Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh:
SKRIPSI
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian
Persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains Kimia
BAB I
PENDAHULUAN
logam,
limbah
padat
baterai
kadmium-nikel,
pupuk
fosfat,
termasuk
ke
dalam
golongan
logam
tidak
esensial
artinya
alga, fly ash, karbon aktif, selulosa kayu, dan eceng gondok (Prowida, 2003;
Yohana, 2004; Kim, 2001, Torresdey, 1998).
Selulosa merupakan senyawa yang memiliki karakter hidrofilik karena
adanya gugus hidroksil pada tiap unit polimernya. Permukaaan gugus fungsi
selulosa alam ataupun turunannya dapat berinteraksi secara fisik atau kimia.
Selulosa memiliki gugus fungsi yang dapat melakukan pengikatan dengan ion
logam. Gugus fungsi tersebut terutama gugus karboksil, hidroksil (Ibbet, 2006;
Herwanto, 2006). Aktivasi selulosa dapat dilakukan dengan penambahan alkali
misalnya NaOH, KOH atau LiOH. Dalam Fengel (2005), diungkapkan NaOH
merupakan aktivator yang paling baik dibanding KOH dan LiOH.
Tanaman nanas merupakan salah satu tanaman yang memiliki kandungan
serat yang tinggi. Dalam Norman (1937), disebutkan bahwa dalam serat daun
nanas mengandung 62-79% selulosa. Sedangkan dalam Hidayat (2008),
disebutkan terdapat 69,5-71,5% selulosa dalam serat daun nanas. Kandungan serat
yang tinggi dalam daun nanas ini diharapkan dapat dijadikan sumber selulosa
sebagai alternatif baru untuk adsorben logam berat.
Pada
penelitian
kali
ini
dilakukan
adsorpsi
kadmiun
dengan
menggunakan serat daun nanas setelah diaktivasi dengan NaOH 2%. Adsorben
dari serat nanas memiliki keunggulan yaitu keberadaannya yang melimpah, proses
preparasi yang mudah, dan biaya yang relatif murah. Selulosa dari serat nanas
diharapkan dapat menyerap logam kadmium.
B. Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Keberadaan limbah logam berat semakin hari semakin bertambah. Salah
satunya adalah kadmium yang berbahaya bagi manusia sehingga keberadaannya
harus mendapat penanganan yang tepat. Penanganan terhadap limbah logam berat
kadmium dapat dilakukan dengan proses adsorpsi.
Parameter yang berpengaruh pada proses adsorpsi diantaranya waktu
aktivasi adsorben, konsentrasi adsorbat, pH, temperatur, dan waktu kontak. Proses
aktivasi dapat dilakukan dengan asam atau basa dengan variasi konsentrasi
aktivator, suhu, dan waktu perendaman. Aktivator yang digunakan untuk adsorben
dari selulosa biasanya dari hidroksida logam alkali. Adsorben yang direndam
dalam aktivator akan berpengaruh terhadap gugus aktifnya. Kondisi pH
lingkungan diperlukan untuk mengatur suasana yang cocok pada proses adsorpsi
yang bergantung pada jenis logam dan jenis adsorben. Karakterisasi terhadap serat
nanas aktif meliputi karekteristik secara visual. Tipe adsorpsi ditentukan dengan
menghitung
isoterm
Langmuir
dan
Freundlich.
Tipe
adsorpsi
akan
2. Batasan Masalah
a. Logam berat yang digunakan adalah kadmium (Cd).
b. Aktivator yang digunakan adalah NaOH 2%.
c. Penentuan kondisi adsorpsi optimum dengan variasi waktu aktivasi adsorben
(0, 12, 24, 48), pH larutan adsorbat (2, 4, 6, 8), dan waktu kontak (0, 10, 20,
30, 40).
d. Penentuan jenis adsorpsi dengan menggunakan isoterm Langmuir dan
Freundlich.
3. Rumusan Masalah
a. Apakah selulosa daun nanas dapat digunakan untuk mengadsorpsi logam
kadmium?
b. Bagaimana pengaruh waktu aktivasi, pH dan waktu kontak optimum untuk
mengadsorpsi logam kadmium menggunakan selulosa daun nanas?
c. Persamaan isoterm adsorpsi apa yang sesuai untuk adsorpsi logam kadmium
menggunakan adsorben selulosa daun nanas?
C. Tujuan Penelitian
a. Mengetahui kemampuan selulosa daun nanas untuk mengadsorpsi logam
kadmium.
D. Manfaat Penelitian
a. Memberikan informasi tentang daya adsorpsi Cd(II) oleh selulosa dari selulosa
daun nanas.
b. Memberikan inovasi baru adsorben selulosa daun nanas untuk adsorpsi logam
berat.
c. Memberikan konstribusi dalam bidang lingkungan khususnya untuk
penanganan limbah logam berat.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Nanas (Ananas comosus)
Tanaman nanas (Ananas cosmosus (L) Merr) yang termasuk famili
Bromeliaceae merupakan tumbuhan tropis dan subtropis yang banyak terdapat di
Indonesia. Bentuk daun nanas menyerupai pedang yang meruncing diujungnya
dengan warna hijau kehitaman dan pada tepi daun terdapat duri yang tajam.
Tergantung dari species atau varietas tanaman, panjang daun nanas berkisar antara
55 sampai 75 cm dengan lebar 3,1 sampai 5,3 cm dan tebal daun antara 0,18
sampai 0,27 cm (Hidayat, 2008).
Serat nanas terdiri atas selulosa dan non selulosa yang diperoleh
melalui penghilangan lapisan luar daun secara mekanik. Lapisan luar daun berupa
pelepah yang terdiri atas sel kambium, zat pewarna yaitu klorofil, xantofill dan
karoten yang merupakan komponen kompleks dari jenis tanin, serta lignin yang
terdapat di bagian tengah daun. Selain itu lignin juga terdapat pada lamela dari
serat dan dinding sel serat (Hidayat, 2008). Komposisi kimia serat nanas dapat
dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Kimia Serat Nanas (Hidayat, 2008).
Komposisi kimia
1. Alpha Selulosa
69,5 71,5
2. Pentosan
17,0 17,8
3. Lignin
4,4 4,7
4. Pektin
1,0 1,2
3,0 3,3
6. Abu
0,71 0,87
Serat yang diperoleh dari daun nanas muda kekuatannya relatif rendah
dan seratnya lebih pendek dibanding serat dari daun yang sudah tua. Sama halnya
dengan serat-serat alam lainnya yang berasal dari daun (leaf fibres), secara
morfologi jumlah serat dalam daun nanas terdiri dari beberapa ikatan serat (bundle
of fibres) dan masing-masing ikatan terdiri dari beberapa serat (multi-celluler
fibre) (Onggo, 2005). Berdasarkan pengamatan dengan mikroskop, sel-sel dalam
serat daun nanas mempunyai ukuran diameter rata-rata berkisar 10 m dan
panjang rata-rata 4,5 mm dengan ratio perbandingan antara panjang dan diameter
adalah 450. Rata-rata ketebalan dinding sel dari serat daun nanas adalah 8,3 m.
Ketebelan dinding sel ini terletak antara serat sisal (12,8 m) (Rahmat, 2007).
Berikut ini gambar mikroskopi selulosa daun nanas :
2. Selulosa
Selulosa (C6H10O5)n adalah polimer berantai panjang polisakarida
karbohidrat, dari -glukosa. Selulosa merupakan karbohidrat utama yang
disintesis oleh tanaman dan menempati hampir 60% komponen penyusun struktur
tanaman. Selulosa tidak dapat dicerna oleh manusia dan tidak larut dalam air dan
pelarut organik, tetapi larut dalam larutan kuprik hidroksida berammonia (bahan
uji Schweitzer), larutan zink klorida, asam hidroklorik. Selulosa tidak
memberikan warna biru dengan iodin (Artati, 2009).
Selulosa merupakan struktur dasar sel-sel tanaman, oleh karena itu
merupakan bahan alam yang paling penting yang dibuat oleh organisme hidup.
Selulosa bahkan dapat diperoleh dalam dunia binatang. Kadar selulosa tertinggi
terdapat dalam rambut biji (kapas, kapok) dan serabut kulit (rami, flax, henep).
Selulosa terdiri dari gugus anhidroglukopiranisa yang bersambung membentuk
rantai molekul. Karena itu selulosa dapat dinyatakan sebagai polimer-linear
glukan dengan struktur rantai yang seragam. Selulosa terdiri dari 10.000 atau lebih
unit D-glukosa yang dihubungkan oleh ikatan (1-4) glikosida. Rantai selulosa
memanjang, dan unit-unit glukosa tersusun dalam satu bidang (Fengel, 1995).
Selulosa pada tumbuhan terdapat di dalam dinding sel pelindung
tanaman, terutama pada tangkai, batang, dahan, dan semua bagian berkayu dari
jaringan tumbuhan. Selulosa tidak hanya merupakan polisakarida struktural
ekstraseluler yang paling banyak dijumpai pada dunia tumbuhan, tetapi juga
merupakan senyawa yang paling banyak diantara semua biomolekul pada
tumbuhan atau hewan.
Stabilisasi rantai-rantai molekul panjang pada selulosa dalam sistem yang
teratur, yaitu pembentukan struktur supramolekul, ditimbulkan adanya gugusgugus fungsional yang dapat mengadakan interaksi satu dengan yang lainnya.
Gugus-gugus fungsional tersebut adalah gugus hidroksil, tiga dari padanya terikat
pada setiap unit glukosa. Gugus-gugus -OH tersebut tidak hanya menentukan
struktur supramolekul tapi juga menentukan sifat-sifat fisika dan kimia selulosa
(Fengel, 1995).
3. Kadmium (Cd)
Kadmium berwarna putih keperakan menyerupai aluminium. Logam ini
digunakan untuk melapisi logam seperti halnya seng, sehingga kualitasnya
menjadi lebih baik walaupun harganya lebih mahal. Logam ini juga dapat
112,40 g.mol-1
Elektron valensi
4d10 5s2
Jari-jari
0,156 nm
0,099 nm
Kelimpahan
7,9.1016
Densitas
8,7 g.cm-3
10
4. Adsorpsi
Adsorpsi atau penyerapan adalah proses pemisahan komponen tertentu
dari suatu fluida berpindah ke permukaan zat padat yang menyerap (adsorben).
Biasanya partikel-partikel kecil adsorben ditempatkan dalam suatu hamparan tetap
dan fluida dialirkan melalui hamparan itu sampai adsorben mendekati jenuh dan
pemisahan yang dikehendaki tidak dapat berlangsung lagi. Peristiwa adsorpsi
banyak digunakan pada industri kimia, misalnya pada pemisahan gas, mengurangi
kelembaban udara, penghilangan bau, dan penyerapan gas yang tidak diinginkan
dari suatu hasil proses (Maron, 1984).
Sedangkan pada peristiwa cairan, adsorben digunakan misalnya untuk
menghilangkan warna pada hasil minyak dan pada larutan gula, serta
menghilangkan rasa dan bau air. Adsorpsi dari fase zat cair digunakan untuk
memisahkan komponen-komponen organik dari limbah zat cair, untuk
memulihkan hasil-hasil reaksi yang tidak mudah dipisahkan dengan destilasi dan
kristalisasi (Maron, 1984).
a. Jenis Adsorpsi
Jenis adsorpsi yang umum dikenal adalah adsorpsi kimia (kemisorpsi)
dan adsorpsi fisika (fisisorpsi).
1) Adsorpsi Kimia (Kemisorpsi)
Adsorpsi kimia terjadi karena adanya gaya-gaya kimia dan diikuti
oleh reaksi kimia. Pada adsorpsi kimia hanya satu lapisan gaya yang
terjadi. Besarnya energi adsorpsi kimia sekitar 100 kj/mol. Adsorpsi jenis
ini menyebabkan terbentuknya ikatan secara kimia sehingga diikuti dengan
reaksi kimia, maka adsorpsi jenis ini akan menghasilkan produksi reaksi
berupa senyawa yang baru. Ikatan kimia yang terjadi pada kemisorpsi
sangat kuat mengikat molekul gas atau cairan dengan permukaan padatan
sehingga sangat sulit untuk dilepaskan kembali. Artinya pelepasan kembali
molekul yang terikat di adsorben pada kemisorpsi sangat kecil (Barrow,
1979).
11
mekanisme
pertukaran
ion.
Permukaan
padatan
dapat
12
kesetimbangan terjadi distribusi larutan antara fasa cair dengan fasa padat.
Rasio dari distribusi tersebut merupakan fungsi konsentrasi dari larutan. Pada
umumnya jumlah material yang diserap persatuan berat dari adsorben
bertambah sejalan dengan bertambahnya konsentrasi meskipun hal tersebut
tidak selalu berbanding lurus (Arthur, 1990). Beberapa jenis adsorpsi isoterm
yang dikenal adalah :
1) Isoterm Adsorpsi Langmuir
Pertama kali dikembangkan untuk proses penyerapan gas pada permukaan
padatan. Isoterm adsorpsi Langrnuir dibuat berdasarkan beberapa asumsi,
yaitu :
a) Adsorpsi maksimum terjadi saat terbentuk lapisan tunggal yang
menyeluruh.
b) Energi adsorpsi adalah konstan dan tidak tergantung pada sifat
permukaan.
c) Adsorpsi terjadi tanpa disertai interaksi antar molekul-molekul
adsorbat.
d) Adsorbat teradsorpsi pada lokasi tertentu sehingga tidak dapat
bergerak pada permukaan padatan dan bersifat irreversible.
Isoterm adsorpsi Langmuir dianganggap bahwa hanya sebuah
adsorpsi tunggal yang terjadi. Adsorpsi tersebut terlokalisasi, artinya
molekul-molekul zat hanya dapat diserap pada tempat-tempat tertentu dan
panas adsorpsi tidak tergantung pada permukaan yang tertutup oleh
adsorben. Isoterm adsorpsi Langmuir digunakan untuk menggambarkan
adsorpsi kimia (Barrow, 1979).
Proses adsorpsi dapat ditunjukkan dengan sebuah persamaan
kimia:
A (g)
AS.
...................................................................(1)
13
K=
X AS
Xs.p
.......................................................................(2)
Dimana AS adalah fraksi mol dari situs terisi pada permukaan, Xs adalah
fraksi mol dari situs kosong pada permukaan, dan p adalah tekanan gas.
Jika = XAS dan Xs = (1-) maka persamaan (2) menjadi:
= Kp
1-
...........................................................................................(3)
Kp
1 - Kp
...............................................................................(4)
bKp
1 + Kp
...............................................................(5)
...............................................................................(6)
14
...(7)
Keterangan :
m = massa zat teradsorpsi tiap satuan massa adsorben (mg/g)
C = konsentrasi larutan (mg/1)
k, n = konstanta
Jika persamaan (7) dilogaritmakan akan terbentuk persamaan (8).
Log m = log k+ 1/n.logC
...................................................................... (8)
2[GH] + MZ+
[GM(Z-1)]+ + H+
[G2M(Z-2)]+ + 2H+
dengan GH adalah gugus fungsional yang terdapat pada zat organik, dan M adalah
ion logam bervalensi Z.
15
gas CO2. Sedangkan aktivasi kimia merupakan aktivasi dengan pemakaian bahan
kimia yang dinamakan aktivator. Aktivator yang sering digunakan adalah
hidroksida logam alkali, klorida, sulfat, fosfat dari logam alkali tanah, ZnCl2,
asam-asam anorganik seperti H2SO4 dan H3PO4 (Yunita, 2009).
Aktivator yang digunakan untuk adsorben dari selulosa biasanya dari
hidroksida logam alkali. Disamping NaOH dan KOH, litium hidroksida juga
digunakan sebagai aktivator. Aktivasi dengan KOH 5% dan 24 %, selulosa yang
dihasilkan masih cukup banyak mengandung lignin. Dengan alkali yang berbeda,
maka kandungan lignin dapat dikurangi. Namun secara simultan derajat
polimerisasi dan selulosa yang dihasilkan menurun. Pada umumnya selulosa yang
dihasilkan tergantung pada spesies kayu dan terutama pada prosedur aktivasi
(Fengel, 1995)
Natrium hidroksida dan litium hidroksida lebih kuat daripada kalium
hidroksida untuk menghilangkan lignin (Fengel, 1995). Dalam Onggo (2005),
dijelaskan bahwa proses pulping untuk tanaman selain kayu semisal serat nanas,
optimum menggunakan alkali NaOH.
Nanas adalah tumbuhan yang banyak mengandung selulosa setelah padi,
nanas dapat diolah dengan natrium hidroksida sehingga lignin dapat dipisahkan
dari selulosa. Jerami padi yang diaktivasi dengan NaOH 2% ternyata dapat
melepaskan lignin, sehingga dapat menyerap zat warna merah (Suwarsa, 1998).
Sodium hidroksida (NaOH) merupakan padatan kristal yang rapuh, putih,
dan tembus cahaya. Karena NaOH bersifat korosif di semua jaringan tubuh
manusia maka disebut juga soda kaustik (caustic soda). Sodium hidroksida
diproduksi dalam keadaan anhidrat berbentuk balok, serpihan, atau butiran
padatan, tetapi digunakan dalam bentuk larutan.
Larutan NaOH encer merupakan alkali kuat. Oleh karena itu NaOH
digunakan dalam reaksi-reaksi netralisasi untuk membentuk garam sodium.
Sodium hidroksida dalam industri kimia terutama digunakan sebagai pengontrol
pH, netralisasi, pembersih gas, dan katalis. Di dalam industri kertas digunakan
untuk mengekstraksi lignin selama proses pemutihan, dan menetralisasi aliran
limbah asam. NaOH juga digunakan untuk memproduksi sabun dan detergen.
16
Dalam industri tekstil NaOH digunakan sebagai bahan sutra, bahan celup val (val
dyeing) dan penggosok (Kirk-Othmer, 1998). Sifat-sifat fisik dari NaOH murni
dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 3. Sifat-sifat Fisik NaOH Murni (Kirk-Othmer, 1998)
No
Sifat-sifat Fisik
Harga
Berat molekul
39, 998
Titik leleh
318 C
Titik didih
1338 C
0
Panas spesifik (T = 20 C)
l,48J/g .C
Gf
Hf
64,45 Kj/mol
B. Kerangka Pemikiran
Pengolahan limbah logam berat bertujuan untuk menghilangkan atau
mengurangi kandungan logam berat dalam perairan. Pada penelitian kali ini
memanfaatkan selulosa dari daun nanas sebagai adsorben logam berat dengan
aktivator NaOH. Daun nanas memiliki kandungan selulosa yang tinggi sehingga
gugus OH pada selulosa daun nanas dapat mengikat logam berat.
Daun nanas perlu diaktivasi untuk memisahkan selulosa dari lignin.
Aktivasi dilakukan dengan penambahan larutan NaOH 2%. Variasi waktu aktivasi
daun nanas dengan NaOH berpengaruh terhadap kualitas adsorben yang
dihasilkan. Sehingga keberadaan lignin sebagai penghambat adsorpsi pada proses
adsorpsi dapat diminimalkan. Semakin lama waktu aktivasi semakin banyak
lignin yang terlarut.
Kondisi pH lingkungan akan berpengaruh pada adsorpsi. Pada kondisi
asam, ion H+ berlebih. Pada keadaan asam terjadi kompetisi antara ion H+ dan
Cd2+ untuk berikatan dengan selulosa. Pada pH basa keberadaan ion OH- berlebih.
Dan pada kondisi yang terlalu basa logam akan membentuk Cd(OH)2 yang
berbentuk endapan.
17
C. Hipotesis
1. Selulosa daun nanas dapat digunakan untuk mengadsorpsi logam kadmium.
2. Kemampuan adsorpsi selulosa dari daun nanas akan optimum pada kondisi
waktu aktivasi yang lama, pH sebelum logam Cd mengendap dan waktu
kontak yang singkat.
3. Jenis isoterm adsorpsi yang sesuai untuk adsorpsi logam berat Cd oleh
selulosa dari daun nanas adalah isoterm Langmuir.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
secara eksperimental laboratoris untuk mengetahui kondisi optimum adsorpsi
logam berat Cd (II) dengan adsorben dari selulosa daun nanas dan jenis
adsorpsinya.
Variabel-variabel dalam penelitian ini meliputi :
1. Kondisi adsorpsi yaitu waktu aktivasi, pH dan waktu kontak.
2. Konsentrasi larutan Cd (II) pada penentuan isoterm adsorpsi.
19
D.Prosedur Penelitian
1. Aktivasi Daun Nanas
Daun nanas dicuci dengan air mengalir sampai bersih, kemudian
dihaluskan secara mekanik dengan blender. Kemudian diaktivasi dengan NaOH
2% (w/v) dengan perbandingan 1 : 30 (w:v). Waktu aktivasi divariasi 0, 12, 24, 48
jam. Kemudian dicuci dengan air hingga air cucian terakhir netral. Setelah itu
dikeringkan dengan oven pada suhu 100oC. Setelah kering serat daun nanas aktif
diayak kasar. Hasilnya yang kemudian digunakan sebagai adsorben untuk langkah
selanjutnya.
20
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
22
daun nanas terhadap logam Cd(II) dapat dilihat pada lampiran 11. Untuk
mengetahui kondisi optimum dilakukan uji statistik Anova univariate dilanjutkan
dengan uji Duncan terhadap daya serap.
1.
23
kemudian mengalami penurunan lagi. Titik optimum dicapai pada waktu aktivasi
24 jam. Pada waktu aktivasi 48 jam mengalami penurunan. Dari lampiran 5
terlihat bahwa semakin lama waktu aktivasi, rendemen yang dihasilkan semakin
menurun. Hal ini karena semakin lama waktu aktivasi senyawa-senyawa dalam
daun nanas yang larut dalam NaOH semakin banyak (Han, 1999). Analisa dari
fenomena ini adalah pada waktu aktivasi 0 atau tanpa aktivasi, keberadaan lignin
dalam serat daun nanas dalam keadaan maksimum sehingga akan menurunkan
daya sorpsi. Semakin lama waktu aktivasi lignin dan hemiselulosa semakin sedikit
atau yang terlarut dalam NaOH semakin banyak. Pada waktu aktivasi 12 jam daya
serap meningkat karena keberadaan ligninnya lebih sedikit dibandingkan
keberadaan lignin dalam serat daun nanas tanpa aktivasi. Begitu pula pada kondisi
waktu aktivasi 24 jam. Pada kondisi waktu aktivasi 48 jam daya serapnya
menurun, hal ini disebabkan karena semakin lama waktu aktivasi hemiselulosa
yang terlarut semakin banyak sehingga menurunkan banyaknya sisi aktif.
2. Pengaruh pH
Pengaruh pH terhadap daya serap dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
24
25
26
1 1 1 1
= +
,
m b bK p
dari 1/c dan 1/m (sistem adsorbsi dalam larutan, sehingga 1/p sebanding dengan
1/c) diperoleh kurva isotherm seperti di bawah ini :
27
Gambar 7. Kurva Isoterm Langmuir (vol. larutan Cd2+: 25 mL, waktu aktivasi :
24 jam, pH : 4, waktu kontak : 20 menit)
Dari kurva di atas diperoleh persamaan linear y = 6,194x + 0,424 dengan
koefisien regresi linear r = 0,975. Data perhitungan dapat dilihat di lampiran 18.
Uji statistik regresi linear sederhana untuk persamaan Langmuir dapat dilihat pada
lampiran 21.
Isoterm Langmuir menunjukkan bahwa proses adsorpsi terjadi secara
kimia. Asumsi pada isoterm Langmuir adalah masing-masing gugus aktif
adsorben hanya akan mengadsorpsi satu molekul adsorbat saja sehingga adsorbsi
hanya akan terbatas pada pembentukan lapisan tunggal (monolayer) (Amri, dkk.
2004). Gugus -OH dari selulosa akan mengikat Cd2+ dalam larutan. Mekanisme
yang mungkin terjadi dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
O
:OH
Cd
2+
Cd
:OH
2H+
28
log m = log k +
1
log C
n
Gambar 9. Kurva Isoterm Freundlich (vol. larutan Cd2+ : 25 mL, waktu aktivasi :
24 jam, pH : 8, waktu kontak : 20 menit)
Dari perhitungan diperoleh persamaan y = 0,686x - 0,701 dengan r =
0,968. Data perhitungan dapat dilihat di tabel lampiran 18, sedangkan uji statistik
regresi linear sederhana untuk persamaan Freundlich dapat dilihat pada lampiran
21. Isotherm Freundlich menggambarkan proses yang terjadi secara fisika. Ion
Cd2+ hanya menempel pada permukaan selulosa saja dan terikat tidak kuat
sehingga mudah lepas.
Dari harga r masing-masing persamaan, diketahui bahwa harga r dari
persamaan Langmuir hampir sama dengan harga r dari persamaan Freundlich.
Dari harga r yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa percobaan adsorbsi logam
Cd(II) dengan adsorben selulosa daun nanas mengikuti persamaan Langmuir dan
Freundlich, dengan kecenderungan relatif terhadap persamaan Langmuir. Dapat
diartikan bahwa interaksi yang terjadi adalah secara kimia dan fisika.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan :
1.
2.
3.
Jenis isotherm yang sesuai untuk absorbsi serat daun nanas aktif
terhadap logam Cd (II) adalah isotherm Langmuir dan Freundlich.
B. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka saran dari
penulis adalah :
1.
2.
30
DAFTAR PUSTAKA
Amri, A., Supranto, Fahrurozi, M., 2004, Kesetimbangan Adsorpsi Optional
Campuran Biner Cd(II) dan Cr(III) dengan Zeolit Alam Terimpregnasi 2merkaptobenzotiazol, Jurnal Natur Indonesia, Vol. 6, pp. 111-117.
Al-Hawas, I., 2008, The Impact of EC and pH on Adsorption of Zn and Cd by
Polygorskite Mineral, European Journal of Scientific Research, Vol. 24, pp.
451-462.
Artati, E.K., Effendi, A., Haryanto, T., 2009, Pengaruh Konsentrasi Larutan
pemassak pada Proses Delignifikasi Eceng Gondok dengan Proses
Organosolv, Ekuilibrium, Vol. 8 No. 1, hal 25-28.
Arthur, W. A., 1990, Physical Chemistry Surfaces, John Wiley and Sons, Inc.
California.
Barrow, G.M., 1979, Physical Chemistry , 4th ed, Mc Graw Hill International
Book Company, Tokyo.
Castellan, G. W., 1983, Physical Chemistry,3th ed, University of Maryland The
Benjamin Cumings Publishing Company. Inc, Menlo Park. California.
Fengel, D., and Gerd, W., 1995, Kayu, Kimia, Ultrastruktur, Reaksi-reaksi,
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Gordon, M. B, 1988, Physical Chemistry.4th ed, Mc Brawhill, Singapore.
Han, J.S., 1999, Stormwater filtration of Toxic Heavy Metal ions using
lignocellullosic Materials Selection Process, Fiberization, Chemical
Modification, and Mat Formation, 2nd Inter-Regional Conference on
Environmental-Water.
Herwanto, B., Santoso, E., 2006, Adsorpsi Ion Logam Pb (II) pada Membran
Selulosa Kitosan Terikat Silang, Akta Kimia Indonesia, Vol 22 No. 1, 9-24.
Hidayat, P., 2008, Teknologi Pemanfataan Serat Daun Nanas sebagai Alternatif
Bahan Baku Tekstil, Teknoin, Vol 13, 31-35.
Ibbet, R.N., Kaenthong, S., Philips, D.A.S., Wilding, M.A., 2006, Charaterisatim
of Porosity of Regenerated Cellulosil Fibres Using Classical Dye
Adsorbtian Techniques, Lenzinger Berichte, Vol 88, 77-86.
Igwe, J.C., Nwokennaya, E.C., Abia, A.A., 2005, The Role of pH in Heavy Metal
Detoxification by Biosorption fron Aqueous Solutions Containing Chelating
Agents, Africcan Journal of Biotechnology, Vol. 4, hal 1109-1112.
31
32