You are on page 1of 2

Pembahasan

Pada praktikum kali ini tentang absorpsi menggunakan hewan coba satu ekor tikus
putih yang telah dipuasakan selama 24 jam untuk mengosongkan lambungnya. Pengosongan
lambung sebelum dilakukan percobaan juga dimaksudkan untuk membantu mempercepat
absorpsi asam salisilat sebab dalam kondisi kosong ini lambung akan memproduksi asam
yang lebih banyak.
Proses penyuntikan anastesi yang kami pilih adalah secara intraperitonial, dengan
larutan anastesi Uretan 1.8 g/Kg BB dengan konsentrasi 25%, dan didapatkan banyaknya
larutan yang harus disuntikan

adalah sebesar 0.55 ml. Metode ini kami pilih untuk

mempercepat terjadinya onset anestesi pada tikus putih dengan cepat.


Untuk mengetahui kemurnian asam salisilat,dapat dilakukan uji dengan menggunakan
besi(III) klorida (FeCl3). Besi(III) klorida bereaksi dengan gugus fenol membentuk kompleks
ungu. Asam salisilat akan berubah menjadi ungu jika FeCl3 ditambahkan, karena asam
salisilat mempunyai gugus fenol. Pengujian konsentrasi awal(Ct0) dengan konsentrasi akhir
(Ct1) menunjukkan derajat kepekatan warna yang menurun ketika dibandingkan dengan
standar. Hal ini berarti konsentrasi awal lebih tinggi dari konsentrasi akhir yang
mengindikasikan pula adanya mekanisme absorbsi. Semakin pudar warna ungu yang
terbentuk maka semakin banyak asam salisilat yang telah diabsorpsi. Ini menunjukkan gugus
fenol sudah semakin berkurang. Setelah dilakukanpercobaan didapatkan Ct0 sebesar40 mg,
Ct0 merupakan konsentrasi awal dari asam salisilat pada saat pemasukan kedalam lambung,
dan didapatkan Ct1 sebesar 20 mg. Dari data Ct0 dan Ct1 didapatkan konsentrasi asam
salisilat yang diabsorbsi oleh tikus putih kelompok kami sebesar 50 %
Dari 8 kelompok data yang dikumpulkan ternyata terjadi variasi absorbsi dari hewan
coba, Kelompok ( 1, 3, 5, 7 ) dengan asam salisilat dalam NaHCO3 mendapatkan nilai
absorbsi dari hewan coba dengan rata-rata sebesar 25%. Sedangkan Kelompok ( 2,4,6,8 )
dengan asam salisilat dalam HCl mendapatkan nilai absorbs dari hewan coba dengan rata-rata
sebesar 40,625%. Dari hasil praktikum didapatkan hasil bahwa absorpsi asam salisilat dalam
suasana basa lebih besar dari pada absorpsi asam salisilat dalam asam, sedangkan
berdasarkan teori atau literatur asam salisilat dalam suasana asam akan lebih besar karena
asam salisilat mengalami absorpsi yang baik didalam lambung dalam suasana asam. Obat
atau senyawa kimia yang bersifat asam akan berdisosiasi dalam suasana basa menjadi bentuk
ion dan anion dan sebaliknya, pH pelarut akan menentukan kecepatan dan banyaknya obat
yang diabsorbsi. Hal tersebut terjadi karena dipengaruhi berbagai macam faktor, mulai dari

ketidak telitian pemasukan asam salisilat dalam lambung yang menyebabkan larutan tumpah,
kerusakan pada system absorbs lambung hewan coba / kematian hewan coba dan disebabkan
karena tidak sempurnanya pengosongan lambung pada beberapa hewan coba sehingga
produksi asam lambung sedikit dan terjadi gangguan pada penentuan konsentrasi asam
salisilat yang diabsorbsi.

You might also like