Professional Documents
Culture Documents
Dalam memahami Islam, dalam bentuk apapun, baik masalah ibadah, syariah,
muamalah; terutama masalah aqidah, harus mengikuti sebagaimana ulamaulama Salaf memahaminya. Sebagai contoh dalam memahami al Qur`an dan al
Hadits, kita tidak boleh lepas dari pemahaman ulama-ulama Salaf. Mengapa harus
mengikuti para salaf?
Karena
para
sahabat,
tabiin,
tabiut-tabiin,
mereka
adalah
yang
paling
memahami tentang Islam seperti yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi
wa sallam. Begitu pula kita harus mengikuti imam-imam Ahlus Sunnah, karena
mereka sangat memahami tentang Islam. Apa yang difatwakan mereka adalah
untuk kebaikan bagi kaum Muslimin. Memang, para imam-imam tersebut tidak
mashum, tetapi, mereka itu adalah mujtahid. Sedangkan ciri Ahlus Sunnah, di
antaranya ialah mengikuti para ulama dalam memahami dalil, terutama masalah
fitnah yang dimunculkan oleh firqah-firqah. Sebagai contoh, yaitu Khawarij dan
Syiah.
Khawarij, mereka salah dalam memahami ayat :
Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka
mereka itu adalah orang-oang yang kafir. [al Maidah/5 : 44].
Kelompok Khawarij tidak rela terhadap apa yang dilakukan oleh Khalifah Ali
Radhiyallahu anhu kepada Muawiyah Radhiyallahu anhu, dan akhirnya mereka
mengkafirkan Ali Radhiyallahu anhu. Setelah itu, muncullah kelompok yang
mengatasnamakan pendukung Ali Radhiyallahu anhu yang dipimpin oleh
Abdullah bin Saba`, seorang Yahudi yang kemudian menyatakan masuk Islam,
dan pada akhirnya nanti sebagai bibit pertama munculnya Syiah. Tokoh ini sangat
berlebihan dalam mencintai Ali Radhiyallahu anhu. Dia menyatakan, bahwa
berdasarkan wasiat dari Rasul Shallallahu alaihi wa sallam, katanya, Ali
Radhiyallahu anhu lebih berhak menjadi khalifah. Bahkan Syiah sampai
mengangkat Ali sebagai ilah (sesembahan). Kedua firqah ini muncul pada zaman
Khalifah Ali Radhiyallahu anhu.
Firqah lain yang juga muncul, yaitu Qadariyah dan Murjiah. Firqah Qadariyah
sendiri telah ada sejak zaman Rasul Shallallahu alaihi wa sallam.
Dalam kitab Syarah Ushul Itiqad Ahli Sunnah, karya Al Lalikai (I/35-36)
disebutkan, Abu Hurairah Radhiyallahu anhu berkata : Orang-orag musyrik
Quraisy mendatangi Nabi Shallallahu alaihi wa sallam. Mereka mendebat Nabi
Halaman 2 dari 86
Shallallahu alaihi wa sallam dalam masalah qadar, maka turunlah firman Allah
Azza wa Jalla.
[Sesungguhnya orang-orang yang berdosa berada dalam kesesatan (di dunia) dan
dalam neraka al Qamar/54 ayat 47-].
Disebutkan dalam al Lalikai, halaman 36, ketika terjadi perdebatan di antara para
sahabat dalam masalah qadar, dan didengar oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa
sallam, maka beliau Shallallahu alaihi wa sallam memarahi dan melarang mereka
untuk mengulang-ulang pembicaraan tersebut. Dalam riwayat Muslim, dari Yahya
bin Yamar, sesungguhnya ia berkata : Orang yang pertama kali berbicara
tentang al qadr di Basrah adalah, Mabad al Juhani.
Madzhab Qadariyah berpandangan, bahwa Allah Subhanahu wa Taala tidak
mentaqdirkan sesuatu dan Dia tidak mengetahuinya. Menurut paham sesat
Qadariyah, Allah mengetahui setelah suatu kejadian itu terjadi. Dari pemahaman
ini, berarti ada dua kesimpulan. Pertama, ingkar terhadap ilmu Allah sebelum
sesuatu itu terjadi. Kedua, berarti hamba itu terjadi dengan sendirinya, bukan dari
Allah. [Lihat al Lalikai, 1/36-37].
Sedangkan Murjiah, mereka mempunyai pandangan, apabila seseorang yang
beriman, melakukan dosa maka dosanya itu tidak mempengaruhi keimanannya.
Sebagaimana orang kafir, sekalipun melakukan ketaatan, akan tetapi ketaatan itu
tidak
mempengaruhi
kekufurannya.
Mereka
menyangka,
iman
itu
hanya
pembenaran di dalam hati saja. [Syarah Aqidah Washithiyah, Harrasy, hlm. 188]
Jadi, pada zaman pertengahan Khalifah Ali Radhiyallahu anhu, telah muncul
bidah-bidah Khawarij, Murjiah, Qadariyah, Syiah. Kemudian pada tahun 100-150
H muncullah nama pemuka ahli bidah, di antaranya Muqatil bin Sulaiman, Jahm
bin Shafwan, Al Jad bin Dirham dan Washil bin Atha. Mereka ini, masing-masing
mempunyai pemikiran dan diikuti oleh jamaahnya.
Kemudian pada tahun 150-234 H, seiring dengan munculnya empat tokoh ahli
bidah tersebut, muncul bidah-bidah dalam pemikiran, di antaranya :
1. Manzilah bainal manzilatain (satu tempat di antara dua tempat), yaitu tidak
mukmin
tidak
kafir.
Halaman 3 dari 86
Inilah bidah-bidah yang muncul pada saat itu, yang pada zaman Khalifah Ali
Radhiyallahu anhu. Dan bidah yang pada waktu kemudian bermunculan, banyak
terpengaruh oleh pemikiran atau filsafat Yunaniyah, merupakan produk dari akal
manusia yang jahil, menyimpang dari al Qur`an dan as Sunnah dan pemahaman
Salaful Ummah.
Adapun firqah-firqah yang muncul pada masa sekarang ini, semuanya menginduk
kepada empat firqah tersebut, bisa ke Mutazilah, Syiah, Khawarij, atau Murjiah.
Kesesatan firqah-firqah tersebut bisa karena mereka melampui batas dalam
melaksanakan perintah, ataupun meninggalkan yang semestinya boleh dilakukan.
Yakni, mereka terjatuh ke dalam al ifrath (terlalu mengagungkan) dan at tafrith
(berlebih-lebihan). Padahal Islam itu wasath (tengah-tengah), di antara al ifrath
dan
at
tafrith.
Artinya,
tidak
boleh
berlebih-lebihan,
dalam
batas
yang
tinggi
Islam.
Sehingga
tak
mustahil
bisa
melahirkan
Halaman 4 dari 86
yang mereka amalkan sangat melampui batas, hingga mereka menyembah dan
berdoa kepadanya, dengan maksud untuk mendatangkan manfaat dan menolak
madharat (bahaya, musibah). Misalnya
kaya
dan
Barangsiapa membuat-buat suatu yang baru dalam agama ini yang tidak berasal
darinya, maka itu tertolak. [Muttafaq alaih]
Barangsiapa melakukan satu amalan yang tidak ada dalam agama kami ini, maka
itu tertolak. [HR Muslim]
Amma badu, sesungguhnya sebaik-baik ucapan adalah Kitabullah, dan sebaikbaik petunjuk adalah petunjuk Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, serta
seburuk-buruknya adalah perkara baru yang dibuat-buat. Dan setiap yang bidah
itu adalah sesat. [HR Muslim].
DALAM MASALAH ASMA`DAN SIFAT ALLAH
Pemahaman Ahlus Sunnah dalam asma` dan sifat Allah berada di tengah-tengah
di antara kelompok-kelompok Muaththilah (yang menafikan) dan kelompok yang
Mumatstsilah (yang menyamakan Allah dengan makhluk). Di antara Muaththilah
ada yang mengingkari nama-nama Allah dan sifat-sifat Allah, seperti Jahmiyah.
Juga ada yang mengingkari sifat-sifat Allah, seperti Mutazilah, dan ada yang
mengingkari sebagian sifat-sifat Allah, seperti al Asyariyah. Mereka ini, dalam
menentukan nama-nama dan sifat-sifat Allah bersandar kepada akal manusia,
bukan dengan al Qur`an dan as Sunnah.
Al Mumatstsilah, yaitu kelompok yang menjadikan sifat Allah sama seperti sifat
makhluk. Seperti mengatakan tangan Allah seperti tangan kami, pendengaran
Halaman 5 dari 86
Allah seperti pendengaran kami, dan seterusnya. Pemahaman seperti ini berbeda
dengan Ahlus Sunnah.
Ahlus Sunnah wal Jamaah menetapkan apa-apa yang telah ditetapkan oleh Allah
Azza wa Jalla atas diriNya dan apa-apa yang ditetapkan oleh RasulNya, baik
berupa nama-nama dan sifatNya, tidak ditawil (dirubah artinya), tidak ditolak
(diingkari), tidak disamakan dengan sifat-sifat makhluk, dan tidak bertanya
tentang hakikatnya. Ahlus Sunnah mengimani bahwa nama-nama dan sifat-sifat
Allah itu benar-benar ada (haqiqi), sesuai dengan kebesaran Allah, dan tidak sama
dengan sifat-sifat makhluk. Sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla.
Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha
Mendengar lagi Maha Melihat. [asy Syuura/42 : 11]. [Lihat Taqrib at Tadmuriyyah]
DALAM MASALAH QADHA DAN QADAR
Ahlus Sunnah wal Jamaah berada di antara Jabariyah dan Qadariyah.
Firqah Qadariyah, mereka menafikan qadr (ketentuan Allah). Mereka berpendapat,
bahwa perbuatan manusia, baik yang berupa ketaatan maupun kemaksiatan,
tidak ada campur tangan dari Allah. Perbuatan itu tidak ditakdirkan dan tidak
ditentukan Allah. Menurut mereka, perbuatan manusia itu terbebas dari apa saja,
tidak ada yang mempengaruhi dan tidak diciptakan oleh Allah. Yang berarti
perbuatan manusia itu diciptakan oleh dirinya sendiri. Apabila demikian, berarti
Qadariyah terjatuh ke perbuatan syirik dalam masalah rububiyah; karena ada
beberapa pencipta, yaitu Allah dan manusia. Oleh karena itu, Rasulullah
Shallallahu alaihi wa sallam menjuluki mereka dengan majusinya umat ini.
Adapun
Jabariyah,
mereka
berlebihan
dalam
menetapkan
qadr.
Mereka
Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu. [ash
Shaffat/37 : 96]
Halaman 6 dari 86
an kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu), kecuali apabila
dikehendaki Allah, Rabb semesta alam. [at Takwir/81 : 29]
Allah memerintahkan kepada hamba untuk taat kepadaNya dan taat kepada
RasulNya, dan melarang mereka berbuat maksiat. Allah mencintai orang-orang
yang bertaqwa, dan Dia tidak ridha kepada orang yang fasik. Supaya hamba tidak
menuntut di akhirat nanti, maka Allah mengutus Rasul dan menurunkan kitab.
Barangsiapa yang taat, silakan taat dan akan diberi pahala. Sebaliknya,
barangsiapa yang ingin bermaksiat, silakan berbuat maksiat dan akan mendapat
balasan. Karena permasalahannya sudah jelas, dan Allah tidak zhalim terhadap
hambanya. Firman Allah :
Barangsiapa yang mengerjakan amal yang shalih, maka (pahalanya) untuk dirinya
sendiri. Dan barangsiapa yang berbuat jahat, maka (dosanya) atas dirinya sendiri;
dan sekali-sekali tidaklah Rabb-mu menganiaya hamba-hamba(Nya). [Fushilat/41 :
46].
Ada empat tingkatan yang harus diimani dalam masalah qada dan qadr ini.
1. Ilmu Allah meliputi segala sesuatu.
Sesungguhnya Allah mengetahui yang sudah terjadi dan yang akan terjadi, dan
Allah mengetahui perbuatan hambaNya sebelum Allah menciptakannya.
2. Segala yang ada telah dicatat oleh Allah di dalam Lauhul Mafudz pada 50 ribu
tahun sebelum Allah menciptakannya.
3. Kehendak dan kekuasaan Allah meliputi apa yang Allah kehendaki, maka bisa
terjadi. Begitu pula apa yang tidak dikehendakiNya, maka tidak akan terjadi.
Semua yang terjadi tersebut atas kehendak Allah sebelum hal itu terjadi.
4. Allah menciptakan segala sesuatu.
Allah-lah yang menciptakan orang yang mengerjakan dan pekerjaannya, dan yang
bergerak dan gerakannya, dan semua yang diam dan diamnya.
DALAM MASALAH AL WAD DAN AL WAID
Al wadu atau janji, yaitu ayat-ayat yang memberikan janji surga bagi yang
beramal shalih. Sedangkan al waid atau ancaman, yaitu ayat-ayat yang
memberikan ancaman neraka bagi yang berbuat maksiat.
Pendapat Ahlus Sunnah wal Jamaah dalam masalah ini berada di tengah-tengah
antara Waidiyah dan Murjiah.
Kelompok Waidiyah mempunyai pemahaman, bahwa ayat-ayat al wadiyah
(ancaman) harus diutamakan dibandingkan dengan ayat-ayat al wadu (janji).
Halaman 7 dari 86
Menurut mereka, pelaku dosa besar, seperti zina, minum khamr adalah kafir dan
kekal di neraka.
Sedangkan Murjiah, mereka mengutamakan ayat-ayat al wadu daripada ayatayat al waid. Mereka berkata, iman ialah pembenaran dalam hati. Amal tidak
termasuk iman. Dan kemaksiatan seorang mumin (seperti zina dan minum
khamr) tidak membahayakan keimanannya, dan ia tidak berhak masuk Neraka.
Menurut mereka, seorang mukmin meskipun bermaksian, keimanannya tetap
seperti keimanan yang dimiliki Abu Bakr dan Umar Radhiyallahu anhuma.
Berbeda denganAhlus Sunnah wal Jamaah yang berpendapat, seorang muslim,
apabila berbuat maksiat (seperti melakukandosa besar), maka dia tidak keluar
dari Islam. Artinya, dia tetap muslim, tetapi imannya berkurang. Selama tidak
melakukan perbuatan yang mengkafirkannya, dia tetap mukmin dengan imannya,
dan fasiq dengan dosanya. Dan di akhirat terserah kepada Allah Azza wa Jalla. Jika
Dia berkehendak untuk mengampuni, maka dia diampuni. Jika tidak, maka disiksa
sampai bersih dosa-dosanya, kemudian masuk surga. Mereka tidak kekal di
neraka, kecuali jika mati dalam keadaan kufur dan syirik kepada Allah.
Definisi iman menurut Ahlus Sunnah wal Jamaah ialah, diucapkan dengan lisan,
diyakini dengan hati, diamalkan dengan anggota badan. Dan iman itu bisa
bertambah dengan sebab ketaatan, berkurang akibat perbuatan maksiat.
DALAM MASALAH PARA SAHABAT NABI SHALALLLAHU AALAIHI WA SALLAM
Kepada para sahabat Nabi, pandangan Ahlus Sunnah wal Jamaah kepada mereka
berada di antara al Khawarij dan Syiah.
Syiah, mereka melampaui batas dalam mencintai Ahlul Bait (keluarga Nabi),
seperti kepada Ali bin abi Thalib dan anak-anaknya Radhiyallahu anhum. Mereka
memiliki anggapan bahwa Ali Radhiyallahu anhu itu mashum (tidak pernah
salah),
mengetahui
hal-hal
ghaib,
dan
lebih
utama
daripada
Abu
Bakr
Radhiyallahu anhu. Bahkan ada yang sampai mengatakan Ali Radhiyallahu anhu
itu ilah (Tuhan).
Sedangkan Syiah Rafidhah, mereka membenci kepada sebagian sahabat. Mereka
melontarkan celaan kepada sebagian sahabat. Mereka mengatakan bahwa para
sahabat telah kufur dan murtad setelah Rasulullah n wafat, termasuk juga Abu
Bakr Radhiyallahu anhu. Tidak ada pengecualian, selain Ahlul Bait dan beberapa
sahabat saja. Mereka berkata, sesungguhnya mereka itu adalah kekasih Ahlul
Bait.
Mereka juga mengecam isteri-isteri Rasul dan afdhalush shahabah (sahabat
terbaik), yaitu Abu Bakr secara terang-terangan. Terkadang mereka tampak
meridhainya, dan secara dhahir menunjukkan kecintaan kepada sahabat dan
Halaman 8 dari 86
Halaman 9 dari 86
Dan tidakkah patut bagi laki-laki yang mumin dan tidak (pula) bagi perempuan
yang mumin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan,
akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang
siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya dia telah sesat,
sesat yang nyata. [al Ahzab/33:36].
Aspek lain yang membuat mereka memberi perhatian sangat besar kepada al
Qur`an, karena Allah telah memudahkan al Qur`an untuk dipahami. Tidak ada
ayat-ayat yang sulit dipahami. Juga tidak ada ungkapan yang janggal di
dalamnya. Al Qur`an tidak memuat sesuatu yang ditolak oleh akal dan pikiran
yang sehat. Tidaklah mustahil siapa pun dapat menguasainya, karena kandungan
al Qur`an dapat dijangkau kemampuan akal manusia. Tidak menjadi monopoli
segelintir orang, atau strata tertentu saja. Di dalam al Qur`an tidak ada kata-kata
yang mengandung teka-teki atau rahasia. Setiap orang dapat menguasai sesuai
dengan kemampuannya.
Ini berbeda dengan kebohongan yang digulirkan ahli bidah. Mereka beranggapan,
adanya kontradiksi antara akal dengan naql. Berkaitan dengan kedudukan al
Halaman 10 dari 86
Qur`an
ini,
berikut
kami
paparkan
pandangan
beberapa
firqah
dalam
menempatkan al Qur`an pada diri mereka. Tulisan ini bersumber dari Tanaqudhi
Ahlil-Ahwa wal-Bidai fil Aqidah, karya Dr. Afaf binti Hasan bin Muhammad
Mukhtar, Cetakan I, Th. 1421H/ 2000M, Penerbit Maktabah Rusyd, Riyadh.
GOLONGAN KHAWARIJ
Firqah Khawarij, sesungguhnya mengagungkan al Qur`an dan berkeinginan
mengikuti kandungannya. Akan tetapi, jika melihat keberadaan mereka, ternyata
sangat jauh dari angan-angan. Mereka tidak mengaplikasikannya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menjelaskan, dasar pemikiran mereka adalah
mengagungkan al Qur`an dan ingin mengikutinya. Hanya saja, mereka keluar dari
lingkaran Ahli Sunnah wal-Jamaah. Mereka tidak mengikuti Sunnah yang
dianggap menyelisihi al Qur`an. Misalnya, seperti hukum rajam dan nishab
pencurian.
Mereka mengakui keberadaan al Qur`an dan hujjahnya, tetapi tidak memahami
layaknya generasi Salafush-Shalih. Dari sinilah kesesatan mereka bermula.
Mereka, seperti diungkapkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, mengikuti ayatayat mutasyabih dan mentakwilkannya, padahal tidak mengerti maknanya, tidak
memiliki ilmu yang luas, tidak mengikuti Sunnah, dan juga tidak mengikuti
pemahaman Salafush-Shalih dalam memahami al Qur`an.
Sangat jelaslah pendirian mereka, yaitu tidak menjadikan al Qur`an sebagai
hujjah sebagaimana menurut cara yang shahih (dibenarkan). Nabi Shallallahu
alaihi wa sallam telah memberitahukan tentang keberadaan mereka: (Mereka)
membaca al Qur`an, tetapi tidak melewati kerongkongan mereka. Keluar dari
Islam, seperti melesatnya anak panah (menembus) sasaran.
Hadits ini menjelaskan, mereka membaca al Qur`an, namun tidak mengamalkan
ajaran-ajarannya.
GOLONGAN SYIAH
Pendirian Syiah terhadap al Qur`an sudah diketahui, yaitu meyakini bahwa al
Qur`an telah mengalami tahrif (perubahan), baik dengan penambahan ataupun
pengurangan. Oleh karenanya, mereka tidak memandang al Qur`an sebagai
hujjah.
Bukti-bukti yang menunjukkan pandangan mereka seperti itu, dapat disaksikan
dalam kitab-kitab karangan para ulama penganut Syiah. Misal, coretan dalam
kitab al Kafi, yang mereka angkat selevel dengan Shahih Bukhari.
Kaum Syiah menukil pernyataan yang dinisbatkan kepada Jafar ash Shadiq:[2]
Kami mempunyai Mush-haf Fathimah[3] . Apa yang mereka ketahui tentang
Halaman 11 dari 86
Halaman 12 dari 86
dengan al Qur`an dan Sunnah. Atau memaksakan al Qur`an dan Sunnah untuk
tunduk dengan argumentasi yang mereka bawa.
Pandangan seperti ini, telah mendorong mereka untuk menetapkan akal sebagai
tumpuan
memahami
nash-nash
syariat.
Padahal,
mereka
hanya
Telp.
0271-858197
Fax
0271-858196]
_______
Footnote
[1]. Syarhul-Aqidatith-Thahawiyah.
[2]. Jafar ash-Shadiq bin Muhammad bin Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib,
adalah seorang dari kalangan Tabiin. Kaum Rafidhah (Syiah) mencatutnya
sebagai salah satu dari imam dua belas mereka. Banyak ucapan kotor dan kufur
yang dialamatkan kepadanya oleh Syiah. Padahal, beliau sangat murka dan
membuka kedok kebusukan mereka. Biografi ringkasnya pernah kami angkat
dalam Majalah As-Sunnah, Edisi 05/Tahun IX/ Rubrik Syakhshiyah, dengan judul
Imam Jafar ash Shadiq, Imam Ahli Sunnah, Bukan Milik Syiah.
[3]. Fathimah az-Zahra adalah putri Rasulullah.
[4]. Diriwayatkan al Kulaini dalam al Kafi, salah satu kitab Syiah.
Halaman 13 dari 86
[5]. Jabir bin Yazid al Jufi Abu Abdillah al Kufi dari kalangan ulama Syiah Rafidhah.
Dia termasuk pembohong besar. Syiah menganggapnya seorang perawi terkenal
di kalangan mereka. Para ulama hadits dari Ahli Sunnah tidak menoleh kepada
riwayat-riwayatnya, karena adanya faktor kedustaan yang melekat pada dirinya.
Lihat Taqribut-Tahdzib, hlm. 137.
[6]. Al Kafi (5/360). Sudah tentu perkataan ini merupakan dusta.
[7]. Dia adalah Amr bin Mahmub Abu Utsman al Jahizh al Bashri al Mutazili. Para
pengagumnya tertipu dengan kepiawaiannya dalam sastra Arab, sehingga
kesesatannya tertutup dari pandangan mereka.
[8]. Risalah at-Tarbi wat-Tadwir karyanya, hlm. 14.
[9]. Syarhul-Ushilil-Khamsah.
[10]. Lihat penjelasan ini di dalam kitab al Ikhtilaf fil-Lafzhi war-Raddi alalJahmiyah wal-Musyabbihah, karya Ibnu Qutaibah, hlm. 15.
[11]. Qaidah fil-Mujizat wal-Karamat.
Sumber Artikel:
https://almanhaj.or.id/3523-al-quran-menurut-pandangan-limafirqah.html
Halaman 14 dari 86
Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya
mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allh. Mereka tidak lain hanyalah
Halaman 15 dari 86
sesungguhnya
(mereka
berada)
dalam
kesesatan.
[Tafsru
al-
Qur`nil-Azhm, 3/322].
Dan Allh Azza wa Jalla berfirman:
Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebagian
mereka berbuat zhalim kepada sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan amat sedikit lah mereka ini.
[Shd/38:24].
Bukankah jumlah kaum Muslimin lebih sedikit dibandingkan bilangan orang-orang
yang kafir? Dan umat Islam yang taat menjalankan kewajiban-kewajiban
agamanya
lebih
sedikit
ketimbang
orang-orang
yang
mengabaikannya?
KEBENARAN
Halaman 16 dari 86
Allh Azza wa Jalla telah mengabarkan tentang umat terdahulu bahwa kaum
minoritas bisa saja berada di atas al-haq. Allh Azza wa Jalla berfirman:
Dan tidak beriman bersama dengan Nuh itu kecuali sedikit. [Hd/11:40].
Maka, siapa saja berada di atas al-haq yang berlandaskan dalil yang shahh dan
lurus, berkomitmen kuat dengannya dalam ucapan, perbuatan, keyakinan,
meskipun ia sendirian, dialah orang yang benar dan lurus, dan selanjutnya pantas
diikuti oleh orang lain.
Bahkan, seandainya pun tidak ada seorang pun yang berpegang teguh dengan alhaq, selama itu merupakan kebenaran, tetaplah merupakan kebenaran dan
menjadi sumber keselamatan.
Apabila kebanyakan orang hanyut dalam kebatilan dengan melanggar syariat,
tidak konsisten dengan ajaran Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam yang
diutus
untuk
menyampaikan
ilmu
dan
hidayah
kepada
semua
manusia,
mengadakan hal-hal baru dalam agama Islam yang tidak ada dasarnya yang jelas
dan tidak pernah dikenal oleh generasi terbaik umat Islam; dalam kondisi
demikian, pendapat mereka harus ditolak dan tidak boleh terpedaya dengan
jumlah mereka yang ada di mana-mana.
Sahabat Abdullh bin Masud Radhiyallahu anhu pernah berkata:
. :
[Janganlah seseorang dari kalian menjadi latah (dengan) mengatakan, Aku
bergabung dengan (arus) manusia (saja). Hendaknya ia melatih diri untuk
beriman walaupun orang-orang telah kafir].
Atas dasar nasihat berharga di atas, mari kita tanamkan pada diri kita,
Hendaklah kita melatih diri (dan berusaha keras) untuk berkomitmen dengan
petunjuk Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam , walaupun banyak orang
telah mengabaikan petunjuk beliau dan mengadakan hal-hal baru dalam Islam.
Semoga Allh Azza wa Jalla memberikan hidayah, rasyd dan taufik-Nya kepada
kita semua.
Imam Ibnul-Qayyim rahimahullah juga telah menggariskan pesan pentingnya,
Janganlah engkau (mudah) tertipu dengan apa yang mengelabui orang-orang
jahil. Mereka itu mengatakan, Jika orang-orang itu (yang berada di atas al-haq)
betul-betul di atas kebenaran, mestinya jumlah mereka tidak akan sedikit.
Sementara manusia lebih banyak yang tidak sejalan dengan mereka. Ingatlah
bahwa sesungguhnya orang-orang (yang berada di atas al-haq) itulah manusia
(sebenarnya). Sedangkan orang-orang yang bertentangan dengan mereka
hanyalah serupa dengan manusia, bukan manusia. Manusia (sebenarnya)
hanyalah orang-orang yang mengikuti al-haq meskipun mereka berjumlah paling
sedikit.[4]
Syaikh Shlih al-Fauzn hafizhahullh mengatakan, Memang betul, bila mayoritas
(manusia) di atas kebenaran dan al-haq, maka itu bagus sekali. Akan tetapi,
sunnatullh (ketetapan Allh Azza wa Jalla ) yang berjalan bahwa kuantitas yang
Halaman 17 dari 86
besar berada di atas kebatilan. (Ketetapan Ilahi ini berdasarkan firman Allh Azza
wa Jalla.
Dan sebagian besar manusia tidak akan beriman walaupun kamu sangat
menginginkannya [Ysuf/12 : 103]
Dan firman-Nya:
Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya
mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allh. Mereka tidak lain hanyalah
mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta
(terhadap Allh). [al-Anm/6 ayat 116][5].
BENARKAH MAYORITAS KAUM MUSLIMIN PADA MASA SEKARANG BERAQIDAH
ASYARIYAH?
Kaum Asyairah (yang beraqidah Asyariyah) adalah orang-orang yang berintisab
(menisbatkan diri) kepada Abul-Hasan al-Asyari, yaitu Ali bin Isml yang wafat
pada tahun 330H. Sebenarnya, melalui aspek historis, dapat diketahui bahwa
sosok yang terkenal ini mengarungi tiga fase dalam aqidahnya: bermadzhab
Mutazilah, kemudian berada dalam fase antara pengaruh aqidah Mutazilah dan
mengikuti Sunnah dengan menetapkan sebagian sifat Allh, namun masih
menakwilkan sebagian besarnya. Fase ini yang kemudian dikenal dengan aqidah
Asyariyah. Lalu keyakinannya yang terakhir, meyakini aqidah yang dipegangi dan
diyakini oleh generasi Salaf umat Islam. Sebab, ia telah menegaskan dan
memaparkannya dalam kitabnya al-Ibnah yang termasuk karya terakhir beliau.
Di dalamnya, beliau menjelaskan bahwa dirinya mengikuti aqidah yang dipegangi
oleh Imam Ahli Sunnah, Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah dan Ulama Ahli
Sunnah lainnya. Yaitu, menetapkan semua nama dan sifat yang ditetapkan Allh
Azza wa Jalla bagi Dzat-Nya dan ditetapkan oleh Raslullh bagi-Nya, sesuai
dengan keagungan dan kemuliaan Allh Azza wa Jalla , tanpa takyf, tamtsl, tahrf
dan takwl. Berdasarkan firman Allh Azza wa Jalla.
Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha
Mendengar dan Melihat. [asy-Syr/42:11].
Dikala panutan dan tokoh utama Asyariyah, Abul-Hasan al-Asyari rahimahullah
telah meninggalkan aqidah 20 sifatnya, para penganut aqidah Asyariyah masih
bertahan
dengan
pemikiran
Abul-Hasan
al-Asyari
rahimahullah
sebelum
Halaman 18 dari 86
mereka
dengan
baik.
Bukan
dengan
mengikuti
aqidah
yang
penggagasnya baru wafat pada abad empat hijriyah, apalagi yang bersangkutan
telah meninggalkan aqidah (yang salah) itu. Selain itu, secara logika, tidak
mungkin ada kebenaran yang tertutup dan tersembunyi bagi para Sahabat Nabi,
generasi Tabiin dan para pengikut mereka dengan baik, dan kemudian kebenaran
itu baru diketahui oleh orang yang kelahirannya setelah masa generasi terbaik
umat Islam.
3. Selain itu, aqidah Asyariyah hanyalah diyakini oleh orang-orang yang
mendalaminya di lembaga pendidikan Asyariyah atau mereka mempelajarinya
dari tangan guru-guru berkeyakinan Asyariyah. Sedangkan orang-orang awam
yang jumlahnya sangat banyak itu tidaklah mengenal Asyariyah. Aqidah mereka
masih di atas fitrah.
4. Syaikh Bakr Abu Zaid dalam at-Talum menambahkan bahwa aqidah orangorang dari tiga generasi terbaik; dari generasi Sahabat dan dua generasi
selanjutnya sejalan dengan Kitbullh dan Sunnah Raslullh Shallallahu alaihi
wa sallam yang dalam perjalanan sejarah dikenal dengan Aqidah Salaf.
MAKA,
BERSABARLAH
DAN
TETAPLAH
KOMITMEN
DENGAN
AL-HAQ
Dengan melihat fakta lapangan, orang yang tidak dan belum komitmen dengan
ajaran Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam jumlahnya lebih banyak
bahkan dominan di tengah masyarakat, maka seorang Muslim yang taat kepada
Allh Azza wa Jalla dan Rasul-Nya Shallallahu alaihi wa sallam tidak perlu merasa
cemas, resah dan terasing lantaran tidak memiliki teman banyak atau bahkan
tidak punya teman sama sekali. Sebab, hatinya ingin bersama dengan orangorang orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allh, yaitu: nabi-nabi, para
shiddqn, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka
itulah teman yang sebaik-baiknya.[8]
Apabila kesabaran dan keyakinannya menipis, maka ia akan meninggalkan
kebenaran itu, tidak sanggup menanggung beban (untuk menjalankan)nya,
apalagi bila ia tidak memiliki teman dan merasa resah dengan kesendiriannya.
Akhirnya, ia akan berkata, Kemana manusia pergi, maka aku mengikuti mereka.
[9]
MARI
SEBARKAN
AJARAN
AHLI
SUNNAH
WAL-JAMAAH!
Tersebarnya ajaran dan petunjuk yang bersumber dari al-Qur`n dan Sunnah
yang shahhah di tengah satu masyarakat, dari masyarakat terkecil seperti
Halaman 19 dari 86
Sesungguhnya aku benar-benar berharap kalian menjadi penghuni terbanyak di
dalam surga. [HR al-Bukhri dan Muslim dari hadits Ibnu Abbs Radhiyallahu
anhu][10].
Wallhu alam.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 05/Tahun XVII/1434H/2013. Diterbitkan
Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo Purwodadi Km.8 Selokaton
Gondangrejo
Solo
57183
Telp.
0271-858197
Fax
0271-858196]
_______
Footnote
[1].
Mifthu
[2].
Lihat
[3].
Syarhu
[4].
[5].
Dris-Sadah,
1/147.
Manhajul-Istidll,
2/695.
Masili
Mifthu
Syarhu
Masili
al-Jhiliyyah,
hlm.
61.
Dris-Sadah,
al-Jhiliyyah,
Shlih
al-Fauzn,
1/147.
hlm.
62.
[6]. Lihat Qathfu Jana ad-Dn, Darul-Fadhlah, Cet. I Th. 1423H-2002M, hlm35-36
[7].
At-Talum,
hlm.
121-122.
[8]. an-Nis/4 ayat 69. Lihat keterangan ini dalam ash-Shawriwu anil-Haqq, hlm.
109.
[9].
Syarhu
al-Aqdah
ath-Thahwiyah,
2/361.
Halaman 20 dari 86
BERHALA
Menyembah atau beribadah kepada berhala, jelas merupakan kekafiran. Jika itu
dilakukan bersamaan dengan beribadah kepada Allh Azza wa Jalla , berarti itu
adalah kemusyrikan, syirik akbar. Banyak sekali nash yang menegaskan supaya
orang di zaman ini atau zaman sebelumnya, meninggalkan penyembahan kepada
sesembahan-sesembahan selain Allh Azza wa Jalla itu. Di antaranya firman Allh
Subhanahu wa Taala :
Sesungguhnya masjid-masjid itu adalah untuk Allh, maka janganlah kamu
menyembah apapun selain Allh di dalamnya. [al-Jin/72:18].
Ketika Rasulullh Shallallahu alaihi wa sallam ditanya oleh Abdullh bin Masd
Radhiyallahu anhu tentang dosa apakah yang paling besar, beliau Shallallahu
alaihi wa sallam menjawab:
.
Apabila engkau menjadikan selain Allh sebagai tandinganNya yang disembah,
padahal Dialah yang telah menciptakan engkau. [HR Bukhr dan Muslim][1].
Namun ada sebagian kaum Muslimin yang keliru memahami. Menurut anggapan
mereka, berhala hanyalah patung, kayu, batu, pohon, serta tempat-tempat
keramat yang biasa disembah oleh orang-orang Hindu, Budha dan sejenisnya
yang bukan beragama Islam. Sedangkan kuburun orang-orang shalih yang dipujapuja atau yang biasa dikunjungi oleh sebagian kaum Muslimin untuk mencari
wasilah mendapatkan berkah, tidak dianggap sebagai berhala. Maka ketika
sebagian kaum Muslimin berbondong-bondong ngalap berkah dari berbagai
penjuru daerah ke tempat-tempat yang dianggap sakral di kuburan orang-orang
shalih untuk memohon berkah kepada penghuni kuburan atau mencari syafaat,
hal itu tidak dianggap sebagai penyimpangan dalam peribadatan dan bukan
Halaman 21 dari 86
peribadatan kepada selain Allh Azza wa Jalla. Bahkan justeru dianggap jenis
peribadatan kepada Allh Azza wa Jalla yang utama. Ini jelas batil.
Karena fakta inilah, maka Rasulullh Shallallahu alaihi wa sallam menegaskan
larangannya
agar
tidak
menjadikan
kuburannya
sebagai
berhala.
Beliau
IBADAH
Pengertian Ibadah kepada Allh Azza wa Jalla juga banyak disalahfahami oleh
banyak umat Islam. Sebagian di antara mereka memiliki asumsi bahwa ibadah
kepada Allh Subhanahu wa Taala terbatas pada amaliah lahiriyah shalat, puasa,
haji, zakat dan amaliah-amaliah lahiriyah lainnya saja. Di sisi lain ada yang
menganggap bahwa ziarah kubur para wali atau orang-orang shalih pada hari-hari
tertentu, bahkan menyengaja melakukan perjalan jauh (syaddu ar-Rihl) ke
kuburan-kuburan itu merupakan ibadah kepada Allh Subhanahu wa Taala yang
sangat utama.
Pada saat yang sama, sikap mengagungkan, cinta, tunduk dan merendahkan diri
kepada tempat-tempat sakral, seperti kepada kuburan orang-orang shalih,
petilasan-petilasan, atau bahkan masjid-masjid kuno yang dikeramatkan; oleh
sebagian kaum Muslimin justeru tidak dianggap sebagai peribadatan kepada
selain Allh Azza wa Jalla . Padahal hakikat ibadah pada prinsipnya adalah sikap
merendahkan diri dengan bertumpu pada cinta dan pengagungan kepada yang
diibadahi.[6]
Imam Ibnu al-Qayyim rahimahullah mengatakan, ibadah menghimpun dua pokok;
cinta yang setinggi-tingginya dan sikap merendehkan diri serta tunduk yang
Halaman 22 dari 86
setunduk-tunduknya. Siapa saja yang engkau cintai, tetapi engkau tidak tunduk
kepadanya,
maka
engkau
bukan
penghamba
terhadapnya.
Begitu
pula
sebaliknya. Siapa saja yang engkau tunduk kepadanya, tetapi tidak menyintainya,
engkaupun
bukan
penghamba
terhadapnya.
Sampai
engkau
betul-betul
.
Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan karena iman dan karena mencari
pahala Allh, maka akan diampunkan dosanya yang telah berlalu dan barangsiapa
yang mendirikan shalat malam pada malam lailatu qadar karena iman dan karena
mencari pahala Allh, maka akan diampunkan dosanya yang telah berlalu. [HR
Muslim] [8].
Juga sabda beliau pada riwayat lain:
.
Barangsiapa yang mendirikan shalat malam di bulan Ramadhan karena iman dan
karena mencari pahala Allh, maka akan diampunkan dosanya yang telah berlalu.
[HR Muslim][9].
Maksudnya, puasa dan shalat malam seseorang akan berfungsi benar sebagai
ibadah yang menghapus dosa jika puasa itu dilandasi oleh keimanan dan dalam
rangka mencari pahala Allh. Mafhum dari penjelasan di atas, jika seseorang
bersikap merendahkan diri dan tunduk dengan dilandasi rasa cinta dan
pengagungan, penuh khidmat, penuh rasa harap dan cemas, kepada bendabenda atau tempat-tempat yang disakralkan seperti kuburan para wali, petilasan
dan sejenisnya, berarti itu termasuk peribadatan kepada selain Allh. Dan
hukumnya jelas, termasuk syirik akbar. Wal Iydzu Billh.
MENGIKUTI
NENEK
MOYANG
Kesalahan lain yang sering dilakukan oleh sebagian umat Islam adalah taklid
kepada tradisi nenek moyang yang menyimpang. Dan ini sebenarnya merupakan
perilaku
dan
kebiasaan
kaum
musyrikin
semenjak
zaman
dahulu.
Allh
Dan apabila dikatakan kepada mereka: Ikutilah apa yang telah diturunkan Allh,
mereka menjawab: (Tidak) kami hanya akan mengikuti apa yang kami dapati
pada nenek moyang kami biasa melakukannya. Padahal nenek moyang mereka
itu tidak mengetahui apapun dan tidak mendapat petunjuk. [al-Baqarah/2:170].
Imam Ibnu Katsr rahimahullah menjelaskan ayat di atas: Apabila dikatakan
kepada orang-orang kafir dari kalangan kaum musyrikin itu: Ikutilah wahyu yang
Halaman 23 dari 86
Dan apabila dikatakan kepada mereka: Ikutilah apa yang diturunkan Allh,
mereka menjawab: (Tidak) tetapi kami hanya akan mengikuti kebiasaan yang
kami dapati dari nenek moyang kami. Apakah mereka (akan mengikuti nenek
moyang mereka) walaupun sebenarnya setan menyeru mereka ke dalam azab api
neraka yang menyala-nyala? [Luqmn/31:21].
SALAH
PERSEPSI
TENTANG
WASILAH
Merasa bahwa diri penuh dosa, tidak suci dari kesalahan, banyak memiliki kotoran
hati dan banyak melakukan kemaksiatan, adalah perasaan positif yang akan
dapat mendorong seseorang semakin taat dan bertakwa kepada Allh serta
semakin menjauhi larangan-laranganNya. Tetapi jika seseorang merasa tidak
layak untuk langsung memohon kepada Allh karena merasa dirinya terlalu kotor
hingga memerlukan wasilah dari orang shalih yang telah meninggal dunia supaya
bisa sampai kepada Allh, maka ini adalah suatu kesalahan fatal.
Apalagi jika untuk membenarkan sikap ini, ia berargumen bahwa menghadap
presiden saja perlu wasilah yang dapat memberikan syafaat, jelas ia semakin
terjerumus dalam kesalahan yang lebih fatal lagi. Yaitu menyerupakan Allh
dengan seorang presiden. Mengapa? Sebab sadar atau tidak sadar, ia telah
menganggap bahwa Allh seperti seorang presiden. Untuk menghadap Allh,
memerlukan wasilah seperti halnya menghadap presiden. Padahal presiden
banyak memiliki kelemahan, di antaranya tidak mengetahui persis kebutuhan
setiap rakyatnya, sehingga ia memerlukan pembantu untuk menghubungkan
dirinya dengan rakyatnya. Sedangkan Allh Azza wa Jalla Maha Sempurna dan
Maha mengetahui segala-galanya, tidak memerlukan satu pembantupun.
Menyerupakan Allh dengan makhlukNya adalah kufur. Allh Subhanahu wa Taala
berfirman:
Maka janganlah kamu menjadikan makhluk-makhluk serupa dengan Allh.
Sesungguhnya Allh Maha Mengetahui sedangkan kamu tidak mengetahui. [anNahl/16:74].
Pada ayat ini Allh Subhanahu wa Taala melarang untuk mengadakan sesuatu
yang serupa dengan Allh.[11]
Kaum musyrikin Arab zaman dahulu juga menjadikan patung-patung yang
menggambarkan orang-orang shalih yang telah meninggal dunia sebagai wasilah.
Halaman 24 dari 86
Mereka menganggap hal ini serupa dengan menghadap para raja dunia yang
memerlukan wasilah.[12] Dan ini adalah kebatilan.
Kaum musyrikin menyatakan bahwa penyembahan mereka kepada para berhala
hanyalah sebagai wasilah untuk mendekatkan diri kepada Allh dengan sedekatdekatnya. Tetapi tindakan mereka itu tetap disebut penyekutuan terhadap Allh
Azza wa Jalla . Allh Subhanahu wa Taala berfirman menceritakan tentang kilah
kaum musyrikin penyembah berhala itu:
Kami tidak menyembah mereka melainkan agar mereka mendekatkan diri kami
kepada Allh dengan sedekat-dekatnya. [ az-Zumar/39:3].
Imam Ibnu Katsr t dalam tafsirnya menjelaskan (artinya): Mereka menyembah
patung-patung
itu
karena
menganggap
bahwa
patung-patung
itu
menjadikan
sebagian
kaum
Muslimin
Solo
57183
Telp.
0271-858197
Fax
0271-858196]
_______
Footnote
[1]. Shahh al-Bukhr dalam Fathu al-Bry VIII/163, Kitb at-Tafsr, Bb III no. 4477
serta yang lainnya, dan Shahh Muslim bi Syarhi an-Nawaw, tahqq Khall Mamn
Syh, Dr al-Marifah, Beirut, Cet VII, 1421 H/ 2000 M, II/266-267, no. 253.
[2]. Musnad Imam Ahmad, Juz VII, Syarh & Talq: Ahmad Muhammad Sykir, Dr
al-Hadts, Kairo, cet. I 1416 H/1995 M, hal. 173, no. 7352, Musnad Ab Hurairah.
[3]. Lihat Fathu al-Majd Syarhu Kitab at-Tauhd, Syaikh Abdur Rahmn bin Hasan
lu asy-Syaikh, murjaah: Syaikh Bin Bz, Maktabah Dr as-Salm & Dr al-Faih
,
1414
H/1993
M,
Bb
Ja
Annal
Ghuluw
fish-Shlihn.hal.
212.
[4]. Shahh Sunan Ab Dwd, Maktabah al-Marif, Riyadh, cet. II dari terbitan
Halaman 25 dari 86
terbaru,
[5].
I/571,
Fathu
al-Majd
no.
Syarhu
Kitab
2042
at-Tauhd,
op.cit.
hal.
212
[6]. Lihat Taqrb at-Tadmuriyyah, Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsimn, Itin
& takhrj: Sayyid bin Abbs bin Al al-Julaim, Maktabah as-Sunnah, Kairo, cet. I,
1413
H/1992
M.
hal.
113.
[7]. Madrij as-Slikn, Imam Ibnu al-Qayyim, Dr Ihy at-Turts al-Araby, cet. II,
1421
[8].
H/2001
Shahh
Muslim
[9].
[10].
Bi
M,
Syarhi
an-Nawaw,
Ibid,
Tafsr
Ibnu
I/66
op.cit.
VI/283,
no.
no.
Katsir,
ayat
1778
1777
terkait,
Juz
I.
[11]. Syarh al-Aqdah al-Wsithiyyah, Syaikh Dr. Shlih bin Fauzn al-Fauzn,
Maktabah al-Marif, Riyadh, cet VI, 1413 H/1993 M, hal. 73, sub judul no. 17.
[12].
Ibid
[13]. Tafsir Ibnu Katsr, juz IV, Surat az-Zumar/39 ayat 3 dengan diringkas
bahasanya.
https://almanhaj.or.id/4307-mengapa-terjerumus-dalam-ibadah-kepada-selainallah.html
Halaman 26 dari 86
:
.(
(
) .
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam ,
beliau bersabda, Sesungguhnya agama ini mudah. Tidak ada seorang pun yang
mempersulit agama melainkan dia akan dikalahkannya. Maka luruslah dalam
beramal, dekatilah (tingkat kesempurnaan), dan bergembiralah, dan mintalah
pertolongan kepada Allh Azza wa Jalla pada pagi, sore, dan akhir malam. Pada
lafazh lain disebutkan, Berlaku sederhanalah (tidak berlebihan), berlaku
sederhanalah, niscaya kalian akan sampai (pada tujuan).
TAKHRIJ
Hadits
1.
ini
shahh.
Al-Bukhri
:
-
Yaitu
39
oleh
dan
6463),
An-Nas-i
(VIII/122),
KATA
HADITS
3. Al-Baihaqi (III/18).
KOSA
Diriwayatkan
(no.
2.
HADITS
menguatkan.
Maksudnya, tidaklah
seseorang
melakukannya
dan
akan
terputus
darinya.
: Luruslah dalam beramal. Maksudnya, berpegang teguhlah pada
kebenaran tanpa berlebih-lebihan dan tanpa meremehkan. Ahli bahasa berkata,
Makna
adalah bersikap sederhana dalam beramal.
juga bermakna
benar
dalam
berkata
dan
berbuat.
: Dekatilah kesempurnaan. Yaitu, jika kamu tidak mampu melakukan
sesuatu
dengan
sempurna,
maka
lakukanlah
hingga
mendekati
titik
kesempurnaan.
: Bergembiralah. Yakni bergembiralah dengan pahala amalan yang
dilakukan
secara
berkesinambungan,
meskipun
sedikit.
: Menurut bahasa artinya berjalan di pagi hari. Al-Jauhari berkata, Kata alghadwatu
artinya
waktu
antara
shalat
Shubuh
hingga
terbit
matahari.
Melakukan
perjalanan
setelah
matahari
:
Melakukan
perjalanan
di
akhir
:
tergelincir.
malam.
: Dibaca manshub pada huruf dal. Ungkapan ini merupakan anjuran, yaitu
anjuran agar kita mengambil perkara yang pertengahan.[1]
Halaman 27 dari 86
SYARAH
HADITS
Agama itu mudah. Artinya, agama Islam ini memiliki banyak kemudahan. Atau
Islam itu adalah agama yang mudah bila dibandingkan dengan agama-agama
sebelumnya. Sebab, Allh Azza wa Jalla telah mengangkat dari umat ini beban
yang dahulu dipikulkan kepada umat-umat sebelumnya. Sebagai contoh, taubat
umat terdahulu adalah dengan mengorbankan jiwa, sedangkan taubat umat ini
cukup dengan menghentikan perbuatan, bertekad untuk tidak mengulanginya dan
menyesali perbuatan tersebut.[2]
Ibnul-Munayyir rahimahullah berkata, Hadits ini termasuk salah satu mukjizat
Nabi Shallallahu alaihi wa sallam . Kita semua dapat menyaksikan bahwa setiap
orang yang melampaui batas dalam agama, niscaya dia akan terputus dari
amalnya. Ini tidak berarti dilarang mengejar ibadah yang lebih sempurna, sebab
itu termasuk perkara yang terpuji. Namun, yang dilarang di sini adalah sikap
memfokuskan diri hanya dalam satu macam ibadah saja sehingga mengakibatkan
kejemuan, atau berlebih-lebihan dalam mengerjakan amalan sunnah yang pada
akhirnya akan mengakibatkan perkara yang lebih utama terbengkalai. Atau
bahkan sampai mengulur-ulur kewajiban hingga keluar waktunya. Seperti orang
yang shalat tahajjud semalam suntuk, lalu tidur di akhir malam sehingga ia
terluput dari shalat Shubuh berjamaah, atau keluar dari waktu yang utama bagi
pelaksanaan shalat Shubuh, atau bahkan sampai terbit matahari sehingga keluar
dari batas akhir waktunya.[3]
Alangkah agungnya hadits ini ! Alangkah luas cakupan maknanya yang meliputi
semua kebaikan, wasiat-wasiat yang bermanfaat, dan pokok-pokok ajaran yang
lengkap. Nabi Shallallahu alaihi wa sallam telah meletakkan di awal hadits ini
asas yang agung tersebut. Beliau Shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
Sungguh, agama ini mudah. Yaitu mudah dan tidak rumit pada aqidahnya,
akhlaknya, amalannya, serta pada amalan-amalan yang harus dikerjakan dan
perkara-perkara yang harus ditinggalkan.
Sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam :
Sesungguhnya agama ini mudah
Maksudnya bahwa agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shallallahu alaihi
wa sallam adalah agama yang mudah.
Allh Azza wa Jalla berfirman :
Allh menghendaki kemudahan bagi kamu, dan tidak menghendaki kesukaran
bagimu [al-Baqarah/2:185].
Allh Azza wa Jalla juga berfirman:
Allh Azza wa Jalla tidak ingin menyulitkan kamu [al-M-idah/5:6].
Allh Azza wa Jalla berfirman :
dan Dia tidak menjadikan kesukaran untukmu dalam agama [al-Hajj/22:78].
Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda :
Halaman 28 dari 86
Sesungguhnya
sebaik-baik
agama
kalian
adalah
yang
paling
mudah,
Karena
berkumpul
dalam
melaksanakan
suatu
ibadah
termasuk
Dan laksanakanlah shalat, tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta orang yang
rukuk. [al-Baqarah/2:43].
Syariat zakat juga mudah dan ringan. Karena zakat tidak diwajibkan atas orang
miskin yang tidak memiliki harta yang mencapai nishab. Zakat hanya diwajibkan
atas orang-orang kaya (bila sudah mencapai nishab dan haul). Sebagaimana
sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam kepada Muadz bin Jabal Radhiyallahu
anhu :
Maka sampaikanlah kepada mereka bahwa Allh Azza wa Jalla mewajibkan
kepada mereka zakat yang diambil dari orang-orang kaya di antara mereka untuk
diberikan kepada orang-orang fakir[5]
Di antara tujuan zakat adalah untuk menyempurnakan agama dan keislaman
orang-orang yang mengeluarkan zakat, mengembangkan harta dan akhlak
mereka, menolak kerusakan dari mereka dan harta benda mereka, membersihkan
mereka dari kejelekan-kejelekan, menyantuni orang-orang yang membutuhkan,
dan mewujudkan maslahat-maslahat mereka secara menyeluruh. Di samping itu
Halaman 29 dari 86
juga, harta yang dikeluarkan untuk zakat itu hanya sebagian kecil atau
nominalnya kecil bila dibandingkan dengan harta dan rizki yang diberikan Allh
Azza wa Jalla untuk mereka.
Allh Azza wa Jalla berfirman :
Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan menyucikan mereka,
dan
berdoalah
untuk
mereka.
Sesungguhnya
doamu
itu
(menumbuhkan)
ketenteraman jiwa bagi mereka. Allh Azza wa Jalla Maha Mendengar, Maha
Mengetahui. [at-Taubah/9:103].
Allh Azza wa Jalla juga berfirman :
Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk
memperoleh keridaan Allh, maka itulah orang-orang yang melipatgandakan
(pahalanya). [ar-Rm/30:39].
Puasa juga ringan, karena yang diwajibkan hanya satu bulan dalam setahun.
Kaum Muslim melakukannya secara bersama-sama. Allh Azza wa Jalla berfirman:
Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. [al-Baqarah/2:183].
Saat berpuasa, mereka meninggalkan syahwat-syahwat mereka seperti makan,
minum, bersetubuh- pada siang hari, dan sebagai gantinya, Allh Azza wa Jalla
memberikan anugerah dengan menyempurnakan agama dan keimanannya,
memberikannya pahala yang besar dan berbagai kebaikan lainnya yang
merupakan buah dari puasa. Dan ini semuanya menjadi sebab tercapainya
derajat takwa.
Juga haji, sungguh Allh Azza wa Jalla tidak mewajibkannya kecuali atas orang
yang mampu, dan itu pun hanya sekali seumur hidup. Allh Azza wa Jalla
berfirman :
Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allh Azza wa Jalla adalah
melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu
mengadakan perjalanan ke sana [Ali Imrn/3:97].
Barangsiapa ingin menambah, maka itu hanyalah sunnah. Raslullh Shallallahu
alaihi wa sallam pernah ditanya oleh al-Aqra bin Hbis Radhiyallahu anhu
tentang berapa kali haji harus ditunaikan, apakah harus setiap tahun ataukah
hanya cukup sekali seumur hidup? Maka Beliau Shallallahu alaihi wa sallam
menjawab :
Haji itu (wajibnya) satu kali, barangsiapa yang ingin menambah, maka itu sunnah.
[6]
Di dalam pelaksanaan ibadah haji itu terdapat manfaat yang sangat banyak, baik
manfaat duniawi maupun manfaat ukhrawi. Allh Azza wa Jalla berfirman :
Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka (al-Hajj/22:28).
Yakni, manfaat dari segi keagamaan dan keduniaan.
Halaman 30 dari 86
Begitu pula syariat-syariat Islam lainnya. Semuanya sangat mudah. Allh Azza
wa Jalla berfirman :
Allh Azza wa Jalla menghendaki kemudahan bagi kamu, dan tidak
menghendaki kesukaran bagimu [al-Baqarah/2:185].
Meski sudah mudah, bila seorang hamba mendapatkan halangan berupa sakit,
safar, atau yang lainnya, maka diberikan lagi sejumlah kemudahan lainnya,
berupa pengguguran sebagian kewajiban atau sebagian sifat serta bentuknya,
sebagaimana yang sudah diketahui bersama. Misalnya, shalat bagi orang yang
sedang sakit. Jika tidak bisa berdiri, maka dilaksanakan dengan cara duduk; Jika
tidak bisa duduk, maka dengan berbaring.
Kemudian, jika seorang hamba memperhatikan amal-amal yang disyariatkan
kepadanya dalam sehari semalam, baik yang wajib maupun sunnah, seperti
shalat, puasa, sedekah, dan lain sebagainya, lalu dia ingin mengikuti Raslullh,
Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam , dalam pelaksanaannya, maka dia akan
dapati semua amalan itu mudah, tidak berat serta tidak menghalanginya dari
usaha untuk mewujudkan kemaslahatan dunianya. Bahkan sangat memungkinkan
baginya untuk menunaikan semua hak-hak, seperti hak Allah, hak jiwanya, hak
keluarga dan hak sahabat dan hak-hak orang yang berkenaan dengan dirinya.
Semua itu bisa dilakukan dengan ringan dan mudah.
Sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam :
Tidak ada seorang pun yang mempersulit agama melainkan akan dikalahkannya
Yakni barangsiapa mempersulit dirinya, tidak merasa cukup dengan apa yang
dilakukan oleh Nabi Shallallahu alaihi wa sallam , dan tidak pula merasa cukup
dengan pengajaran Beliau Shallallahu alaihi wa sallam , bahkan berlebihan atau
ekstrim
dalam
Sehingga,
beragama,
akhirnya
ia
maka
tidak
sungguh
berdaya,
agama
berhenti,
akan
lelah,
mengalahkannya.
dan
akhirnya
ia
Hendaklah kalian tetap memegang teguh petunjuk yang lurus (sederhana),
hendaklah kalian tetap memegang teguh petunjuk yang lurus (sederhana),
hendaklah kalian tetap memegang teguh petunjuk yang lurus (sederhana), sebab
barang siapa yang mempersulit diri dalam (urusan) agama ini, maka agama akan
mengalahkannya (ia akan menemukan kesulitan).[7]
Sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam :
Maka luruslah dalam beramal, dekatilah (tingkat
kesempurnaan),
dan
bergembiralah
Yakni Nabi Shallallahu alaihi wa sallam mewasiatkan agar menempuh jalan lurus
atau benar dan mendekatkan diri (menuju tingkat kesempurnaan), menguatkan
jiwa dengan kabar gembira dan kebaikan serta tidak putus asa. At-tasdd (berlaku
lurus) maksudnya mengucapkan perkataan yang benar, melakukan perbuatan
yang benar serta menempuh jalan yang lurus. Jadi, dia harus benar dalam semua
Halaman 31 dari 86
perkataan dan perbuatan ditinjau dari semua sisi. Apabila tidak bisa benar dari
semua sisi, maka hendaklah ia bertakwa kepada Allh Azza wa Jalla semaksimal
mungkin dan terus berusaha menyempurnakannya. Dan barangsiapa tidak
mampu melakukan amal kebaikan seluruhnya, maka hendaklah dia mengerjakan
amalan yang dia mampu.
Sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam :
Dan mintalah pertolongan kepada Allh Azza wa Jalla pada pagi, sore, dan pada
akhir malam
Yakni ketiga waktu ini adalah waktu yang paling nyaman bagi para musafir untuk
melakukan perjalanan duniawi. Sebagaimana tiga waktu itu sangat nyaman untuk
melakukan perjalan duniawi, tiga waktu itu juga sangat nyaman dan tepat untuk
melakukan perjalanan ukhrawi, untuk menempuh as-shirtul mustaqm atau
berjalan menuju Allh Azza wa Jalla . Saat seseorang mendorong dirinya dan
menyibukkannya dengan kebaikan dan amal-amal shalih dengan ikhlas dan
ittiba`, serta sesuai dengan waktunya yakni, awal siang, akhir siang, sedikit dari
waktu malam, khususnya di akhir malam, niscaya dia akan meraih kebaikan yang
sempurna. Dia akan dapat meraih kebahagiaan, kesuksesan, keberuntungan,
serta keselamatan dengan nyaman dan tenteram, tanpa menyampingkan
keinginan-keinginan duniawi.
Ini termasuk bukti terbesar yang menunjukkan kasih sayang Allh Azza wa Jalla
yang sangat luas terhadap para hamba-Nya dengan sebab agama Islam ini yang
merupakan sumber kebahagiaan abadi. Karena Allh telah menetapkannya buat
para hamba-Nya, menjelaskannya melalui lisan para Rasul-Nya, menjadikannya
mudah dan gampang, memudahkannya dari segala sisi, mengasihani orang-orang
yang beramal, dan memelihara mereka dari semua hambatan dan penghalang.
Allh Azza wa Jalla mengutus Rasul-Nya sebagai rahmat, Allh Azza wa Jalla
berfirman :
Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi)
rahmat bagi seluruh alam. [al-Anbiy`/21:107].
Sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam :
berlaku sederhanalah (tidak berlebihan), berlaku sederhanalah, niscaya engkau
akan sampai
Yakni barangsiapa mengamalkan agama ini dengan berlebihan, dan tidak
proporsional, maka dia akan menyesal dan mundur. Oleh karena itu, Nabi
Shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan dan menganjurkan agar berlaku
sederhana.
Kita berusaha melaksanakan syariat Islam yang mudah ini dengan sederhana,
tidak berlebih-lebihan, sesuai dengan syariat Islam. Allh Azza wa Jalla
berfirman :
Halaman 32 dari 86
Dan apabila aku perintahkan kamu dengan suatu perintah maka lakukanlah apa
yang kamu mampu.[8]
Dan sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam pada hadits lain:
Permudahlah dan jangan persulit, berikanlah kabar gembira dan jangan membuat
orang lari.[9]
Alasan imam al-Bukhri mencantumkan hadits ini (agama Islam itu mudah)
setelah hadits-hadits yang dicantumkan sebelumnya sangat jelas. Sebab hadits
ini berisi anjuran untuk mengerjakan shalat tahajjud, puasa, dan jihad. Raslullh
Shallallahu alaihi wa sallam ingin menjelaskan bahwa yang paling utama adalah
tidak memaksakan diri, karena akibatnya akan lemah, sehingga tidak mampu
melanjutkan amal ibadah itu. Maka, hendaknya seseorang beramal semampunya
dan mengikuti tahapan yang ada, supaya amalnya berkesinambungan dan tidak
terputus di tengah jalan.[10]
Maka dari penjelasan di atas, dapat diambil beberapa kaidah:
1.
Kemudahan yang mencakup semua syariat Islam secara umum
2.
Kesulitan mendatangkan kemudahan saat kesulitan itu mendera.
3.
4.
Menyemangati orang-orang beramal, memberi kabar gembira bagi mereka
dengan kebaikan dan pahala yang disiapkan atas amal-amal.
5.
Wasiat lengkap tentang cara berjalan menuju Allh Azza wa Jalla yang bisa
menggantikan segala sesuatu namun tidak bisa digantikan oleh apapun.[11]
FAW-ID
1. Islam adalah agama yang penuh kemudahan dan berusaha menghilangkan
segala
2.
bentuk
Anjuran
untuk
lemah
lembut
kesulitan.
dan
sederhana
dalam
beramal.
bentuk
kemudahan
dan
rahmat
dari-Nya.
4. Setiap orang yang berlebihan dalam agama akan terhenti di tengah jalan,
karena
berlebihan
akan
mengakibatkan
kejenuhan
dan
kebosanan.
5. Amal yang dicintai oleh Allh Azza wa Jalla adalah yang kontinyu meskipun
sedikit.
6. Sederhana dalam beribadah dan tidak berlebih-lebihan akan mengantarkan
kepada keridhaan Allh Azza wa Jalla dan mendorong pelakunya untuk terus
beribadah
kepada-Nya.
Halaman 33 dari 86
7. Perhatian tentang waktu-waktu untuk beramal, karena waktu pagi, sore, dan
akhir malam merupakan waktu yang paling utama bagi para musafir. Dan waktuwaktu ini adalah waktu-waktu yang terbaik untuk melakukan amal shalih.
8. Pada hakikatnya, dunia adalah tempat persinggahan dan jalan menuju akhirat.
Maka Nabi Shallallahu alaihi wa sallam memperingatkan ummatnya agar mereka
menggunakan dengan sebaik-baiknya waktu-waktu luang dan kosong mereka.
9. Disunnahkannya mengambil keringanan dalam syariat pada waktunya, karena
mengambil sesuatu yang berat pada saat diberikan keringanan merupakan
pebuatan
yang
berlebihan.
10. Hadits ini sebagai mukjizat Raslullh Shallallahu alaihi wa sallam . Kita
menyaksikan bahwa setiap orang yang melampaui batas dalam agama, pasti
akan terputus amalnya dan tidak sanggup melakukannya.
Marji`:
1.
Al-Qur`nul-Karm.
2.
Kutubus-Sittah.
3.
Fathul
Bri,
4.
Fathul
5.
Musnad
Ibnu
Hajar
Bri,
al-Asqalani,
Ibnu
Imam
Cet.
Drul-Fikr.
Rajab
Ahmad
al-Hanbali.
bin
Hanbal.
6. Syarh Sunan an-Nasa`i, tahqiq Muhammad bin Syaikh al-Allamah Ali bin Adam
bin
Musa
al-Atyubi
al-Wallawi,
7.
Cet.
ke-2,
Dr
Bahjatu
8.
Aal-Barum.
Qulbil-Abrr.
Syarh
Riydhish-Shlihn.
9. Bahjatun-Nzhirn.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 05/Tahun XVII/1434H/2013. Diterbitkan
Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo Purwodadi Km.8 Selokaton
Gondangrejo
Solo
57183
Telp.
0271-858197
Fax
0271-858196]
_______
Footnote
[1]. Fat-hul-Bri (I/94-95), Ibnu Hajar al-Asqalani dan Syarh Sunan an-Nasa`i
(37/366-368).
[2].
Fat-hul-Bri
[3].
Fat-hul
(I/94).
Bri
(I/94).
I/94).
[5]. Shahh. HR al-Bukhri (no. 4347) dan Muslim (no. 19 (29), at-Tirmidzi (no.
625),
Abu
Dawud
(no.
1584),
dan
an-Nasa`i
(V/55).
[6]. Shahh. HR Abu Dawud (no. 1721), al-Hakim (II/441), an-Nasa`i (V/111), dan
Ibnu Majah (no. 2886), dan Ahmad (I/352). Lafazh ini milik Abu Dawud. Hadits ini
Halaman 34 dari 86
dishahhkan oleh Syaikh al-Albni dalam Shahh Sunan Abi Dawud (V/405, no.
1514).
[7]. Shahh. HR Ahmad (IV/422 dan V/350), al-Hakim (I/312), dan lainnya dari
Sahabat
Buraidah
al-Aslami.
[8]. Shahh. HR al-Bukhri (no. 7288) dan Muslim (no. 1337), dari Abu Hurairah.
[9]. Shahh. HR al-Bukhri (no. 69, 6125) dan Muslim (no. 1734 (8)), dan lainnya,
dari
[10].
Anas
bin
Fathul-Bri
Mlik.
(I/95).
[11]. Bahjatu Qulbil-Abrr (hlm. 166-170), karya Syaikh Abdurrahmn bin Nashir
as-Sadi.
https://almanhaj.or.id/4302-islam-itu-mudah.html
Halaman 35 dari 86
dalam
tinjauan
1.
Hakikat
2.
Perdukunan
3.
Hukum
Islam.
Sisi-sisi
dukun
dan
dahulu
sekarang.
dalam
pembahasan
ini
meliputi:
perdukunan.
dan
pedukunan
pembahasan
antara
Islam.
lain
adalah:
DUKUN
DAN
PERDUKUNAN
Halaman 36 dari 86
Adapun pengunaannya untuk makna yang berbeda, hal ini lebih ditentukan oleh
asal kalimat tersebut secara etimologi, serta proses dan cara yang digunakan oleh
si pelaku dalam praktek perdukunannya. Misalnya ada dengan cara mantramantra, atau dengan cara memakai alat bantu seperti huruf-huruf abjadiyah,
melihat garis-garis yang ada pada telapak tangan, atau peredaran bintang, atau
menulis dengan tongkat di pasir, dan sebagainya.
Ada dua kalimat yang sangat dekat maknanya dari istilah-istilah yang sebutkan di
atas, yaitu: khin (dukun) dan arrf (peramal). Berikut ini beberapa penjelasan
ulama tentang makna dua kalimat tersebut.
Pertama
:
Makna
Khin.
hati
seseorang
melalui
bisikan-bisikan
yang
dilakukan
setan
kepadanya. Karena setan berjalan dalam diri manusia seperti mengalirnya darah
dalam tubuh manusia. Maka setan dapat mengetahui tentang seseorang hal yang
tidak bisa diketahui oleh orang lain.[2]
Kedua
:
Makna
Arrf.
Adapun arti arrf (peramal) menurut Imam Baghawi rahimahullah, adalah orang
yang
mengaku
mengetahui
peristiwa
dengan
cara-cara
tertentu
untuk
mengetahui tempat barang yang dicuri, tempat barang yang hilang dan
semisalnya.[3] Sedangkan menurut Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyah, arrf (peramal)
adalah nama untuk dukun, ahli nujum dan rammal (tukang tenung).[4]
Syaikh Shlih Fauzan menjelaskan perkara orang yang mengaku mengetahui
peristiwa dengan cara-cara tertentu untuk mengetahui barang yang dicuri,
tempat barang hilang dan semisalnya melalui setan (jin). Setan memang
memungkinkan untuk melakukan hal tersebut. Pada zhahirnya sang peramal akan
terlihat melakukan sesuatu yang biasa menurut banyak orang, akan tetapi itu
hanya sebagai kedok belaka. Pada hakikatnya ia bekerjasama dengan setan.
Kalau tidak, darimana ia dapat megetahui tentang dimana tempat benda yang
Halaman 37 dari 86
dicuri atau benda yang hilang? Kalau bukan dengan cara bekerjasama dengan
setan (Jin).
Berikutnya Syaikh Shlih Fauzan menyebutkan pendapat lain tentang arti arrf
(peramal), bahwa artinya sama dengan khin (dukun). Karena keduanya samasama mengaku mengetahui perkara-perkara ghaib melalui perantara setan (Jin).
Keduanya sama-sama merupakan anak buah setan. Walaupun berbeda dari segi
nama, namun memiliki arti dan profesi sama, yaitu sama-sama mengaku
mengetahui hal-hal yang ghaib.[5]
Kesimpulan
Syaikh Shlih lu Syaikh berusaha menyimpulkan pandangan ulama tentang
makna khin dan arrf sebagaimana berikut.
Pendapat pertama, khin adalah orang yang mengaku mengetahui perkara ghaib
yang akan datang berkerjasama dengan setan. Dan arrf adalah orang yang
mengaku mengetahui perkara ghaib yang tersembunyi dan tidak terlihat oleh
manusia juga berkerjasama dengan setan.
Pendapat kedua, khin lebih bersifat umum, sedangkan arrf lebih bersifat
khusus. Khin termasuk didalamnya adalah setiap orang yang mengaku
mengetahui perkara ghaib yang akan datang maupun yang telah berlalu yang
tidak diketahui oleh manusia. Juga termasuk didalamnya adalah ahli nujum dan
semacamnya. Seperti tukang tenung, mengundi nasib melalui huruf abjadiyah,
melalui biji-biji tasbih, melalui mengukir di pasir dan sebagainya. Dan bahkan
sebagian ulama kontemporer mengatakan bahwa ilmu hipnotis termasuk di
dalamnya [6].
CARA JIN MENDAPATKAN BERITA GHAIB DAN BEKERJA SAMA DENGAN DUKUN
Terjalinya kerja sama antara jin dan dukun tentu memiliki kensekwensi dan
komitmen yang mesti dipenuhi oleh kedua belah pihak. Di antara bentuk
komitmen dan kensekwensi tersebut, sang dukun harus menuruti persyaratan
yang diminta oleh Jin. Setelah hal itu dilakukan sang dukun maka kemudian jin
membantu sang duku dalam praktek profesinya sebagai dukun. Biasanya
persyaratan itu tidak rumit, cukup melakukan salah satu bentuk kesyirikan atau
kekufuran saja, meskipun sang dukun tetap melakukan amalan ibadah yang
zhahir seperti shalat, puasa dan lain sebagainya. Dan kadang kala yang menjadi
persyaratan itu melakukan ibadah yang menyelisihi Sunnah Raslullh Shallallahu
alaihi wa sallam. Sehingga dengan demikian, tanpa disadari sang dukun terjebak
dalam sebuah dosa yang selalu dilakukan dalam hidupnya. Dia tidak menyadari
itu sebagai sebuah dosa dan kesalahan. Yang lebih populer dalam istilah ulama,
yaitu amalan-amalan bidah.
Ketika telah terjalin kerjasama yang erat, maka jin berupaya membantu sang
dukun dalam mengetahui berita-berita ghaib. Bagaimana cara jin mendapatkan
berita-berita ghaib tersebut? Jawabannya terdapat pada hadits berikut ini:
Halaman 38 dari 86
)) :
{
}
{
-
-
.((
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, bahwa Nabi Shallallahu alaihi wa sallam
bersabda: Apabila Allh memutuskan sebuah perintah di langit, para malaikat
menundukkan sayap-sayap mereka dengan penuh takut, bagaikan suara rantai
yang ditarik di atas batu putih. Apabila telah hilang rasa takut dari hati mereka,
mereka bertanya: Apa yang dikatakakan oleh Tuhan kalian? Jibril menjawab:
Tentang kebenaran dan Ia Maha Tinggi lagi Maha Besar. Lalu para pencuri berita
langit (setan) mendengarnya. Mereka para pencuri berita langit tersebut seperti
ini, sebahagian mereka di atas sebagian yang lain -Sufyan (rawi hadits)
mencontohkan dengan jari-jarinya- maka yang paling di atas mendengar sebuah
kalimat lalu membisikannya kepada yang di bawahnya, kemudian selanjutnya ia
membisikan lagi kepada yang di bawahnya dan begitu seterusnya sampai ia
membisikannya kepada tukang sihir atau dukun. Kadang-kadang ia disambar oleh
bintang berapi sebelum menyampaikannya atau ia telah menyampaikannya
sebelum ia disambar oleh bintang berapi. Maka setan mencampur berita tersebut
dengan seratus kebohongan. Maka dikatakan orang: bukan ia telah berkata
kepada kita pada hari ini dan ini maka ia dipercaya karena satu kalimat yang
pernah ia dengan langit tersebut.[7]
Dalam hadits di atas ada berapa
point
yang
dapat
kita
jelaskan.
Pertama, dalam hadits tersebut diterangkan bagaimana proses jin dalam mencari
berita-berita ghaib. Yaitu dengan bertengger satu di atas yang lainnya seperti
pertunjukkan orang memanjat pinang atau seperti seni olah raga yang dilakukan
di sekolah-sekolah. Yaitu dengan cara lima orang di bawah, lalu pada tingkat
kedua naik empat orang, kemudian pada tingkat berikut tiga orang, dan begitu
seterusnya.
Kedua, berita ghaib yang mereka dapatkan itu berasal dari perkataan Allh
Subhanahu wa Taala kepada para malaikat untuk melakukan tugas tertentu, lalu
para malaikat saling berkomunikasi antara satu dengan yang lainnya. Melalui
percakapan malaikat tersebut, jin mencuri dengar dan menyampaikannya kepada
mitranya dari kalangan dukun.
Ketiga, bahwa para jin tidak senantiasa dapat mencuri berita langit tersebut
karena Allh Subhanahu wa Taala menjadikan sebagian bintang untuk melempar
mereka yang berusaha mencuri dengar berita langit tersebut.
Keempat, jika jin selamat dari lemparan bintang yang berapi, barulah mereka
berhasil mencuri satu kalimat dari berita langit. Artinya, jin tidak mengetahui
Halaman 39 dari 86
secara detail atau seutuhnya tentang berita langit tersebut. Lalu berita tersebut
mereka
campur
dengan
seratus
kedustaan.
Kelima, bahwa sebab adanya manusia yang mempercayai dukun adalah gara-gara
tidak melihat kebohongan jin dan hanya mengingat satu kalimat yang terdapat
seratus kebohongan. Lalu kalimat yang satu tersebut diekspos kemana-mana,
namun tidak mengekspos kebohongannya yang begitu banyak.
Dalam hadits yang lain Raslullh Shallallahu alaihi wa sallam menjelaskan :
-
Diriwayatkan oleh Aisyah Radhiyallahu anha, saat para sahabat bertanya kepada
Raslullh Shallallahu alaihi wa sallam tentang dukun. Jawab beliau Shallallahu
alaihi wa sallam : Tidak perlu percaya, lalu sahabat bertanya lagi: Wahai,
Raslullh Shallallahu alaihi wa sallam . Sesungguhnya mereka kadang-kadang
memberitahu kita sesuatu yang benar terbukti? Jawab Raslullh Shallallahu
alaihi wa sallam : Itu adalah sebuah kalimat yang benar yang dicuri oleh Jin, lalu
ia bisikkan ke telinga pembantunya (dukun), kemudian ia campur dengan seratus
kebohongan.[8]
Dalam lafazh yang lain berbunyi:
-
Dari Aisyah Radhiyallahu anha, bahwa ia mendengar Raslullh Shallallahu alaihi
wa
sallam
bersabda:
Sesungguhnya
malaikat
turun
ke
awan,
mereka
semua
berita
yang
dikatakannya.
Karena
kalau
semua
perkataannya bohong pasti tidak ada yang percaya dukun. Beginilah cara setan
melakukan
tipu
dayanya
untuk
menyesatkan
manusia.
Yaitu
dengan
menyamarkan antara yang hak dengan yang batil, antara yang benar dengan
yang salah.
PERDUKUNAN
DAHULU
DAN
SEKARANG
Berikut ini penjelasan sekilas tentang sisi-sisi kesamaan dan perbedaan antara
dukun zaman dulu dan zaman moderen sekarang ini.
Perdukunan
Zaman
Dulu
Pada zaman dulu para dukun lebih banyak beroperasi di daerah pedalaman yang
Halaman 40 dari 86
minim
ilmu
pengetahuan
serta
kurangnya
pusat
pelayanan
kesehatan
Zaman
Sekarang
Halaman 41 dari 86
HUKUM
PERDUKUNAN
DALAM
ISLAM
Berikut ini beberapa dalil yang menjelaskan tentang hukum perdukunan dalam
Islam. Perdukunan bukanlah sesuatu yang baru dalam kehidupan manusia, ia
sudah ada jauh sebelum Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam diutus oleh
Allh Subhanahu wa Taala. Sebagaimana Allh Subhanahu wa Taala menyanggah
tuduhan orang-orang kafir Quraisy terhadap Nabi Muhammad Shallallahu alaihi
wa sallam :
Maka tetaplah memberi peringatan, dengan sebab nikmat Rabb-mu engkau
bukanlah seorang dukun dan bukan pula seorang gila. [ath-Thr/52:29].
Dalam ayat ini Allh Subhanahu wa Taala membantah tuduhan bohong kaum
musyrikin terhadap Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam bahwa ia
seorang dukun (tukang tenung) atau orang gila. Karena Raslullh Shallallahu
alaihi wa sallam mengabarkan kepada mereka tentang hal-hal yang akan datang
pada hari kiamat melalui perantaraan wahyu yang diwahyukan Allh Azza wa Jalla
kepadanya. Mereka ingin menyamakan antara seorang nabi dengan seorang
dukun yang suka meramal kejadian-kejadian yang akan datang, sebagai alasan
untuk menolak ajaran Nabi Shallallahu alaihi wa sallam .
Dari ayat di atas juga dapat ditarik kesimpulan bahwa orang yang memberitakan
kabar yang akan datang itu ada tiga jenis.
Pertama, seorang nabi yang mendapat wahyu dari Allh Azza wa Jalla ,
sebagaimana Allh Azza wa Jalla berfirman:
Demikianlah dari berita-berita ghaib yang Kami (Allh) wahyukan kepadamu. [Ali
Imran/3:44].
Kedua, dukun, sebagaimana yang telah dijelaskan di atas tentang hakikatnya.
Ketiga, orang gila yang berbicara di luar kesadaran.
Raslullh Shallallahu alaihi wa sallam telah menperingatkan umatnya untuk
tidak
mendatangi
dan
mempercayai
dukun
ataupun
membuka
praktek
dukun.
..
Dari Muawiyah bin Hakam Radhiyallahu anhu, ia berkata kepada Raslullh
Shallallahu alaihi wa sallam : Ada beberapa hal yang biasa kami lakukan pada
masa jahiliyah, kami terbiasa datang ke dukun? Jawab Raslullh Shallallahu
alaihi wa sallam : Jangan kalian datang ke dukun.[10].
2.
Larangan
bertanya
kepada
dukun.
..
Diriwayatkan lagi oleh sebagian isteri Nabi Shallallahu alaihi wa sallam , dari Nabi
Shallallahu alaihi wa sallam : Barangsiapa yang mendatangi tukang tenung
Halaman 42 dari 86
untuk bertanya tentang sesuatu, maka tidak diterima darinya shalat selama
empat puluh malam.[11]
Dalam hadits ini dijelaskan tentang besarnya dosa mendatangi dukun untuk
sekedar bertanya tentang sesuatu, menyebabkan pahala amalan shalatnya
selama empat puluh malam atau hari hilang. Ini menunjukkan betapa besar dosa
mendatangi dukun.
3.
Larangan
mempercayai
dukun.
-
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, bahwa Nabi Shallallahu alaihi wa sallam
bersabda: Barangsiapa yang mendatangi dukun lalu mempercayainya, sungguh
ia telah kafir dengan apa yang diturunkan kepada Muhammad Shallallahu alaihi
wa sallam .[12]
Dalam hadits di atas Raslullh Shallallahu alaihi wa sallam membedakan antara
hukum mendatangi dukun dengan hukum mempercayainya. Hukum mendatangi
dukun berisiko tidak diterima shalat bagi pelakunya selama empat puluh hari.
Adapun hukum mempercayai perkataan dukun tentang hal yang ghaib berisiko
membuat seseorang tersebut telah terjatuh kepada perbuatan kufur, meskipun
Ulama berbeda pendapat tentang maksud kata kufur tersebut. Di antara mereka
ada yang berpendapat bahwa yang dimaksud adalah kufur akbar (besar). Namun
sebagian mereka berpendapat bahwa yang dimaksud adalah kufur asghar (kecil).
Sebagian lagi lebih memilih tidak merinci kepada akbar maupun asghar, karena
konteksnya berbicara tentang ancaman.[13]
Sebahagian Ulama mengomentari tentang ancaman yang terdapat dalam hadits
di atas.[14 Jika demikian ancaman bagi orang yang mendatangi dan mempercayai
dukun, bagaimana dengan si dukun itu sendiri ? Tentu ancaman dan adzabnya
lebih berat lagi.
4. Larangan meminta
perdukunan
dan
membuka
praktek
perdukunan.
Dari Abu Masud Radhiyallahu anhu , bahwa Raslullh Shallallahu alaihi wa
sallam melarang (memakan) hasil jual anjing, upah pelacur dan upah dukun.[16]
Imam Nawawi rahimahullah mengatakan,[17] Ketahuilah bahwa perdukunan,
mendatangi dukun, mempelajari perdukunan, ilmu nujum, meramal dengan pasir,
Halaman 43 dari 86
gandum dan batu kerikil, termasuk mengajarkan semua hal ini adalah haram dan
mengambil upah atasnya juga haram berdasarkan dalil yang shahh.
Dikisahkan dalam sebuah riwayat bahwa Abu Bakar ash-Shidiq Radhiyallahu anhu
pernah diberi makanan oleh hamba sahayanya. Setelah makanan itu ditelan Abu
Bakar ash-Shidq Radhiyallahu anhu, hamba sahaya tersebut bertanya kepadanya,
Tahukah Anda dari mana makanan ini? Abu Bakar menjawab, Tidak! Jawab
hamba sahaya, Dulu semasa jahiliyah aku pernah berpura-pura jadi dukun, lalu
ini upahnya, maka Abu Bakar Radhiyallahu anhu memasukkan anak jarinya ke
kerongkongannya hingga ia memuntahkan apa yang ada dalam perutnya.[18]
Adapun sisi-sisi kemungkaran yang dilakukan oleh para dukun, secara ringkas ada
tiga
jenis.
1. Mengaku mengetahui hal-hal yang ghaib, hal ini adalah syirik dalam tauhid
rububiyyah, karena mengaku dapat mengetahui hal-hal yang ghaib. Padahal ini
adalah kekhususan bagi Allh semata, sebagaimana dalam firman Allh Azza wa
Jalla :
Katakanlah, Tiada seorang pun di langit maupun di bumi yang dapat mengetahui
yang ghaib kecuali Allh. [an-Naml/27:65].
2. Bermitra dengan jin atau setan. Kerjasama ini memiliki konsekwensi agar
seseorang tersebut memberikan sebagian ketaatan kepada jin atau setan. Hal ini
adalah syirik dalam tauhid ulhiyyah.
3. Telah berbuat kebohongan di tengah-tengah masyarakat dan memakan harta
mereka dengan cara batil atau haram.
BAGAIMANA
CARA
MENANGKAL
PERDUKUNAN?
Tidak diragukan lagi bahwa cara paling ampuh untuk menangkal perdukunan
adalah dengan banyak berdzikir kepada Allh Azza wa Jalla . Terutama doa dan
dzikir yang diajarkan oleh Raslullh Shallallahu alaihi wa sallam untuk kita baca
pada pagi dan sore hari. Demikian pula dzikir dan doa yang berhubungan dengan
berbagai aktifitas sehari-hari.
Berikut ini beberapa dalil yang menerangkan keutamaan beberapa dzikir yang
dapat menangkal perdukunan atau gangguan setan.
1. Membaca ayat Kursy pada pagi dan sore, setiap selesai sholat fardhu dan saat
akan
tidur.
Hal ini dijelaskan oleh Raslullh Shallallahu alaihi wa sallam dalam beberapa
hadits. Diantaranya hadits yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhri dan Muslim
dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu tentang kisah ketika Abu Hurairah
Radhiyallahu anhu ditugaskan oleh Raslullh Shallallahu alaihi wa sallam untuk
menjaga zakat fitrah. Di akhir kisah tersebut setan membongkar rahasia yang
dapat menyelamatkan seorang Muslim dari gangguannya, yaitu membaca ayat
Kursy saat akan tidur. Lalu Abu Hurairah Radhiyallahu anhu memberitahu
Raslullh Shallallahu alaihi wa sallam tentang hal tersebut.
Halaman 44 dari 86
Setan berkata: Bila kamu mau berbaring di tempat tidurmu, maka bacalah ayat
Kursy, niscaya engkau senantiasa akan dijaga oleh Allh dan engkau tidak akan
didekati oleh setan sampai pagi hari! Jawab Raslullh Shallallahu alaihi wa
sallam : Ia telah jujur padamu (tentang hal tersebut), dan ia (pada hakikatnya)
adalah pembohong yang ulung, ia itu setan.[19]
2. Membaca ketika membuka pakaian dan ketika mau masuk WC.
Raslullh Shallallahu alaihi wa sallam telah mengajarkan, apabila kita membuka
pakaian saat akan mandi atau untuk berganti pakaian atau dan sebagainya,
hendaklah kita membaca: . Barangsiapa yang membaca saat
membuka pakaiannya sesungguhnya setan tidak akan bisa melihat auratnya.
Raslullh Shallallahu alaihi wa sallam bersbada :
:
Penghalang antara pandangan jin dengan aurat bani Adam adalah apabila salah
seorang kalian akan masuk WC, ia membaca [20].
3.
Membaca
doa
ketika
masuk
WC.
Anas bin Mlik Radhiyallahu anhu berkata: Raslullh Shallallahu alaihi wa sallam
apabila akan memasuki WC beliau membaca:
Ya Allh, lindungilah aku dari gangguan jin laki-laki dan jin wanita.[21]
Tidakkah selayaknya kita mencontoh Raslullh Shallallahu alaihi wa sallam ,
meskipun beliau hamba yang mashm dan terjaga dari sisi Allh, akan tetapi
beliau tetap memohon lindungan Allh dari gangguan setan/Jin.
4.
Membaca
doa
saat
akan
berhubungan
suami
isteri.
..
Dengan nama Allh, ya Allh jauhkanlah setan dari kami dan dari rizki yang
engkau berikan kepada kami, jika ditakdirka antara keduanya mendapat anak
saat itu, niscaya ia tidak akan diganggu setan selamanya.[22]
5. Menghiasi rumah dengan sering membaca surat al-Baqarah di dalamnya.
Banyak rumah kita bangunannya mentereng tetapi tidak merasa nyaman dan
tenteram di dalamnya. Bahkan terkadang terdapat hal-hal yang menakutkan bagi
penghuninya. Mengapa begitu? Karena kebanyakan rumah kita dihiasi dengan
hiasan yang merangsang untuk kedatangan makhluk halus, seperti foto dan
patung. Dan yang lebih fatal lagi para penghuni jarang melakukan shalat-shalat
sunnah dan membaca al-Qur`n di dalamnya.
Raslullh Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
Halaman 45 dari 86
..
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa Raslullh Shallallahu alaihi wa
sallam
bersabda:
Jangan
kalian
jadikan
rumah
kalian
seperti
kuburan.
Sesungguhnya setan lari dari rumah yang dibaca di dalamnya surat al-Baqarah.
[23]
6.
Membaca
doa
ketika
masuk
rumah.
.
.
-
Halaman 46 dari 86
Gondangrejo
Solo
57183
Telp.
0271-858197
Fax
0271-858196]
_______
Footnote
[1].
Lihat
Inatul-Mustafd,
Fauzan,
hlm.
[2].
(2/171).
Ibid.
[3].
Lihat
[4].
Lihat
Syarah
as-Sunnah,
al-Fatw
12/182.
al-Kubr,
1/63.
[5].
Ibid.
[6].
Lihat
Syarah
Thahwiyah,
[7].
703.
HR
al-Bukhri,
4/1804
(4522).
[8].
HR
al-Bukhri,
5/2173
(5429).
[9].
HR
al-Bukhri,
3/1175
(3038).
[10].
HR
Muslim,
7/35
(5949).
[11].
HR
Muslim,
7/37
(5957).
[12]. HR Abu Dawud, no. (3004), Tirmidzi, no. (135), Ibnu Mjah, no. (639).
[13].
Lihat
Syarah
Thahwiyah,
Shlih
Alu
Syaikh,
[14].
704.
Ibid.
HR
[17].
al-Bukhri,
5/2172
Lihat
(5428);
Raudhah
Muslim,
5/35
ath-Thlibn,
(4092).
9/346.
[18].
Lihat
Shahh
al-Bukhri,
3/1395
(3629).
[19].
Lihat
Shahh
al-Bukhri,
3/1194
(3101).
Tirmidzi,
2/503
(606).
[20].
[21].
[22].
Lihat
HR
HR
Sunan
al-Bukhri,
al-Bukhri,
1/66
5/2347
(142);
Muslim,
1/195
(857).
(6025);
Muslim,
4/155
(3606).
[23].
HR
Muslim,
2/188
(1860).
[24].
HR
Muslim,
6/108
(5381).
Halaman 47 dari 86
Dari Abu Hurairah Radhyallahu anhu ia berkata, Raslullh Shallallahu alaihi wa
sallam bersabda, Kalian jangan saling mendengki, jangan saling najasy, jangan
saling membenci, jangan saling membelakangi ! Janganlah sebagian kalian
membeli barang yang sedang ditawar orang lain, dan hendaklah kalian menjadi
hamba-hamba Allh yang bersaudara. Seorang muslim itu adalah saudara bagi
muslim yang lain, maka ia tidak boleh menzhaliminya, menelantarkannya, dan
menghinakannya. Takwa itu disini beliau memberi isyarat ke dadanya tiga kali-.
Cukuplah keburukan bagi seseorang jika ia menghina saudaranya yang Muslim.
Setiap orang Muslim, haram darahnya, hartanya, dan kehormatannya atas muslim
lainnya.
TAKHRIJ
Hadits
HADITS
ini
1.
Shahih,
diriwayatkan
Muslim
(no.
2.
Imam
Ahmad
(II/277,
3.
Ibnu
Mjah
(no.
4.
oleh
2564).
311-dengan
3933,
Al-Baihaqi
ringkas,
4213-secara
(VI/92;
360)
ringkas)
VIII/250)
HADITS
ini
terbagi
menjadi
1. yang berusaha menghilangkan kenikmatan yang ada pada orang yang didengki
dengan berbuat zhalim kepadanya, baik dengan perkataan maupun perbuatan.
Kemudian berusaha mengalihkan kenikmatan tersebut kepada dirinya.
2. yang berusaha menghilangkan kenikmatan dari orang yang ia dengki tanpa
menginginkan nikmat itu berpindah kepadanya. Ini merupakan dengki paling
buruk dan paling jelek.
Ini adalah dengki yang tercela, dilarang dan merupakan dosa iblis yang dengki
kepada Nabi Adam Alaihissallam ketika melihat beliau mengungguli para
malaikat, karena Allh menciptakan beliau dengan tangan-Nya sendiri, menyuruh
Halaman 48 dari 86
para malaikat sujud kepada beliau, mengajarkan nama segala hal kepada beliau,
dan menempatkan beliau di dekat-Nya. Iblis tidak henti-hentinya berusaha
mengeluarkan Nabi Adam Alaihissallam dari surga hingga akhirnya beliau
dikeluarkan darinya.
Sifat dengki seperti inilah yang melekat pada orang-orang yahudi. Allh Azza wa
Jalla menjelaskan dalam banyak ayat al-Qurn tentang hal itu. Seperti firman-Nya
:
Banyak diantara ahli kitab yang ingin sekiranya mereka dapat mengembalikan
kamu setelah kamu beriman, menjadi kafir kembali, karena rasa dengki dalam
hati mereka, setelah kebenaran jelas bagi mereka [al-Baqarah/2:109]
Atau firman Allh Azza wa Jalla :
Ataukah mereka dengki kepada manusia (Muhammad) karena karunia yang telah
diberikan Allh kepadanya ? [an-Nis/4:54]
Imam Ahmad rahimahullah dan at-Tirmidzi rahimahullah meriwayatkan hadits dari
az-Zubair bin al-Awwm Radhiyallahu anhu dari Nabi Shallallahu alaihi wa
sallam , beliau bersabda :
.
Penyakit umat-umat sebelum kalian telah menyerang kalian yaitu dengki dan
benci. Benci adalah pemotong; pemotong agama dan bukan pemotong rambut.
Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, kalian tidak beriman
hingga kalian saling mencintai. Maukah kalian aku tunjukkan sesuatu yang jika
kalian kerjakan maka kalian saling mencintai ? Sebarkanlah salam diantara
kalian.[1]
Kelompok
Kedua
Kelompok ini, jika dengki kepada orang lain, mereka tidak menuruti perasaan
dengkinya dan tidak berbuat zhalim kepada orang yang ia dengki, baik dengan
perkataan maupun perbuatan. Mereka ini terbagi dalam dua jenis :
1. Yang tidak kuasa memupus rasa dengki dari hatinya. Perasaan ini telah
menguasai dirinya. Orang yang seperti ini tidak berdosa.
2. Yang sengaja memunculkan kedengkian pada dirinya, mengulangi lagi. Ini
dilakukan berulang kali disertai harapan kenikmatan yang melekat pada orang
yang didengki sirna. Dengki seperti ini mirip dengan azam (tekad) untuk
melakukan kemaksiatan. Dengki seperti ini kecil kemungkinan terhindar dari
perbuatan zhalim terhadap yang ia dengki, kendati hanya dengan perkataan.
Dengan prilakunya yang zhalim ia berhak mendapatkan dosa.
Kelompok
Ketiga
Kelompok ini, jika dengki, ia tidak mengharapkan nikmat orang yang ada pada
orang yang didengki itu hilang, namun ia berusaha mendapatkan kenikmatan
Halaman 49 dari 86
yang sama dan ingin seperti dia. Jika kenikmatan yang dikejarnya adalah
kenikmatan dunia, maka itu tidak ada nilai kebaikannya, seperti perkataan orangorang yang mabuk dunia, Mudah-mudahan kita mempunyai harta kekayaan
seperti apa yang telah diberikan kepada Qarun (al-Qashash/28:79). Jika nikmat
yang dikejar itu nikmat akhirat, maka itu baik. Nabi Shallallahu alaihi wa sallam
bersabda :
:
.
Tidak boleh dengki kecuali kepada dua orang : Orang yang diberi al-Qurn oleh
Allh kemudian ia melaksanakannya di pertengahan malam dan pertengahan
siang, dan orang yang diberi harta oleh Allh kemudian ia menginfakkannya di
pertengahan malam dan pertengahan siang.[2]
Dengki seperti ini dinamakan ghibthah.
Kelompok
Kelompok
ini,
jika
mendapati
sifat
dengki
Keempat
pada
dirinya,
ia
berusaha
rasa
dengki
pada
dirinya
namun
dia
juga
berusaha
menggantikannya dengan rasa senang melihat saudaranya lebih baik lagi. Ini
termasuk derajat iman tertinggi. Orang yang seperti ini adalah mukmin sejati
yang mencintai untuk saudaranya apa yang ia cintai untuk dirinya.[3]
Seorang Muslim dan Muslimah tidak boleh dengki. Karena ia adalah sifat tercela,
sifat orang-orang Yahudi dan dapat merusak amal. Allh Subhanahu wa Taala
melarang manusia mengharapkan segala kelebihan dan keutamaan yang Allh
Subhanahu wa Taala berikan kepada orang lain. Allh Subhanahu wa Taala
berfirman,
Dan janganlah kamu iri hati terhadap karunia yang dilebihkan Allh kepada
sebagian kamu atas sebagian yang lain. (Karena) bagi laki-laki ada bagian dari
apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan (pun) ada bagian dari apa yang
mereka usahakan. Mohonlah kepada Allh sebagian dari karunia-Nya. Sungguh
Allh Maha Mengetahui segala sesuatu. [an-Nis/4:32]
DAMPAK
BURUK
DARI
SIKAP
HASAD[4]
Halaman 50 dari 86
Tidak sempurna iman seseorang dari kalian hingga ia menyukai bagi saudaranya
apa yang ia sukai bagi dirinya [6]
7. Hasad dapat melalaikan seseorang dari memohon nikmat kepada Allh
Subhanahu wa Taala .
8. Hasad dapat menyebabkan dirinya meremehkan nikmat Allh Subhanahu wa
Taala yang ada paa dirinya.
9. Hasad, akhlak tercela, karena ia selalu memantau nikmat Allh pada orang lain
dan berusaha menghalanginya dari manusia.
10. Jika orang yang hasad (dengki) sampai bertindak zhalim kepada yang
didengki, maka yang didengki itu akan mengambil kebaikan-kebaikannya pada
hari kiamat.
Kesimpulannya
bahwa
hasad
merupakan
akhlak
tercela,
tetapi
sangat
Sabda
Nabi
Shallallahu
alaihi
wa
sallam
.
.
Najasy ditafsirkan oleh banyak Ulama dengan najasy dalam jual beli. Yaitu
menaikkan harga suatu barang yang dilakukan oleh orang yang tidak berminat
membelinya untuk kepentingan penjual supaya untungnya lebih besar atau untuk
merugikan pembeli. Termasuk praktek najasy yaitu memuji barang dagangan
seorang penjual supaya laku atau menawarnya dengan harga yang tinggi padahal
dia tidak berminat. Apa yang dilakukannya hanya untuk mengecoh pembeli
sehingga tidak merasa kemahalan kalau jadi beli. Dari Ibnu Umar Radhiyallahu
anhuma, diriwayatkan bahwasa Nabi Shallallahu alaihi wa sallam melarang
najasy.[7]
Ibnu Abi Aufa rahimahullah mengatakan, Njisy (pelaku najasy) adalah pemakan
harta riba dan pengkhianat.[8]
Ibnu Abdil Barr rahimahullah mengatakan, Para Ulama sepakat bahwa pelaku
najasy telah bermaksiat kepada Allh Azza wa Jalla jika ia tahu najasy itu
terlarangan. [9]
Lalu bagaimana dengan keabsahan jual-beli tersebut ? Ada Ulama yang
berpendapat, jika pelaku najasy adalah penjualnya atau orang yang disuruh
penjual untuk melakukan najasy, maka jual-beli itu tidak sah. Sebagian besar
fuqaha berpendapat bahwa jual-beli najasy sah secara mutlak. Ini pendapat Abu
Hanfah, Imam Mlik, dan merupakan salah satu riwayat dari Imam Ahmad. Hanya
saja, Imam Mlik dan Imam Ahmad menegaskan bahwa pembeli mempunyai
Halaman 51 dari 86
khiyr (hak pilih antara melanjutkan jual-beli atau membatalkannya) jika ia tidak
mengetahui kondisi yang sebenarnya dan ditipu dengan penipuan di luar batas
kewajaran.
Atau bisa juga najasy dalam hadits diatas ditafsirkan dengan penafsiran yang
lebih umum. Yaitu semua muamalah yang mengandung unsur penipuan atau
makar. Dalam al-Qurn, Allh Azza wa Jalla menjelaskan bahwa sifat orang-orang
kafir dan munafik ialah membuat makar terhadap para nabi dan pengikut mereka.
Sungguh indah apa yang dikatakan Abu Al-Athiyah,
Dunia
tidak
lain
adalah
agama
dan
agama
sesungguhnya
tidak
makar
lain
dan
adalah
penipuan
akhlak
mulia
di
neraka
itu
Perang adalah tipu daya[10]
Sabda
Nabi
Shallallahu
alaihi
wa
sallam
Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, kalian tidak beriman hingga kalian
saling mencintai. Maukah kalian aku tunjukkan sesuatu yang jika kalian kerjakan
maka kalian akan saling mencintai ? Sebarkan salam di antara kalian.[11]
Allh telah mengharamkan atas kaum Muslimin segala yang berpotensi
menimbulkan permusuhan dan kebencian diantara mereka. Allh berfirman,
karena
bisa
Halaman 52 dari 86
: . :
.
Maukah kalian aku jelaskan sesuatu yang lebih baik daripada derajat shalat,
puasa dan sedekah? Para Shahabat berkata, Ya. Nabi Shallallahu alaihi wa
sallam bersabda, Mendamaikan orang yang berselisih. Dan rusaknya hubungan
persaudaraan adalah pemotong (agama).[12]
Adapun benci karena Allh Subhanahu wa Taala , maka itu termasuk bagian
terkuat dari keimanan dan tidak termasuk benci yang dilarang. Jika seseorang
melihat keburukan pada saudaranya kemudian ia membenci saudaranya karena
keburukan tersebut, maka ia mendapat pahala, kendati saudaranya mengajukan
alas an yang bisa diterima. Seperti perkataan Umar bin Khatthab Radhiyallahu
anhu, Dahulu kami mengenali kalian karena Raslullh Shallallahu alaihi wa
sallam berada di tengah kita-kita, wahyu turun, dan Allh menjelaskan kepada
kita tentang perihal kalian. Ketahuilah, sesungguhnya Raslullh Shallallahu
alaihi wa sallam telah wafat dan wahyu terputus. Ketahuilah, kita mengenali
kalian sesuai dengan pengetahuan kita tentang kalian. Ketahuilah, barangsiapa di
antara kalian memperlihatkan kebaikan, maka kita menduganya baik dan
mencintainya karenanya. Dan barangsiapa memperlihatkan keburukan, kami
menduganya buruk dengannya dan membencinya karenanya, sementara rahasia
kalian ada di antara kalian sendiri dan Rabb Azza wa Jalla.[13]
Sabda
Nabi
Shallallahu
alaihi
wa
sallam
.
Tidak halal bagi seorang Muslim mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari;
keduanya bertemu, namun yang ini berpaling dari satunya dan yang satunya juga
berpaling darinya. Orang yang paling baik di antara keduanya ialah yang memulai
mengucapkan salam[14]
Para Ulama berbeda pendapat apakah sikap mendiamkan itu dianggap berakhir
dengan ucapan salam ? Sejumlah Ulama berkata bahwa sikap mendiamkan itu
berakhir dengan ucapan salam. Ini diriwayatkan dari al-Hasan rahimahullah dan
Imam Mlik dalam riwayat Ibnu Wahb. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu
bahwa Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
Tidak halal bagi seorang Muslim mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari.
Barangsiapa mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari kemudian mati, maka ia
masuk Neraka[15]
Jika pada hari ketiga mereka bertemu, lalu salah seorang mengucapkan salam
dan yang lain menjawab, maka kedua berhak mendapatkan pahala. Namun jika
Halaman 53 dari 86
tidak dijawab salamnya, maka yang tidak menjawab ini menanggung dosanya.
[16]
Sabda
Dari Ibnu Umar Radhiyallahu anhuma bahwa Nabi Shallallahu alaihi wa sallam
Nabi
Shallallahu
alaihi
wa
sallam
bersabda,
Seseorang tidak boleh menjual diatas penjualan saudaranya dan tidak boleh
melamar lamaran saudaranya kecuali jika ia mengizinkannya.[17]
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa Nabi Shallallahu alaihi wa sallam
bersabda,
Seorang Muslim tidak boleh menawar barang yang sedang dalam penawaran
saudaranya[18].
Keberadaan kata
Muslim
dalam
hadits
diatas
menunjukkan
bahwa
ini
merupakan hak orang Muslim atas Muslim lainnya. Ini tidak berlaku pada nonmuslim. Ini pendapat al-Auzi rahimahulah dan Imam Ahmad rahimahullah. Tapi,
banyak juga para fuqah (ulama ahli fikih) berpendapat bahwa larangan pada
hadits di atas berlaku umum bagi Muslim dan non-muslim.
Pengertian menjual barang di atas penjualan saudaranya ialah si A membeli
sesuatu dari si B kemudian si C datang menawarkan barangnya kepada si A agar
ia membelinya dan membatalkan jual-beli pertama.
Sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam
, Wahai hambahamba
Dalam
Allah,
potongan
hadits
jadilah
ini
terdapat
kalian
isyarat
bahwa
bersaudara.
jika
kaum
Muslimin
Sesungguhnya orang-orang Mukmin adalah bersaudara, karena itu damaikanlah
antara kedua saudara kalian.[al-Hujurt/49:10]
Jika kaum Mukminin telah bersaudara, maka mereka diperintahkan untuk
melakukan segala yang bisa membuat hati bersatu dan dilarang mengerjakan
segala yang membuat hati saling benci. Mereka juga diperintahkan untuk
menyalurkan atau memberikan manfaat buat saudaranya dan menghindarkannya
dari segala yang mencelakakan. Di antara mudharat terbesar yang harus
disingkirkan dari saudara adalah tindak kezhaliman. Kezhaliman tidak saja haram
dilakukan terhadap orang Muslim, namun juga haram dilakukan terhadap siapa
pun.
Halaman 54 dari 86
Di antara hal yang dilarang ialah menelantarkan orang Muslim lainnya. Seorang
Muslim diperintahkan menolong saudaranya yang muslim. Raslullh bersabda
Shallallahu alaihi wa sallam :
!
: .
.
Tolonglah saudaramu yang zhalim atau dizhalimi. Kami bertanya, Wahai
Raslullh, aku menolongnya jika ia dizhalimi. Bagaimana aku menolongnya jika
ia menzhalimi? Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Engkau cegah dia
dari berbuat zhalim, itulah pertolonganmu terhadapnya.[20]
Di antara hal lain yang dilarang ialah berdusta kepada Muslim lainnya. Seorang
Muslim tidak boleh berbicara dusta kepada saudaranya. Dia harus berbicara
dengan jujur.
Di antara hal lain yang dilarang ialah menghina orang Muslim. Karena perilaku
buruk ini bersumber dari kesombongan. Nabi Shallallahu alaihi wa sallam
bersabda :
Kesombongan ialah menolak kebenaran dan meremehkan manusia.[21]
Allh Azza wa Jalla berfirman,
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum
yang lain, (karena) boleh jadi mereka yang (diperolok-olokkan) lebih baik dari
mereka (yang mengolok-olok), dan jangan pula perempuan (mengolok-olokkan)
perempuan lain, (karena) boleh jadi perempuan yang (diperolok-olokkan) lebih
baik dari perempuan yang mengolok-olok) [al-Hujurt/49:11]
Jadi, orang sombong itu melihat dirinya sebagai figur sempurna dan melihat orang
lain selalu kurang, karenanya ia menghina dan meremehkan mereka.[22]
Sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam
,
Takwa
itu disini
tiga
kali-.
Di dalam sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam ini terdapat isyarat bahwa
kemuliaan seseorang di sisi Allh Azza wa Jalla itu ditentukan dengan
ketakwaannya. Orang yang dipandang hina oleh masyarakat karena lemah dan
miskin, bisa jadi lebih mulia di sisi Allh Azza wa Jalla daripada orang yang
terhormat di dunia. Allh Azza wa Jalla berfirman, yang artinya, Sungguh,
orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allh ialah orang yang paling
bertakwa [al-Hujurt/49:13]
Ketakwaan seseorang itu letaknya di hati, tidak ada yang dapat melihat
hakikatnya kecuali Allh Azza wa Jalla . Nabi Shallallahu alaihi wa sallam
bersabda,
.
Sesungguhnya Allh tidak melihat wajah dan harta kalian, namun Allh melihat
hati dan amal perbuatan kalian.[23]
Bisa jadi orang yang mempunyai wajah tampan (cantik), kekayaan melimpah,
terpandang di dunia, namun hatinya hampa dari takwa. Juga bisa jadi orang yang
Halaman 55 dari 86
:
:
Maukah kalian aku tunjukkan penghuni surga; yaitu setiap orang lemah yang
dianggap lemah. Seandainya ia bersumpah atas nama Allh, pasti dikabulkan.
Maukah kalian aku jelaskan penghuni neraka yaitu setiap orang yang congkak,
angkuh dan sombong.[24]
Dari Sahl bin Saad Radhiyallahu anhu, Nabi Shallallahu alaihi wa sallam
bersabda, Seseorang berjalan melewati Raslullh Shallallahu alaihi wa sallam
kemudian beliau bertanya kepada orang yang duduk di samping beliau,
Bagaimana pendapatmu tentang orang ini? Orang itu menjawab, Ia termasuk
orang-orang yang terhormat. Ia layak dinikahkan jika melamar, layak dibela jika ia
minta pembelaan, dan ucapannya layak didengar. Nabi Shallallahu alaihi wa
sallam diam. Setelah itu, ada orang lain lagi lewat. Raslullh Shallallahu alaihi
wa sallam bersabda kepada orang yang duduk di samping beliau, Bagaimana
pendapatmu tentang orang tersebut? Orang tersebut berkata, Wahai Raslullh,
ia seorang Muslim yang fakir. Ia pantas ditolak jika melamar, tidak dibela jika
minta
tidak
layak
diperhatikan. Raslullh
Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Orang ini (orang kedua) lebih baik
daripada isi bumi dan semisalnya. [25]
Sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam
,
cukuplah keburukan bagi seseorang jika ia menghina saudaranya yang Muslim.
Maksudnya, cukuplah menjadi sebuah keburukan jika orang Muslim menghina
saudaranya
yang
muslim.
Sebab
perilaku
buruknya
ini
hanya
terdorong
khutbah-khutbah
beliau.
Nabi
Shallallahu
alaihi
wa
sallam
menyampaikannya saat haji Wada, hari Qurban, hari Arafah dan hari kedua dari
hari-hari Tasyriq. Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda :
.
Sesungguhnya darah, harta, dan kehormatan kalian haram atas kalian
sebagaimana keharaman hari kalian ini, di negeri kalian ini dan di bulan kalian ini.
[27]
Halaman 56 dari 86
Orang Muslim tidak boleh menakut-nakuti orang Muslim lainnya.[28]
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwasanya Nabi Shallallahu alaihi wa
sallam ditanya tentang ghibah. Beliau bersabda, Menggunjing (ghibah) ialah
engkau menyebutkan keburukan saudaramu. Abu Hurairah Radhiyallahu anhu
bertanya, Bagaimana pendapatmu jika apa yang aku katakan memang benar?
Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Jika apa yang engkau katakan itu
benar, berarti engkau telah menggunjingnya. Jika apa yang engkau katakan tidak
benar, berarti engkau telah berdusta.[29]
Dalil-dalil di atas menegaskan bahwa orang Muslim tidak boleh diganggu dengan
cara apa pun, baik perkataan atau perbuatan, tanpa alasan yang benar. Allh
Azza wa Jalla berfirman, yang artinya, Dan orang-orang yang menyakiti orangorang Mukmin dan Mukminah tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka
sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata. [alAhzb/33:5]
Allh Azza wa Jalla menjadikan kaum Mukminin bersaudara agar saling
menyayangi dan mengasihi. Dari Numan bin Basyir Radhiyallahu anhu bahwa
Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
.
Perumpamaan kaum Mukminin dalam cinta-mencintai, sayang-menyayangi, dan
simpati ibarat satu tubuh. Jika salah satu organ tubuhnya sakit, maka seluruh
oragan tubuh yang lain mengeluh sakit seperti demam dan tidak bisa tidur.[30]
Fawaaid
Hadits:
1.
Hasad
(dengki)
itu
haram
2. Sistem jual-beli najasy (meninggikan harga untuk menipu pembeli) itu haram.
3.
Larangan
4.
Larangan
5.
saling
membenci
menawar
Wajib
atau
memupuk
dan
menjual
perintah
atas
untuk
saling
tawaran-penjualan
persaudaraan
antar
kaum
mencintai.
saudaranya.
Muslimin.
6. Darah, harta dan kehormatan seorang Muslim haram atas muslim lainnya.
7.
8.
Hati
Takwa
merupakan
tempatnya
di
hati
sumber
dan
dibuktikan
segala
dengan
sesuatu.
amal
shalih.
10. Takwa dan niat yang shalih adalah timbangan bagi Allh atas hamba-hambaNya.
Maraji:
1.
2.
Al-Qur-an
dan
Shahh
terjemahnya.
al-Bukhri.
Halaman 57 dari 86
3.
Shahh
Muslim
4.
Musnad
Imam
Ahmad
5.
Sunan
Abu
Dawud
6.
Sunan
at-Tirmidzi
7.
Sunan
an-Nasa-i
8.
Sunan
9.
Sunan
10.
11.
Ibni
al-Kubra
Syarhus
Irwaa-ul
Majah
Sunnah,
Ghaliil,
karya
lil
karya
Syaikh
Baihaqi.
Imam
Muhammad
al-Baghawi.
Nashiruddin
al-Albani.
dan
Qawaa-id
wa
Ibrahim
Fawaa-id
min
Baajis.
Arbain
an-Nawawiyyah.
15.
16.
At-Tamhiid.
Majmu
al-Fataawa
Syaikhil
Islam
Ibni
Taimiyah.
Lajnah
Gondangrejo
Istiqomah
Solo
Surakarta,
57183
Jl.
Telp.
Solo-Purwodadi
0271-858197
Km.8
Fax
Selokaton
0271-858196]
_______
Footnote
[1]. Hasan. HR. at-Tirmidzi (no. 2510 ), Ahmad (I/165, 167), dan lainnya. Hadits ini
dihasankan oleh Syaikh al-Albni dalam Irw-ul Ghall (III/28, dalam bahasan
hadits
no.
777
dan
Hidyatur
Ruwt
no.
4966).
[2]. Shahih. HR. Bukhri (no. 5025, 7529), Muslim (no. 815), dan lainnya dari
Shahabat
[3].
[4].
Ibnu
Jmiul
Umar
Ulm
Dinukil
dari
Radhiyallahuanhuma.
wal
Hikam
Kitbul
Ilmi
(II/260-263)
(hlm.
72-75).
[5]. Shahih. Diriwayatkan oleh Ahmad (V/50, 92), dan Abu Dawud (no. 4031), dari
Shahabat Ibnu Umar Radhiyallahu anhuma. Lihat Shahh al-Jmiish Shaghr (no.
6149)
dan
Jilbbul
Mar-atil
Muslimah
(hlm.
203-204).
[6]. Shahih. Diriwayatkan oleh al-Bukhri (no. 13) Muslim (no. 45), Nas-i
(VIII/115), at-Tirmidzi (no. 2515), Drimi (II/307), Ibnu Mjah (no. 66), dan Ahmad
(III/176,
206,
251,
272,
278,
279),
dari
Anas
Radhiyallahu
anhu
[7]. Shahih. HR. Bukhri (no. 2142, 6963), Muslim (no. 1516), dan lainnya.
[8].
[9].
Shahih.
HR.
At-Tamhd
Bukhri
(no.
2675).
(XII/290).
[10]. Shahih. HR. Bukhri (no. 3030), Muslim (no. 1739), dan lainnya dari
Shahabat Jabir Radhiyallahu anhu. Dan diriwayatkan juga oleh beberapa
Halaman 58 dari 86
shahabat
lainnya.
Lihat,
Jmiul
Ulm
wal
Hikam
(II/263-265).
[11]. Shahih. HR. Muslim (no. 54), Abu Dwud (no. 5193), at-Tirmidzi (no. 2688),
dan
lainnya
dari
Abu
Hurairah
Radhiyallahu
anhu.
[12]. Shahih. HR. Ahmad (VI/444-445), Abu Dwud (no. 4919), Ibnu Hibbn (no.
1982-al-Mawrid), dan at-Tirmidzi (no. 2509), beliau berkata, Hadits ini hasan
shahih.
[13].
Diringkas
dari
Jmiul
Ulm
wal
Hikam
(II/265-267).
[14]. Shahih. HR. Bukhri (no. 6077, 6237), Muslim (no. 2560), dan lainnya.
[15]. Shahih. HR. Abu Dwud (no. 4914) dan Ahmad (II/392). Dishahihkan oleh
Syaikh
al-Albni
dalam
[16].
Jmiul
[17].
Shahih.
HR.
[18].
Shahih.
HR.
[19].
Irw-ul
Ulm
Jaamiul
Ghall
wal
Hikam
Muslim
(II/268-270).
(no.
Muslim
Uluum
(VII/64).
1412
(no.
wal
(50)).
1515
Hikam
(9)).
(II/271).
[20]. Shahih. HR. Bukhari (no. 6952), at-Tirmidzi (no. 2255), Ahmad (III/99, 201),
dan
lainnya
dari
Shahabat
Anas
radhiyallaahu
anhu.
[21]. Shahih. HR. Muslim (no. 91) dan lainnya dari Shahabat Ibnu Masud
radhiyallaahu
[22].
anhu.
Diringkas
dari
Jaamiul
Uluum
wal
Hikam
(II/273-275).
[23]. Shahih. HR. Muslim (no. 2564 (33)), Ahmad (II/539), dan lainnya dari Abu
Hurairah
[24].
Radhiyallahu
Shahih.
HR.
Bukhri
(no.
4918,
anhu.
6071),
Muslim
(no.
2853)
[25]. Shahih. HR. Bukhri (no. 5091, 6447). Lihat, Jmiul Ulm wal Hikam (II/275278)
[26].
[27].
[28].
[29].
Shahih.
Shahih.
HR.
Shahih.
Shahih.
HR.
Bukhri
HR.
Muslim
(no.
Abu
HR.
1739)
dari
(no.
Ibnu
Dwud
Muslim
Abbas
(no.
(no.
[30]. Shahih. HR. Bukhri (no. 6011), Muslim (no. 2586), dan lainnya.
https://almanhaj.or.id/3522-larangan-saling-mendengki.html
91)
c
5004).
2589)
Halaman 59 dari 86
(Bolehkah)
Beralasan
Dengan
Takdir
Atas
Perbuatan
Maksiat
Atau
Dari
Meninggalkan Kewajiban
(BOLEHKAH) BERALASAN DENGAN TAKDIR ATAS PERBUATAN MAKSIAT ATAU DARI
MENINGGALKAN KEWAJIBAN
Oleh
Syaikh Muhammad bin Ibrahim Al-Hamd
Keimanan kepada qadar tidaklah memperkenankan pelaku kemaksiatan untuk
beralasan dengannya atas kewajiban yang ditinggalkannya atau kemaksiatan
yang dikerjakannya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata, Tidak boleh seseorang
berdalih dengan takdir atas dosa (yang dilakukannya) berdasarkan kesepakatan
(ulama) kaum muslimin, seluruh pemeluk agama, dan semua orang yang berakal.
Seandainya hal ini diterima (dibolehkan), niscaya hal ini dapat memberikan
peluang kepada setiap orang untuk melakukan perbuatan yang merugikannya,
seperti membunuh jiwa, merampas harta, dan seluruh jenis kerusakan di muka
bumi, kemudian ia pun beralasan dengan takdir. Ketika orang yang beralasan
dengan takdir dizhalimi dan orang yang menzhaliminya beralasan yang sama
dengan takdir, maka hal ini tidak bisa diterima, bahkan kontradiksi. Pernyataan
yang kontradiksi menunjukkan kerusakan pernyataan tersebut. Jadi, beralasan
dengan qadar itu sudah dimaklumi kerusakannya di permulaan akal.[1]
Karena perkara ini menimbulkan banyak bencana, maka inilah pemaparan
mengenai sebagian dalil-dalil syari, aqli (akal), dan kenyataan, yang menjelaskan
kebathilan dengan beralasan kepada qadar (takdir) atas perbuatan maksiat, atau
dari meninggalkan ketaatan. [2]
1. Allah Subhanahu wa Taala berfirman:
Orang-orang yang mempersekutukan Allah, akan mengatakan, Jika Allah
menghendaki, niscaya kami dan bapak-bapak kami tidak mempersekutukan-Nya
dan tidak (pula) kami mengharamkan barang sesuatu apa pun. Demikian pulalah
orang-orang yang sebelum mereka telah mendustakan (para Rasul) sampai
mereka merasakan siksaan Kami. Kamu tidak mengikuti kecuali persangkaan
belaka, dan kamu tidak lain hanya berdusta.[Al-An-aam/6 : 148]
Kaum musyrikin tersebut berdalih dengan takdir atas perbuatan syirik mereka.
Seandainya
argumen
mereka
diterima
dan
benar,
niscaya
Allah
tidak
Halaman 60 dari 86
(Mereka Kami utus) selaku Rasul-Rasul pembawa berita gembira dan pemberi
peringatan, agar tidak ada alasan bagi manusia untuk membantah Allah sesudah
diutusnya Rasul-Rasul itu . [An-Nisaa/4 : 165]
Seandainya berdalih dengan takdir atas kemaksiatan itu diperbolehkan, niscaya
tidak ada sebab untuk mengutus para Rasul.
3. Allah memerintahkan hamba dan melarangnya, serta tidak membebaninya
kecuali apa yang disanggupinya. Allah Subhanahu wa Taala berfirman:
Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu.
[At-
Taghaabun/64 : 16]
Juga firman-Nya yang lain.
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.
[Al-Baqarah/2 : 286]
Seandainya hamba dipaksa untuk melakukan suatu perbuatan, maka dia berarti
telah dibebani dengan sesuatu yang dirinya tidak mampu terbebas darinya. Ini
adalah suatu kebathilan. Oleh karena itu, jika kemaksiatan terjadi padanya karena
kebodohan, lupa atau paksaan, maka tidak ada dosa atasnya karena ia
dimaafkan.
4. Qadar adalah rahasia yang tersembunyi, tidak ada seorang makhluk pun yang
mengetahuinya kecuali setelah takdir itu terjadi, dan kehendak hamba terhadap
apa yang dilakukannya adalah mendahului perbuatannya. Jadi, kehendaknya
untuk berbuat, tidaklah berdasarkan pada pengetahuan tentang takdir Allah. Oleh
karena itu, pengakuannya bahwa Allah telah menakdirkan kepadanya demikian
dan demikian adalah pengakuan yang bathil, karena
ia telah mengaku
mengetahui yang ghaib, sedangkan perkara ghaib itu hanyalah diketahui oleh
Allah. Dengan demikian, argumennya batal, sebab tidak ada argumen bagi
seseorang mengenai sesuatu yang tidak diketahuinya.
5. Seandainya kita membebaskan orang yang berdalih dengan qadar atas
perbuatan dosa, niscaya kita telah menafikan syariat.
6. Seandainya berdalih dengan qadar -semacam ini- bisa menjadi hujjah
(argumen), niscaya telah diterima argumentasi dari iblis yang mengatakan,
(sebagaimana yang difirmankan oleh Allah):
Iblis menjawab, Karena Engkau telah menghukumku tersesat, aku benar-benar
akan (menghalangi) mereka dari jalan-Mu yang lurus. [Al-Araaf/7: 16]
7. Seandainya dalih mereka diterima juga, niscaya Firaun, musuh Allah, sama
dengan Nabi Musa Alaihissalam, Nabi yang diajak bicara oleh Allah secara
langsung.
8. Berdalih dengan qadar atas perbuatan dosa dan aib, berarti membenarkan
pendapat kaum kafir, dan ini merupakan kelaziman bagi orang yang berdalih,
tidak terpisah darinya.
9. Seandainya itu suatu argumen (yang benar), niscaya ahli Neraka berargumen
dengannya, ketika mereka melihat Neraka dan merasa bahwa mereka akan
Halaman 61 dari 86
..Ya Rabb kami, beri tangguhlah kami (kembalikan kami ke dunia) walaupun
dalam waktu yang sedikit, niscaya kami akan mematuhi seruan-Mu dan akan
mengikuti para Rasul. [Ibrahim/14 : 44]
Mereka juga mengatakan:
Ya Rabb kami, kami telah dikuasai oleh kejahatan kami. [Al-Muminuun/23:
106]
Mereka juga mengatakan:
mereka
lainnya
yang
mereka
katakan.
sesuatu
yang
tidak
pantas
untuknya,
kemudian
berdalih
atas
Halaman 62 dari 86
datang (walaupun menikah)!. Janganlah makan dan minum! Sebab jika Allah
menakdirkan kepadamu kenyang dan tidak kehausan, maka hal itu akan terwujud
dan jika tidak, maka hal itu tidak akan terwujud. Jika binatang buas lagi
berbahaya menyerangmu, jangan lari darinya! Sebab jika Allah menakdirkan
untukmu keselamatan, maka kamu akan selamat dan jika tidak menakdirkan
keselamatan untukmu, maka lari tidak bermanfaat bagimu. Jika kamu sakit,
janganlah berobat! Sebab jika Allah menakdirkan kesembuhan untukmu, maka
kamu pasti sembuh dan jika tidak, maka obat itu tidak bermanfaat bagimu.
Apakah ia menyetujui kita atas pernyataan ini ataukah tidak? Jika ia menyepakati
kita, maka kita mengetahui kerusakan akalnya dan jika menyelisihi kita, maka kita
mengetahui kerusakan ucapannya dan kebathilan argumennya.
12. Orang yang berdalih dengan qadar atas kemaksiatan telah menyerupakan
dirinya dengan orang-orang gila dan anak-anak, karena mereka bukan mukallaf
(yang berlaku padanya hukum syari) dan juga tidak mendapatkan sanksi.
Seandainya ia diperlakukan seperti mereka dalam urusan dunia, niscaya dia tidak
akan ridha.
13. Seandainya kita menerima argumen yang bathil ini, niscaya tidak diperlukan
lagi istighfar, taubat, doa, jihad, serta amar maruf dan nahi mungkar.
14. Seandainya qadar adalah sebagai argumen atas perbuatan aib dan dosa,
niscaya berbagai kemaslahatan manusia terhenti, anarkisme terjadi di manamana, tidak diperlukan lagi hudud (batasan-batasan hukum atau hukuman) dan
tazir (peringatan sebagai hukuman) serta balasan, karena orang yang berbuat
keburukan akan beralasan dengan qadar. Kita tidak perlu memberi hukuman
kepada orang-orang yang zhalim juga para perampok dan penyamun, tidak perlu
pula membuka badan-badan peradilan dan mengangkat para qadhi (hakim),
dengan alasan bahwa segala yang terjadi adalah karena takdir Allah. Dan
perkataan ini tidak pernah dinyatakan oleh orang yang berakal.
15. Orang yang berdalih dengan qadar ini yang mengatakan, Kami tidak akan
dihukum, karena Allah telah menentukan hal itu atas kami. Sebab, bagaimana
kami akan dihukum terhadap apa yang telah ditentukan atas kami? Kita berikan
jawaban untuknya: Kita tidak dihukum berdasarkan catatan terdahulu, tetapi kita
hanyalah dihukum karena apa yang telah kita perbuat dan kita usahakan. Kita
tidak diperintahkan kepada apa yang Allah telah takdirkan atas kita, tetapi kita
hanyalah diperintahkan untuk melaksanakan apa yang Dia perintahkan kepada
kita. Ada perbedaan antara apa yang dikehendaki terhadap kita dan apa yang
dikehendaki dari kita. Apa yang Allah kehendaki terhadap kita, maka Dia
merahasiakannya dari kita, adapun apa yang Allah kehendaki dari kita, maka Dia
memerintahkan kita supaya melaksanakannya.
Di antara yang layak untuk dikatakan bagi mereka adalah : Bahwa argumen
kebanyakan dari mereka bukanlah muncul dari qanaah dan keimanan, tetapi
hanyalah muncul dari hawa nafsu dan penentangan. Karena itu, sebagian ulama
Halaman 63 dari 86
Sag.
Penerbit
Pustaka
Ibntu
Katsir]
_______
Footnote
[1].
Majmuuul
Fataawaa,
(VIII/179).
Lihat
juga,
Iqtidhaa
Mustaqiim,
ash-Shiraathal
(II/858-859).
Muhammad
bin
Majmuuul
Utsaimin,
Fataawaa,
hal.
93-95.
(VIII/107).
Halaman 64 dari 86
Segala puji hanya milik Allah. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada
Nabi Muhammad, keluarganya, para sahabatnya, serta orang-orang yang
mengikutinya dengan baik hingga hari kiamat. Kaum muslimin yang dimuliakan
Allah, seringkali kita menemukan sebagian orang melegalkan kemaksiatan
dengan alasan perbuatan tersebut sudah ditakdirkan oleh Allah Taala. Benarkah
keyakinan seperti ini? Dengan memohon pertolongan Allah, tulisan ringkas ini
akan memaparkan hukum orang yang menjadikan takdir sebagai alasan untuk
melegalkan maksiat.
Hakikat Iman Kepada Takdir
Iman
kepada
takdir
adalah
seorang
hamba
mengetahui,
meyakini,
dan
mengimani bahwa segala sesuatu yang terjadi di alam ini merupakan ciptaan
Allah, segala sesuatu telah didahului oleh takdir, dan Allah Maha Mengetahui
keadaan serta rincian sebelum menciptakannya, kemudian Allah menuliskan
semua itu. [1]
Iman kepada takdir Allah terdiri dari 4 tingkatan.
1. Tingkatan pertama, meyakini bahwasanya Allah Taala mengetahui segala
sesuatu secara global maupun rinci, sejak azali hingga selamanya, baik
Halaman 65 dari 86
Artinya: Itulah hari yang pasti terjadi. Maka barang siapa yang menghendaki,
niscaya ia menempuh jalan kembali kepada Tuhannya. (QS. An Naba: 39).
Allah Taala juga berfirman,
Artinya: (yaitu) Bagi siapa diantara kamu yang mau menempuh jalan yang
lurus. (QS. At Takwir: 28).
Kenyataan yang ada juga menunjukkan bahwa setiap manusia mengetahui dirinya
memiliki
kehendak
dan
kemampuan
yang
dengannya
seseorang
dapat
Artinya: Orang-orang yang mempersekutukan Tuhan akan mengatakan, Jika
Allah
menghendaki,
niscaya
kami
dan
bapak-bapak
kami
tidak
Halaman 66 dari 86
alaihi
wa
sallam
bersabda
(artinya),
Tidak ada seorang pun diantara kalian kecuali telah ditetapkan tempat duduknya
di neraka atau pun surga. Maka seorang sahabat bertanya, Wahai Rasulullah,
kalau begitu apakah kami bersandar dengan apa yang telah ditetapkan untuk
kami? Kemudian Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Jangan, tetap
beramallah kalian! Sebab semuanya telah dimudahkan. Beliau kemudian
membaca ayat,
Artinya: Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan
bertakwa,
(QS.
Al
Lail
5).
kemaksiatan,
kekufuran,
dan
kerusakan,
terjadi
sesuai
qadha
Halaman 67 dari 86
Artinya: (yaitu) Bagi siapa diantara kamu yang mau menempuh jalan yang
lurus. (QS. At Takwir: 28).
Ayat ini membantah kelompok Jabriyah yang berpandangan bahwa manusia
dipaksa atas perbuatannya, padahal Allah telah menetapkan bahwa manusia
memiliki kemauan dan kehendak. Sehingga tidak benar jika dikatakan bahwa
manusia
dipaksa
atas
perbuatannya.
Allah
Taala
berfirman
pada
ayat
selanjutnya,
Artinya: Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali
apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam. (QS. At Takwir: 28).
Ayat ini membantah kelompok Qadariyah yang menyatakan bahwa manusia
mandiri dalam kehendaknya dan dialah yang menciptakan perbuatannya, padahal
Allah menetapkan bahwa kehendak hamba tergantung kepada kehendak-Nya. [7]
Demikianlah yang seharusnya diyakini dan dilakukan oleh seorang muslim dalam
menyikapi takdir. Dalam penutup ini, dapat disimpulkan bahwa takdir tidaklah
dapat dijadikan alasan bagi seseorang untuk melegalkan perbuatan maksiat yang
Halaman 68 dari 86
Shalih
bin
Abdul
Aziz
Alu
Syaikh
[2] Jami Syuruh Ats Tsalatsatul Ushul, hal. 253-254, Syaikh Muhammad bin Shalih
Al
Utsaimin
[3] Jami Syuruh Ats Tsalatsatul Ushul, hal. 254-255, Syaikh Muhammad bin Shalih
Al
Utsaimin
[4] Syarh Al Aqidah Ath Thahawiyyah, hal. 80-81, Al Imam Al Qadhi Ali bin Ali bin
Muhammad
bin
Abil
Izzi
Ad
Damasyqi
[5] Al Irsyad Ila Shahihil Itiqad Warraddi ala Ahlilsyriki wal Inad, hal. 227, Dr.
Shalih
[6]
bin
Akidah
Fauzan
Muslim,
hal.
bin
342,
Abdillah
Zaenal
Abidin
Al
Fauzan
bin
Syamsudin
[7] Majmu Fatawa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Akidah Muslim, hal. 342343, Zaenal Abidin bin Syamsudin
___
Artikel Muslimah.Or.Id
https://muslimah.or.id/6487-melegalkan-maksiat-dengan-alasan-takdir.html
Halaman 69 dari 86
Halaman 70 dari 86
Allah mencakup segala sesuatu dari bagian makhluk beserta sifat-sifatnya dan
segala sesuatu berupa perkataan dan perbuatan makhluk.
Dalil kedua prinsip di atas adalah firman Allah Taala(yang artinya), Allah
menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu. Kepunyaan-Nya
lah kunci-kunci (perbendaharaan) langit dan bumi. Dan orang-orang yang kafir
terhadap ayat-ayat Allah, mereka itulah orang-orang yang merugi.(QS. Az Zumar
: 62-63). Juga firman-Nya (yang artinya), Padahal Allah-lah yang menciptakan
kamu dan apa yang kamu perbuat itu. (QS. As Shaffat : 96). (lihat Taqriib
Tadmuriyah)
Sikap Pertengahan Dalam Memahami Takdir
Diantara prinsip ahlus sunnah adalah bersikap pertengahan dalam memahami Al
Quran dan As Sunnah, tidak sebagaimana sikap ahlul bidah. Ahlus sunnah
beriman bahwa Allah telah menetapkan seluruh takdir sejak azali, dan Allah
mengetahui takdir yang akan terjadi pada waktunya dan bagaimana bentuk takdir
tersebut, semuanya terjadi sesuai dengan takdir yang telah Allah tetapkan.
Adapun orang-orang yang menyelisihi Al Quran dan As Sunnah mereka bersikap
berlebih-lebihan. Yang satu terlalu meremehkan dan yang lain melampaui batas.
Kelompok Qadariyyah mereka mengingkari adanya takdir. Merka mengatakan
bahwa Allah tidak menakdirkan perbuatan hamba. Menurut mereka perbuatan
hamba bukan makhluk Allah, namun hamba sendirilah yang menciptakan
perbuatannya. Mereka mengingkari penciptaan Allah terhadap perbuatan hamba.
Kelompok yang lain adalah yang terlalu melampaui batas dalam menetapkan
takdir. Mereka dikenal dengan kelompok Jabariyyah. Mereka berlebihan dalam
menetapkan takdir dan menafikan adanya kehendak hamba dalam perbuatannya.
Mereka
mengingkari
perbuatan
hamba
adanya
kepada
perbuatan
Allah.
Jadi
hamba
dan
seolah-olah
menisbatkan
hamba
dipaksa
semua
dalam
Halaman 71 dari 86
Halaman 72 dari 86
dan jangalah kamu malas! Apabila kamu tertimpa sesuatu, janganlah kamu
mengatakan : Seaindainya aku berbuat demikian, tentu tidak akan jadi begini
atau begitu, tetapi katakanlah : Qoddarallhu wa maa sy-a faala (HR.
Muslim)( Al Irsyaad ilaa Shahiihil Itiqad)
Faedah Penting
Keimanan yang benar terhadap takdir akan membuahkan hal-hal penting, di
antaranya sebagai berikut :
1. Hanya bersandar kepada Allah ketika melakukan berbagai sebab dan tidak
bersandar kepada sebab itu sendiri. Karena segala sesuatu tergantung
padatakdirAllah.
2. Seseorang tidak boleh sombong terhadap dirinya sendiri ketika tercapai
tujuannya, karena keberhasilan yang ia dapatkan merupakan nikmat dari
Allah, berupa sebab-sebab kebaikan dan keberhasilan yang memang telah
ditakdirkan oleh Allah. Kekaguman terhadap dirinya sendiri akan melupakan
dirinya untuk mensyukuri nikmat tersebut.
3. Munculnya ketenangan dalam hati terhadap takdir Allah yang menimpa
dirinya, sehingga dia tidak bersedih atas hilangnya sesuatu yang dicintainya
atau ketika mendapatkan sesuatu yang dibencinya. Sebab semuanya itu
terjadi dengan takdir Allah. Allah berfirman (yang artinya),Tiada suatu
bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri
melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami
menciptakannya. (QS. Al Hadiid : 22-23). (Syarh Ushuulil Iman)
Demikian paparan ringkas seputar keimanan terhadap takdir. Semoga
bermanfaat. Alhamdulillhiladzi binimatihi tatimmush shliht.
Penulis : Adika M (Alumni Mahad Al Ilmi)
https://buletin.muslim.or.id/uncategorized/memahami-takdir-allah
Halaman 73 dari 86
Tidak ada yang menolak takdir kecuali doa[1].
Nah, dari hadits ini mungkin ada yang bertanya apakah doa akan memberikan
pengaruh pada takdir yang sudah ditetapkan ? Atau bagaimana pengaruh doa
terhadap perubahan takdir ? Mari simak fatwa Syaikh Muhammad bin Sholeh Al
Utsaimin Rohimahullah berikut[2].
Pertanyaan,
Apakah
Halaman 74 dari 86
dari ikatan. Maksudnya seolah-olah seperti onta yang lepas dari tali pengikatnya.
Ruqyah mampu menjadi sebab yang berpengaruh sebagai penyembuh bagi orang
yang sakit.
Halaman 75 dari 86
..
.
Jibril mengatakan, Beritahukanlah kepadaku apa itu iman? Nabi shallallahu
alaihi was sallam menjawab, Engkau beriman kepada Allah, Malaikatnya, kitabkitabnya, para rosul, hari akhirat dan engkau beriman terhadap takdir Allah yang
baik maupun yang buruk. Kemudian Jibril menjawab, Engkau benar[1].
[Sesuatu yang Ditakdirkan Allah Ada Dua Jenisnya]
Bagian ini merupakan inti dari tulisan ini karena inilah latar belakang kami
menulis artikel ini. Karena sebagaian orang salah, rancu dan kurang paham
tentang masalah takdir dan kehendak Allah Azza wa Jalla.
Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin rohimahullah mengatakan,
.Semua yang ditakdirkan itu terbagi menjadi takdir kauni dan takdir syari.
Maka takdir kauni adalah jika Allah mentakdirkan kepadamu suatu hal yang
dibenci, maka hal itu pasti terjadi baik orang yang ditakdirkan padanya hal itu
ridho ataupun tidak.
Kemudian takdir syari
adalah
sesuatu
yang
seorang
manusia
dapat
melakukannya dan sebagian tidak dapat melakukannya. Namun jika ditinjau dari
sisi keridhoan Allah terhadap hal itu maka perlu ada rincian. Jika sesuatu itu
merupakan ketaatan kepada Allah maka wajib hukumnya untuk meridhoinya.
Sedangkan jika sesuatu itu merupakan kemaksiatan maka wajib membencinya,
cela dan menghentikannya[2].
Sedangkan dalam redaksi yang lain Syaikh DR. Muhammad bin Ibrahim Al Hamd
dalam Tesisnya yang juga kitabnya mengatakan,
Irodah Robbaniyah terbagi dua,
[1]. Irodah Kauniyah Qodariyah, jenis ini sama dengan kehendak/masyiah.
Irodah jenis ini semua orang tercakup di dalamnya, orang kafir maupun muslim
dalam irodah jenis ini statusnya sama. Demikian juga orang
Halaman 76 dari 86
Jika Allah berkehendak/memiliki irodah suatu keburukan maka tidak seorangpun
yang mampu menolaknya. ( QS. Ar Rodu [13] : 11).
Demikian juga firman Allah Azza wa Jalla,
Barangsiapa yang Allah kehendaki akan diberikan kepadanya petunjuk, niscaya
Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barangsiapa yang
Allah kehendaki kesesatan baginya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi
sempit, seolah-olah ia sedang mendaki langit. ( QS. Al Anam [6] : 125).
[2]. Irodah Syariyah Diniyah, jenis ini terkandung di dalamnya kecintaan dan
keridhoan Allah. Contohnya semisal firman Allah Taala,
Allah memiliki irodah/menginginkan bagi kalian kemudahan dan Dia tidak
memiliki irodah/menginginkan bagi kalian kesusahan. ( QS. Al Baqoroh [2] : 185).
Demikian juga firman Alla Taala,
Dan Allah memliki irodah/kehendak untuk menerima taubatmu( QS. An Nisa
[4] : 27).
Demikian juga firman Allah Subhanahu wa Taala,
Allah tidaklah memiliki irodah/menginginkan bagi kalian kesusahan melainkan
Allah memiliki irodah/ingin menyucikan kalian( QS. Al Maidah [5] : 6).
Sekian kutipan perkataan beliau[3].
Sering disampaikan cara mudah untuk memahami kedua takdir/irodah ini.
Contohnya adalah sebagai berikut :
1. Keimanan Abu Bakar rodhiyallahu anhu diinginkan takdir/irodah syariyah
diniyah dan takdir/irodah kauniyah Allah Azza wa Jalla. Demikian juga kekafiran
Abu Bakar rodhiyallahu anhu tidak diinginkan oleh takdir/irodah syariyah
diniyah dan takdir/irodah kauniyah Allah Azza wa Jalla.
2. Kekafiran Firaun tidak diinginkan oleh takdir/irodah syariyah diniyah
dan diinginkan oleh takdir/irodah kauniyah Allah Azza wa Jalla. Demikian
juga keimanan Firaun tidak diinginkan oleh takdir/irodah kauniyah Allah
Azza wa Jalla namun diinginkan takdir/irodah syariyah diniyah Allah
Subhanahu wa Taala.
Halaman 77 dari 86
Adapun perbedaan keduanya serta buah dari beriman terhadapnya Insya Allah
akan kita sambung dalam tulisan berikutnya
Mudah-mudahan bermanfaat.
Sigambal, Setelah Isya 11 Muharram 1433 H / 07 Desember 2011
Aditya Budiman bin Usman
Halaman 78 dari 86
takdir,
Halaman 79 dari 86
Dan tidak ada sesuatupun melainkan pada sisi Kami-lah khazanahnya, dan Kami
tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran tertentu. (Qs. Al-Hijr: 21)
Mengimani takdir baik dan takdir buruk, merupakan salah satu rukun iman dan
prinsip aqidah Ahlus Sunnah wal Jamaah. Tidak akan sempurna keimanan
seseorang sehingga dia beriman kepada takdir, yaitu dia mengikrarkan dan
meyakini dengan keyakinan yang dalam bahwa segala sesuatu berlaku atas
ketentuan (qadha) dan takdir (qadar) Allah.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
Tidak beriman salah seorang dari kalian hingga dia beriman kepada qadar baik
dan buruknya dari Allah, dan hingga yakin bahwa apa yang menimpanya tidak
akan luput darinya, serta apa yang luput darinya tidak akan menimpanya.
(Shahih, riwayat Tirmidzi dalam Sunan-nya (IV/451) dari Jabir bin Abdillah
radhiyallahu anhu, dan diriwayatkan pula oleh Imam Ahmad dalam Musnad-nya
(no. 6985) dari Abdullah bin Amr. Syaikh Ahmad Syakir berkata: Sanad hadits ini
shahih. Lihat juga Silsilah al-Ahaadits ash-Shahihah (no. 2439), karya Syaikh
Albani rahimahullah)
Jibril alaihis salam pernah bertanya kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam
mengenai iman, maka beliau shallallahu alaihi wa sallam menjawab,
Engkau beriman kepada Allah, Malaikat-Malaikat-Nya, Kitab-Kitab-Nya, RasulRasul-Nya, hari akhir serta qadha dan qadar, yang baik maupun yang buruk.
(Shahih, riwayat Muslim dalam Shahih-nya di kitab al-Iman wal Islam wal Ihsan
(VIII/1, IX/5))
Dan Shahabat Abdullah bin Umar radhiyallahu anhuma juga pernah mendengar
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
Segala sesuatu telah ditakdirkan, sampai-sampai kelemahan dan kepintaran.
(Shahih, riwayat Muslim dalam Shahih-nya (IV/2045), Tirmidzi dalam Sunan-nya
(IV/452), Ibnu Majah dalam Sunan-nya (I/32), dan al-Hakim dalam al-Mustadrak
(I/23))
Tingkatan Takdir
Beriman kepada takdir tidak akan sempurna kecuali dengan empat perkara yang
disebut tingkatan takdir atau rukun-rukun takdir. Keempat perkara ini adalah
pengantar untuk memahami masalah takdir. Barang siapa yang mengaku beriman
kepada takdir, maka dia harus merealisasikan semua rukun-rukunnya, karena
Halaman 80 dari 86
yang sebagian akan bertalian dengan sebagian yang lain. Barang siapa yang
mengakui semuanya, baik dengan lisan, keyakinan dan amal perbuatan, maka
keimanannya kepada takdir telah sempurna. Namun, barang siapa yang
mengurangi salah satunya atau lebih, maka keimanannya kepada takdir telah
rusak.
Tingkatan Pertama: al-Ilmu (Ilmu)
Yaitu, beriman bahwa Allah mengetahui dengan ilmu-Nya yang azali mengenai
apa-apa yang telah terjadi, yang akan terjadi, dan apa yang tidak terjadi, baik
secara global maupun terperinci, di seluruh penjuru langit dan bumi serta di
antara keduanya. Allah Maha Mengetahui semua yang diperbuat makhluk-Nya
sebelum mereka diciptakan, mengetahui rizki, ajal, amal, gerak, dan diam
mereka, serta mengetahui siapa di antara mereka yang sengsara dan bahagia.
Allah Taala telah berfirman,
Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja
yang ada di langit dan di bumi? Bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam
sebuah kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi
Allah. (Qs. Al-Hajj: 70)
Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua perkara yang ghaib, tidak ada yang
mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia Maha Mengetahui apa yang ada di
daratan dan di lautan, dan tidak ada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia
mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan
tidak juga sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan telah tertulis dalam
kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh). (Qs. Al-Anaam: 59)
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui atas segala sesuatu. (Qs. At-Taubah:
115)
Tingkatan Kedua: al-Kitaabah (Penulisan)
Yaitu, mengimani bahwa Allah Subhanahu wa Taala telah menuliskan apa yang
telah diketahui-Nya berupa ketentuan-ketentuan seluruh makhluk hidup di dalam
al-Lauhul Mahfuzh. Suatu kitab yang tidak meninggalkan sedikit pun di dalamnya,
semua yang terjadi, apa yang akan terjadi, dan segala yang telah terjadi hingga
hari Kiamat, ditulis di sisi Allah Taala dalam Ummul Kitab.
Allah Taala berfirman,
Halaman 81 dari 86
Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam kitab induk yang nyata (Lauh
Mahfuzh). (Qs. Yaasiin: 12)
Tidak ada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada
dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami
menciptakannya. (Qs. Al-Hadiid: 22)
Dan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
Allah telah menulis seluruh takdir seluruh makhluk sejak lima puluh ribu tahun
sebelum
Allah
menciptakan
langit
dan
bumi.
(Shahih, riwayat Muslim dalam Shahih-nya, kitab al-Qadar (no. 2653), dari
Abdullah bin Amr bin al-Ash radhiyallahu anhuma, diriwayatkan pula oleh
Tirmidzi (no. 2156), Imam Ahmad (II/169), Abu Dawud ath-Thayalisi (no. 557))
Dalam sabdanya yang lain,
: : ! : ,
Yang pertama kali Allah ciptakan adalah al-qalam (pena), lalu Allah berfirman,
Tulislah! Ia bertanya, Wahai Rabb-ku apa yang harus aku tulis? Allah berfirman,
Tulislah takdir segala sesuatu sampai terjadinya Kiamat.'(Shahih, riwayat Abu
Dawud (no. 4700), dalam Shahiih Abu Dawud (no. 3933), Tirmidzi (no. 2155,
3319), Ibnu Abi Ashim dalam as-Sunnah (no. 102), al-Ajurry dalam asy-Syariah
(no.180), Ahmad (V/317), dari Shahabat Ubadah bin ash-Shamit radhiyallahu
anhu)
Oleh karena itu, apa yang telah ditakdirkan menimpa manusia tidak akan meleset
darinya, dan apa yang ditakdirkan tidak akan mengenainya, maka tidak akan
mengenainya,
sekalipun
seluruh
manusia
dan
golongan
jin
mencoba
mencelakainya.
Tingkatan Ketiga: al-Iraadah dan Al Masyii-ah (Keinginan dan Kehendak)
Yaitu, bahwa segala sesuatu yang terjadi di langit dan di bumi adalah sesuai
dengan keinginan dan kehendak (iraadah dan masyii-ah) Allah yang berputar di
antara rahmat dan hikmah. Allah memberi petunjuk kepada siapa yang
dikehendaki-Nya dengan rahmat-Nya, dan menyesatkan siapa yang dikehendakiNya dengan hikmah-Nya. Dia tidak boleh ditanya mengenai apa yang diperbuatNya karena kesempurnaan hikmah dan kekuasaan-Nya, tetapi kita, sebagai
Halaman 82 dari 86
makhluk-Nya yang akan ditanya tentang apa yang terjadi pada kita, sesuai
dengan firman-Nya,
Dia tidak ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya, dan merekalah yang akan
ditanyai. (Qs. Al-Anbiyaa: 23)
Kehendak Allah itu pasti terlaksana, juga kekuasaan-Nya sempurna meliputi
segala sesuatu. Apa yang Allah kehendaki pasti akan terjadi, meskipun manusia
berupaya untuk menghindarinya, dan apa yang tidak dikehendaki-Nya, maka
tidak akan terjadi, meskipun seluruh makhluk berupaya untuk mewujudkannya
.
Allah Taala berfirman,
Barang siapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk,
niscaya Dia akan melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan
barang siapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan
dadanya sesak lagi sempit. (Qs. Al-Anaam: 125)
Dan kamu tidak dapat menhendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila
dikehendaki Allah, Rabb semesta alam. (Qs. At-Takwir: 29)
Nabi shallallahu alaihi wa sallam juga bersabda,
, ,
Sesungguhnya hati-hati manusia seluruhnya di antara dua jari dari jari jemari ArRahmaan seperti satu hati; Dia memalingkannya kemana saja yang dikehendakiNya.
(Shahih, riwayat Muslim dalam Shahih-nya (no. 2654). Lihat juga Silsilah alAhaadits ash-Shahihah (no. 1689))
Ibnu Qudamah rahimahullah berkata, Para Imam Salaf dari kalangan umat Islam
telah ijma (sepakat) bahwa wajib beriman kepada qadha dan qadar Allah yang
baik maupun yang buruk, yang manis maupun yang pahit, yang sedikit maupun
yang banyak. Tidak ada sesuatu pun terjadi kecuali atas kehendak Allah dan tidak
terwujud segala kebaikan dan keburukan kecuali atas kehendak-Nya. Dia
menciptakan siapa saja dalam keadaan sejahtera (baca: menjadi penghuni surga)
dan ini merupakan anugrah yang Allah berikan kepadanya dan menjadikan siapa
saja yang Dia kehendaki dalam keadaan sengsara (baca: menjadi penghuni
neraka). Ini merupakan keadilan dari-Nya serta hak absolut-Nya dan ini
Halaman 83 dari 86
merupakan ilmu yang disembunyikan-Nya dari seluruh makhluk-Nya. (alIqtishaad fil Itiqaad, hal. 15)
Tingkatan Keempat: al-Khalq (Penciptaan)
Yaitu, bahwa Allah adalah Pencipta (Khaliq) segala sesuatu yang tidak ada
pencipta selain-Nya, dan tidak ada rabb selain-Nya, dan segala sesuatu selain
Allah adalah makhluk. Sebagaimana firman Allah Taala,
Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu. (Qs. AzZumar: 62)
Meskipun Allah telah menentukan takdir atas seluruh hamba-Nya, bukan berarti
bahwa hamba-Nya dibolehkan untuk meninggalkan usaha. Karena Allah telah
memberikan qudrah (kemampuan) dan masyii-ah (keinginan) kepada hambahamba-Nya untuk mengusahakan takdirnya. Allah juga memberikan akal kepada
manusia, sebagai tanda kesempurnaan manusia dibandingkan dengan makhlukNya yang lain, agar manusia dapat membedakan antara kebaikan dan keburukan.
Allah tidak menghisab hamba-Nya kecuali terhadap perbuatan-perbuatan yang
dilakukannya dengan kehendak dan usahanya sendiri. Manusialah yang benarbenar melakukan suatu amal perbuatan, yang baik dan yang buruk tanpa
paksaan, sedangkan Allah-lah yang menciptakan perbuatan tersebut. Hal ini
berdasarkan firman-Nya,
Padahal Allah-lah yang menciptakanmu dan apa yang kamu perbuat itu. (Qs.
Ash-Shaaffaat:
96)
kita
kepada
sebuah
hikmah
Halaman 84 dari 86
mendapat
giliran
memperoleh
kebahagiaan,
kita
tidak
akan
lupa
untuk
itu,
niscaya
akan
begini
dan
begitu.
Akan
tetapi
katakanlah
itu
akan
mengawali
perbuatan
syaithan.
Halaman 85 dari 86
Barang siapa bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupi
(keperluan)nya. (Qs. Ath-Thalaq: 3)
Dan jika kita mendapatkan musibah atau cobaan, janganlah berputus asa dari
rahmat Allah dan janganlah bersungut-sungut, tetapi bersabarlah. Karena sabar
adalah
perisai
seorang
mukmin
yang
dia
bersaudara
kandung
dengan
kemenangan. Ingatlah bahwa musibah atau cobaan yang menimpa kita hanyalah
musibah kecil, karena musibah dan cobaan terbesar adalah wafatnya Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam, sebagaimana disebutkan dalam sabdanya,
,
Jika salah seorang diantara kalian tertimpa musibah, maka ingatlah musibah
yang
menimpaku,
sungguh
ia
merupakan
musibah
yang
paling
besar.
Rahmawaty
Woly
Hikam.
Al-Wajiz fii Aqidatis Salafish Shalih Ahlis Sunnah wal Jamaah (Edisi Indonesia:
Panduan Aqidah Lengkap), karya Syaikh Abdullah bin Abdul Hamid Al-Atsari,
cetakan
Pustaka
Ibnu
Katsir.
Maktabah
Muawiyah
bin
Abi
Sufyan.
Al-Fauzan,
cetakan
Pustaka
Sahifa.
Halaman 86 dari 86
karya
Dr.
Abdullah
bin
Umar
Ad-Duwaiji,
cetakan
Pustaka
Ibnu
Katsir.
Fathul Baari Syarah Shahih Bukhari, karya Imam Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani,
cetakan
Darul
Hadits.
Fathul Majid Syarah Kitaabut Tauhid (Edisi Indonesia: Fathul Majid), karya Syaikh
Muhammad
bin
Abdul
Wahhab,
cetakan
Pustaka
Sahifa.
Meniru Sabarnya Nabi shallallahu alaihi wa sallam (Edisi Terjemah), karya Syaikh
Salim
bin
Ied
Al-Hilali,
cetakan
Pustaka
Darul
Ilmi.
Syarah Aqidah Ahlus Sunnah wal Jamaah, karya Yazid bin Abdul Qadir Jawas,
cetakan
Pustaka
Imam
Asy-Syafii.
Syaikh
Muhammad
bin
Utsaimin,
cetakan
Pustaka
Ibnu
Katsir.
Syarah Ushulil Itiqad Ahlis Sunnah wal Jamaah, karya Imam Al-Hafizh Al-Laalikai,
cetakan
Darul
Hadits.