Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh :
AIRIZA ASZELEA 1102010011
INEZ SORAYA 1102010130
IVAN NUGRAHA 1102010134
Pembimbing :
OKTOBER 2016
: Ny.W
2. Jenis kelamin
: Perempuan
3. Usia
: 33 tahun
4. Agama
: Islam
5. Status marital
: Menikah
6. Status paritas
: G4P2A1
7. Tanggal masuk RS
: 24 September 2016
B. ANAMNESIS
[Alloanamnesis dengan suami pasien]
1. Keluhan utama: Kejang dalam keadaan hamil sejak 2 jam SMRS.
2. Keluhan tambahan: 3. Riwayat penyakit sekarang:
Pasien dibawa ke RSU DR. SLAMET dengan keluhan kejang berulang
sebanyak 5x sekitar 2 jam SMRS. Kejang terjadi tiba-tiba, tidak kelojotan,
tetapi seperti tegang kaku. Kejang berlangsung selama beberapa menit
diselingi sadar sebentar namun segera kejang lagi. Menurut suami pasien,
ini adalah kehamilan pasien yang ke 4, usia kehamilan 30 minggu, dan
juga kejadian kejang dalam kehamilan yang pertama kali. Suami pasien
mengatakan bahwa semenjak hamil yang sekarang pasien mempunyai
darah tinggi.
Keluhan mual muntah, nyeri kepala, pusing berputar, penglihatan kabur,
yang mendahului kejang disangkal keluarga.
4. Riwayat penyakit dahulu:
6. Riwayat obat-obatan:
C. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis:
Kesadaran: Sopor
GCS E2V2M4 = 8
Tanda-tanda vital:
Tekanan darah
: 220/120 mmHg
Suhu
: afebris
Nadi
: 115 x/menit
Leher: pembesaran KGB (-), deviasi trakea (-), perabaan massa (-),
pembesaran tiroid (-), arteri karotis teraba di kedua sisi.
Toraks:
o Pulmo:
Inspeksi: hemitoraks kanan dan kiri tampak simetris dalam
statis dan dinamis, lesi (-), retraksi (-)
Palpasi: fremitus taktil sulit dinilai
Perkusi: sonor di kedua lapang paru
Auskultasi: suara nafas vesikuler, ronki (-), wheezing (-)
o Cor:
Inspeksi: ictus cordis tidak tampak
Palpasi: ictus cordis teraba pada ICS V linea midklavikularis kiri
Perkusi:
Batas kanan jantung: ICS IV linea parasternalis kanan
Batas atas jantung: ICS II linea parasternalis kiri
Abdomen:
Inspeksi: linea nigra (+), striae gravidarum (+)
Auskultasi: bising usus (+) normal
Palpasi: TFU 35 cm, presentasi kepala
BJA : 150x/m
Perkusi: timpani
Ekstremitas: akral hangat, capillary refill <2 detik, edema tungkai (+/
+), A. dorsalis pedis teraba (+/+).
D. DIAGNOSA
G4P2A1 Gravida 31 minggu dengan post eklampsia. Kasus emergency (cito).
E. PENATALAKSANAAN
Riwayat asma/alergi
: disangkal
ii.
iii.
: disangkal
iv.
Riwayat operasi
: disangkal
v.
Riwayat merokok
: disangkal
vi.
: disangkal
vii.
: disangkal
viii.
Makan terakhir
: tidak diketahui
ix.
Minum terakhir
: tidak diketahui
3. Pemeriksaan fisik:
i.
ii.
Kesadaran: GCS 8
iii.
iv.
Tanda-tanda vital:
v.
Tekanan darah
: 220/120 mmHg
Suhu
: afebris
Nadi
: 115 x/menit
Airway:
Hidung: sekret -/-, deviasi septum (-), patensi (+)
Mulut: Mallampati tidak dapat dinilai, gigi patah (-), gigi goyah
(-), gigi tanggal (-), gigi palsu (-)
vi.
Breathing:
Pulmo: suara nafas vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-
Circulation:
Cor: S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Perifer: akral hangat, capillary refill <2 detik, edema tungkai +/
+
viii.
Sistem hepatobilier: jaundice (-), hepar dan lien tidak dapat diperiksa.
ix.
x.
xi.
Klasifikasi ASA: IV
kode E pasien memerlukan operasi Caesar segera (cito).
xii.
Premedikasi:
o -.
B. PERI-OPERATIF
1. Siapkan stetoskop, sarung tangan steril, ETT no. 7, spuit 10 cc,
stylet/mandarin, konektor, mesin anestesi, gas (air, O2, gas volatil isoflurane),
plester Hipafix, suction, dan lampu operasi.
2. Pasien berbaring telentang di atas meja operasi OK. Pasang EKG, manset
tekanan darah, saturasi oksigen, layar monitor dinyalakan, mesin anestesi
dinyalakan.
3. Pukul 8.15 : induksi dimulai dengan injeksi fentanyl 100 mg sebagai
analgesik.
4. Pukul 8.15: dilanjutkan injeksi propofol (Safol) 150 mg secara bolus IV
sebagai hipnosedatif.
5. Pukul 8.15 : dilanjutkan injeksi atracurium 20 mg secara bolus IV sebagai
muscle relaxan. lalu dilakukan bagging.
6. Pukul 8.16: disuntikkan oxytocin dosis 10mg bolus IV untuk membantu
kontraksi uterus.
7. Intubasi dengan ETT no. 7 dengan cuff dan Guedel terpasang. Dengan
stetoskop, periksa bunyi nafas (bunyi nafas paru kanan harus sama dengan
paru kiri).
8. Airway maintenance dilakukan dengan sistem nafas terkendali yang
dihubungkan dengan pipa O2 : N2O : isoflurane = 2 : 2 : 0.8.
9. Pukul 8.20: operasi Caesar dimulai. Tanda-tanda vital dimonitor setiap 15
menit.
10. Pukul 9.45 : operasi selesai. Mulai dilakukan tindakan ekstubasi.
11. Pukul 9.45: tindakan anestesi dinyatakan selesai dengan total durasi anestesia
90 menit, lalu pasien dipindahkan ke ruang pemulihan dan masuk ICU
beberapa waktu kemudian.
12. Pemantauan tanda vital peri-operatif:
Jam
INPUT
RL (2 labu)
9.45
136/95
87
15
AF
10.00
10.15
10.30
10.45
11.00
11.15
11.30
128/86
130/89
139/93
136/92
142/93
146/96
148/95
86
84
83
83
83
82
82
14
14
14
14
14
14
14
AF
AF
AF
AF
AF
AF
AF
OUTPUT
700cc
RL + Herbeser
C. POST-OPERATIF
a. Aldrette score:
Aktivitas = 0
Pernafasan = 2
Sirkulasi = 2
Kesadaran = 1
Warna kulit = 2
b. Instruksi post-op:
700cc
700cc
700cc
700cc
700cc
700cc
700cc
KET
Observasi perdarahan.
Observasi urin.
Nullipara
Primigravida
Patofisiologi
1. Gangguan perkembangan vaskular uterus.
Saat seorang wanita hamil, terjadi perubahan sistem vaskularisasi uterus,
oleh sebab interaksi antara allograft fetus dan maternal sehingga berefek
Pembuluh-pembuluh
otak
melebar
dengan
permeabilitas
apabila terdapat indikasi: edema paru, oliguria refrakter, hipertensi resisten, dan
hipovolemia hemoragik yang membutuhkan resusitasi cairan dalam jumlah besar.1
Penggunaan koloid dalam kasus ini masih kontroversial. Obat-obatan vasopressor
harus digunakan dengan hati-hati dan dalam dosis yang lebih kecil karena pasienpasien pre-eklamptik lebih sensitif terhadap obat-obatan ini.
Regional Anestesi (RA)
Apabila pasien harus menjalani operasi Caesar, maka jenis anestesi yang
paling cocok adalah regional anestesi (RA), baik epidural, spinal, ataupun CSE
(combined spinal-epidural). Teknik yang populer adalah blok epidural.
Sebelumnya, blok spinal dianggap berbahaya oleh karena resiko tinggi terjadinya
edema paru dan penurunan curah jantung. Akan tetapi semakin banyak bukti baru
yang menunjukkan bahwa anestesi spinal dan CSE pun aman bagi pasien-pasien
pre-eklampsia berat, terutama setelah ditemukannya jarum spinal ujung pensil.2
Keuntungan blok epidural adalah tekanan darah yang terkontrol dengan lebih
baik, aliran darah renal dan uteroplasental yang lebih besar oleh karena
vasodilatasi arteriol, dan resiko kejang lebih kecil. Walaupun demikian, beberapa
sumber berpendapat bahwa perbedaan tekanan darah sebenarnya tidaklah terlalu
besar. Berikut adalah tabel yang membandingkan tekanan darah antara general
anestesi (GA), epidural blok (EDB), dan teknik CSE.
Tabel 1. Tekanan arterial sistemik selama operasi Caesar dengan general anestesi
(GA), epidural blok (EDB), dan combined spinal-epidural (CSE)3
Tekanan arterial
Tekanan sistolik tertinggi
Tekanan diastolik tertinggi
Tekanan sistolik terendah
Tekanan diastolik terendah
GA
170
108
112
60
EDB
163
103
110
59
CSE
158
102
110
61
saat induksi, intubasi, dan ekstubasi.2 Hipertensi dan takikardia yang semakin
bertambah dapat menyebabkan tekanan intrakranial ikut meningkat. Selain itu,
perlu diingat efek terhadap bayi. Bayi yang dilahirkan dengan RA biasanya lebih
alert dibandingkan dengan yang dilahirkan dengan GA.
Panduan untuk RA dalam kasus ini sama dengan panduan RA klasik:
a) Spinal: gunakan jarum ujung pensil berukuran 25G atau yang lebih kecil,
dengan bupivacaine 0.5% dalam 1.6-2.0 ml dekstrosa, tergantung dari
tinggi dan ukuran lingkar perut pasien. Pasien yang lebih tinggi
diberikan dosis yang lebih banyak, sementara pasien yang lebih berat
diberikan lebih kecil, karena tekanan ruang spinalnya lebih tinggi. Tinggi
blok biasanya pada level T6.
b) Epidural: kanula diposisikan di ruang L2/3 atau L3/4, dan dosis uji
standar digunakan. Dosis utama (loading dose) diberikan tahap demi
tahap untuk menaikkan tinggi blok dengan perlahan, sampai mencapai
level T6.
Untuk menambah kekuatan blok sensoris, dapat ditambahkan fentanyl dosis
10 mcg pada spinal dan dosis 50-100 mcg pada epidural.
Hipotensi yang terjadi biasanya tidak dapat ditangani hanya dengan kristaloid.
Adalah lebih baik untuk menyeimbangkan antara koloid sintetis (500 ml starch
solution) dengan kristaloid (Ringers lactate 1000 ml), ditambah efedrin dengan
peningkatan dosis 5 mg setiap kali. Efedrin tidak mengganggu aliran darah uterus.
General Anestesi (GA)
Meskipun teknik RA merupakan teknik yang dipilih dalam kebanyakan
operasi Caesar, terutama pada pasien-pasien sehat, teknik GA tetap dibutuhkan
dalam kasus tertentu. Beberapa indikasi untuk penggunaan GA adalah4,5:
1. Terdapat kontraindikasi terhadap RA, seperti perdarahan masif dan
instabilitas hemodinamik
2. Koagulopati dan konsumsi low molecular weight heparin (LMWH)
3. Gawat janin
4. Kegagalan RA intraoperatif
Keuntungan
Tidak ada respon
intubasi
GA
Kerugian
Tidak dapat
Keuntungan
Kontrol
dikontrol
yang berlebihan
gagal intubasi
-
Kerugian
Respon intubasi
Resiko gagal
intubasi
Tidak dapat
Kontrol
dikontrol
Obat dan teknik
Resiko kejang
Tidak perlu obat- Resiko kejang
Kecemasan ibu
obatan sedatif
Depresi fetal
Onset
10 menit
Kontrol tekanan Katekolamin
darah
20-30 menit
Resiko hipotensi
lebih rendah
Koagulasi
Lebih stabil
Tidak ada
instrumen airway
Resiko hematoma
Cepat kurang
dari 5 menit
Minim resiko
Katekolamin
hipotensi
Menghindari
dg intubasi
Resiko perdarahan
spinal hematoma
airway
Resiko utama dari GA adalah kesulitan manajemen jalan nafas (airway). Yang
juga tinggi adalah resiko aspirasi isi lambung; hanya sekitar 30 ml aspirasi asam
alfentanil
atau
magnesium.
Lignocaine
1. Monitoring yang invasif diperlukan oleh karena adanya edema paru atau
hipertensi resisten atau anuria;
2. Hipertensi berat yang membutuhkan penatalaksanaan segera, terutama jika
gejala neurologis muncul;
3. Oliguria berat atau anuria yang membutuhkan tatalaksana agresif seperti
dialisis;
4. Kejang berulang;
5. Kehilangan darah yang massif (dari DIC, abruption placentae, atau
perdarahan postpartum) atau kemungkinan sindroma HELLP;
6. Sekuelae yang berat pada intraserebral (perdarahan pons, edema serebral,
iskemia koroid) atau intraabdominal (ruptur hepar, hematoma hepatik
subkapsular).
defisit residual dari kejang eklampsia tersebut. Pasien dengan hipertensi persisten
di atas 8 minggu masa nifas, atau dengan defisit neurologis, mungkin perlu
dirujuk.
Al-Safi et al.11 mengusulkan bahwa minggu pertama setelah kelahiran bayi
adalah yang paling beresiko terhadap terjadinya eklampsia postpartum. Edukasi
pasien mengenai kemungkinan ini sangat penting, tanpa mempedulikan apakah
pasien tersebut mempunyai hipertensi sebelum dipulangkan.
:200 ml
Berat Badan
: 50 kg
Urin
:150 cc
Lama Puasa
: 7 jam
DAFTAR PUSTAKA
1. Langer R, Ruskin KJ. Anesthetic management of the pre-eclamptic patient.
The Global Textbook of Anesthesiology [Online]. Diunduh dari:
http://anestit.unipa.it/gta/
2. Gatt SP, Elliott D. Preeclampsia and eclampsia. Dalam: Datta S, ed. Anesthetic
and obstetric management of high-risk pregnancy. 3rd ed. New York: SpringerVerlag, 2004.
3. Wallace DH, Leveno KJ, Cunningham FG, et al. Randomised comparison of
general & regiona anesthesia for caesarean delivery in pregnancies
complicated by severe PE. Obstet Gynecol 1995;86:2.
4. James MFM. The role of the anaesthetist in the management of pre-eclampsia.
Update in Anesthesia 1998;9(4).
5. Birnbach DJ. General anesthesia for Cesarean section who needs it?.
European Society of Anaesthesiologists. Dalam: Euroanesthesia 2003
Glasgow. Diunduh dari: http://www.euroanesthesia.org
6. Collins C, Gurung A. Anesthesia for Caesarean section. Update in Anesthesia
1998;9(3).
7. Rocke DA, Murray WB, Rout CC, Gouwns E. Relative risk analysis of factors
associated with difficult intubation in obstetric anesthesia. Anesthesiology
1992;88:63-6.
8. Moore J, Bill KM, Flynn RJ, McKeating KT, Howard PJ. A comparison
between propofol and thiopentone as induction agents in obstetric anaesthesia.
Anaesthesia 1989;44(9):753-7.
9. Gin T, OMeara ME, Kan AF, Leung RKW, Tan P, Yau G. Plasma
catecholamines and neonatal condition after induction of anesthesia with
propofol or thiopentone at Caesarean section. Br J Anaesth 1993;70(3):311-6.
10. Kuczkowski KM. Anesthesia for fetal intrapartum OOPS. J Anesth
2007;21:243-51.
11. Al-Safi Z, Imudia AN, Filetti LC, et al. Delayed postpartum preeclampsia and