You are on page 1of 7

I.

TUJUAN
I.1 mengenal berbagai cara u8ntuk evaluasi swecara experimental efek
analgetik suatu obat
I.2 memahami dasar dasar perbedaan daya analgetik berbagai obat
analgetik
I.3 mampu memberikan pandangan mengenai kesesuaian khasiat yang

II.

dianjurkan unutk sedian sediaan farmasi analgetik


PRINSIP
Berdasarkan hewan percobaan ditempatkan diatas plat panas dengan
suhu tetap sebagai stangos nyeri akan memeberikan respon dalam
bentuk mengangkat atau menjilat telapak kaki depan atau meloncat

III.

TEORI
Obat adalah suatu bahan yang berbentuk padat atau cair atau gas
yang menyebabkan pengaruh terjadinya perubahan fisik dan atau
psykologik pada tubuh. Hampir semua obat berpengaruh terhadap
sistem saraf pusat. Obat tersebut bereaksi terhadap otak dan dapat
mempengaruhi pikiran seseorang yaitu perasaan atau tingkah laku, hal
ini disebut obat psikoaktif.
Obat dapat berasal dari berbagai sumber. Banyak diperoleh dari
ekstraksi tanaman, misalnya nikotin dalam tembakau, kofein dari kopi
dan kokain dari tanaman koka. Morfin dan kodein diperoleh dari
tanaman opium, sedangkan heroin dibuat dari morfin dan kodein.
Marijuana berasal dari daun, tangkai atau biji dari tanaman kanabis
(canabis sativum) sedangkan hashis dan minyak hash berasal dari resin
tanaman tersebut, begitu juga ganja.
Obat yang berbahaya yang termasuk dalam kelompok obat yang
berpengaruh pada system saraf pusat(SSP/CNS) adalah obat yang
dapat menimbulkan ketagihan/adiksi(drug addict). Menurut klasifikasi
umum obat yang berpengaruh pada SSP banyak jenisnya ada yang
bersifat adiktif maupun yang non-adiktif
Susunan saraf yang mengkoordinasi sistem syaraf lainnya di dalam
tubuh manusia dibagi dalam 2 golongan yaitu:
1. Susunan saraf pusat (SSP) yang terdiri dari
a. Otak
b. Sumsum tulang belakang (spiral cord

2. Susunan saraf perifer yang terdiri atas:


a. Saraf otak dan tulang belakang
b. Saraf otonom
Pusat tidur dan pusat pengatur suhu tubuh terletak pada
hipotalamus. Pusat rasa sakit terletak pada cerebrum sedang kapasitas
mental merupakan fungsi dari kulit otak (cerebral cortex).

Obat-obat yang bekerja terhadap susunan saraf pusat berdasarkan


efek farmakodinamika dibagi atas dua golongan besar yaitu :
1. Merangsang atau menstimulasi yang secara langsung maupun
tidak langsung merangsang aktivitas otak, sumsum tulang
belakang beserta sarafnya.
2. Menghambat atau mendepresi, yang secara langsung maupun
tidak langsung memblokir proses tertentu pada aktivitas otak,
sumsum tulang belakang dan saraf-sarafnya.
Nyeri terjadi jika organ tubuh, otot, atau kulit terluka oleh
benturan, penyakit, keram, atau bengkak. Rangsangan penimbul nyeri
umumnya punya kemampuan menyebabkan sel-sel melepaskan enzim
proteolitik (pengurai protein) dan polipeptida yang merangsang ujung
saraf yang kemudian menimbulkan impuls nyeri. Senyawa kimia dalam
tubuh yang disebut prostaglandin beraksi membuat ujung saraf menjadi
lebih sensitif terhadap rangsangan nyeri oleh polipeptida ini
Analgesik adalah obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan
rasa nyeri dan akhirnya akan memberikan rasa nyaman pada orang yang
menderita. Nyeri merupakan suatu pengalaman sensorik dan motorik yang
tidak menyenangkan, berhubungan dengan adanya potensi kerusakan
jaringan atau kondisi yang menggambarkan kerusakan tersebut.
Sedangkan antipiretik adalah obat yang dapat menurunkan demam (suhu

tubuh yang tinggi). Pada umumnya (sekitar 90%) analgesik mempunyai


efek antipiretik.
Analgetika pada umumnya diartikan sebagai suatu obat yang
efektif untuk menghilangkan sakit kepala, nyeri otot, nyeri sendi, dan
nyeri lain misalnya nyeri pasca bedah dan pasca bersalin, dismenor (nyeri
haid) dan lain-lain sampai pada nyeri hebat yang sulit dikendalikan.
Hampir semua analgesik ternyata memiliki efek antipiretik dan
antiinflamasi.
Asam salisilat, paracetamol mampu menangani nyeri ringan
sampai sedang sedangkan nyeri yang hebat membutuhkan analgesik
sentral yaitu analgesik narkotik. Efek antipiretik menyebabkan obat
tersebut mampu menurunkan suhu tubuh pada keadaan demam sedangkan
sifat antiinflamasi berguna untuk mengobati radang sendi termasuk
pirai/gout yaitu kelebihan asam urat sehingga pada daerah sendi terjadi
pembengkakan dan timbul rasa nyeri.
Analgesik antiinflamasi diduga bekerja berdasarkan penghambatan
sintesis prostaglandin (penyebab rasa nyeri). Rasa nyeri tersebut dapat
dibedakan dalam 3 kategori :
1. Nyeri ringan (sakit gigi, sakit kepala, nyeri otot, nyeri haid),
dapat diobati dengan asetosal, paracetamol bahkan placebo.
2. Nyeri sedang (sakit punggung, migrain, rheumatik),
memerlukan analgesik perifer kuat.
3. Nyeri hebat (kolik/kejang usus, kolik batu empedu, kolik batu
ginjal, kanker), harus diatasi dengan anlgesik sentral atau
analgesik narkotik.
Analgetik dibagi dalam 2 golongan besar:
1. Analgetik narkotik (analgetik sentral)
Analgetika narkotika bekerja di SSP, memiliki daya penghilang
nyeri yang hebat sekali. Dalam dosis besar dapat bersifat

depresan umum (mengurangi kesadaran), mempunyai efek


samping menimbulkan rasa nyaman (euforia). Hampir semua
perasaan tidak nyaman dapat dihilangkan oleh analgetik
narkotik kecuali sensasi kulit. Harus hati-hati menggunakan
anlgetika ini karena mempunyai resiko besar terhadap ketergantungan obat
(adiksi) dan kecenderungan penyalahgunaan obat. Obat ini hanya
dibenarkan untuk penggunaan insidentiil pada rasa nyeri hebat (trauma
hebat, patah tulang, nyeri infark).
Penggolongan analgetika narkotik adalah sebagai berikut :
a.
b.
c.
d.

Alkaloid alam
Derivat semi sintetis
Derivat sintetik
Antagonis morfin

: morfin, codein
: heroin
: metadon, fentanil
: nalorfin, nalokson dan pentazocin

2. Analgetik non opioid (non narkotik)


Disebut juga nalgetika perifer karena tidak mempengaruhi
susunan saraf pusat. Semua nalgetika perifer memiliki khasiat
sebagai antipiretik yaitu menurunkan suhu badan saat demam.
Khasiatnya berdasarkan rangsangan terhadap pusat pengatur
kalor di hipotalamus, mengakibatkan vasodilatasi perifer di
kulit dengan bertambahnya pengeluaran kalor disertai
keluarnya banyak keringat. Misalnya paracetamol, asetosal.
Dan berkhasiat pula sebagai antiinflamasi.
Antiinflamasi sama kuat dengan analgetik, digunakan sebagai
anti nyeri atau rheumatik contohnya asetosal, asam mefenamat,
ibuprofen. Anti radang yang lebih kuat contohnya fenilbutazon.
Sedangkan yang bekerja srentak sebagai anti radang dan
analgetik contohnya indometazin.

Berdasarkan rumus kimiamya analgetik perifer digolongkan menjadi :


a.
b.
c.
d.

Golongan salisilat
: asetosal
Golongan para-aminophenol : paracetamol, fenasetin
Golongan pirazolon (dipiron) : fenilbutazon
Golongan antranilat
: asam mefenamat

AINS adalah obat-obat analgesik yang selain memiliki efek


analgesik njuga memiliki efek antiinflamasi, sehingga oba0obat jenis ini
digunakan dalam pengobatan rheumatik dan gout. Contohnya ibuprofen,
diklofenak, fenilbutazon dan piroxicam. Sebagian besar penyakit
rheumatik membutuhkan pengobatan simptomatis, untuk meredakan rasa
nyeri penyakit sendi degeneratif seperti osteoartritis, analgesik tunggal
atau campuran masih bisa digunakan. Tetapi bila nyeri dan kekakuan
disebabkan penyakit rheumatik yang meradang harus diberikan
pengobatan dengan AINS.
Efek terapi dan efek samping dari obat golongan NSAIDs sebagian
besar tergantung dari penghambatan biosintesis prostaglandin. Namun,
obat golongan NSAIDs secara umum tidak menghambat biosintesis
leukotrien yang berperan dalam peradangan. Golongan obat NSAIDs
bekerja dengan menghambat enzim siklo-oksigenase, sehingga dapat
mengganggu perubahan asam arakhidonat menjadi prostaglandin. Setiap
obat menghambat enzim siklo-oksigenase dengan cara yang berbeda.
Parasetamol dapat menghambat biosintesis prostaglandin apabila
lingkungannya mempunyai kadar peroksida yang rendah seperti di
hipotalamus, sehingga parasetamol mempunyai efek anti-inflamasi yang
rendah karena lokasi peradangan biasanya mengandung banyak peroksida
yang dihasilkan oleh leukosit. Aspirin dapat menghambat biosintesis

prostaglandin dengan cara mengasetilasi gugus aktif serin dari enzim


siklo-oksigenase.

Thrombosit sangat rentan terhadap penghambatan enzim siklooksigenase karena thrombosit tidak mampu mengadakan regenerasi enzim
siklo-oksigenase. Semua obat golongan NSAIDs bersifat antipiretik,
analgesik, dan anti-inflamasi. Efek samping obat golongan NSAIDs
didasari oleh hambatan pada sistem biosintesis prostaglandin. Selain itu,
sebagian besar obat bersifat asam sehingga lebih banyak terkumpul dalam
sel yang bersifat asam seperti di lambung, ginjal, dan jaringan inflamasi.
Efek samping lain diantaranya adalah gangguan fungsi thrombosit akibat
penghambatan biosintesis tromboksan A2 dengan akibat terjadinya
perpanjangan waktu perdarahan. Namun, efek ini telah dimanfaatkan
untuk terapi terhadap thrombo-emboli. Selain itu, efek samping lain
diantaranya adalah ulkus lambung dan perdarahan saluran cerna, hal ini
disebabkan oleh adanya iritasi akibat hambatan biosintesis prostaglandin
PGE2 dan prostacyclin. PGE2 dan PGI2 banyak ditemukan di mukosa
lambung dengan fungsi untuk menghambat sekresi asam lambung dan
merangsang sekresi mukus usus halus yang bersifat sitoprotektan.

IV.

DAFTAR PUSTAKA
Ernerst, Mutschler. 1991. Dinamika Obat edisi kelima. Bandung.
ITB
Goodman& Gilman. 2003. Dasar Farmakologi Terapi vol
1.Jakarta. EGC
Green. 2009. Analgetika. Available online at :
http://greenhati.blogspot.com/2009/05/obat-analgetikdanfarmakodinamikanya.html (diakses pada tanggal 25 Oktober
2011).

Katzung, Bertram G. 1998. Farmakologi Dasar dan Klinik.


Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Medicafarma.2008.AnalgesikAntipiretikdanNSAID.
http://medicafarma.blogspot.com/2008/04/analgesik-antipiretikdan-antiinflamasi.html (diakses pada tanggal 25 Oktober 2011).

You might also like