Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Infeksi Cacing
Infeksi cacing adalah penyakit yang ditularkan melalui makanan minuman
atau melalui kulit dimana tanah sebagai media penularannya yang disebabkan
oleh cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing cambuk (Trichuris trichuria),
dan cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus) (Jawetz
et al, 1996). Infeksi cacingan banyak terdapat pada ank usia sekolah dasar, yang
didalam usus anak terdapat satu atau beberapa jenis cacing yang merugikan
pertumbuhan dan kecerdasan anak.
1.2
Epidemiologi
Cacing gelang, infeksi yang ditularkan melalui tanah, tergantung pada
penyebaran
telur
ke
dalam
keadaan
lingkungan
yang
cocok
untuk
Morfologi
Lapisan jaringan
albuminoid
Lapisan hyalin
Embrio sedang
membelah
Bentuk lonjong
Inti berisi granula
Gambar 2.3 Telur Ascaris lumbricoides infertile
Di lihat dari morfologinya telur cacing Ascaris lumbricoides terdiri dari telur
yang telah di buahi (fertilized) dan telur yang tidak dibuahi (unfertilized). Telur
yang telah di buahi (fertilized) berukuran panjang antara 60 mikron dan 75
mikron, sedangkan lebarnya berkisar antara 40 dan 50mikron. Telur cacing ini
mempunyai kulit telur yang tidak berwarna yang sangat kuat. Di luarnya, terdapat
lapisan albumin yang permukaannya berdungkul (mamillation) yang berwarna
coklat oleh karena menyerap zat warna empedu. Di dalam kulit telur cacing
masih terdapat suatu selubung vitelin tipis, tetapi lebih kuat dari pada kulit telur.
Selubung vitellin meningkatkan daya tahan telur cacing Ascaris terhadap
lingkungan sekitarnya, sehingga dapat bertahan hidup sampai 1 tahun lamanya.
Telur yang telah di buahi ini mengandung sel telur(ovum) yang tidak bersegmen.
Di tiap kutub telur yang berbentuk lonjong atau bulat ini terdapat rongga udara
yang tampak sebagai daerah yang terang berbentuk bulan sabit.Telur yang tidak
di buahi (unfertilized) di jumpai di dalam tinja, bila di dalam tubuh hospes hanya
terdapat cacing betina. Telur ini bentuknya lebih lonjong dengan ukuran sekitar
80X55 mikron. Dindingnya tipis, berwarna coklat dengan lapisan albumin yang
tidak teratur.Sel telur mengalami atrofi, yang tampak dari banyaknya butir-butir
refraktil.Pada telur yang tidak di buahi tidak di jumpai rongga udara. Di dalam
tinja manusia kadang-kadang di temukan telur cacing Ascaris yang telah
kehilangan lapisan albuminnya, sehingga mungkin sulit untuk menentukan
diagnosis telur cacing. Sebagai pegangan, adanya ovum yang besar di dalam
telur cacing cukup untuk menentukan jenis telur Ascaris.(Soedarto, 1991).
1.2.3
Siklus Hidup
Keterangan :
1. Cacing dewasa hidup di saluran usus halus, seekor cacing betina
mampu menghasilkan telur sampai 240.000 perhari yang akan keluar
bersama feses.
dan larva.Gangguan karena larva biasanya terjadi pada saat berada di paruparu. Pada orang yang rentan terjadi perdarahan kecil pada dinding alveolus dan
timbul gangguan paru yang disertai dengan batuk, demam dan eosinofilia. Pada
foto toraks tampak infiltrat yang menghilang dalam waktu tiga minggu. Keadaan
ini disebut Sindrom Loffler. Gangguan yang disebabkan oleh cacing dewasa
biasanya ringan. Kadang-kadang penderita mengalami gejala gangguan usus
ringan seperti mual, nafsu makan berkurang, diare atau konstipasi. Pada infeksi
berat, terutama pada anak dapat terjadi malabsorbsi sehingga memperberat
keadaan malnutrisi. Efek yang serius terjadi bila cacing-cacing ini menggumpal
dalam usus sehingga terjadi obstruksi usus (ileus). Pada keadaan tertentu cacing
dewasa mengembara ke saluran empedu, apendiks, atau bronkus dan
menimbulkan keadaan gawat darurat sehingga kadang-kadang perlu tindakan
operatif (Mansjoer 2000).
1.2.5 Diagnosa:
Diagnosa Laboratorium, dengan menemukan telur di dalam tinja.Selain
itu diagnosis dapat pula dibuat apabila cacing keluar sendiri baik melalui mulut,
hidung, maupun tinja. (Srisasi Gandahusada, Ilahude, Wita Pribadi, 2006)
1.2.6
dapat dilakukan
secara individu
1.3
1.3.1
Epidemiologi
Morfologi
Ancylostoma duodenale
Saluran buccal
esofagus
Necator americanus
anus
Saluran buccal
Siklus Hidup
Telur dikeluarkan dengan tinja dan setelah menetas dalam waktu 1-1,5
hari keluarlah larva rabditiform. Dalam waktu kira-kira 3 hari larva rabditiform
tumbuh menjadi larva filariform, yang dapat menembus kulit dan dapat hidup
selama 7-8 minggu di tanah. Telur cacing tambang yang besarnya kira-kira 60 x
40 mikron, berbentuk bujur dan mempunyai dinding tipis. Di dalamnya terdapat
4-8 sel. Larva rabditiform panjangnya kira-kira 250 mikron, sedangkan larva
filariform panjangnya kira-kira 600 mikron (Srisasi Gandahusada, Ilahude, Wita
Pribadi, 2006).
5. Larva mencapai usus kecil, tinggal dan tumbuh menjadi dewasa. Cacing
dewasa hidup di lumen usus kecil, menempel pada dinding usus. Sebagian
besar cacing dewasa dieliminasi dalam 1 sampai 2 tahun, tapi umur panjang
bisa mencapai beberapa tahun.
1.3.4
1) Stadium Larva
Bila banyak larva filariform sekaligus menembus kulit, maka terjadi
perubahan kulit yang disebut ground itch. Perubahan pada paru biasanya ringan.
2) Stadium Dewasa
Gejala tergantung pada spesies dan jumlah cacing, serta keadaan gizi
penderita (Fe dan Protein). Tiap cacing Ancylostoma duodenale menyebabkan
kehilangan darah 0,08- 0,34 cc sehari, sedangkan Necator americanus 0,005 0,1cc sehari. Biasanya terjadi anemia hipokrom mikrositer. Disamping itu juga
terdapat eosinofilia. Bukti adanya toksin yang menyebabkan anemia belum ada.
Biasanya tidak menyebabkan kematian, tetapi daya tahan berkurang dan
prestasi kerja menurun (Srisasi Gandahusada, Ilahude, Wita Pribadi, 2006).
1.3.5
Diagnosa
Diagnosa dapat ditegakkan dengan melihat adanya gejala klinis berupa
keluhan tidak enak diperut yang tidak khas (abdominal discomfort), nampak
pucat karena anemia, perut buncit, rambut kering dan rapuh. Diagnose dapat
Pengobatan
Obat
untuk
infeksi
cacing
tambang
adalah
Pyrantel
pamoate
1.4
Trichuris trichiura
1.4.1
Epidemiologi
Penyebaran geografis cacing cambuk sama dengan cacing gelang
sehingga sering kali kedua cacing ini ditemukan bersama-sama dalam satu
hospes. Frekuensinya di Indonesia tinggi, terutama di daerah pedesaan,
frekuensinya antara 30%-90%. Angka infeksi tertinggi ditemukan pada anakanak. Faktor yang terpenting dalam penyebaran cacing cambuk adalah
kontaminasi tanah dengan tinja yang mengandung telur cacing cambuk. Telur
berkembang baik pada tanah liat, lembab dan teduh dengan suhu optimal
30C. Infeksi cacing cambuk terjadi bila telur yang infektif masuk melalui mulut
bersama makanan atau minuman yang tercemar atau melalui tangan yang kotor.
Di daerah hiperentemik, infeksi dapat dicegah dengan pengobatan, pembuatan
MCK (mandi, cuci dan kakus) yang sehat dan teratur, penyuluhan pendidikan
tentang hygiene dan sanitasi pada masyarakat (Onggowaluyo, 2002).
1.4.2
Morfologi
embrio
Mucoid end plug
Siklus Hidup
Telur yang dibuahi dikeluarkan dari hospes bersama tinja.Telur tersebut
menjadi matang dalam waktu 3-6 minggu dalam lingkungan yang sesuai, yaitu
pada tanah yang lembab dan tempat yang teduh. Telur matang ialah telur yang
berisi larva dan merupakan bentuk infektif. Cara infeksi langsung bila secara
kebetulan hospes menelan telur matang. Larva keluar melalui dinding telur dan
masuk ke dalam usus halus. Sesudah menjadi dewasa cacing turun ke usus
bagian distal dan masuk ke daerah kolon, terutama sekum. Jadi cacing ini tidak
mempunyai siklus paru. Masa pertumbuhan mulai dari telur yang tertelan sampai
cacing
dewasa
betina
meletakkan
telur
kira-kira
30-90
hari
(Srisasi
karena kerusakan mekanik di bagian mukosa usus dan respons alergi. Keadaan
ini erat hubungannya dengan jumlah cacing, lama infeksi, umur dan status
kesehatan umum dari hospes (penderita). Perkembangan larva cacing cambuk
didalam usus biasanya tidak memberikan gejala klinik yang berarti walaupun
dalam sebagian masa perkembangannya larva memasuki mukosa intestinum
tenue. Gejala pada infeksi ringan dan sedang anak gugup, susah tidur, nafsu
makan menurun, biasanya di jumpai nyeri epigastric, muntah, kontipasi, perut
kembung. Pada infeksi berat di jumpai mencret yang mengandung darah, lendir,
nyeri perut, anoreksia, anemia, dan penurunan berat badan,. Pada infeksi sangat
berat bisa terjadi prolapsus rekti akibat mengejannya penderita sewaktu defekasi.
Gejala ini terjadi apabila cacing tersebar diseluruh kolon dan rectum
(Manjoer,2000).
1.4.5
Diagnosa
Diagnose pasti ditegakkan dengan menemukan telur yang khas pada
dan
menghancurkan
perkembangbiakan
cacing
di
usus.
1.5.1
Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan
secara
benar
tentang
objek
yang
diketahui,
dan
dapat
kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan
kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan
hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau
situasi yang lain, 4) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi
atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu
struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitanya satu sama lain, 5) Sintesis
menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan
bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, 6) Evaluasi berkaitan
denagn kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu
materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang
ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Mengajak
orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap
suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga, 7) Bertanggung jawab
atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap
paling tinggi. Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung maupun tidak
langsung. Secara langsung dapat ditanya bagaimana pendapat atau pernyataan
respon terhadap suatu objek. Secara langsung dapat dilakukan dengan
pertanyaan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden (Notoatmodjo,
2007).
1.5.2
Pengertian Orangtua
Orangtua adalah sosok teladan yang akan diidentifikasi dan diinternalisasi
menjadi peran dan sikap oleh anak, maka salah satu tugas utama orangtua
adalah mendidik keturunannya, dengan kata lain dalam relasi antara anak dan
orangtua itu secara kodrati tercakup unsur
pendidikan
pengembangan
Peran Orangtua
Gunarsa (195) menyatakan bahwa, dalam keluarga yang ideal (lengkap)
maka ada dua individu yang memainkan peranan penting yaitu peran ayah dan
peran ibu. Berbagai peranan yang terdapat dalam orangtua adalah sebagai
berikut:
1)
2)
1.6
1.6.1
Definisi Sanitasi
Sanitasi lingkungan adalah suatu lingkungan yang mencakup perumahan,
pengendalian
kesehatan
telah
diatur
dalam
Kepmenkes
timbulnya
RI
No.
lebih dari 2 orang tidur dalam satu ruang tidur, keculi anak di bawah umur 5
tahun (Notoatmodjo, 2007).
B. Pencahayaan
Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup Cahaya alamiah,
yakni cahaya matahari ini sangat penting, karena dapat membunuh bakteri
patogen dalam rumah, misalnya baksil TBC. Oleh karena itu, rumah yang sehat
harus mempunyai jalan cahaya yang cukup. Sebaiknya jalan masuk cahaya
(jendela) luasnya sekurang - kurangnya 10% sampai 20% dari luas lantai yang
terdapat dalam ruang rumah. Jalan masuknya cahaya alamiah juga dihusahakan
dengan genteng kaca. Genteng kaca pun dapat di buat secara sederhana, yakni
dengan melubangi genteng kaca biasa pada waktu pembuatannya, kemudian
menutupnya dengan pecahan kaca ( Notoatmodjo, 2007).
C. Ventilasi
Fungsi pertama adalah untuk menjaga agar aliran udara di dalam rumah
tersebut tetap segar. Fungsi kedua dari pada ventilasi adalah untuk
membebaskan udara ruang dari bakteri -bakteri,terutama bakteri patogen. Fungsi
lainnya adalah untuk menjaga agar ruangan rumah selalu tetap didalam
kelembaban(humidity) yang optimum.Ada 2 macam ventilasi, yakni: Ventilasi
almiah, dimana aliran udara didalam ruangan tersebut secara alamiah melalui
jendela, pintu, lubang angin, lubang- lubang pada dinding dan sebagainya.
Dipihak lain ventilasi alamiah ini tidak menguntungkan karana juga merupakan
jalan masuknya nyamuk dan serangga lainnya ke dalam rumah . Untuk itu harus
ada usaha -usaha lain untuk melindungi kita dari gigitan nyamuk tersebut.
Seperti pemasangan jaring-jaring nyamuk di setiap lubang ventilasi. Perlu di
perhatikan disini bahwa sistem pembuatan ventilasi harus di jaga agar udara
tidak berhenti atau membalik lagi, harus mengalir. Artinya di dalam ruangan
rumah harus ada jalan masuk dan keluarnya udara ( Notoatmodjo, 2007)
D .Suhu
Suhu sebaiknya berkisar antara 18 -20C. Suhu ruangan ini sangat
dipengaruhi oleh ( Chandra, 2007):
a)
b)
c)
d)
2)
3)
Notoatmodjo, 2007) .
Kelompok perilaku penghuni, meliputi perilaku membuka jendela kamar
tidur, membuka jendela ruang keluarga dan tamu, membersihkan halaman
rumah, membuang tinja bayi/anak ke kakus, dan membuang sampah pada
tempatnya ( Notoatmodjo, 2007).
1.6.2
4). Danau
5). Air laut
Untuk
kepentingan
masyarakat
sehari-hari,
persediaan
air
harus
banyak terdapat di Indonesia dan mudah sekali terkontaminasi air kotor yang
berasal dari kegiatan mandi-cuci-kakus.
2) Sumur dalam
Sumur dalam memiliki sumber air yang berasal dari proses purifikasi
alami air hujan oleh lapisan kulit bumi menjadi air tanah.
Persyaratan membuat sanitasi sumur yang sehat adalah :
1) Sumur berjarak maksimal 10 meter dan terletak lebih tinggi dari sumber
pencemaran seperti kakus, kandang ternak, tempat sampah dan sebagainya.
2) Dinding sumur harus dilapisi dengan batu yang disemen. Pelapisan dinding
paling tidak sedalam 6 meter dari permukaan tanah.
3) Saluran pmbuangan air harus dibuat menyambung dengan parit agar tidak
terjadi genangan air di sekitar sumur.
4) Sumur sebaiknya ditutup dengan penutup terbuat dari batu terutama pada
sumur umum. Manfaat dari tutup sumur agar mencegah terkontaminasi air
sumur dari penyakit.
5) Sumur harus dilengkapi dengan pompa tangan/listrik. Pemakaian timba dapat
memperbesar terjadinya kontaminasi.
1.6.3
Jamban
Jamban adalah suatu bangunan yang digunakan untuk membuang dan
mengumpulkan kotoran yang lazim disebut WC, sehingga kotoran atau najis
tersebut berada dalam suatu tempat tertentu dan tidak menjadi penyebab atau
penyebar penyakit dan mengotori lingkungan pemukiman (Heru, 1995). Manfaat
jamban untuk mencegah terjadinya penularan penyakit dan pencemaran dari
kotoran manusia (Chandra, 2007). Pembuangan tinja yang tidak saniter akan
menyebabkan berbagai macam penyakit seperti: diare, Cholera, disentri,
poliomyelitis, ascariasis dan sebagainya. Selain menimbulkan bau, mengotori
lingkungan juga merupakan media penularan penyakit pada masyarakat.
Menurut Chayatin (2009), jenis-jenis jamban dibedakan berdasarkan konstruksi
dan cara menggunakannya yaitu:
1. Jamban Cemplung
Bentuk jamban ini adalah yang paling sederhana. Jamban cemplung ini
hanya terdiri atas sebuah galian yang di atasnya diberi lantai dan tempat
jongkok. Lantai jamban ini dapat dibuat dari bambu atau kayu, tetapi dapat juga
terbuat dari batu bata atau beton. Jamban semacam ini masih menimbulkan
gangguan karena baunya
2. Jamban Plengsengan
Jamban semacam ini memiliki lubang tempat jongkok yang dihubungkan oleh
suatu saluran miring ke tempat pembuangan kotoran. Jadi tempat jongkok dari
jamban ini tidak dibuat persis di atas penampungan, tetapi agak jauh. Jamban
semacam ini sedikit lebih baik dan menguntungkan daripada jamban cemplung,
karena baunya agak berkurang dan keamanan bagi pemakai lebih terjamin
3. Jamban Bor
Dinamakan demikian karena tempat penampungan kotorannya dibuat
dengan menggunakan bor. Bor yang digunakan adalah bor tangan yang disebut
bor auger dengan diameter antara 30-40 cm. Jamban bor ini mempunyai
keuntungan, yaitu bau yang ditimbulkan sangat berkurang. Akan tetapi kerugian
jamban bor ini adalah perembesan kotoran akan lebih jauh dan mengotori air
tanah
Letak jamban harus sedemikian rupa, sehingga kotoran selalu jatuh di air
e.
f.
Tidak terdapat sumber air minum yang terletak sejajar dengan jarak 15
meter
terang.
Cukup penerangan dan lantai kedap air.
Luas ruangan cukup.
Ventilasi cukup baik.
Tersedia air dan alat pembersih.
1.6.4
Pengelolaan Sampah
Sampah adalah suatu bahan/benda aktivitas manusia yang tidak dipakai
lagi, tidak disenangi atau padat yang terjadi karena berhubungan dengan di
buang dengan cara-cara saniter kecuali buangan yang berasal dari tubuh
manusia (Kusnoputranto,2000). Pengaruh sampah terhadap kesehatan dapat
secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh langsung adalah karena
kontak langsung dengan sampah misalnya sampah beracun. Pengaruh tidak
langsung dapat dirasakan akibat proses pembusukan, pembakaran dan
pembuangan sampah. Efek tidak langsung dapat berupa penyakit bawaan,
vektor yang berkembang biak di dalam sampah. Mengingat efek daripada
sampah terhadap kesehatan maka pengelolaan sampah harus memenuhi kriteria
sebagai berikut :
1) Tersedia tempat sampah yang dilengkapi dengan penutup.
2) Tempat sampah terbuat dari bahan yang kuat, tahan karat, permukaan
bagian dalam rata dan dilengkapi dengan penutup.
3) Tempat sampah dikosongkan setiap 1 x 24 jam atau 2/3 bagian telah terisi
penuh.
4) Jumlah dan volume tempat sampah disesuaikan dengan volume sampah
yang dihasilkan setiap kegiatan.
cairan buangan yang berasal dari rumah tangga, industri, dan tempat-tempat
umum lainnya dan biasanya mengandung bahan-bahan atau zat yang dapat
membahayakan
kehidupan
manusia
serta
mengganggu
kelestarian
belum ada atau tidak terjangkau oleh system pengelolaan limbah perkotaan.
Kualitas air limbah yang dibuang ke lingkungan harus mempunyai persyaratan
baku mutu air limbah sesuai peraturan.
Rumah adalah tempat tinggal suatu keluarga yang dilengkapi dengan
berbagai fasilitas pendukungnya seperti sarana jalan, saluran air kotor, tempat
sampah, sumber air bersih, lampu jalan, dan lain-lain (Chandra, 2007). Kriteria
rumah yang sehat dan aman dari segi lingkungan, antara lain:
1) Memiliki sumber air bersih dan sehat serta tersedia sepanjang tahun.
2) Memiliki tempat pembuangan kotoran, sampah, dan air limbah yang baik.
3) Dapat mencegah terjadi perkembangbiakan vektor penyakit, seperti nyamuk,
lalat, tikus, dan sebagainya.
4) Letak perumahan jauh dari sumber pencemaran dengan jarak minimal 5 km,
memiliki daerah penyangga atau daerah hijau (green belt) dan bebas
banjir(Chandra, 2007).
Penelitian Damayanti seperti yang dikutip Hidayat (2002) menunjukkan
adanya hubungan yang erat antara interaksi faktor lingkungan tempat tinggal
dengan prevalensi cacing pada anak sekolah dasar.Tingginya prevalensi cacing
gelang pada anak sekolah dasar di desa disbanding dengan di kota
menunjukkan adanya perbedaan hygiene dan sanitasi lingkungan Penelitian
tersebut menggambarkan bahwa adanya infeksi ganda cacing gelang di desa
lebih tinggi dibanding dengan di kota. Hal ini menunjukkan lingkungan pedesaan
merupakan faktor predisposisi untuk anak-anak sekolah dasar di desa.Menurut
Ismid et al . (1980) seperti yang dikutip Hidayat (2002), di halaman rumah telur
cacing gelang banyak ditemukan di sekitar tumpukan sampah (55%) dan tempat
teduh di bawah pohon (33,3%). Penelitian Hadidjaja et al (1989) menunjukkan
bahwa 14-12% sampel air got yang diperiksa ternyata positip mengandung telur
cacing. Telur cacing juga banyak ditemukan di sekitar sumur, tempat cuci, dekat
jamban, pinggiran kali bahkan dekat di dalam rumah. Kepadatan penghuni dalam
rumah juga berperan terhadap penularan kecacingan