You are on page 1of 12

EDEMA PARU, NONKARDIOGENIK

Latar belakang: Edema paru dibagi 2 kategori: kardiogenik dan non kardiogenik.
Edema paru nonkardiogenik (NPE) terjadi karena perubahan permeabilitas dari membran
kapiler sebagai hasil kelainan patologis baik langsung maupun tak langsung. Ada
beberapa penyebab dari NPE, yang meliputi tenggelam, glomerulonefritis akut, kelebihan
cairan, aspirasi, luka akibat gas yang dihirup, edema paru neurogenik, reaksi alergi, dan
adult respiratory distress syndrome (ARDS). Diagnosis yang tepat ditegakkan
berdasarkan temuan klinis maupun radiologis, disamping adanya saling tumpang tindih
antara temuan klinis dan imaging dari berbagai penyebab.
Peningkatan tekanan vaskuler paru awal dan terjadi secara cepat, karena adanya
vasokonstriksi pembuluh darah paru atau aliran pembuluh darah paru dapat menyebabkan
kerusakan mikrovaskular paru. Peningkatan permeabilitas vaskular akan mengakibatkan
pembentukan edema, seperti yang dikemukakan oleh adanya observasi yang sering dari
perdarahan pulmo yang terjadi pada NPE (sebagai contoh, teori blast)
Dua penyebab utama yang mengambil bagian pada patogenesis NPE: peningkatan
tekanan intra vaskuler dan kebocoran kapiler paru. Oleh karena itu, terdapat dua
komponen hemodinamik kardiogenik maupun nonkardiogenik. Komponen-komponen
tersebut sering bekerja dalam satu kesatuan, seperti pada edema paru setelah kejang
epileptikus atau kenaikan tekanan intra kranial. Komponen hemodinamik relatif kuat dan
mungkin tak menutupi keberadaan NPE seperti terlihat pada percobaan kejang.
Perubahan hemodinamik menyebabkan kebocoran kapiler paru melalui kerusakan
mekanis yang diinduksi oleh tekanan kapiler paru atau beberapa sistem syaraf yang
langsung mengontrol permeabilitas kapiler paru, kedua hal ini belum jelas. Tempat neuro
efektor dari sistem saraf yang menginduksi edema paru terlihat nyata pada regio medula
bagian kaudal, yang merupakan lokasi nukleus pengatur tekanan arteri sistemik, jalur
afferent dan efferent dari dan ke paru.
Pendeteksian NPE awal penting untuk menghindari komplikasi yang mengancam
kehidupan. Foto toraks dan tes lain merupakan kunci utama menegakkan diagnosis dan
membedakan kedua tipe edema paru.
Patofisiologi:
Edema paru merupakan manifestasi utama dari kegagalan ventrikel kiri, insufisiensi
ginjal, syok dan kerusakan alveolus luas serta hipersensitivitas paru.
Cairan tertampung dalam paru. Pada stadium awal, retensi cairan tertimbun pada lobus
bawah, meskipun pada tahap selanjutnya edema pada seluruh lobus paru dapat terjadi
dengan melibatkan konsistensi gelatin yang merah. Pada keadaan patologis paru, terdapat
campuran udara dan cairan bebas dalam bentuk buih, atau cairan jernih.
Histologi jaringan paru memperlihatkan bahwa edema paru awalnya terakumulasi pada
septum kapiler dengan memperlebar septum. Pada tahap lanjut edema paru, cairan
protein mengisi ke dalam kantung alveolus, dimana cairan tidak tertahan lama dalam
kantong alveolus, hal ini dapat terlihat pada potongan histologis. Cairan alveolus tampak
seperti koagulasi granuler berwarna merah jambu. Cairan edema pada suatu waktu dapat
dikomplikasi oleh pneumonia hipostatik.
Tipe dari NPE atau kondisi yang dapat mengakibatkan NPE termasuk pada yang tersebut
di bawah ini. ARDS, edema paru neurogenik, edema paru pada gagal ginjal dan atau

kelebihan cairan, edema paru tekanan negatif, edema paru pada pelari maraton, kelaianan
dekompresi, overdosis heroin dan naloxone, NPE berhubungan dengan kemoterapi
sitotoksik, komplikasi paru dari kehamilan, tenggelam, NPE diinduksi oleh sistem
resirkulasi penyerapan molekuler, transfusi antara ibu dan anak, NPE setelah
transplantasi paru, dan NPE pada anak yang mengalami cedera yang disengaja.
Adult Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
ARDS merupakan sindrom gagal nafas berat berkaitan dengan infiltrat paru seperti pada
penyakit membran hialin anak. ARDS dapat terjadi pada anak seperti pada dewasa.
Kondisi ini berasal dari hasil kerusakan pada membran kapiler alveolus diikuti dengan
akumulasi cairan pada ruang udara paru.
Secara histologis, perubahan-perubahan tersebut dapat ditentukan berdasar kerusakan
alveolus difus. NPE merupakan hasil dari hilangnya integritas membran kapiler alveolus,
yang menghasilkan kenaikan permeabilitas plasma. Cairan masuk ruang alveolus dan
merusak fungsi dari surfaktan paru, yang menghasilkan mikroatelektasis dan kegagalan
pertukaran udara. Akhirnya, variasi lokal pada perfusi paru, ketidaksesuaian ventilasi atau
perfusi ( V/Q) dengan adanya hubungan darah dengan alveoli yang tak terventilasi, dan
peningkatan perbedaan tingkat oksigenasi alveolus-arteri.
ARDS didefinisikan sebagai gambaran infiltrat paru bilateral pada foto toraks, kerusakan
oksigenasi menghasilkan rasio PaO2 dan fraksi inspirasi oksigen (FiO2) kurang dari 200,
dan tidak adanya peningkatan tekanan oklusi arteri pulmonal (PAOP) atau tekanan atrium
kiri. Dengan kata lain, ARDS merupakan gambaran dari edema paru pada ketiadaan dari
kelebihan volume atau depresi fungsi ventrikel kiri.
Edema paru neurogenik
Patogenesis dari NPE tidak dipahami secara menyuluruh. Penyebab umum neurologis
tersering yang berhubungan dengan NPE adalah kenaikan tekanan intra kranial, yang
merupakan kunci penyebab.
Dalam sistem saraf pusat, bagian yang bertanggung jawab untuk perkembangan pada
NPE tidak seluruhnya dapat ditegakkan. Studi hewan coba mengindikasikan aturan
potensial dari hipotalamus, medula, hipertensi intra cranial, dan aktivasi sistem simpatis.
Baik lesi hipotalamus dan stimulasi pusat vasomotor dari medula dapat meningkatkan
keluaran trunkus simpatikus.
Medula dipercaya mengaktivasi sistem saraf simpatis. Penelitian memperlihatkan lesi
bilateral dari nukleus pada medula yang dapat menyebabkan hipertensi paru dan
hipertensi sistemik dan edema paru. Blokade dari adrenergik (seperti phentolamin) dan
medula spinalis pada segmen servikal 7 mencegah terjadinya NPE, yang diduga
merupakan jalur penting aktivasi simpatis.
Kelainan neurogenik akut, bersamaan dengan peningkatan tekanan intra kranial, mungkin
merangsang hipotalamus dan pusat vasomotor dari medula. Hal ini pada gilirannya, akan
menyebabkan keluarnya mediator autonom secara masif oleh pusat preganglionik pada
medula spinalis tingkat servikal.
Lesi sistem saraf pusat dapat menyebabkan perubahan dramatis pada hukum Starling,
dimana terjadi perpindahan cairan antara kapiler dan intertisiil. Baik komponen
hemodinamik (kardiogenik) dan nonhemodinamik (nonkardiogenik) mengkontribusi
pembentukan edema.

Perubahan dari tekanan vaskuler paru tampaknya memberikan pengaruh besar pada
hukum Starling untuk mempengaruhi terbentuknya NPE, sebagai bukti pada edema
cairan kaya protein. Observasi eksperimental menduga 2 mekanisme yang meningkatkan
tekanan hidrostatis kapiler paru secara akut: 1. melibatkan peningkatan tekanan atrium
kiri dan 2. melibatkan konstriksi vena paru.
Peningkatan dari tekanan atrium kiri mungkin terjadi karena peningkatan tonus simpatis
dan peningkatan venous return. Gambaran ventrikel kiri mungkin akan memperburuk
efek langsung katekolamin dan mediator lain, seperti pada hipertensi sistemik sementara.
Konstriksi vena paru dipengaruhi oleh stimulasi simpatis, yang dapat meningkatkan
tekanan hidrostatis kapiler dan memproduksi edema paru tanpa mempengaruhi atrium
kiri atau tekanan kapiler paru . Kenaikan permeabilita kapiler dapat menimbulkan NPE
tanpa meningkatkan tekanan hidrostatis paru, karena penyebab peningkatan
hemodinamik tidak konsisten; Namun demikian, bukti memperlihatkan blokade
adrenergik dapat mencegah terjadinya NPE.
Epinefrin, norepinefrin, dan pelepasan mediator sekunder dapat meningkatkan
permeabilitas vaskuler paru secara langsung. Meskipun kekosongan kapiler diproduksi
oleh induksi tekanan yang mengakibatkan kerusakan mekanis karena kenaikan tekanan
hidrostatis kapiler atau beberapa sistem saraf mengontrol langsung permeabilitas kapiler
paru masih tak pasti.
Edema paru pada gagal jantung atau kelebihan cairan
Kegagalan ekskresi garam dan atau cairan dapat menyebabkan ekspansi volume plasma.
Hal ini, dengan penurunan tekanan onkotik plasma dan peningkatan permeabilitas
kapiler, mengakibatkan edema paru. Kegagalan ventrikel kiri dan edema paru
kardiogenik dapat juga terjadi.
Edema paru tekanan negatif
Edema paru tekanan negatif berkaitan dengan obstruksi saluran nafas atas. Banyak kasus
yang terjadi berhubungan dengan croup atau peradangan epiglotis membutuhkan
intervensi saluran nafas pada anak dan dewasa membutuhkan intervensi saluran nafas
segera seperti pada spasme laring atau tumor saluran nafas atas. Spasme laring
merupakan hal yang mengancam jiwa dan harus cepat diidentifikasi dan membutuhkan
penurunan obstruksi glotis. Meskipun kejadian spasme laring jarang, spasme laring
setelah extubasi mungkin terjadi pada setiap pasien.
Patogenesisnya multifaktor. Tekanan negatif dalam pleura merupakan kejadian patologis
primer. Hal ini menginduksi terbentuknya edema paru dengan peningkatan venous return
ke jantung kanan dan menurunkan keluaran dari ventrikel kiri dengan meningkatkan
volume darah paru dan tekanan mikrovaskuler. Efek-efek ini diperbesar dengan fase
hipoksia dan hiperadrenergik yang dapat berkembang kemudian menjadi obstruksi jalan
nafas, yang meningkatkan translokasi darah dari sistemik ke sirkulasi paru, lebih lanjut
meningkatkan tekanan mikrovaskuler paru.
Edema paru pada pelari maraton
Hiponatremi, edema otak, dan NPE dapat terjadi pada pelari maraton sehat. Pada pelari
maraton sehat, NPE sering terjadi berhubungan dengan ensefalopati hiponatremi .

Kondisi ini dapat fatal jika tak terdiagnosis. Ini dapat berhasil diterapi dengan saline
hipertonik.
Kelainan Decompression
NPE merupakan manifestasi yang jarang dari decompression sickness tipe dua . Hal ini
dapat terjadi enam jam setelah menyelam. Karena ARDS pada kasus ini dipercaya
menyebabkan terjadinya gelembung mikro dalam pembuluh udara paru, rekompresi
dalam ruangan hiperbarik telah direkomendasikan sebagai bentuk dari terapi.
Ovedosis heroin dan naloxone
NPE dikenal sebagai komplikasi dari heroin atau naloxone. Patogenesis dari edema paru
penyebabnya tak diketahui. Gejalanya sering tampak segera atau setelah 2 jam minum
obat. Tanda-tandanya meliputi ronki, hipoksia bermakna, sputum karat; dan infiltrat
bilateral yang terlihat seperti bulu pada foto toraks. Banyak pasien membutuhkan
ventilasi mekanik karena hipoksia berat dan respon alat bantu 24-36 jam. Sindrom ini
dikategorikan sebagai nonkardiogenik berbasis hemodinamik dan analisa cairan paru.
NPE dengan kemoterapi sitotoksik
Komplikasi paru dikatakan terjadi pada 20% pasien dengan kemoterapi sitotoksik
(Snyder, 1988). Tiga tipe drug induced: (1) NPE, (2) penyakit paru akibat
hipersensitivitas, dan (3) pneumonitis kronik atau fibrosis. Temuan klinis dan gambaran
yang sama pada NPE dengan penyebab yang lain.
Komplikasi paru pada kehamilan
NPE dapat terjadi pada kehamilan. Perubahan fisiologis selama kehamilan berpengaruh
pada hampir setiap sistem organ. Dalam rongga dada, kenaikan diafragma dapat
mencapai 4 cm karena perpindahan organ perut dengan uterus dalam kehamilan,
menurunkan volume paru. Volume darah ibu dan peningkatan cardiac output meningkat
45% pada pertengahan kehamilan. Cardiac output dapat meningkat sebesar 80%
selama persalinan pervaginam sampai 50% pada persalinan dengan seksio sesarea.
Perubahan-perubahan ini hasil dari pada peningkatan pembuluh darah paru; dilatasi
progresif ventrikel kiri dan hipertrofi sedang.
Tenggelam
Pada kasus tenggelam, perluasan dan keparahan dari edema tergantung pada jumlah air
yang teraspirasi dan derajat hipoksia. Edema paru pada tenggelam terjadi karena
kerusakan septum alveolar yang meningkatkan permeabilitas dari endotel pembuluh
darah paru, agregasi platelet mikrovaskuler paru, dan akhirnya edema intra alveolar.
Dimana cairan segar atau garam tidak memberikan perbedaan pada temuan paru.
NPE diinduksi dengan sistem resirkulasi penyerapan molekul
NPE dikenal merupakan manifestasi kerusakan paru akut yang dapat saling
berhubungkan antara satu dengan yang lain, pada darah atau transfusi produk darah,
injeksi kontras intravena, emboli udara, dan mencerna obat.
Pada tahun 2003, Doria dkk mendeskripsikan 2 kasus NPE setelah penggunaan dari
sistem resirkulasi penyerapan molekul, teknik dialisis sel bebas. Pasien-pasien tersebut

mendapatkan evaluasi serial untuk transplantasi hati. Dua (6,6%) dari 30 pasien yang
berobat pada gagal hati akut onkronik dan pruritus yang sulit disembuhkan mempunyai
foto toraks normal sebelum pengobatan. Setelah pengobatan, berkembang menjadi edema
paru nonkardiogenik.
Untuk setiap pasien, peneliti melaporkan kejadian kelainan darah atau transfusi darah,
ekokardiogram jika tersedia, foto toraks harian, tekanan darah pada awal dan akhir terapi,
cardiac output, cardiac indeks, indeks tahanan darah sistemik, dan gas darah arteri. Data
mereka menduga bahwa sistem penyerapan sirkulasi kembali dapat menyebabkan NPE,
mungkin dengan mekanisme immune-mediated.
Edema paru terkait transfusi antara ibu dan anak
Transfusi terkait dengan kerusakan paru akut (TRALI) merupakan hal sulit terdiagnosis
dan komplikasi serius dari transfusi darah, yang digambarkan dengan distress respirasi
dengan onset cepat, hipoksia, dan NPE yang terjadi selama dan setelah transfusi darah.
Adanya anti- human leukocyte antigen (HLA) dan atau antibodi antigranulosit pada
plasma donor merupakan implikasi dari patogenesis TRALI.
Pada tahun 2004, Yang dkk melaporkan dua kasus dari TRALI yang dapat disebabkan
dengan pemberian transfusi darah antara ibu dan anak-anaknya. Pertama pada anak umur
4 bulan yang diberi packed RBc yang didonorkan ibunya dan kedua pada ibu 78 tahun
yang menerima darah dari anak perempuannya. Pada kedua kasus tersebut, pemeriksaan
darah serum ibunya mengandung panel antibodi reaktif sitotoksik HLA. Ibu lebih mudah
tersentisisasi dari kehamilan awal dan produksi antibodi HLA melawan anaknya secara
paternal yang menerima antigen HLA.
Pemberian transfusi darah antara ibu multiparitas dan anak-anak mereka dapat menambah
resiko transfusi karena mempunyai peningkatan spesifisitas dari HLA antibodi-antigen
antara ibu dan anaknya.
NPE setelah transplantasi paru
Transplantasi paru telah menjadi terapi baik yang dikembangkan pada penyakit parenkim
paru dan vaskuler tahap akhir. Komplikasi dari transplantasi paru termasuk respon
reimplantasi, penolakan akut, efusi pleura, kelainan limfoproliferatif, bronkiolitis
obliterasi, infeksi, dan stenosis saluran nafas atau dehiscence.
Respon reimplantasi merupakan bentuk dari NPE yang mulai segera setelah operasi dan
berlanjut pada jangka waktu hari sampai minggu. Penolakan akut terjadi pada sebagian
besar resipien; suatu respon dramatis pada terapi steroid merupakan gambaran umum dari
diagnosis klinis. Imaging penting untuk membedaan berbagai macam komplikasi. Infeksi
merupakan penyebab utama dari morbiditas dan mortalitas paska transplantasi. (Gary,
1996).
NPE pada anak yang mengalami cedera yang disengaja
NPE pada anak dapat terjadi setelah cedera kepala, kejang berkepanjangan, obstruksi
jalan nafas akut, menelan atau menghirup obat toksik atau obat-obat kimia. Jarang NPE
berkaitan dengan kekerasan pada anak atau kesalahan terapi.

Frekuensi:
Di Amerika Serikat: Insidens dari NPE sulit dihitung, karena merupakan sindrom klinis
terkait dengan kondisi yang luas. Namun demikian banyak kasus sembuh setelah
perawatan rumah sakit. Rata-rata tersebar di seluruh dunia diduga 70 kasus per 100.000
populasi
Insidensi dari edema paru terkait dengan obstruksi jalan nafas yang diperkirakan
mencapai 12% dan 11%, masing-masing, pada anak dan dewasa yang mendapat
intervensi jalan nafas aktif (intubasi atau trakeostomi) untuk obstruksi saluran nafas akut
pada bermacam-macam sebab. Tenggelam merupakan penyebab ketiga tertinggi
penyebab meninggal mendadak pada anak-anak, hal ini terkait dengan NPE.
Edema paru akut sering ditemukan setelah transplantasi paru (57%).
Secara internasional: Tidak ada data yang dapat memperkirakan insidens variasi NPE
dari apa yang terjadi di Amerika.
Morbiditas/Mortalitas: Edema paru merupakan komplikasi serius dari gagal jantung
dan kerusakan ginjal. Edema paru nonkardiogenik dapat menyebabkan juga resiko serius
meskipun morbiditas dan mortalitas tergantung dari penyebabnya. Prognosis pasien
ditentukan oleh lamanya problem neurologis yang mendasari seperti faktor lainnya,
diantaranya usia dan faktor patologis yang mendukung kesakitan.
Rata-rata mortalitas terkait dengan ARDS diperkirakan sekitar 40-60% tergantung
penelitian tahunan
Umur: Tidak ada data epidemiologik spesifik terkait NPE yang tersedia langsung.
Distribusi tergantung pada patologi yang mendasari yang menyebabkan edema paru.
Rincian Klinis:
Gambaran klinis dari NPE
Karakteristik gambaran NPE adalah dispneu, hipoksemia dan infiltrat paru pada
gambaran radiologis berkembang dalam beberapa jam dari kejadian neurologis.
Apapun penyebabnya, edema paru tergantung fungsi normal ventilator paru. Pasien
dengan kesulitan bernafas, mereka mengalami kesulitan jika tidur berbaring, dan mereka
mengalami takipneu dan berbagai tingkat takikardi. Karakteristik gambaran utama, pada
auskultasi adalah ronki kasar, terutama pada basal paru. Pada edema paru berat,
penumpukan cairan pada cabang bronkus memberikan peningkatan suara ronki sehingga
terdengar lebih keras, disamping pasien. Edema paru sering mengalami komplikasi
pneumonia hipostatik
Gambaran edema paru pada daerah tinggi
Kobayashi dkk memeriksa 27 pasien secara berturut-turut pada edema paru daerah tinggi.
Ketinggiannya dimulai dari 2680-3190 m di atas permukaan laut. Gejala-gejalanya
meliputi dispneu, batuk, dan mengorok. Pemeriksaan fisik meliputi sianosis, takikardi,
ronki. Didapatkan kelainan neurologi pada 17 pasien termasuk sakit kepala, muntah,
kelainan memori, kesadaran berkabut, atau koma.
Gambaran foto toraks didapatkan bercak infiltrat pada lapangan paru, sering berbentuk
asimetris dan terdapat pembesaran dari ventrikel kanan.Studi hemodinamik melalui

kateterisasi jantung kanan memperlihatkan bahwa edema paru pada daerah tinggi
merupakan edema paru nonkardiogenik.
Pada 2 pasien, cairan edema paru yang tekumpul pada ET mempunyai kadar protein
tinggi. CT scan kepala memperlihatkan penyempitan ventrikel dan sisterna, tidak
tampaknya sulkus-sulkus dan hipoatenuasi difus dari serebrum, indikasi edema serebri
pada 8 dari 9 kasus. Perdarahan retina dan papil edema ditemukan pada 5 pasien.
Diagnosa banding
Diagnosa banding dari NPE termasuk ARDS, edema paru kardiogenik, pneumonia
bakterial, dan aspirasi pneumonia. Kondisi terakhir ini merupakan satu dari diagnosa
banding utama dari NPE, seperti juga terjadi pada gangguan kesadaran. NPE biasanya
berkembang lebih cepat dibandingkan pneumonia aspirasi. Demam berkaitan dengan
NPE jarang terjadi tetapi mungkin bersamaan dengan penyakit neurologis yang
mendasari NPE. Umumnya, aspirasi pneumonia membaik 1-2 minggu, dimana NPE
membaik dengan cepat (dalam jam sampai beberapa hari).
Pemeriksaan yang lebih disukai
Banyak pasien dengan NPE tampak sakit serius dan tak dapat beraktifitas. Pemeriksaan
foto toraks siap dan tersedia secara universal, dan mempunyai keuntungan lebih mudah
dibawa, foto toraks merupakan pilihan pemeriksaan.
Pada hubungannya dengan temuan klinis, gambaran radiologis umumnya cukup untuk
mendiagnosis NPE.
Keterbatasan teknik
Spesifisitas foto toraks, khususnya antero posterior, rendah dan ini tidak memungkinkan
untuk dapat membedakan macam-macam penyebab dari bayangan parenkim paru hanya
dengan pemeriksaan radiologis saja. Banyak pasien dengan NPE pada umumnya
mengalami sakit secara menyeluruh dan mempunyai problem transportasi pada CT dan
MRI. Lebih lagi, sebagian pasien mungkin tidak dapat tidur, sedasi mungkin dibutuhkan
untuk mendapatkan gambaran sehingga tak menimbulkan artefak dari gerakan.
Diagnosis Banding
Pneumonia Aspirasi
Pneumonia Bakterial Atipikal
Pneumonia Bakteria Tipikal
Beberapa masalah untuk dipertimbangkan
ARDS
Edema paru kardiogenik
Pneumonia bakterial
Pneumonia aspirasi
X Foto
Temuan:
Jantung biasanya membesar pada edema paru kardiogenik, tetapi mungkin normal pada
kerusakan paru dan NPE. Namun demikian, jantung mungkin juga normal pada edema

paru kardiogenik setelah infak miokard akut. Gambaran plethora pembuluh darah paru
sering terjadi pada pembuluh darah lobus atas paru pada kasus kardiogenik; pembuluh
darah dari lobus atas paru sebanding dengan cephalisasi kelebihan cairan tetapi normal
pada kerusakan paru. Efusi pleura dapat terlihat karena tiga penyebab. Garis septum
mengindikasikan edema paru intersisial yang lebih sering terjadi dengan penyebab
kardiogenik dari pada penyebab lainnya.
Infiltrat edema paru kardiogenik biasanya difus dan air bronchograms jarang. Infiltrat
pada edema paru karena ginjal dapat dideskripsikan secara klasik seperti gambaran bat
wing, dimana terjadi pada kerusakan paru cenderung pada daerah perifer. Meskipun
infiltrat perifer cukup spesifik untuk kerusakan paru, sesuai dengan variasi difus seperti
yang terlihat pada kerusakan paru. Adanya air bronchogram merupakan keadaan spesifik
untuk kerusakan paru.
Satu dari tiga pola yang terlihat adalah gambaran dada normal, edema paru perihiler
bialteral atau edema paru generalisata. Tanda awal dari edema paru (edema interstitial)
adalah garis septal (garis Kerley B), atau garis horisontal yang terlihat pada daerah lateral
bawah, yang tebalnya 1mm, panjangnya 10 mm dan berasal dari permukaan pleura; tidak
seperti pembuluh darah yang mencapai tepi paru. Seperti perkembangan edema, edema
alveolar tampak sebagai pola kupu-kupu dengan karakteristik bayangan sentral
predominan dengan daerah lobus perifer yang bersih.
Gambaran lain yang mungkin terlihat adalh pembesaran jantung, dalam kasus gagal
jantung. Stadium awal ARDS tampak seperti edema paru kardiogenik.
Walaupun demikian ARDS menjadi berkembang dan terlihat sama setelah 24-48 jam
setelah onset dari takipneu, dispneu, dan hipoksia. Gambaran yang membantu
membedakan edema paru kardiogenik dari NPE dan dari eksudat yang luas, seperti
pneumonia, adalah kecepatan muncul dan hilangnya edema. Perbaikan substansi dalam
24 jam merupakan diagnostik dari edema paru kardiogenik.
NPE dikenal sebagai komplikasi dari transplantasi paru. Herman dkk memaparkan
gambaran radiologi paru post operasi dan gambaran post CT pada 13 pasien yang
mendapat transplantasi paru bilateral. X foto toraks portable dilakukan setiap hari dalam
10 hari, foto posteroanterior posisi tegak setiap hari dalam 10 hari dan kemudian jika
secara klinis dibutuhkan. CT scan dilakukan jika dicurigai adanya komplikasi.
Respon reimplantasi (NPE karena iskemia, trauma, denervasi, dan putusnya limfatik)
terjadi pada 12 pasien dan biasanya terdiri dari konsolidasi basal dan perihiler bilateral.12
episode penolakan akut dan gambaran klinis yang tidak tepat, terdapat pada 10 pasien.
Perubahan gambaran radiologi terdiri dari kedua basal (n=2) dan lapangan tengah dan
bawah paru kanan(n=2) atau konsolidasi basal kiri (n=1); tidak ditemukan perubahan
pada 7 episode. Gambaran resolusi pada foto terjadi pada 4 kasus setelah injeksi steroid
intravena.
Gambaran foto toraks berhubungan dengan respon reimplantasi dan penolakan tidak
spesifik dan tampak seperti kelebihan cairan dan infeksi. Bronchial dehiscence dan atau
pembentukan striktur terjadi pada 7 pasien. Umumnya foto toraks tidak akurat dan CT
akurat dalam penanganan komplikasi ini. Penulis menemukan gambaran foto toraks
membantu, tetapi tidak dapat membedakan masalah setelah transplantasi paru bilateral.
CT cukup baik untuk menggambarkan masalah jalan nafas.

Tingkat kepercayaan
Foto toraks konvensional tersedia universal. Penyebab edema paru dapat ditentukan
dengan tingkat akurasi yang tinggi dengan cara lebih perhatian untuk gambaran foto
tertentu.
Milne dkk melakukan studi observasi independen 2 populasi untuk 216 foto toraks pada
61 pasien yang sakit jantung, 30 dengan gagal ginjal atau kelebihan cairan, dan 28
dengan edema permeabilitas kapiler. Mereka mengidentifikasi 3 gambaran utama, dan 7
gambaran tambahan, yang kesemuanya signifikan secara statistik dan memungkinkan
batasan yang tepat sebagai penyebab edema paru dengan presentasi tinggi.
Tiga gambaran utama: distribusi dari aliran paru, distribusi dari edema paru dan lebarnya
pedikel vaskuler. Gambaran tambahan seperti volume darah paru, peribronkial cuffing,
garis septum, efusi pleura, air bronchogram, volume paru, dan ukuran jantung.
Membedakan gambaran yang terjadi, masing-masing mempunyai karakteristik spesifik
dari edema. Keseluruhan akurasi diagnosis pada studi tersebut rata-rata 86-89%. Akurasi
tertinggi ditemukan untuk membedakan edema permeabilitas kapiler dari variasi lainnya
(91%), dan yang terendah untuk membedakan gagal jantung dari gagal ginjal (81%)
Positif palsu / negatif palsu
Liebman dkk menaksir kegunaan dari foto toraks portable pada sejumlah hubungan
fisiologik dan derajat beratnya NPE. Sepuluh dari sebelas pasien mendapat gagal nafas
akut. Penatalaksanaan radiografidari sejumlah edema paru dan beratnya gagal ventrikel
kiri dibanding dengan fraksi hubungan fisiologis, pengukur cairan paru, tekanan arteri
pulmonal. Skor radiografi gambaran edema tak dapat memprediksi fraksi hubungan atau
pengukuran cairan paru. Skor gambaran gagal jantung kongestif berhubungkan dengan
tekanan tetapi tidak cukup baik untuk kebutuhan klinis
Kurang lebih 5% dari foto toraks merupakan kesalahan positif dan 11 merupakan
kesalahan negatif. Temuan radiologis tampak belakangan setelah terjadi kelainan
fisiologik. Oleh karena itu temuan radiologik mempunyai nilai prediksi untuk hari
sebelumnya. Hasilnya mereka menandakan bahwa temuan radiologis foto toraks portabel
sulit diterima untuk cukup bermanfaat untuk mendiagnosis gagal jantung kongestif
sebagai penyebab edema paru.
CT scan
Temuan CT jarang dipergunakan untuk pengelolaan NPE dan ARDS sebagian besar
karena problem tansport dan pemantauan dari beratnya sakit pasien
Temuan CT pada NPE sama dengan ARDS. CT dengan resolusi tinggi (HRCT)
memperlihatkan penyebaran konsolidasi pada ruang udara, dengan distribusi utama pada
daerah paru yang terkena. Pola retikuler dengan garis anterior, merupakan temuan yang
sering pada CT dengan ARDS yang terus menerus dan berkaitan erat dengan durasi dari
kontrol tekanan berbanding terbalik dengan rasio ventilasi.
Tagliabue dkk melaporkan temuan dari 74 pasien dengan ARDS yang dilakukan CT
toraks. Opasitas paru bilateral pada hampir seluruh pasien dan tergantung pada banyak
kasus (86%). Opasitasnya ada yang berupa bercak (42%), homogen (23%), groundglass
(8%) atau campuran (27%). Prevalensi opasitas pada regio basal (68%) dibanding dengan
hilus dan apikal. Air bronchogram sering terlihat pada area konsolidasi (89%).

Sebaliknya pada laporan sebelumnya efusi pleura sering ditemukan (50%) yang tidak
dapat memperburuk prognosis pasien. Sering pneumotoraks terlokalisasi (32%) terdapat
pada anteromedial. Posisi tube torakostomi yang tak efektif dapat dideteksi dengan CT
pada 13 dari 20 pasien. Kista udara paru (30%), selalu multipel, dan sering bilateral, yang
berhubungan dengan rata-rata kematian (56%) lebih tinggi dari pada seluruh grup studi
(35%). Dibandingkan dengan foto toraks, CT sering memberi tambahan informasi (66%)
dengan pengaruh langsung pada terapi pasien (22 kasus).
Gathinoni dkk memeriksa 10 pasien dengan ARDS menyeluruh yang memakai ventilasi
mekanik dengan tekanan positif pada akhir ekspirasi (PEPP) dan yang dilakukan CT
dada. Tujuh subjek sehat juga dilakukan studi. Tiga level tomografi (apeks, hilus, dan
basal) dilakukan. Temuan morfologi yang paling konsisten pada ARDS berkurang di
regio tertentu dari paru. Diasumsikan bahwa tiga level temuan merupakan contoh yang
mewakili dari seluruh paru, penulis memperhitungkan berat paru dari rata-rata angka CT
dan volume gas paru. Analisis dari distribusi frekuensi CT terbagi 3 pola distribusi
tertentu: tipe 1 bimodal, dengan 1 mode rata-rata normal pada angka CT yang normal;
tipe 2, unimodal dengan distribusi yang sempit, dengan mode angka CT pada range
cairan; dan tipe 3 unimodal dengan distribusi luas pada abnormal angka CT.
Stark dkk mendeskripsikan gambaran CT dari 28 pasien dengan ARDS. Konsolidasi luas
paru, termasuk bercak multifokal dan lesi pada lobus maupun segmen yang diteliti. Kista
paru luas dan kista kecil memperlihatkan gambaran keju Swiss dari parenkim paru yang
diperiksa. Temuan-temuan ini tidak selalu ada pada foto toraks. Keseluruhan rata-rata
kematian pasien adalah 72,7% (22 dari 28). Pasien dengan kista paru mempunyai
kecenderungan angka kematian yang meningkat (87,5%, 13 dari 16). Temuan yang tak
diharapkan adalah abses paru basal dan emfisema. Pada 15 pasien CT scan memberikan
informasi tambahan yang tak nyata pada foto toraks dan menunjukkan perubahan dengan
perawatan pada 5 pasien.
Tingkat kepercayaan: Diagnosis dari NPE sering bergantung pada klinis dan temuan
radiologis konvensional. CT jarang digunakan pada NPE.
Positif palsu / negatif palsu: CT sering tidak membantu menentukan macam-macam
penyebab dari NPE. Edema paru kardiogenik dapat juga memberikan gambaran yang
sama.
MRI
Temuan: MRI bukan merupakan jalur diagnosis edema paru
USG
Temuan: Pada umumnya USG merupakan jalur terbatas pada diagnosis NPE. Namun
demikian USG sangat berguna dalam mengkarakterisasikan efusi pleura.
Ekokardiografi juga memainkan peranan dalam membedakan kardiogenik PE dari NPE
Kedokteran Nuklir
Temuan:
Gallium Ga 67 scan

Raijmakers dkk mempelajari kegunaan dari noninvasif, metode dual radionuklida


(sirkulasi 67Ga dan technetium Tc99m-dilabel RBCs) untuk mengukur permeabilitas
mikrovaskuler paru pada usaha untuk membedakan edema paru pada ARDS dan edema
paru hidrostatik. Pasien dengan insufisiensi nafas dan edema paru alveolar bilateral,
seperti terlihat pada foto toraks. Semua pasien kecuali 1 orang menggunakan ventilasi
mekanik.
Indeks kebocoran paru dihitung menggunakan 2 radionuklida. Dengan definisi
bermacam-macam, sensitivitas dari indeks kebocoran paru supranormal untuk ARDS
100% , dan variasi spesifisitas antara 46% dan 75%. Pada karakteristik kurva mesin
penerima, indeks kebocoran paru tampak terbaik ketika ARDS dan edema paru hidrostatik
didasarkan hanya pada faktor resiko. Indeks ini lebih baik dari pada pengukuran
hemodinamik dan ini dibentuk seperti variabel ventilator dalam membedakan tipe edema
jika didasarkan pada definisi hemodinamik dan variabel ventilator. Penyelidik
menyimpulkan bahwa indeks kebocoran paru 67 Ga sangat berguna untuk membedakan
ARDS dengan edema paru hidrostatik
Fluorodeoksiglukose Positron Emission Tomografi
Chen & Schuster mengukur uptake glukosa netrofil dengan positron emission tomografi
(PET) dan fluorodeoxyglucose (FDG) pada anjing teranestesi setelah induksi asam oleic
intravena yang menyebabkan cedera paru akut (n=6) atau setelah endotoksin intravena
dosis rendah (yang dikenal mengaktivasi netrofil aktif tanpa menyebabkan cedera paru)
diikuti dengan asam oleic (n=7). Penulis menyimpulkan FDG PET bahwa rata-rata
ambilan FDG pada paru karena kerusakan paru menunjukkan aktivasi netrofil paru dapat
menggambarkan sekuestrasi paru dari aktivasi netrofil, disamping tidak adanya netrofil
alveolar. Namun demikian, FDG PET mungkin bermanfaat untuk pemeriksaan kinetik
netrofil kerusakan paru yang induksi asam oleic.
Iodine I 123 metaiodobenzylguanidine scanning
Hasil 123 I metaiodobenzylguanidine (MIBG) dapat dipercaya sebagai indikator fungsi sel
endothelial paru. Koizumi dkk mempelajari secara serial pengelolaan skintigrafi 123 I
MIBG uptake paru pada pasien dengan edema paru pada daerah ketinggian. Evaluasi
awal dilakukan 7 hari setelah pasien masuk. Rasio dari pengambilan 123I MIBG dari paru
sampai mediastinum atas adalah 1,33 untuk paru kanan dan 1,12 untuk paru kiri.
Pemeriksaan kedua, 2 bulan kemudian, menunjukkan rasio dari paru kanan 1,39 dan paru
kiri 1,33. Peneliti memperkirakan bahwa penurunan uptake pada awal tahap pemulihan
mungkin menunjukkan kerusakan fungsi metabolik sel endothelial paru pada
perkembangan edema paru karena ketinggian.
Intervensi
Intervensi: Kateterisasi arteri pulmonalis lebih akurat dari pada pengelolaan klinik saja
pada pasien kritis untuk membedakan penyebab dari syok (hipovolemik, kardiogenik,
atau septik) atau untuk pengelolaan sebab dari edema paru berat (kardiogenik atau
nonkardiogenik)
Perbaikan kemampuan untuk membedakan penyebab spesifik dari adanya kasus edema
paru membantu terapi lebih cepat dan terarah. Tekanan dan pengukuran cardiac output

diukur dari kateter Swan-ganz yang membantu dalam membuat perbedaan, tetapi
prosedurnya invasif, mahal, berhubungan dengan komplikasi, dan seringkali tidak akurat.
Kesalahan Medis/Hukum
Diagnosis NPE mungkin sulit karena secara klinis dan gambaran radiologis mungkin tak
spesifik
NPE seharusnya diduga pada penampakan klinik (seperti kelainan neurologis, kelainan
yang berhubungan dengan tempat tinggi)
Ini seharusnya ditanamkan dalam pikiran bahwa karakteristik gambaran NPE adalah
dispneu, hipoksemia, dan infiltrat paru pada gambaran radiologi yang berkembang pada
beberapa jam pada kelainan neurologis.

You might also like