Professional Documents
Culture Documents
Di lingkungan kita saat ini, mayoritas kematian adalah dari kalangan lansia. Para
lansia tersebut biasanya meninggal perlahan-lahan karena penyakit kronis, setelah
melalui suatu jangka waktu yang panjang, dengan banyak masalah yang turut
menyertai, ketergantungan terhadap orang lain yang semakin progresif, dan
kebutuhan akan perawatan kesehatan yang semakin besar yang harus dihadapi
oleh anggota keluarga lainnya. Mereka menghabiskan mayoritas bulan-bulan dan
tahun-tahun terakhirnya di rumah namun, pada sebagian besar lokasi di negara ini,
mereka meninggal dikelilingi oleh orang-orang asing di rumah sakit atau rumah
perawatan. Banyak fakta yang menegaskan bahwa kualitas hidup selama proses
lansia tersebut meninggal seringkali buruk, yang digambarkan juga oleh distres
fisik yang ditangani secara inadekuat, sistem perawatan yang terpecah-pecah,
buruk hingga tiadanya komunikasi diantara dokter dan pasien serta keluarganya,
dan tekanan yang besar terhadap pihak keluarga yang memberi perawatan dan
sistem suport. Dalam Bab ini, kami memfokuskan diri pada perawatan paliatif
yang dibutuhkan oleh orang dewasa yang sudah tua.
BIOLOGI PENUAAN
Komposisi Tubuh
Penuaan adalah proses yang mengkonversi orang dewasa yang sehat menjadi
orang yang lemah dengan berkurangnya sebagian besar fungsi dari sistem
fisiologis dan dengan peningkatan secara eksponensial dari kerentanan terhadap
penyakit dan kematian (1). Penuaan adalah faktor risiko yang paling umum dan
signifikan dari penyakit secara umum. Proses penuaan itu sendiri masih
merupakan misteri, masih sedikit sekali dipahami bahkan di masa ini dimana
sudah terdapat perkembangan yang lanjut dalam kemampuan bioteknologi.
Penuaan yang normal nampaknya merupakan suatu proses yang cukup jinak.
Fungsi dan kontrol homeostasis dari sistem organ dalam tubuh terus menurun
lambat dan pasti. Umumnya, erosi yang lambat ini hanya menjadi jelas pada
waktu dimana terdapat stres maksimum pada tubuh atau penyakit yang serius.
predisposisi delirium, eksitasi sistem saraf pusat, atau kejang. Obat-obatan yang
umum digunakan kemungkinan besar dapat merusak ginjal pada lansia, termasuk
juga obat-obatan anti-inflamasi non-steroid/non-steroid anti-inflammatory drugs
(NSAID), aminoglikosida, dan cat kontras intravena (4).
Fungsi Hepar dan Gastrointestinal
Traktus gastrointestinal tidak terlalu berubah pada penuaan daripada sistem
normal lain, namun tetap terdapat beberapa defisiensi yang dapat mempengaruhi
pengantaran dan pemecahan obat, sebagaimana juga status nutrisi dan
metabolisme. Esofagus dapat menunjukkan waktu transit yang tertunda. Gaster
dapat mengalami atrofi dan memproduksi lebih sedikit asam. Transit di kolon juga
sangat melambat, sedangkan waktu transit di usus halus nampaknya tidak
terpengaruh. Fungsi pankreas biasanya terjaga dengan cukup baik, walaupun
sekresi tripsin dapat mengalami penurunan.
Hepar biasanya menjaga fungsinya dengan cukup adekuat, walaupun
terdapat perubahan variabel yang dapat dilihat pada jalur metaboliknya. Sitokorm
P-450 dapat menurun dalam hal efisiensinya dan enzim hepar dapat menjadi sulit
terinduksi. Perubahan yang paling signifikan adalah penurunan tajam dalam
demetilisasi, proses yang akan memetabolisir obat seperti benzodiazepin di hepar.
Perubahan ini dapat menyebabkan munculnya kebutuhan untuk dilakukan
penyesuaian dosis sebelum obat diberikan. Sebagai tambahan, obat yang
menjalani metabolisme first-pass hepatic lewat ekstraksi dari darah dapat
mengubah klirens seiring dengan usia yang semakin bertambahn karena adanya
penurunan aliran darah di hepar.
Perubahan Pada Otak dan Sistem Saraf Pusat
Otak dan sistem saraf pusat akan mengalami atrofi secara perlahan-lahan seiring
usia. neuron berhenti berproliferasi dan tidak digantikan saat orang tersebut
meninggal, sehingga menyebabkan terjadinya kehilangan neuron sebagaimana
juga hilangnya neurotransimter dan reseptor. Perluasan kehilangan ini tidak
dipahami dengan baik.
yang
mempromosikan
pelayanan
yang
hospital-based
dan
menyediakan suport yang relatif untuk perawatan pasien di rumah dan usaha
perawatan custodial walaupun terdapat beban perawatan yang signifikan dan
ketergantungan fungsional yang menyertai penyakit kronis yang mengancam
nyawa pada lansia. Semakin tua seorang pasien, semakin tinggi kemungkinan
untuk terjadinya kematian di rumah perawatan atau rumah sakit, dengan perkiraan
sebanyak 58% orang berusia 85 tahun akan menghabiskan paling tidak beberapa
waktu dirawat di rumah perawatan pada tahun terakhir hidupnya (8). Namun,
statistik ini menyembunyikan fakta bahwa mayoritas bulan-bulan dan tahun-tahun
terakhir dari suatu lansia masih dihabiskan dengan berada di rumah di bawah
perawatan anggota keluarganya, dengan penempatan di rumah sakit atau rumah
perawatan yang hanya terjadi dekat dengan akhir hidupnya. Statistik nasional juga
menyembunyikan variabilitas dalam pengalaman kematian. Sebagai contoh,
kebutuhan akan pemberi perawatan formal institusional atau bayaran pada bulanbulan hidupnya jauh lebih tinggi pada orang miskin dan wanita. Secara mirip,
orang yang menderita gangguan kognitif dan demensia lebih mungkin
menghabiskan hari-hari terakhirnya di rumah perawatan daripada lansia yang
intak secara kognitif yang akan meninggal karena penyakit yang tidak
menyebabkan demensia.
SISTEM PERAWATAN UNTUK LANSIA DENGAN PENYAKIT SERIUS
DAN MENGANCAM JIWA
Insentif yang mempromosikan kematian institusionaldan bukan kematian di
rumahtetap berjalan walaupun terdapat bukti bahwa pasien lebih memilih untuk
meninggal di rumah. Insentif tersebut bekerja di Amerika Serikat walaupun ada
Medicare Hospice Benefit (9), yang didesain untuk menyediakan suport
profesional dan material yang substansial (obat-obatan, peralatan, kunjungan
perawat terampil) untuk perawatan oleh keluarga bagi lansia yang akan meninggal
di rumah pada 6 bulan terakhir hidupnya. Alasan untuk rendahnya angka
pemakaian jasa Medicare Hispice Benefit bervariasi pada tiap komunitas namun
melibatkan inhibisi kebutuhan akan pengakuan pasien bahwa mereka sedang
menjalani proses meninggal untuk mengakses layanan tersebut, yang disetujui
oleh dokter memiliki prognosis 6 bulan atau kurang, dan bahwa sangat sedikit
waktu (4 jam atau kurang) kunjungan perawatan pribadi di rumah dapat dicapai
dengan memakai jasa tersebut. Sebagai tambahan, struktur fiskal Medicare
Hospice Benefit menyebabkan dirinya sendiri baik bagi jalur yang telah diprediksi
dari kanker stadium lanjut atau AIDS, namun tidak terlalu baik bagi proses kronik
lainnya yang tak dapat diprediksi yang dikarenakan penyebab lain yang umum
pada lansia seperti kegagalan jantung kongestif, stroke, dan penyakit-penyakit
yang menyebabkan demensia.
Cakupan tradisional Medicare di Amerika Serikat juga gagal mencapai
kebutuhan dari lansia yang menderita penyakit yang serius. Baik biaya untuk
layanan perawat pribadi di rumah maupun biaya di rumah perawatan untuk
membayar lansia yang mengalami ketergantungan secara fungsional tidak akan
disediakan oleh Medicare, namun dibayarkan sebesar yang kira-kira akan
dikeluarkan untuk perawatan kepada Medicaid, yang pada awalnya didirikan
untuk menyediakan perawatan bagi orang-orang miskin.
berteknologi tinggi lebih sedikit diaplikasikan pada pasien berusia sangat lanjut,
dengan tidak tergantung pada status fungsional dan harapan hidup yang
terproyeksi. Mengingat ketidakcocokan ini dapat menggambarkan pilihan pasien
dan mengindikasikan pemakaian sumber serta pilihan pasien yang layak, lebih
mungkin bahwa data tersebut menggambarkan sebuah bentuk implisit pemikiran
yang berdasar pada usia. Implikasinya akan mengganggu, dengan menganggap
bahwa sebagian pasien tersebut membutuhkan pengeluaran biaya paling tinggi.
Para peserta Medicare dapat bertahan hidup paling tidak 1 tahun (12). Di samping
nyeri dan sumber stres fisik lainnya (didiskusikan di bawah ini [lihat bagian
Penanganan Gejala: Tantangan dalam Hal Nyeri]), karakteristik kunci yang
membedakan proses kematian pada lansia dengan proses yang dialami oleh
kelompok berusia lebih muda merupakan okurensi yang hampir universal dari
periode panjang ketergantungan fungsional dan kebutuhan pemberian perawatan
oleh anggota keluarga pada bulan-bulan hingga tahun-tahun terakhir hidupnya.
Pada SUP-PORT, usia median partisipan adalah 66 tahun dan 55% pasien
memiliki kebutuhan akan perawatan yang persisten dan serius oleh anggota
keluarga selama proses penyakit terminalnya (13), dan pada penelitian lainnya
terhadap 988 pasien yang menderita penyakit terminal, 35% keluarganya memiliki
kebutuhan akan perawatan yang substansial (14). Persentase ini meningkat secara
eksponensial seiring dengan meningkatnya usia. Walaupun 15-20% pasien
mendapat perawatan dari tenaga yang dibayar (transportasi, servis pemeliharaan
rumah, perawatan pribadi, dan perawatan oleh perawat yang terampil), 80-85%
pasien sisanya mendapat perawatan dari anggota keluarganya yang tidak dibayar
(14). Lebih jauh lagi, sebagian besar anggota keluarga yang memberikan
perawatan adalah wanita (istri dan anak perempuan yang sudah dewasa serta
menantu), menempatkan tekanan yang signifikan pada status fisik, emosional, dan
sosioekonomik pada sang pemberi perawatan. Pasien-pasien yang sakit dan
mengalami ketergantungan tanpa memiliki anggota keluarga untuk memberikan
perawatan, atau pasien yang sudah tidak dapat lagi dirawat oleh pemberi
perawatan biasanya, ditempatkan di rumah-rumah perawatan. Di Amerika Serikat,
kondisi ini biasanya terjadi setelah pasien menghabiskan seluruh simpanan
finansialnya untuk dapat memenuhi syarat yang diberikan Medicaid. Saat ini, 20%
pasien yang berusia lebih dari 85 tahun dirawat di fasilitas perawatan yang
terlatih, dan jumlah ini diharapkan terus meningkat secara dramatis pada 50 tahun
mendatang (15). Perkiraan saat ini mengemukakan jumlah tempat tidur di
fasilitas-fasilitas perawatan yang berkualitas di Amerika Serikat akan menjadi
tidak adekuat dalam memenuhi kebutuhan populasi masyarakat mengalami
penuaan.
PENANGANAN GEJALA: TANTANGAN DALAM HAL NYERI
Pola gejala yang ditemukan pada pasien lansia yang akan meninggal berbeda
dengan pola gejala pada pasien dewasa muda. Delirium, gangguan sensorik,
inkontinensia, dizziness, batuk, dan konstipasi lebih sering terjadi pada pasien
lansia (16). Para lansia itu, rata-rata mengalami 1,5 kali lebih banyak gejala
daripada orang dewasa muda pada tahun-tahun menjelang kematiannya, dan 69%
dari gejala tersebut yang dilaporkan pada pasien berusia 85 tahun atau lebih akan
bertahan lebih dari satu tahun dibandingkan dengan 39% gejala pada dewasa
muda (kurang dari 55 tahun) (16).
Penelitian yang memfokuskan secara spesifik pada prevalensi nyeri telah
menunjukkan secara konsisten tingginya level nyeri yang tidak ditangani atau
ditangani secara kurang baik pada pasien lansia. Pada satu penelitian mengenai
pasien kanker lansia di rumah perawatan, 26% dari pasien yang menderita nyeri
harian sama sekali tidak menerima analgesik apapun dan 16% hanya menerima
asetaminofen, sebuah persentase yang terus meningkat dengan bertambahnya usia
dan status minoritas (17). Penelitian lanjutan mengemukakan bahwa 41% pasien
yang pernah ditemukan menderita nyeri pada pemeriksaan pertamanya terus
mengalami nyeri harian sedang atau berat pada pemeriksaan keduanya setelah 60180 hari kemudian (18). Penelitian membandingkan penanganan nyeri pada orang
yang intak secara kognitif dengan lansia yang mengalami demensia yang samasama menderita fraktur panggul akut menemukan adanya taraf nyeri yang
ditangani dengan kurang baik yang cukup tinggi pada kedua kelompok, sebuah
fenomena yang terus memburuk dengan bertambahnya usia dan munculnya
dengan dosis yang lebih tinggi dan dengan durasi penggunaan yang lebih dari 5
hari (32,34). Antagonis COX-2 selektif dihubungkan dengan dengan penurunan
insidensi kejadian efek samping gastrointestinal dan kemungkinan dipilih untuk
digunakan pada pasien lanjut usia daripada jenis NSAID biasa (35,37). Namun,
sebuah tinjauan sistematis baru-baru ini menegaskan bahwa kemungkinan
terdapat peningkatan dalam kejadian efek samping kardiovaskuler yang
berhubungan dengan penggunaan inhibitor COX-2 walaupun besarnya risiko ini
masih belum ditentukan (38). The American Geriatrics Society baru-baru ini
merekomendasikan opioid untuk direkomendasikan sebagai langkah terapi
pertama daripada menggunakan NSAID (23). Jika NSAID digunakan,
pemantauan fungsi ginjal secara hati-hati dan observasi yang cermat terhadap
adanya perdarahan gastrointestinal harus dilakukan.
Terapi opioid masih merupakan dasar penanganan nyeri pada perawatan
paliatif dan hal ini juga berlaku untuk pasien lanjut usia. beberapa aspek terapi
opioid membutuhkan pertimbangan khusus pada pasien lanjut usia. Pasien lansia
akan menderita lebih banyak efek farmakologis setelah diberikan dosis opioid
yang telah disesuaikan berdasar berat badan, daripada pasien yang lebih muda.
Efek analgesi yang dihasilkan lebih intens, dan efek kognitif dan respirasi, bahkan
mungkin juga konstipasi, yang dihasilkan akan bersifat lebih berat. Efek yang
diperbesar ini kemungkinan disebabkan oleh volume distribusi yang lebih rendah
(kira-kira setengahnya volume distribusi orang dewasa muda), penurunan klirens,
dan berkurangnya cadangan target organ (sistem saraf pusat, fungsi pulmoner, dan
fungsi usus). Usia adalah prediktor tunggal kebutuhan dosis opioid awal yang
paling penting untuk menangani nyeri post-operatif (39). Formula berikut ini,
berdasar pada tinjauan terhadap rekam medis milik lebih dari 1000 orang dewasa
berusia diantara 20 hingga 70 tahun yang menjalani operasi mayor, memberikan
perkiraan kasar mengenai dosis permulaan morfin sulfat parenteral yang ekuivalen
bagi pasien dewasa yang tidak pernah mengonsumsi opioid (dengan perkecualian
pada pasien yang berusia sangat lanjut): rata-rata kebutuhan morfin pada 24 jam
pertama (mg) bagi pasien berusia di atas 20 tahun 100 usia (39). Faktor
lainnya yang akan mempengaruhi efek opioid, namun dengan derajat yang lebih
rendah daripada faktor usia adalah berat badan, derajat keparahan nyeri, fungsi
ginjal yang abnormal, mual, muntah, dan insufisiensi kardiopulmoner. Setelah
penentuan dosis awal, obat harus dititrasi berdasarkan efek analgesik.
Beberapa opioid paling baik dihindari pada pasien lanjut usia. meperidin
terutama berbahaya, karena akumulasi dari metabolit toksiknya, normeperidin,
pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal. Memang, level toksik dapat juga
terakumulasi pada pasien lansia dengan fungsi ginjal normal, yang disebabkan
oleh perubahan-perubahan yang terkait-usia dalam hal klirens kreatinin. Hampir
tidak ada situasi dimana meperidin harus digunakan pada pasien lansia. Secara
serupa, pentazosin juga harus dihindari pada pasien lansia, karena adanya
peningkatan insidensi delirium dan agitasi yang berhubungan dengan penggunaan
obat ini. Pada akhirnya, opioid dengan waktu-paruh yang panjang (contohnya
metadon, levorfanol) atau opioid dengan sediaan lepas-lambat (contohnya morfin
lepas-lambat dan oksikodon, dan fentanil transdermal) harus digunakan secara
hati-hati, jarang digunakan pada pasien geriatri yang belum pernah diberikan
opioid, dan kemungkinan seharusnya digunakan hanya setelah terjadi status
akumulasi yang kontinyu pada pemberian opioid kerja cepat.
Berkenaan dengan agen-agen ajuvan lainnya, amitriptilin dan obat-obatan
antidepresan trisiklik lain, walaupun efektif pada beberapa sindroma nyeri
neuropatik, ditoleransi secara buruk oleh pasien lanjut usia karena properti
antikolinergik yang dikandungnya. Disfungsi usus dan kandung kemih, hipotensi
ortostatik yang menyebabkan pasien jatuh, delirium, gangguan pergerakan, dan
mulut kering sangat umum diderita setelah pemberian obat-obatan tersebut. Jika
trisiklik digunakan, maka nortriptilin atau desipramin merupakan agen pilihan dan
dosis awal yang diberikan harus sangat rendah, serta dosis titrasi harus dinaikkan
perlahan-lahan.
PENYAKIT ALZHEIMER DAN DEMENSIA YANG TERKAIT
Demensia ireversibel merupakan diagnosis yang sulit dan menakutkan bagi
pasien-pasien geriatri dan keluarganya. Sebuah diagnosis demensia berarti
terdapat kemunduran yang pasti dan progresif dalam kemampuan kognitif seiring
dengan
demensia
membutuhkan
perawatan
medis
yang
memfokuskan diri dalam menjaga martabat dan kualitas hidup. Dokter harus
mencari cara untuk menangani secara agresif gejala yang membahayakan tujuantujuan tersebut. Hal ini harus dilakukan pada stage awal penyakit, stage sedang
penyakit, dan pada akhirnya pada stage lanjut. kebutuhan pasien pada tiap-tiap
stage berbeda, namun fokusnya selalu untuk menjaga martabat dan kualitas hidup.
Pada demensia awal, mungkin tugas yang paling penting bagi dokter
adalah untuk mengenali dan mendiagnosis penyakit dan kemudian mengedukasi
pasien dan keluarganya tentang hal-hal yang bisa diharapkan. Pada stage ini,
pasien masih dapat membuat keputusan untuk dirinya sendiri. dokter harus
menanyakan pada pasien mengenai pilihannya dalam hal terapi medis pada stagestage selanjutnya dan memfasilitasi perbincangan penting ini diantara pasien
dengan perawatnya. Diskusi yang spesifik mengenai terapi untuk memperpanjang
hidup, seperti nutrisi dan hidrasi artifisial, harus dilakukan. Dokter harus
menanyakan pada pasien untuk mengajukan satu orang atau lebih pengambil
keputusan utama untuk berbicara atas namanya sebagai persiapan untuk stage
penyakit selanjutnya ketika pasien sudah tidak mampu lagi untuk mengambil
keputusan untuk dirinya sendiri. Pasien harus didorong untuk berbincang dengan
orang yang ditunjuk untuk merawat mereka serta orang-orang yang disayanginya
mengenai pandangan mereka terhadap terapi medis lanjut seperti feeding tube,
ventilasi mekanis, dan resusitasi kardiopulmoner (CPR). Walaupun penting untuk
mengeksplorasi pilihan-pilihan spesifik pasien mengenai teknologi medis, penting
juga untuk mengeksplorasi nilai-nilai dan tujuan-tujuan pasien dalam menjalani
perawatan medis: Apakah yang paling penting dalam hidup mereka? Apa yang
membuat hidup mereka berharga untuk dijalani? Nilai-nilai religius atau spiritual
apa yang penting bagi mereka? Terdapa bukti bahwa perbincangan awal mengenai
tujuan-tujuan lanjut dapat membantu menyiapkan keluarga untuk mengambil
keputusan di masa datang dan dapat mengurangi penyulit yang akan datang
kemudian dengan perwakilan pengambilan keputusan tersebut (41).
Stage awal penyakit Alzheimer bisa menoleransi dengan baik terapi
farmakologis dengan inhibitor kolinesterase. Terapi dengan obat-obatan tersebut
dapat memperbaiki aktivitas dalam kehidupan sehari-hari, sedikit memperbaiki
fungsi kognitif, atau memperlambat progresi proses penyakit. Kontrol yang
agresif terhadap faktor risiko vaskuler dan penggunaan aspirin dan agen-agen
penurun kolesterol dapat memperlambat perkembangan demensia vaskuler.
Sasaran dari kedua jenis terapi adalah untuk menjaga independensi selama
mungkin.
Banyak pasien dengan penyakit stage awal memiliki masalah psikiatrik
yang menyertai. Depresi terutama paling sering terjadi, menyerang sekitar 50%
populasi pasien Alzheimer stage awal (42). Gejala depresi pada penyakit awal
bisa atipik dan antara lain berupa kelalaian, kesulitan dalam menggunakan emosi,
dan penurunan motivasi. Terapi antidepresan seringkali diindikasikan, dan
inhibitor kolinesterase juga bisa bermanfaat. Kelompok yang mensuport juga bisa
banyak membantu pada stage ini, baik untuk pasien maupun orang merawat
mereka.
Dementia stage sedang merupakan stage terpanjang dari penyakit ini.
Fokus dokter haruslah untuk menjaga lingkungan pasien tetap aman, menangani
gejala psikiatrik, dan mensuport orang yang merawat pasien. Seiring pasien
masuk ke stage pertengahan dari penyakit ini, mereka memerlukan supervisi di
rumah dan bantuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari akan semakin
dibutuhkan. Gangguan perilaku, agitasi, dan paranoia seringkali muncul sejalan
dengan bertambahanya dependensi pasien terhadap orang sekitarnya. Perubahanperubahan tersebut bisa menjadi sumber stres yang signifikan bagi orang yang
merawat pasien. Tindakan-tindakan paliatif pada demensia level-sedang adalah
termasuk juga memberikan perhatian untuk stres yang dialami oleh perawat
pasien,
terapi
untuk
gangguan
perilaku
dan
psikiatrik
pasien,
serta
untuk mengambil libur dan mendorong anggota keluarga lainnya untuk ikut
membantu. Kelompok suport bagi para perawat tersebut juga dapat membantu.
Gangguan
perilaku
menjadi
semakin
sering
seiring
dengan
tambahan
bagi
intervensi
perilaku
tersebut,
pemberian
harus menjadi fokus tertinggi perawatan bagi pasien ini, pasien dengan demensia
tingkat lanjut seringkali menerima intervensi non-paliatif di akhir hidupnya,
seperti tube feeding, CPR, ventilasi mekanis, dan antibiotik sistemik pada harihari finalnya (20,45,48,49).
Perwakilan pengambilan keputusan pada penyakit end-stage tidak lagi
dapat dihindarkan. Proses tersebut dibuat lebih mudah bagi semua yang terlibat
jika, pada stage awal penyakit, diskusi kritis mengenai sasaran terapi dan pilihan
di akhir hidup telah ditetapkan. Orang yang merawat pasien mungkin menghadapi
banyak keputusan yang sulit, termasuk operasi darurat, intubasi, feeding tube, dan
CPR. Bahkan jika harapan sebelumnya telah dikomunikasikan dengan baik,
mungkin masih sulit bagi anggota keluarga untuk melakukannya. Meski demikian,
keputusan harus selalu didasarkan pada harapan-harapan pasien yang sebelumnya
telah dikomunikasikan (jika diketahui) dan manfaat terbaik bagi pasien yang
berkenaan dengan manfaat atau beban potensial dari terapi yang diusulkan. Dokter
harus menawarkan kepada perawat pasien suport yang terus menerus dan
menawarkan untuk melakukan tinjauan terhadap sasaran terapi secara reguler atau
berulang dan ekspektasi yang mengikuti intervensi tersebut.
Tindakan-tindakan yang dilakukan untuk memberi kenyamanan dan
meredakan penderitaan harus menjadi sasaran utama paliatif. Perhatian yang besar
terhadap sumber-sumber potensial rasa tidak nyaman, seperti nyeri dan penyakit
konkuren, penting untuk diberikan. Nyeri sering sekali terlewatkan dan diterapi
secara kurang baik pada populasi ini. Terapi analgesik harus bersifat empiris dan
preventif jika terdapat sumber-sumber yang mendasari nyeri atau pasien tersebut
menghadapi prosedur yang potensial menimbulkan ketidaknyamanan seperti
penggantian balut atau perubahan posisi. Dokter juga harus menyadari bahwa
pasien dengan demensia tingkat lanjut dapat mengalami rasa tidak nyaman yang
lebih besar yang berasal dari prosedur-prosedur rutin, seperti pemantauan tanda
vital, flebotomi, pengambilan darah lewat jari, dan kateterisasi kandung kemih,
karena mereka tidak dapat memahami apa yang sedang dilakukan terhadap
tubuhnya dan mengapa. Prosedur-prosedur yang tidak perlu harus dihentikan.
lanjut. namun program tersebut sampai saat ini hanya menargetkan sebuah
persentase kecil dari jumlah pasien lanjut usia yang terus bertambah. Penelitian di
masa datang harus ditargetkan untuk memahami perawatan paliatif pada pasien
berusia lanjut, mengembangkan intervensi medis yang menunjukkan kebutuhan
tersebut, dan mengembangkan model dan sistem perawatan yang akan memenuhi
kebutuhan global dari pasien-pasien tersebut serta keluarganya.