Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian
Bantuan Hidup Dasar (Basic Life Support, disingkat BLS) adalah suatu tindakan
penanganan yang dilakukan dengan sesegera mungkin dan bertujuan untuk menghentikan proses
yang menuju kematian.
Menurut AHA Guidelines tahun 2005, tindakan BLS ini dapat disingkat dengan teknik
ABC pada prosedur CPR (Cardio Pulmonary Resuscitation)yaitu :
1) A (Airway) : Menjaga jalan nafas tetap terbuka
2) B (Breathing) : Ventilasi paru dan oksigenasi yang adekuat
3) C (Circulation) :Mengadakan sirkulasi buatan dengan keompresi jantung paru.
Pada tanggal 18 Oktober 2010, AHA (American Hearth Association) mengumumkan
perubahan prosedur CPR (Cardio Pulmonary Resuscitation)yang sebelumnya menggunakan AB-C (Airway Breathing Circulation)sekarang menjadi C-A-B (Circulation Airway
Breathing).
2.2 Indikasi
Basic life support (BLS) dilakukan pada pasien-pasien dengan keadaan sebagai berikut :
1) Henti nafas (respiratory arrest)
Henti napas ditandai dengan tidak adanya gerakan dada dan aliran udara pernapasan dari
korban / pasien. Henti napas merupakan kasus yang harus dilakukan tindakan Bantuan Hidup
Dasar. Henti napas dapat terjadi pada keadaan :
a. Tenggelam
b. Stroke
c. Obstruksi jalan napas
d. Epiglotitis
e. Overdosis obat-obatan
f. Tersengat listrik
g. Infark miokard
h. Tersambar petir
i. Koma akibat berbagai macam kasus
Pada awal henti napas oksigen masih dapat masuk ke dalam darah untuk beberapa menit
dan jantung masih dapat mensirkulasikan darah ke otak dan organ vital lainnya, jika pada
keadaan ini diberikan bantuan napas akan sangat bermanfaat agar korban dapat tetap hidup dan
mencegah henti jantung.
2) Henti jantung (cardiac arrest)
Pada saat terjadi henti jantung secara langsung akan terjadi henti sirkulasi. Henti sirkulasi
ini akan dengan cepat menyebabkan otak dan organ vital kekurangan oksigen. Pernapasan yang
terganggu (tersengal-sengal) merupakan tanda awal akan terjadinya henti jantung.
Penyebab henti jantung adalah :
1)
2)
Cardiac
a)
b)
Aritmia
c)
d)
Tamponade jantung
e)
Pecahnya Aorta
Extra - Cardiac
a)
b)
Gagal nafas
c)
Gangguan Elektrolit
d)
Syok
e)
Overdosis Obat
f)
Keracunan
2.3 Tujuan
Tindakan Basic life support (BLS) memiliki berbagai macam tujuan, diantaranya yaitu:
1)
Mempertahankan dan mengembalikan fungsi oksigenasi organ organ vital (otak, jantung dan
paru)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
Memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi dan ventilasi dari korban yang
mengalami henti jantung atau henti napas melalui Resusitasi Jantung Paru (RJP).
2.4 Perbedaan BLS Menurut AHA Tahun 2005 dan AHA Tahun 2010
Tanggal 18 oktober 2010 lalu AHA (American Hearth Association) mengumumkan
perubahan prosedur CPR (Cardio Pulmonary Resuscitation) atau dalam bahasa Indonesia disebut
RJP (Resusitasi Jantung Paru) yang berbeda dari prosedur sebelumnya yang sudah dipakai dalam
40 tahun terakhir. Perubahan tersebut ada dalam sistematikanya, yaitu sebelumnya menggunakan
A-B-C (Airway-Breathing-Circulation) sekarang menjadi C-A-B (Circulation Airway
Breathing).Namun perubahan yang ditetapkan AHA tersebut hanya berlaku pada orang dewasa,
anak, dan bayi.Perubahan tersebut tidak berlaku pada neonatus.
Perubahan tersebut menurut AHA adalah mendahulukan pemberian kompresi dada dari
pada membuka jalan napas dan memberikan napas buatan pada penderita henti jantung.Hal ini
didasarkan pada pertimbangan bahwa teknik kompresi dada lebih diperlukan untuk
mensirkulasikan sesegera mungkin oksigen keseluruh tubuh terutama organ-organ vital seperti
otak, paru, jantung dan lain-lain.
Menurut penelitian AHA, beberapa menit setelah penderita mengalami henti jantung masih
terdapat oksigen pada paru-paru dan sirkulasi darah. Oleh karena itu memulai kompresi dada
lebih dahulu diharapkan akan memompa darah yang mengandung oksigen ke otak dan jantung
sesegera mungkin. Kompresi dada dilakukan pada tahap awal selama 30 detik sebelum
melakukan pembukaan jalan napas (Airway) dan pemberian napar buatan (bretahing) seperti
prosedur yang lama.
AHA selalu mengadakan review guidelines CPR setiap 5 tahun sekali. Perubahan dan
review terakhir dilakukan pada tahun 2005 dimana terjadi perubahan perbandingan kompresi
dari 15 : 2 menjadi 30 : 2.
Dengan perubahan ini AHA merekomendasikan agar segera mensosialisasikan perubahan
ini kepada petugas medis, instruktur pelatihan, petugas p3k dan masayarakat umum.Setelah
mengevaluasi berbagai penelitian yang telah dipublikasi selama lima tahun terakhir AHA
mengeluarkan Panduan RJP 2010. Fokus utama RJP 2010 ini adalah kualitas kompresi
dada.Berikut ini adalah beberapa perbedaan antara Panduan RJP 2005 dengan RJP 2010.
1) Bukan lagi ABC, melainkan CAB
Circulation (Chest Compression) yaitu buka jalan nafas, bantuan pernafasan, dan kompresi dada.
Pada saat ini, prioritas utama adalah Circulation baru setelah itu tatalaksana difokuskan pada
Airway dan selanjutnya Breathing. Satu-satunya pengecualian adalah hanya untuk bayi baru lahir
(neonatus), karena penyebab tersering pada bayi baru lahir yang tidak sadarkan diri dan tidak
bernafas adalah karena masalah jalan nafas (asfiksia). Sedangkan untuk yang lainnya, termasuk
RJP pada bayi, anak, ataupun orang dewasa biasanya adalah masalah Circulation kecuali bila kita
menyaksikan sendiri korban tidak sadarkan diri karena masalah selain Circulation harus
menerima kompresi dada sebelum kita berpikir memberikan bantuan jalan nafas.
2) Tidakada lagi Look, Listen, and Feel
Menilai.Telepon ambulan segera saat kita melihat korban tidak sadar dan tidak bernafas dengan
baik (gasping). Percayalah pada nyali Anda. Jika Anda mencoba menilai korban bernapas atau
tidak dengan mendekatkan pipi Anda pada mulut korban, itu boleh-boleh saja. Tapi tetap saja
sang korban tidak bernafas dan tindakan look listen and feel ini hanya akan menghabiskan
waktu.
3)
namun sekarang AHA merekomendasikan untuk melakukan kompresi dada dengan kedalaman
minimal 2 inchi (5 cm).
5)
kompresi/ menit. Sekarang AHA merekomendasikan kita untuk kompresi dada minimal 100
kompresi/ menit. Pada kecepatan ini, 30 kompresi membutuhkan waktu 18 detik.
6) Hands only CPR
AHA masuh menginginkan agar penolong yang tidak terlatih melakukan Hands Only CPR pada
korban dewasa yang pingsan di depan mereka. Pertanyaan terbesar adalah: apa yang harus
dilakukan penolong tidak terlatih pada korban yang tidak pingsan di depan mereka dan korban
yang bukan dewasa? AHA memang tidak memberikan jawaban tentang hal ini, namun ada saran
sederhana disini: berikan Hands Only CPR, karena berbuat sesuatu lebih baik daripada tidak
berbuat sama sekali.
7) Pengaktivasian Emergency Response System (ERS)
sekitar, menelepon ambulans, ataupun menyuruh orang untuk memanggil bantuan tetap menjadi
prioritas, akan tetapi sebelumnya telah dilakukan pemeriksaan kesadaran dan ada tidaknya henti
nafas (terlihat tidak ada nafas/ gasping) secara simultan dan cepat.
8)
mengakibatkan kematian jaringan otak jika aliran darah berhenti terlalu lama.Membutuhkan
beberapa kompresi dada untuk mengalurkan darah kembali. AHA menghendaki kita untuk terus
melakukan kompresi selama kita bisa atau sampai alat defibrilator otomatis datang dan siap
untuk menilai keadaan jantung korban. Jika sudah tiba waktunya untuk pernapasan dari mulut ke
mulut, lakukan segera dan segera kembali melakukan kompresi dada. Prinsip Push Hard, Push
Fast, Allow complete chest recoil, and Minimize Interruption masih ditekankan disini.
Ditambahkan dengan Avoiding excessive ventilation.
9) Tidak dianjurkan lagi Cricoid Pressure
adekuat dan ternyata aspirasi tetap dapat terjadi walaupun sudah dilakukan cricoid pressure.
Cricoid pressure merupakan suatu metode penekanan tulang rawan krikoid yang dilakukan pada
korban dengan tingkat kesadaran sangat rendah, hal ini pada pedoman AHA 2005 diyakini dapat
mencegah terjadinya aspirasi dan hanya boleh dilakukan bila terdapat penolong ketiga yang tidak
terlibat dalam pemberian nafas buatan ataupun kompresi dada.
10) Pemberian Precordial Thump
ventricular tachyarrhytmias ke irama sinus. Akan tetapi pada sejumlah besar kasus lainnya,
precordial thump tidak berhasil mengembalikan korban dengan ventricular fibrillation ke irama
sinus atau kondisi Return of Spontaneous Circulation (ROSC). Kemudian terdapat banyak
laporan yang menyebutkan terjadinya komplikasi akibat pemberian precordial thump seperti
fraktur sternum, osteomyelitis, stroke, dan bahkan bisa mencetuskan aritmia yang ganas pada
korban dewasa dan anak-anak. Pemberian precordial thump boleh dipertimbangkan untuk
dilakukan pada pasien dengan VT yang disaksikan, termonitor, tidak stabil, dan bila defibrilator
tidak dapat disediakan dengan segera. Dan yang paling penting adalah precordial thump tidak
boleh menunda pemberian RJP atau defibrilasi.
Alasan untuk perubahan sistem ABC menjadi CAB adalah :
1) Henti jantung terjadi sebagian besar pada dewasa. Angka keberhasilan kelangsungan hidup
tertinggi dari pasien segala umur yang dilaporkan adalah henti jantung dan ritme Ventricular
Fibrilation (VF) atau pulseless Ventrivular Tachycardia (VT). Pada pasien tersebut elemen
RJP yang paling penting adalah kompresi dada (chest compression) dan defibrilasi otomatis
segera (early defibrillation).
2) Pada langkah A-B-C yang terdahulu kompresi dada seringkali tertunda karena proses
pembukaan jalan nafas (airway) untuk memberikan ventilasi mulut ke mulut atau
mengambil alat pemisah atau alat pernafasan lainnya. Dengan mengganti langkah menjadi
C-A-B maka kompresi dada akan dilakukan lebih awal dan ventilasi hanya sedikit tertunda
satu siklus kompresi dada (30 kali kompresi dada secara ideal dilakukan sekitar 18 detik).
3) Kurang dari 50% orang yang mengalami henti jantung mendapatkan RJP dari orang
sekitarnya. Ada banyak kemungkinan penyebab hal ini namun salah satu yang menjadi
alasan adalah dalam algoritma A-B-C, pembebasan jalan nafas dan ventilasi mulut ke mulut
dalam Airway adalah prosedur yang kebanyakan ditemukan paling sulit bagi orang awam.
Memulai dengan kompresi dada diharapkan dapat menyederhanakan prosedur sehingga
semakin banyak korban yang bisa mendapatkan RJP. Untuk orang yang enggan melakukan
ventilasi mulut ke mulut setidaknya dapat melakukan kompresi dada.
Penggunaan Sistem ABC Saat ini :
1.
Pada
korban tenggelam atau henti nafas maka petugas sebaiknya melakukan RJP
respon darurat.
Pada bayi baru lahir, penyebab arrest kebanyakan adalah pada sistem pernafasan maka RJP
sebaiknya dilakukan dengan siklus A-B-C kecuali terdapat penyebab jantung yang diketahui.
Kemungkinan berhasil
98 dari 100
50 dari 100
1 dari 100
Sumbatan jalan nafas karena makanan, sekret, atau lidah yang jatuh ke belakang.
Henti nafas
Henti jantung, yang umumnya disebabkan serangan jantung
Langkah 2 : Mengaktifkan Emergency Medical Services (EMS)
Jika korban tidak berespon, panggil bantuan dan segera hubungi ambulan 118.
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
3.
Lokasi korban
Nomor telepon yang bisa di hubungi
Apa yang terjadi (misalnya serangan jantung / tidak sadar)
Jumlah korban
Dibutuhkan ambulan segera
Tutup telepon setelah diinstruksikan oleh petugas.
Langkah 3 : Memposisikan Korban
Korban harus dibaringkan di atas permukaan yang keras dan datar agar RJP efektif.
1) Berikan posisi head tilt, tentukan letak jakun atau bagian tengah tenggorokan korban dengan
jari telunjuk dan tengah.
2) Geser jari anda ke cekungan di sisi leher yang terdekat dengan anda (Lokasi nadi karotis)
3) Tekan dan raba dengan hati-hati nadi karotis selama 10 detik, dan perhatikan tanda-tanda
sirkulasi (kesadaran, gerakan, pernafasan, atau batuk)
4) Jika ada denyut nadi maka dilanjutkan dengan memberikan bantuan pernafasan, tetapi jika
tidak ditemukan denyut nadi, maka dilanjutkan dengan melakukan kompresi dada
5.
(tulang dada). Cara menentukan posisi tangan yang tepat untuk kompresi dada :
1) Pertahankan posisi heat tilt, telusuri batas bawah tulang iga dengan jari tengah sampai ke
ujung sternum
(tulang dada). Untuk posisi, petugas berlutut jika korban terbaring di bawah, atau berdiri
disamping korban jika korban berada di tempat tidur.
Cara menentukan posisi tangan yang tepat untuk kompresi dada :
1) Angkat jari telunjuk dan jari tengah
2) Letakkan tumit tangan yang lain di atas tangan yang menempel di sternum.
1,2,3,4,10
1,2,3,4,15
1,2,3,4,20,
1,2,3,4,25,
1,2,3,4,30,
9) Kecepatan kompresi diharapkan mencapai sekitar 100 kompresi/menit.
10) Rasio kompresi dan ventilasi adalah 30 kompresi : 2 ventilasi
11) Jangan mengangkat tangan dari sternum untuk mempertahankan posisi yang tepat
12) Jangan menghentak selama kompresi karena dapat menimbulkan cedera.
7.
tonus otot terganggu sehingga lidah jatuh ke belakang dan menutupi jalan nafas. Pada dasarnya
lebih melekat pada rahnag bawah sehingga menggerakan rahang bawah keatas akan menarik
lidah menjauh dari tenggorokan dan membuka jalan nafas.
Melakukan manuver head tilt-chin lift
1) Letakkan satu tangan pada dahi korban dan berikan tekanan ke arah belakang dengan
telapak tangan untuk menengadahkan kepala (head tilt).
8.
2) Tutup hidung dengan menekankan ibu jari dan telunjuk untuk mencegah kebocoran udara
melalui hidung korban.
3) Mulut anda harus melingkupi mulut korban, berikan 2 tiupan pendek dengan jeda singkat
diantaranya.
4) Lepaskan tekanan pada cuping hidung sehingga memungkinkan terjadinya ekspirasi pasif
setelah tiap tiupan.
5) Setiap napas bantuan harus dapat mengembangkan dinding dada.
6) Durasi tiap tiupan adalah 1 detik.
7) Volume ventilasi antara 400-600ml.
Catatan :
Bila volume udara dihembuskan terlalu besar, udara dapat masuk ke lambung dan menyebabkan
distensi lambung.