You are on page 1of 15

BAB II

TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian
Bantuan Hidup Dasar (Basic Life Support, disingkat BLS) adalah suatu tindakan
penanganan yang dilakukan dengan sesegera mungkin dan bertujuan untuk menghentikan proses
yang menuju kematian.
Menurut AHA Guidelines tahun 2005, tindakan BLS ini dapat disingkat dengan teknik
ABC pada prosedur CPR (Cardio Pulmonary Resuscitation)yaitu :
1) A (Airway) : Menjaga jalan nafas tetap terbuka
2) B (Breathing) : Ventilasi paru dan oksigenasi yang adekuat
3) C (Circulation) :Mengadakan sirkulasi buatan dengan keompresi jantung paru.
Pada tanggal 18 Oktober 2010, AHA (American Hearth Association) mengumumkan
perubahan prosedur CPR (Cardio Pulmonary Resuscitation)yang sebelumnya menggunakan AB-C (Airway Breathing Circulation)sekarang menjadi C-A-B (Circulation Airway
Breathing).
2.2 Indikasi
Basic life support (BLS) dilakukan pada pasien-pasien dengan keadaan sebagai berikut :
1) Henti nafas (respiratory arrest)
Henti napas ditandai dengan tidak adanya gerakan dada dan aliran udara pernapasan dari
korban / pasien. Henti napas merupakan kasus yang harus dilakukan tindakan Bantuan Hidup
Dasar. Henti napas dapat terjadi pada keadaan :
a. Tenggelam
b. Stroke
c. Obstruksi jalan napas
d. Epiglotitis
e. Overdosis obat-obatan
f. Tersengat listrik
g. Infark miokard
h. Tersambar petir
i. Koma akibat berbagai macam kasus

Pada awal henti napas oksigen masih dapat masuk ke dalam darah untuk beberapa menit
dan jantung masih dapat mensirkulasikan darah ke otak dan organ vital lainnya, jika pada
keadaan ini diberikan bantuan napas akan sangat bermanfaat agar korban dapat tetap hidup dan
mencegah henti jantung.
2) Henti jantung (cardiac arrest)
Pada saat terjadi henti jantung secara langsung akan terjadi henti sirkulasi. Henti sirkulasi
ini akan dengan cepat menyebabkan otak dan organ vital kekurangan oksigen. Pernapasan yang
terganggu (tersengal-sengal) merupakan tanda awal akan terjadinya henti jantung.
Penyebab henti jantung adalah :
1)

2)

Cardiac
a)

Penyakit Jantung Koroner

b)

Aritmia

c)

Kelainan Katup Jantung

d)

Tamponade jantung

e)

Pecahnya Aorta

Extra - Cardiac
a)

Sumbatan Jalan Nafas

b)

Gagal nafas

c)

Gangguan Elektrolit

d)

Syok

e)

Overdosis Obat

f)

Keracunan

2.3 Tujuan
Tindakan Basic life support (BLS) memiliki berbagai macam tujuan, diantaranya yaitu:
1)

Mempertahankan dan mengembalikan fungsi oksigenasi organ organ vital (otak, jantung dan
paru)

2)

Mempertahankan hidup dan mencegah kematian

3)

Mencegah komplikasi yang bisa timbul akibat kecelakaan

4)

Mencegah tindakan yang dapat membahayakan korban

5)

Melindungi orang yang tidak sadar

6)

Mencegah berhentinya sirkulasi atau berhentinya respirasi.

7)

Memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi dan ventilasi dari korban yang
mengalami henti jantung atau henti napas melalui Resusitasi Jantung Paru (RJP).

2.4 Perbedaan BLS Menurut AHA Tahun 2005 dan AHA Tahun 2010
Tanggal 18 oktober 2010 lalu AHA (American Hearth Association) mengumumkan
perubahan prosedur CPR (Cardio Pulmonary Resuscitation) atau dalam bahasa Indonesia disebut
RJP (Resusitasi Jantung Paru) yang berbeda dari prosedur sebelumnya yang sudah dipakai dalam
40 tahun terakhir. Perubahan tersebut ada dalam sistematikanya, yaitu sebelumnya menggunakan
A-B-C (Airway-Breathing-Circulation) sekarang menjadi C-A-B (Circulation Airway
Breathing).Namun perubahan yang ditetapkan AHA tersebut hanya berlaku pada orang dewasa,
anak, dan bayi.Perubahan tersebut tidak berlaku pada neonatus.
Perubahan tersebut menurut AHA adalah mendahulukan pemberian kompresi dada dari
pada membuka jalan napas dan memberikan napas buatan pada penderita henti jantung.Hal ini
didasarkan pada pertimbangan bahwa teknik kompresi dada lebih diperlukan untuk
mensirkulasikan sesegera mungkin oksigen keseluruh tubuh terutama organ-organ vital seperti
otak, paru, jantung dan lain-lain.
Menurut penelitian AHA, beberapa menit setelah penderita mengalami henti jantung masih
terdapat oksigen pada paru-paru dan sirkulasi darah. Oleh karena itu memulai kompresi dada
lebih dahulu diharapkan akan memompa darah yang mengandung oksigen ke otak dan jantung
sesegera mungkin. Kompresi dada dilakukan pada tahap awal selama 30 detik sebelum
melakukan pembukaan jalan napas (Airway) dan pemberian napar buatan (bretahing) seperti
prosedur yang lama.
AHA selalu mengadakan review guidelines CPR setiap 5 tahun sekali. Perubahan dan
review terakhir dilakukan pada tahun 2005 dimana terjadi perubahan perbandingan kompresi
dari 15 : 2 menjadi 30 : 2.
Dengan perubahan ini AHA merekomendasikan agar segera mensosialisasikan perubahan
ini kepada petugas medis, instruktur pelatihan, petugas p3k dan masayarakat umum.Setelah
mengevaluasi berbagai penelitian yang telah dipublikasi selama lima tahun terakhir AHA
mengeluarkan Panduan RJP 2010. Fokus utama RJP 2010 ini adalah kualitas kompresi
dada.Berikut ini adalah beberapa perbedaan antara Panduan RJP 2005 dengan RJP 2010.
1) Bukan lagi ABC, melainkan CAB

AHA 2010 (new)


A change in the 2010 AHA Guidelines for CPR and ECC is to reccomend the initiation
of chest compression before ventilation.

AHA 2005 (old)


The sequence of adult CPR began with opening of the airway, checking for normal
breathing, and then delivering 2 rescue breaths followed by cycles of 30 chest
compressions and 2 breaths.
Sebelumnya dalam pedoman pertolongan pertama, kita mengenal ABC: Airway, Breathing,

Circulation (Chest Compression) yaitu buka jalan nafas, bantuan pernafasan, dan kompresi dada.
Pada saat ini, prioritas utama adalah Circulation baru setelah itu tatalaksana difokuskan pada
Airway dan selanjutnya Breathing. Satu-satunya pengecualian adalah hanya untuk bayi baru lahir
(neonatus), karena penyebab tersering pada bayi baru lahir yang tidak sadarkan diri dan tidak
bernafas adalah karena masalah jalan nafas (asfiksia). Sedangkan untuk yang lainnya, termasuk
RJP pada bayi, anak, ataupun orang dewasa biasanya adalah masalah Circulation kecuali bila kita
menyaksikan sendiri korban tidak sadarkan diri karena masalah selain Circulation harus
menerima kompresi dada sebelum kita berpikir memberikan bantuan jalan nafas.
2) Tidakada lagi Look, Listen, and Feel

AHA 2010 (new)


Look, listen, and feel for breathing was removed from the sequence for assessment of
breathing after opening the airway. The healthcare provider briefly checks for breathing
when checking responsiveness to detect signs of cardiac arrest. After delivery of 30
compressions, the home rescuer opens the victims airway and delivers 2 breaths.

AHA 2005 (old)


Look, listen, and feel for breathing was used to assess breathing after the airway was
opened.
Kunci utama menyelamatkan seseorang dengan henti jantung adalah Bertindak bukan

Menilai.Telepon ambulan segera saat kita melihat korban tidak sadar dan tidak bernafas dengan
baik (gasping). Percayalah pada nyali Anda. Jika Anda mencoba menilai korban bernapas atau
tidak dengan mendekatkan pipi Anda pada mulut korban, itu boleh-boleh saja. Tapi tetap saja
sang korban tidak bernafas dan tindakan look listen and feel ini hanya akan menghabiskan
waktu.
3)

Tidak adalagi Resque Breath

AHA 2010 (new)

Beginning CPR with 30 compressions rather than 2 ventilations leads to a shorter


delay to first compression
Resque breath adalah tindakan pemberian napas buatan sebanyak dua kali setelah kita
mengetahui bahwa korban henti napas (setelah Look, Listen, and Feel). Pada AHA 2010, hal ini
sudah dihilangkan karena terbukti menyita waktu yang cukup banyak sehingga terjadi penundaan
pemberian kompresi dada.
4) Kompresi dada lebih dalam lagi

AHA 2010 (new)


The adult sternum should be depressed at least 2 inches (5 cm)

AHA 2005 (old)


The adult sternum should be depressed 11/2 to 2 inches (approximately 4 to 5 cm).
Pada pedoman RJP sebelumnya, kedalaman kompresi dada adalah 1 2 inchi (45 cm),

namun sekarang AHA merekomendasikan untuk melakukan kompresi dada dengan kedalaman
minimal 2 inchi (5 cm).
5)

Kompresi dada lebih cepat lagi

AHA 2010 (new)


It is reasonable for lay rescuers and healthcare providers to perform chest
compressions at a rate of at least 100x/min.

AHA 2005 (old)


Compress at a rate of about 100x/min.
AHA mengganti redaksi kalimat disini sebelumnya tertulis: tekan dada sekitar 100

kompresi/ menit. Sekarang AHA merekomendasikan kita untuk kompresi dada minimal 100
kompresi/ menit. Pada kecepatan ini, 30 kompresi membutuhkan waktu 18 detik.
6) Hands only CPR

AHA 2010 (new)


Hands-Only (compression-only) bystander CPR substantially improves survival
following adult out-of-hospital cardiac arrests compared with no bystander CPR.
AHA mendorong RJP seperti ini pada tahun 2008. Dan pada pedoman tahun 2010 pun

AHA masuh menginginkan agar penolong yang tidak terlatih melakukan Hands Only CPR pada
korban dewasa yang pingsan di depan mereka. Pertanyaan terbesar adalah: apa yang harus

dilakukan penolong tidak terlatih pada korban yang tidak pingsan di depan mereka dan korban
yang bukan dewasa? AHA memang tidak memberikan jawaban tentang hal ini, namun ada saran
sederhana disini: berikan Hands Only CPR, karena berbuat sesuatu lebih baik daripada tidak
berbuat sama sekali.
7) Pengaktivasian Emergency Response System (ERS)

AHA 2010 (new)


Check for response while looking at the patient to determine if breathing is absent or
not normal. Suspect cardiac arrest if victim is not breathing or only gasping.

AHA 2005 (old)


Activated the emergency response system after finding an unresponsive victim, then
returned to the victim and opened the airway and checked for breathing or abnormal
breathing.
Pada pedoman AHA yang baru, pengaktivasian ERS seperti meminta pertolongan orang di

sekitar, menelepon ambulans, ataupun menyuruh orang untuk memanggil bantuan tetap menjadi
prioritas, akan tetapi sebelumnya telah dilakukan pemeriksaan kesadaran dan ada tidaknya henti
nafas (terlihat tidak ada nafas/ gasping) secara simultan dan cepat.
8)

Jangan berhenti kompresi dada

AHA 2010 (new)


The preponderance of efficacy data suggests that limiting the frequency and duration
of interruptions in chest compressions may improve clinically meaningful outcomes in
cardiac arrest patients.
Setiap penghentian kompresi dada berarti menghentikan aliran darah ke otak yang

mengakibatkan kematian jaringan otak jika aliran darah berhenti terlalu lama.Membutuhkan
beberapa kompresi dada untuk mengalurkan darah kembali. AHA menghendaki kita untuk terus
melakukan kompresi selama kita bisa atau sampai alat defibrilator otomatis datang dan siap
untuk menilai keadaan jantung korban. Jika sudah tiba waktunya untuk pernapasan dari mulut ke
mulut, lakukan segera dan segera kembali melakukan kompresi dada. Prinsip Push Hard, Push
Fast, Allow complete chest recoil, and Minimize Interruption masih ditekankan disini.
Ditambahkan dengan Avoiding excessive ventilation.
9) Tidak dianjurkan lagi Cricoid Pressure

AHA 2010 (new)

The routine use of cicoid pressure in cardiac arrest is not recommended.

AHA 2005 (old)


Cricoid pressure should be used only if the victim is deeply unconscious, and it usually
requires a third rescuer not involved in rescue breaths or compressions.
Cricoid pressure dapat menghambat atau mencegah pemasangan jalan nafas yang lebih

adekuat dan ternyata aspirasi tetap dapat terjadi walaupun sudah dilakukan cricoid pressure.
Cricoid pressure merupakan suatu metode penekanan tulang rawan krikoid yang dilakukan pada
korban dengan tingkat kesadaran sangat rendah, hal ini pada pedoman AHA 2005 diyakini dapat
mencegah terjadinya aspirasi dan hanya boleh dilakukan bila terdapat penolong ketiga yang tidak
terlibat dalam pemberian nafas buatan ataupun kompresi dada.
10) Pemberian Precordial Thump

AHA 2010 (new)


The precordial thump should not be used for unwitnessed out-of-hospital cardiac
arrest. The precordial thump may be considered for patients with witnessed, monitored,
unstable VT (including pulseless VT) if a defibrillator is not immediately ready for use,
but it should not delay CPR and shock delivery.

AHA 2005 (old)


No recommendation was provided previously.
Pada beberapa kasus dilaporkan bahwa precordial thump dapat mengembalikan irama

ventricular tachyarrhytmias ke irama sinus. Akan tetapi pada sejumlah besar kasus lainnya,
precordial thump tidak berhasil mengembalikan korban dengan ventricular fibrillation ke irama
sinus atau kondisi Return of Spontaneous Circulation (ROSC). Kemudian terdapat banyak
laporan yang menyebutkan terjadinya komplikasi akibat pemberian precordial thump seperti
fraktur sternum, osteomyelitis, stroke, dan bahkan bisa mencetuskan aritmia yang ganas pada
korban dewasa dan anak-anak. Pemberian precordial thump boleh dipertimbangkan untuk
dilakukan pada pasien dengan VT yang disaksikan, termonitor, tidak stabil, dan bila defibrilator
tidak dapat disediakan dengan segera. Dan yang paling penting adalah precordial thump tidak
boleh menunda pemberian RJP atau defibrilasi.
Alasan untuk perubahan sistem ABC menjadi CAB adalah :
1) Henti jantung terjadi sebagian besar pada dewasa. Angka keberhasilan kelangsungan hidup
tertinggi dari pasien segala umur yang dilaporkan adalah henti jantung dan ritme Ventricular

Fibrilation (VF) atau pulseless Ventrivular Tachycardia (VT). Pada pasien tersebut elemen
RJP yang paling penting adalah kompresi dada (chest compression) dan defibrilasi otomatis
segera (early defibrillation).
2) Pada langkah A-B-C yang terdahulu kompresi dada seringkali tertunda karena proses
pembukaan jalan nafas (airway) untuk memberikan ventilasi mulut ke mulut atau
mengambil alat pemisah atau alat pernafasan lainnya. Dengan mengganti langkah menjadi
C-A-B maka kompresi dada akan dilakukan lebih awal dan ventilasi hanya sedikit tertunda
satu siklus kompresi dada (30 kali kompresi dada secara ideal dilakukan sekitar 18 detik).
3) Kurang dari 50% orang yang mengalami henti jantung mendapatkan RJP dari orang
sekitarnya. Ada banyak kemungkinan penyebab hal ini namun salah satu yang menjadi
alasan adalah dalam algoritma A-B-C, pembebasan jalan nafas dan ventilasi mulut ke mulut
dalam Airway adalah prosedur yang kebanyakan ditemukan paling sulit bagi orang awam.
Memulai dengan kompresi dada diharapkan dapat menyederhanakan prosedur sehingga
semakin banyak korban yang bisa mendapatkan RJP. Untuk orang yang enggan melakukan
ventilasi mulut ke mulut setidaknya dapat melakukan kompresi dada.
Penggunaan Sistem ABC Saat ini :
1.

Pada

korban tenggelam atau henti nafas maka petugas sebaiknya melakukan RJP

konvensional (A-B-C) sebanyak 5 siklus (sekitar 2 menit) sebelum mengaktivasi sistem


2.

respon darurat.
Pada bayi baru lahir, penyebab arrest kebanyakan adalah pada sistem pernafasan maka RJP
sebaiknya dilakukan dengan siklus A-B-C kecuali terdapat penyebab jantung yang diketahui.

2.5 Ketepatan Waktu Pelaksanaan BLS


Kemungkinan keberhasilan dalam penyelamatan bila terjadi henti nafas dan henti
jantung:
Keterlambatan
1 Menit
2 Menit
10 Menit
1.6 Langkah-Langkah RJP
2.6.1

Kemungkinan berhasil
98 dari 100
50 dari 100
1 dari 100

LANGKAH LANGKAH RJP DEWASA 1 ORANG


1. Langkah 1 : Evaluasi Respon Korban
Periksa dan tentukan dengancepat bagaimana respon korban. Memeriksa keadaan pasien
tanpa teknik Look Listen and Feel. Penolong harus menepuk atau mengguncang korban dengan
hati hati pada bahunya dan bertanya dengan keras : Halo! Bapak/Ibu/Mas/Mbak! Apakah
anda baik baik saja?.

Gambar 2.1 Mengevaluasi Respon Korban


Hindari mengguncang korban dengan kasar karena dapat menyebabkan cedera. Juga
hindari pergerakan yang tidak perlu bila ada cedera kepala dan leher.
Jika korban tidak berespon, berarti korban tidak sadar. Korban tidak sadar mungkin karena :
1)
2)
3)
2.

Sumbatan jalan nafas karena makanan, sekret, atau lidah yang jatuh ke belakang.
Henti nafas
Henti jantung, yang umumnya disebabkan serangan jantung
Langkah 2 : Mengaktifkan Emergency Medical Services (EMS)
Jika korban tidak berespon, panggil bantuan dan segera hubungi ambulan 118.

Gambar 2.2 Memanggil bantuan


Penolong harus segera mengaktifkan EMS setelah dia memastikan korban tidak sadar dan
membutuhkan pertolongan medis.
Jika terdapat orang lain di sekitar penolong, minta dia untuk melakukan panggilan. Saat
menghubungi EMS sebutkan :

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
3.

Lokasi korban
Nomor telepon yang bisa di hubungi
Apa yang terjadi (misalnya serangan jantung / tidak sadar)
Jumlah korban
Dibutuhkan ambulan segera
Tutup telepon setelah diinstruksikan oleh petugas.
Langkah 3 : Memposisikan Korban
Korban harus dibaringkan di atas permukaan yang keras dan datar agar RJP efektif.

Jika korban menelungkup atau menghadap ke samping, posisikan korban terlentang.


Perhatikan agar kepala, leher dan tubuh tersangga, dan balikkan secara simultan saat
merubah posisi korban.

Gambar 2.2 Memposisikan pasien


4.

Langkah 4 : Evaluasi Nadi / Tanda Tanda Sirkulasi

1) Berikan posisi head tilt, tentukan letak jakun atau bagian tengah tenggorokan korban dengan
jari telunjuk dan tengah.
2) Geser jari anda ke cekungan di sisi leher yang terdekat dengan anda (Lokasi nadi karotis)
3) Tekan dan raba dengan hati-hati nadi karotis selama 10 detik, dan perhatikan tanda-tanda
sirkulasi (kesadaran, gerakan, pernafasan, atau batuk)
4) Jika ada denyut nadi maka dilanjutkan dengan memberikan bantuan pernafasan, tetapi jika
tidak ditemukan denyut nadi, maka dilanjutkan dengan melakukan kompresi dada

Gambar 2.3 Memposisikan pasien


Untuk penolong non petugas kesehatan tidak dianjurkan untuk memeriksa denyut nadi
korban. Pemeriksaan denyut nadi ini tidak boleh lebih dari 10 detik.

5.

Langkah 5 : Menentukan Posisi Tangan Pada Kompresi Dada


Teknik kompresi dada terdiri dari tekanan ritmis berseri pada pertengahan bawah sternum

(tulang dada). Cara menentukan posisi tangan yang tepat untuk kompresi dada :
1) Pertahankan posisi heat tilt, telusuri batas bawah tulang iga dengan jari tengah sampai ke
ujung sternum

Gambar 2.4 menentukan batas bawah sternum


dengan jari tengah sampai ke ujung sternum
2) Letakkan jari telunjuk di sebaah jari tengah

Gambar 2.5 meletakkan jari telunjuk di sebaah jari tengah


3) Letakkan tumit telapak tangan di sebalah jari telunjuk

Gambar 2.5 meletakkan tumit telapak


tangan di sebalah jari telunjuk
6.

Langkah 6 : Kompresi Dada


Teknik kompresi dada terdiri dari tekanan ritmis berseri pada pertengahan bawah sternum

(tulang dada). Untuk posisi, petugas berlutut jika korban terbaring di bawah, atau berdiri
disamping korban jika korban berada di tempat tidur.
Cara menentukan posisi tangan yang tepat untuk kompresi dada :
1) Angkat jari telunjuk dan jari tengah
2) Letakkan tumit tangan yang lain di atas tangan yang menempel di sternum.

Gambar 2.6 meletakkan tumit telapak tangan sternum


3) Kaitkan jari tangan yang di atas pada tangan yang menempel sternum, jari tangan yang
menempel sternum tidak boleh menyentuh diniding dada
4) Luruskan dan kunci kedua siku
5) Bahu penolong di atas dada korban
6) Gunakan berat badan untuk menekan dada selama 5 cm

Gambar 2.7 Posisi tangan untuk melakukan RJP/CPR


7) Kompresi dada dilakukan sebanyak satu siklus (30 kompresi, sekitar 18 detik)
8) Kecepatan kompresi diharapkan mencapai sekitar 100 kompresi/menit. Hitung kompresi :
1,2,3,4,5

1,2,3,4,10
1,2,3,4,15
1,2,3,4,20,
1,2,3,4,25,
1,2,3,4,30,
9) Kecepatan kompresi diharapkan mencapai sekitar 100 kompresi/menit.
10) Rasio kompresi dan ventilasi adalah 30 kompresi : 2 ventilasi
11) Jangan mengangkat tangan dari sternum untuk mempertahankan posisi yang tepat
12) Jangan menghentak selama kompresi karena dapat menimbulkan cedera.
7.

Langkah 7 : Buka Jalan Nafas


Lakukan manuver head tilt-chin lift untuk membukan jalan nafas. Pada korban tidak sadar,

tonus otot terganggu sehingga lidah jatuh ke belakang dan menutupi jalan nafas. Pada dasarnya
lebih melekat pada rahnag bawah sehingga menggerakan rahang bawah keatas akan menarik
lidah menjauh dari tenggorokan dan membuka jalan nafas.
Melakukan manuver head tilt-chin lift
1) Letakkan satu tangan pada dahi korban dan berikan tekanan ke arah belakang dengan
telapak tangan untuk menengadahkan kepala (head tilt).

Gambar 2.8 Posisi head tilt


2) Tempatkan jari-jari tangan yang lain di bawah tulang rahang bawah untuk mengangkat dagu
ke atas (chin lift).

Gambar 2.9 Posisi chin lift


Memeriksa jalan nafas (Airway)
1) Buka mulut dengan hati-hati dan periksa bilamana ada sumbatan benda asing.
2) Gunakan jari telunjuk untuk mengambil semua sumbatan benda asing yang terlihat, seperti
makanan, gigi yang lepas, atau cairan.

Gambar 2.10 memeriksa jalan nafas

8.

Langkah 8 : Memeriksa Pernafasan (Breathing)


Dekatkan telinga dan pipi anda ke mulut dan hidung korban untuk mengevaluasi

pernapasan (sampai 10 detik)


1) Melihat pergerakan dada (Look)
2) Mendengarkan suara napas (Listen)
3) Merasakan hembusan napas dengan pipi (Feel)

Gambar 2.11 Posisi Look, listen, feel


9.

Langkah 9 : Bantuan Napas dari Mulut ke Mulut / Rescue Breathing


Bila tidak ada pernafasan spontan, lakukan bantuan napas dari mulut ke mulut. Untuk

melakukan bantuan napas dari mulut ke mulut :


1) Pertahankan posisi kepala tengadah dan dagu terangkat.

2) Tutup hidung dengan menekankan ibu jari dan telunjuk untuk mencegah kebocoran udara
melalui hidung korban.
3) Mulut anda harus melingkupi mulut korban, berikan 2 tiupan pendek dengan jeda singkat
diantaranya.
4) Lepaskan tekanan pada cuping hidung sehingga memungkinkan terjadinya ekspirasi pasif
setelah tiap tiupan.
5) Setiap napas bantuan harus dapat mengembangkan dinding dada.
6) Durasi tiap tiupan adalah 1 detik.
7) Volume ventilasi antara 400-600ml.
Catatan :
Bila volume udara dihembuskan terlalu besar, udara dapat masuk ke lambung dan menyebabkan
distensi lambung.

Gambar 2.12 Posisi memberikan bantuan nafas melalui mulut


10. Langkah 10 : Evaluasi
1) Evaluasi nadi, tanda-tanda sirkulasi dan pernapasan setiap 5 siklus RJP 30:2
2) Jika nadi tidak teraba (bila nadi sulit di tentukan dan tidak dapat, tanda-tanda sirkulasi,
perlakuan sebagai henti jantung),lanjutkan RJP 30:2
3) Jika nadi teraba, periksa pernapasan
4) Jika tidak ada napas, lakukan napas buatan 12x/menit (1 tiupan tiap 6-7 detik) dengan
hitungan hitungan satu ribu, dua ribu, tiga ribu, empat ribu...tiup! Ulangi sampai 10x
tiupan/menit.
5) Jika nadi dan napas ada, letakkan korban pada posisi recovery.
6) Evaluasi nadi, tanda-tanda sirkulasi dan pernapasan tiap 2 menit.

You might also like