You are on page 1of 8

2.

1 Definisi
Trauma medula spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang
disebabkan oleh benturan pada daerah medulla spinalis (Brunner & Suddarth,
2001). Trauma medulla spinalis adalah buatan kerusakan tulang dan sumsum
yang mengakibatkan gangguan sistem persyarafan didalam tubuh manusia yang
diklasifikasikan menurut Marilyn E. Doengoes, 1999;338) sebagai :
1Komplet (kehilangan sensasi dan fungsi motorik total)
2Tidak Komplet (campuran kehilagan sensori dan fungsi motorik)
Trauma medulla spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang
disebabkan sering kali oleh kecelakaan lalu lintas. Apabila Trauma itu mengenai
daerah servikal pada lengan, badan dan tungkai mata penderita itu tidak tertolong.
Dan apabila saraf frenitus itu terserang maka dibutuhkan pernafasan buatan,
sebelum alat pernafasan mekanik dapat digunakan.
2.3 Etiologi
Penyebab dari Trauma medulla spinalis, yaitu traumatic spinalcord injury (McDonald & Sadowsky, 2002). Termasuk Traumatic spinal cord
injury adalah kecelakaan di jalan raya (penyebab tersering), tindak kekerasan,
terjatuh, kegiatan olahraga (menyelam), Luka tusuk; tembak; tikam, dan rekreasi.
Gangguan lain yang dapat menyebabkan cedera medula spinalis non traumatic
seperti spondiliosis servikal dengan mielopati (yang menghasilkan saluran sempit
dan mengakibatkan cedera progresif terhadap medula spinalis dan akar), mielitis
(akibat proses inflamasi infeksi maupun non-infeksi), osteoporosis (disebabkan
oleh fraktur kompensasi pada vertebra), siringemelia, tumor infiltrasi maupun
kompresi, dan penyakit vascular.

Kecelakaan jalan raya adalah penyebab

terbesar, hal mana cukup kuat untuk merusak kord spinal serta kauda ekuina. Di
bidang olah-raga, tersering karena menyelam pada air yang sangat dangkal
(Pranida, Iwan Buchori, 2007). Akibat suatu trauma mengenai tulang belakang,
jatuh dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas, kecelakakan olah raga (Arifin,
1997). Dari kedua sumber di atas dapat disimpulkan bahwa etiologi dari Spinal
Cord Injury (SCI) adalah karena trauma.
1|

2.4 Klasifikasi
Klasifikasi fraktur dapat diklasifikasikan berdasar beberapa hal, diantaranya:
1

Berdasarkan dari besar kecilnya kerusakan anatomis atau berdasarkan stabil atau
tidak stabil.
Major

Fracture

bila

fraktur

mengenai

pedikel,

lamina

atau korpus

vertebra. Minor Fracture bila fraktur terjadi pada prosesus transversus, prrosesus
spinosus atau prosesus artikularis.

Gambar 2.2 Major Frcture

Gambar 2.3 Minor Fracture

Suatu fraktur disebtu Satbil, bila kolumna vetebralis masih mampu menahan beban
fisik dan tidak tampak tanda-tanda pergeseran atau deformitas dari struktur vertebra dan
jaringan lunak. Suatu fraktur disebut Tidak Stabil bila kolumna vetebralis tidak mampu
menahan beban normal, kebanyakan menunjukkan deformitas dan rasa nyeri serta
adanya ancaman untuk terjadi gangguan neurologik.
2

Berdasarkan penyebab
Klasifikasi SCI berdasarkan penyebabnya adalah traumatic dan non- traumatic spinal
cord injury. Kecelakan di jalan raya serta trauma secara langsung lainnya merupakan
jenis traumatic, sedangkan non traumatic akibat dari penyakit degenerative, infeksi,
tumor, dan penyakit inflammatory lain.

Berdasarkan letak trauma


Klasifikasi berdasar Letak trauma pada vertebra: (Hanafiah, 2007)

Cervical Spine, terjadi sebanyak 55%

Thoracic Spine, pada 15% kejadian

Thoracolumbar Spine, 15% kejadian; dan

Lumbosacral Spine, 15% kasus.

Berdasarkan klasifikasi lain (Hanafiah, 2007)


2|

Metode Klasifikasi Dennis


Metode ini dipakai untuk menilai fraktur didaerah torakolumbal dan
daerah cervical.

Gambar 2.5 Tampak lateral dari 2 buah korpus vertebra


Penilaian ini berdasarkan toeri 3 kolom dari vertebra.
i

Bagian Anterior adalah ligamentum longitudinale anterior dan 2/3 bagian


depan dari korpus vertebra dan diskus.

ii

Bagian Tengah (Middle) adalah 1/3 bagian posterior dari korpus vertebra
dan diskus serta ligamentum longitudinale posterior.

iii

Bagian Posterior adalah pedikel, lamina, facets, dan ligamentum


posterior. Kolom tengah (Middle Column) adalah kunci dari stabilitas.

Metode Klasifikasi Magerl


Klasifikasi ini dipakai untuk menilai fraktur daerah torakolumb

Gambar 2.6 Klasifikasi Magerl pada fraktur torakolumbal


Terdapat 3 jenis fraktur berdasarkan mekanismenya (mechanism of failure):
i

Type A Compressive loads

ii Type B Distraction forces


3|

iii Type C Multidirectional forces and translation


c

Berdasarkan Gangguan Neurologik


Yang dimaksud dengan gangguan neurologik (neurologic injury) ialah trauma
yang mengenai medula spinalis, cauda equine dan radices (nerve roots). Keadaan
ini mungkin terjadi karena kompresi dari vertebra, fragmen tulang, atau diskus
terhadap struktur neurologik. Dalam hal ini semua struktur atau organ yang
dipersarafi oleh saraf yang terkena/terganggu akan kehilangan fungsinya baik
sebagaian taupun secara keseluruhan.

Manifestasi Klinis
Gejala bervariasi tergantung pada lokasi cedera. Cedera tulang belakang
menyebabkan kelemahan dan hilangnya rasa pada lokasi cidera dan di bawahnya. Seberapa
berat gejala yang ditimbulkan tergantung pada apakah seluruh corda spinalis cidera berat,
(complete) atau hanya terluka sebagian (incomplete). Berikut adalah gejala yang timbul
sesuai dengan lokasi cidera: (Bhimji, 2014)
1

Cervical (Neck) Injuries


Ketika cedera tulang belakang terjadi pada daerah leher, gejala dapat mempengaruhi

lengan, kaki, dan bagian tengah tubuh. Gejala- gejala dapat terjadi pada satu atau kedua
sisi tubuh. Gejala juga dapat mencakup kesulitan bernapas dari kelumpuhan otot-otot
pernapasan, jika cedera yang terjadi setinggi/diatas leher.
2

Thoracic (Chest Level) Injuries


Ketika cedera tulang belakang terjadi pada level dada, gejala dapat mempengaruhi kaki.

Cedera yang terjadi pada cervical atau high thoracic


mengakibatkan

masalah

spinal

cord

juga

dapat

tekanan darah, berkeringat abnormal, dan kesulitan

mempertahankan suhu tubuh normal.


3

Lumbar Sacral (Lower Back) Injuries


Ketika cedera tulang belakang terjadi pada level punggung bawah, gejala dapat

mempengaruhi satu atau kedua kaki, serta otot-otot yang mengontrol usus dan kandung
kemih.
Cedera pada lumbar vertebra pertama dan di bawahnya tidak menyebabkan cedera
tulang belakang (SCI). Namun, mereka dapat menyebabkan "sindrom cauda equina" yang
trejadi cedera pada akar saraf di daerah ini. Jenis cedera tulang belakang yang seperti ini
merupakan keadaan darurat medis dan membutuhkan operasi segera. Tanda dan gejala
4|

umum: (Bhimji, 2014)


1

Peningkatan tonus otot ( spastisitas )

Kehilangan kontrol bowel dan bladder (konstipasi, inkontinensia, dan bladder spasms)

Kekebasan (numbness)

perubahan sensori

nyeri

Kelemahan dan kelumpuhan (paralysis)

2.7 Pemeriksaan Penunjang


1 Haemoglobin and haematocrit levels untuk memonitor kadar kehilangan darah
2 Renal function and electrolytes: dehidrasi.
3 urinalisis untuk mendeteksi terkait cedera genitourinary
4 X-ray :
Pencitraan diagnostik dimulai dengan sinar - X dari wilayah yang terkena dampak dari
tulang belakang. Di beberapa tempat, CT scan telah menggantikan plain X-ray dan
menampilkann

lokasi

fraktur

yang terlewat saat x-ray. Serangkaian pemeriksaan

trauma X - ray biasanya pertama kali dilakukan (cervical spine, chest and pelvis). 3
standart views untuk pemeriksaan cervical spine yang direkomendasikan adalah
anteroposterior, lateral and odontoid.

5 MRI

Fraktur C6 dengan burst component. A) pemeriksaan radiografi (x-ray) lateral view dari
cervical spine. B) pemeriksaan CT scan axial. C) pemeriksaan MRI (T2-weighted
sagittal) menunjukkan fraktur yang meluas di tiga kolumna vertebralis menyebabkan
cidera yang ekstensif pada corda spinalis (bright signal dalam cord). Perubahan sinyal
5|

terang(bright signal)

di sepanjang C

anterior dari badan vertebra (panah)

menunjukkan kerusakan ligament. Elemen posterior dari C4 terlihat fraktur (panah). CT


scan yang paling baik dan berguna dalam menggambarkan cedera tulang, sedangkan MRI
membantu untuk mengidentifikasi tingkat kerusakan corda dan ligament (Thumbikat et
al, 2009)
6 CT myelography
Jika lateral cervical radiograph dan CT scan negative, MRI merupakan pilihan
investigasi untuk menyingkirkan ketidakstabilan. Pasien dengan focal neurological signs,
yang dibuktikan dengan cord atau disc injury, and pasien yang membutuhkan
pemeriksaan pre-operative Sebelum dikakukan

operasi.

Whole

spine

MRI

diindikasikan untuk multilevel atau ligamentous injuries, dan cauda equine injuries. MRI
merupakan pilihan terbaik untuk pemeriksaan suspected spinal cord lesions, cord
compressions, vertebral fractures pada multiple levels dan ligamentous injuries atau
soft tissue injuries lain maupun pathology. MRI digunakan untuk mengevaluasi soft tissue
lesions, seperti extradural spinal haematoma, abscess atau tumour, spinal cord
haemorrhage, contusion and/or oedema. Neurological kerusakan biasanya disebabkan
karena secondary injury, resulting in oedema and/or haemorrhage. MRI adalah gambar
diagnostik terbaik untuk menggambarkan perubahan ini. (Tidy, 2014)
2.8 Penatalaksanaan
Didalam penatalaksanaan trauma spinal ada dua hal yang sangat penting yaitu,
Instabilitas dari Kolumna Vertebralis (Spinal Instability) dan Kerusakan jaringan saraf, baik
yang terancam maupun yang sudah terjadi (actual and potential neurologic injury)
(Hanafiah, 2007). Yang dimaksud dengan instabilitas kolumna vertebralis (spinal instability)
ialah hilangnya hubungan normal antara strukturstruktur anatomi dari kolumna vertebralis
sehingga terjadi perubahan dari fungsi alaminya. Kolumna vertebralis tidak lagi mampu
menahan beban normal. Deformitas yang permanen dari kolumna vertebralis dapat
menyebabkan rasa nyeri; keadaan ini juga merupakan ancaman untuk terjadinya kerusakan
jaringan saraf yang berat (catastrophic neurologic injury). Instabilitas dapat terjadi karena
fraktur dari korpus vertebralis, lamina dan atau pedikel. Kerusakan dari jaringan lunak juga
dapat menyebabkan dislokasi dari komponen komponen anatomi yang pada akhirnya
menyebabkan instabilitas. Fraktur dan dislokasi dapat terjadi secara bersamaan.
Terdapat lima prinsip-prinsip utama penatalaksanaan trauma spinal yaitu:
6|

immobilisasi, stabilisasi medis, mempertahankan posisi normal vertebrae, dokempresi dan


stabilisasi spinal, serta rehabilitasi. (Hanafiah, 2007)
1

Immobilisasi
Tindakan immobilisasi harus sudah dimulai dari tempat kejadian/kecelakaan sampai

ke unit gawat darurat.. Yang pertama ialah immobilisasi dan stabilkan leher dalam posisi
normal; dengan menggunakan cervical collar. Cegah agar leher tidak terputar (rotation).
Baringkan penderita dalam posisi terlentang (supine) pada tempat/alas yang keras. Pasien
diangkat/dibawa dengan cara 4 men lift atau menggunakan Robinsons orthopaedic stretcher
2

Stabilisasi Medis

Terutama pada penderita tetraparesis/etraplegia.


a

Periksa Vital Signs

Pasang NGT

Pasang Kateter urin

Segera normalkan vital signs. Pertahankan TD yang normal dan perfusi jaringan yang
baik. Berikan oksigen, monitor produksi urin, bila perlu monitor BGA (analisa gas darah),
dan periksa apa ada neurogenic shock. Pemberian megadose Methyl Prednisolone Sodium
Succinate dalam kurun waktu 6 jam setaleh kecelakaan dapat memperbaiki konntusio
medula spinalis.
3

Mempertahankan posisi normal vertebra (Spinal Alignment)


Bila terdapat fraktur servikal dilakukan traksi dengan Cruthfield tong atau GardnerWells tong dengan beban 2.5 kg perdiskus. Bila terjadi dislokasi traksi diberikan dengan
beban yang lebih ringan, beban ditambah setiap 15 menit sampai terjadi reduksi.

Dekompresi dan Stabilisasi Spinal


Bila terjadi realignment artinya terjadi dekompresi. Bila realignment dengan cara tertutup
ini gagal maka dilakukan open reduction dan stabilisasi dengan approach anterior atau
posterior.

Rehabilitasi.
Rehabilitasi fisik harus dikerjakan sedini mungkin. Termasuk dalam program ini
adalah bladder training, bowel training, latihan otot pernafasan, pencapaian optimal
fungsi

fungsi

neurologik

dan

program

kursi

roda

bagi

penderita

paraparesis/paraplegia.

7|

2.9 Komplikasi
1

Perubahan tekanan darah yang ekstrim (autonomic hyperreflexia)

Chronic kidney disease

Komplikasi dari immobilisasi: Deep vein thrombosis Lung infections. Skin breakdown
Muscle contractures

Increased risk of injury to numb areas of the body

Peningkatan risiko urinary tract infections

Kehilangan control bladder

Kehilangan control bowel

Loss of feeling

Kehilangan fungsi seksual (male impotence)

10 Muscle spasticity
11 Nyeri
12 Paralysis dari otot pernafasan
13 Paralysis (paraplegia, quadriplegia)
14 Pressure sores
15 Shock (Bhimji, 2014)

Sumber :
Batticaca, B Fransisca. 2008. Asuhan Keperawatan Pasien dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika
Bhimji, S. 2014. Spinal cord trauma. U.S. National Library of Medicine U.S. Department of
Health and Human Services National Institutes of Health. A.D.A.M., Inc
Carpenito, Lynda Jual. 2009. Diagnosa Keperawatan: Aplikasi pada Praktik Klinik,
Ed. 9. Jakarta: EGC

8|

You might also like