You are on page 1of 10

IMPLEMENTASI BOOK REPORT

DALAM PEMBELAJARAN BAHASA DI SEKOLAH DASAR:


MENUJU PENDIDIKAN INDONESIA YANG BERKUALITAS

Diusulkan oleh:

Esty Dyah Imaniar

C0310022 / 2010

Siti Fathonah Wijayanti

K2208047 / 2008

UNIVERSITAS SEBELAS MARET


SURAKARTA
2012

IMPLEMENTASI BOOK REPORT


DALAM PEMBELAJARAN BAHASA DI SEKOLAH DASAR:
MENUJU PENDIDIKAN INDONESIA YANG BERKUALITAS
Esty Dyah Imaniar, Siti Fathonah Wijayanti
Sastra Inggris UNS, Pendidikan Bahasa Inggris UNS
ABSTRAK
Data BAPPENAS-UNDP di tahun 2008 menunjukkan bahwa program
pemberantasan buta aksara yang dicanangkan Indonesia sebagai salah satu
indikator program pendidikan untuk semua (Education for All) dalam MDGs
tahun 2015 mengalami perubahan yang cukup signifikan selama kurun waktu
terakhir. Namun demikian, hal ini masih bertolak belakang dengan tingkat literasi
membaca siswa yang sangat rendah, ditunjukkan oleh riset PIRLS (Progress in
International Reading Literacy Study) di tahun 2006, di mana Indonesia
menempati peringkat 41 dari 45 negara peserta.
Sebagai solusi meningkatkan tingkat literasi membaca tersebut, penulis
mengusung gagasan pengimplementasian Book Report ke dalam kurikulum
bahasa tingkat Sekolah Dasar (SD). Penulis beranggapan bahwa Book Report
yang selama ini lebih dikenal di kalangan akademisi pendidikan tinggi di
Indonesia sebagai wadah mengembangkan kemampuan berpikir kritis, hendaknya
diterapkan sejak SD karena SD merupakan pondasi utama membentuk pendidikan
siswa selanjutnya. Selain itu, kemampuan berpikir kritis ini tidak dapat diperoleh
secara instan, tetapi harus dikembangkan secara berkesinambungan sejak dini.
Tujuan ditulisnya karya ilmiah ini adalah untuk mendeskripsikan
rendahnya tingkat literasi membaca di Indonesia, kemudian menjelaskan
bagaimana Book Report dapat diimplementasikan ke dalam pembelajaran bahasa
di sekolah dasar sebagai solusi penigkatan literasi membaca siswa. Penulis
menggunakan metode studi pustaka dalam mengumpulkan data, baik data primer
maupun sekunder. Data yang terkumpul kemudian dianalisis dengan
menggunakan model interaktif.
Book Report memiliki banyak keunggulan dan kesesuaian dengan karakter
siswa sehingga metode ini diyakini dapat secara efektif meningkatkan kemampuan
literasi siswa. Pengintegrasian Book Report juga akan mengembangkan
kemampuan siswa secara holistik, yang selanjutnya berkontribusi dalam
peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia.
Kata kunci: literasi, membaca, Book Report, kualitas pendidikan
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Indonesia, bersama 188 negara lain yang menandatangani Deklarasi
Millennium pada September 2000 lalu, telah mencanangkan program pendidikan
untuk semua (Education for All) sebagai salah satu target dalam Millennium
Development Goals (MDGs) untuk dicapai tahun 2015 mendatang (UN General
Assembly, 2005; World Summit Outcome, 2005). Target ini dirumuskan ke dalam
beberapa indikator, mencakup: 1) tingkat partisipasi di SD dan SMP; 2) proporsi

murid yang bersekolah hingga kelas 5 SD; 3) proporsi murid yang tamat SD; dan
4) melek huruf di usia 15-24 tahun, masing-masing sebesar 100% (BAPPENASUNDP, 2008).
Pada pelaksanaannya, pencapaian target Indonesia terbilang sukses selama
kurun waktu terakhir, diindikasikan dari meningkatnya tingkat partisipasi baik di
jenjang SD maupun SMP dari tahun 1994-2010, dari 94,6% menjadi 97,96% untuk
jenjang SD, dan dari 72,39% menjadi 86,11% untuk jenjang SMP (BPS, 2009a).
Akan tetapi, tingkat partisipasi yang cukup tinggi ini masih belum dibarengi
dengan tingkat kelulusan siswa yang sepadan di mana pada tahun 2004-2005,
angka kelulusan di jenjang SD hanya berkisar 75%, dan tidak berubah secara
signifikan di tahun-tahun berikutnya (BAPPENAS-UNDP, 2008). Hal ini
menunjukkan bahwa keberhasilan pendidikan di Indonesia masih sebatas pada
memberikan akses agar semua anak bisa sekolah, tetapi belum mampu
menyediakan pendidikan yang utuh bagi mereka. Kenyataannya, banyak anak
yang tidak bisa bersekolah dengan lancar di sekolah dasar. Ada yang tidak naik
kelas atau bahkan terpaksa berhenti. Saat ini misalnya, sekitar 9% anak harus
mengulang di kelas 1 SD. Sementara pada setiap jenjang kelas, sekitar 5% putus
sekolah. Akibatnya, sekitar seperempat anak Indonesia tidak lulus dari SD (ibid).
Ketimpangan yang dipaparkan di atas tidak perlu terjadi apabila pendidikan
Indonesia mampu menjamin kualitas yang bermutu bagi setiap peserta didik.
Dengan kata lain, Indonesia masih memiliki tugas besar dalam meningkatkan
kualitas pendidikannya yang jauh tertinggal dari negara-negara lain. Salah satu
pilar yang diyakini berperan penting dalam meningkatkan kualitas pendidikan,
bahkan taraf hidup sebuah bangsa, adalah tingkat literasi bangsa tersebut (EFA
Global Monitoring Report 2006, 2005; Freebody, 2007; Wagner, 2011).
Sayangnya, pencapaian target pemberantasan buta huruf yang dicanangkan
Indonesia dalam MDGs 2015 masih belum sepenuhnya mengakomodir tingkat
literasi membaca masyarakat Indonesia. Sebuah riset yang dilakukan oleh PIRLS
(Progress in International Reading Literacy Study) di tahun 2006 menunjukkan
bahwa rata-rata skor prestasi literasi membaca siswa kelas IV Indonesia berada
signifikan di bawah rata-rata internasional. Indonesia berada pada posisi 41 dari 45
negara peserta (Balitbang Kemendikbud, 2011). Dapat disimpulkan, tingkat literasi
membaca siswa di Indonesia masih sangat rendah dibandingkan negara lain.
Dengan mempertimbangkan beberapa hal tersebut, penulis mengusung
sebuah gagasan pengimplementasian Book Report ke dalam kurikulum bahasa di
tingkat sekolah dasar sebagai suatu upaya peningkatan literasi membaca siswa.
Book Report selama ini lebih dikenal di kalangan akademisi pendidikan tinggi, dan
digunakan untuk mengembangkaan kemampuan berpikir kritis mahasiswa dalam
menganalisis, menginterpretasi, maupun mengevaluasi bacaan tertentu. Dalam
prakteknya, tidak semua mahasiswa memiliki kompetensi yang memadai dalam
menghasilkan report yang baik, salah satu penyebabnya adalah tidak ada atau
sangat minimnya pengalaman dalam mengkaji hal serupa di jenjang pendidikan
sebelumnya. Hal inilah yang kemudian menggugah penulis untuk menerapkan
konsep Book Report dalam bentuk yang lebih sederhana dan menyenangkan bagi
siswa sekolah dasar. Metode Book Report akan mengembangkan budaya kritis
anak karena dengan rasa ingin tahu yang tinggi mereka akan mencoba mencari
tahu hal-hal asing dalam bacaan. Selain itu, kebebasan yang diberikan kepada anak
untuk memilih sendiri bahan bacaannya di awal dapat merangsang motivasi anak

untuk membaca secara sadar tanpa beban maupun paksaan. Variasi jenis bacaan
serta tampilan menarik yang ditawarkan konsep Book Report ini juga akan
memperluas cakrawala pengetahuan anak, sekaligus menghindarkan anak dari
kebosanan terhadap aktivitas membaca. Book Report dipercaya mampu
meningkatkan motivasi sekaligus taraf literasi membaca anak, meningkatkan daya
nalar kritis dan kreativitas anak sehingga anak tidak sekedar melek aksara, tetapi
juga mampu menggunakan aksara tersebut secara dinamis dalam memperoleh dan
menerapkan ilmu pengetahuannya. Pada akhirnya, harapan akan kualitas
pendidikan Indonesia yang lebih baik dapat tercapai.
Tujuan dan Manfaat Penulisan
Karya tulis ini bertujuan untuk mendeskripsikan rendahnya tingkat literasi
membaca di kalangan siswa Indonesia yang mengindikasikan rendahnya kualitas
pendidikan Indonesia, serta menjelaskan bagaimana Book Report dapat
diimplementasikan dalam pembelajaran bahasa sebagai solusi untuk meningkatkan
literasi membaca siswa sekolah dasar, yang pada akhirnya berkontribusi bagi
peningkatan kualitas pendidikan Indonesia.
METODE
Metode yang digunakan dalam menyusun karya tulis ini adalah metode
studi pustaka. Penulis menggunakan beragam referensi yang berupa data primer
berupa artikel dari jurnal-jurnal ilmiah maupun data sekunder dari buku, surat
kabar, leaflet, maupun artikel yang diperoleh dari internet. Data-data yang
terkumpul kemudian dianalisis menggunakan model interaktif, yakni data
direduksi (data reduction), ditampilkan (data display), kemudian ditarik
kesimpulan (data verification/conclusion).
PEMBAHASAN
Kondisi Terkini Pencetus Gagasan
Budaya membaca sebagai salah satu indikator kemajuan suatu bangsa
sampai saat ini masih belum ditemukan di Indonesia (BPS, 2009b). Padahal
kegiatan membaca memiliki banyak manfaat dan merupakan kunci utama dalam
mengakses ilmu pengetahuan. Manfaat membaca diantaranya: Pertama, membaca
mendorong anak untuk berswadaya dan mengembangkan sumber yang ada dalam
dirinya. Saat anak menyukai membaca sebagai permainan (kesenangan), mereka
tidak saja membentuk sikap yang sehat terhadap kegiatan membaca melainkan
mendapatkan kemahiran membaca sebagai penunjang studi. Kedua, membaca
mendorong timbulnya kreativitas di mana anak meletakkan dasar bagi kegiatan
kreatifnya sendiri. Salah satu metode pengukuran kreativitas adalah dengan
melihat kemampuan kata yang dapat dikaitkan anak dengan suatu kata yang
diberikan. Dalam hal ini, wawasan dan perbendaharaan kata anak yang gemar
membaca lebih luas daripada mereka yang jarang membaca. Membaca juga dapat
memberi wawasan tentang masalah anak dan menawarkan petunjuk penyelesaian.
Selain itu, membaca menjadikan anak menemukan sumber identifikasi yang sesuai
dengan kebutuhan dan menimbulkan motivasi membentuk kepribadiannya sendiri.
Dalam hal ini, anak seringkali tidak mempunyai tokoh idola karena beberapa hal.

Oleh karena itu, mereka mengidentifikasikan dirinya dengan tokoh yang mereka
baca (Hurlock, 1999).
Ironisnya, budaya membaca di Indonesia sangat rendah, atau dapat
dikatakan belum terbangun sama sekali. Masyarakat Indonesia lebih memilih
mengakses informasi dari media televisi daripada media cetak seperti surat kabar
maupun majalah. Bahkan, angka penduduk yang menonton televisi tiap tahunnya
meningkat, berbanding terbalik dengan angka penduduk yang membaca surat
kabar maupun majalah. Kondisi ini digambarkan pada tabel berikut.
Tabel 1. Indikator Sosial Budaya Tahun 2003, 2006, 2009
2003 2006
No.
Indikator (Persentase)
(%) (%)
1. Penduduk berumur 10 tahun ke atas yang
50,29 40,26
mendengar radio
2. Penduduk berumur 10 tahun ke atas yang
84,94 85,86
menonton televisi
3. Penduduk berumur 10 tahun ke atas yang
23,70 23,46
membaca surat kabar/majalah
4. Penduduk berumur 10 tahun ke atas yang
25,45 23,23
melakukan olah raga
Sumber: BPS, 2009b.

2009
(%)
23,50
90,27
18,94
21,76

Dari tabel di atas, terlihat kecenderungan masyarakat lebih besar dalam


mengonsumsi hiburan-hiburan di televisi dibandingkan mengakses informasi
maupun berita-berita penting dari surat kabar ataupun majalah. Tabel tersebut juga
menunjukkan adanya penurunan minat membaca masyarakat Indonesia secara
signifikan selama kurun waktu terakhir.
Pemerintah Indonesia sebenarnya telah berupaya meningkatkan tingkat
literasi baik anak maupun orang dewasa. Hal ini dibuktikan dengan pencanangan
program pemberantasan buta aksara bagi penduduk berusia 15-24 tahun dalam
Millennium Development Goals (MDGs) tahun 2015 (BAPPENAS-UNDP, 2008).
Sayangnya, peningkatan tingkat literasi dalam hal ini masih terbatas pada
pemberantasan buta aksara, belum pada peningkatan kemampuan literasi yang
sesungguhnya. Literasi sendiri secara lebih kompleks dimaknai sebagai proses
memperoleh, menggunakan, dan mereproduksi aksara sebagai sarana
berkomunikasi secara efektif, produktif, bertanggung jawab, serta sesuai dengan
konteks komunikasi yang berlangsung (EFA Global Monitoring Report 2005,
2004; UNICEF, 2000). Dalam hal ini, literasi tidak cukup dimaknai dengan melek
aksara yang diukur dari segi kuantitas semata (misalnya, berapa penduduk yang
masih buta aksara), tetapi lebih ke bagaimana peningkatan literasi mampu
meningkatkan kualitas pembaca di Indonesia.
Solusi yang Pernah Diterapkan
Selama ini, upaya peningkatan literasi membaca siswa dilakukan melalui
peningkatan keempat keterampilan bahasa, yakni menyimak, berbicara, membaca,
dan menulis. Keempat keterampilan ini dimasukkan ke dalam kurikulum bahasa
mulai dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Dalam silabus
pembelajaran bahasa di sekolah dasar sendiri, kegiatan bercerita maupun

mendengarkan cerita sudah ada. Sayangnya, kegiatan tersebut belum mampu


menggali daya kritis anak secara optimal karena pembelajaran masih cenderung
berpusat pada guru. Selain itu, kegiatan tersebut juga belum mampu
menumbuhkan kesadaran anak akan pentingnya membaca di mana anak membaca
semata-mata karena tuntutan pelajaran, bukan karena ingin membaca.
Konsep Book Report sebenarnya telah diterapkan di beberapa negara maju
seperti Inggris dan Amerika mulai dari jenjang sekolah dasar sampai pada
perguruan tinggi (www.ehow.com). Tentu saja, penerapannya disesuaikan dengan
level siswa di tiap tingkatan. Akan tetapi, penerapan Book Report di negara-negara
tersebut hanya difokuskan pada aktivitas membaca dan menulis, sehingga
kemampuan seperti berbicara atau menyimak kurang begitu terasah.
Gagasan yang penulis usung mencoba memadukan Book Report dengan
keempat aspek keterampilan siswa, baik menyimak, berbicara, membaca,
sekaligus menulis untuk membentuk kompetensi siswa secara holistik. Dalam hal
ini, penulis percaya bahwa penting bagi siswa untuk menyampaikan gagasannya
baik dalam bentuk lisan maupun tulisan. Selain itu, dengan mengintegrasikan
keempat keterampilan ini, akan terjalin interaksi yang lebih dalam, baik antara
siswa dengan siswa, maupun antara siswa dengan guru, yang tentunya akan sangat
berkontribusi dalam peningkatan kualitas pembelajaran di kelas. Book Report yang
akan diterapkan di jenjang sekolah dasar ini juga didesain sedemikian rupa untuk
mengakomodir keberagaman minat, level, karakteristik, dan kebutuhan anak.
Aktivitas-aktivitas yang dirancang dalam penerapan Book Report ini pun mengacu
pada konsep PAIKEM, yakni Pembelajaran yang Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif,
dan Menyenangkan, sesuai amanat kurikulum saat ini (KTSP).
Bagaimana Book Report Dapat Meningkatkan Literasi Membaca
Karakteristik Anak
Pada hakikatnya anak memiliki hasrat bercerita dalam kebutuhan untuk
didengar dan diperhatikan. Namun, anak cenderung mudah bosan terhadap
kegiatan pembelajaran sekolah yang monoton dan kaku. Maka dalam hal ini peran
pengajar dalam memberikan variasi pengajaran dan pilihan buku menjadi penting.
Metode book report akan mengembangkan budaya kritis anak karena dengan rasa
ingin tahu yang tinggi mereka akan mencoba mencari tahu hal-hal asing dalam
bacaan. Kepribadian anak yang menyukai kegiatan menyenangkan (Book Report
sebagai permainan) menjadikan metode ini sangat sesuai dengan konsep PAIKEM.
Melalui bentuk kegiatan diskusi dan storytelling dalam aktivitas berkelompok,
anak dapat meningkatkan kemampuan komunikasi selain penyesuaian sosial pada
kelompok.
Keunggulan dan Kesesuaian Book Report dengan Karakteristik Anak
Metode Book Report yang sesuai dengan karakteristik anak memberikan
beberapa kemanfaatan. Pertama, mengembangkan daya imajinasi anak. Saat
membaca, anak mengadakan visualisasi terhadap apa yang dibacanya. Hal ini tidak
hanya berlaku pada tulisan fantasi, karena anak justru lebih menyukai kisah-kisah
keseharian yang dekat dengannya. Tidak adanya penilaian benar dan salah atas
penarikan kesimpulan (nilai moral) terhadap suatu cerita dalam metode ini
memberikan media belajar demokrasi pada anak melalui kebebasan berpendapat.
Selain itu, lunturnya pemahaman anak terhadap kebudayaan menjadikan metode

ini sebagai cara efektif pelestarian nilai luhur kebudayaan melalui pilihan buku
cerita rakyat.
Penerapan metode ini diyakini akan memberikan peningkatan signifikan
dalam peningkatan kompetensi anak, utamanya empat keterampilan berbahasa
(membaca, menulis, menyimak, dan berbicara). Misalnya, dalam kemampuan
menulis. Anak dengan budaya membaca tinggi akan memiliki kosakata yang lebih
kaya sehingga memiliki beberapa alternatif untuk dituangkan, meskipun capaian
kebahasaan yang ditargetkan untuk anak di level paling dasar (misalnya kelas 1
dan 2 SD) hanya sebatas kelas kata (vocabulary). Saat pengajar meminta pendapat
anak tentang buku yang dibaca, seorang dengan budaya baca tinggi dapat
memberikan jawaban variatif seperti cool, marvelous, bahkan tremendous;
sedangkan anak tanpa budaya baca cenderung hanya memiliki dua pilihan kata:
good atau bad.
Kekayaan perbendaharaan kata pada kasus di atas tidak hanya
menunjukkan kemanfaatan budaya baca dalam peningkatan penggunaan ingatan,
melainkan sebagai indikator kesadaran berbahasa (language awareness). Anak
berbudaya baca akan satu tingkat lebih maju dalam penggunaan kata yang
dimilikinya. Mereka secara sadar mengetahui perbedaan masing-masing kata
sehingga dapat mempertimbangkan penggunaannya. Sedangkan anak tanpa
budaya baca, dengan minimnya perbendaharaan kata yang dimiliki, cenderung
berpraktik pada robotic language. Kasus-kasus saat siswa latah menjawab I am
fine, thank you. And you? ketika guru berkata How are you? menjadi contoh
nyata kurangnya kesadaran membaca. Anak menjadi tidak perlu
mempertimbangkan jawaban lain saat pola tertentu telah terinternalisasi sebagai
jawaban tanpa pembaruan.
Penerapan metode ini selama 6 tahun secara kontinyu memberikan
keyakinan besar pada peningkatan kompetensi anak secara berjenjang. Proses
pembelajaran dalam metode yang sama dengan muatan bahasan dan bacaan yang
semakin kompleks akan menunjukkan skala perubahan yang bertahap. Seorang
anak dengan budaya baca akan terlihat berbeda dengan penggunaan kata good,
great, marvelous, dan tremendous dalam menilai sesuatu secara bertahap.
Sedangkan anak tanpa budaya baca (yang diindikasikan dengan tidak adanya input
pengetahuan baru) hanya akan menggunakan kata good selama proses
pembelajaran.
Karena pola perilaku dan sikap yang dibentuk pada masa awal kehidupan
cenderung menetap (Hurlock, 1999), program 6 tahun dasar book report diyakini
akan menjadi metode yang cukup kuat sebagai pondasi awal pembentukan budaya
baca anak Indonesia.
Prosedur Pengimplementasian Book Report
Book Report merupakan bentuk integratif pengajaran guna meningkatkan
empat keterampilan berbahasa anak (membaca, menulis, menyimak, dan
berbicara). Melalui metode ini setiap anak akan diberikan buku bacaan (aspek
membaca) untuk kembali menceritakan isi buku pada teman-temannya (aspek
berbicara). Selama storytelling, semua anak akan berusaha mendengar cerita
kawannya (aspek menyimak) agar dapat berpartisipasi dalam diskusi (aspek
berbicara) dan menjawab pertanyaan tertulis dari pengajar (aspek menulis).

Langkah awal implementasi metode ini adalah dengan mengidentifikasi


minat baca anak. Pengajar dapat melakukan survei kecil melalui dialog kelas
mengenai kebiasaan membaca dan jenis buku yang disukai anak. Hal ini menjadi
stimulus awal bagi anak untuk membaca, karena buku pertama mereka akan
menjadi kegemaran mereka. Sehingga diharapkan pengalaman book report
pertama (yang akan menjadi titik tolak peningkatan minat baca) tidak melahirkan
trauma baca pada anak.
Pemilihan variasi buku baik dari segi jenis (types/genres) maupun tampilan
fisik (physical performance) juga hendaknya diperhatikan oleh guru karena akan
sangat mempengaruhi minat baca anak. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan
Hurlock (1999: 337) bahwa anak kecil menyukai buku kecil yang dapat dibawa
dengan mudah; buku bergambar orang, hewan, dan benda yang dikenal dengan
warna cerah, sedikit kata dengan bahasa sederhana, kalimat singkat.
Terkait beragamnya minat bacaan anak, sekolah diharapkan tidak
membunuh minat tersebut dengan ketiadaan prasarana. Salah satu faktor penyebab
kurangnya minat baca siswa SD adalah minimnya koleksi buku dalam
perpustakaan sekolah. Beberapa SD di Indonesia bahkan tidak memiliki
perpustakaan. (SOLOPOS Online, 2012; Suara Kawan, 2012; Timur Ekspres,
2012). Maka peningkatan variasi bacaan menjadi kewajiban lain yang dibebankan
pemerintah. Meninjau alokasi dana APBN 2012 untuk pendidikan (DEPKEU RI,
2011), pemenuhan koleksi buku sangat mungkin terlaksana. Dengan alokasi dana
anggaran sebesar 20% dari APBN yang direncanakan untuk difokuskan pada
aksesibilitas serta kualitas sarana dan prasarana (tidak termasuk gaji tenaga
pengajar seperti pada APBN tahun-tahun sebelumnya), tujuan pelengkapan koleksi
buku menjadi lebih nyata.
Selain itu, pengabdian beberapa pihak seperti Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) ataupun Non-governmental Organization (NGO) dalam rangka
peningkatan kualitas pendidikan Indonesia telah terlihat dalam usaha mereka
mengadakan prasarana penunjang pengajaran. Misalnya, LSM YKAI yang secara
kontinyu menyalurkan sumbangan dana pendidikan kepada masyarakat kurang
mampu (YKAI, 2012). Melalui kerjasama dengan pihak-pihak ini, pencapaian
angka koleksi buku berkualitas akan lebih mudah dicapai.
Book Report akan diterapkan di sekolah dasar dalam format permainan di
mana anak bermain sekaligus belajar (pemerolehan kompetensi secara natural).
Konsep permainan ini sejalan dengan manfaat membaca sebagai permainan yang
telah dikemukakan di diskusi sebelumnya. Secara garis besar, implementasi Book
Report ini melalui beberapa tahap sebagai berikut:
1. Pemberian Buku
Pada tahap ini, siswa memilih sendiri buku yang akan dibaca. Hal ini
dilakukan dengan harapan siswa tertarik membaca sekaligus memiliki alasan
untuk membaca.
2. Membaca Buku
Proses membaca ini dilakukan di rumah dengan bantuan pengawasan orang
tua. Dalam hal ini, orang tua diberi sejenis raport untuk memantau aktivitas
membaca anak. Setiap minggu, ada daftar buku yang dibaca anak, dan ada
kolom tanda tangan orang tua yang menunjukkan bahwa anak tersebut benarbenar melakukan proses membaca buku di rumah. Peran orang tua juga akan
sangat membantu anak dalam proses membacanya.

3. Menceritakan Isi Buku (Presentasi Lisan)


Presentasi lisan dilakukan di dalam kelas, setelah anak selesai membaca buku.
Dalam presentasi ini, anak diminta menceritakan apa saja yang dia peroleh dari
membaca buku tersebut. Hal ini dapat berupa isi buku maupun pesan yang dia
daapt.
4. Menjawab Pertanyaan Singkat tentang Isi Buku
Pertanyaan ini diberikan oleh guru dalam bentuk tes tertulis dengan beberapa
pertanyaan singkat. Selain untuk mengukur taraf pemahaman anak terhadap
bacaan, tes ini juga ditujukan untuk melatih anak menulis sejak dini.
5. Pemberian Reward
Di akhir periode Book Report, guru akan memberikan hadiah (reward) kepada
para murid yang paling aktif, atau mungkin paling ekspresif selama proses
Book Report berlangsung. Penilaian akan dilakukan secara komprehensif
melalui beberapa indikator yang disusun guru.
Dalam pengimplementasian Book Report, guru hendaknya memainkan
peran sebagai fasilitator sekaligus motivator handal di dalam kelas yang menuntut
guru senantiasa meng-upgrade kompetensinya, baik kompetensi pedagogis,
profesional, kepribadian, maupun sosial. Selain itu, guru hendaknya secara cerdas
memainkan peran sebagai creative task designer di mana guru senantiasa
menciptakan inovasi dalam mendesain aktivitas serta materi pembelajaran agar
selalu menarik dan tak pernah membosankan bagi siswa.
KESIMPULAN
Pencapaian target pemberantasan buta aksara di Indonesia ternyata tidak
dapat dijadikan tolak ukur tingkat literasi yang tinggi. Pada kenyataannya tingkat
literasi membaca siswa di Indonesia masih sangat rendah dan budaya baca sama
sekali belum terbangun. Oleh karena itu, implementasi Book Report dalam
pembelajaran bahasa di tingkat sekolah dasar perlu dilakukan karena metode ini
diyakini memiliki banyak keunggulan dan kesesuaian dengan karakter siswa
sehingga dapat secara efektif meningkatkan kemampuan literasi siswa.
Pengintegrasian Book Report juga akan mengembangkan kemampuan siswa
secara holistik, yang selanjutnya berkontribusi dalam peningkatan kualitas
pendidikan di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Balitbang Kemendikbud. 2011. Survei Internasional PIRLS. Diperoleh 12 April
2012 dari http://litbang.kemdikbud.go.id/detail.php?id=11.
BAPPENAS-UNDP. 2008. Kita Suarakan MDGs demi Pencapaiannya di
Indonesia (Cetakan Kedua). Diperoleh 25 Maret 2012 dari http://www.undp.
or.id/pubs/docs/Let%20Speak%20Out%20for%20MDGs%20-%20ID.pdf.
BPS. 2009a. Indikator Pendidikan Tahun 1994-2010. Diperoleh 12 April 2012 dari
http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=28&no
tab=1.
BPS. 2009b. Indikator Sosial Budaya. Diperoleh 12 April 2012 dari
http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=27&no
tab=36.

DEPKEU RI. 2011. Nota Keuangan dan RAPBN 2012. Diakses 12 April 2012 dari
http://www.anggaran.depkeu.go.id/web-content-list.asp?ContentId=876
EFA Global Monitoring Report 2005. 2004. The Quality Imperative. Paris:
UNESCO. Diperoleh 12 April 2012 dari http://unesdoc.unesco.org/images
/0013/001373/137333e.pdf.
EFA Global Monitoring Report 2006. 2005. Literacy for Life. Paris: UNESCO.
Diperoleh 12 April 2012 dari http://unesdoc.unesco.org/images/0014/
001416/141639e.pdf.
Freebody, Peter. 2007. Literacy Education in School, Research Perspectives from
the Past, to the Future. Victoria: ACER Press.
Hurlock, Elizabeth B. 1999a. Perkembangan Anak Jilid 1 (Terj.). Jakarta: Penerbit
Erlangga.
SOLOPOS Online. 2012. Perpustakaan Sekolah : Lebih dari 300 SD Belum
Memiliki
Perpustakaan.
Diperoleh
12
April
2012
dari
http://www.solopos.com/2012/karanganyar/perpustakaan-sekolah-lebih-dari300-sd-belum-memiliki-perpus-159526
Suara Kawan. 2012. Perpustakaan SDN di Sidoarjo Kekurangan Buku. Diperoleh
12 April 2012 dari http://suarakawan.com/2012/03/07/perpustakaan-sdn-disidoarjo-kekurangan-buku/
Timur Ekspres. 2012. Kekurangan Buku, SD 147 Butuh Perpustakaan. Diperoleh
12 April 2012 dari http://www.timurekspres.com/berita-3891-kekuranganbuku-sd-147-butuh-perpustakaan.html.
UNICEF. 2000. Defining Quality in Education. A paper presented by UNICEF at
the meeting of The International Working Group on Education Florence, Italy,
June 2000. New York: United Nations Children Fund.
UN General Assembly. 2005. Resolution Adopted by the General Assembly.
Diperoleh 12 April 2012 dari http://www.un.org/millennium/declaration/
ares552e.htm
Wagner. 2011. Smaller, Quicker, Cheaper: Improving Learning Assessment for
Developing Countries. Paris: UNESCO.
World Summit Outcome. 2005. Diperoleh 12 April 2012 dari http://www.un.org/
Docs/journal/asp/ws.asp?m=A/RES/60/1)
YKAI. 2012. Diperoleh 12 April 2012 dari http://www.ykai.net/index.
php?option=com_content&view=article&id=80&Itemid=174
www.ehow.com

You might also like