You are on page 1of 25

Referat

ANATOMI DAN FISIOLOGI JANTUNG

Oleh :
Widya Isara

: 1010070100

Tiara Rahmadika

: 1010070100159

Najmiyatus Tsyaniah

: 1010070100

Preseptor :
dr. Adji Mustiadji, Sp.An

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


SMF ANESTESI
RSUD SOLOK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
PADANG
2016

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Tuhan


Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga case report ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Case
yang berjudul EPILEPSI ini ditulis guna memenuhi penugasan
dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior Bidang Ilmu Kesehatan
Anak.
Penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang
sebesar-besarnya kepada dr. Metrizal, Sp.A sebagai pembimbing di
Bidang Ilmu Kesehatan Anak. Dan terima kasih juga kepada pihak pihak yang telah memberikan bantuan dalam proses pencarian
informasi untuk case ini.
Akhir kata penulis menyadari bahwa case ini masih jauh dari
sempurna baik dari segi isi dan susunan bahasa. Untuk itu dengan
segala kerendahan hati, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun demi penyempurnaan penulisan case ini di
kemudian hari. Penulis berharap semoga case ini dapat memberikan
manfaat bagi penulis dan pembaca.

Bukittinggi, 28 Mei 2016

Penulis

BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Definisi
Epilepsi didefinisikan sebagai suatu keadaan yang ditandai oleh bangkitan
(seizure) berulang sebagai akibat dari adanya gangguan fungsi otak secara
intermiten, yang disebabkan oleh lepas muatan listrik abnormal dan berlebihan di
neuron-neuron secara paroksismal, dan disebabkan oleh berbagai etiologi. 1
Kata epilepsi berasal dari kata yunani epilambanein yang berarti
serangan. Epilepsi sudah dikenal sekitar 2000 tahun sebelum masehi di daratan
cina, namun hipokrateslah orang yang mengenal epilepsi sebagai gejala penyakit.
3

Bangkitan epilepsi ( epileptic seizure ) adalah manifestasi klinik dari


bangkitan serupa (stereotipik), berlangsung secara mendadak dan sementara
dengan atau tanpa perubahan kesadaran, disebabkan oleh hiperaktivitas listrik
sekelompok sel saraf di otak, bukan disebabkan oleh suatu penyakit otak akut
(unprovoked).1
Epilepsi adalah sindrom klinis yang ditandai dengan dua atau lebih
bangkitan. Sebagian besar timbul tanpa provokasi akibat kelainan abnormal
primer di otak dan bukan sekunder oleh penyebab sistemik.2
Manifestasi klinisnya berupa gangguan kesadaran, perilaku, emosi, fungsi
motorik, presepsi, dan sensasi, yang dapat terjadi tersendiri atau dalam
kombinasi.2
1.2 Etiologi
Epilepsi bukanlah suatu penyakit tetapi suatu gejala yag timbul karena
suatu penyakit. Ditinjau dari penyebab epilepsi dapat dibagi enjadi 2 golongan
yaitu ; 1) epilepsi primer atau epilepsi idiopatik yang hingga kini tidak ditemukan
penyebabnya, 2) epilepsi sekunder yaitu penyebabnya yang diketahui.3
Epilepsi primer, tidak dapat ditemukan kelainan pada jaringan otak.
Diduga bahwa terdapat kelainan atau gangguan keseimbangan zat kimiawi dalam
sel-sel saraf pada area jaringan otak yang abnormal. Gangguan keseimbangan
kimiawi dalam sel-sel saraf pada jaringan otak yang abnormal. Gangguan

keseimbangan kimiawi ini dapat menimbulkan cetusan listrik yang abnormal,


tetapi mengapa tepatnya dapat terjadi suatu kelainan kimiawi yang hanya terjadi
sewaktu-waktu dan menyerang orang-orang tertentu belum diketahui.3
Epilepsi sekunder berarti bahwa gejala yang timbul ialah sekunder, atau
akibat dari adanya kelainan pada jaringan otak. Biasanya dengan pemeriksaan
tertentu atau CT-scan otak atau pada autopsy dapat dilihat adanya kelainan
structural pada otak. Kelainan ini dapat disebabkan karena dibawa sejak lahir atau
adanya jaringan parut sebagai akibat kerusakan otak pada waktu lahir atau pada
masa perkembangan anak. 4
Penyebab Spesifik Epilepsi

Kelainan yang terjadi selama perkembangan janin/ kehamilan ibu, seperti


ibu menelan obat-obat tertentu yang dapat merusak otak janin, mengalami
infeksi, minum alcohol atau mengalami trauma atau penyinaran (radiasi).
Kelainan yang terjadi pada saat kelahiran, seperti kurang oksigen yang
mengalir ke otak (hipoksia), kerusakan karena tindakan (forsep) atau
trauma lain pada bayi.
Cedera kepala yang dapat menyebabkan kerusakan pada otak. Kejangkejang dapat timbul pada saat terjadi cedera kepala, atau baru terjadi 2-3
tahun kemudian. Bila serangan terjadi berulang pada saat yang berlainan
baru dinyatakan sebagai penyandang epilepsi.
Tumor otak merupakan penyebab epilepsi yang tidak umum, terutama
pada anak-anak.
Penyumbatan pembuluh darah otak atau kelainan pembuluh darah otak.
Radang atau infeksi. Meningitis atau radang otak dapat menyebabkan
epilepsi
Penyakit keturunan seperti Fenilketouria, sclerosis tuberosa dan
neurofibromatosis dapat menyebabkan timbulnya kejang yang berulang.
Kecenderungan timbulnya epilepsi yang diturunkan. Hal ini disebabkan
karena ambang rangsang serangan yang lebih rendah dari normal
diturunkan pada anak. Kecenderungan timbulnya epilepsi yang diturunkan
biasanya terjadi pada masa anak-anak bila salah satu orang tuanya atau
saudara kandungnya menyandang epilepsi, maka kesempatan mendapat
epilepsi pada anak adalah 5%, tetapi bila kedua orang tuanya menderita
epilepsi kesempatan anak mendapat epilepsi sekitar 10 %. 4

Faktor Pencetus Serangan :

Kurang tidur
Kurang tidur dapat mengganggu aktivitas dari sel-sel otak sehingga
dapat mencetuskan epilepsi.

Stres emosional
Stes dapat meningkatkan frekuensi serangan. Peningkatan dosis
obat bukanlah merupakan pemecahan masalah, karena dapat menimbulkan
efek samping obat. Penyandang epilepsi perlu belajar menghadapi stres.
Stres fisik yang berat juga dapat menimbulkan serangan.

Infeksi
Infeksi biasanya disertai dengan demam. Dan demam iniah yang
merupakan pencetus serangan karena demam dapat mencetuskan
terjadinya perubahan kimiawi pada otak, sehingga mengaktifkan sel-sel
otak yang menimbulkan serangan. Factor pencetus ini terutama nyata pada
anak-anak.

Obat-obat tertentu
Beberapa obat dapat menimbulkan serangan seperti penggunaan
obat-obat anti depresan trisiklik. Obat tidur (sedative) atau fenotiasin.
Menghentikan obat-obat penenang/sedative secara mendadak seperti
barbiturate dan valium dapat mencetuskan kejang.

Alkohol
Alkohol dapat menghilangkan factor penghambat terjadinya
serangan. Biasanya peminum alcohol mengalami pula kurang tidur
sehingga memperburuk keadaannya. Penghentian minum alcohol secara
mendadak dapat menimbulkan serangan.

Perubahan hormonal
Pada masa haid dapat terjadi perubahan siklus hormone ( berupa
peningkatan kadar estrogen) dan stress, dan hal ini diduga merupakan
pencetus terjadinya serangan. Demikian pula pada kehamilan terjadi
perubahan siklus hormonal yang dapat mencetuskan serangan.

Terlalu lelah
Terlalu lelah akibat stress fisik dapat menimbulkan hiperventilasi
dimana terjadi peningkatan kadar CO2 dalam darah yang mengakibatkan

terjadinya penciutan pembuluh darah otak yang dapat merangsang


terjadinya serangan epilepsi.

Fotosensitif
Ada sebagian kecil penyandang epilepsi yang sensitive terhadap
kerlipan/kilatan sinar pada kisaran antara 10-15 hz seperti diskotik, pada
pesawat TV. Hindari ke diskotik dan menonton TV harus jarak yg cukup
jauh, pada sudut tertentu dan ruangan yang cukup terang. 4

1.3 Patofisiologi
Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari
sebuah fokus kejang atau dari jaringan normal yang terganggu akibat suatu
keadaan patologik. Aktivitas kejang sebagian tergantung pada lokasi lepas muatan
yang berlebihan tersebut. Lesi di otak tengah, talamus, korteks serebrum
kemungkinan besar bersifat epileptogenik, sedangkan, sedangkan lesi di
serebelum dan batang otak umumnya tidak memicu kejang.
Ditingkat membran sel, fokus kejang memperlihatkan beberapa fenomena
biokimiawi, termasuk yang berikut :

Instabilititas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami


pengaktifan

Neuron neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan


menurun dan apabila terpicu akan melepaskan muatan secara berlebihan

Kelainan polarisasi (polarisasi berlebihan, hipopolarisasi, atau selang


waktu dalam repolarisasi ) yang disebabkan oleh kelebihan acetilkolin atau
defisiensi asam gama aminobutirat (GABA)

Ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam basa atau


elektrolit, yang mengganggu homeostasis kimiawi neuron sehingga terjadi
kelainan pada depolarisasi neuron. Gangguan keseimbangan ini
menyebabkan peningkatan berlebihan neurotransmitter inhibitorik.

Perubahan perubahan metabolik yang terjadi selama dan segera setelah kejang
sebagian disebabkan oleh peningkatan kebutuhan energi akibat hiperaktivitas
neuron. Selama kejang, kebutuhan metabolik secara drastis meningkat, lepas
muatan listrik sel sel saraf motorik daapt meningkat menjadi 1000 per detik.
Aliran darah otak meningkat juga respirasi dan glikolisis jaringan. Asetilkolin
muncul dicairan serebrospinalis (CSS) selama dan setelah kejang. Asam glutamat

mungkin mengalami deplesi selama aktivitas kejang. Fokus kejang tampaknya


sangat peka terhadap asetilkolin, suatu neurotransmitter fasilitatorik. Fokus fokus
tersebut lambat meningkat dan menyingkirkan asetilkolin.5

Gambar 1. Patofisiologi kejang


1.4 Klasifikasi
Klasifikasi yang ditetapkan oleh Intenasional League Againts Epilepsy
(ILAE) terdiri dari dua jenis klasifikasi, yaitu klasifikasi untuk jenis bangkitan
epilepsi dan klasifikasi untuk sindrom epilepsi. 1
Klasifikasi ILAE 1981 untuk tipe bangkitan epilepsi.

Bangkitan parsial

Bangkitan parsial sederhana

Motorik

Sensorik

Otonom

Psikik

Bangkitan parsial yang menjadi umum sekunder

Bangkitan parsial sederhana yang diikuti dengan gangguan


kesadaran

Bangkitan parsial yang disertai gangguan kesadaran saat


awal bangkitan

Bangkitan parsial yang menjadi umum sekunder

Parsial sederhana yang menjadi umum tonik klonik

Parsial komplek menjadi umum tonik klonik

Parsial sederhana menjadi parsial kompleks menjadi umum


tonik klonik

Bangkitan umum

Lena (absence)

Mioktonik

Klonik

Tonik

Tonik klonik

Atonik

Tak tergolongkan

Klasifikasi ILAE 1989 untuk epilepsi dan sindrom epilepsi 1

Berkaitan dengan lokasi kelainan (localized related)

Idiopatik (primer)

Epilepsi benigna dengan gelombang paku di daerah


sentrotemporal (chilhood epilepsy with centrotemporal
spikes )

Epilesi benigna dengan gelombang paroksismal di daerah


occipital

Epilepsi membaca primer (primary reading epilepsy)

Simptomatik (sekunder)

Epilepsi parsial yang kronik pada anak anak (kojenikows


syndome)

Sindrom dengan bangkitan yang dipresentasi oleh suatu


ransangan (kurang tidur, alkohol, obat obatan,
hiperventilasi, epilepsi refleks, stimulasi fungsi kortikal
tinggi, membaca)

Epilepsi lobus temporal

Epilepsi lobus frontal

Epilepsi lobus pariental

Epilepsi lobus oksipital

Kriptogenik

Epilepsi umum dan berbagai sindrom epilepsi berurutan sesuai


peningkatan usia

Idiopatik (primer)

Kejang neonatus familial benigna

Kejang neonatus benigna

Kejang epilepsi miokloniknpada bayi

Epilepsi lena pada anak

Epilepsi lena pada remaja

Epilepsi mioklonik pada remaja

Epilpsi dengan bangkitan tonik klonik pada saat terjaga

Epilepsi umum idiopatik lain yang tidak termasuk salah


satu di atas

Epilepsi tonik klonik yang dipresipetasi dengan aktivitas


tertentu

Kriptogenik atau simtomatik berurutan sesuai dengan peningkatan


usia

Sindrom west

Sindrom lennox gastaut

Epilepsi mioklonik astatik

Epilepsi lena mioklonik

Simtomatik

Etiologi non spesifik

Enselofati mioklonik dini

Enselofati pada infantil dini dengan burst suppresion

Epilepsi simtomatik umum lainnya yang tdak termasuk


di atas

Sindrom spesifik

Epilepsi dan sindrom yang tidak dapat ditentukan fokal atau umum

Bangkitan epilepsi sebagai komplikasi penyakit lain

Bangkitan umum dan fokal

Bangkitan neonatal

Epilepsi mioklonik berat bayi

Epilepsi dengan gelombang paku kontinyu selama tidur


dalam

Epilepsi afasia yang didapat

Epilepsi yang tidak terklasifikasikan selain yang diatas

Tampa gambaran tegas fokal atau umum

Sindrom khusus : bangkitan yang berkaitan dengan situasi tertentu

Kejang demam

Bangkitan kejang/ status epileptikus yang timbul hanya sekali bila


terdapat kejadian metabolik akut,atau toksis. Alkohol obat obatan,
eklamsia, hiperglikemia non ketotik

Bangkitan berkaitan dengan pencetus spesifik (epilepsi


reflektonik). 1

1.5 Gejala Klinis

Bangkitan umum Lena / absence


Gangguan kesadaran mendadak berlangsung beberapa detik
Selama bangkitan kegiatan motoric terhenti dan pasien
diam tanpa reaksi
Mata memandang jauh kedepan
Mungkin terdapat automatisme
Pemulihan kesadaran segera terjadi tanpa perasaan bingun
Sesudah itu pasien melanjutkan aktivitas semula

Bangkitan umum tonik-klonik


Dapat didahului prodromal seperti jeritan, sentakan,
mioklonik
Pasien kehilangan kesadaran, kaku ( fase tonik ) selama 1030 detik, diikuti gerakan kejang kelonjotan pada kedua
lengan dan tungkai (fase klonik ) selama 30 60 detik,
disertai mulut berbusa
Selesai bangkitan pasien menjadi lemas ( fase flaksid) dan
tampak bingung.
Pasien sering tidur setelah bangkitan selesai

Bangkitan parsial sederhana


Tidak terjadi perubahan kesadaran
Bangkitan dimulai dari lengan, tungkai atau muka
(unilateral/fokal) kemudian menyebar pada sisi yang sama (
jacksonian march)
Kepala mungkin berpaling ke arah bagian tubuh yang
mrngalami kejang (adversif)

Bangkitan Parsial kompleks


Bangkitan fokal disertai dengan terganggunya kesadaran
Sering diikuti oleh automatisme yang stereotipik seperti
mengunyah, menelan, tertawa dan kegiatan motoric lainnya
tanpa tujuan yang jelas
Kepala mungkin berpaling kearah bagian tubuh yang
mengalami kejang (adversif).

Bangkitan umum sekunder


Berkembang dari bagkitan parsial sederhana atau kompleks
yang dalam waktu singkat menjadi bangkitan umum
Bangkitan parsial dapat berupa aura
Bangkitan umum yang terjadi biasanya bersifat kejang
tonik-klonik. 1

Gambar 2. Tipe kejang Umum tonik-klonik (grandmal)


1.6 Diagnosis

Ada 3 langkah untuk menuju diagnosis epilepsi yaitu :


Langkah pertama : memastikan apakah kejadian yang bersifat paroksismal
menunjukkan epilepsi atau bukan epilepsi.
Langkah kedua : apabila benar terdapat bangkitan epilepsi, maka tentukan
bangkitan yang ada termasuk jenis bangkitan yang mana
Langkah ketiga : tentukan etiologi, sindrom epilepsi apa yang ditunjukkan
oleh bangkitan tadi, atu epilepsi apa yang diderita oleh pasien.1

Diagnosis ditegakkan atas dasar adanya gejala dan tanda klinik dalam bentuk
bangkitan epilepsi berulang ( minimum 2 kali ) yang ditunjang oleh gambaran
epileptiform pada EEG.

Anamnesis ( auto dan allo-anamnesa)


Pola / bentuk bangkitan
Lama bangkitan
Gejala sebelum, selama, dan pasca bangkitan
Frekuensi bangkitan
Factor pencetus
Ada / tidak adanya penyakit lain yang diderita sekarang
Usia pada saat terjadi bangkitan pertama
Riwayat pada saat didalam kandungan, kelahiran
perkembangan bayi / anak
Riwaya terapi epilepsi sebelumnya
Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga.1

dan

Pemeriksaan Fisik umum dan neurologis


Melihat adanya tanda-tanda dari gangguan yang berhubungan dengan
epilepsi, seperti trauma kepala, infeksi telinga atau sinus, gangguan
kongenital, gangguan neurologic fokal atau difus, kecanduan alcohol atau
obat terlarang dan kanker.1

1.7 Diagnosis banding


Sinkope, dapat bersifat vasovagal attack, kardiogenik,
hipovolumik, hipotens dan sinkope saat miksi

Serangan iskemik sepintas ( transient Ischemic Attack)

Vertigo

Transient global amnesia

Narkolepsi

Bangkitan panik, psikogenik

Sindrom menier

Tics.

1.8 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan elektro-ensefalopati (EEG)

Rekaman EEG sebaiknya dilakukan pada saat bangun, tidur,


dengan stimulasi fotik, hiperventilasi, stimulasi tertentu sesuai
pencetus bangkitan (pada epilepsi refleks)

Kelainan epileptiform EEG interiktal (diluar bangkitan) pada orang


dewasa dapat ditemukan sebesar 29-38% pada pemeriksaan ulang
gambaran epileptiform dapat meningkat menjadi 59-77%

Bila EEG pertama normal sedangkan perangkaan epilepsi sangat


tinggi, maka dapat dilakukan EEG ulangan dalam 24-48 jam
setelah bangkitan atau dilakukan dengan persyaratan khusus,
misalnya kurangi tidur, atau dengan menghentikan obat anti
epilepsi (OAE).

Indikasi pemeriksaan EEG

Membantu menegakkan diagnosis epilepsi

Menentukan prognosis pada kasus tertentu

Perimbangan dalam menghentikan OAE

Membantu dalam menetukan letak fokus

Bila ada perubahan bentuk bangkitan dari bangkitan


sebelumnya


Gambar 3. EEG normal, Epilepsi sebagian dan general

Pemeriksaan pencitraan otak (brain imaging), dengan indikasi:

Semua kasus bangkitan pertama yang di duga ada kelainan


struktural

Adanya perubahan bentuk bangkitan

Terdapat defisit neurologik fokal

Epilepsi dengan bangkitan parsial

Bangkitan pertam di atas usia 25 tahun

Untuk persiapan tindakan pembedahan epilepsi

MRI

MRI merupakan prosedur pencitraan pilihan untuk epilepsi dengan


sensitiviatas tinggi dan lebih spesifik dibandingkan dengan CT
SCAN

MRI dapat mendeteksi sklerosis hipokampus, disgenesis kortikal,


tumor dan hemangioma kavernosa

Pemeriksaan MRI di indikasikan untuk epilepsi yang sangat


mungkin memerlukan terapi pembedahan

1.9 Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi epilepsy adalah tercapainya kualitas hidup optimal
untuk pasien sesuai dengan perjalanan penyakit epilepsy dan disabilitas fisik
maupun mental yang dimilikinya.

Prinsip terapi farmakologi


OAE (obat anti epilepsy ) diberikan bila
Diagnosis epilepsy sudah dipastikan
Terdapat minimum 2 kali bangkitan dalam setahun
Setelah pasien dan/atau keluarganya menerima penjelasan
tentang tujuan pengobatan
Pasien dan / atau keluarganya telah diberitahu tentang
kemungkinan efek samping.
Terapi dimulai dengan mono terapi
Pemeberian obat dari dosis rendah dan dinaikkan bertahap
Bila dosis maksimum tidak dapat mengontrol bangkitan ditambah
OAE lini kedua dan OAE lini pertama tapering off.
OAE lini ketiga jika dosis maksimal kedua OAE pertama tidak
mempan.
Tipe bangkitan
OAE lini pertama
OAE lini ke dua
OAE Lini ke 3
Lena
Sodium Valproat
Ethosuximide
Levetiracetam
Lamotrigine
Zonisamide
Mioklonik
Sodium Valproat
Topiramate
Lamotrigine
Leviracetam
Clobazam
Zonisamide
Clonazepam
Phenobarbital
Tonik Klonik
Sodium Valproat
Lamotrigine
Topiramate
Carbamazepin
Oxarbazepine
Levetiracetam
Phenitoin
Zonisamide
Phenobarbital
Pirimidon
Atonik
Sodium Valproat
Lamotrigine
Felbamate
Topiramate
Parsial
Carbamazepin
Sodium Valproat
Tiagabalin
Phenitoin
Leviracetam
Vigabartrin
Phenobarbital
Zonisamide
Felbamate
Topiramate
Pregabalin
Pirimidon
Tidak Terklasifikasi Sodium Valproat
Lamotrigine
Topiramate

Levetiracetam
Zonisamide
Tabel 1. Pemilihan OAE pada remaja dan dewasa

Tabel 2 . Pemberian Dosis AOE

1.10 Prognosis
Prognosis epilepsi bergantung pada beberapa hal diantaranya jenis
epilepsi, factor penyebab, saat pegobatan dimulai dan ketaatan minum obat. Pada
umumnya prognosis epilepsi cukup menggembirakan. Pada 50-70 % penderita
epilepsi serangan dapat dicegah dengan obat-obat, sedangkan 50 % pada suatu
waktu akan dapat berhenti minum obat. Serangan epilepsi primer, baik yang
bersifat kejang umum maupun serangan lena (ngelamun) atau absence mempunyai
prognosis terbaik. Sebaliknya epilepsi yang serangan pertamanya mulai pada usia
3 tahun atau yang disertai kelainan neurologic dan atau retardasi mental
mempunyai prognosis yang jelek. 4
Mengenai Prognosis social dapat dikatakan, bahwa bagian terbesar
penderita epilepsi dapat bekerja sesuai dengan bakat, pendidikan dan
keterampilannya. Dalam menentukan apakah seseorang penderita epilepsi dapat
melakukan suatu pekerjaan, pada banyak kasus keadaan mental si penderita
merupakan kriterium lebih penting daripada ada atau tidaknya serangan. Namun
perlu diperhatikan, pekerjaan yang dapat membahayakan dirinya atau orang lain
apabila terjadi suatu serangan, misalnya mengemudi kendaraan bermotor,
pekerjaan dengan alat-alat besar, pekerjaan pada bangunan bertingkat dsb. 4

BAB II
PEMBAHASAN KASUS
2.1 Identitas Pasien
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Alamat
Agama
Tanggal Dirawat
Ruang

: PCP
: 3 bulan
: Perempuan
:
: Islam
: 2016
: Bangsal Anak

2.2 Anamnesa
Berdasarkan Allo anamnesa pada orangtua pasien didapatkan informasi :
Keluhan Utama
Kejang sejak satu jam sebelum masuk rumah sakit.

Riwayat Penyakit Sekarang


Kejang sejak satu jam sebelum masuk rumah sakit. Pasien sedang
istirahat dirumah kemudian tejadi kejang. Sebelum kejang pasien
sempat berteriak disertai dengan sentakan. Pasien hilang kesadaran
dan terjadi kekakuan beberapa saat kemudian pasien mulai
berkelonjotan pada kedua lengan dan tungkai disertai dengan mulut
berbusa dan mata seperti melihat keatas. Kejang berlangsung lebih
kurang 10 menit. Setelah kejang pasien terlihat lemas dan tertidur.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat kejang sebelumnya tidak ada
Riwayat demam tinggi ada, umur 5 hari dan tidak ada kejang
Riwayat trauma kepala tidak ada
Riwayat alergi tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat epilepsi disangkal
Ibu pasien menderita asma
Ibu pasien menderita alergi dingin

Riwayat Pribadi dan Sosial


Riwayat persalinan : pasien merupakan anak kedua, lahir di
puskesmas, persalinan di bantu oleh dokter, BB lahir 3000gr, PB
50 cm, cukup bulan, apgar skor 7/8.
Riwayat kehamilan : G2P1A0H2, kehamilan usia

2.3 Pemeriksaan Fisik


Umum
Kesadaran umum
Kesadaran
Tinggi Badan
Berat Badan
Nadi
Nafas
Tekanan darah
Suhu
Kulit
kulit baik
Kepala
tertutup,trauma (-)
Rambut
Mata

: Sedang
: Compos mentis cooperatif
: cm
: kg
: 130 x permenit
: 32 x permenit
: mmHg
: 36,50 C
: sianosis (-), ikterik (-), udem (-), turgor
:

normochepal,

UUB

datar,

belum

: hitam, tidak mudah di cabut


: konjungtifa anemis -/skelera ikterik -/refleks cahaya +/+
Hidung
: tidak ada kelainan
Telinga
: tidak ada kelainan
Mulut
: mukosa bibir tidak kering
Kelenjar Getah Bening
Tidak ada pembesaraan KGB di leher
Thorak
Paru
Inspeksi
: Normoches, Simetris dalam keadaan statis
dan dinamis
Palpasi
:
Perkusi
: sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi
: Vesikuler normal, ronkhi -/-, wheezing -/-

Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Ektremitas

: Ictus kordis tidak terlihat


: Ictus kordis teraba di RIC 5 LMCS
: batas jantung dalam batas normal
: BJ I dan II murni regular, bising (-)
: Distensi (-), sikatrik (-)
: hepar dan lien tidak teraba
: Timpani, asites (-)
: BU (+), Peristaltik usus normal
: akral hangat, CRT <2, udem (-)

Status Neurologikus
GCS
: 13 ( E3M5V4)
Tanda Rangsangan Selaput Otak :
Kaku Kuduk : tidak ada
Burzinki I
: tidak ada
Burzinki II
: tidak ada
Kernig
: tidak ada
Tanda peningkatan TIK
Pupil
: Isokor, Bentuk Radial ukuran 2 mm
kiri dan kanan
Pemeriksaan nervus cranialis
Nervus
Kanan
Kiri
NI
Subjektif
Dalam batas normal
Dalam batas normal
N II
Tajam Penglihatan
60/60
60/60
Lapangan Pandang
Dalam batas normal
Dalam batas normal
N III
Bola mata
Bulat
Bulat
Ptosis
Tidak ada
Tidak ada
Nistagmus
Tidak ada
Tidak ada
Pupil
- Bentuk
Ortho 2 mm
Ortho 2 mm
- Reflek cahaya
positif
Positif
N IV, VI

Gerakan mata kebawah


Diplopia
NV
Motorik
-membuka mulut
-menggigit
-mengunyah
Sensorik
-Optalmika
-maksila
-mandibula
N VII
Raut Wajah
Menggerakkan dahi
Menutup mata
Bersiul / mencibir
Memperlihatkan gigi
N VIII
Suara Berbisik
Detik Arloji
Nistagmus
N IX
Reflek muntah
NX
Menelan
Suara
Nadi
N XI
Menoleh kekanan
Menoleh kekiri
Mengangkat bahu kekiri
Mengangkat bahu k nan
N XII
Kedudukan Lidah dalam
Kedudukan lidah julur
Tremor
Atrofi

Dalam batas normal


Tidak ada

Dalam batas normal


Tidak ada

bisa
bisa
bisa

Bisa
Bisa
Bias

positif
positif
positif

Positif
Positif
Positif

Dalam batas normal


Dalam batas normal
Dalam batas normal
Dalam batas normal
Dalam batas normal

Dalam batas normal


Dalam batas normal
Dalam batas normal
Dalam batas normal
Dalam batas normal

Dalam batas normal


Dalam batas normal
Tidak ada

Dalam batas normal


Dalam batas normal
Tidak ada

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Dalam batas normal


Dalam batas normal
76 x permenit

Dalam batas normal


Dalam batas normal
76 kali permenit

Dalam batas normal


Dalam batas normal
Dalam batas normal
Dalam batas normal

Dalam batas normal


Dalam batas normal
Dalam batas normal
Dalam batas normal

Dalam batas normal


Dalam batas normal
Tidak ada
Tidak ada

Dalam batas normal


Dalam batas normal
Tidak ada
Tidak ada

Pemeriksaan fungsi motorik


Kanan
444
444

Kiri
444
444

Sistem Refleks
Refleks
Fisiologis
-bisep
-trisep
- patela
Patologis
- babinski
- caddoks
- openheim
- gordon
- hofman-trofner
Fungsi Otonom
Miksi
Defekasi
Sekresi keringat

kanan

kiri

++
++
++

++
++
++

: normal
: normal
: normal

2. 4 Pemeriksaan Laboratorium
Darah rutin belum dilakukan
2.5 Rencana Pemeriksaan Tambahan
EEG
CT- Scan

2.6 Diagnosis
Susp. Epilepsi
2.7 Diagnosis Banding
Herniasi
2.8 Penatalaksanan
Terapi umum
Oksigen 2-3 L/menit
IVFD RL 20 tetes per menit
Terapi Khusus
Obat anti epilepsi
: Karbamazepin 2 x 100 mg
Obat anti hipertensi : Amlodipin 1x 12,5 mg
Neuro protektan
: Piracetam 800 mg 3x1

2.9 Prognosis
Quo at vitam
Quo at sanam
Quo at kosmeticum
Quo at Functionam

: dubia at bonam
: dubia at bonam
: bonam
: dubia at bonam

RESUME
Pasien Perempuan umur 55 tahun alamat Tanah Garam dengan keluhan
utama kejang sejak setengah jam SMRS. Pasien mempuyai riwayat epilepsy sejak
7 bulan yang lalu dan riwayat serangan stroke 10 bulan yang lalu. Dari hasil
pemeriksaan fisik ditemukan kesadaran somnolen, tekanan darah 160/90, nadi 76
x permenit, nafas 21 kali permenit, GCS 13, dan tidak ada kelainan neurologis
lainnya. Pasien didiagnosis dengan; diagnosis klinis serangan kejang berulang,
diagnosis topic intra cerebri, diagnosis etologi Epilepsi tipe umum tonik-klonik
dan diagnosis sekunder hipertensi stage I. pasien ditatalaksana dengan O2 2-3 L /
menit, pemberian carian infus RL 20 tetes per menit, Karbamazepin 2 x 100
mg,Amlodipin 1x 12,5 mg, danPiracetam 800 mg 3x1.

You might also like