You are on page 1of 15

Pengelolaan Utang dan Piutang Negara

oleh Pemerintah Pusat dan Daerah


Perbendaharaan Negara adalah pengelolaan dan pertanggungjawaban
keuangan negara, termasuk investasi dan kekayaan yang dipisahkan, yang
ditetapkan dalam APBN dan APBD. (vide UU No.1 Tahun 2004 Psl. 1 butir 1).
Mencakup di dalamnya adalah terkait utang pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah dan bahkan termasuk pengelolaan piutang baik oleh pemerintah pusat
maupun oleh pemerintah daerah yang diatur di dalam berbagai peraturan
perundang-undangan, antara lain adalah sebagai berikut:
1.

Undang-undang No. 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara.

2.

Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah.

3.

Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2012 tentang Hibah Daerah.

4.

Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pinjaman Luar
Negeri dan Hibah.
Berikut dapat diuraikan seluk beluk pengelolaan utang dan piutang yang

dilakukan oleh pemerintah pusat maupun oleh pemerintah daerah dengan


mengambil bahan dari materi perkuliahan Magister Akuntansi, Universitas
Indonesia, tahun 2015.
1. Pengelolaan Piutang Negara
Dalam hal pengelolaan Piutang Jangka Panjang/Hibah, maka Pemerintah
Pusat dapat memberikan pinjaman dan ataupun hibah kpd Pemerintah Daerah
maupun BUMN/ BUMD. Mengenai besaran jumlah pinjaman atau hibah
ditetapkan setiap tahunnya melalui Undang-undang tentang APBN. Sedangkan
mengenai tata cara pemberian pinjaman tersebut diatur secara lebih teknis lagi
melalui suatu peraturan pemerintah.
Terkait hak dan kewenangan pengelolaan piutang yang dipegang oleh
pemerintah pusat maupun oleh pemerintah daerah, maka pemerintah pusat juga
memiliki kewenangan untuk memberikan pinjaman maupun hibah kepada
Lembaga Asing yang besarannya ditetapkan setiap tahun melalui undang-undang
1
Universitas Indonesia

2
APBN. Selanjunya tata cara pemberian pinjaman tersebut diatur melalui suatu
peraturan pemerintah. Sebagai contohnya adalah pemerintah Indonesia pernah
memberikan hibah kepada secretariat ASEAN berupa aset tetap peralatan kantor
secretariat ASEAN.
Sedangkan terkait pengelolaan Piutang Jangka Pendek, maka Pemerintah
Pusat dapat memberikan piutang jangka pendek atas dasar ketentuan peraturan
perundang-undangan tertentu misalnya undang-undang pajak. Tata cara pemberian
piutang mengikuti peraturan perundang-undangan tertentu tersebut. Sebagai
contoh pemerintah memberikan piutang pajak kepada Wajib Pajak yang wajib
dilunasi dalam jangka waktu satu bulan sampai denga satu tahun.
Namun timbul permasalahan tentang apakah utang maupun piutang jangka
pendek dicantumkan dalam APBN?. Jawabannya adalah utang dan piutang jangka
pendek tidak dimasukan di dalam struktur APBN alasannya piutang jangka
pendek termasuk kedalam manajemen kas pemerintah, sehingga tidak dimasukan
kedalam APBN. Lain halnya dengan utang/piutang jangka panjang yang selalu
dimasukan kedalam struktur APBN yaitu dimasukan kedalam akun APBN
Pembiayaan.
2. Pengelolaan Piutang Daerah
Piutang Jangka Pendek Atas dasar peraturan perundang-undangan tertentu
Daerah dapat mengelola piutang jangka pendek. Contonhnya adalah piutang pajak
reklame yang dikelola oleh pemerintah daerah. pajak pemerintah kabupaten/kota
lainnya seperti pajak reklame, BPHTB, PBB P2, pajak sarang wallet, pajak parkir,
hiburan, restoran, hotel, penerangan jalan, dan pajak mineral bukan logam,
merupakan pajak yang dapat menjadi piutang bagi pemkab/kot. Pajak tersebut
harus dilunasi oleh Wajib Pajak dalam jangka waktu tertentu sebelum hak
tagihnya kadaluwarsa. Sadangakn piutang pajak yang dikelola oleh pemprov
antara laian adalah pajak rokok, pajak air permukaan, pajak bahan bakar
kendaraan, BBNKB, dan PKB. Contoh yang paling mudah adalah pemasangan
billboard/reklame untuk jangka waktu 2 tahun baru dibayar kemudian setelah ada
penetapan jumlah pajaknya dari pemkab/kot.
Universitas Indonesia

3. Pengelolaan Piutang Pemerintah Pusat dan Daerah


Berlaku di Pusat maupun Daerah, Setiap pejabat yang diberi kuasa untuk
mengelola pendapatan, belanja, dan kekayaan negara/daerah wajib mengusahakan
agar setiap piutang negara/daerah tersebut diselesaikan seluruhnya dan tepat
waktu. Piutang negara/daerah yg tidak dapat diselesaikan seluruhnya dan tepat
waktu, serta diselesaikan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Piutang negara/daerah jenis tertentu mempunyai hak mendahulu sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Piutang Negara/daerah mempunyai
hak mendahaulu untuk dilunasi terlebih dahulu dibanding piutang lainnya
terutama saat debitur dilikuidasi/pailit.
Penyelesaian piutang Negara diatur tersendiri dalam undang-undang
misalnya piutang pajak, dan juga dapat melalui perdamaian terutama untuk jenis
piutang yg timbul sebagai akibat hubungan keperdataan. Yang diselesaikan
melalui perdamaian adalah sebatas hanya bagian piutang negara/daerah yang tidak
disepakati (BPNTD/BPDTD), yaitu selisih antara jumlah tagihan piutang yang
ditetapkan menurut pemerintah dengan besarnya jumlah kewajiban yang diakui
oleh debitur.
Pejabat Penyelesai BPNTD/BPDTD untuk pemerintah pusat adalah
Menteri Keuangan untuk BPNTD < Rp10 Milyar; oleh Presiden untuk BPNTD >
Rp10 Milyar s/d Rp100 Milyar; oleh Presiden setelah mendapat pertimbangan
dari DPR untuk jumlah BPNTD > Rp100 Milyar.
Sedangkan untuk pemerintah daerah yang berwenang memberikan putusan
penyelesaian piutang daerah adalah Gubernur/bupati/walikota untuk BPDTD <
Rp5 Milyar; oleh Gubernur/bupati/walikota setelah mendapat pertimbangan
DPRD untuk jumlah BPDTD > Rp5 Milyar. BPNTD kepanjangannnya adalah
Bagian Piutang Negara yang Tidak Disepakati. BPDTD kepanjangannya adalah
Bagian Piutang Daerah yang Tidak Disepakati (yaitu selisih antara jumlah tagihan
piutang menurut pemerintah dengan kewajiban yang diakui oleh debitur).
4. Penghapusan Piutang secara Mutlak/Bersyarat.
Universitas Indonesia

4
Piutang negara/daerah dapat dihapuskan dari pembukuan secara mutlak
atau bersyarat. Yanng dimaksud dengan penghapusan secara mutlak adalah
penghapusan piutang tanpa adanya kewajiban lain dari pihak debitor. Sedangkan
yang dimaksud penghapusan bersyarat adalah penghapusan piutang setelah
debitor memenuhi / melaksanakan persyaratan tertentu yang ditetapkan oleh
kreditor. Namun untuk jenis penghapusan piutang yang telah diatur secara jelas
dalam undang-undang tertentu, maka prosedur penghapusannya wajib mengikuti
ketentuan undang-undang tersebut.
Pejabat yang berwenang menghapusan piutang negara/daerah secara
mutlak/bersyarat, selain yg diatur undang2 tertentu adalah sebagai berikut:
a. Untuk pemerintah pusat adalah Menteri Keuangan untuk

jumlah

s/d

Rp10 Milyar, oleh Presiden untuk jumlah > Rp10 Milyar s/d Rp100
Milyar; oleh Presiden dgn persetujuan DPR untuk jumlah > Rp100 M.
b. Sedangkan

untuk

pemerintahan

Gubernur/bupati/walikota

untuk

daerah

yang

jumlah

s/d

berwenang
Rp5

Milyar;

adalah
oleh

Gubernur/bupati/walikota dengan persetujuan DPRD untuk jumlah > Rp5


Milyar.
c. Tatacara penyelesaian dan penghapusan piutang negara/daerah diatur
secara lebih teknis melalui suatu peraturan pemerintah.
5. Pengelolaan Utang Negara
Besaran utang negara ditetapkan dalam APBN setiap tahunnya melalui
udnag-undang APBN. Menteri Keuangan (Menkeu) dapat menunjuk pejabat yang
diberi kuasa untuk atas nama Menkeu mengadakan utang yg berasal dari dalam
negeri maupun luar negeri, dan atau menerima hibah yang berasal dari dalam
negeri maupun luar negeri. Utang/hibah di atas dapat diteruspinjamkan kepada
Pemda/BUMN/BUMD. Biaya yang dikeluarkan dalam rangka pengadaan
utang/hibah dimaksud dibebankan kepada APBN. Tatacara mengenai utang/hibah
diatur dengan suatu peraturan pemerintah.
6. Pengelolaan Utang Daerah
Universitas Indonesia

5
Besaran utang daerah ditetapkan dalam peraturan daerah (perda) tentang
APBD. Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD) menyiapkan
pelaksanaan utang daerah sesuai keputusan gubernur/bupati/walikota. Biaya untuk
pengadaan utang/hibah daerah dibebankan pada APBD. Tatacara pelaksanaan dan
penatausahaan utang negara /daerah hibah diatur melalui suatu peraturan
pemerintah.
7. Daluwarsa Utang Negara/Daerah
Hak tagih atas utang negara/daerah yang telah diatur secara tegas dalam
suatu undang-undang yang tersendiri maka hak tagihnya mengikuti ketentuan
undang-undang dimaksud. Hak tagih atas utang negara/daerah akan kadaluwarsa
setelah lewat 5 tahun sejak tanggal utang tersebut jatuh tempo. Ketentuan
kedaluwarsa di atas tertunda apabila pihak yg berpiutang mengajukan tagihan kpd
negara/daerah sebelum berakhirnya masa kedaluwarsa. Ketentuan kedaluwarsa di
atas tidak berlaku untuk pembayaran kewajiban bunga dan pokok utang
negara/daerah.
8. Surat Utang Negara (SUN)
Terkait surat utang Negara telah diatur di dalam undang-undang No. 24
Tahun 2002 tentang SUrat Utang Negara (SUN). Surat Utang atau Obligasi
Negara yang dinyatakan sah dan tetap berlaku sampai dengan tanggal jatuh tempo
adalah yang telah diterbitkan berdasarkan: a. Peraturan Pemerintah Nomor 84
Tahun 1998 tentang Program Rekapitalisasi Bank Umum; b. Keputusan Presiden
Nomor 17 Tahun 1978 tentang Pinjaman Luar Negeri Dalam Bentuk Surat Hutang
atau Obligasi; c. Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1998 tentang Jaminan
Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Umum; d. Keputusan Presiden Nomor 55
Tahun 1998 tentang Pinjaman Dalam Negeri Dalam Bentuk Surat Utang; e.
Keputusan Presiden Nomor 120 Tahun 1998 tentang Penerbitan Jaminan Bank
Indonesia;

f. Penerbitan Jaminan Bank oleh Bank Persero dan Bank

Pembangunan Daerah untuk Pinjaman Luar Negeri; g. Keputusan Presiden Nomor


193 Tahun 1998 tentang Jaminan thd Kewajiban Pembayaran Bank Perkreditan
Universitas Indonesia

6
Rakyat; h. Keputusan Presiden Nomor 176 Tahun 1999 tentang Penerbitan Surat
Utang Pemerintah Dalam Rangka Pembiayaan Kredit Program.
9. SUN berdasarkan Undang-undang No. 24 Tahun 2002
Dalam undang-undang No. 24 Tahun 2002 diatur bahwa bentuk dan Jenis
SUN meliputi:
(1) Dalam bentuk warkat atau tanpa warkat (scriptless), terdiri dari:
a. Surat Perbendaharaan Negara (SPN), SUN yg berjangka waktu sampai
dengan 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran bunga secara
diskonto;
b. Obligasi Negara, SUN yg berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas)
bulan dengan kupon dan/atau dengan pembayaran bunga secara
diskonto.
(2) Diperdagangkan atau tidak diperdagangkan di Pasar Sekunder.
Tujuan diterbitkannya SUN antara lain adalah: a. Membiayai defisit
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (obligasi negara); b. Menutup
kekurangan kas jangka pendek akibat ketidaksesuaian antara arus kas penerimaan
dan pengeluaran dari Rekening Kas Negara dalam satu tahun anggaran (SPN); c.
Mengelola portofolio utang negara.
10. KEWENANGAN DAN KEWAJIBAN
Yang berwenang menerbitkan SUN adalah pemerintah, c.q. menteri
keuangan. Dalam hal pemerintah akan menerbitkan Surat Utang Negara, menteri
keuangan terlebih dahulu wajib berkonsultasi dengan Bank Indonesia antara lain
terkait dampaknya terhadap tingkat inflasi. Jumlah besaran SUN (obligasi negara)
yang dapat diterbitkan pemerintah adalah sebanyak nilai bersih (selisih utang yg
diterbitkan dengan yg dilunasi) yang sebelumnya harus disetujui oleh Dewan
Perwakilan Rakyat melalui penetapan undang-undang APBN.
11. Cakupan Pengelolaan SUN
Universitas Indonesia

7
Cakupan pengelolaan SUN sekurang-kurangnya meliputi: a. penetapan
strategi dan kebijakan pengelolaan SUN termasuk kebijakan pengendalian risiko;
b. perencanaan dan penetapan struktur portofolio utang negara; c. penerbitan Surat
Utang Negara; d. penjualan Surat Utang Negara melalui lelang dan/atau tanpa
lelang; e. pembelian kembali Surat Utang Negara sebelum jatuh tempo; f.
pelunasan; g. membuka rekening yang merupakan bagian dari Rekening Kas
Negara h. Lain-lain dalam rangka pengembangan Pasar Perdana dan Pasar
Sekunder Surat Utang Negara.
Setiap Surat Utang Negara mencantumkan sekurang-kurangnya: a. nilai
nominal, b. tanggal jatuh tempo, c. tanggal pembayaran bunga, d. tingkat bunga
(kupon), e. frekuensi pembayaran bunga, f. cara perhitungan pembayaran bunga,
g. ketentuan tentang hak untuk membeli kembali Surat Utang Negara sebelum
jatuh tempo, h. ketentuan tentang pengalihan kepemilikan.
12. Penatausahaan SUN oleh Bank Indonesia
Penatausahaan SUN yang meliputi pencatatan kepemilikan, kliring dan
setelmen, serta keagenan pembayaran bunga dan pokok SUN dilaksanakan oleh
Bank Indonesia. Dalam menyelenggarakan kegiatan penatausahaan tersebut, Bank
Indonesia wajib membuat laporan pertanggungjawaban kepada Pemerintah.
Alur penatausahaan SUN oleh BI adalah: (1) Menkeu menunjuk Bank
Indonesia sebagai agen untuk melaksanakan lelang Surat Perbendaharaan Negara
di Pasar Perdana. (2) Menkeu dapat menunjuk Bank Indonesia sebagai agen untuk
melaksanakan lelang Obligasi Negara di Pasar Perdana. (3) Ketentuan mengenai
metode lelang, jadwal pelaksanaan lelang, kriteria peserta lelang, dan hasil akhir
lelang ditetapkan oleh Menkeu. (4) Menkeu dapat menunjuk Bank Indonesia
dan/atau pihak lain sebagai agen untuk melaksanakan pembelian dan penjualan
SUN di Pasar Sekunder.
Pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan perdagangan SUN
dilakukan oleh instansi pemerintah yang melakukan pengaturan dan pengawasan
di bidang pasar modal dimana sejak tahun 2014 kewenangan tersebut dipegang
oleh OJK.
Universitas Indonesia

8
13. Ketentuan Pidana
Dalam hal tindakan kecurangan terkait SUN, maka terdapat pengaturan
sebagai berikut:
a. Setiap orang yang meniru Surat Utang Negara atau memalsukan Surat
Utang Negara dengan maksud memperdagangkan atau dengan sengaja
memperdagangkan Surat Utang Negara tiruan atau Surat Utang Negara
palsu, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun
dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak
Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah).
b. (2) Setiap orang yang dengan sengaja menerbitkan Surat Utang Negara
tidak berdasarkan Undang-undang ini, dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 10 (sepuluh) tahun dan paling lama 20 (dua puluh)
tahun dan denda paling sedikit Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar
rupiah) dan paling banyak Rp40.000.000.000,00 (empat puluh miliar
rupiah).
14. Utang Daerah sesuai Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2005
Prinsip Umum utang daerah adalah: (1) Pemerintah Daerah dilarang
melakukan pinjaman langsung kepada pihak luar negeri. (2) Dikecualikan dalam
hal pinjaman langsung kepada pihak luar negeri yang terjadi karena kegiatan
transaksi Obligasi Daerah sesuai peraturan perundang-undangan di bidang pasar
modal. (3) Pemerintah Daerah dilarang memberikan jaminan atas pinjaman pihak
lain. (4) Pendapatan Daerah dan/atau barang milik Daerah tidak boleh dijadikan
jaminan Pinjaman Daerah. (5) Proyek yang dibiayai dari Obligasi Daerah beserta
barang milik Daerah yang melekat dalam Proyek tersebut dapat dijadikan jaminan
Obligasi Daerah.
Jenis Utang Daerah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
(1) Pinjaman Jangka Pendek, merupakan Pinjaman Daerah < satu tahun
anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman (yang meliputi pokok
pinjaman, bunga, dan biaya lain (PPBBL) seluruhnya harus dilunasi dalam
tahun anggaran yang bersangkutan.
Universitas Indonesia

9
(2) Pinjaman Jangka Menengah, merupakan Pinjaman Daerah dalam jangka
waktu > satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman
PPBBL harus dilunasi dalam kurun waktu yang tidak melebihi sisa masa
jabatan Kepala Daerah yang bersangkutan.
(3) Pinjaman Jangka Panjang daerah adalahmerupakan Pinjaman Daerah
dalam jangka waktu > satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran
kembali pinjaman PPBBL harus dilunasi pada tahun-tahun anggaran
berikutnya sesuai dengan persyaratan perjanjian pinjaman yang bersangkutan.
Dapat berbentuk Obligasi Daerah.
Utang selanjutnya diatur mengenai batasannya, yaitu:
a. Batas maksimal kumulatif pinjaman Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah tidak melebihi 60% (enam puluh persen) dari Produk Domestik
Bruto tahun yang bersangkutan.
b. Menteri Keuangan menetapkan batas maksimal kumulatif Pinjaman
Daerah secara keseluruhan paling lambat bulan Agustus untuk tahun
anggaran berikutnya dengan memperhatikan keadaan dan prakiraan
perkembangan perekonomian nasional.
c. Menteri Keuangan menetapkan pedoman pelaksanaan dan mekanisme
pemantauan serta pengendalian batas maksimal kumulatif Pinjaman
Daerah.
Upaya Mengurangi Beban Utang yang dapat dilakukan oleh pemerintah
antara lain adalah:
a. Utang berbunga tinggi dilunasi lebih cepat;
b. Utang valas diganti dengan utang dlm rupiah;
c. Dlm hal utang bilateral, menegosiasi ulang besaran suku bunga khususnya
bila country risk membaik;
d. Meminta hair cut dgn menukar utang (bilateral) dengan program;
e. Dalam keadaan force majeur melakukan reverse Dutch auction.
15. Peranan Pemerintah, DPR-RI, Bank Indonesia, dan Bapepam Dalam
Penerbitan SUN
Universitas Indonesia

10
Selain Pemerintah sebagai penerbit, penerbitan Surat Utang Negara juga
melibatkan peran serta beberapa pihak yaitu: (1) DPR-RI yang memberikan
persetujuan atas rencana penerbitan Surat Utang Negara untuk satu tahun ke
depan pada setiap pengesahan APBN; (2) Bank Indonesia sebagai penasihat
Pemerintah dalam penerbitan dan sebagai penatausaha Surat Utang Negara; dan
(3) Bapepam sebagai pengatur dan pengawas kegiatan perdagangan Surat Utang
Negara di pasar modal. Adapun perincian peranan masing-masing pihak adalah
sebagai berikut.
Peranan Pemerintah (Menteri Keuangan)
UU SUN memberikan kewenangan kepada Pemerintah dalam menerbitkan dan
mengelola Surat Utang Negara (Pasal 5) termasuk kewajiban yang menyertainya
yaitu akuntabilitas dan transparansi pengelolaan Surat Utang Negara (Pasal 16 dan
17). Dalam pelaksanaannya kewenangan ini dilaksanakan oleh Menteri Keuangan
yang telah membentuk badan khusus yang menangani pengelolaan Surat Utang
Negara di Departemen Keuangan yaitu Pusat Manajemen Obligasi Negara
(PMON).
Dalam pengelolaan Surat Utang Negara,

Menteri Keuangan antara lain

berwenang menunjuk agen lelang di pasar perdana termasuk ketentuan-ketentuan


yang terkait dengan lelang (metode, kriteria peserta, dan penetapan hasil akhir
lelang) serta pihak yang menjadi pelaksana pembelian dan penjualan Surat Utang
Negara di pasar sekunder. Sehubungan dengan akuntabilitas dan transparansi
pengelolaan Surat Utang Negara, Pemerintah diwajibkan membuat laporan
pertanggungjawaban sebagai bagian pelaksanaan APBN kepada DPR (Pasal 16)
dan secara berkala mempublikasikan informasi tentang kebijakan pengelolaan
utang, rencana penerbitan,

jumlah Surat Utang Negara yang beredar beserta

komposisinya (Pasal 17).


Peranan Dewan Perwakilan Rakyat - Republik Indonesia
Sebagai lembaga legistatif yang salah satu tugasnya melakukan pengawasan
terhadap pihak Pemerintah, peranan

DPR dilakukan pada saat sebelum dan


Universitas Indonesia

11
setelah penerbitan Surat Utang Negara.
Negara,

Pemerintah

terlebih

dahulu

Sebelum menerbitkan Surat Utang


perlu

mendapat

persetujuan

DPR

sebagaimana diatur dalam Pasal 7 UU SUN. Persetujuan DPR ini memegang


peranan yang penting karena merupakan jaminan Pemerintah kepada pasar untuk
membayar semua kewajiban bunga dan pokok utang yang timbul akibat
penerbitan Surat Utang Negara sampai dengan jatuh waktu Surat Utang Negara
yang bersangkutan dengan mengalokasikan dana yang dianggarkan dari APBN
setiap tahunnya. Setelah penerbitan Surat Utang Negara, DPR dapat melakukan
pengawasan melalui laporan pertanggungjawaban dan publikasi yang disampaikan
Pemerintah.
Peranan Bank Indonesia
UU SUN memberikan beberapa peran kepada Bank Indonesia dalam rangka
pelaksanaan penerbitan Surat Utang Negara. Pertama, UU SUN menentukan
bahwa Pemerintah terlebih dahulu berkonsultasi dengan Bank Indonesia ketika
akan menerbitkan Surat Utang Negara (Pasal 6). Konsultasi dengan Bank
Indonesia dilakukan pada saat Pemerintah merencanakan penerbitan Surat Utang
Negara untuk satu tahun anggaran, dan dimaksudkan untuk mengevaluasi
implikasi moneter dari penerbitan Surat Utang Negara agar tercapai keselarasan
antara kebijakan fiskal, termasuk manajemen utang, dan kebijakan moneter.
Kedua, UU SUN memberikan landasan hukum bagi Bank Indonesia untuk
bertindak sebagai penatausaha Surat Utang Negara (Pasal 12). Bank Indonesia
melakukan 3 (tiga) fungsi yaitu pencatatan kepemilikan; penyelesaian transaksi;
serta pembayaran bunga dan pokok Surat Utang Negara. Kedua hal pertama
merupakan fungsi Bank Indonesia sebagai central registry sedangkan hal terakhir
merupakan fungsi Bank Indonesia sebagai paying agent.
Ketiga, UU SUN memberikan landasan hukum bagi Bank Indonesia sebagai agen
lelang di pasar perdana (Pasal 13) dalam penerbitan Surat Perbendaharaan Negara
(SPN).

Sedangkan untuk penerbitan Obligasi Negara Bank Indonesia dapat

ditunjuk Pemerintah sebagai agen lelang. Penunjukan Bank Indonesia sebagai


Universitas Indonesia

12
agen lelang ini diharapkan dapat meningkatkan efektivitifas pelaksanaan
kebijakan moneter dan sesuai dengan arah kebijakan

Bank Indonesia untuk

menggunakan Surat Utang Negara sebagai piranti Operasi Pasar Terbuka (OPT)
alternatif di masa mendatang dan secara bertahap dapat menggantikan SBI.
Keempat, UU SUN dapat memberikan peran kepada Bank Indonesia sebagai agen
Pemerintah dalam kegiatan di pasar sekunder yaitu bahwa Pemerintah dapat
menunjuk Bank Indonesia sebagai agen pembelian atau penjualan ketika
Pemerintah melakukan manajemen utang di pasar sekunder (Pasal 14), misalnya
saat melakukan buy back atas Surat Utang Negara yang masih outstanding.
Peranan Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam)
UU SUN juga menyinggung peranan instansi Pemerintah dalam pengaturan dan
pengawasan terhadap kegiatan perdagangan Surat Utang Negara yang berfungsi
sebagai otoritas Pasar Modal (Pasal 15). Otoritas pasar modal dimaksud adalah
Bapepam sebagaimana diatur dalam UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.
Pengaturan dan pengawasan ini dimaksudkan untuk memberikan perlindungan
terhadap kepentingan pemodal dan para pelaku pasar dan agar kegiatan
perdagangan Surat Utang Negara dapat dilaksanakan secara efisien dan sehat.
Tujuan dilakukan utang:
(1) Menutup defisit APBN;
(2) Menutup kekurangan kas jangka pendek (cash mismatch);
(3) Membiayai investasi sektor public;
(4) Mengelola portofolio utang pemerintah;
(5) Membiayai pengeluaran pembiayaan
Utang yang dikelola oleh pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian
Keuangan cq. Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang dan Risiko (DJPPR) adalah:
a.Surat Berharga Negara:
Universitas Indonesia

13
-Surat Utang Negara terdiri dari Surat Perbendaharaan Negara dan Obligasi
Negara (ORI, penjualan Obligasi Negara secara lelang di pasar perdana,
penerbitan SUN dalam Valas di Pasar Perdana Internasional (Global Bonds);
-Surat Berharga Syariah Negara/Sukuk Negara terdiri dari Sukuk Negara Ritel,
Sukuk Dana HajiIndonesia, penjualan SBSNsecara lelang di pasar perdana, SBSN
dalam valas di pasar internasional (belum dilakukan;
b.Pinjaman Luar Negeri ;
-Pinjaman Program, Untuk budget support dan pencairannya dikaitkan dengan
Policy Matrix pada program tertentu misalnya pada bidang pembangunan,
pemberdayaan masyarakat, Iingkungan hidup dan infrastruktur -Pinjaman
Kegiatan (Pinjaman proyek) Untuk pembiayaan kegiatan Kementerian dan
Lembaga (K/L) seperti proyek infrastruktur diberbagai sektor dan proyek-proyek
dalam rangka pengentasan kemiskinan, pengadaan alutsista/alutpolri dan lain-lain.
c.Pinjaman Dalam Negeri ;
-Berasal

dari

BUMN,

Pemerintah

Daerah,

dan

Perusahaan

Daerah

-Untuk membiayai kegiatan dalam rangka pemberdayaan industri dalam negeri


dan pembangunan infrastruktur untuk pelayanan umum, dan kegiatan investasi
yang menghasilkan penerimaan
Secara umum jenis SUN dapat dibedakan sebagai berikut:
1. Surat Perbendaharaan Negara (SPN),yaitu SUN berjangka waktu sampai
dengan 12 bulan dengan pembayaran bunga secara diskonto. Di beberapa
negara SPN lebih dikenal dengan sebutan T-Bills atau Treasury Bills.
2. Obligasi Negara (ON), yaitu SUN berjangka waktu lebih dari 12 bulan baik
dengan kupon atau tanpa kupon. Obligasi Negara dengan kupon memiliki
jadwal pembayaran kupon yang periodik (tiga bulan sekali atau enam bulan
sekali). Sementara ON tanpa kupon tidak memiliki jadwal pembayaran kupon,
dijual pada harga diskon dan pokoknya akan dilunasi pada saat jatuh tempo.
Berdasarkan tingkat kuponnya IB dapat dibedakan menjadi:
Universitas Indonesia

14
(1) Obligasi Berbunga Tetap, yaitu obligasi dengan tingkat bunga tetap setiap
periodenya (atau Fixed rate Bonds) dan
(2) Obligasi Berbunga Mengambang, yaitu obligasi dengan tingkat bunga
mengambang (atau Variable Rate Bonds) yang ditentukan berdasarkan suatu
acuan tertentu seperti tingkat SPN 3 bulan.
Obligasi Negara juga dapat dibedakan berdasarkan denomasi mata
uangnya (Rupiah ataupun Valuta Asing). Surat Utang Negara dapat diterbitkan
dalam bentuk warkat (scropless). Surat Utang Negara yang saat ini beredar,
diterbitkan dalam bentuk tanpa warkat. Surat Utang Negara dapat diterbitkan
dalam bentuk yang dapat diperdagangkan atau yang tidak dapat diperdagangkan.
Manfaat penerbitan SUN dapat dilihat dari berbagai sudut pandang.
Sebagai Instrumen Fiskal: Penerbitan SUN diharapkan dapat menggali potensi
sumber pembiayaan APBN yang lebih besar dari investor pasar modal;
Sebagai Instrumen Investasi : Menyediakan alternatif investasi yang relatif bebas
risiko gagal bayar dan memberikan peluang bagi investor dan pelaku pasar untuk
melakukan diversifikasi portofolio guna memperkecil risiko investasi. Selain itu,
investor SUN memiliki potential capital gain dalam transaksi perdangan di pasar
sekunder SUN tersebut. Potential capital gain ialah potensi keuntungan akibat
lebih besarnya harga jual obligasi dibandingkan harga belinya;
Sebagai Instrumen Pasar Keuangan : Surat Utang Negara dapat memperkuat
stabilitas sistem keuangan dan dapat dijadikan acuan (benchmark) bagi penentuan
nilai insturmen keuangan lainnya.
Surat Utang Negara (SUN) dan pengelolaannya diatur dalam UndangUndang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara. Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2002 memberi kepastian bahwa:
1. Penerbitan SUN hanya untuk tujuan-tujuan tertentu;
2. Pemerintah wajib membayar bunga dan pokok SUNyang jatuh tempo;
3. Jumlah SUN yang akan diterbitkan setiap tahun anggaran harus
memperoleh persetujuan DPRdan dikonsultasikan terlebih dahulu dengan
Bank Indonesia;
4. Perdagangan SUN diatur dan diawasi oleh instansi berwenang;
Universitas Indonesia

15
5. Memberikan sanksi hukum yang berat dan jelas terhadap penerbitan oleh
pihak yang tidak berwenang dan atau Selain Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2002.
Berbagai peraturan pelaksanaan pun telah diterbitkan untuk mendukung
pengelolaan SUN,antara lain:
1. Keputusan

Menteri

Keuangan

Nomor

66/KMK.Ol/2003

tentang

Penunjukan Bank Indonesia sebagai Agen untuk melaksanakan Lelang


Surat Utang Negara di Pasar Perdana.
2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 209/PMK.08/2009 tentang Lelang
Pembelian Kembali Surat Utang Negara.
3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 50/PMK.08/2008 tentang Lelang
Surat Utang Negara di Pasar Perdana.
4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.08/2008 tentang Penjualan
SUN dalam Valuta Asing di Pasar Perdana Internasional, sebagaimana
terakhir kali diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
170/PMK.08/2009.
5. Peraturan-peraturan lain yang diterbitkan oleh Bank Indonesia yang
meliputi Peraturan Bank Indonesia atau PBI dan Surat Edaran Bank
Indonesia (SE BI), terkait dengan peran Bank Indonesia sebagai agen
lelang, registrasi, kliring, setelmen SUN dan central register.

Universitas Indonesia

You might also like