You are on page 1of 18

BAB I

PENDAHULUAN
Empedu telah lama dikenal yang dapat menfasilitasi pencernaan dan penyerpaan
lemak di usus halus serta mengatur homeostasis kolesterol. Selama dekade terakhir Empedu
tidak hanya berfungsi untuk emulsifikasi lemak yang dapat mempermudah kerja dari enzim
lipase pankreas dalam mencerna lemak, dalam bentuk misel yang merupakan struktur
gabungan lemak, asam empedu dan lesitin dan memiliki selubung hidrofilik di bagian luar
hidrofobik di bagian dalam, dan juga sebagai rute katabolisme dari kolesterol.
Asam empedu dihasilkan oleh hepatosit hati dialirkan melalui duktus biliaris di dalam
struktur hati kemudian menuju duktus hepatikus kanan dan kiri yang menyatu menjadi duktus
hepatikus komunis dialirkan menuju duktus sistikus masuk ke dalam kantung empedu.
Didalam kantung empedu, akan dipekatkan sekitar 5 kali lebih pekat dari yang dihasilkan di
hati. Empedu akan di alirkan menuju duktus koledokus menuju duodenum melalui sfigter
oddi saat fase diantara makan, sedangkan di saat fase puasa hepatosit akan mesekresikan
empedu menuju kantung empedu dan sfigter oddi aan berkontraksi mencegah empedu
mengalir menuju duodenum.
Hati selain mensekresikan asam empedu, juga mesekresikan koleterol. Jika sekresi
kolesterol berbeda jauh dengan sekresi empedu (terlalu banyak kolesterol dan terlalu sedikit
empedu) maka kelebihan kolesterol dalam empedu mengendap menjadi mikrokristal yang
dapat menggumpal menjadi batu empedu. Namun hanya sekitar 75% batu empedu berasal
dari kolesterol. Sebanyak 25% lainya terbentuk oleh endapan abnormal konsituen empedu
lainya, seperti bilirubin.

BAB II
1

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kantung Empedu
2.1.1 Anatomi
Kantong empedu berbentuk seperti kantong, organ berongga yang panjangnya sekitar
4-6 cm dan berisi 30-60 ml empedu, terletak dalam suatu fossa yang menegaskan batas antara
lobus hati kanan dan kiri. Terbagi menjadi 3 bagian: fundus, korpus dan infudibulum. Fundus
bentuknya bulat ujung buntu dari kantong empedu umunya menonjol sedikit ke luar tepi hati,
dibawah lengkung iga kanan, di tepi lateral otot rektus abdominis. Korpus bagian terbesar
dari dari kantong empedu, tertutup seluruhnya oleh peritoneum viseral. dan infudibulum juga
di kenal sebagai bagian yang sempit diantara korpus dan daerah duktus sistika. Kantong
empedu berakhir di duktus sistikus panjangnya sekitar 1-2 cm dinding lumenya mengandung
katup spiral disebut katup spiral Heiter (berfungsi untuk memudahkann cairan empedu
mengalir mauk ke dalam kantung empedu tetapi menahan aliran keluar) kemudian bersatu
dengan duktus hepatikus komunis menjadi duktus koledokus akan bersatu dengan duktus
pankreatikus dan berakhir di sfingter Oddi terletak di dinding duodenum dimana membentuk
ampulla of vater.1

2.1.2 Fisiologis
2

Fungsi utama dari kantung empedu adalah memekatkan cairan empedu dengan
mengabsorbsi air dan natrium. Kantung empedu mampu memekatkan zat terlarut yang
terkandung dalam cairan empadu hepatik sampai 5-10 kali dan hingga mengurangi
volumenya hingga 80-90%. Meskipun secara fungsi utama sebagai organ pengabsorpsi
namun terjadi sekresi mukus dalam keadaan patologis seperti misalnya pembentukan batu
empedu dan kadang-kadang dapat terjadi obstruksi duktus sistikus.
Cairan empedu mengandung beberapa konsituen organik, yaitu asam empedu, kolesterol,
lesitin dan bilirubin (semua berasal dari aktivitas hepatosit), ion dan air dalam suatu cairan
alkalis (ditambahkan oleh sel duktus) serupa dengan sekresi NaHCO 3 pankreas. Meskipun
garam empedu tidak mengandung enzim pencernaan apapun namun bahan ini penting dalam
penyerapan lemak, terutama melalui aktifitas asam empedu. Cairan empedu akan dialirkan
melalui saluran empedu menuju duodenum. Terdapat fungsi dua fungsi utama empedu:2
1. Cairan empedu mengandung asam empedu yang membantu dalam pencernaan dan
absorpsi lemak dan vitamin yang larut dalam lemak di usus halus.
2. Produk limbah seperti bilirubin yang akan dieleminasi keluar tubuh dengan disekresi
kedalam empedu kemudian dieliminasi dalam feses.
Tubuh manusia dewasa memproduksi cairan empedu 600 ml per hari, diproduksi oleh
hepatosit. Cairan empedu yang dihasilkan oleh hepatosit mengalir menuju kantong empedu
disaat puasa yang terdiri dari 97% air dan 1-2% asam empedu, sisanya mengandung
phospolipid, kolesterol, bilirubin dan elektrolit. Kantong empedu menyimpan cairan empedu
dan memekatkan cairna empedu selama fase puasa. Secara histologi lapisan sel epitel pada
kantong empedu akan menyerap air dan elektrolit sehingga terjadi kepekatan empedu yang
mengandung asam empedu yang bersifat hidrofobik. Kantong empedu dapat menyerap air
hingga 90% dari empedu hati, cairan empedu yang disimpan di dalam kantung empedu
memiliki kekentalan 10 kali lipat dibandingkan kadar empedu yang ada di hati. Lapisan
epitel ini mampu mentoleransi asam empedu, yang pada organ lain asam empedu bersifat
agresif, karena ada prostaglandin yang memberikan fungsi sitoprotektif dengan memproduksi
mucin yang melapisi mukosa dan dapat menginaktifasi radikal bebas yang di timbulkan oleh
asam empedu.2

2.1.3 Pembentukan asam empedu

Asam empedu merupakan hasil akhir dari katabolisme kolesterol. Cholic acid (CA)
dan chenodeoxycolic acid (CDCA) merupakan jenis asam empedu yang di produksi oleh
hepatosit, dan disebut sebagai asam empedu primer dan akan dikonjugasikan dengan taurien
atau glysin menjadi garam empedu untuk disekresikan ke dalam kantong empedu. Asam
empedu akan direabsorbsi kembali di ileum terminal dan ditransportasikan kembali ke hati
melalui vena portal sirkulasi untuk menghambat sintesis dari asam empedu. Ketika asam
empedu mencapai duodenum, usus halus dan colon, asam emepdu akan diubah menjadi asam
empedu sekunder oleh bakteri anaerob menjadi deoxycholic acid dan litocholic acid melalui
proses enzymatik deconjugasi. Sintesis asam empedu terdapat 2 cara: clasical pathway dan
acidic pathway. Pada clasical pathway diinisiasi oleh cholesterol 7-hydroxylase (CYP7A1)
yang berlokasi di retikulum endoplasmik di hati, sedangkan pada acidic pathway diinisiasi
oleh mitokondrial sterol 27-hydroxylase (CYP27A1). Sebelum asam empedu di sekresikan
menuju lumen kanalikular, akan dikonjugasikan melalui ikatan amino-konjugasi dengan asam
amino : glysin atau taurine menjadi glycoconjugates dan tauroconjugate. Konjugasi ini
membuat asam empedu lebih mudah disekresikan sekaligus menurunkan sifatnya yang
sitotosik. Terdapat laporan bahwa pada acidic pathway berkontribusi sekitar 9% dari total
asam empedu yang disintesis oleh hepatosit. Acidic pathway juga penting dalam
pembentukan asam empedu pada pasien yang memiliki penyakit hati dan neonatus.3

2.1.4 Jalur Aliran Empedu


Kantung empedu secara fungsional terintegrasi dengan saluran cerna melalui
mekanisme neurohormonal pada saat waktu makan atau puasa. Hati secara berkelanjutan
menghasilkan empedu yang disalurkan menuju jalur intrahepatic kemudian dialirkan menuju
jalur ekstrahepatik di tampung dan disimpan di kantung empedu. Cairan empedu akan
disimpan di dalam kantung empedu saat waktu puasa dan akan dikeluarkan melalui kontraksi
dari kantung empedu dan bantuan relaksasi sfingter Oddi pada saat waktu makan menuju ke
duodenum, sekitar 75% isi kantung empedu dikosongkan. Saat diakhir makan kantung
empedu akan berelaksasi dan sfigter Oddi akan berkontraksi,kemudian empedu kembali
disekresikan dari hati akan dialirkan kembali ke kantung empedu untuk disimpan hingga fase
makan selanjutnya. 6
Cairan empedu secara aktif disekresikan ke dalan kantung empedu dan akhirnya
masuk ke duodenum. Setelah ikut serta dalan proses pencernaan dan penyerapan lemak,
5

sebagian besar empedu diserap kembali ke dalam darah oleh mekanisme transpor aktif,
khusus yang terletak di ileum terminal. Dari sini empedu dikembalikan ke sistem porta hati,
yang mensekresikannya ke dalam kantung empedu. Daur ulang empedu ini antara usus halus
dan hati disebut sirkulasi enterohepatik (entero artinya usus, hepatik artinya hati).3
Sekitar 94% cairan empedu akan direabsorbsi menuju pembuluh darah melalui usus
halus (terjadi difusi pada bagian awal usus halus dan transpor aktif dari bagian distal ileum).
Cairan empedu akan memasukin jalur portal dan akan kembali ke hati. Saat mencapai hati,
cairan empedu akan di reabsorpsi dan hampir semuanya akan masuk ke hepatosit dan
sebagian kecil akan re ekskresi menuju kantung empedu. Pada jalur ini 94% cairan empedu
akan bersirkulasi kembali menju katung empedu, maka diperkirakan cairan empedu akan 17
kali bersirkulasi sbelum akhirnya dikeluarkan ke dalam feses. Dalam jumlah sedikit cairan
emdedu akan dikeluarkan ke dalam feses, dan akan kembali diganti cairan empedu tersebut
secara berkelanjutan. Sirkulasi ini dinamakan siklus enterohepatik, penting karna
jumlahcairan empedu yang terbatas.3

Neurohormonal utama dalam mekanisme regulasi motilitas kantung empedu adalah


saraf vagus dan splanchnic, dan hormon kolesistokinin (CCK). Saraf vagus terdiri dari
serabut aferen dan eferent. Stimulasi dari serabut eferen adalah mengontraksikan kantung
empedu. Pada saraf splanchnic menstimulasi dengan merelaksasikan kantung empedu. Fase
dimana terjadi pengosongan maksimal dari kantung empedu saat fase intestinal dipicu dengan

hormon CCK dari duodenum dan proksimal jejunum. Memakan makanan akan menimbulkan
pelepasan hormon duodenum, yaitu kolesistokinin (CCK), yang merupakan stimulus utama
bagi pengosongan kantung empedu. Reseptor CCK terletak di dalam otot polos dari dinding
duodenum.

Duodenal CCK akan mengkontraksikan kantung empedu melalui saraf

kolinergik sekaligus mengaktifkan saraf vagus. Makanan yang mengandung protein dan
lemak merupakan stimulus yang lebih kuat.6

2.1.5 Efek Emulsifikasi empedu


Istilah efek deterjen merujuk pada kemampuan garam empedu untuk mengubah
globulus (gumpalan lemak) besar menjadi emulsi lemak yang terdiri dari banyak
tetesan/butiran lemak dengan garis tengah masing-masing 1 mm yang membentuk suspensi di
dalam kimus cair sehingga luas permukaan yang tersedia untuk tempat lipase pankreas
bekerja bertambah. Untuk menerna lemak, lipase harus bekontak langsung dengan molekul
trigliserida. Karena tidak larut dalam air maka trigliserida cenderung menggumpal menjadi
butir-butir besar dalam lingkungan usus halus yang banyak mengandung air. Jika garam
empedu tidak mengemulsifikasikan gumpalan besar lemak ini, maka lipase bekerja hanya
pada permukaan gumpalan tersebut dan pencernaan lemak akan sangat lama.4
Molekul garam empedu mengandung bagian yang laut lemak (susunan steroid yan
berasal dari kolesterol) ditambah bagian larut air. Empedu terserap di permukaan butiran
lemak yaitu, bagian larut lemak empedu larut dalam butiran lemak, meninggalkan bagian
larut air yang menonjol dari permukaan butiran lemak. Gerakan mencapur dari usus akan
memecah butiran lemak besar menjadi butiran lemak kecil. Butiran lemak kecil akan cepat
bergabung kembali jika tidak ada empedu yang terserap dipermukaanya dan menciptakan
selubung larut air di permukaanya setiap butiran kecil yang bermuatan negatif. Karena
muatan yang sama akan saling tolak menolak, maka gugusan muatan negatif di permukaan
butiran lemak menyebabkan butiran lemak saling mennjauh. Daya tolak listrik butiran lemak
mencegah butir-butir kecil kembali bergabung membentuk gumpalan besar sehingga
menghasilkan emulsi lemak yang meningkatkan permukaan yang tersedia untuk bekerjanya
lipase.4

2.1.6 Pembentukan misel


Garam empedu bersama dengan kolesterol dan lesitin, yang juga merupakan
konsituen empedu berperan penting dalam mempermudah penyerapan lemak melalui
pembentukan misel. Seperti empedu, lesitin memiliki bagian yang larut lemak dan bagian
yang larut air, sementara kolesterol hampir sama sekali tak memiliki bagian yang larut air.
Dalam suatu misel, empedu dan lesitin bergumpal dalam kelompok-kelompok kecil dengan
bagian larut lemak menyatu di bagian tengah membentuk inti hidrofobik (takut air),
sementara bagian larut air membentuk selubung hidrofilik (senang air) di sebelah luar.
Sebuah misel memiliki garis tengah 4 sampai 7 nm, sekitar sepersejuta ukuran emulsi butiran
lemak. Misel, karena larut dalam air berkat selubung hidrofiliknya dapat melarutkan bahan
tak larut air (dan karena bagian larut lemak) di bagian tengahnya. Karena itu misel
merupakan wadah yang dapat digunakan untuk pengangkutan bahan-bahan tak larut air
melalui isi lumen yang cair. Bahan larut lemak yang terpenting yang diangkut di dalam misel
adalah produk-produk pencernaan lemak (monogliserida dan asam lemak bebas) serta
vitamin larut lemak, yang semuanya diangkut ke tempat penyerapannya dengan cara ini. Jika
tidak menumpang di dalam misel yang larut air ini, berbagai nutrien ini akan mengapung di
permukaan kimus (seperti minyak terapung diatas air), dan tidak pernah mencapai permukaan
absortif usus halus.4
8

Selain itu, kolesterol suatu bahan yang sangat tidak larut air, larut dalam inti
hidrofobik misel. Mekanisme ini penting dalam homeostasis kolesterol. Jumlah kolesterol
yang dapat diangkut dalam bentuk misel bergantung pada jumlah relaif garam empedu dan
lesitin dibandingkan dengan kolesterol.4
2.1.7 Bilirubin
Bilirubin merupakan hasil akhir dari pemecahan heme berasal dari penghancuran
eritrosit oleh mononuclear fagosit sistem terutama oleh hati, limpa dan sumsum tulang.
Proses pemecahan heme sangatlah kompleks, setelah 120 hari eritrosit akan diambil oleh
sistem RES terutama di hati dan limpa. Sekitar 85% heme yang didegradasi berasal dari
eritrosit dan 15% berasal dari jaringan ektraeritroid.9
Hemoglobin dipecah menjadi globin dan heme. Globin akan dipergunakan kembali
untuk sintesis protein yang baru, sedangkan heme dipecah dan akan melepaskan Fe dan CO.
Pigmen heme oleh heme oksigenase di ubah menjadi biliverdin. Biliverdin mengalami
reduksi oleh enzim reduktase menjadi bilirubin tidak terkonjugasi. Bilirubin tidak
terkonjugasi akan berikatan dengan albumin dan ditranspor ke hati melalui darah. Didalam
hati bilirubin tidak terkonjugasi akan dimetabolisme dalam beberapa tahap. Pertama
pengambilan bilirubin tidak terkonjugasi oleh sel hati dibantu oleh dua jenis protein hati
(protein ligandin) di simbolkan sebagai protein Y dan Z. Kemudian terjadi konjugasi bilirubin
tidak terkonjugasi oleh asam glukoronat, yang dikatalis oleh enzim glukoronil tranferase
dalam retikulum endoplasma. Selanjutnya transpor bilirubin yang terkonjugasi ke dalam
saluran empedu melalui proses aktif. Bilirubin terkonjugasi dibawa ke usus melalui aliran
empedu. Kemudian di dalam usus besar bakteri usus mereduksi bilirubin terkonjugasi
menjadi urobilinogen dan strecobilinogen. Strekobilinogen di ekskresikan dalam feses,
sedangkan urobilinogen kembali di reabsorbsi oleh mukosa usus. Urobilinogen masuk ke
dalam sirkulasi darah, sebagian besar di kembalikan ke hati (siklus enterohepatik), sebagian
kecil mencapai ginjal dan akan dikeluarkan bersama urine.9
Bilirubin tidak terkonjugasi, memiliki sifat yang larut dalam lemak, tidak terikat
secara kompleks dengan albumin dan tidak dapat diekskresikan ke dalam empedu atau urine.
Sedangkan bilirubin terkonjugasi larut dalam air, terikat secara lemah pada albumin dan dapat
di ekskresikan ke dalam empedu atau urine.9

2.2 Hati
2.2.1 Anatomi dan fisiologi hati
Hati adalah organ metabolik terbesar dan terpenting di tubuh. Organ ini dipandang
sebagai pabrik biokimia utama tubuh. Peranya dalam sistem pencernaan adalah sekresi garam
empedu yang membantu dalam pencernaan dan penyerapan lemak.4
Hati juga melakukan berbagai fungsi yang tidak berkaitan dengan pencernaan, termasuk:4
1. Memproses secara metabolis ketiga katagori utama nutrien (karbohidrat, lemak dan
protein) setelah zat ini diserap dari seluran cerna.
2. Mendetoksifikasi atau menguraikan zat sisa tubuh dan hormon serta obat dan senyawa
lain.
3. Membentuk protein plasma, termasuk protein yang dibutuhkan untuk pembekuan
darah dan yang untuk mengangkut hormon steroid dan tiroid serta kolsterol dalam
darah.
4. Menyimpan glikogen, lemak, besi, tembaga dan banyak vitamin.
5. Mengaktifkan vitamin D, yang dilakukan hati bersama dengan ginjal.
10

6. Mengeluarkan bakteri dan sel darah merah tua, berkat adanya makrofage dan
residenya.
7. Mengekresikan kolesterol dan bilirubin, bilirubin adalah produk penguraian yang
berasal dari destruksi sel darah merah tua.
Hati tersusun menjadi unit-unit fungsional yang dikenal sebagai lobulus, yaitu susunan
jaringan berbentuk heksagonal mengelilingi satu vena sentral. Di setiap enam sudut luar
lobulus terdapat tiga pembuluh: cabang arteri hepatika, cabang vena porta dan duktus biliaris.
Darah dari cabang arteri hepatika dan vena porta mengalir dari perifer lobulus ke ruang
kapiler luas yang disebit sinusoid yang berjalan di antara jejeran sel hati ke vena sentral
seperti jari-jari roda sepeda. Hepatosit-hepatosit terususun antara sinusoid dalam lempenganlempengan yang tebalnya dua sel, sehingga masing-masing tepi lateral menghadap ke
genangan darah sinusoid. Vena sentral di semua lobulus hati menyatu untuk membentuk vena
hepatika, yang mengalirkan darah keluar dari hati. Saluran tipis pegangkut empedu,
kanalikulus biliaris berjalan diantara sel-sel di dalam setiap lempeng hati. Hepatosit terus
menerus mengeluarkan empedu ke dalam saluran tipis ini, yang mengangkut empedu ke
dutus biliaris di tepi lobulus. Duktus-duktus biliaris dari berbagai lobulus menyatu untuk
akhirnya membentuk duktus biliaris komunis, yang mengangkut empedu dari hati ke
duodenum. Setiap hepatosit berkontak dengan sinusoid di satu sisi dan kanalikuis biliaris
disisi lain.4

2.3 Patologi cairan empedu

11

Kantong empedu, merupakan tempat pemekatan komponen empedu yang spesifik.


(kolesterol, lesitin dan asam empedu). Pemekatan ini berlangsung beberapa kali dengan
disertai penarikan air.5
Kantong empedu juga memainan peranan yang penting dalam pembentukan batu
empedu. Ganguan pengosongan kantong empedu dapat menjadi salah satu penyebab. Hal ini
dapat terjadi akibat insufisiensi pelepaan hormon CCK (kurangnya [pelepasan asam lemak
bebas di lumen pada insufisiensi pankreas) sehingga perangsangan utama untuk kontraksi
kantong empedu melemah. Kontraksi kantong empedu juga melemah pada kehamilan. Hal ini
berarti bukan hanya pengosongan yang jarang atau tidak ada, tetapi pengosongan tidak
lengkap meningkatkan lamanya empedu menetap di kantung empedu. Akibatnya, kristal yang
mengendap memiliki cukup waktu untuk membentu konkremen yang besar.5
Kolesterol normalnya tidak akan mengendap di empedu karena empedu mengandung
asam empedu terkonjugasi dan lesitin dalam jumlah cukup agar kolesterol berada di dalam
larutan misel. Proses pembentukan batu kolesterol melalui empat tahap, yaitu penjenuhan
empedu oleh kolesterol, pembentukan nidus, kristalisasi dan pertumbuhan batu.8
Jika rasio konsentrasi (kolesterol dibanding dengan asam empedu dan lesitin)
meningkat, kolesterol berada di dalam larutan yang sangat jenuh. Jika kandungan kolesterol
relatif meningkat akan dapat terbentuk kristal kolesterol. Kristal kolesterol ini merupakan
perkusor dari batu empedu.5
Penyebab peningkatan rasio (kolesterol di banding dengan asam empedu dan lesitin) :
-

Peningkatan sekresi kolesterol. Hal ini terjadi karena peningkatan sintesis kolesterol
(peningkatan aktivitas 3-hidroksi-3metilglutaril (HMG) KoA kolesterol reduktase)
atau penghambatan esterifikasi kolesterol, misalnya oleh progesteron selama

kehamilan. (penghambatan asetil KoA kolesterl asetil transferasi (ACAT))


Penurunan sekresi asam empedu
Jika sekresi kolesterol oleh hati berbeda jauh dengan sekresi garam empedu dan

lesitin (terlalu banyak kolesterol atau terlalu sedikit garam empedu dan lesitin) maka
kelebihan kolesterol dalam empedu mengendap menjadi mikrokristal yang dapat
menggumpal menjadi batu empedu. Salah satu upaya untuk meningkatkan jumlah garam
empedu dalam upaya melarutkan kolesterol. Namun, hanya sekitar 75% batu empedu berasal
dari kolesterol, sebanyak 25% lainya terbentuk oleh endapan abnormal konsituen empedu

12

lainya, bilirubin. Dikenal tiga jenis batu empedu, yaitu batu kolesterol, batu pigmen (batu
bilirubin) dan batu campuran.8
Penurunan sekresi asam empedu, terjadi karena peningkatan simpanan garam
empedu, seperti pada penyakit Crohn atau setelah reseksi usus, atau karena sekuestrasi garam
empedu yang memanjang di kandung empedum seperti puasa (bahkan pada puasa yang
berlangsung hanya semalam) atau pada pemberian nutrisi parenteral. Pemberian nutrisi
parenteral menurunkan sirkulasi enterohepatik garam empedu sehingga sekresinya ke dalam
empedu berkurang. Karena sekresi kolesterol tidak berhubungan secara linier dengan sekresi
garam empedu, rasio (cholesterol dibanding asam empedu dan lesitin) akan meningkat jika
sekresi garam empedu terlalu rendah. Rasio ini semkain meningkat dibawah pengaruh
estrogen karena estrogen menyebabkan peningkatan rasio konsentrasi kolat denan
kenodeoksikolat, sehingga lenih banyak kolesterol yang di ekskresikan di setiap molekul
garam empedu.5
2.3.1 Batu kolesterol
Batu kolesterol mengandung paling sedikit 70% kristal kolesterol dan sisanya adalah
kalsium karbonat, kalsium palmiat dan kalsium bilirubinat. Bentuknya lebih bervariasi
dibandingkan dengan batu pigmen. Terbentuk hampir selalu di dalam kantung empedu, dapat
berupa soliter atau multipel. Permukaanya mungkin licin atau multifaset, bulat, berduri dan
ada yang seperti buah murbei.8
oleh kolesterol, pembentukan nidus, kristalisasi dan pertumbuhan batu.8
Derajat penjenuhan empedu oleh kolesterol dapat dihitung melalui kapasitas daya
larut. Penjenuhan ini dapat disebabkan oleh bertambahnya sekresi kolesterol atau penurunan
relatif asam empedu atau lesitin. Peningkatan ekskresi kolesterol empedu antara lain terjadi
misalnya pada keadaan obesitas, diet tinggi kalori dan kolesterol, dan pemakaian obat yang
mengandung estrogen. Sekresi asam empedu akan menurun pada penderita dengan ganguan
ansorpsi di ileum atau ganguan daya pengosongan primer kantung empedu.8
Penjenuhan kolesterol yang berlebihan tidak dapat membentuk batu, kecuali bila ada
nidus dan ada proses lain yang menimbulkan kristalisasi. Nidus dapat berasal dari pigmen
empedu, mukoprotein, lendir, protein lain, bakteria atau benda asing lain. Setelah kritalisasi
meliputi suatu nidus akan terjadi pembentukan batu. Pertumbuhan batu terjadi karena
pengendepan kristal kolesterol di atas matriks inorganik dan kecepatanya ditentukan oleh
13

kecepatan relatif pelarutan dan pengendapan. Struktur matriks agaknya berupa endapan
mineral yag mengandung garam kalsium. Stasis empedu juga berperan dalam pembentukan
batu. Selain faktor yang telah disebutkan di atas. Puasa yang lama akan menimbulkan
empedu yang litogenik akibat stasis tadi.8
2.3.2 Baru bilirubin.
Penampilan batu bilirubin yang sebenarnya berisis kalsium bilirubinat dan disebut
juga batu lumpur atau batu pigmen. Batu ini sering ditemukan tidak teratur, kecil-kecil dan
berjumlah banyak, warnanya bervariasi antara coklat, kemerahan, sampai hitam dan berbetuk
seperti tanah rapuh.8
Batu pigmen yang sangat besar dapat ditemukan di dalam saluran empedu. Batu
pigmen adalah batu empdu yang kadar kolesterolnya kurang dari 25 persen. Batu pigmen
hitam terbentuk di dalam kandung empedu terutama pada gangguan keseimbangan metabolik
seperti anemia hemolitik, dan sirosis hati tanpa didahului infeksi.8
Terjadinya batu bilirubin berhubungan dengan bertambahnya usia. Infeksi, statis,
dekonjugasi bilirubin dan ekskresi kalsium merupakan faktor kausal. Sebaliknya jenis
kelamin, obesitas dan ganguan penyerapan di ileum tidak mempertinggi resiko batu
bilirubin.5
Peningkatan jumlah bilirubin tidak terkonjugasi dalam empedu, yang hanya larut
dalam misel, merupakan penyebab utama pembentukan batu bilirubin/pigmen. Normlanya
cairan empedu hanya engandung 1-2% bilirubin. Penyebab meningkatnya bilirubin tidak
terkonjugasi ada beberapa; (1) peningkatan pelepasan hemoglobin, misalnya pada anemia
hemolitik. Karena jumlah bilirubin yang sangat banyak, proses konjugasi yang diperantai
oleh glukoronidase di hati tidak dapat memenuhi kebutuhan. (2) penurunan kemampuan
knjugasi di hati, misalnya pada sirosis hati. (3) dekonjugasi bilirubin non-enzimatik di
empedu. (4) dekonjugasi enzimatik (-glukosidase) oleh bakteri5.
2.3.3 Kolelitiasis
Istilah kolelitiasis dimaksudkan untuk penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di
dalam kantung empedu atau di dalam duktus koledokus, atau pada keduanya. Sebagian besar
batu empedu terutama batu kolesterol, terbentuk di dalam kantung empedu (kolesistolitiasis).
Kalau batu kantung empedu ini berpindah ke dalam saluran empedu ekstrahepatik, disebut
batu saluran empedu sekunder atau koledokolitiasis sekunder.8
14

Kebanyakan batu duktus koledokus berasal dari batu empedu, tetapi ada juga yang
terbentuk primer di dalam saluran empedu ekstrahepatik maupun intrahepatik. Batu primer
saluran empedu, harus memenuhi kriteria sebagai berikut: ada masa asimtomatik setelah
kolesistektomi, morfologi cocok dengan batu empedu primer, tidak ada striktur pada duktus
koledokus.8
Angka kejadian penyakit batu empedu dan saluran empedu di Indonesia tidak bebeda
jauh dengan angka di negara Asia tenggara yang lain. Sementara ini didapat kesan bahwa
meskipun batu kolesterol di Indonesia lebih umum, angka kejadian batu pigmen lebih tinggi
dibandingkan dengan angka yang terdapat di negara barat, dan sesuai dengan angka di negara
tetangga seperti Singapura, Malaysia, Muangthai, dan filipina. Perbedaan lain dengan di
negara barat ialah banyak ditemukan mulai pada usai muda di bawah 30 tahun, meskipun usia
rata-rata tersering ialah 40-50 tahun. Pada usiak di atas 60 tahun, insiden batu saluran empedu
meningkat. Jumlah penderita perempuan lebih banyak dari laki-laki.8
Secara patogenesis, hepatolitiasis ialah batu empedu yang terdapat di dalam saluran
empedu dari awal percabangan duktus hepatikus kanan dan kiri meskipun percabangan
tersebut mungkin terdapat di luar parenkim hati. Batu empedu dapat berpindah ke dalam
dutus koledokus melalui duktus sistikus. Di dalam perjalannya melalui duktus sistikus, batu
empedu tersebut dapat menimbulkan sumbatan aliran empedu secara parsial atau komplet
sehingga menimbulkan gejala kolik empedu. Pasase batu empedu berulang dapat
menimbulkan iritasi dan perlukaan sehingga dapat menimbulkan peradangan dinding duktus
sistikus dan striktur. Kalau batu terhenti di dalam duktus sistikus karena diameternya terlalu
besar, batu tetap ada di sana sebagai batu duktus sistikus.8
Setengah sampai dua pertiga batu empedu adalah asimtomatik. Keluhan yang
biasanya berupa dispepsia yang kadang disertai intoleransi terhadap makanan berlemak. Pada
keluhan simptomatik berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas. Rasa nyeri
adalah kolik bilier yang mungkin berlangsung lebih dari 15 menit dan kadag menghilang
beberapa jam kemudian. Penyebaran nyeri dapat ke punggung bagian tengah, skapula, atau
ke puncak bahu disertai mual dan muntah.8
Pada batu koledokus, riwayat nyeri atau kolik di epigastirum dan perut kanan atas
akan disertai tanda sepsis seperti demam, menggigil. Biasanya terddapat ikterus dan urin
berwarna gelap yang hilang timbul.8

15

Sebagian besar akibat kolestasis terjadi karena retensi komponen empedu: bilirubin
menyebabkan ikterus (pada neonatus dapat menyebabkan bahaya kernikterus), sedangkan
kolesterol menyebabkan penimunan kolesterol di lipatan kulit dan tendon, serta sel membran
hati, dan ginjal. Tidak adanya cairan empedu di dalam usus menyebabkan feses yang
berlemak dan malabsropsi. Akhirnya, infeksi akibat penimbunan empedu akan menyebabkan
kolangitis yang memiliki efek kolestatik tersendiri.8
2.3.4

Ikterus
Ikterus adalah gejala kuning pada sklera, kulit, dan mata akibat sekresi bilirubin yang

berlebihan dalam darah dan jaringan. Normalnya bilirubin serum kurang dai 9 mol/L (0,5mg
%). Ikterus secara klinis jika kadar bilirubin meningkat lebih dari 30mmol/L, sklera menjadi
kuning dan jika konsentrasinya meningkat, kulit juga akan berubah menjadi kuning
(jaudice /ikterus). Ikterus dapat berupa ikterus pra hepatik, misalnya destruksi eritrosit yang
berlebihan, misalnya pada anemia hemolitik, eritropoisis yang tidak adekuat (misalnya
anemia megaoblastik), transgusi masif (eritrosit yang ditransfusi memiliki masa hidup yang
singkat) pada kondisi diatas bilirubin tidak terkonjugasi menigkat di dalam plasma.8
Ikterus hepatik akibat kerusakan sel hati dan ikterus pasca hepatik yaitu akibat
obstruksi saluran empedu, terutama oleh batu empedu, tumor (karsinoma kaput pankreas),
pankreatitis. Pada kondisi ini bilirubin yang terkonjugasi yang meningkat. Tidak jarang
ikterus hepatik terjadi bersamaan dengan ikterus pascahepaik, misalnya pada obstruksi
saluran empedu oleh batu yang disertai kerusakan sel hati akibat sirosis hepatis.8
2.4 Pencegahan pembentukan batu empedu
Belum ada cara yang pasti untuk pencegahan terbentuknya batu empedu, namun dapat
menurunkan faktor resiko untuk terbentuknya batu empedu yang menimbulkan gejala.
Seperti misalnya pengaturan asupan makanan (diet), karna terbentuknya batu empedu juga
berhubungan dengan kandungan kolesterol dalam tubuh, dengan menghindari makanan yang
mengandung tingginya lemak bersaturasi, seperti: daging pie, sosis, butter, keju, kue, biskuit,
makanan yang mengandung minyak palm dan minyak kelapa. Mengkonsumsi asupan
makanan yang seimbang sangat direkomendasikan, termasuk didalamnya mengkonsumsi
banyak sayur dan buah dan gandum. Namun ada penelitian bahwa mengkonsumsi minya
olive (sekitar 2 sendok teh/hari) dapat menurunkan terjadinya penbentukan batu empedu,
karna bahan yang terkandung dalam dapat menurunkan kadar kolesterol dalam darah. Ada
studi bahwa lecitin bahan alami yang digunakan sebagai pengental es krim, mayones dan
16

makanan lainnya, dapat mencegah pembentukan batu empedu dengan membuat kolesterol
tetap dalam katung empedu didalam larutan misel. Lesitin juga terkadung dalam makanan
seperti: kacang kedelai, coklat, oatmeal, telur, susu, kacang, dan kubis.
Berolahraga yang teratur dapat menegah terbentuknya betu empedu, karna dibanu
dengan diet yang sehat dan berolahraga dapat menjaga berat badan yang juga sekaligus
menurunkan kadar cholesterol dan trigliserida.
Mencoba untuk tidak menunda makan. Makanlah dalam waktu yang sesuai setiap
harinya dan mencoba memkanan makanan yang mengandung sedikit lemak, karna adanya
maknan di dalam saluran pencernaan terutama yang mengandung lemak membuat kantung
empedu dikosongkan untuk dialirkan ke sistem pencernaan.

BAB III
DAFTAR PUSTAKA
17

1. R. D. Odze and J. R. Goldblum, Eds., Surgical Pathology of the GI Tract, Liver, Biliary Tract
and Pancreas, chapter 29, part 2, Saunders,Philadelphia,Pa,USA,2009..
2. S.G.Corradini,W.Elisei,L.Giovannellietal.,Impairedhuman
gallbladderlipidabsorptionincholesterolgallstonediseaseand
itseffectoncholesterolsolubilityinbile,Gastroenterology,vol. 118,no.5,pp.912920,2000
3. Chiang JYL. Bile acid metabolisme and signaling. Compr Physiol. 2013 Jul; 3(3):11911212.http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4422175/#!po=5.73770, 16 Sept 2016
4. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. ed 6. Penerbit buku keokteran EGC.
Jakarta:2010. P 672-3. 2009.
5. Silbernagl S, Lang F. Teks dan atlas berwarna patofisiologi. Penerbit buku kedokteran EGC.
Jakrata:2013. p 164.
6. Behar J. Physiology and pathophysiology of the biliarr tract: the gall bladder and sfigther oddi
review. 2013. Hindawi publishing. Article. P: 1-3
7. Argellion LB. Metabolisme and function of bile acid. 2002. Elsiever. Chapter 16. P:434.
8. Jong D. Buku ajar ilmu bedah. ed 3. Sjamsuhidahat editor. Penerbit buku kedokteran EGC.
Jakarta:2010. P 675-7.
9. Bosma JP. Inherited disorder of bilirubin mtabolisme. J of Hept. 2003;38 (1):107-8

18

You might also like