You are on page 1of 24

Anatomi Kelenjar Limfe

Pembuluh limfe
Struktur pembuluh limfe serupa dengan vena kecil, tetapi memiliki lebih banyak
katup. Pembuluh limfe yang terkecil atau kapiler limfe lebih besar dari kapiler darah dan
terdiri hanya atas selapis endotelium. Pembuluh limfe bermula sebagai jalinan halus
kapiler yang sangat kecil atau sebagai rongga-rongga limfe di dalam jaringan berbagai
organ. Sejenis pembuluh limfe khusus, disebut lacteal (khilus) dijumpai dalam vili usus
kecil.
Kelenjar limfe atau limfonodi
Kelenjar limfe merupakan struktur berbentuk oval atau menyerupai buncis/kacang
polong yang berukuran antara 1-20 mm yang terdapat di sepanjang pembuluh limfe.
Terdapat 3 daerah yang berbeda pada kelenjar limfe, yaitu: korteks, medulla, dan
parakorteks. Ketiganya berlokasi antara kapsul dan hilus.
Korteks dan medulla merupakan daerah yang mengandung sel B, sedangkan
daerah parakorteks mengandung sel T.

Kelenjar limfe bekerja sebagai penyaring.


Kelompok utama terdapat di dalam leher, axial, thorax, abdomen, dan lipat paha.

Sebuah kelenjar limfe mempunyai pinggiran cembung dan yang cekung.


Pinggiran yang cekung disebut hilum. Sebuah kelenjar terdiri dari jaringan fibrous,
jaringan otot dan jaringan kelenjar. Di sebelah luar, jaringan limfe terbungkus oleh kapsul
fibrous. Dari sini keluar penonjolan dari jaringan otot dan fibrous (trabekulae) yang
masuk ke dalam kelenjar dan membentuk sekat-sekat. Ruangan diantaranya berisi
jaringan kelenjar, yang mengandung banyak sel darah putih atau limfosit.
Pembuluh limfe aferen menembus kapsul di pinggiran yang cembung dan
menuangkan isinya ke dalam kelenjar. Campuran ini kemudian dikumpulkan pembuluh
limfe eferen yang mengeluarkannya melalui hilum. Arteri dan vena juga masuk dan
keluar kelenjar melalui hilum.
Saluran limfe
Terdapat dua batang saluran limfe utama, ductus thoracicus dan ductus limfe
kanan. Ductus thoracicus bermula sebagai reseptakulum khili atau sisterna khili di depan
vertebra lumbalis. Kemudian berjalan ke atas melalui abdomen dan thorax menyimpang
ke sebelah kiri kolumna vertebralis, kemudian bersatu dengan vena-vena besar di sebelah
bawah kiri leher dan menuangkan isinya ke dalam vena-vena itu.
Ductus thoracicus mengumpulkan limfe dari semua bagian tubuh, kecuali dari bagian
yang menyalurkan limfenya ke ductus limfe kanan (batang saluran kanan).
Ductus limfe kanan ialah saluran yang jauh lebih kecil dan mengumpulkan limfe
dari sebelah kanan kepala dan leher, lengan kanan dan dada sebelah kanan, dan
menuangkan isinya ke dalam vena yang berada di sebelah bawah kanan leher.

A. Fisiologi Kelenjar Limfe


Sistem limfatik adalah komponen tambahan dalam sistem sirkulasi. Sistem ini
terdiri dari organ-organ yang memproduksi dan menyimpan limfosit, cairan yang
bersirkulasi dan pembuluh limfatik yang mengembalikan limfe ke sirkulasi.
Fungsi dari sistem limfatik adalah:
(1). Mengembalikan kelebihan cairan jaringan yang keluar dari kapiler.
Jika cairan tidak dikeluarkan, maka cairan tersebut akan terkumpul dalam ruangan
interstisial dan menimbulkan edema.
(2). Mengembalikan protein plasma ke dalam sirkulasi.
(3). Khusus mentrasport nutrient yang terabsorpsi, terutama lemak
(4). Mengeluarkan zat-zat toksik dan debris selular dari jaringan setelah infeksi atau
kerusakan jaringan.
(5). Mengendalikan kualitas aliran cairan jaringan dengan cara menyaringnya melalui
nodus-nodus limfe sebelum mengembalikannya ke sirkulasi.
Cairan interstitium dalam jaringan tubuh yang mengandung protein plasma masuk
ke dalam saluran limfe dengan mekanisme permeabilitas, kemudian akan kembali ke
sirkulasi. Setelah melalui katup pertama saluran kapiler dan melalui kelenjar limfe, cairan
limfe digerakkan dengan arah sentripetal oleh mekanisme pompa kulit-otot dan dorongan
arteri. Dengan bantuan kontraksi spontan tabung dan saluran pengumpul limfe, dan
karena perubahan tekanan intrathorakal di daerah duktus torasikus, cairan limfe ini
bergerak terus dalam suatu sirkulasi. Produksi cairan limfe rata-rata sehari sekitar 0,5 3
liter.

Pembuluh limfe aferen adalah pembuluh limfe yang membawa cairan limfe
masuk ke kelenjar limfe. Kemudian di dalam kelenjar cairan limfe mengalir di bawah
kapsul di dalam ruangan yang disebut dengan sinus perifer yang dilapisi oleh sel endotel.
Dari bagian pinggir, cairan limfe menyusup ke dalam sinus penetrating yang juga dilapisi
oleh sel endotel. Pada waktu cairan limfe dalam sinus penetrating melalui hilus, sinus ini
menempati ruangan yang lebih luas dan disebut sinus meduleri. Dari hilus, cairan ini
selanjutnya menuju aliran limfe eferen.

Limfoma
Limfoma adalah sekumpulan keganasan primer pada kelenjar getah bening dan jaringan limfoid.
Berdasarkan tipe histologiknya, limfoma dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu
Limfoma Non Hodgkin dan Hodgkin
a. Limfoma non Hodgkin
Definisi
Limfoma Non Hodgkin (LNH) merupakan sekumpulan besar keganasan primer kelenjar getah
bening, yang dapat berasal dari limfosit B, limfosit T, dan terkadang sel NK.
Epidemiologi
Insidennya berkisar 63.190 kasus pada tahun 2007 di AS dan merupakan penyebab kematian
utama pada kanker pada pria usia 20-39 tahun.
Di Indonesia, Limfoma Non Hodgkin bersama-sama dengan limfoma Hodgkin dan leukemia
menduduki urutan peringkat keganasan ke-6.
Manifestasi klinis
Gejala yang sering ditemukan pada penderita limfoma pada umumnya non-spesifik, diantaranya:
Penurunan berat badan >10% dalam 6 bulan
Demam 38oC >1 minggu tanpa sebab yang jelas
Keringat malam banyak
Cepat lelah
Penurunan nafsu makan
Pembesaran kelenjar getah bening yang terlibat
Dapat pula ditemukan adanya benjolan yang tidak nyeri di leher, ketiak atau pangkal paha
(terutama bila berukuran di atas 2 cm); atau sesak napas akibat pembesaran kelenjar getah bening
mediastinum maupun splenomegali.

Diagnosis
1. Anamnesis Umum:
Pembesaran kelenjar getah bening (KGB) atau organ
Malaise umum
Berat badan menurun 10% dalam waktu 3 bulan
Demam tinggi 38C selama 1 minggu tanpa sebab
Keringat malam
Keluhan anemia (lemas, pusing, jantung berdebar)
Penggunaan obat-obatan tertentu
Khusus:
Penyakit autoimun (SLE, Sjorgen, Rheuma)
Kelainan Darah
Penyakit Infeksi (Toxoplasma, Mononukleosis, Tuberkulosis, Lues, dsb)
2. Pemeriksaan Fisik
Pembesaran KGB
Kelainan/pembesaran organ
Performance status: ECOG atau WHO/karnofsky
3. Pemeriksaan Diagnostik
A. Biopsi:
1. Biopsi KGB dilakukan cukup pada 1 kelenjar yang paling representatif, superfisial, dan
perifer. Jika terdapat kelenjar superfisial/perifer yang paling representatif, maka tidak perlu
biopsi intraabdominal atau intratorakal. Spesimen kelenjar diperiksa:
a. Rutin: Histopatologi: sesuai kriteria REAL-WHO
b. Khusus:Imunohistokimia
2. Diagnosis harus ditegakkan berdasarkan histopatologi dan tidak cukup hanya dengan sitologi.
Pada kondisi tertentu dimana KGB sulit dibiopsi, maka kombinasi core biopsy FNAB bersama-

sama dengan teknik lain (IHK, Flowcytometri dan lain-lain) mungkin mencukupi untuk
diagnosis
3. Tidak diperlukan penentuan stadium dengan laparotomi
B. Laboratorium:
1. Rutin
Hematologi:
Darah Perifer Lengkap (DPL) : Hb, Ht, leukosit,
trombosit, LED, hitung jenis
Gambaran Darah Tepi (GDT) : morfologi sel darah

Analisis urin : urin lengkap


Kimia klinik:
SGOT, SGPT, Bilirubin (total/direk/indirek), LDH, protein total, albumin-globulin
Alkali fosfatase, asam urat, ureum, kreatinin
Gula Darah Sewaktu
Elektrolit: Na, K, Cl, Ca, P
HIV, TBC, Hepatitis C (anti HCV, HBsAg)
2. Khusus
Gamma GT
Serum Protein Elektroforesis (SPE)
Imunoelektroforesa (IEP)
Tes Coomb
B2 mikroglobulin
C. Aspirasi Sumsum Tulang (BMP) dan biopsi sumsum tulang dari 2 sisi spina illiaca dengan
hasil spesimen 1-2 cm

D. Radiologi
Untuk pemeriksaan rutin/standard dilakukan pemeriksaan CT Scan thorak/abdomen. Bila hal ini
tidak memungkinkan, evaluasi sekurang-kurangnya dapat dilakukan dengan: Toraks foto PA dan
Lateral dan USG seluruh abdomen.
E. Konsultasi THT
Bila Cincin Waldeyer terkena dilakukan laringoskopi.
F. Cairan tubuh lain (Cairan pleura, cairan asites, cairan liquor serebrospinal)
Jika dilakukan pungsi/aspirasi diperiksa sitologi dengan cara cytospin, disamping pemeriksaan
rutin lainnya.
G. Imunofenotyping
Minimal dilakukan pemeriksaan imunohitstokimia (IHK) untuk CD 20 dan akan lebih ideal bila
ditambahkan dengan pemeriksaan CD45, CD3 dan CD56 dengan format pelaporan sesuai
dengan kriteria WHO (kuantitatif).
H. Konsultasi jantung
Menggunakan echogardiogram untuk melihat fungsi jantung
Klasifikasi stadium dan histologi
a. Klasifikasi stadium
Penetapan stadium penyakit harus dilakukan sebelum pengobatan dan setiap lokasi jangkitan
harus didata dengan cermat baik jumlah dan ukurannya serta digambar secara skematis. Hal ini
penting dalam menilai hasil pengobatan. Disepakati menggunakan system staging menurut AnnArborr.

b. Klasifikasi histologik
Penggolongan histologic Limfoma Non Hodgkin merupakan masalah yang rumit. Perkembangan
terkhir klasifikasi yang banyak digunakan dan diterima oleh pusat-pusat kesehatan adalah
berdasarkan Formulasi praktis IWF dan REAL/WHO.
B Cell Neoplasm
I . Precursor B-cell neoplasm : Precursor B-Acute Lymphoblastic
Leukemia/lymphoblastic lymphoma
II. Peripheral B-cell neoplasms:
A. B-cell chronic lymphocytic leukemia/small lymphocytic
lymphoma
B. B-cell prolymphocytic leukemia
C. Lymphoplasmacytic lymphoma
D. Mantle cell lymphoma
E. Follicular lymphoma
F. Extranodal marginal zone B-cell lymphoma or MALT type
G. Nodal marginal zone B-cell lymphoma
H. Splenic marginal zone lymphoma
I. Hairy cell leukemia
J. Plasmacytoma/ plasma cell myeloma
K. Diffuse large B-cell lymphoma
L. Burkitts lymphoma

T Cell and putative NK Cell Neoplasm


I. Precursor T-cell neoplasms: Precursor T Acute Lymphoblastic
Leukaemia/Lymphoblastic Lymphoma
II. Peripheral T Cell and NK Cell Neoplasm
A. T Cell chronic lymphocytic leukemia/prolymphocytic
leukemia
B. T-cell granular lymphocytic leukaemia
C. Mycosis fungoides / Szary syndrome
D. Peripheral T-cell lymphoma, not otherwise characterized
E. Hepatosplenic gamma/delta lymphoma
G. Angioimmunoblastic T-cell lymphoma
H. Extranodal NK/T cell lymphoma, nasal type
I. Enteropathy-type intestinal T-cell lymphoma
J. Adult T-cell leukaemia/lymphoma
K. Anaplastic large-cell lymphoma primary systemic type
L. Anaplastic large-cell lymphoma primary cutaneus type
M.Aggressive NK cell leukaemia
F. Subcutaneous panniculitis-like T-cell lymphoma
Tatalaksana
Pilihan terapi bergantung pada beberapa hal, antara lain: tipe limfoma (jenis histologi), stadium,
sifat tumor (indolen/progresif), usia, dan keadaan umum pasien.
I. Limfoma Non Hodgkin indolen (folikular)
A. Limfoma Non Hodgkin indolen stadium i dan ii
Radioterapi memperpanjang disease free survival pada
beberapa pasien. Standar pilihan terapi :
1. Iradiasi

2. Kemoterapi + radiasi
3. Extended (regional) iradiasi
4. Kemoterapi (terutama pada stadium 2 menurut kriteria GELF)
5. Kombinasi kemoterapi dan imunoterapi
B. LNH INDOLEN STADIUM II, III, IV
Standar pilihan terapi
1. Tanpa terapi
2. Rituximab dapat diberikan sebagai kombinasi terapi lini pertama yaitu R-CVP. Pada kondisi
dimana Rituximab tidak dapat diberikan maka kemoterapi kombinasi merupakan pilihan pertama
misalnya : COPP, CHOP dan FND.
3. Purine nucleoside analogs (Fludarabin) pada LNH primer
4. Alkylating agent oral (dengan/tanpa steroid), bila kemoterapi kombinasi tidak dapat
diberikan/ditoleransi ( (cyclofosfamid, chlorambucil)
5. Rituximab maintenance dapat dipertimbangkan
6. Kemoterapi intensif Total Body irradiation (TBI) diikuti dengan stem cell resque dapat
dipertimbangkan pada kasus tertentu
7. Raditerapi paliatif, diberikan pada tumor yang besar (bulky) untuk mengurangi
nyeri/obstruksi.
C. LNH INDOLEN RELAPS
Standar pilihan terapi
1. Radiasi paliatif
2. Kemoterapi
3. Transplantasi sumsum tulang

Ii. Limfoma non hodgkin agresif (diffuse large b cell lymphoma)


A. LNH STTADIUM I DAN II
Pada kondisi tumor non bulky (diameter tumor< 10 cm) dengan kriteria: pasien muda risiko
rendah atau rendah menengah (aaIPI score 1) dan risiko tinggi atau menengah tinggi (aaIPI 2),
bila fasilitas memungkinkan, kemoterapi kombinasi R-CHOP 6-8 siklus merupakan protokol
standar saat ini serta dapat dipertimbangkan pemberian radioterapi
(untuk konsolidasi).
B. LNH STADIUM I-II (BULKY), III DAN IV
Bila memungkinkan, pemberian kemoterpi RCHOP 6-8 siklus radioterapi konsolidasi,
dipertimbangkan pada stadium I dan II
Uji klinik pada stadium II dan IV
C. LNH REFRAKTER/RELAPS
Pasien LNH refrakter yang gagal mencapai remisi, dapat diberikan terapi salvage dengan
radioterapi jika area yang terkena tidak ekstensif. Terapi pilihan bila memungkinakan adalah
kemoterapi salvage diikuti dengan transplantasi sumsum tulang
Kemoterapi salvage seperti R-DHAP maupun R-ICE
High dose chemotherapy plus radioterapi diikuti dengan transplantasi sumsum tulang

b.limfoma hodgkin
PENYAKIT HODGKIN
Definisi
Penyakit Hodgkin adalah kanker yang berawal dari sel-sel sistem imun. Penyakit Hodgkin berawal saat
sel limfosit yang biasanya adalah sel B (sel T sangat jarang) menjadi abnormal. Sel limfosit yang
abnormal tersebut dinamakan sel Reed Sternberg.
Sel Reed Sternberg tersebut membelah untuk memperbanyak dirinya. Sel Reed Sternberg yang
terus membelah membentuk begitu banyak sel limfosit abnormal. Sel-sel abnormal ini tidak mati saat

waktunya tiba dan mereka juga tidak melindungi tubuh dari infeksi maupun penyakit lainnya.
Pembelahan sel abnormal yang terus menerus ini menyebabkan terbentuknya massa dari jaringan yang
disebut tumor.
Jaringan limfatik banyak terdapat dalam banyak bagian tubuh, sehingga penyakit Hodgkin dapat
berawal dari mana saja. Biasanya penyakit Hodgkin pertama kali ditemukan pada nodus limfatikus di atas
diafragma, pada otot tipis yang memisahkan rongga thoraks dan rongga abdomen. Tetapi penyakit
Hodgkin mungkin juga dapat ditemukan di kumpulan nodus limfatikus.
Epidemiologi
Angka kejadian penyakit Hodgkin mempunyai kurva bimodal yang khas baik pada laki-laki maupun pada
perempuan, dengan salah satu puncaknya pada usia 15-30 tahun yang diikuti dengan puncak lainnya pada
usia 45-55 tahun.
Di negara-negara industri umur puncak pertama dicapai pada umur 20 tahun dan puncak kedua
pada umur 50 tahun. Sementara di negara sedang berkembang seperti Indonesia, umur puncak terjadi
pada umur sebelum remaja.
Studi epidemiologi menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan bentuk dari penyakit Hodgkin,
karakteristik ini mungkin menunjukkan adanya perbedaan kausa yang mendasarinya:
1) Bentuk yang ditemukan pada masa kanak-kanak, banyak ditemukan pada usia 14 tahun atau
lebih muda
2) Bentuk dewasa muda yang ditemukan pada umur 15 sampai 34 tahun
3) Bentuk dewasa yang ditemukan pada usia 55-74 tahun
Secara umum dikatakan bahwa laki-laki lebih banyak bila dibandingkan dengan perempuan.
Faktor Risiko
Beberapa penelitian menunjukkan faktor-faktor tertentu yang dapat meningkatkan kemungkinan
seseorang dapat mengidap penyakit Hodgkins:
1) Virus tertentu
Terinfeksi virus Epstein Barr (EBV) atau human immunodeficiency virus (HIV) dapat
meningkatkan risiko penyakit Hodgkin. Bagaimanapun juga, limfoma tidak menular, sehingga
tidak mungkin mendapatkan limfoma dari orang lain.
2) Sistem imun lemah
Risiko mengidap penyakit Hodgkin meningkat dengan sistem imun yang lemah (seperti keadaan
sedang mengkonsumsi obat-obatan penekan imun pasca transplantasi organ).
3) Usia
Penyakit Hodgkin umumnya terdapat pada usia remaja dan dewasa muda berumur 15-35 tahun,
juga pada dewasa berumur 50 tahun.
4) Riwayat keluarga
Anggota keluarga khususnya kakak atau adik dari seseorang dengan penyakit Hodgkin atau
limfoma lainnya, dapat meningkatkan kemungkinan seseorang mengidap penyakit Hodgkin.

Gambaran Patologik dan Klasifikasi


Ketepatan diagnosis hanya mungkin dilakukan dengan pemeriksaan patologi yang benar, bahan
pemeriksaan yang berasal dari biopsi jarum dan irisan beku segar pada jaringan kurang dapat
menggambarkan struktur dan stroma sel secara baik. Untuk itu dibutuhkan pemeriksaan jaringan
limfonodi secara mikroskopis dan ditemukan adanya sel Reed Sternberg yang spesifik. Sel Reed
Sternberg merupakan sel limfoid yang besar dengan banyak nukleus yang mengelilingi nuklei sehingga
memberikan gambaran seperti halo.1 Sel Reed Sternberg secara konsisten menghasilkan antigen CD15
dan CD30. CD15 adalah marker dari sel granulosit, monosit, dan sel T teraktifasi yang normalnya tidak
dihasilkan oleh garis keturunan sel B. CD30 adalah marker dari aktifasi limfosit yang dihasilkan oleh sel
limfosit reaktif dan malignan dan pada awalnya diidentifikasi sebagai antigen permukaan sel-sel Reed
Sternberg.
Klasifikasi patologi yang diterima secara umum adalah klasifikasi dari Rye yang membagi penyakit
Hodgkin menjadi 4 subtipe:
1) Limfositik predominan/LP
2) Sel campur/MC
3) Deplesi limfositik/LD
4) Nodul sklerosis/NS
Prognosis dari tiga yang pertama berhubungan dengan perbandingan antara sel limfosit abnormal
dengan sel normal.
Penyakit Hodgkin merupakan suatu tumor ganas yang berhubungan erat dengan limfoma
malignum. Oleh karena itu untuk membahas mengenai patologi dari penyakit Hodgkin ada baiknya kita
mengetahui tentang klasifikasi dari penyakit-penyakit tersebut.
Klasifikasi patologis yang sering dipakai sekarang ini adalah menurut Lukas dan Butler sesuai
keputusan simposium penyakit Hodgkin dan Ann Arbor. Menurut klasifikasi ini penyakit Hodgkin dibagi
menjadi 4 tipe, yaitu:
1. Tipe Lymphocyte Predominant
Pada tipe ini gambaran patologis kelenjar getah bening terutama terdiri dari sel-sel limfosit yang
dewasa, beberapa sel Reed Sternberg. Biasanya didapatkan pada anak muda. Prognosisnya baik.
2. Tipe Mixed Cellularity
Mempunyai gambaran patologis yang pleimorfik dengan sel plasma, eosinofil, neutrofil, limfosit
dan banyak didapatkan sel Reed Sternberg. Dan merupakan penyakit yang luas dan mengenai organ
ekstra nodul. Sering pula disertai gejala sistemik seperti demam, berat badan menurun dan
berkeringat. Prognosisnya lebih buruk.
3. Tipe Lymphocyte Depleted

Gambaran patologis mirip diffuse histiocytic lymphoma, sel Reed Sternberg banyak sekali dan
hanya ada sedikit sel jenis lain. Biasanya pada orang tua dan cenderung merupakan proses yang
luas (agresif) dengan gejala sistemik. Prognosis buruk.
4. Tipe Nodular Sclerosis
Kelenjar mengandung nodul-nodul yang dipisahkan oleh serat kolagen. Sering dilaporkan sel Reed
Sternberg yang atipik yang disebut sel Hodgkin. Sering didapatkan pada wanita muda/remaja.
Sering menyerang kelenjar mediastinum.
Namun ada bentuk-bentuk yang tumpang tindih (campuran), misalnya golongan Nodular
Sclerosis (NS) ada yang limfositnya banyak (Lymphocyte Predominant NS=LP-NS), ada yang
limfositnya sedikit (Lymphocyte-Depleted NS=LD-NS) dan sebagainya. Demikian pula golongan
Mixed Cellularity (MC), ada yang limfositnya banyak (LP-MC), ada yang sedikit (LD-MC).
Penyakit ini mula-mula terlokalisasi pada daerah limfonodus perifer tunggal dan perkembangan
selanjutnya dengan penjalaran di dalam sistem limfatik. Mungkin bahwa sel Reed Sternberg yang
khas dan sel lebih kecil, abnormal, bersifat neoplastik dan mungkin bahwa sel radang yang terdapat
bersamaan menunjukkan respon hipersensitivitas untuk hospes. Setelah tersimpan dalam
limfonodus untuk jangka waktu yang bervariasi, perkembangan alamiah penyakit ini adalah
menyebar ke jaringan non limfatik.7
Berdasarkan klasifikasi dari WHO penyakit Hodgkin dibagi menjadi 5 tipe, 4 tipe
merupakan tipe-tipe seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, keempat tipe ini sering disebut
sebagai penyakit Hodgkin klasik, sedangkan tipe ke-5 adalah nodular lymphocyte predominant
Hodgkins disease (NLPHD).
5. Tipe Nodular lymphocyte predominant Hodgkin disease (NLPHD)
Nodular lymphocyte predominant Hodgkin disease (NLPHD) menyumbang 5% dari kasus penyakit
Hodgkin. Berbeda dengan subtipe histologis lain, sel Reed Sternberg yang khas jarang atau bahkan
tidak ada pada NLPHD. Sebaliknya yang paling banyak justru adalah sel limfositik atau histiositik
(L&H), atau yang sering disebut sel popcorn karena inti mereka yang berbentuk menyerupai
jagung meledak, yang terlihat sebagai latar belakang sel-sel inflamasi, terutama sel limfosit yang
jinak. Tidak seperti sel Reed Sternberg, sel L&H positif untuk antigen sel B, seperti CD19 dan
CD20, dan negatif untuk CD15 dan CD30.
Manifestasi Klinik
Pembesaran kelenjar limfe daerah servikal dan supraklavikular yang hilang timbul dan tidak
menimbulkan rasa nyeri (asimtomatik). Pada 80% anak dengan penyakit Hodgkin pembesaran kelenjar
leher yang menonjol, 60% diantaranya juga disertai pembesaran massa di mediastinal yang akan

menimbulkan gejala kompresi pada trakea dan bronkus. Pembesaran kelenjar juga ditemukan di daerah
inguinal, aksiler, dan supra diafragma meskipun jarang. Gejala konstitusi yang menyertai diantaranya
adalah demam, keringat malam hari, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan, ditemukan
pada 40% pasien, sedangkan demam intermittent diobservasi pada 35% kasus.
Gambaran laboratorium pada umumnya tidak spesifik, diantaranya adalah leukositosis, limfopenia,
eosinofilia, dan monositosis. Gambaran laboratorium ini merupakan refleksi dari aktifitas yang meningkat
di sistem retikuloendotelial (misalnya meningkatnya laju endap darah, kadar serum feritin, dan kadar
serum tembaga) dipergunakan untuk mengevaluasi perjalanan penyakit setelah terdiagnosis. Anemia yang
timbul merupakan deplesi dari imobilisasi zat besi yang terhambat ini menunjukkan adanya penyakit yang
telah meluas. Anemia hemolitik pada penyakit Hodgkin menggambarkan tes Coomb positif menunjukkan
adanya retikulosis dan normoblastik hiperplasia dari sumsum tulang.
Stadium Penyakit Hodgkin
Pada penyakit ini dibedakan 2 macam staging:
Clinical staging
Staging dilakukan secara klinis saja tentang ada tidaknya kelainan organ tubuh.
Pathological staging
Penentuan stadium juga didukung dengan adanya kelainan histopatologis pada jaringan yang
abnormal. Pathological staging ini dinyatakan pula pada hasil biopsi organ, yaitu: hepar, paru,
sumsum tulang, kelenjar, limpa, pleura, tulang, kulit.
Staging yang dianut saat ini adalah staging menurut Ann Arbor yang di modifikasi sesuai
konferensi Cotswald.
Staging menurut system Ann Arbor modifikasi Costwald.
Stage I : Penyakit menyerang satu regio kelenjar getah bening atau satu struktur
limfoid (misal: limpa, timus, cincin Waldeyer).
Stage II : Penyakit menyerang dua atau lebih regio kelenjar pada satu sisi
diafragma, jumlah regio yang diserang dinyatakan dengan subskrip
angka, misal: II2, II3, dsb.
Stage III : Penyakit menyerang regio atau struktur limfoid di atas dan di bawah
diafragma.
III1 : menyerang kelenjar splenikus hiler, seliakal, dan portal
III2 : menyerang kelenjar para-aortal, mesenterial dan iliakal.

Stage IV : Penyakit menyerang organ-organ ekstra nodul, kecuali yang


tergolong E (E: bila primer menyerang satu organ ekstra nodal).

Gambar 4.6.2 Penentuan stadium penyakit Hodgkin.


Penentuan stadium ini menggunakan klasifikasi AnnArbor yang berdasarkan anatomis.
Tabel II.4.Staging menurut Ann Arbor berdasarkan anatomis.
I

Pembesaran kelenjar limfe regional tunggal atau pembesaran organ ekstra limfatik tunggal

II

atau sesisi.
Pembesaran kelenjar limfe regional dua atau lebih yang masih sesisi dengan diafragma atau

III

pembesaran organ ekstralimfatik satu sisi atau lebih yang masih sesisi dengan diafragma
Pembesaran kelenjar limfe pada kedua sisi diafragma disertai dengan pembesaran limpa

IV

atau pembesaran organ ekstra limfatik sesisi atau kedua sisi


Pembesaran organ ekstra limfatik dengan atau tanpa pembesaran kelenjar limfe

Diagnosis
Untuk membuat diagnosis penyakit Hodgkin pada anak dibutuhkan beberapa tahap pemeriksaan
diantaranya adalah:
a. Pemeriksaan fisik ditemukan adanya pembesaran kelenjar limfe dengan berbagai ukuran.
b. Pemeriksaan darah lengkap dengan hitung jenis sel, laju endap darah, tes fungsi hati dan ginjal,
c.
d.
e.
f.
g.

kelenjar alkali fosfatase.


Biopsi kelenjar limfe
Foto polos dada maupun scanning
Scanning abdomen dan pelvis atau MRI
Limfogram
Laparatomi

h. Aspirasi sumsum tulang


i. Scanning tulang
Tidak semua tahap pemeriksaan dikerjakan untuk membuat diagnosis penyakit Hodgkin pada anak
tergantung dari kasus serta fasilitas yang ada.
1. Klinis (anamnesis)
Keluhan penderita terbanyak adalah pembesaran kelenjar getah bening di leher, aksila ataupun lipatan
paha, berat badan semakin menurun dan kadang-kadang disertai demam, keringat dan gatal. 6,7
2. Pemeriksaan Fisik
Palpasi pembesaran kelenjar getah bening yang tidak nyeri dapat ditemukan di leher terutama
supraklavikular (60-80%), aksiler (6-20%), dan yang paling jarang adalah di daerah inguinal (6-20%)
dengan konsistensi kenyal sepert karet. Mungkin lien dan hati teraba membesar. Pemeriksaan THT perlu
dilakukan untuk menentukan kemungkinan cincin Waldeyer ikut terlibat. Sindrom vena cava superior
mungkin didapatkan pada pasien dengan masif limfa adenopati mediastinal. 6,7
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin, uji fungsi hati dan uji fungsi ginjal merupakan bagian penting dalam
pemeriksaan medis, tetapi tidak memberi keterangan tentang luas penyakit, atau keterlibatan organ
spesifik. Pada pasien penyakit Hodgkin serta pada penyakit neoplastik atau kronik lainnya mungkin
ditemukan anemia normokromik normositik derajat sedang yang berkaitan dengan penurunan kadar besi
dan kapasitas ikat besi, tetapi dengan simpanan besi yang normal atau meningkat di sumsum tulang sering
terjadi reaksi leukomoid sedang sampai berat, terutama pada pasien dengan gejala dan biasanya
menghilang dengan pengobatan.
Eosinofilia absolut perifer ringan tidak jarang ditemukan, terutama pada pasien yang menderita
pruritus. Juga dijumpai monositosis absolut, limfositopenia absolut (<1000 sel per millimeter kubik)
biasanya terjadi pada pasien dengan penyakit stadium lanjut. Telah dilakukan evaluasi terhadap banyak
pemeriksaan sebagai indikator keparahan penyakit.
Sampai saat ini, laju endap darah masih merupakan pemantau terbaik, tetapi pemeriksaan ini
tidak spesifik dan dapat kembali ke normal walaupun masih terdapat penyakit residual. Uji lain yang
abnormal adalah peningkatan kadar tembaga, kalsium, asam laktat, fosfatase alkali, lisozim, globulin,
protein C-reaktif dan reaktan fase akut lain dalam serum.
4. Sitologi Biopsi Aspirasi
Biopsi Aspirasi Jarum Halus (BAJAH) sering digunakan pada diagnosis limfadenopati untuk identifikasi
penyebab kelainan tersebut seperti reaksi hiperplastik kelenjar getah bening, metastasis karsinoma dan
limfoma malignum.

Penyulit lain dalam diagnosis sitologi biopsi aspirasi LH ataupun LNH adalah adanya negatif
palsu, dianjurkan melakukan biopsi aspirasi multiple hole di beberapa tempat permukaan tumor. Apabila
ditemukan juga sitologi negatif dan tidak sesuai dengan gambaran klinis, maka pilihan terbaik adalah
biopsi insisi atau eksisi.
5. Histopatologi
Biopsi tumor sangat penting, selain untuk diagnosis juga untuk identifikasi subtipe histopatologi LH
ataupun LNH. Biopsi dilakukan bukan sekedar mengambil jaringan, namun harus diperhatikan apakah
jaringan biopsi tersebut dapat memberi informasi yang adekuat. Biopsi biasanya dipilih pada rantai KGB
di leher. Kelenjar getah bening di inguinal, leher bagian belakang dan submandibular tidak dipilih
disebabkan proses radang, dianjurkan agar biopsi dilakukan dibawah anestesi umum untuk mencegah
pengaruh cairan obat suntik lokal terhadap arsitektur jaringan yang dapat mengacaukan pemeriksaan
jaringan.
6. Radiologi
Termasuk didalamnya:

Foto toraks untuk menentukan keterlibatan KGB mediastinal


Limfangiografi untuk menentukan keterlibatan KGB di daerah iliaka dan pasca aortal
USG banyak digunakan melihat pembesaran KGB di paraaortal dan sekaligus menuntun biopsi

aspirasi jarum halus untuk konfirmasi sitologi


CT-Scan sering dipergunakan untuk diagnosa dan evaluasi pertumbuhan LH

7. Laparatomi
Laparotomi abdomen sering dilakukan untuk melihat kondisi KGB pada iliaka, para aortal dan
mesenterium dengan tujuan menentukan stadium. Berkat kemajuan teknologi radiologi seperti USG dan
CT-Scan ditambah sitologi biopsi aspirasi jarum halus, tindakan laparotomi dapat dihindari atau sekurangkurangnya diminimalisasi.
Diagnosis Banding
Diagnosis banding serupa dengan yang dijelaskan untuk limfoma non Hodgkin pada pasien dengan
limfadenopati di leher, infeksi misalnya faringitis bakteri atau virus, mononucleosis infeksiosa dan
toksoplasmosis harus disingkirkan. Keganasan lain, misalnya limfoma non Hodgkin, kanker nasofaring
dan kanker tiroid dapat menimbulkan adenopati leher local. Adenopati ketiak harus dibedakan dengan
limfoma non Hodgkin dan kanker payudara.
Adenopati mediastinum harus dibedakan dengan infeksi, sarkoid dan tumor lain. Pada pasien tua,
diagnosis banding mencakup tumor paru dan mediastinum, terutama karsinoma sel kecil dan non sel
kecil. Mediastinitis reaktif dan adenopati hilus akibat histoplasmosis dapat mirip dengan limfoma, karena

penyakit tersebut timbul pada pasien asimtomatik. Penyakit abdomen primer dengan hepatomegali,
splenomegali dan adenopati massif jarang ditemukan, dan penyakit neoplastik lain, terutama limfoma non
Hodgkin harus disingkirkan dalam keadaan ini. Beberapa diagnosis banding lainnya sebagai berikut:

Cytomegalovirus
Infectious Mononucleosis
Kanker paru
Lymphoma, Non-Hodgkin
Sarcoidosis
Serum Sickness
Syphilis
Systemic Lupus Erythematosus
Toxoplasmosis
Tuberculosis

Tatalaksana
Untuk mendapatkan hasil pengobatan yang baik perlu adanya pendekatan multidisiplin segera setelah
didiagnosis. Faktor yang berpengaruh terhadap hasil pengobatan diantaranya adalah umur pasien,
psikologi, stadium penyakit dan gejala sisa pengobatan. Pengobatan yang diberikan diharapkan mampu
memberikan penyembuhan untuk jangka panjang, dengan disease free survival (DFS) yang seimbang
dengan risiko pengobatan yang paling rendah. Protokol pengobatan pada anak saat ini hanya
menggunakan kemoterapi saja kadang-kadang dengan hanya memberikan dosis rendah radiasi pada
daerah yang terbatas.
Obat-obatan yang sering digunakan diantaranya adalah nitrogen mustard, onkovin, prednison,
prokarbasin (MOPP), adriamisis, bleomisin, vinblastin, dekarbasin (ABVD), siklofosfamid, onkovin,
prokarbasin, prednison (COPP) dan banyak lagi protokol lainnya yang digunakan.
Prognosis
Prognosis penyakit Hodgkin ini relatif baik. Penyakit ini dapat sembuh atau hidup lama dengan
pengobatan meskipun tidak 100%. Tetapi oleh karena dapat hidup lama, kemungkinan mendapatkan late
complication makin besar. Late complication itu antara lain:
1. Timbulnya keganasan kedua atau sekunder
2. Disfungsi endokrin yang kebanyakan adalah tiroid dan gonadal
3. Penyakit CVS terutama mereka yang mendapat kombinasi radiasi dan pemberian antrasiklin
terutama yang dosisnya banyak (dose related)
4. Penyakit pada paru pada mereka yang mendapat radiasi dan bleomisin yang juga dose related
5. Pada anak-anak dapat terjadi gangguan pertumbuhan

Daftra pustaka
1. Lymphoma Non Hodgkin treatment. National Cancer Institute (NCI). 2008.
2. Panduan Nasional Penanganan Kanker: Penatalaksanaan Limfoma Non Hodgkin.
November 2010
3. Moore,L.Keth. Clinical Oriented Anatomy. Sixth edition
4. Brunicard, R.Charles. schwartzs Principle of Surgery. Ninth edition
5. Sjamsuhidayat, R. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC. Edisi 3
6. Stoppler
MC.
Hodgkin
Lymphoma.
May
1st2011
.Available
at
(http://www.medicinenet.com/Hodgkins disease/article.htm)
P.
Hodgkin
Lymphoma.Oct
11,2011.
http://emedicine.medscape.com/article/987101-overview#a0101

7. Alarcone

Available

at

You might also like