You are on page 1of 27

BAB I

LAPORAN KASUS
I.1. IDENTITAS PASIEN
Nama

: An. A

Umur

: 7 tahun

Pekerjaan

: Pelajar

Agama

: Islam

Alamat

: Pangkalan Balai

Tanggal masuk

: 23 Juni 2016

I.2. DATA DASAR


I.2.1. ANAMNESA (Subyektif)
Autoanamnesa tanggal 23 Juni 2016
KELUHAN UTAMA

: demam (+)

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG :


Pasien datang dari IGD pada 23 Juni 2016 pukul 10.00 WIB. Pasien mengeluh
demam sejak 4 hari yang lalu, demam dirasakan naik turun, batuk (+) tidak berdahak,
batuk dirasakan sebelum timbulnya gejala demam, pilek (-), nyeri perut (+), mual
(+), muntah (-), BAB lendir (+), BAB terakhir 2 hari yang lalu., flatus (+)
1

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU :


Riwayat penyakit kencing manis

: Disangkal

Riwayat penyakit darah tinggi

: Disangkal

Riwayat penyakit jantung

: Disangkal

Riwayat keluhan yang sama sebelumnya

: Disangkal

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA:


Riwayat penyakit kencing manis

: Disangkal

Riwayat penyakit darah tinggi

: Disangkal

Riwayat penyakit jantung

: Disangkal

Riwayat penyakit ginjal

: Disangkal

I.2.2. PEMERIKSAAN FISIK (Obyektif)


Tanggal 23 Juni 2016
Keadaan umum

: sakit sedang

Kesadaran

: compos mentis

Tanda vital

:Nadi

Kulit

= 90x/menit

Suhu

= 38 0C

RR

= 24x/menit

: Turgor kulit supel

Kepala

: Normocephal, rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah


dicabut.

Wajah

: Simetris, ekspresi wajar

Mata

: Edama palpebra -/-, conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik


-/-

Telinga

: Bentuk normal, simetris, lubang lapang, serumen -/-

Hidung

: Bentuk normal, tidak ada septum deviasi

Mulut

: Bibir basah, faring tidak hiperemis, Tonsil T1-T1 tenang, lidah


kotor (+)

Leher

: Simetris, tidak tampak pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada


deviasi trakhea, tidak teraba pembesaran KGB.

Thorak

: retraksi suprasternal (-)


Pulmo: I
P

: thorax simetris dengan ekspansi baik


: Fremitus taktil kanan = kiri, ekspansi dinding dada
simetris

: Sonor di kedua lapang paru

A : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)


Cor :

: Tidak tampak iktus cordis

P : Iktus cordis tidak teraba


P : Batas atas ICS III linea parasternal sinistra
Batas kiri ICS VI linea midklavicula sinistra
3

Batas kanan ICS IV linea stemalis dextra


A : BJ I dan II reguler, Gallop -/-, Murmur -/Abdomen

:I

: Datar

: Bising usus (+)

: Dinding perut supel, turgor kulit baik


Hepar & Lien tidak teraba membesar.

P
Ekstremitas

: Timpani

: Edema tungkai (-), sianosis (-), capillary refill < 2detik

Hb : 15,2 gr % (n=14-18 gr%)


Hitung leukosit : 2400 (n=4-10.000)
Hitung trombosit : 128.000 (n=150-400.000)
Pemeriksaan Seroogi / Immunologi :
Widal :
- S typhi O + 1/160
- S typhi H + 1/320
- P typhi A

I.3. RESUME
S

Pada tanggal 23 Juni 2016 An. A, 7 th datang dari IGD pada pukul
10.00 WIB. Pasien mengeluh demam sejak 4 hari yang lalu, demam
dirasakan naik turun, batuk (+) tidak berdahak, batuk dirasakan
sebelum timbulnya gejala demam, pilek (-), nyeri perut (+), mual (+),
muntah (-), BAB lendir (+), BAB terakhir 2 hari yang lalu., flatus (+)

Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sakit sedang dengan


kesadaran compos mentis. Pemeriksaan tanda vital didapatkan nadi
90x/menit, suhu: 380C dan respirasi 24x/menit. Pada pemeriksaan
fisik kepala, wajah, hidung, telinga, leher, jantung, pulmo dan
ekstremitas tidak didapatkan adanya kelainan. Pada pemeriksaan
mulut ditemukan lidah kotor. Pada pemeriksaan fisik abdomen tidak
terdapat kelainan. Pada pasien ini, disarankan untuk dilakukan
pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium darah rutin.

- DHF I
- Typhoid Fever

- infus RL 20 tpm
- Paracetamol 3x250
- Cloramphenicol 3x250

I.4. PENELUSURAN (FOLLOW UP)


Tanggal 24 Juni 2016
S
:
Lemas (+), batuk (+)
O

Keadaan umum

: sakit sedang

Kesadaran

: compos mentis

Tanda vital

: Nadi: 80x/menit
Suhu: 37,5 0C
RR: 20x/menit

Kulit

: Turgor kulit supel

Kepala

: Normocephal, rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah


dicabut.

Wajah

: Simetris, ekspresi wajar

Mata

: Edama palpebra -/-, conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik


-/-

Telinga

: Bentuk normal, simetris, lubang lapang, serumen -/-

Hidung

: Bentuk normal, tidak ada septum deviasi

Mulut

: Bibir basah, faring tidak hiperemis, Tonsil T1-T1 tenang, lidah


kotor (+)

Leher

: Simetris, tidak tampak pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada


deviasi trakhea, tidak teraba pembesaran kgb.

Thorak

: retraksi suprasternal (-)


Pulmo: I
P

: thorax simetris dengan ekspansi baik


: Fremitus taktil kanan = kiri, ekspansi dinding dada
simetris

P : Sonor di kedua lapang paru


A : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Cor :

: Tidak tampak iktus cordis

P : Iktus cordis tidak teraba


P : Batas atas ICS III linea parasternal sinistra
Batas kiri ICS VI linea midklavikula sinistra
Batas kanan ICS IV linea stemalis dextra
A : BJ I dan II reguler, Gallop -/-, Murmur -/Abdomen

:I

: Datar

: Bising usus (+)

: Dinding perut supel, turgor kulit baik


Hepar & Lien tidak teraba membesar

P
Ekstremitas

:Timpani

: Edema tungkai (-), sianosis (-),capilary refill < 2detik

Pemeriksaan Penunjang
7

Hitung trombosit : 148.000 (n=150-400.000)


A

DHF I + Thypoid Fever

- infus RL 20 tpm
- Paracetamol 3x250
- Cloramphenicol 3x250

Tanggal 25 Juni 2016


S
:
Lemas (-), demam (-)
O
:
Keadaan umum

: sakit ringan

Kesadaran

: compos mentis

Tanda vital

: Nadi: 80x/menit
Suhu: 37 0C
RR: 20x/menit

Kulit

: Turgor kulit supel

Kepala

: Normocephal, rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah


dicabut.

Wajah

: Simetris, ekspresi wajar

Mata

: Edama palpebra -/-, conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik


-/-

Telinga

: Bentuk normal, simetris, lubang lapang, serumen -/-

Hidung

: Bentuk normal, tidak ada septum deviasi


8

Mulut

: Bibir basah, faring tidak hiperemis, Tonsil T1-T1 tenang, lidah


kotor (+)

Leher

: Simetris, tidak tampak pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada


deviasi trakhea, tidak teraba pembesaran KGB.

Thorak

: retraksi suprasternal (-)


Pulmo: I
P

: thorax simetris dengan ekspansi baik


: Fremitus taktil kanan = kiri, ekspansi dinding dada
simetris

P : Sonor di kedua lapang paru


A : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Cor :

: Tidak tampak iktus cordis

P : Iktus cordis tidak teraba


P : Batas atas ICS III linea parasternal sinistra
Batas kiri ICS VI linea midklavicula sinistra
Batas kanan ICS IV linea stemalis dextra
A : BJ I dan II reguler, Gallop -/-, Murmur -/Abdomen

:I

: Datar

: Bising usus (+)

: Dinding perut supel, turgor kulit baik


Hepar & Lien tidak teraba membesar
9

Terdapat nyeri tekan epigastrium, panas seperti terbakar


P
Ekstremitas

:Timpani

: Edema tungkai (-), sianosis (-),capilary refill < 2detik

DHF I + Thypoid Fever

Rencana pulang

BAB II
10

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. PENDAHULUAN
Menurut Hadinegoro (1001), demam berdarah dengue adalah salah satu
bentuk klinis dari penyakit akibat infeksi dengan virus dengue pada manusia
sedangkan manifestasi klinis dan infeksi virus dengue dapat berupa demam dengue
dan demam berdarah dengue.
Dengue adalah penyakit daerah tropis dapat ditularkan oleh nyamuk Aedes
Aegypti, nyamuk ini adalah nyamuk rumah yang menggigit pada siang hari.
Penyakit demam berdarah dengue merupakan masalah kesehatan di
Indonesia hal ini tampak dari kenyataan seluruh wilayah di Indonesia mempunyai
resiko untuk terjangkit penyakit demam berdarah dengue. Sebab baik virus
penyebab maupun nyamuk penularanya sudah tersebar

luas di perumahan-

perumahan penduduk.
Walaupun angka kesakitan penyakit ini cenderung meningkat dari tahun ke
tahun sebaliknya angka kematian cenderung menurun , karena semakin dini
penderita mendapat penanganan oleh petugas kesehatan yang ada di daerah daerah
(Janus, 2003)

II.2. ISI
II.2.1. Definisi
Demam berdarah dengue adalah penyakit yang terdapat pada anak dan
dewasa

dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi yang biasanya

memburuk setelah dua hari pertama. ( Hendrawanto, 2006)


II.2.2. Etiologi
Menurut Hadinegoro (2001) penyebab demam berdarah dengue adalah virus
dengue yang termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus (Arbovirus) yang
sekarang

dikenal

sebagai

genus

flavivirus,

familio flavivisidae dan


11

mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu : DEN 1 , DEN 2 , DEN 3, DEN 4.


Di Indonesia pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975
di beberapa Rumah Sakit menunjukkan keempat serotipe di temukan dan
bersirkulasi sepanjang tahun. Serotipe DEN 3 merupakan serotipe yang
dominan dan diasumsikan banyak yang menunjukkan manifestasi klinik yang
berat. (Hendrawanto,1996)
II.2.3..Epidemiologi
Demam

berdarah

dengue

di Indonesia

pertama

kali

dicurigai

terjangkit di Surabaya pada tahun 1968, tetapi kepastian virologiknya baru


diperoleh pada tahun 1970.
Demam berdarah dengue pada orang dewasa dilaporkan pertama kali oleh
Swandana (1970) yang kemudian secara drastis meningkat dan menyebar ke
seluruh Dati I di Indonesia. (Hendrawanto, 1996)
Faktor
Demam

yang

Berdarah

penduduk yang

mempengaruhi
Dengue

tinggi

(2)

peningkatan

sangat
Urbanisasi

dan

penyebaran

kompleks, yaitu
yang

tidak

(1)
terencana

kasus

Pertumbuhan
dan

tidak

terkendali (3) Tidak ada kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah
endemis dan (4) Peningkatan sarana transportasi. (Hadinegoro, 2001)
Di Indonesia, karena suhu udara dan kelembaban tidak sama di setiap
tempat, maka pola terjadinya penyakit agak berbeda untuk setipa tempat. Di Jawa
pada umumnya infeksi virus dengue terjadi mulai awal Januari, meningkat
terus sehingga kasus terbanyak terdapat pada sekitar bulan April Mei setiap
tahun.

II.2.4 Cara Penularan


Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus
dengue, yaitu mausia, virus dan vektor perantara.
Virus dengue

ditularkan

kepada

manusia

melalui

nyamuk

Aedes

Aegypti, Aedes Albopictus, Aedes Polynesiensis dan beberapa spesies yang lain
12

dapat juga menularkan virus ini, namun merupakan vektor yang kurang berperan.
Aedes tersebut mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang
sedang mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur
berkembang biak dalam waktu 8 10 hari (extrinsic incubation period) sebelum
dapat di tularkan kembali pada manusia pada saat gigitan berikutnya. Sekali virus
dapat masuk dan berkembang biak di dalam tubuh nyamuk tersebut akan dapat
menularkan virus selama hidupnya (infektif).
Ditubuh manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 4 6 hari
(intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan penyakit. Penularan dari
manusia kepada nyamuk dapat terjadi bila

nyamuk menggigit manusia yang

sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah
demam timbul. (Hadinegoro, 2001)

II.2. 5. Patogenesis
Virus dengue masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk dan
infeksi pertama mungkin memberi gejala sebagai demam dengue. Reaksi yang
amat berbeda akan tampak bila seseorang mendapat infeksi yang berulang
dengan tipe virus dengue yang berlainan.(Hendrawanto, 1996)
Hipotesis infeksi sekunder (the secamdary heterologous infection/ the
sequential infection hypothesis) menyatakan bahwa demam berdarah dengue dapat
terjadi bila seseorang setelah terinfeksi dengue pertama kali mendapat infeksi
berulang dengue lainnya. Reinfeksi ini akan menyebabkan suatu reaksi amnestif
antibody yang akan terjadi dalam beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan
transformasi limsofit dengan menghasilkan titik tinggi antibodi Ig G antidengue.
Disamping itu replikasi virus dengue terjadi juga dalam limsofit yang
bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini
akan mengakibatkan terbentuknya virus kompleks antigen antibodi (virus
antibody complex) yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem
komplemen pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan
peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma
dari ruang intravascular ke ruang ekstravascular.
13

II.2. 6. Patofisiologi
Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan
membedakan

demam

dengue

dengan

demam

berdarah

dengue

ialah

meningginya permeabilitas dinding kapiler karena pelepasan zat nafilaktoksin,


histamin

dan

serothin

serta

aktivasi

sistim

kalikrein

yang berakibat

ekstravasasi cairan intravascular. Hal ini mengakibatkan berkurangnya volume


plasma, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi, hipeproteinemia, efusi dan syok.
Plasma merembes selama perjalanan penyakit mulai dari saat permulaan demam
dan mencapai puncaknya pada saat syok.
II.2.7. Gejala Utama
1. Demam
Demam tinggi yang mendadak, terus menerus berlangsung selama 2
7 hari, naik turun (demam bifosik). Kadang kadang suhu tubuh sangat tinggi
sampai 40 C dan dapat terjadi kejan demam. Akhir fase demam merupakan fase
kritis pada demam berdarah dengue. Pada saat fase demam sudah mulai menurun
dan pasien seajan sembuh hati hati karena fase tersebut sebagai awal kejadian
syok, biasanya pada hari ketiga dari demam.
2. Tanda tanda perdarahan
Penyebab perdarahan pada pasien demam berdarah adalah vaskulopati,
trombosipunio gangguan fungsi trombosit serta koasulasi intravasculer

yang

menyeluruh. Jenis perdarahan terbanyak adalah perdarahan bawah kulit seperti


Petekia, purpura, ekimosis dan perdarahan conjuctiva. Petekia merupakan tanda
perdarahan yang sering ditemukan. Muncul pada hari pertama demam tetepai
dapat pula dijumpai pada hari ke 3,4,5 demam. Perdarahan lain yaitu, epitaxis,
perdarahan gusi, melena dan hematemesis.
3. Hepatomegali
Pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan penyakit bervariasi
dari haya sekedar diraba sampai 2 4 cm di bawah arcus costa kanan. Derajat
14

hepatomegali tidak sejajar dengan beratnya penyakit, namun nyeri tekan pada
daerah tepi hepar berhubungan dengan adanya perdarahan.
4. Syok
Pada kasus ringan dan sedang, semua tanda dan gejala klinis menghilang
setelah demam turun disertai keluarnya keringat, perubahan pada denyut nadi dan
tekanan darah, akral teraba dingin disertai dengan kongesti kulit. Perubahan ini
memperlihatkan gejala gangguan sirkulasi, sebagai akibat dari perembasan plasma
yang dapat bersifat ringan atau sementara. Pada kasus berat, keadaan umum
pasien mendadak menjadi buruk setelah beberapa hari demam pada saat atau
beberapa saat setelah suhu turun, antara 3 7, terdapat tanda kegagalan sirkulasi,
kulit terabab dingin dan lembab terutama pada ujung jari dan kaki, sianosis di
sekitar mulut, pasien menjadi gelisah, nadi cepat, lemah kecil sampai tidak
teraba. Pada saat akan terjadi syok pasien mengeluh nyeri perut. (Widodo,
2002
II.2. 8. Pemeriksaan Laboratorium
1. Darah
Pada demam berdarah dengue umum dijumpai trobositopenia (<100.000)
dan hemokonsentrasi uji tourniquet yang positif merupakan pemeriksaan penting.
Masa pembekuan masih dalam batas normal, tetapi masa perdarahan biasanya
memanjang. Pada analisis kuantitatif ditemukan masa perdarahan biasanya
memanjang. Pada analisis kuantitatif ditemukan penurunan faktor II, V, VII, IX,
dan X. Pada pemeriksaan kimia darah hipoproteinemia, hiponatremia, dan
hipokloremia.
2. Urine
Ditemukan albuminuria ringan
3. Sumsum Tulang
Gangguan maturasi
4. Serologi
a. Uji serologi memakai serum ganda.
Serum yang diambil pada masa akut dan masa konvalegen menaikkan
15

antibodi antidengue sebanyak minimal empat kali termasuk dalam


uji ini pengikatan komplemen (PK), uji neutralisasi (NT) dan uji dengue
blot.
b. Uji serologi memakai serum tunggal.
Ada tidaknya atau titer tertentu antibodi antidengue uji dengue yang
mengukur antibodi antidengue tanpa memandang kelas antibodinya uji
Ig M antidengue yang mengukur hanya antibodi antidengue dari kelas
Ig M.(Mansjoer, 1999)
II. 9. Diagnosis
Diagnosis demam berdarah ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis
menurut WHO tahun 1997 terdiri dari kriteria klinis dan laboratoris.
A. Kriteria Klinis
1. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas, berlangsung terus menerus
selama 2 7 hari.
2. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan :
Uji tourniquet positif
Retekia, ekomosis, epitaksis, perdarahan gusi.
Hemetamesis dan atau melena.
3. Pembesaran hati
4. Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi, hipotensi,
kaki dan tangan dingin, kulit lembab dan pasien tampak gelisah.
B. Kriteria Laboratoris
3

1. Trombositopenia (100.000 sel/ mm atau kurang)


2. Hemokonsentrasi peningkatan hematoksit 20% atau lebih
Dua kriteria pertama ditambah trombositopemia dan hemokonsentrasi atau
peningkatan hematokrit cukup untuk menegakkan diagnosis klinis demam
berdarah dengue. (Hadinegoro, 2001)
Derajat Penyakit (WHO, 1997)
16

Derajat I

Demam disertai gejala tidak khas dan satu satunya manifestasi


ialah uji tourniquet positif.

Derajat II Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan atau


perdarahan lain.
Derajat III Didapatkan kegagalan sirekulasi, yaitu nadi cepat dan lambat,
tekanan mulut, kulit dingin atau lembab dan penderita tampak
gelisah.
Derajat IV Syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak terukur

(1,3)

II.2 . 10. Diagnosa Banding


1. Demam thyphoid
2. Malaria
3. Morbili
4. Demam Chikungunya
5. Leptospirosis
6. Idiophatic Thrombocytopenia Purpura (ITP)
(Mansjoer, 1999)
II.2 . 11. Penatalaksanaan
Pengobatan demam berdarah dengue bersifat simptomatik dan suportif

yaitu

pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi. Apabila cairan oral tidak dapat
diberikan oleh karena muntah atau nyeri perut yang berlebihan maka cairan
intravenaperlu diberikan.
Medikamentosa yang bersifat simptomatis :
Untuk hiperpireksia dapat diberikan kompres es dikepala, ketiak, inguinal.
Antipiretik sebaiknya dari asetaminofen, eukinin atau dipiron.
17

Antibiotik diberikan jika ada infeksi sekunder

Cairan pengganti :
Larutan fisiologis NaCl
Larutan Isotonis ringer laktat
Ringer asetat
Glukosa 5%
(Hadinegoro, 2001)
II.2 . 12. Prognosis
Menurut Hendrawanto (1996), kematian akibat demam berdarah dengue cukup tinggi.

II.2. 13. Pencegahan


Memutuskan rantai penularan dengan cara :
1. Menggunakan insektisida :
Malathion (adultisida) dengan pengasapan
Temephos (larvasida) dimasukkan ketempat penampungan air bersih.
2. Tanpa Insektisida :
Menguras bak mandi dan tempat penampungan air bersih minimal 1x seminggu.
Menutup tempat penampungan air rapat rapat.
Membersihkan halaman rumah dari kaleng-kaleng bekas, botol-botol pecah dan
benda lain yang memungkinkan nyamuk bersarang.

I.

Defenisi
18

Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran
cerna dengan gejala demam lebih dari 7 hari yang disebabkan oleh salmonella thypi
atau paratyphi.
II.

Epidemiologi
Data World Health Organization (WHO) tahun 2003 memperkirakan
terdapat sekitar 17 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia dengan insidensi
600.000 kasus kematian tiap tahun. Di negara berkembang, kasus demam tifoid
dilaporkan sebagai penyakit endemis dimana 95% merupakan kasus rawat jalan
sehingga insidensi yang sebenarnya adalah 15-25 kali lebih besar dari laporan rawat
inap di rumah sakit. Di Indonesia demam tifoid dapat ditemukan pada semua umur,
tetapi yang paling sering pada anak besar,umur 5- 9 tahun.

III.

Etiologi
Salmonella typhi sama dengan Salmonella yang lain adalah bakteri Gram
negatif, mempunyai flagella, tidak berkapsul, tidak membentuk spora, fakultatif
anaerob. Mempunyai antigen somatic (O) yang terdiri dari oligosakarida, flagelar
antigen (H) yang terdiri dari protein dan envelope antigen (K) yang terdiri dari
polisakarida. Mempunyai

makromolekuler lipopolisakarida kompleks yang

membentuk lapis luar dari dinding sel dan dinamakan endotoksin. Salmonella typhi
juga dapat memperoleh plasmid faktor-R yang berkaitan dengan resistensi terhadap
multipel antibiotik.
IV.

Gejala Klinis
Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodormal, yaitu perasaan
tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat. Kemudian
menyusul gejala klinis yang biasa ditemukan, yaitu :
1. Demam
Pada kasus-kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu. Bersifat
febris remiten dan suhu tidak berapa tinggi. Selama minggu pertama, suhu tubuh
berangsur-angsur meningkat setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan
meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua, penderita terus
berada dalam keadaan demam. Dalam minggu ketiga suhu badan berangsurangsur turun dan normal kembali pada kahir minggu ketiga.
2. Gangguan saluran pencernaan
19

Pada mulut terdapat nafas berbau tak sedap. Bibir kering dan pecah-pecah
(ragaden). Lidah ditutupi selaput putih kotor, ujung tepinya kemerahan, jarang
disertai tremor. Pada abdomen mungkin ditemukan keadaan perut kembung.
Hati dan limfa membesar disertai nyeri pada perabaan. Biasanya didapatkan
konstipasi, akan tetapi mungkin pula normal, bahkan dapat terjadi diare.
3. Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak berapa dalam,
yaitu apatis sampai somnolen. Jarang terjadi sopor, koma dan gelisah.
V.

Patofisiologi
Masuknya kuman Salmonella typhi (S. Typhi) dan Salmonella paratyphi (S.
Paratyphi) ke dalam tubuh manusia terjadi melalui makanan yang terkontaminasi
kuman. Sebagian kuman dimusnahkan dalam lambung, sebagian lolos masuk ke
dalam usus dan selanjutnya berkembang biak. Bila respon imunitas humoral mukosa
(Ig A) usus kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel epitel (terutama sel-M)
dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia kuman berkembang biak dan
difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan
berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plague Peyeri ileum
distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui
duktus torasikus kuman yang terdapat di dalam makrofag ini masuk ke dalam
sirkulasi darah (mengakibatkan bakteriemia pertama yang simtomatik) dan
menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Di
organ-organ ini, kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak
di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi
mengakibatkan bakteriemia yang kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan
gejala penyakit infeksi sistemik.
Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak,
dan bersama cairan empedu diekskresikan secara intermittent ke dalam lumen usus.
Sebagian kuman dikeluarkan melaui feses dan sebagian masuk lagi ke dalam
sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, berhubung
makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagositosis kuman Salmonella
terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan

20

gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit
perut, instabilitas vascular, gangguan mental, dan koagulasi.
Di dalam plague peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi
hyperplasia jaringan (S. typhi intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitivitas
tipe lambat, hyperplasia jaringan, dan nekrosis organ). Perdarahan saluran cerna
dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar plague Peyeri yang sedang
mengalami nekrosis dan hyperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuclear di
dinding usus. Proses patologi jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke
lapisan otot, serosa usus, dan dapat mengakibatkan perforasi. Endotoksin dapat
menempel di reseptor sel endotel kapiler dengan akibat timbulnya komplikasi
seperti gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskular, pernapasan, dan gangguan organ
lainnya.
VI.

Penegakkan Diagnosis
Menegakkan diagnosis demam tifoid pada anak kadang-kadang mengalami
kesulitan karena gejala klinik yang sering tidak khas terutama pada anak kecil
(dibawah lima tahun). Gejala klinik biasanya seperti panas 1 minggu atau lebih,
adanya thypoid tongue, pembesaran hati dan limfa, adanya diare atau konstipasi.
Diagnosis pasti demam tifoid ditegakkan dengan ditemukannya kuman
Salmonella typhi dari biakan darah, urin, tinja, sumsum tulang atau dari aspirat
duodenum. Tetapi pemeriksaan tersebut membutuhkan waktu yang lama sehingga
secara klinik tidak menjadi patokan untuk memberikan terapi. Dengan demikian
secara praktis diagnosis klinis demam tifoid telah dapat ditegakkan berdasarkan
gejala klinik, pemeriksaan darah tepi, dan pemeriksaan serologis.
Pemeriksaan serologis untuk memastikan diagnosa klinis demam tifoid yang
terbanyak dilakukan adalah pemeriksaan dengan tes widal. Pada tes ini yang
dilakukan adalah memeriska titer agglutinin O dan H. Interpretasi terhadap tes
widal

harus

dilakukan

dengan

cermat

mengingat

banyak

faktor

yang

mempengaruhinya antara lain stadium penyakit, pemberian antibiotika, faktor gizi


penderita, penyakit tertentu yang menghambat pembentukkan antibody seperti
leukemia, tumor ganas, serta pemakaian obat imunosupresif, pernah mendapat
infeksi sebelumnya, tehnik laboratorium, riwayat imunisasi, dll.

21

Interpretasi positif terhadap tes widal adalah bila didaparkan titer O


agglutinin 1/160 atau lebih. Bila pemeriksaan pertama titer O rendah, terutama pada
awal penyakit, maka pemeriksaan dilakukan 1 minggu kemudian dan bila ternyata
titer meningkat 4 kali atau lebih maka tes dianggap positif. Titer H tidak dijadikan
patokan diagnosis.
Secara praktis dibedakan atas :
1. Demam tifoid klinis bila ditemukan panas lebih dari tujuh hari disertai
gejala klinik lain berupa gangguan GIT yaitu typoid tongue, rhagaden,
anoreksia, konstipasi/diare, hepatomegali dan tidak ditemukan penyebab
panas lain.
2. Demam tifoid bila ditemukan demam tifoid klinis disertai biakan empedu
Salmonella Typhi positif dari darah, urin, atau feses dan atau pemeriksaan
serologis di dapatkan titer O antigen lebih besar atau sama dengan 1/160
atau meningkat 4 kali atau lebih pada pemeriksaan berulang interval 1
minggu.
3. Tifoid ensefalopati bila didapatkan demam tifoid atau demam tifoid klinis
disertai dengan satu atau lebih gejala kejang, kesadaran menurun dan
kesadaran berubah (kontak psikik tidak ada).
VII.

Diagnosis Banding
Sesuai dengan perjalan penyakit pada fase awal secara klinik penyakit sukar
dibedakan dengan fase awal penyakit umum lainnya seperti demam berdarah
dengue, gastroenteritis, influenza, dll.
Pada fase lanjut perlu dibedakan dengan penyakit lainnya seperti malaria,
ISK. Maka untuk menyingkirkan semua diagnosa banding tersebut perlu dilakukan
anamnesa detail, pemeriksaan sero-bakteriologis, maupun pemeriksaan lain yang
akurat.

VIII. Penatalaksanaan
1. Indikasi rawat
Jika klinis disertai hiperpireksia, muntah-muntah, intake tidak

adekuat, dehidrasi, keadaan umum lemah.


Semua demam tifoid
Semua ensepalopati tifoid
Semua demam tifoid dengan komplikasi
22

2. Perawatan
Penderita harus tirah baring sampai 7 hari bebas panas, kemudian secara
bertahap mulai mobilisasi.
3. Diet
Bubur saring sampai tiga hari bebas panas, lanjutkan bubur biasa (bebas
serat, tidak merangsang) 3 hari, kemudian makan biasa.
4. Medikamentosa
Obat pilihan pertama untuk demam tifoid adalah kloramfenikol dengan
dosis 50-100 mg/kgBb/ hari oral atau IV (dosis maksimal 2 gr/hari).
Obat diberikan sampai 7 hari bebas panas, minimal diberikan selama 10

hari.
Bila dalam 10 hari pemberian kloramfenikol panas tidak turun maka obat

diganti ampicilin 200mg/kgBb/hari diberkan secara Iv selama 10-14 hari.


Demikian juga bila ditemukan Hb<8 g/dl, dan atau leukosit <2000/mm3

obat diganti dengan ampicilin.


Pada kasus berat, dapat diberi ceftriakson dengan dosis 80 mg/kg BB/kali

dan diberikan sekali sehari, intravena, selama 5-7 hari dosis tunggal.
Pada ensefalopati tifoid diberikan juga dexamethason dengan dosis awal
3 mg/kgBB/kali, dilanjutkan 1 mg/kgBB/6 jam, sebanyak 8 kali (selama
48 jam), lalu di stop tanpa tapering off, reduksi cairan 4/5 kebutuhan,
lakukan pemeriksaan elektrolit, dan dilakukan Lumbal Punksi bila tidak

terdapat kontraindikasi.
Pengobatan penunjang:
- beri cairan IV bila dehidrasi, KU lemah, tidak dapat makan per-oral.
- Transfusi darah jika hb < 6 gr% atau jika terdapat tanda pendarahan
yang jelas.

IX.

KOMPLIKASI
Komplikasi demam tifoid dapat dibagi di dalam :
- Komplikasi intestinal
- Perdarahan usus
- Perforasi usus
- Ileus paralitik
- Komplikasi ekstraintetstinal
- Komplikasi kardiovaskular: kegagalan sirkulasi perifer (renjatan/sepsis),
-

miokarditis, trombosis dan tromboflebitis.


Komplikasi darah: anemia hemolitik, trombositopenia dan atau koagulasi
intravaskular diseminata dan sindrom uremia hemoltilik.
23

Komplikasi paru: penuomonia, empiema dan peluritis.


Komplikasi hepar dan kandung kemih: hepatitis dan kolelitiasis.
Komplikasi ginjal: glomerulonefritis, pielonefritis dan perinefritis.
Komplikasi tulang: osteomielitis, periostitis, spondilitis dan artritis.
Komplikasi neuropsikiatrik: delirium, mengingismus, meningitis, polineuritis
perifer, sindrim Guillain-Barre, psikosis dan sindrom katatonia.

X.

PENCEGAHAN
Pencegahan demam tifoid diupayakan melalui berbagai cara: umum dan
khusus/imunisasi. Termasuk cara umum antara lain adalah peningkatan higiene dan
sanitasi karena perbaikan higiene dan sanitasi saja dapat menurunkan insidensi
demam tifoid (penyediaan air bersih, pembuangan dan pengelolaan sampah).
Menjaga kebersihan pribadi dan menjaga apa yang masuk mulut (diminum atau
dimakan) tidak tercemar Salmonella typhi. Pemutusan rantai transmisi juga penting
yaitu pengawasan terhadap penjual (keliling) minuman/makanan.
Ada dua vaksin untuk mencegah demam tifoid. Yang pertama adalah vaksin
yang diinaktivasi (kuman yang mati) yang diberikan secara injeksi. Yang kedua
adalah vaksin yang dilemahkan (attenuated) yang diberikan secara oral.
Ada beberapa orang yang tidak boleh mendapatkan vaksin tifoid atau harus
menunggu. Yang tidak boleh mendapatkan vaksin tifoid diinaktivasi (per injeksi)
adalah orang yang memiliki reaksi yang berbahaya saat diberi dosis vaksin
sebelumnya, maka ia tidak boleh mendapatkan vaksin dengan dosis lainnya. Orang
yang tidak boleh mendapatkan vaksin tifoid yang dilemahkan (per oral) adalah :
orang yang mengalami reaksi berbahaya saat diberi vaksin sebelumnya maka tidak
boleh mendapatkan dosis lainnya, orang yang memiliki sistem imunitas yang lemah
maka tidak boleh mendapatkan vaksin ini, mereka hanya boleh mendapatkan vaksin
tifoid yang diinaktifasi, diantara mereka adalah penderita HIV/AIDS atau penyakit
lain yang menyerang sistem imunitas, orang yang sedang mengalami pengobatan
dengan obat-obatan yang mempengaruhi sistem imunitas tubuh semisal steroid
selama 2 minggu atau lebih, penderita kanker dan orang yang mendapatkan
perawatan kanker dengan sinar X atau obat-obatan. Vaksin tifoid oral tidak boleh
diberikan dalam waktu 24 jam bersamaan dengan pemberian antibiotik. [1]
Suatu vaksin, sebagaimana obat-obatan lainnya, bisa menyebabkan problem
serius seperti reaksi alergi yang parah. Resiko suatu vaksin yang menyebabkan
24

bahaya serius atau kematian sangatlah jarang terjadi. Problem serius dari kedua jenis
vaksin tifoid sangatlah jarang. Pada vaksin tifoid yang diinaktivasi, reaksi ringan
yang dapat terjadi adalah : demam (sekitar 1 orang per 100), sakit kepada (sekitar 3
orang per 100) kemerahan atau pembengkakan pada lokasi injeksi (sekitar 7 orang
per 100). Pada vaksin tifoid yang dilemahkan, reaksi ringan yang dapat terjadi
adalah demam atau sakit kepada (5 orang per 100), perut tidak enak.

BAB III
ANALISIS KASUS
1. Pada tanggal 23 Juni 2016 An. A, 7 th datang ke PKM Pangkalan Balai pada pukul
10.00 WIB. Pasien mengeluh demam sejak 4 hari yang lalu, demam dirasakan naik
turun, batuk (+) tidak berdahak, batuk dirasakan sebelum timbulnya gejala demam,
pilek (-), nyeri perut (+), mual (+), muntah (-), BAB lendir (+), BAB terakhir 2 hari
yang lalu., flatus (+)
Virus dengue masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk dan infeksi
pertama mungkin memberi gejala sebagai demam dengue. Demam terutama baiasa
terjadi pada infeksi sebagai fase akut. Pada keadaan ini, zat yang menimbulkan
demam (pirogen) menyebabkan perubahan pada set point. Peningkatan suhu ini
biasanya berguna untuk mengahambat pertumbuhan beberapa pathogen.
Keluhan mual dan BAB lendir mungkin disebabkan adanya infeksi bakteri
Salmonella typhi yang dialami pasien yang biasanya menyerang saluran cerna
sehingga menyebabkan diare ataupun konstipasi.
2. Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sakit sedang dengan kesadaran
compos mentis. Pemeriksaan tanda vital didapatkan, nadi 90x/menit, suhu: 380C dan
respirasi 24x/menit. Pada pemeriksaan fisik kepala, wajah, hidung, telinga, leher,
jantung, pulmo dan ekstremitas tidak didapatkan adanya kelainan. Pada pemeriksaan
mulut ditemukan lidah kotor. Pada pemeriksaan fisik abdomen terdapat nyeri tekan
epigastrium, terasa perih dan seperti terbakar. Pada pasien ini, disarankan untuk
25

dilakukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium darah rutin,


kimia darah dan serologi/immunologi.
Lidah kotor dan nyeri tekan epigastrium yang dialami pasien ini merupakan gejala
klinis yang diakibatkan oleh infeksi bakteri patogen Salmonella typhi.
3. Pemeriksaan laboratorium menunjukan adanya penurunan jumlah trombosit dan
limfosit pada pemeriksaan darah lengkap.
Replikasi virus dengue terjadi juga dalam limsofit yang bertransformasi dengan
akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini

akan

mengakibatkan

terbentuknya virus kompleks antigen antibodi (virus antibody complex) yang


selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen pelepasan C3a dan
C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan
dinding

pembuluh

darah

peningkatan

permeabilitas

dan merembesnya plasma dari ruang intravascular ke

ruang ekstravascular. Hal ini mengakibatkan berkurangnya volume plasma,


terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi, hipeproteinemia, efusi dan syok yang pada
akhirnya menyebabkan gangguan maturasi pembentukan sel darah sehingga
jumlahnya menurun.

26

DAFTAR PUSTAKA

Hadinegoro, Sri Rezeki H. Soegianto, Soegeng. Suroso, Thomas. Waryadi,


Suharyono. TATA LAKSANA DEMAM BERDARAH DENGUE DI
INDONESIA. Depkes & Kesejahteraan Sosial Dirjen Pemberantasan
Penyakit Menular & Penyehatan Lingkungan Hidup 2001. Hal 1 33.
Hendrawanto. Buku Ajar ILMU PENYAKIT DALAM Jilid I Edisi Ketiga
PERSATUAN AHLI PENYAKIT DALAM INDONESIA.1996. Hal 417426.
Janus, Centrin net.id/ binprog.www.plasa.com.2003.
Mansjoer, Arif. Triyanti, Kuspuji. Savitri, Rakhmi. Wardani, Wahyu Ika.
Setiowulan, Wiwiek. KAPITA SELEKTA KEDOKTERAN. Media
Aesculapius FK UI Edisi ketiga Jilid I. 1999. Hal 428 433.
Widodo, dr.SPA (K).www. Penyakit Menular info. DEPKES. 4 Januari 2002.

27

You might also like