You are on page 1of 26

TUGAS MAKALAH ILMU KESEHATAN

MASYARAKAT
ANALISIS KESEHATAN MASYARAKAT PADA DAERAH PESISIR
PANTAI PARANGTRITIS

Dosen: Dra. Rr. Sulistyaningsih, M.Kes., Apt


Disusun oleh :
KELOMPOK 6
R. Nadya Herliani Putri 260112160016
Salsabila Nusanto R 260112160036
Yola Irenka 260112160050
Tita Diarni 260112160054
Wildan Andiana 260112160110
Poppy Drei Yolanda 260112160112

PROGRAM PROFESI APOTEKER

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2016
KATA PENGANTAR
0

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya serta
shalawat dan salam selalu tercurah kepada junjungan Nabi Muhammad SAW
karena dengan segala rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan
makalah ini. Makalah ini berisi materi uraian tentang analisis kesehatan
masyarakat daerah pesisir pantai parangtritis disusun untuk memenuhi tugas mata
kuliah Ilmu Kesehatan Masyarakat pada program studi Profesi Apoteker.
Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh
karena itu penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. Allah SWT atas ijin-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah
ini.
2. Ibu

Dra. Rr. Sulistyaningsih, M.Kes., Apt selaku dosen pengampuh mata

kuliah Ilmu Kesehatan Masyarakat.


3. Teman-teman profesi apoteker Universitas Padjadjaran Tahun 2016
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak terutama bagi
perkembangan ilmu pengetahuan khususnya bidang Farmasi. Akhir kata, penulis
mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk makalah ini.

Jatinangor, September 2016

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ................................................................................ ii
DAFTAR ISI............................................................................................... iii
DAFTAR TABEL....................................................................................... v
BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang.................................................................... 1

1.2

Rumusan Masalah............................................................... 2

1.3

Tujuan................................................................................. 2

1.4

Manfaat............................................................................... 2

BAB II ISI
2.1

Analisis Situasi.................................................................... 3

2.2

Kondisi Fisik ...................................................................... 4


2.2.1 Fisiografi.................................................................... 4
2.2.2 Iklim........................................................................... 4
2.2.3 Kondisi Lingkungan................................................... 5
2.2.4 Fasilitas Penunjang.................................................... 6

2.3

Demografi Penduduk.......................................................... 6

2.4

Potensi dan Sumber Daya................................................... 7

2.5

Tipe Penyakit dan Gaya Hidup........................................... 8

2.6

Penyakit yang Terjadi.......................................................... 9

2.7

Kebiasaan Penduduk........................................................... 12

2.8

Penanggulangan Penyakit................................................... 12

BAB III PEMBAHASAN ANALISIS SITUASI KESEHATAN


MASYARAKAT........................................................................... 13
3.1

Penyusunan Rencana..........................................................

3.2

Penyusunan Program..........................................................

3.3

Pelaksanaan Rencana..........................................................

3.4

Pengawasan atas Pelaksanaan.............................................

3.5

Evaluasi...............................................................................

BAB IV SIMPULAN ................................................................................


DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN................................................................................................

DAFTAR TABEL

Tabel
2.1

2.2

Halaman
Jumlah
Penduduk
Menurut
Mata
Pencaharian
.......................................................................................................
.......................................................................................................
7
Prevalensi jenis penyakit di Kecamatan Kretek pada tahun 20132015........................................
.......................................................................................................
.......................................................................................................
10
BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Pantai Parangtritis merupakan objek wisata yang terletak 27 km selatan

Kota

Yogyakarta

dan

mudah dicapai

dengan transportasi umum maupun

kendaraan pribadi. Pantai Parangtritis sangat lekat dengan legenda Ratu Kidul.
Banyak orang Jawa percaya bahwa Pantai Parangtritis adalah gerbang kerajaan
gaib Ratu Kidul yang menguasai laut selatan. Hal

ini

menjadi daya tarik

tersendiri bagi para pengunjung pantai Parangtritis. Parang tritis berlokasi di


Kabupaten Bantul tepatnya di Kecamatan Kretek. Jumlah kunjungan wisatawan
ke Bantul selama 2008 berhasil melampaui target. Dinas Pariwisata setempat
mencatat selama satu tahun ada 1,3 juta wisatawan yang datang. Padahal 2007
lalu tercatat sebanyak 1 juta wisatawan. (Dinas Pariwisata Kab. Bantul, 2008)
Banyaknya para pengunjung yang datang ke pantai parangtritis, ternyata
berpengaruh pula terhadap kondisi lingkungan didaerah pantai parangtritis. Secara

umum, Wilayah pesisir pantai dalam hal sanitasi lingkungan masih belum
dilakukan secara maksimal. Permasalahan yang biasanya terjadi di daerah pesisir
pantai yaitu kurangnya pasokan air bersih. Masyarakat di daerah pesisir pantai
biasanya menggunakan air laut untuk makan, minum, ataupun mencuci.
Pengelolaan sampah di daerah pesisir pantai juga sepertinya masih belum baik.
Pembuangan sampah ke pantai oleh masyarakat pesisir dan pengunjung masih
banyak terlihat, sehingga dapat katakan bahwa perilaku kesahatan masyarakat
pesisir dan pengunjung masih rendah. Hal-hal tersebut apabila dibiarkan terus
menerus maka dapat menimbulkan suatu penyakit di daerah tersebut. Salah
satunya yaitu terjadinya penyakit diare. Pada tahun 2014-2015, penyakit diare
merupakan prevalensi penyakit yang paling tinggi di daerah tersebut. Kesehatan
lingkungan sangat berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat. Pengelolaan
kualitas lingkungan perlu diupayakan dengan seksama dan perlu dilakukan
penganganan agar kasus penyakit diare tidak terjadi lagi dan kualitas hidup
masyarakat di Kecamatan Kretek, khususnya masyarakat daerah pesisir
parangtritis akan semakin meningkat (BPS, 2016; Slamet, 2002).
1.2

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan diatas, masalah yang dapat

diidentifikasi adalah sebagai berikut:


1. Bagaimana kondisi demografi daerah pesisir pantai parangtritis?
2. Bagaimana analisis situasi kebiasaan penduduk di daerah pesisir pantai
parangtritis terkait kesehatan khususnya pada penyakit diare ?
3. Apa penyelesaian serta upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
kualitas hidup dari penduduk daerah pesisir pantai parangtritis ?
1.3

Tujuan
1. Mengetahui

kondisi

parangtritis.
2. Memahami kebiasaan

demografi
penduduk

penduduk

daerah

pesisir

pantai

disekitar

daerah

pesisir

pantai

parangtritis terkait kesehatan khususnya pada penyakit diare.


3. Memberikan solusi dan tindakan yang tepat untuk
permasalahan kesehatan di daerah pesisir pantai parangtritis.

mengatasi

1.4

Manfaat
Kajian dalam makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi

tambahan tentang analisis kesehatan pada daerah pesisir pantai parangtritis


Sehingga dapat dijadikan data tambahan ataupun solusi dalam meningkatkan
kualitas hidup masyarakat sekitar pesisir pantai parangtritis
BAB II
ISI
2.1

Analisa Situasi
Pantai dan pesisir merupakan dua kata yang memiliki pengertian yang

berbeda. Banyak istilah pantai yang digunakan dalam berbagai tulisan seperti
coast, beach, shore dan lain-lain (Ayuningtyas, 2008). Pantai adalah perbatasan
daratan dengan laut atau massa air lainnya dan bagian yang dapat pengaruh dari
air tersebut (Depdikbud, 1996). Menurut Bird (1984), pantai didefinisikan sebagai
shore, beach, dan coast. Shore adalah suatu daerah yang meluas dari titik terendah
air laut pada saat surut hingga batas tertinggi atau efektif yang dapat dicapai
gelombang (Bird, 1984). Sedangkan menurut Englen (1949), pantai adalah
wilayah yang langsung berhubungan antara daratan atau wilayah pertemuan
daratan dan lautan.
Pantai Parangtritis merupakan salah satu tempat wisata yang terletak di
kota Yogyakarta. Pantai Parangtritis menjadi temapat wisata yang terkenal dan
ramai dikunjungi wisatawan terutama keluarga untuk menikmati pemandangannya
yang indah. Tidak hanya pemandangannya, wisatawan dapat menikmati sarana
permainan seperti All-terrain Vehicle), kereta kuda, dan lain-lain (Yogyes, 2011).
Parangtritis yaitu pantai yang memiliki ombak yang besar dan terdapat gununggunung pasir disekitar kawasan pantai tersebut yang disebut dengan gumuk. Pada
musim kemarau angin biasanya akan bertiup lebih cepat dan ombak akan bisa
mencapai ketinggian 2 3 meter. Karena ombaknya yang besar maka pengunjung
Pantai Parangtritis dilarang untuk berenang di seputaran pantai, untuk itu sudah

disediakan fasilitas pemandian umum yang bisa digunakan untuk para pengunjung
yang ingin berenang dengan aman dan nyaman.

2.2

Kondisi Fisik
Pantai Parangtritis terletak di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa

Yogyakarta (DIY). Wilayah Kabupaten Bantul terletak antara 110 1234 sampai
8 0027 Lintang Selatan. Kabupaten Bantul ini terdiri dari 17 Kecamatan yaitu
Kecamatan Srandakan, Sanden, Kretek, Pundong, Bambanglipuro, Pandak,
Bantul, Jetis, Imogiri, Dlingo, Pleret, Piyungan, Banguntapan, Sewon, Kasihan,
Pajangan dan Sedayu. Pantai Parantritis sendiri terletak di Kecamatan Kretek,
Desa Parangtritis (BPS Kabupaten Bantul, 2016).
2.2.1

Fisiografi

Satuan fisiografi di wilayah Pantai Parangtritis secara garis besar termasuk


dalam Zona Selatan Jawa. Wilayah Zona Selatan merupakan plato dan didominasi
oleh tebing-tebing patahan. Pada zona ini terdapat suatu bentukan alam berupa
lereng curam atau tebing panjang akibat erosi atau patahan yang memisahkan dua
tingkat daerah yang relatif dari elevasi yang berbeda disebut escarpment
(Pannekoek, 1949). Desa Parangtritis cenderung datar dengan kemiringan antara
0-8% pada sisi utara, barat, dan selatan. Sedangkan pada sisi timur sebadian
wilayahnya memiliki kemiringan lereng 8% (BPS Kabupaten Bantul, 2016).
2.2.2

Iklim

Berdasarkan data Dinas Sumber Daya Air, Kabupaten Bantul memiliki


curah hujan tinggi pada April 2015 dengan jumlah hari hujan yaitu 20 hari (BPS
Kabupaten Bantul, 2016). Data curah hujan bulanan selama 25 tahun
memperlihatkan temperatur rata-rata pantai parangtritis berkisar antara 25,62C
26,99C. Wilayah pantai parangtritis termasuk iklim hujan tropika basah kering
dengan karakteristik jumlah hujan pada bulan basah tidat dapat mengimbangu
kekurangan hujan pada bulan kering (Puspitasari, 2011).

Di pantai parangtritis ini ditemukan gumuk pasir yang biasanya hanya


ditemukan di wilayah yang beriklim gurun. Iklim tropis di wilayah Pulau Jawa
membuat jumlah curah hujan besar dan temepratur yang tinggi. Temperatur yang
tinggi menyebabkan penguapan terutama di daerah pantai (Puspitasari, 2011).
2.2.3

Kondisi lingkungan

Pantai Parangtritis merupakan pantai yang memiliki gumuk pasir atau


gunung-gunung pasir disekitar kawasan pantainya. Gumuk pasir yang ada di
Parangtritis telah terbentuk dari ribuan tahun yang lalu. Material pasir tersebut
berasal dari batu-batu hasil letusan Gunung Merapi di Yogyakarta sebelah utara.
Gumuk pasir ini terhampar luas di pantai Parangtritis hingga Parangkusumo
(Puspitasari, 2011). Namun pada tahun 2015, terdapat sebuah kawasan gumuk
pasir yang dimanfaatkan untuk pembukaan tambak udang. Kawasan ini
dieksploitasi untuk tambak udang yang dapat menyebabkan pencemaran air tanah.
Pembukaan tambak tersebut dikhawatirkan akan menyebabkan intrusi air laut atau
air asin ke kawasan pesisir dan dapat mencemari air tanah atau air tawar yang
dikonsumsi manusia (Suryani, 2015).
Selain pencemaran air tanah, kawasan pantai yang menjadi objek wisata
ini juga seringkali mengalami permasalahan kebersihan atau sampah. Penyebab
masalah kebersihan ini antara lain pengaruh alam dan manusia. Hujan yang terjadi
menyebabkan kotoran atau sampah dari wilayah utara terbawa arus sungai ke
muara sehingga kawasan pantai menjadi kotor. Sarana, prasaran, dan sumber daya
manusia yang terbatas juga menjadi faktor yang menyababkan permasalahan
kebersihan. Selain itu, wisatawan yang membuang sampah atau sisa makanan dan
minuman sembarangan menjadi salah satu faktor masalah kebersihan (Suryanto,
2014).
Pantai Parangtritis merupakan tempat wisata keluarga saat berlibur
sehingga wisatawan terbanyak terdapat pada hari libur seperti libur tahun baru.
Volume sampah pada hari-hari libur pun meningkat hingga beberapa kali lipat
dibandingkan hari biasa. Pada libur tahun baru 2016, terdapat enam truk untuk
mengangkut sampah. Sedangkan pada hari biasa, petugas kebersihan hanya

mengangkut sampah dengan satu truk dalam dua hari sekali. Mayoritas sampah
yang ada yaitu sampah plastik, botol minuman kemasan, dan kertas koran
(Supriyanto, 2016). Selama hari libur, sampah yang terkumpul dapat mencapai 25
ton lebih yang terdiri dari sampah basah dan sampah kering (Firdha dan Wahyu,
2016).
2.2.4

Fasilitas penunjang

Sebagai tempat wisata atau tempat umum, Pantai Parangtritis memiliki


fasilitas penunjang kebersihan. Tempat sampah dan petugas kebersihan telah
disediakaan oleh pemerintah setempat. Pemerintah Bantul memiliki 51 petugas
kebersihan di sepanjang 13 kilometer yang dominan pengunjungnya (Suryanto,
2014). Pada Januari 2016, Kepala Dinas Keudayaan dan Pariwisata Bantul
mengerahkan 100 petugas kebersihan (Supriyanto, 2016).
Untuk fasilitas penunjang kesehatan, Kecamatan Kretek memiliki 1
puskesmas dan 53 posyandu. Namun di kecamatan ini belum terdapat rumah sakit
umum, rumah bersalain, dan balai pengobatan. Rumah sakit umum negeri terdapat
di Kecamatan Bantul dan Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul. Rumah
sakit umum swasta terdapat di Kecamatan Kecamatan Bambanglipuro, Bantul,
Jetis, Pleret, Piyungan, Banguntapan, Sewon, dan Kasihan, Kabupaten Bantul.
Untuk tenaga kesehatan yang terdapat di puskesmas Kecamatan Kretek, terdapat 5
orang medis, 21 orang perawat, 1 orang farmasis, 1 orang ahli gizi, 3 orang teknisi
medis, dan 2 orang ahli kesehatan lingkungan. Selain itu terdapat 3 orang dokter
spesialis, 2 orang dokter umum, dan 5 orang dokter gigi. Namun di kecamatan ini
belum memiliki apoteker dan asisten apoteker (BPS Kabupaten Bantul, 2016).
2.3 Demografi Penduduk
Jenis Mata pencaharian penduduk di daerah pantai Parangtritis bermacammacam dengan akumulasi terbanyak di sektor pertanian (Tabel 2.1). Tingkat
pendidikan desa cukup baik. Hal ini tampak dari jumlah penduduk yang bermata
pencaharian sebagai ABRI sebanyak 56 orang dan Pegawai Negri Sipil sebanyak
270 orang pada tahun 2001.

Tabel 2.1 Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian


Jenis

Mata Desa

Parangtritis Desa

Pencaharian
tahun 2001
PNS
270
ABRI
56
Nelayan
60
Buruh Tani
233
Penambang Pasir
20
Sumber : Dinas Sosial Kabupaten Bantul

Parangtritis Desa

tahun 2008
285
60
101
302
31

Parangtritis

tahun 2010
286
62
129
334
40

Pada tahun 1996, penduduk desa Parangtritis berjumlah 6729 orang


dengan kepadatan penduduk 567 orang, lalu pada tahun 2012 jumlah penduduk
desa Parangtritis

naik menjadi 7448 orang dengan kepadatan penduduk 627

orang. Sedangkan pada data terbaru di tahun 2015, jumlah penduduk di desa
Parangtritis naik menjadi 8307 orang dengan kepadatan penduduk sebesar 699
jiwa. Peningkatan jumlah penduduk ini tidak terlalu tinggi, namun walaupun
demikian tidak menutup kemungkina bertambahnya jumlah penduduk nantinya
akan mempersempit ruang untuk tinggal dan semakin menambah kepadatan
penduduk (Badan Pusat Statistik Kab. Bantul, 2016)
2.4 Potensi dan Sumber Daya
Daerah Parangtritis memiliki pantai dengan panorama alam yang merupakan
objek utama wisata didaerah tersebut. Akibatnya, terjadi perubahan penggunaan
tanah dan meiliki potensi dan komponen yang sangat banyak diantaranya sebagai
berikut :
1.
2.
3.
4.
5.

Pemandangan alam laut dan pantai yang indah


Bukit karst dan gumuk pasir di sekitar pantai
Kekayaan biologis yang beragam (flora-fauna)
Nilai historis/mitos dan sosial serta seni budaya masyarakat lokal
Trilogi roh, dengan tiga tempat petilasan sebagai kegiatan ritual

Daerah Parangtritis menjadi daerah dengan destinasi wisata favorit bagi para
wisatawan. Itu bisa dilihat dari jumlah wisatawan yang berkunjung ke daerah
pantai Parangtritis. Pada tahun 2014, jumlah wisatawan yang berkunjung
sebanyak 1.879.000 orang dengan pendapatan yang diperoleh sebesar Rp
8.318950.000,-. Lalu pada tahun 2015, jumlah wisatawan yang berkunjung naik
menjadi 1.979.870 orang dengan pendapatan yang diperoleh sebesar Rp
9.478.437.500,- (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kab. Bantul, 2015).
2.5 Tipe penyakit dan Gaya Hidup
Masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir memiliki karakteristik tertentu.
Menurut Kusnadi (2003) masyarakat di pesisir pantai secara umum bermata
pencaharian nelayan tradisional dengan penghasilan yang terbatas dan tergolong
kedalam keluarga miskin yang disebabkan oleh faktor alamiah, yaitu semata-mata
bergantung pada hasil tangkapan dan bersifat musiman, serta faktor non-alamiah
berupa keterbatasan teknologi alat penangkap ikan, sehingga berpengaruh
terhadap pendapatan keluarga.
Rendahnya pendapatan keluarga berdampak pada ketersediaan pangan
keluarga, penyediaan rumah tinggal yang layak, ketersediaan air bersih, serta
tingkat stress yang meningkat. Dari hal tersebut, dapat memicu adanya gangguan
pada kesehatan masyarakat yang akan menimbulkan berbagai penyakit
diantaranya, diare, penyakit kulit, penyakit akibat mikroba kurang gizi dan
hipertensi.
Diare menjadi salah satu penyakit yang banyak diderita oleh masyarakat
yang tinggal di pesisir pantai akibat adanya keterbatasan air bersih, serta pangan
yang dikonsumsi tidak higienis.

Menurut R. Azizah (2005) dalam penelitiannya menyatakan salah satu


faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit diare antara lain keadaan sanitasi
dasar rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan (sarana air bersih, pemilikan
jamban, saluran pembuangan air limbah dan sistem pengolahan sampah),
pemanfaatan dan pemeliharaan sarana kesehatan lingkungan yang kurang baik
serta perilaku hidup bersih dan sehat dari masyarakat yang kurang baik.
Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) menyatakan ada hubungan
antara kejadian diare dengan tingkat pengetahuan ibu, dimana semakin tinggi
pendidikan ibu maka semakin rendah angka kejadian diare. Salah satu kegiatan
yang dapat dilakukan yaitu upaya pengendalian penyakit berbasis lingkungan
dengan melakukan perbaikan lingkungan untuk memutus mata rantai menularan.
Fikri Arif Subakri (2014) dalam penelitiannya, mendapatkan hubungan yang
bermakna antara pengetahuan, perilaku sehat dan sanitasi lingkungan terhadap
kejadian diare akut di kelurahan Tlogopojok, Kabupaten Gresik . Bila dilihat dari
kondisi masyarakat di daerah pantai Parangtritis, maka bukan tidak mungkin
adanya keterkaitan dengan banyaknya kejadian diare yang terjadi ada didaerah
parangtritis
2.6 Penyakit yang terjadi
Status kesehatan penduduk memberikan gambaran mengenai kondisi
kesehatan penduduk, biasanya dengan melihat indikator angka kesakitan
(presentase

penduduk

yang

mengalami

gangguan

kesehatan

sehingga

mengganggu aktivitas sehari-harinya) (BPS, 2015). Angka kejadian penyakit


menular baik di dunia, Indonesia, maupun propinsi masih terbilang tinggi (WHO,
2011). Beberapa jenis penyakit menular seperti TB paru, DBD, dan diare memiliki
beberapa kemiripan faktor lingkungan fisik (ketinggian tempat dan curah hujan),
lingkungan sosial ekonomi (kategori keluarga, kepadatan penduduk, dan
kepadatan penghuni), dan pejamu (umur, jenis kelamin, dan perilaku) (Fitria,
2014). Berikut terdapat prevalensi jenis penyakit di kecamatan kretek pada tahun
2013-2015.

10

Tabel 2.2 Prevalensi jenis penyakit di Kecamatan Kretek pada tahun 2013-2015
Penyakit
TB Paru
Pneumonia
Balita
DBD
Diare

2013
5
7

2014
5
9

2015
7
10

19
479

9
75

18
67

Dari tabel 2.2 tersebut terdapat 4 jenis penyakit yang umum diderita oleh
masyarakat kecamatan Kretek, yaitu TB paru, pneumonia balita, DBD dan diare.
Prevalensi jenis penyakit yang paling rendah adalah penyakit TB paru. Penyakit
Tuberkulosis (Tb) paru merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh
bakteri Mycobacterium Tuberculosis. Penularan terjadi melalui udara, yaitu
percikan dahak penderita Tb paru (WHO, 2012). Penyakit Tb paru merupakan
salah satu penyakit kronik yang dapat melemahkan tubuh dan sangat menular
serta memerlukan diagnosis akurat, pemeriksaan mikroskopis, pengobatan
jangka panjang dengan keteraturan meminum obat anti Tb untuk mencapai
kesembuhan (Utomo, 2005). Parangtritis merupakan daerah pesisir sehingga
memiliki tingkat kelembaban udara yang tinggi sebaga akibat penguapan air.
Kondisi demikian dapat menjadi suhu yang optimum untuk pertumbuhan bakteri
Mycobacterium tuberculosis (Ayomi, 2012).
Kemudian penyakit lainnya adalah

pneumonia

balita.

Pneumonia

merupakan penyakit infeksi saluran pernapasan akut, dimana terjadi peradangan


pada jaringan paru-paru yang disebabkan oleh mikroorganisme seperti virus,
jamur, bakteri, iradiasi atau karena menghirup partikel asing (Rogers, 2011).
Pneumonia di Indonesia merupakan salah satu penyakit yang paling banyak
diderita. Berdasarkan hasil Riskesdas (2013), pneumonia menduduki tempat
kedua sebagai penyebab kematian pada bayi dan balita setelah diare (Kemenkes
RI, 2013).

11

Penyakit dengan prevalensi terbanyak kedua di Kecamatan Kretek adalah


DBD (Demam Berdarah Dengue). Penyakit DBD merupakan salah satu penyakit
menular yang disebabkan oleh virus dengue dengan penularan melalui gigitan
nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus (Gama, 2010). Faktor yang
mempengaruhi kejadian penyakit DBD ini adalah faktor host, lingkungan dan
faktor virus tersebut. Faktor lingkungan merupakan salah satu faktor yang penting
berkaitan dengan infeksi dengue (Maria, 2013). Ketinggian merupakan faktor
penting yang membatasi penyebaran Aedes aegypti. Nyamuk Aedes aegypti
tersebar mulai ketinggian 0 hingga 1000 meter diatas permukaan laut. Di dataran
rendah (kurang dari 500 meter) tingkat populasi nyamuk diperkirakan dari sedang
hingga tinggi, sementara di daerah pegunungan (lebih dari 500 meter) populasi
nyamuk rendah (Farid, 2009).
Berdasarkan tabel 2.2. terlihat bahwa sejak tahun 2013 hingga 2015,
penyakit yang memiliki prevalensi tertinggi di Kecamatan Kretek adalah Diare.
Diare pada umumnya terjadi pada negara berkembang dengan kondisi sanitasi
lingkungan yang buruk, persediaan air yang tidak adekuat, kemiskinan dan
pendidikan yang terbatas (WHO, 2013). Diare merupakan salah satu penyakit
yang berbasis lingkungan. Apabila faktor lingkungan tidak sehat yang tercemar
kuman diare berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat maka akan
menimbulkan kejadian diare yang dapat ditularkan melalui makanan dan
minuman (Depkes RI, 2003). Pada daerah yang basah, prevalensi diare cenderung
tinggi (Yoga, 2012). Hal tersebut karena penularat penyakit saluran cerna seperti
diare dapat terjadi melalui kontaminasi air, selain itu juga suhu yang tinggi juga
dapat meningkatkan penyebaran penyakit diare melalui efek langsung pada
pertumbuhan organism di lingkungan (Istiani, 2009). Daerah pesisir pantai
Parangtritis termasuk salah satu kawasan kepesisiran yang diorientasikan pada
sector pariwisata, akibatnya adalah semakin banyak orang yang melakukan
perpindahan baik permanen maupun sementara. Perkembangan pariwisata
memicu dibangunnya toilet umum dalam jumlah yang banyak, sehingga akan
menyebabkan semakin banyaknya sumber pencemar (Wicaksono, 2013).

12

2.7 Kebiasaan Penduduk


Pantai Parangtritis seperti yang telah disebutkan sebelumnya merupakan
kawasan pantai yang memiliki potensi pariwisata yang baik. Masyarakat pantai
parangtritis pun lebih banyak memanfaatkan sektor pariwisata tersebut sebagai
mata pencahariannya. Dari data yang didaptkan oleh Darsono (2015), masyarakat
parangtritis sebagian besar berprofesi sebagai wirausaha yang sebagian besar
memang memanfaatkan sektor pariwisata.
Pemanfaatan sektor pariwisata ini ternyata memberikan keuntungan da
kerugian bagi masyarakat sekitar. Dengan memanfaatkan sektor pariwisata
otomatis memang meningkatkan pemasukan masyarakat dan meningkatnya
pembangunan. Tetapi di sisi lain, peningkatan pembangunan ini masih belum
sepenuhnya teratur. Masih terdapat adanya tumpang tindih pengembangan
kawasan wisata yang dikembangkan pemerintah dan masyarakat (Darsono 2015).
Kondisi ini mengakibatkan masih belum teraturnya kawasan pantai parangtritis.
Kondisi ini juga ternyata mempengaruhi beberapa hal, diantaranya adalah kondisi
kebersihan sekitar pantai paragtritis. Diketahui bahwa kondisi di daerah pantai
parngtritis pernah mengalami kondisi yang buruk dengan belum terorganisisr dan
tidak ada aturan mengenai sanitasinya (Sujatmiko, 2009).
Selain kondisi sanitasi yang kurang baik, sebuah berita di akhir tahun 2015
juga menyebutkan bahwa terdapat sisa-sisa sampah yang menumpuk usai
perayaan malam tahun baru (Budi, 2015). Artinya, kondisi lingkungan kurang
sehat di pantai Parangtritis melibatkan banyak pihak, baik dari masyarakat yang
tinggal di kawasan tersebut hingga pengunjung pariwisata. Kondisi ini bisa
diperbaiki dengan meningkatkan kembali kesadaran masyarakat beserta kerja
sama yang baik dengan pemerintah setempat yang telah berupaya untuk
menghadirkan fasilitas untuk memelihara kawasan pariwisata tersebut.
2.8 Penanganan Penyakit
Masyarakat pesisir banyak menggunakan ekstrak dan bahan mentah
tanaman mangrove sebagai obat-obatan tradisional, salah satunya adalah untuk
mengatasi diare. Salah satu tanaman mangrove yang dimanfaatkan adalah

13

tanaman mangrove hitam. Bandaranayake (2002) menyatakan bahwa pengobatan


secara tradisional dengan menggunakan tanaman ini telah banyak digunakan,
misalnya untuk penyembuhan hematuria, diabetes, diare, dan inflamasi.
Tingkat kepercayaan masyarakat akan obat tradisional masih kental, hal ini
disebabkan karena pemanfaatan tanaman sebagai obat sudah seumur dengan
peradaban manusia. penggunaan obat tradisional secara umum dinilai lebih aman
dari pada penggunaan obat modern. Karena obat tradisional memiliki efek
samping yang relatif lebih sedikit dari pada obat modern (Sari, 2006).
Dalam penelitian internasional Annamalai Universitas yang berjudul
Importance Of Mangrove Ecosystem menjelaskan bahwa Ekstrak Mangrove
digunakan dalam pengobatan tradisional misalnya, spesies Bruguiera (daun)
digunakan untuk mengurangi tekanan darah dan Excoecaria agallocha untuk
pengobatan kusta dan epilepsi. Akar dan batang Derris trifoliata digunakan untuk
narcotizing ikan, sedangkan Acanthus ilicifolius digunakan dalam pengobatan
gangguan rematik. Benih spesies Xylocarpus memiliki sifat antidiarrhoeal dan
spesies Avicennia memiliki efek tonik, sedangkan Ceriops menghasilkan aktivitas
hemostatik. Barks spesies Rhizophora memiliki astringent, antidiarrhoea dan
kegiatan antemetic. Daun Tender Acrostichum digunakan sebagai sayuran dan
minuman yang dibuat dari buah Sonneratia spp. Ekstrak dari mangrove
tampaknya memiliki potensi untuk manusia, hewan dan patogen tanaman dan
untuk pengobatan penyakit AIDS tidak dapat disembuhkan (Kathiresan, 2009)
Berdasarkan penelitian lain, beberapa spesies tanaman mangrove yang
diketahui memiliki khasiat sebagai antidiare antara lain adalah Rhizophora
apicuata, Rhizophora mucronata, Xylocarpus granatum, Xylocarpus moluccensis,
Ceriops tagal dan Ceriops decandra (Bandaranayake, 1998).
Mangrove kaya akan berbagai senyawa metabolit sekunder yang berkhasiat
sebagai antidiare, salah satunya adalah tannin. Selain itu, metabolit-metabolit

14

sekunder lain yang terkandung dalam tumbuhan mangrove antara lain adalah
alkaloid, steroid, saponin, flavonoid dan tannin (Bandaranayake, 2002).
Mangrove memiliki kandungan tanin yang besar terutama di bagian
kulitnya. Berdasarkan hasil analisis colorimetric, kandungan tanin dalam kulit
kayu mangrove mencapai sekitar 5,4 % (Danarto, 2011). Dimana tanin berkhasiat
sebagai astringensia yaitu dapat meringankan diare dengan menciutkan selaput
lendir usus (Tjay dan Rahardja, 2007).

15

BAB III
PEMBAHASAN ANALISIS KESEHATAN MASYARAKAT

16

SIMPULAN

17

DAFTAR PUSTAKA
Ayomi, A. C., Setiani, O., & Joko, T. 2012. Faktor Risiko Lingkungan Fisik
Rumah dan Karakteristik Wilayah Sebagai Determinan Kejadian Penyakit
Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Sentani Kabupaten
Jayapura Provinsi Papua. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia, 11(1),
1-8.
Ayuningtyas, R. (2008). Karakteristik Fisik Pantai Karst di Kabupaten
Gunungkidul. Skripsi Sarjana pada FMIPA UI Depok: diterbitkan.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Bantul. 2014. Bantul dalam Angka 2014.
Tersedia di https://bantulkab.bps.go.id/ipds@3402/pdf_publikasi/BantulDalam-Angka-2014.pdf (diakses 15 September 2016)
Badan Pusat Statistik Kabupaten Bantul. 2015. Bantul dalam Angka 2015.
Tersedia di https://bantulkab.bps.go.id/ipds@3402/pdf_publikasi/BantulDalam-Angka-2015.pdf (diakses 15 September 2016)
Badan Pusat Statistik Kab.Bantul. 2016. Kabupaten Bantul Dalam Angka.
Yogyakarta

CV

Lunar

Media

Sejahtera.

Tersedia

di

http://bantulkab.bps.go.id
Bandaranayake WM. 2002. Bioactivities, bioactive compounds and chemical
constituents of mangrove plants. Wetlands Ecology Manage 10: 421-452.

18

Bandaranayake, W.M. 1998. Traditional and medical uses of mangroves.


Mangroves and Salt Marshes 2: 133-148.
Bird, E. 1984. Coast and Introduction to Coastal Geomorphology: Third Edition.
Basil Blackwell, Inc. USA.
Budi, W. 2015. Gara-gara cuek, Parangtritis Kebanjiran Sampah. Diakses online
pada

situs

https://gudeg.net/read/8207/gara-gara-cuek-parangtritis-

kebanjiran-sampah.html. 18 September 20216.


Darsono, dkk. 2015. Desain Pengelolaan Wilayah Pesisir Pantai Berbasis
Masyarakat. Seminar Nasional PGRI Yogyakarta.
Depdikbud. 1996. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta.
Depkes RI. 2003. Pedoman pemberantasan penyakit diare. Jakarta : Ditjen PPM
& PL
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kab. Bantul. 2016. Data Wisatawan Pantai
Parangtritis. Tersedia online di http://www.disbudpar.go.id/ [diakses pada
16 September 2016]
Dinas Sosial Kabupaten Bantul. 2015. Data Demografi Kabupaten Bantul.
Tersedia Online di http;//www.sosial.bantulkab.go.id/ [ diakses pada 17
September 2016]
Englen, O.D von. 1949. Geomorphology Systematic and Regional. The Macmillan
Company. New York.
Farid M. 2009. Analisis Spasial Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kota
Bima Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2005-2007. Tesis. Yogyakarta:
Universitas Gadjah Mada.

19

Firdha dan Wahyu. 2016. Selama Liburan, Sampah di Parangtritis mencapai 25


Ton.

Tersedia

di:

http://news.neocorporations.com/2016/01/02/selama-

liburan-sampah-di-parangtritis-mencapai-25-ton/. [Diakses 12 September


2016].
Fitria, L., Wahjudi, P., & Wati, D. M. 2014. Pemetaan Tingkat Kerentanan
Daerah terhadap Penyakit Menular (TB Paru, DBD, dan Diare) di
Kabupaten Lumajang Tahun 2012 (Mapping of District Vulnerability on
Communicable Diseases (Pulmonary TB, DHF, and Diarrhea) in
Lumajang 2012). Pustaka Kesehatan, 2(3), 460-467.
Gama, T.A., Betty, R.F. 2010. Analisis faktor resiko kejadian demam berdarah
dengue di Desa Mojosongo Kabupaten Boyolali Eksplanasi, 5(2), hal 1-9.
Tersediahttp://www.kopertis6.or.id/journal/index.php/eks/article/viewFile/
12/10 (diakses 15 september 2016)
Istiani F. 2009. Hubungan Variasi Iklim dengan Kejadian Penyakit ISPA dan
Diare di Kabupaten Banjar Periode tahun 2005-2009. Skripsi [serial
online]
Kang SG, Park HU, Lee HS, Kim HT, Lee KJ. 2000. New -lactamase inhibitory
protein (BLIP-1) from Streptomyces exfoliatus SMF 19 and its roles on the
morphological diff erentiation. Journal Biology Chemistry 275(22): 1685116856.
Kathiresan, K. and S. A. Khan. 2009. Coastal Biodiversity in Mangrove
Ecosystem. Ecology and Environment of Mangrove Ecosystems. Annamalai
University.

20

Kementrian Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2013.
Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian
Kesehatan RI.
Kusnadi. 2003. Akar Kemiskinan Nelayan. Rineka Cipta. Jakarta.
Maria, I., Ishak, H., & Selomo, M. 2013. FAKTOR RISIKO KEJADIAN DEMAM
BERDARAH DENGUE (DBD) DI KOTA MAKASSAR TAHUN 2013.
Pannekoek, A.J. 1949. Out Line of Geomorphology. Edward Arnold. Mariland.
Parthasarathy S, Azizi JB, Ramanathan S, Ismail S, Mansor SM, Sasidharan S,
Said MIM. 2009. Evaluation of antioxidant and antibacterial activities of
aqueous, methanolic, and alkaloid from Mitragyna speciosa (rubiaceae
family) leaves. Molecules 14:3 964-3974.
Puspitasari, I.Y. 2011. Perkembangan Gumuk Pasir dan Perubahan Penggunaan
Tanah di Gumuk Pasir Pantai Parangtritis, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Skripsi Sarjana FMIPA UI Depok: diterbitkan.
R, A zizah. 2005. Perbedaan Kadar BOD, COD, TSS dan MPN pada limbah Air
Limbah dan Sesudah Pengolahannya. Yogyakarta : CV Lunar Media
Sejahtera.
Rogers, K. 2011. The Respiratory System. New York: Britannica Educational.
Sari, L. O. R. K. 2006. Pemanfaatan Obat Tradisional Dengan Pertimbangan
Manfaat

dan

Keamanannya.

Universitas

Jember.

Majalah

Ilmu

Kefarmasian, Vol. 3 (1): 01-07.


Slamet, J. S., 2002. Kesehatan Lingkungan. Gajahmada University Press.
Yogyakarta

21

Subakti, Fikri Arif. 2014. Pengaruh Pengetahuan, Perilaku Sehat dan Sanitasi
Lingkungan Terhadap kejadian Diare Akut di Kelurahan Tlogopojok dan
Kelurahan Sidorukun Kecamatan Gresik Kabupaten Gresik. Skripsi.
Universitas Brawijaya.
Sujatmiko, A. 2009. Kajian Pengelolaan Air Tanah di Kawasan Pariwisata
Parangtritis Kabupaten Bantul Yogyakarta. Tesis. Universitas Dipenogoro
Semarang.
Supriyanto, A. 2016. Volume Sampah Pantai Parangtritis Diperkirakan Melonjak.
Tersedia

di:

http://www.antaranews.com/berita/550769/volume-sampah-

pantai-parangtritis-melonjak. [Diakses 12 September 2016].


Utomo. 2005. Tantangan Pencapaian Millenium Development Goals (MDGs)
Bidang Kesehatan di Indonesia. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional.
Vol. 2 (6) : 133-205.
Wicaksono, D., Nurjani, E., Si, S., & Si, M. 2013. KAJIAN KERENTANAN
AIRTANAH BEBAS TERHADAP PENCEMARAN DI KAWASAN PESISIR
PARANGTRITIS

KABUPATEN

BANTUL

DAERAH

ISTIMEWA

YOGYAKARTA(Doctoral dissertation, Universitas Gadjah Mada).


WHO Global tuberculosis control. 2012. The burden of disease caused by TB.
WHO Report
World Health Organization. 2011. World Health Statistics 2011. Geneva:
Switzerland.
World

Health

Organization.

2013.

Diarrhoeal

Disease.

Tersedia

di:

http://www.who.int/mediacentre/ factsheets/fs330/en/index.html (diakses


pada 15 september 2016)

22

Yoga A. 2012. Waspadai 7 Penyakit Menular pada Saat Banjir. Tersedia di


http://menkokesra.go.id/ (diakses pada 15 september 2016)
Zein U. Diare akut infeksius pada dewasa. e-USU Repository [Internet]. 2004.
Tersediahttp://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3388/1/penydalamumar4.pdf

You might also like