Pseuderanthemum, sp
4. Daemanorops, sp
1.249 Pada daerah disekitar plot ke 19 atau sekItar 380 meter dari
bibir pantai didapati empat jenis tumbuhan yakni Piper cubeba,
Tetrastigma, sp, Pseuderanthemum, sp dan Daemanorops, sp, namun nilai
INP dari Piper cubeba lebih tinggi bila dibandingkan dengan tumbuhan
yang lainnya dengan nilai INP 195,34%
1.250
1.251
Plot 25
1.252
Kerapatan Relatif
1. Piper cubeba
5
x 100 =
25 %
20
2. Tetrastigma, sp
7
x 100 =
35 %
20
3. Pseuderanthemum, sp
2
x 100 =
: 20
10 %
4. Daemanorops, sp
6
x 100 =
30 %
20
12
x 100 =
42,86 %
28
2.
Tetrastigma, sp
7
x 100 =
25%
28
3. Pseuderanthemum, sp
2
x 100 =
: 28
7,14%
4. Daemanorops, sp
7
x 100 =
25%
28
1. Piper cubeba
25
x 100 =
25 %
100
2. Tetrastigma, sp
25
x 100 =
25 %
100
3. Pseuderanthemum, sp
25
x 100 =
: 100
25 %
4. Daemanorops, sp
1.255
25
x 100 =
25 %
100
Nilai INP
1. Piper cubeba
2. Tetrastigma, sp
3. Pseuderanthemum, sp
4. Daemanorops, sp
1.256 Pada daerah disekitar plot ke 25 atau sekItar 500 meter dari
bibir pantai didapati empat jenis tumbuhan yakni Piper cubeba,
Tetrastigma, sp, Pseuderanthemum, sp dan Daemanorops, sp, namun nilai
INP dari Piper cubeba lebih tinggi bila dibandingkan dengan tumbuhan
yang lainnya dengan nilai INP 92,86%
1.257
1.258
1.259
1.260
1.261
1.262
1.263
1.264
1.265
1.266
1.267
1.268
1.269
1.270
1.271
1.272
1.273
1.274
1.275
1.276
1.277
1.278
1.279
1.280
1.281
1.282
1.283
1.284 BAB V
1.285 PEMBAHASAN
1.286
1.287 Teknik sampling kuadrat merupakan suatu teknik survey vegetasi
yang sering digunakan semua tipe komunitas tumbuhan. Metode kuadrat
menggunakan petak bentuk segi empat atau lingkaran yang menggambarkan luas
area tertentu. Sehubungan dengan efisisensi sampling banyak studi yang
dilakukan menunjukkan bahwa petak bentuk segi empat memberikan data
komposisi vegetasi yang lebih akurat disbanding petak berbentuk lingkaran
(Suwena, 2007). Dalam praktikum kali ini (kuadran) yang digunakan berbentuk
segi empat dengan ukuran 1x1 m.
1.288 Berdasarkan
pengamatan
yang
telah
dilakukan
dengan
Kerapatan
reletif
spesies
Piper
cubeba,
Tetrastigma,
sp;
dibagi dengan luas plot. Dan untuk memperoleh dominansi relative. Dominansi
tiap individu dibagi dengan jumlah dominansi total lalu dikalikan dengan 100%.
Hasil yang diperoleh dari dominansi spesies Paspalum conjugatum pada plot 1
jarak terdekat dari bibir pantaiyaitu 80%. Dominansi spesies Piper cubebadan
Piper retrofractum pada plot 13 yang berjarak 260m berturut-turut yaitu 80% dan
5%. Dominansi spesies Piper cubeba, Tetrastigma, sp; Pseuderanthemum, sp dan
Daemanorops, sp. pada plot 19 yang berjarak 380m berturut-turut yaitu 98%, 2%,
5% dan 5%. Kerapatan spesies Piper cubeba, Tetrastigma, sp; Pseuderanthemum,
sp dan Daemanorops, sp. pada plot 25 yang berjarak 500m berturut-turut yaitu
12%, 7%, 2% dan 7%.
1.293 Sedangkan dominansi relatif spesies Paspalum conjugatum pada
plot 1 jarak terdekat dari bibir pantaiyaitu 100%. Dominansi reletif spesies Piper
cubebadan Piper retrofractum pada plot 13 yang berjarak 260m berturut-turut
yaitu 94,11%% dan 5,882%. Dominansi reletif spesies Piper cubeba, Tetrastigma,
sp; Pseuderanthemum, sp dan Daemanorops, sp. pada plot 19 yang berjarak 380m
berturut-turut yaitu 89,09%, 1,818%, 4,545%, dan 4,545%. Dominansi reletif
spesies Piper cubeba, Tetrastigma, sp; Pseuderanthemum, sp dan Daemanorops,
sp. pada plot 25 yang berjarak 500m berturut-turut yaitu 42,86%, 25%, 7,14% dan
25%.
1.294 Frekuensi diperoleh berdasarkan kekerapan suatu spesies yang
ditemukan pada setiap petak (Rohman dan Sumberartha, 2001). Frekuensi
diperoleh dari perhitungan jumlah kemunculan setiap individu pada masingmasing plot dibagi dengan jumlah plot. Dalam menghitung frekuensi relative,
frekuensi tiap individu dibagi dengan frekuensi total llau dikali dengan 100%
(Kusmana, 1997). Hasil yang diperoleh dari frekuensi spesies Paspalum
conjugatum pada plot 1 jarak terdekat dari bibir pantai yaitu 33,33%. Frekuensi
spesies Piper cubebadan Piper retrofractumpada plot 13 yang berjarak 260m
berturut-turut yaitu 33,33%dan 33,33%. Frekuensi spesies Piper cubeba,
Tetrastigma, sp; Pseuderanthemum, sp dan Daemanorops, sp. pada plot 19 yang
berjarak 380m berturut-turut yaitu 33,33%, 33,33%, 33,33% dan 33,33%.
Frekuensi spesies Piper cubeba, Tetrastigma, sp; Pseuderanthemum, sp dan
Daemanorops, sp. pada plot 25 yang berjarak 500m berturut-turut yaitu 33,33%,
33,33%, 33,33% dan 33,33%.
1.295 Sedangkan frekuensi relatif spesies Paspalum conjugatum pada
plot 1 jarak terdekat dari bibir pantaiyaitu 100%. Frekuensi reletif spesies Piper
cubeba dan Piper retrofractum pada plot 13 yang berjarak 260m berturut-turut
yaitu 50% dan 50%. Frekuensi reletif spesies Piper cubeba, Tetrastigma, sp;
Pseuderanthemum, sp dan Daemanorops, sp. pada plot 19 yang berjarak 380m
berturut-turut yaitu 25%, 25%, 25%dan 25%. Frekuensi reletif spesies Piper
cubeba, Tetrastigma, sp; Pseuderanthemum, sp dan Daemanorops, sp. pada plot
25 yang berjarak 500m berturut-turut yaitu 25%, 25%, 25% dan 25%.
1.296 Setelah dilakukan perhitungan terhadap variable di atas selanjutnya
dihitung indeks nilai penting (INP) dari tiap spesies yang ditemukan. Indeks nilai
penting (INP) ini digunakan untuk menetapkan dominasi suatu jenis terhadap
jenis lainnya atau dengan kata lain nilai penting kedudukan ekologis suatu jenis
dalam komunitas. Indeks nilai penting dihitung berdasarkan penjumlahan nilai
kerapatan relative (KR), dominansi relative (DR), dan frekuensi relative (FR)
(Mueller-Dombois dan Ellenberg, 1974 dalam Soerianegara dan Indrawan, 2005).
Hasil yang diperoleh dari indeks nilai penting (INP) pada masing-masing plot
dengan 3 ulangan yaitu pada plot 1 jarak terdekat dari bibir pantai spesies dengan
INP adalah Paspalum conjugatum sebesar 300%. Pada plot 13 yang berjarak
260m spesies dengan INP tertinggi adalah Piper cubeba sebesar 231,617%,
disusul dengan Piper retrofractum sebesar 68, 383%. Pada plot 19 yang berjarak
380m spesies dengan INP tertinggi adalah Piper cubeba sebesar 195,34% disusul
dengan Pseuderanthemum, sp sebesar 39,962%, Daemanorops, sp sebesar
35,796% dan Tetrastigma, sp sebesar 28,902%. Pada plot 25 yang berjarak 500m
spesies dengan INP tertinggi adalah Piper cubeba sebesar 92,86% disusul dengan
Pseuderanthemum, sp sebesar 42,14%, Tetrastigma, sp sebesar 85% dan
Daemanorops, sp sebesar 80%.
1.297 Berdasarkan data INP yang diperoleh, Paspalum conjugatum
memiliki INP tertinggi pada plot 1 dari 3 kali ulangan dan Piper cubeba memiliki
INP tertinggi pada plot 13, 19 dan 25 dari 3 kali ulangan. Berdasarkan nilai indeks
penting tersebut maka dapat dikatakan bahwa Paspalum conjugatum dan Piper
cubeba memiliki kedudukan yang penting dalam suatu komunitas. Hal tersebut
sesuai dengan pernyataan Fachrul (2007) Indeks Nilai Penting merupakan indeks
kepentingan yang menggambarkan pentingnya peranan suatu jenis vegetasi dalam
komunitasnya. Apabila INP suatu jenis vegetasi bernilai tinggi, maka jenis itu
sangat mempengaruhi kestabilan komunitas tersebut.
1.298 Paspalum conjugatum dan Piper cubeba memiliki INP yang tinggi,
hal ini juga dapat menggambarkan tingkat densitas dan dominansi dari spesies
tersebut. Tingginya tingkat densitas dan dominasi dari spesies yang menempati
suatu ekosistem tertentu dapat disebabkan oleh banyak factor, salah satu factor
lingkungan yang mendukung yaitu pH, suhu dan kelembababn yang cocok untuk
mendukung pertumbuhan populasi (Rahardjanto, 2001). Dari pengamatan yang
telah dilakukan, telah diketahui bahwa pada setiap plot mempunyai jenis spesies
yang berbeda-beda antara satu sama lain. Adanya perbedaan spesies ini dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi vegetasi. Suhu
merupakan faktor lingkungan yang dapat berperan baik secara langsung maupun tidak
langsung terhadap organisme hidup. Berperan langsung hampir pada setiap fungsi dari
tumbuhan dengan mengontrol laju proses-proses kimia dalam tumbuhan tersebut,
sedangkan peran tidak langsung dengan mempengaruhi faktor-faktor lainnya terutama
suplai air. Suhu akan mempengaruhi laju evaporasi dan menyebabkan tidak saja
keefektifan hujan tetapi juga laju kehilangan air dari organisme hidup (Michael,
1995). Suhu udara pada masing-masing stasiun dan plot berbeda-beda tetapi
tingkat perbedaannya tidak terlalu jauh. Pada stasiun 9 plot 1 menunjukan bahwa
suhu udara sebesar 310C, plot 7 320C, plot 13 360C, plot 19 340C dan plot 25 350C.
Syafei (1990) menyebutkan bahwa suhu optimum untuk pertumbuhan tanaman
berkisar 32-350C.
1.299 Pada daerah tropis kelembaban udara meningkat menurut
ketinggian suatu daerah. Semakin tinggi suatu daerah maka kelembaban semakin
tinggi, begitu pula sebaliknya. Ada dua macam kelembaban yaitu kelembaban
mutlak, kelembaban nisbi. Kelembaban mutlak adalah sejumlah air dalam udara
yang dinyatakan sebagai berat persatuan udara, dan kelembaban nisbi adalah
merupakan persentase uap air yang sebenarnya dibandingkan dengan kejenuhan
dibawah kendali tekanan suhu yang ada dan bias diukur dengan mencatat
perbedaan antara basah dan kering pada suatu tempat (Michael, 1995).
transek 1 dan 9 tergolong ke dalam tanah dengan pH normal, yaitu sekitasr 6,57,5. Hardjowigeno (2003), yang mengemukakan bahwa tanah dikatakan masam
jika pH-nya lebih kecil dari 7 dan dikatakan basa jika nilai pH-nya lebih besar dari
7. Tanah yang pHnya normal memiliki kandungan ion hidrogen dan ion hidroksil
yang seimbang. Hal tersebut juga dapat dipengaruhi oleh banyaknya kandungan
air dalam tanah sehingga kandungan basa dalam tanah stabil dan mengakibatkan
tanah tersebut menjadi berada pada rentang normal.Tanah yang terlalu masam,
dapat dinaikkan pH-nya dengan menambahkan kapur ke dalam tanah, sedangkan
pH tanah yang terlalu alkalis atau mempunyai nilai pH yang tinggi dapat
diturunkan dengan cara menambahkan belerang atau dengan cara pemupukan
pada tanah (Sutanto, 1995).
1.303 Pengukuran intensitas cahaya menggunakan luxmeter. Fungsi
luxmeter adalah untuk mengukur intensitas pencahayaan yang dilakukan oleh
peneliti (Syafei, 1990). Nilai yang ditunjukkan luxmeter pada transek 1 memiliki
rata-rata 5,5, sehingga termasuk ke dalam intesnitas cahaya tinggi. Pada transek 9,
intenitas cahaya di plot 1, 7, dan 13 bernilai 3. Jauh lebih rendah dari pada plot 19
dan 25. Hal ini dapat diakibatkan karena rimbunnya vegetasi pada plot 1, 7, dan
13 sehingga sinar matahari tidak mengenai permukaan tanah secara kontinyu.
Intesnitas cahaya dapat mempengaruhi nilai keankearagaman, kemerataan, dan
kekayaan dari jenis hewan infauna. Makin tinggi intensitas cahaya akan
menyebabkan meningkatnya suhu permukaan tanah. Suhu menjadi berpengaruh
karena mempengaruhi pertumbuhan serangga tersebut, dikarenakan serangga
bersifat ektoterm yang berarti suhu berdampak besar dalam pertumbuhan
individu.
1.304 Kesuburan tanah merupakan aspek penting dari keberlangsungan
hidup vegetasi. Baiknya aerasi, kandungan zat dalam tanah, adanya fauna tanah
merupakan aspek yang dinilai dalam kesburuan tanah (Sutanto, 1995). Nilai
keseburan tanah dapat diambil menggunakan soil analyzer. Hasil yang
ditunjukkan berupa jarum yang menunjuk ke tulisan untuk menentukan tingkat
kesuburan tanahnya. Kesuburan tanah dari semua plot pada transek 1 dan 9 adalah
too little atau sangat rendah. Hal ini tidak sesuai dengan hasil pengukuran alat
ekologi lain seperti kelembaban udara, suhu udara, intensitas cahaya dan yang
penelitian
sangat