You are on page 1of 18

Pengertian

Skizofrenia
tidak
dapat
diterangkan
sebagai
satu
penyakit
saja.
Lebih lebih tepat apabila skizofrenia dianggap sebagai suatu sindrom atau suatu
proses penyakit dengan macam-macam variasi dan gejala. Skizofrenia juga
menimbulkan distorsi pikiran sehingga pikiran itu menjadi sangat aneh (bizar), juga
distorsi persepsi, emosi, dan tingkah laku. Zaman dulu, skizofrenia adalah penyakit
yang sangat tidak dimengerti. Masyarakat merasa takut pasien dapat mengamuk
dan menjadi kejam. Maka dulu pasien ini dikurung atau diikat. Sekarang sudah
banyak informasi tentang skizofrenia yang diaebarluaskan sehingga masyarakat
menjadi lebih mengerti. Sekarang banyak klien yang menerima pengobatan yang
tepat dan supervisi yang baik sehingga mereka dapat tinggal bersama dengan dan
hidup produktif. Biasanya skizofrenia diketahui dan didiagnosis pada masa remaja
dan masa dewasa muda. Narang sekali gejala skizofrenia timbul pada masa kanakkanak. Puncak awitannya adalah umur 15-20 tahun untuk pria dan 25-35 tahun
untuk wanita.
Di bawah ini tipe skizofrenia menurut manual diagnostik dan statistik gangguan
mental DSM-IV-TR (2000):
1. Skizofrenia paranoid, ditandai dengan :
a. Perasaan dianiaya atau dimata-matai
b. Delusi kebesaran
c. Halulsinasi kesalahan hang berlebihan
d. Kadang-kadang tingkah agresif atau bermusuhan
2. Skizofrenia tipe disorganisasi, ditandai dengan:
a. Afek yang tidak tepat atau efek datar
b. Bicara tidak jelas (inkoheren)
3. Skizofrenia tipe katatonik ditandai dengan,
a. Gangguan psikomotor yang hebat.
b. Klien kaku dan tidak bergerak sama sekali (imobilitas) atau ada gerakan
mktoris yang berlebihan.
c. Gerakan mltoris yang berlebihan ini tidak bertujuan dan tidak dipengaruhi oleh
stimulasi luar.
d. Ciri-ciri yang lain adalah negativisme yang berlebihan, mjtisme, ekolalia
(mengulang-ulang tanpa disadari kata-kata yang diungkapkan orang lain) dan
akopraksis (meniru gerak-gerik oranvg yang dilihatnya tanpa tujuan).
Gejala Skizofrenia
Gejala skjzofrenia dibagi atas dua kategori yaitu gejala positif atau hard symptoms
dan gejala negatif atau soft symptoms. Di bawah ini adalah dua kategori gejala
skizofrenia:

1. Gejala positif
a. Ambivalen: mempunyai 2 keyakinan atau kepercayaan yang berlawanan
tentang seseorang yang sama, suatu kejadian, atau suatu situasi. Dia
mempunyai perasaan atau pikiran yang bertentangan.
b. Associative loosen: pikiran atau ide yang terpisah-pisah dan tidak ada
hubungan satu dengan yang lain.
c. Delusi: keyakinan yang tidak benar, tidak berubah (fixed), dan tidak
berdasarkan pada kenyataan atau realitas
d. Echopraxia: meniru gerakan atau gerak-gerik dari orang yang sedang
diamatinya.
e. Flight of idea: klien mengungkapkan kata-kata terus menerus atau meloncatloncat dari topik yang satu ke topik yang lain.
f. Halusinasi: persepsi sensoris yang tidak benar dan tidak berdasarkan realitas.
g. Ideas of reference: pikiran yang tidak benar bahwa kejadian eksternal
membawa arti yang kbusus untuk dirinya
h. Perseverasi: memegang teguh suatu ide atau suatu topik; mengulang-ulang
suatu kalimat atau suatu kata; menolak usaha untuk mengubah topik
2. Gejala negatif
a. Alogia: cenderung bicara sangat sedikit, pembicaraan tidak berarti atau tidak
berisi
b. Anhedonia: tidak merasakan kegembiraan atau kesenangan dalam hidupnya,
dengan relasinya maupun dengan kegiatannya.
c. Apatis: tidak peduli pada orang lain, kejadian atau kegiatannya
d. Katatonia: imobilitas yang ditimbulkan secara phisikologis ketika klien tidak
bergerak, kaku seperti dalam keadaan setengah sadar (trance)
e. Afek datar: tidak ada ekspresi wajah yang dapat menunjukkan emosi,
perasaan, atau moodnya.
f. Keengganan: tidak ada kemauan, atau ambisi, atau dorongan untuk
menyelesaikan atau melakukan sesuatu

Gejala yang lazim terdapat pada gejala positif adalah delusi, halusinasi,
memacauan yang mencolkk dalam berfikir, berbicara dan tingkah laku, sedangkan
yang lazim pada gejala nevatif axalah afek datar (emosi atau mood tidak nampak
pada wajah); tidak nyaman dengan orang-orang lain dan menarik diri; tidak ada
kemauan atau ambisi, atau dorongan untuk menyelesaikan pekerjaan.
Gejala positif dapat dikendalikan dengan obat-obatan, tetapi gejala negatif berjalan
terus sekalipun gejala positif sudah berkurang. Gejala ini yang bertahan terus,
merupakan penghalang dalam penyembuhan dan kemampjan maksimal untuk
melaksanaka fungsinya sehari-hari.
Perjalanan Klinis
Permulaannya mungkin tiba-tiba atau perlahan dan tidak diketahui, tetapi
kebanyakan dari klien menunjukkan gejala dan tanda seperti menarik diri, bertingkah
aneh, hilang minat untuk belajar, atau sekolah dan higiene personal yang terlalaikan.
Diagnosis skizofrenia ditentukan dengan adanya delusi, halusinasi, pikiran
terganggu dan tidak sesuai realitas (psikosis). Umur klien pada waktu timbul gejala
penyakit merupakan faktor yang penting dalam prognosis penyakit. Mereka yang
menunjukkan gejala pada umur masih muda, mendapat prognosis yang lebih jelek.
Mereka ini juga mengalami gangguan kognitif yang lebih berat. Sama juga mereka
yang mengalami awitan penyakit dengan pelan cenderung untuk mengalami gejala
penyakit dalam jangka waktu yang lebih panjang, dibandingkan dengan mereka
yang mengalami gejala secara tiba-tiba dan akut (Buchanana & Carpenther, 2000).
Sekitar 30% dari klien dengan skizofrenia mengalami eksaserbasi satu tahun setelah
serangan akut yang pertama. Dalam beberapa tahun setelah awitan gejala psikotis,
ada dua pola klinis yang muncul yaitu,
1. Pola yang klien mengalami gejala psikosis yang berlangsung terus sekalipun
beratnya gejala berkurang
2. Pola yang klien mengalami serangan gejala psikotis tetapi dia juga mengalami
periode tanpa adanya gejala psikotis.
Pada perjalanan jangka panjang, intensitas dari psikosis cenderung berkurang
sesuai dengan pertambahan usia klien. Kebanyakan klien memperoleh kembali
sebagian kemampuan mereka untuk melakukan fungsi sosial maupun pekerjaan
mereka sehari-hari.
Obat-obat anti psikosis mempunyai peranan sangat penting dalam pengendalian
gejala psikotis. Obat-obat ini tidak menyembuhkan penyakit skizofrenia, tetapi
sangat menentukan keberhasilan dalam menangani gejalanya. Diagnosis yang
cepat dan tepat serta pengobatan yang agresif pada saat awitan skizofrenia
memberi hasil yang memuaska (Laresn et al, 2001).

Etiologi
Ada beberapa teori penyebab yang dikaitkan dengan skizofrenia yaitu:
Teori Biologik
Teori penyebab biologic skizofrenia berfokus pada factor genetic, factor neurokimia,
struktur dan fungsi otak, respons imuno-virologi (renspons tubuh terhadap kontak
dengan virus).
Faktor genetic
Fokus pada penelitian ini adalah anggota keluarga terdekat seperti ayah, ibu, anakanak, dan saudara sekandung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah
skizofrenia diperoleh lewat keturunan genetic. Penelitian terhadap kembar identic
menunjukkan 50% risiko mereka mengalami skizofrenia, sedangkan fraternal twins
15% (Lehman, 2000). Hasil penelitian ini menunjukkan adanya indikasi skizofrenia
sebagian diperoleh melalui genetic.
Penelitian lain yang juga berkaitan dengan teori genetic menunjukkan risiko bagi
anak-anak dari salah satu orang tua yang menderita skizofrenia, dan risiko
meningkat 35% apabila kedua orang tua menderita skizofrenia. Sekalipun demikian,
para ahli menegaskan bahwa ada factor lain yang juga terkait untuk timbulnya
penyakit skizofrenia.
Faktor neuro-anatomik dan neuro-kimia
Dengan perkembangan pemeriksaan non-invasif seperti CT-scan, magnetic
resonance imaging (MRI), dan positron emission tomography (PET), para ilmuan
dapat mempelajari struktur otak (neuro-anatomi) seta kegiatan otak (neuro-kimia)
dari individu skizofrenia. Penelitian ini memperlihatkan bahwa individu skizofrenia
secara relatif mempunyai jaringan otak yang lebih kecil, dan cairan serebrospinal
yang lebih sedikit dibandingkan dengan yang tidak menderita skizofrenia. Hal ini
dapat terjadi karena gangguan perkembangan jaringan otak atau matinya jaringan
otak, (Flashman et al, 2000). CT scan menunjukkan pembesaran dari ventrikel otak
dan atrofi kortikal. Pemeriksaan PET memperlihatkan berkurangnya struktur kortikal
frontal otak.
Semua penelitian ini menunjukkan berkurangnya volume otak (mengecil) dan fungsi
yang abnormal dari otak bagian frontal dan temporal. Kelainan (patologi) ini
mempunyai korelasi dengan gejala positif skizofrenia seperti, psikosis (lobus frontal),
dan gejala negatif seperti tidak ada motivasi, kemauan dan anhedonia (tidak
menikmati kebahagiaan atas keberhasilan). Belum dapat dipastikan bahwa
perubahan pada otak disebabkan oleh virus, trauma, atau respons imun.
Penelitian neuro-kimia secara konsisten menunjukkan adanya gangguan pada
sistem neurotransmiter dari individu skizofrenia. Teori neuro-kimia sekarang yang
menonjol berkaitan dengan neuro-transmiter dopamin. Satu teori mengatakan

bahwa kelebihan dopamin dapat menimbulkan skizofrenia. Teori ini didasarkan pada
observasi terhadap obat-obat seperti amfetamin dan levopoda yang dapat
meningkatkan aktivitas dopamin. Mereka memeperlihatkan bahwa obat-obatan ini
dapat menimbulkan reaksi paranoia yang juga nampak pada skizofrenia (Egan &
Hyde, 2000). Mereka juga memperlihatkan bahwa obat-obat yang menghambat
dopamin dapat mengurangi tanda psikotik (O'Connor, 1998). Neuro-kimia lain yang
juga dipelajari adalah serotonin. Teori mengatakan bahwa serotonin dapat mengatur
kelebihan dopamin.
FAKTOR IMUNO-VIROLOGIK
Teori ini mengatakan bahwa kontak dengan virus atau respon imun terhadap virus
dapat mengubah fungsi otak. Sitokin adalah neurotransmiter di antara sel-sel imun
yang menangani peradangan akibat respons imun. Ada juga sitokin spesifik yang
berperan memberi isyarat pada otak untuk melakukan perubahan tingkah laku dan
mengwluarkan neuro-kimia yang diperlukan dalam menghadapi stres agar keadaan
homeostatis dipertahankan. Juga ada asumsi bahwa sitokin mempunyai peranan
dalam pengembangan gangguan mental termasuk skizofrenia (Krontal & Remick,
2000).
Psikofarmakologi
Pengobatan medis utama untuk skizofrenia adalah psikofarmakologik. Dahulu
pengobatan yang dipakai adalah terapi elektrokonvulsif, terapi syok insulin, dan
psychosurgery. Semua pengobatan ini sudah tidak dipakai setelah ditemukan obat
klorpromazin (Thorazine) pada tahun 1952.
Obat-obat antipsikotik yang juga disebut neuroleptik diberikan terutama karena
efektif dalam mengurangi gejala psikotik. Akan tetapi, obat-obat ini tidak
menyembuhkan skizofrenia. Obat-obat antipsikotik yang lama atau yang disebut
konvensional adalah antagonis dopamin. Adapun obat-obat baru yang disebut
atipikal mengandung dopamin dan antagonis serotonin. Target dari obat-obat
antipsikotik konvensional adalah gejala apositif dari skizofrenia yaitu delusi,
halusinasi, dan gangguan kognitif. Obat-obat anntipsikotik atipikal tidak saja efektif
mengurangi gejala negatif, seperti tidak ada motivasi, kemauan, menarik diri dan
anhedonia (Littrel & Littrel, 1998).
Alasan utama banyak klien secara diam-diam berhenti meminum obat antipsikotik
adalah efek samping dari obat-obat ini sangat tidak nyaman dan menakutkan.
Termasuk efek samping neurologis yang berat adalah efek samping akstrapiramidal
seperti reaksi distonik akut, akatsia, pseudoparkinsonisme, diskinesia tardif, dan
sindrom neuroleptik malignan. Efek samping yang non-neurologik seperti
peningkatan berat badan, mengantuk, fotosensitivitas, mulut kering, penglihatan
kabur, konstipasi, retensi urine, dan hipotensi ortostatik.

Efek samping ekstrapiramidal adalah gangguan gerakan reversibel yang dicetuskan


oleh obat-obat antipsikotik. Beberapa efek samping ekstrapiramidal:
1. Reaksi distonik. Reaksi distonik dicirikan dengan spame sekelompok otot-otot
pada leher (tortikolis) atau otot-otot mata (krisis okulogorik). Spasme ini dapat
disertai dengan penonjolan lidah keluar dari mulut, disfagia, spame laring atau
faring yang dapat menyebabkan obstruksi jalan nafas. Reaksi distonik ini sangat
menakutkan dan menyakiti klien. Pengobatan reaksi distonis dengan pemberian
difenhidramin (Benadryl) intramuskular atau intravena.
2. Pseudoparkinsonisme. Pseudoparkinsonisme disifatkan dengan cara jalan klien
yang terseok-seok, ekspresi wajah seperti topeng, kekakuan otot, air liur
menetas, dan akinesia (lambat dan sulit memulai gerakan). Biasanya tanda
pseudoparkinsonisme timbul beberapa hari setelah obat antipsikotik diberikan.
3. Akatsia. Ciri dari akatsia adalah kegelisahan karena klien tidak dapat diam atau
tenang. Dia terus berjalan klien sering mengeluh bahwa dia tidak mengalami
ketenangan dalam dirinya. Akatsia muncul setelah obat antipsikotik diberikan
atau dosisnya ditingkatkan. Klien merasa sangat tidak nyaman dengan efek
samping dari obat ini dan secara diam-diam berhenti meminum obatnya.
Betablocker seperti propanolol efektif untuk menangani akatsia. Deteksi yang
awal serta pemberian obat yang cepat dan tepat sangat penting untuk
memperoleh kepatuhan klien. Perawat adalah orang yang paling dekat dengan
klien maka dialah juga yang dapat mendeteksi efek samping dengan cepat.
4. Diskinesia tardif. Diskinesia tardif adalah efek samping dari obat-obat
antipsikotik yang muncul lambat dengan ciri-ciri gerakan abnormal dan
involunter seperti mengecap-ngecapkan bibir, lidah menonjol ke luar mulut,
mengunyah-ngunyah, mengedip-ngedipkan mata, dan menyeringai. Gerakan
involunter ini (gerakan yang tidak terkendali oleh kemauan), dapat membuat
klien merasa malu sehingga dia menarik diri.
5. Kejang. Kejang adalah efek samping yang jarang ditemukan. Sekitar 1% dari
klien yang memakai obat antispikotik mengalami kejang, kecuali obat clozapine
yang mempunyai insidens sekitar 5%. Kejang dikaitkan dengan dosis yang
tinggi. Penanganannya adalah pengurangan dosis atau pemberian obat
antipsikotik yang lain.
6. Sindrom neuroleptik malignan. Sindrom neuroleptik malignan adalah efek
samping yang serius dan fatal dengan ciri-ciri kekakuan otot, demam tinggi,
peningkatan enzim otot-otot dan leukosit.
7. Agranulositosis. Obat Clozapine adalah obat yang mempunyai efek samping
yang juga serius, yang disebut agranulositosis yaitu sumsum tulang gagal untuk
menghasilkan leukosit dalam jumlah yang adekuat. Agranulositosis timbul
secara tiba-tiba dengan tanda demam, malaise, ulkus pada tenggorok dan
leukopenia. Obat ini harus segera dihentikan apabila ada tanda agranulositosis.
Klien yang memakai obat Clozapine, harus diperiksa jumlah leukositnya tiap
minggu.

PENGOBATAN PSIKOSOSIAL
Di samping pengobatan farmakologis, pengobatan lain yang disebut pengobatan
psikososial dapat juga dipakai, yaitu terapi individual dan kelompok, terapi keluarga,
penyuluhan keluarga, latihan keterampilan sosial, dan seterusnya.
Terapi dan kelompok bersifat pendukung dan memberi klien kesempatan untuk
melakukan kontak sosial dan membangun relasi yang berarti dengan orang lain.
Klien skizofrenia dapat didorong memperbaiki kemampuan mereka dalam
mengadakan relasi yang berarti dengan sesama melalui latihan keterampilan sosial
dan kembali menjadi anggota komunitas yang fungsional(Butillo et al, 2001). Latihan
keterampilan sosial mencoba menyederhanakan tingkah laku sosial yang kompleks
melalui latihan cara memproses informasi karena mereka mengalami defisit dalam
hal ini. Mereka juga diberi latihan cara mengatur obat-obat mereka, menangani
gejala yang timbul, berkomunikasi, berelaksasi, dan merawat diri.
Penyuluhan dan terapi keluarga sudah diketahui mengurangi efek samping dari
skizofrenia dan mengurangi eksaserbasi (Dycke et al, 2000). Sering kali keluarga
mengalami kesulitan menghadapi masalah anggota keluarga. Hal ini dapat
menambah stres yang sedang dialami keluarga.

PROSES KEPERAWATAN
Skizofrenia mengganggu proses berpikir dan isi pikiran, persepsi, emosi, tingkah
laku dan fungsi sosial penderitanya. Berat atau ringannya gangguan baik pada tahap
akut atau kronis sangat berbeda maka intervensi keperawatannya pun perlu
disesuaikan. Tidak tepat apabila perawat berasumsi tentang kemampuan dan
keterbatasan klien berdasarkan hanya pada diagnosis skizofrenia. Misalnya,
perawat mempunyai klien dengan tanda positif (sindrom positif) skizofrenia.
Pengkajian

Riwayat
Pertama-tama perawat menanyakan klien tentang riwayat skizofrenia yang pernah
dialaminya. Dia pernah juga menggali informasi bagaimana klien berfungsi seharihari sebelum dia datang di rumah sakit.
Contoh pertanyaan yang diajukan:
1. Bagaimana Anda memakai waktu Anda?
2. Anda melakukan apa setiap hari?
Perawat perlu juga memperoleh informasi tentang usia klien peetama kali dia
didiagnosis skizofrenia. Harus diingat bahwa awitan skizofrenia pada usia muda
mempunyai peognosis yang kurang baik. Pengkajian dilakukan terhadap usaha klien
untuk bunuh diri karwna sekitar 10% daei klien dengan skizofrenia akhienya
melakukan bunuh diri. Perawat dapat menanyakan kepada klien,
1. Apakah Anda pernah mendengar suara menyuruh Anda untuk menyakiti diri atau
bunuh diri?
2. Jika Anda merasa marah, atau frustasi, Anda melakukan apa?
Penampilan umum, motoris, tingkah laku, bicara
Penampilan klien skizofrenia mungkin tidak sama. Ada yang kelihatannya normal,
berpakaian pantas, duduk di kursi dengan baik sambil bicara dengan perawat tanpa
gerak-gerik yang aneh. Ada yang memperlihatkan tingkah laku aneh, berpakaian
tidak pantas, nampak higiene personal yang jelek. Gerakan motoris mungkin
abnormal, seperti gelisah dan tidak tenang, ada yang katatonik, ada yang
mengulang-ulang gerakan orang yang dilihatnya, (ekopraksia), ada yang bicara
terus tetapi tidak jelas (inkoheren), ekolalia, dan seterusnya.

Mood dan efek Klien skizofrenia sering kali menunjukkan afek datar yaitu tidak
nampak perasaan pada wajah atau mempunyai wajah seperti memakai topeng.
Klien mungkin juga mengekspresikan emosi yang tidak sesuai. Misalnya, dia tertawa
sambil menceritakan kematian kakaknya dua hari yang lalu. Ada juga yang
menangis sambil menceritakan perubahan cuaca. Bahkan, ada yang tertawa
terkekeh-kekeh tanpa alasan. Klien mungkin mengatakan bahwa dia depresi dan
tidak merasakan kegembiraan atau kesenangan dalam hidupnya (anhedonia). Klien,
mungkin juga mengatakan bahwa dia merasa kehilangan kendali, atau dia punya
kuasa atas segala-galanya. Dia juga tidak peduli apa yang terjadi di sekitarnya.
Proses berpikir dan isi pikiran
Sering dikatakan bahwa skizofrenia adalah gangguan berpikir karena gangguan ini
adalah ciri utama dari penyakit skizofrenia. Proses berpikir mengalami gangguan,
kontinuitas dari pikiran terputus dan mengolah informasi juga terputus-putus
(Lehman, 2000). Perawat dapat mengkaji isi pikiran klien dengan memperhatikan
apa yang diungkapkan klien. Misalnya, tiba-tiba klien berhenti bicara pada
pertengahan kalimat selama beberapa detik, atau sampai satu menit (tought
blocking), atau klien mengatakan bahwa pikirannya didengar oleh orang lain (tought
broadcasting), atau orang lain mengambil pikirannya atau menaruh pikiran mereka
ke dalam dirinya ( tought insersion). Mungkin saja klien menyimpang dari pertanyaan
yang ditanyakan perawat, misalnya:
Perawat : "Bagaimana tidur Anda akhir-akhir ini?"
Klien : "Saya berusaha tidur malam, saya suka mendengar lagu-lagu sebelum tidur.
Saya suka lagu-lagu klasik. Kalau Anda, suka lagu apa? Saya lapar. Adakah
makanan untuk saya?"
Dengan mengulang-ulang pertanyaan, perawat memperoleh informasi yang
diperlukannya. Misalnya:
Perawat : "Bagaimana tidur Anda tiap malam?
Klien : "Saya berbaring lebih awal supaya saya bisa istirahat hanya selama 2-3 jam.
Dari pembicaraan klien, perawat dapat juga mengkaji isi pikiran klien. Klien
mengalami alogia apabila pembicaraannya tidak berisi atau tidak mpunyai arti,
misalnya
:
Perawat : Bagaimana tidur Anda tiap malam?
Klien : Saya tidak tahu, sulit diketahui
Delusi

Klien dengan dengan skizofrenia sering kali mengalami delusi, suatu keyakinan yang
mantap (fixed), tetapi tidak benar dan tidak berdasar pada kenyataan atau realitas.
Oleh karena klien yakin pada delusinya maka dia mengikuti delusinya itu. Misalnya,
klien dengan delusi dianiaya, dia akan mencurigai orang lain akan memberikan
informasi tentang dirinya, mau memeriksa kamar dengan teliti, atau bicara dengan
berbisik-bisik, dan seterusnya. Tidak ada penjelasan logis yang dapat membantu
klien untuk melihat bahwa keyakinannya tidak logis dan tidak sesuai realitas.
Ada beberapa macam delusi:
1. Delusi paranoid. Klien yakin bahwa orang lain berencana untuk menyakiti,
bahwa dia dimata-matai, diikuti orang lain yang mau membunuhnya,
makanannya diracuni, dan seterusnya. Penganiayaan ini mungkin pemerintah,
polisi, militer, organisasi tertentu atau keluarganya sendiri
2. delusi kebesaran (grandiose). Klien mengatakan bahwa dia mempunyai relasi
dengan orang besar, terkemuka, seperti presiden negara, tokoh-tokoh
masyarakat, bintang film, dan seterusnya. Atau klen percaya bahwa dia adalah
seorang yang berpengaruh dan terkenal.
3. Delusi religius/spiritual. Klien percaya bahwa dia mempunyai hubungan
langsung dengan Tuhan, bahwa dia adalah seorang saleh. Allah memberinya
suatu misi untuk dilaksanakan, dan seterusnya.
4. Delusi somatik. Klien yakin adanya perubahan fisik atau perubahan fungsi dari
tubuhnya. Tidak ada pemeriksaan fisik dari dokter atau pemeriksaan
laboratorium yang dapat mengubah keyakinannya itu. Misalnya, seorang klien
pria yakin bahwa dia hamil, atau dia yakin bahwa dia mengalami kebusukan
usus, atau otaknya dimakan ulat-ulat dan seterusnya.
Perawat perlu mengkaji ini dan dalamnya delusi klien agar perawat dapat
mengantisipasi tingkah laku klien dan mencoba memosisikan realitas pada klien.
Misalnya, perawat dapat mengatakan pada klien, Saya tidak melihat dalam kamar
ini apa yang anda lihat. Perawat perlu menghindari menantang maupun
memperkuat delusi dari klien. Perawat boleh meminta klien untuk menjelaskan isi
pikirannya. Misalnya, Bisakah menerangkan kepada saya?
Sensori dan proses intelektual
Satu ciri khas dari skizofrenia adalah halusinasi (persepsi sensoris yang tidak
benar dan tidak berdasar pada realita). Halusinasi dapat menyangkut lima indera
dan sensasi tubuh lain. Halusinasi dapat membuat klien measa trancam dan takut.
Halusinasi tidak sama dengan ilusi.ilusi adalah persepsi yang keliru tentang sesuatu
yang real di lingkungannya. Misalnya, seseorang sedang berjalan di hutan. Dia
dikejutkan dengan seekor ular, tetapi setelah diperiksa yang dilihatnya bukan seekor
ular, tetapi sebuah batang kayu. Ilusi dapat dikoreksi dengan kenyataan sedang
halusinasi tidak mempunyai dasar yag nyata.
Di bawah ini adalah beberapa macam halusinasi (Cancro & Lehman, 2000):

1. Halusinasi auditori (halusinasi pendengaran). Halusinasi pendengaran yang


paling lazim. Klien mendengar suara-suara yang membicarakan tentang dirinya.
Klien mungkin mendengar satu suara saja atau banyak suara. Ada juga
halusinasi pendengaran yang disebut command hallucinations. Ketika klien
medengar dia diperintahkan untuk melakukan sesuatu. Biasanya perintah untuk
menyakiti atu membunuh dirinya atau orang lain, halusinasi macam ini sangat
berbahaya.
2. Halusinasi visual. Halusinasi ini juga lazim sesudah halusinasi penglihatan, klien
melihat sesuatu seperti cahaya, orang yang sudah meninggal, atau mendistorsi
apa yang ada seperti perawatnya menjadi seekor binatang yang menakutkan.
3. Halusinasi olfaktori. Klien mencium suatu bau seperti urine, kotoran dan bau
sesuatu yang busuk, dan seterusnya.
4. Halusinasi taktil (sentuhan). Suatu sensasi yang dirasakan klien di seluruh
tubuhnya seperti ada serangga-serangga yang merayap atu listrik yang beredar
di seluruh tubuhnya. Halusinasi sentuhan jarang dialami klien dengan
skizofrenia, tetapi sering dialami oleh klien yang mengalami gejala putus alkohol.
5. Halusinasi gustatori (pengecapan). Klien merasa sesuatu yang sedap seperti
makanan dalam mulutnya, atau sesuatu yang manis, pahit dan seterusnya.
a. 6.Halusinasi kinestetik. Halusinasi ini timbul apabila klien yang tidak bergerak
sama sekali mengatakan bahwa badannya melayang-layang ke atas.
Sulit untuk mengkaji proses intelektual dari klien skizofrenia ketika dia sedang
mengalami serangan psikosis. Saat ini, klien menunjukkan fungsi intelektual yang
kurang sebagai akibat dari pikirannya yang terganggu. Atas dasar ini, perawat tidak
boleh berasumsi bahwa klien tidak mempunyai kemampuan untuk berfikir. Mungkin
saja pada waktu dilakukan pengkajian, klien sulit untuk berkonsentrasi dan dia tidak
fokus sehingga dia tidak menunjukkan kemampuan intelektual yang semestinya.
Perawat dapat mengkaji kemampuan intelektual klien dengan lebih akurat apabila
proses berpikir dari klien menjadi jelas.
Penilaian
Sering kali proses penilaian klien terganggu. Dasar penilaian yang benar adalah
kemampuan individu untuk mengintepretasikan lingkungannya secara benar maka
klien yang mengalami gangguan proses berpikir dan gangguan mengitepretasikan
lingkungan secara benar, akan mengalami kesulitan melakukan penilaian
(judgement) yang benar. Kadang-kadang defisit penilaian ini menjadi sangat berat
sehingga klien tidak mampu lagi berpikir untuk minta bantuan pengobatan apabila
temperaturnya meningkat, atau dalam hal memenuhi kebutuhan dasarnya sendiri
seperti kebersihan, makanan, minum, istirahat, tidur dan seterusnya.
Konsep diri
Klien skizofrenia juga mengalami kemerosotan konsep diri. Klienmerasa bahwa
tubuhnya dimiliki oleh orang lain, atau tubuhnya menjadi salah satu dengan orang

lain atau dengan suatu benda (bentuk disorientasi yang disebutkan depersonalisasi).
Kadang-kadang dia tidak tahu apakah dia laki-laki atau perempuan.
Peran dan hubungan
Isolasi sosial atau meyingkirkan diri sering ditemukan pada klien dengan
skizofrenia, akibat dari delusi, halusinasi dan kemerosotan konsep diri. Konsep diri
yang kabur membuat mereka sullit membangun relasi yang berarti dengan sesama.
Mereka juga mengalami kesulitan untuk percaya pada orang lain (dasar
perkembangan kepribadian dari Erikson) dan kesulitan dengan intimasi. Harga diri
yang rendah membuat mereka sulit untuk berinteraksi dengan sesama. Mereka
menyendiri dan menghindari orang lain. Klien mengalami frustasi yang berat dalam
memainkan peranannya dalam keluarga maupun di tempat kerja dan dalam
masyarakat.
Diagnosa Keperawatan
Perawat perlu menganalisis data klien untuk menentukan proritas dan membuat
rencana asuhan keperawatan yang efektif. Analisis data pada umumnya dapat
dibagi atas dua kategori yaitu data yang berkaitan dengan gejala positif dari
skizofrenia dan data yang berkaitan dengan gejala negatif.
Diagnosa keperawatan dari NANDA yang menyangkut gejala positif atau gejala
psikosis adalah:
Risiko perilaku kekerasan terhadap orang lain
Risiko bunuh diri
Kerusakan memori
Gangguan identitas pribadi
Hambatan komunikasi verbal
Berikut adalah diagnosis keperawatan NANDA yang berkaitan dengan gejala negatif
dan kemampuan fungsional klien:
Defisit perawatan diri: mandi, berpakaian, makan, eliminasi
Isolasi sosial
Defisiensi aktivitas pengalih
Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan
Ketidakefektifan manajemen kesehatan diri
Biasanya, klien dengan serangan psikosis akut dirawat di rumah sakit. Pada tahap
akut ini, fokus dari perawatan adalah menstabilkan proses berpikir, orientasi,

evaluasi sumber daya yang ada, rujukan, dan pembuatan rencana untuk rehabilitasi
dan kembalinya klien di tengah keluarga dan komunitasnya.
Beberapa contoh hasil yang diharapkan,
1.
2.
3.
4.

klien tidak menyakiti diri dan orang lain


Klien mengenal realitas
Klien mengadakan interaksi dengan orang lain di sekitarnya
Klien mengekspresikan pikiran dan perasaan dalam cara yang aman dan dapat
diterima oleh orang lain/masyarakat
5. Klien berpartisipasi dalam intervensi medis maupun perawatan yang
membantunya secara terapeutik.
Di bawah ini adalah beberapa contoh hasil yang diharapkan setelah gejala akut
ditangani dengan efektif:
1. Klien berpartisipasi dalam pelaksanaan regimen pengobatan yang telah
ditentukan termasuk obat yang diminum dan mengikuti jadwal follow-up
2. Klien mempertahankan pola tidur, asupan makanan dan cairan yang adekuat.
3. Klien menunjukkan kemandirian dalam merawat dirinya
4. Klien secara efektif dengan keluarga dan komunitasnya dalam hal pemenuhan
kebutuhannya
5. klien menerima bantuan untuk memenuhi kebutuhannya.
Intervensi Keperawatan
1. Mempertahankan keamanan klien dan orang lain, perawat dan orang lain
mendapat prioritas utama. Klien yang sedang mengalami paranoia mungkin
mencurigai perawatnya, orang lain, dan lingkungannya. Klien ini mempunyai
perasaan yang hebat bahwa dia diancam dan dapat melakukan tindakan kekerasan
karena dia yakin bahwa ada orang yang akan menyakiti atau membunuhnya dan dia
harus melakukan kekerasan untuk melindungi dirinya. Maka perawat perlu
mendekati klien ini dengan cara yang tidak mengancamnya. Perawat tidak boleh
bersikap menguasai atau keras karena hal ini menambah rasa ancaman dari klien.
Memberikan jarak atau tidak melanggar akan memulih rasa aman dari klien.
Klien yang kelihatan takut atau tidak tenang berpotensi menyakiti orang lain.
Perawat harus memerhatikan peningkatan kegelisahan klien seperti bicara keras
atau berteriak, memukul dinding, menendang barang, dan seterusnya. Dalam hal ini,
perawat perlu melakukan tindakan untuk mengamankan klien dan orang lain.
Misalnya, memberi obat penenang seauai resep dokter, membawa klien ke tempat
yang lebih tenang dan aman, atau apabila sangat diperlukan, memakai penahan
untuk sementara, Menahan klien perlu dilakukan oleh staf yang terlatih.
2. Membangun hubungan terapeutik. Rasa percaya antara perawat dan klien dapat
mengurangi rasa curiga dan rasa takut klien. Menumbuhkan rasa percaya dan
hubungan terapeutik memerlukan waktu dan kesabaran perawat. Mungkin pada
kontak atau pertemuan pertama, klien bertahan hanya selama 5-10 menit. Perawat

perlu memberi keterangan dengan jelas dan mudah dimengerti oleh klien. Perawat
harus memperlihatkan bahasa tubuhnya sendiri. Dia harus nampak rileks, wajahnya
mengekspresikan perhatian dan kepedulian yang tulus. Menyapa klien dengan
namanya, membuat klien merasa dikenal dan diakui keberadaannya.
Sebelum memakai sentuhan, perawat harus mengkaji terlebih dahulu efek sentuhan
pada klien. Bagi klien sentuhan dapat dianggapnya sebagai tanda kepedulian, tetapi
juga membuatnya terancam.
3. Memakai komunikasi terapeutik. Mengadakan komunikasi dengan klien yang
mengalami gejala psikosis, mungkin menjadi suatu pengalaman yang penuh frustasi
bagi perawat. Sangat sulit untuk mengerti komunikasi klien yang sedang mengalami
halusinasi atau klien yang sedang mengalami halusinasi atau klien yang menarik
diri, atau klien yang diam terus (mutisme). Apabila komunikasi verbal menjadi sulit,
perawat perlu mempertahankan komunikasi non-verbal. Misalnya, memakai banyak
waktu untuk duduk bersama klien yang diam terus (mutisme). Kehadiran perawat
terus dilakukannya tanpa melihat hasil, menunjukkan perhatian dan kepedulian
murni. Dengan menyampaikan pada klien tentang tanggal, bulan dan hari atau
menceritakan cuaca, atau apa yang ada di sekitar lingkungannya adalah usaha
untuk mengadakan kontak dengan klien yang ditinggalkan sendirian cukup lama
dapat tenggelam dalam psikosisnya maka perawat perlu mengadakan kontak yang
sering dengan klien.
Perawat perlu mendengarkan klien dan terus mencoba mengerti apa yang ingin
dikomunikasikan kliennya, hal ini memerlukan pengosongan diri dari perawat.
Perawat perlu juga menyampaikan pada klien apabila dia tidak mengerti apa yang
dimaksudkan klien dan bukan berpura-pura sudah mengerti. Ketidakjujuran dapat
merusak rasa percaya.
Perawat : Ibu Diana, bagaimana perasaan Ibu hari ini?
Klien : Saya sudah tidak ada
Perawat : Bisa Anda menerangkan apa maksudnya?
Klien : Itu tidak penting
Perawat : Saya coba, apakah saya menangkap maksud Ibu Diana. Ibu Diana
merasa seperti tidak ada orang yag melihat Ibu. Bahwa tidak ada orang yang
memerhatikan Ibu? (Perawat mengungkapkan apa yang sulit diungkapkan klien)
4. Mengimplementasikan intervensi untuk pikiran delusi. Klien delusi percaya penuh
pada delusinya dan dia tidak dapat dibuat yakin bahwa delusinya adalah tidak benar.
Delusi mempunyai pengaryh yang sangat kuat pada tingkah laku klien. Misalnya,
seorang klien mempunyai delusi bahwa dia akan diracuni. Klien ini akan mencurigai

orang lain, dia akan mengawasi dengan ketat makanan dan minumannya. Obatobatannya pun mungkin tidak diminumnya.
Konfrontasi atau diskusi dengan klien tentang delusinya, atau perawat brpura-pura
ikut dengan delusi klien, tidak akan membantu. Tanpa berdiskusi, perawat dapat
dengan tenang mempertahankan realitas dengan mengungkapkan realitas secara
sederhana dan jelas. Misalnya, Saya tidak melihat ada bukti Anda diracuni atau
perasaaanku dan pikiranku tidak seperti itu.
Apabila obat antipsikotik yang diberikan sudah mencapai efek terapeutik, perawat
sudah dapat membahas dengan klien mengenai ide atau pikiran delusi dan
bersama-sama dengan klien, mengidentifikasi gangguan yang diakibatkan delusi
dan hidup klien sehari-hari. Di samping itu, perawat dapat juga membantu klien
mengurangi ide ddelusi dengan teknik distraksi seperti mendengar musik untuk
membantu relaksasi, menonton TV, menulis, melukis, bicara dengan teman-teman,
main kartu, dan seterusnya. Murphy dan Moller (1993) juga menganjurkan untuk
membantu klien menangani delusi secara langsung seperti menolak ide-ide delusi,
atau bicara pada dirinya mengenai hal-hal positif yang ada dalam dirinya, atau
dengan berfikir positif.
5. Implementasi intervensi untuk halusinasi. Melakukan intervensi ketika klien
mengalami halusinasi, perawat harus berfokus pada apa yang nyata dan membantu
klien mengalihkan responsnya pada realitas. Pertama, perawat harus menentukan
apa yang sedang dilihat klien (halusinasi penglihatan), atau apa yang sedang
didengar klien. Dengan demikian, perawat akan lebih mengerti perasaan dan tingkah
laku kliennya. Misalnya, klien mendengar suara memerintahkannya (command
halucination) untuk menyakiti atau membunuh dirinya atau orang lain. Maka perawat
beserta staf mengambil tindakan untuk mengamankan klien dan orang lain. Ada
baiknya apabila perawat mengetahui isi dari halusinasi klien. Misalnya, Saya tidak
mendengar suara; apa yang Anda dengar? atau klien dapat juga mengatakan
bahwa dia melihat hantu atau seekor binatang yang sangat menakutkan. Respons
perawat yang dapat mengalihkan klien ke realitas dan sekaligus mengakui perasaan
klien serta membuatnya merasa aman adalah Saya tidak melihat apa yang Anda
lihat, tetapi Anda dapat merasa sangat takut. Anda aman di tempat ini. Kami dengan
staf akan membantu Anda.
Klien tidak selalu mengungkapkan halusinasi mereka. Kadang-kadang dari tingkah
laku klien, perawat dapat menarik kesimpulan bahwa besar kemungkinan klien
mengalami halusinasi. Misalnya, klien yang sendirian berselang-seling diam seperti
mendengarkan kemudian bicara, tertawa sendirian tanpa alasan, atau bergumam
sendiri, dan seterusnya.
Ada beberapa interval yang dapat membantu klien yang sedang mengalami
halusinasi. Misalnya, dengan menarik perhatiannya dari halusinasi ke kegiatan yang
berdasarkan pada realitas. Hal ini dapat dilaksanakan dengan mengajak klien untuk
bermain kartu, memberi suatu pekerjaan yang membuatnya sibuk (terapi okupasi),

mendengarkan musik untuk relaksasi, menonton TV, dan seterusnya. Teknik ini
sering kali membantu karena dia tidak dapat melakukan serentak dua hal yang
menarik perhatiannya.
Menurut Lakeman (2001), akan banyak membantu apabila perawat dan klien
mengidentifikasi pencetus dari halusinasi. Ada klien yang mengalami peningkatan
ansietas yang disusul dengan halusinasi. Maka akan banyak membantu apabila
ansietas ditangani secara efektif.
6. Menangani tingkah laku yang tidak bisa diterima masyarakat. Loss of ego
boundaries dapat dialami oleh klien skizofrenia, klien mengalami kehilangan
kesadaran akan tubuh atau pikirannya. Klien ini melakukan tingkah yang aneh di
depan umum atau di depan banyak orang seperti membuka pakaiannya, melakukan
masturbasi di depan umum, tiba-tiba menyentuh atau meremas-remas orang,
melanggar jarak pribadi, dan seterusnya. Tanggung jawab perawat melindungi klien
dari orang yang tidak mengerti skizofrenia, dan menyakiti klien. Dengan cara yang
tenang, perawat membawa klien ke tempat yang tenang. Memarahi klien atau
membuat klien malu atas perbuatannya adalah kekeliruan yang besar. Privasi dan
harga diri klien tetap diperhitungkan. Perawat dapat menerangkan pada keluarga
bahwa tingkah klien adalah bagian dari penyakitnya dan sama sekali tidak
disengajanya.
Secepat mungkin, klien perlu dikembalikan pada lingkungan yang membantunya.
Klien tidak boleh dihukum, dimarahi, atau dibuat merasa berdosa.
7. Penyuluahan pada klien dan keluarga. Di bawah ini adalah beberapa topik yang
dapat dibahas perawat bersama klien dan keluarganya:
a. Cara menanggapi penyakit dan mencegah kekambuhan
b. Pentingnya mengikuti instruksi dokter tentang obat yang perlu diminumnya
seumur hidup dan mengikuti jadwal follow-up
c. Hindari minuman yang mengandung alkohol dan obat-obat tanpa resep dokter
d. Mempertahankan higiene personal dan nutrisi yang adekuat dan seimbang
e. Keterampilan mengadakan komunikasi dan hubungan dengan orang lain
f. Konseling dan pendidikan pada keluarganya mengenai penyebab biologis dari
skizofrenia, dukungan yang diperlukan keluarga
g. Mengadakan kontak dengan organisasi atau kelompok yang dapat memberi
dukungan
Keluarga perlu juga diberi informasi tentang faktor risiko kambuhnya skizofrenia.
Faktor-faktor risiko kambuhnya skizofrenia :

a. Faktor risiko karena kesehatan :

Nutrisi yang jelek


Kurang tidur
Kurang olahraga
Kelelahan
Efek samping obat yang tidak dapat ditoleransi klien

b. Faktor risiko dari lingkungan

Kesulitan finansial (keuangan)


Kesulitan perumahan
Perubahan dalam hidupnya yang mengakibatkan stres
Kurang keterampilan okupasi, tidak mampu mempertahakan pekerjaan
Kurang/tidak ada sumber yang dapat memberi bantuan
Kesulitan interpersonal

c. Faktor emosional dari tingkah laku

Kehilangan kendali, tingkah yang agresif, memakai kekerasan


Konsep diri rendah
Merasa tidak punya harapan, putus asa
Hilangnya motivasi
Pengobatan dari gejala yang timbul tidak/kurang ditangani dengan efektif

Penyuluhan klien dan program pengobatan dengan antipsikotik


a. Untuk mengurangi efek samping dari obat antikolinergik seperti kekeringan mulut,
sering mimun cairan bebeas dari gula atau permen bebas gula. Gula akan
memperberat masalah peningkatan berat badan
b. Hindari minuman atau permen yang mengandung tinggi kalori karena dapat
menambah kerusakan gigi (karies gigi), menambah berat badan dan tidak juga
banyak mengurangi kekeringan mulut
c. Konstipasi dapat dicegah dengan meningkatkan asupan air, satur-sayuran, buahbuahan berserat, dan olahraga
d. Untuk menghindari hipotensi ortostatik atau pusing kepala karena penurunan
tekanan darah yang tiba-tiba, bangun perlahan dari posisi berbaring, atau berdiri
perlahan dari posisi duduk. Sebelum jalan, tunggu sampai rasa pusing menghilang.
e. Catat banykanya tidur dan rasa mengantuk yang Anda alami. Hindari mengendari
kendaraan atau melakukanpekerjaan yang memerlukan konsentrasi dan refleks
yang baik

f. Apabila lupa meminum obat, obat yang terlupakan dapat diminum apabila jarak
waktu adalah 3-4 jam. Apabila lebih dari 4 jam, jangan meminum obat yang
terlupakan, tetapi tunggu dosis yang berikutnya.
g. Apabila kesulitan dengan mengingat, pasien dapat mencatat obat-obat yang telah
diminum, atau membuat kartu untutk setiap macam obat yang diminum kemudian
taruh kartu obat yang telah diminum di tempat dengan tanda obat telah diminum,
atau beli sebuah kotak obat yang mempunyai tempat untuk masing-masing macam
obat yang akan dimunum. Pada kotak obat ditulis nama obat, dosis dan waktu
meminumnya.

Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan didasarkan pada:
1. Apakah klien sudah tidak mengalami gejala psikosis? Jika tidak, apakah klien
mampu melakukan kegiatan sehari-hari sekalipunmasih ada gejala psikosis
2. Apakah klien mengerti obat-obat yang diminumnya? Apakah dia memakan obatobatnya sesuai instruksi dokternya?
3. Apakah klien mampu berfungsi dalam komunikasinya?
4. Apakah ada sumber dalam komunitas yang dapat memberi bantuan apabila gejala
timbul kembali atau apabila klien mengalami kesulitan dalam berkomunitas?
5. Apakah klien dan keluarganya memiliki pengetahuan yang memadai tentang
skizofrenia?
6. Apakah klien merasa bahwa dia mempunyai kualitas hidup yang memuaskan?

You might also like