You are on page 1of 25

\ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM IMUN DAN HEMATOLOGI

DARI JANIN HINGGA LANSIA


I.Anatomi Organ Yang Terlibat Dalam Sistem Imun dan Hematologi

II.Pengertian Sistem Imun dan Hematologi


Hematologi adalah cabang ilmu kesehatan yang mempelajari darah,
organ pembentuk darah dan penyakitnya. Asal katanya dari bahasa
Yunani yaitu haima artinya darah.
Sistem imun adalah serangkaian molekul, sel dan organ yang bekerja
sama dalam mempertahankan tubuh dari serangan luar yang dapat
mengakibatkan penyakit, seperti bakteri,jamur dan virus. Kesehatan
tubuh bergantung pada kemampuan sistem imun untuk mengenali dan
menghancurkankan serangan ini. jadi kalo kelainan sistem imun berarti
kemampuan untuk mempertahankan kekebalan tubuh terganggu
sehingga mudah diserang penyakit.
III.Organ Pembentuk Darah
Sebelum bayi lahir, hatinya berperan sebagai organ utama dalam
pembentukan darah. Saat tumbuh menjadi seorang manusia, fungsi
pokok hati adalah menyaring dan mendetoksifikasi segala sesuatu yang
dimakan, dihirup, dan diserap melalui kulit. Ia menjadi pembangkit
tenaga kimia internal, mengubah zat gizi makanan menjadi otot, energi,
hormon, faktor pembekuan darah, dan kekebalan tubuh. Yang
menyedihkan, umumnya kita hanya memiliki sedikit pemahaman
tentang fungsi hati yang sedemikian rumit, vital, dan bekerja tiada henti.
IV.Organ Yang Terlibat Dalam Sistem Kekebalan Tubuh
1. Nodus Limfe
Dalam tubuh manusia ada semacam angkatan kepolisian dan organisasi
intel kepolisian yang tersebar di seluruh tubuh. Pada sistem ini terdapat
juga kantor-kantor polisi dengan polisi penjaga, yang juga dapat
menyiapkan polisi baru jika diperlukan. Sistem ini adalah sistem
limfatik dan kantor-kantor polisi adalah nodus limfa. Polisi dalam
sistem ini adalah limfosit.
Sistem limfatik ini merupakan suatu keajaiban yang bekerja untuk
kemanfaatan bagi umat manusia. Sistem ini terdiri atas pembuluh limfatik yang terdifusi di seluruh tubuh, nodus limfa yang terdapat di
beberapa tempat tertentu pada pembuluh limfatik, limfosit yang
diproduksi oleh nodus limfa dan berpatroli di sepanjang pembuluh
limfatik, serta cairan getah bening tempat limfosit berenang di

dalamnya, yang bersirkulasi dalam pembuluh limfatik.


Cara kerja sistem ini adalah sebagai berikut: Cairan getah bening dalam
pembuluh limfatik menyebar di seluruh tubuh dan berkontak dengan
jaringan yang berada di sekitar pembuluh limfatik kapiler. Cairan getah
bening yang kembali ke pembuluh limfatik sesaat setelah melaku-kan
kontak ini membawa serta informasi mengenai jaringan tadi. Infor-masi
ini diteruskan ke nodus limfatik terdekat pada pembuluh limfatik. Jika
pada jaringan mulai merebak permusuhan, pengetahuan ini akan
diteruskan ke nodus limfa melalui cairan getah bening.
2. Timus
Selama bertahun-tahun timus dianggap sebagai organ vestigial atau
organ yang belum berkembang sempurna dan oleh para ilmuwan
evolusionis dimanfaatkan sebagai bukti evolusi. Namun demikian, pada
tahun-tahun belakangan ini, telah terungkap bahwa organ ini
merupakan sumber dari sistem pertahanan kita.
3. Sumsum Tulang
Sumsum tulang janin di rahim ibunya tidak sepenuhnya mampu
memenuhi fungsinya memproduksi sel-sel darah. Sumsum tulang mampu mengerjakan tugas ini hanya setelah lahir. Akankah bayi ini terkena
anemia saat di dalam kandungan ?
Tidak. Pada tahap ini, limpa akan bermain dan memegang kendali.
Merasakan bahwa tubuh mem-butuhkan sel darah merah, trombosit,
dan granulosit, maka limpa mulai memproduksi sel-sel ini selain
memproduksi limfosit yang merupakan tugas utamanya.
4. Limpa
Unsur menakjubkan lainnya dari sistem pertahanan kita adalah limpa.
Limpa terdiri dari dua bagian: pulp merah dan pulp putih. Limfosit yang
baru dibuat di pulp putih mula-mula dipindahkan ke pulp merah, lalu
mengikuti aliran darah. Kajian saksama mengenai tugas yang dilaksanakan organ berwarna merah tua di bagian atas abdomen ini
menying-kapkan gambaran luar biasa. Fungsinya yang sangat sulit dan
rumitlah yang membuatnya sangat menakjubkan.
Keterampilan limpa tidak hanya itu. Limpa menyimpan sejumlah tertentu sel darah (sel darah merah dan trombosit). Kata menyimpan
mungkin menimbulkan kesan seakan ada ruang terpisah dalam limpa
yang dapat dijadikan tempat penyimpanan. Padahal limpa adalah organ
kecil yang tak memiliki tempat untuk sebuah gudang. Dalam kasus ini
limpa mengembang supaya ada tempat tersedia untuk sel darah merah
dan trombosit. Limpa yang mengembang disebabkan oleh suatu
penyakit juga memungkinkan memiliki ruang penyimpanan yang lebih
besar.
V.Pembentukan Dan Perkembangan Sistem Imun dan Sel-Sel Darah

Dari Janin Hingga Lansia


a. Usia janin minggu pertama
Kehidupan embrio sel darah premitif yang berinti diproduksi dalam yolk
sac.
b. Usia janin minggu kedua
Pembentukkan terjadi pada pulau-pulau darah di sakus vitelinus/yolk
sac (kantung kuning telur). Pada minggu kedua ini terbentuk eritrosit
premitif (sel yang masih berinti).
c. Usia janin minggu ke-empat
Janin mulai membentuk struktur manusia. Saat ini telah terjadi
pembentukkan otak,sumsum tulang dan tulang belakang serta jantung
dan aorta.
d. Usia janin minggu ke-lima
Pada minggu ke lima terbentuknya 3 lapisan yaitu lapisan
ectoderm,mesoderm, dan endoderm. Hati yang sebagai organ utama
untuk memproduksi sel-sel darah merah terbentuk pada mingguminggu ini yang termasuk dalam lapisan endoderm.
e. Usia janin minggu ke-enam
Pembentukkan terjadi pada hepar dan lien juga pada timus
(pembentukan limfosit). Pada minggu-minggu ini juga terbentuk
eritrosit yang sesungguhnya (sudah tidak berinti) juga terbentuk semi
granulosit dan tromobosit. Selain itu juga limfosit (dari timus).
f. Usia janin minggu ke-lima belas
Pada minggu-minggu ini tulang dan sumsung tulang terus berkembang.
g. Usia janin minggu ke-enam belas
Pembentukkan terjadi pada sumsung tulang karena sudah terjadi proses
osifikasi(pembentukan tulang). Tapi ada juga yang menyebutkan kalau
terjadi di medulolimfatik (di medulla spinalis dan limfonodi). Tapi
limfonodi ini untuk maturasi. Dan pada minggu ke enambelas ini sudah
terbentuk darah lengkap.
h. Pada dasarnya sumsum tulang dari semua tulang memproduksi sel
darah merah sampai seseorang berusia 5 tahun; tetapi sumsum dari
tulang panjang, kecuali proksimal humerus dan tibia, menjadi sangat
berlemak dan tidak memproduksi lagi setelah kurang lebih berusia 20
tahun.
i. Di atas umur 20 tahun, kebanyakan sel darah merah diproduksi dalam
sumsum tulang membranosa, seperti vertebra, sternum, iga dan ilium.
Sehingga bertambahnya usia tulang-tulang ini sumsum menjadi kurang
produktif.
VI.Patologi Pada Sistem Imun dan Hematologi
1. Penyakit Lupus
Penyakit Lupus merupakan penyakit kelebihan kekebalan tubuh.

Penyakit Lupus terjadi akibat produksi antibodi berlebihan, sehingga


tidak berfungsi menyerang virus, kuman atau bakteri yang ada di tubuh,
melainkan justru menyerang sistem kekebalan sel dan jaringan tubuh
sendiri.
2. Anemia Hemolitik dan Anemia Aplastik
Anemia hemolitik autoimun (Autoimmune Hemolytic Anemia, AIHA)
merupakan kelainan darah yang didapat, dimana autoantibodi IgG yang
dibentuk terikat pada membran sel darah merah (SDM). Antibodi ini
umumnya berhadapan langsung dengan komponen dasar dari sistem Rh
dan sebenarnya dapat terlihat pada SDM semua orang.
Pasien ]\mengelu fatig dan keluhan ini dapat terlihat bersama dengan
angina atau gagal jantung kongestif. Pada pemeriksaan fisik, biasanya
dapat ditemukan ikterus dan splenomegali. Sedangkan, Anemia Aplastik
terjadi karena ketidaksanggupan sumsung tulang untuk membentuk selsel darah.
3. Leukemia
Leukemia dikenal sebagai kanker darah merupakan penyakit dalam
klasifikasi kanker (istilah medis: neoplasma) pada darah atau sumsum
tulang yang ditandai oleh perbanyakan secara tak normal atau
transformasi maligna dari sel-sel pembentuk darah di sumsum tulang
dan jaringan limfoid, umumnya terjadi pada leukosit (sel darah putih)
Sel-sel normal di dalam sumsum tulang digantikan oleh sel tak normal
atau abnormal. Sel abnormal ini keluar dari sumsum dan dapat
ditemukan di dalam darah perifer atau darah tepi. Sel leukemia
mempengaruhi hematopoiesis atau proses pembentukan sel darah
normal dan imunitas tubuh penderita./
4. AIDS
Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune
Deficiency Syndrome (disingkat AIDS) adalah sekumpulan gejala dan
infeksi (atau: sindrom) yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan
tubuh manusia akibat infeksi virus HIV atau infeksi virus-virus lain yang
mirip yang menyerang spesies lainnya (SIV, FIV, dan lain-lain). Berbagai
gejala AIDS umumnya tidak akan terjadi pada orang-orang yang
memiliki sistem kekebalan tubuh yang baik. Kebanyakan kondisi
tersebut akibat infeksi oleh bakteri, virus, fungi dan parasit, yang
biasanya dikendalikan oleh unsur-unsur sistem kekebalan tubuh yang
dirusak HIV. Infeksi oportunistik umum didapati pada penderita AIDS.
HIV mempengaruhi hampir semua organ tubuh. Penderita AIDS juga
berisiko lebih besar menderita kanker seperti sarkoma Kaposi, kanker
leher rahim, dan kanker sistem kekebalan yang disebut limfoma.

Daftar Pustaka
http://id.answers.yahoo.com/question/index?
qid=20100106005405AAtHyhr
http://id.wikipedia.org/wiki/Hematologi
http://y4na.blogdetik.com/category/organ-tubuh/
http://perkembanganjanin.blogspot.com/
http://aviramadhani.blogspot.com/2010/03/struktur-histologis-organhematopoiesis.html
http://www.slideshare.net/daninurriyadi/darah
http://my.opera.com/echa2268/blog/2009/01/24/odapus-orangdengan-lupus?cid=30570692&startidx=50#comment30570692
http://www.dateredcross.co.cc/2010/03/anemia.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Leukemia
http://id.wikipedia.org/wiki/AIDS
Diposkan oleh NamiiroMuriindahShariie di 19.42
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke
Facebook

LEUKIMIA

Penyebab Dan Diagnosa Leukimia Atau


Kanker Darah
Leukemia (kanker darah) adalah jenis penyakit kanker yang menyerang sel-sel darah putih yang diproduksi oleh
sumsum tulang (bone marrow). Sumsum tulang atau bone marrow ini dalam tubuh manusia memproduksi tiga
type sel darah diantaranya sel darah putih (berfungsi sebagai daya tahan tubuh melawan infeksi), sel darah
merah (berfungsi membawa oxygen kedalam tubuh) dan platelet (bagian kecil sel darah yang membantu proses
pembekuan darah).
Leukemia umumnya muncul pada diri seseorang sejak dimasa kecilnya, Sumsum tulang tanpa diketahui dengan
jelas penyebabnya telah memproduksi sel darah putih yang berkembang tidak normal atau abnormal.
Normalnya, sel darah putih me-reproduksi ulang bila tubuh memerlukannya atau ada tempat bagi sel darah itu
sendiri. Tubuh manusia akan memberikan tanda/signal secara teratur kapankah sel darah diharapkan bereproduksi kembali.
Pada kasus Leukemia (kanker darah), sel darah putih tidak merespon kepada tanda/signal yang diberikan.
Akhirnya produksi yang berlebihan tidak terkontrol (abnormal) akan keluar dari sumsum tulang dan dapat
ditemukan di dalam darah perifer atau darah tepi. Jumlah sel darah putih yang abnormal ini bila berlebihan dapat
mengganggu fungsi normal sel lainnya, Seseorang dengan kondisi seperti ini (Leukemia) akan menunjukkan
beberapa gejala seperti; mudah terkena penyakit infeksi, anemia dan perdarahan.
Penyakit Leukemia Akut dan Kronis Leukemia akut ditandai dengan suatu perjalanan penyakit yang sangat
cepat, mematikan, dan memburuk. Apabila hal ini tidak segera diobati, maka dapat menyebabkan kematian
dalam hitungan minggu hingga hari. Sedangkan leukemia kronis memiliki perjalanan penyakit yang tidak begitu
cepat sehingga memiliki harapan hidup yang lebih lama, hingga lebih dari 1 tahun.
Leukemia diklasifikasikan berdasarkan jenis sel. Ketika pada pemeriksaan diketahui bahwa leukemia
mempengaruhi limfosit atau sel limfoid, maka disebut leukemia limfositik. Sedangkan leukemia yang
mempengaruhi sel mieloid seperti neutrofil, basofil, dan eosinofil, disebut leukemia mielositik.
Dari klasifikasi ini, maka Leukemia dibagi menjadi (4) empat type sebutan ;
Leukemia limfositik akut (LLA). Merupakan tipe leukemia paling sering terjadi pada anak-anak. Penyakit ini juga
terdapat pada dewasa yang terutama telah berumur 65 tahun atau lebih.

Leukemia mielositik akut (LMA). Ini lebih sering terjadi pada dewasa daripada anak-anak. Tipe ini dahulunya
disebut leukemia nonlimfositik akut.
Leukemia limfositik kronis (LLK). Hal ini sering diderita oleh orang dewasa yang berumur lebih dari 55 tahun.
Kadang-kadang juga diderita oleh dewasa muda, dan hampir tidak ada pada anak-anak.
Leukemia mielositik kronis (LMK) sering terjadi pada orang dewasa. Dapat juga terjadi pada anak-anak, namun
sangat sedikit.
Penyebab Penyakit Leukemia

leukimia

Sampai saat ini penyebab penyakit leukemia belum diketahui secara pasti, akan tetapi ada beberapa faktor yang
diduga mempengaruhi frekuensi terjadinya leukemia.
Radiasi
Hal ini ditunjang dengan beberapa laporan dari beberapa riset yang menangani kasus Leukemia bahwa Para
pegawai radiologi lebih sering menderita leukemia, Penerita dengan radioterapi lebih sering menderita leukemia,
Leukemia ditemukan pada korban hidup kejadian bom atom Hiroshima dan Nagasaki, Jepang.
Leukemogenik
Beberapa zat kimia dilaporkan telah diidentifikasi dapat mempengaruhi frekuensi leukemia, misalnya racun
lingkungan seperti benzena, bahan kimia inustri seperti insektisida, obat-obatan yang digunakan untuk
kemoterapi.
Herediter
Penderita Down Syndrom memiliki insidensi leukemia akut 20 kali lebih besar dari orang normal.
Virus
Beberapa jenis virus dapat menyebabkan leukemia, seperti retrovirus, virus leukemia feline, HTLV-1 pada
dewasa.
Diagnosa Penyakit Leukemia (Kanker Darah)

Penyakit Leukemia dapat dipastikan dengan beberapa pemeriksaan, diantaranya adalah ;


-Biopsy
-Pemeriksaan darah {complete blood count (CBC)}
-CT or CAT scan
-magnetic resonance imaging (MRI)
-X-ray
-Ultrasound
-Spinal tap/lumbar puncture.
Penanganan dan Pengobatan Leukemia
Penanganan kasus penyakit Leukemia biasanya dimulai dari gejala yang muncul, seperti anemia, perdarahan
dan infeksi. Secara garis besar penanganan dan pengobatan Leukemia bisa dilakukan dengan cara single
ataupun gabungan dari beberapa metode dibawah ini :
-Chemotherapy/intrathecal medications

-Therapy Radiasi. Metode ini sangat jarang sekali digunakan3. Transplantasi bone marrow (sumsum tulang)

-Pemberian obat-obatan tablet dan suntik

-Transfusi sel darah merah atau platelet.


Sistem Therapi yang sering digunakan dalam menangani penderita leukemia adalah kombinasi antara
Chemotherapy (kemoterapi) dan pemberian obat-obatan yang berfokus pada pemberhentian produksi sel darah
putih yang abnormal dalam bone marrow. Selanjutnya adalah penanganan terhadap beberapa gejala dan tanda
yang telah ditampakkan oleh tubuh penderita dengan monitor yang komprehensive.

yang dicari :

aspekyangmempengaruhidalamleukemia
diagnosa leukimia

diagnosa leukimia akut anaak

harapan hidup orang terkena encephalitis

jenis jenis leukimia

jenis-jenis leukemia

kerusakan organ yg disebabkan encephalophaty

leukemia asam folat

pengertia lla

Yang terkait:
1.
2.

Gejala Leukimia Atau Kanker Darah


Penyebab Dan Gejala Melanoma Okular Atau Kanker Melanin

3.

Gejala Kanker Leher Rahim Atau Kanker Serviks

4.

Gejala Dan Penyebab Kanker Pita Suara Atau Laringitis

5.

Penyebab Hematuria Atau Darah Dalam Urine

6.

Pencegahan Kanker Leher Rahim Atau Kanker Serviks

7.

Penyebab Dan Diagnosa Hematuria Atau Kencing Darah

8.

Gejala Dan Penyebab Kanker Usus Besar atau Kanker Kolon

9.

Faktor Penyebab Penyakit Darah Tinggi atau Hipertensi

10. Penyebab Dan Gejala Kanker Hati


11. Penyebab Dan Gejala Kanker Anal Atau Anus
12. Gejala Penyakit Hipertensi Atau Darah Tinggi
13. Penyebab dan Gejala Kanker Testis
14. Penyebab, Gejala Dan Pencegahan Kanker Hidung atau Nasofaring
15. Gejala Dan Penyebab Kanker Otak
16. Penyebab Kanker Payudara
17. Penyebab Dan Gejala Kanker Kelenjar Getah Bening
18. Penyebab Dan Gejala Kanker Pankreas
19. Gejala Dan Penyebab Kanker Kandung Kemih
20. Tips Pencegahan Penyakit Darah Tinggi Atau Hipertensi
Tagged with: aspekyangmempengaruhidalamleukemia biopsy darah tepi diagnosa leukimia diagnosa
leukimia akut anaak Diagnosa Leukimia Atau Kanker Darah eosinofil g harapan hidup orang terkena
encephalitis harga s lutena harga slutena harga super lutein harga superlutein herbal
terbaik herediter http://www.klinikherbaldunia.com/penyebab-leukimia-atau-kanker-darah/ jakarta jenis jenis
leukimia jenis leukimia jenis-jenis leukemia kanker kanker darah kerusakan organ yg disebabkan
encephalophaty leukemia asam folat leukimia obat herbal pengertia lla pengobatan
herbal Penyebab penyebab kanker darah penyebab leukimia radiasi s lutena murah s lutena
termurah sel darah putih slutena murah slutena termurah super lutein super lutein mur ah super lutein
termurah superlutein superlutein murah superlutein
termurah tangerang terapi virus www.klinikherbaldunia.com

Sistem Imun Dan Hematologi


1.pengertian
Hematologi adalah cabang ilmu kesehatan yang
mempelajari darah, organ pembentuk darah danpenyakitnya.
Asal katanya dari bahasa Yunani haima artinya darah .

Darah manusia adalah cairan jaringan tubuh. Fungsi


utamanya adalah mengangkut oksigen yang diperlukan oleh
sel-sel di seluruh tubuh. Darah juga menyuplai jaringan tubuh
dengan nutrisi, mengangkut zat-zat sisa metabolisme, dan
mengandung berbagai bahan penyusun sistem imun yang
bertujuan mempertahankan tubuh dari berbagai penyakit.
Hormon-hormon dari sistemendokrin juga diedarkan melalui
darah.

-Sistem Imun (bhs Inggris : Immune system) ad/ sistem


pertahanan manusia sebagai perlindunganterhadap infeksi dari
makromolekul asing/serangan organisme termasuk virus,
bakteri, protozoa dan parasit.
-Sistem Imun juga berperan dalam perlawanan terhadap
protein tubuh dan molekul lain spt yang terjadi pada
autoimunitas dan melawan sel yg teraberasi menjadi tumor.
-Sistem Kekebalan/imun ad/ sistem perlindungan pengaruh
luar biologis yang dilakukan oleh sel dan organ khusus pada
suatu organisme.
-Jika sistem kekebalan bekerja dengan benar, sistem ini akan
melindungi tubuh terhadap infeksi bakteri dan virus serta
menghancurkan sel kanker dan zat asing dalam tubuh.
2.Fungsi Sistem Imun
a. Getah bening : berbentuk kacang kecil terbaring di
sepanjang perjalanan limpatik, terkumpul dalam situs tertentu
spt leher, axillae, selangkangan.
b. Sumsum : semua sel sistem kekebalan tubuh berasal dari
sel-sel induk dalam sumsum tulang. Sumsum tulang ad/ tempat
asal sel darah merah, sel darah putih (limfosit dan makrofag)
dan platelet.
c. Timus : dalam kelenjar timus sel-sel limfoid mengalami
proses pematangan sebelum lepas ke dalam sirkulasi. Proses ini
memungkinkan sel T untuk mengembangkan atribut penting yg
dikenal sebagai toleransi diri.
d. Mukosa jaringan limfoid terkait : di samping jaringan limfoid
berkonsentrasi dalam kelenjar getah bening dan limpa, jar
limfoid juga ditemukan di temmpat lain spt saluran cerna, sal
pernafasan dan sal urogenital.

3.Mekanisme Pertahanan non Spesifik

Dilihat dari caranya diperoleh, mekanisme pertahanan


non spesifik disebut juga respons imun alamiah. Yang
merupakan mekanisme pertahanan non spesifik tubuhkita
adalah kulit dengan kelenjarnya, lapisan mukosa dengan
enzimnya, serta kelenjar lain dengan enzimnya seperti kelenjar
air mata
Demikian pula sel fagosit (sel makrofag,
monosit,polimorfonuklear) dan komplemen merupakan
komponen mekanisme pertahanan non spesifik.

Mekanisme Pertahanan Spesifik.. ..

Bila pertahanan non spesifik belum dapat


mengatasiinvasi mikroorganisme maka imunitas
spesifik akanterangsang. Mekanisme pertahanan spesifik
adalahmekanisme pertahanan yang diperankan oleh sellimfosit,
dengan atau tanpa bantuan komponen sistemimun lainnya
seperti sel makrofag dan komplemen.Dilihat dari caranya
diperoleh maka mekanismepertahanan spesifik disebut juga
respons imun didapat.
Mekanisme Pertahanan Spesifik (Imunitas Humoral dan
Selular )

Imunitas humoral adalah imunitas yang diperankan oleh


sel limfosit B dengan atautanpa bantuan sel imunokompeten
lainnya.Tugas sel B akan dilaksanakan olehimunoglobulin yang
disekresi oleh selplasma. Terdapat lima kelas
imunoglobulinyang kita kenal, yaitu IgM, IgG, IgA, IgD, danIgE.
Imunitas selular didefinisikan sebagai suaturespons imun
terhadap antigen yangdiperankan oleh limfosit T dengan
atau tanpabantuan komponen sistem imun lainnya.

4. Pembagian Immunglobulin

Antibodi A (bahasa Inggris:I mmunoglobulin A,I gA) adalah


antibodi yang memainkan peran penting dalam imunitas
mukosis (en:mucosal immune). IgA banyak ditemukan pada
bagian sekresi tubuh (liur, mukus, air mata, kolostrum dan susu
) sebagai sIgA (en:secretory IgA) dalam perlindungan
permukaan organ tubuh yang terpapar dengan mencegah
penempelan bakteri dan virus ke membran mukosa. Kontribusi
fragmen konstan sIgA dengan ikatan komponen
mukusmemungkinkan pengikatan mikroba.

Antibodi D (bahasa Inggris : Immunoglobulin D, IgD) adalah


sebuah monomer dengan fragmen yang dapat mengikat
2epitop. IgD ditemukan pada permukaan pencerap sel bersama
dengan IgM atau sIga, tempat IgD dapatmengendalikan aktivasi
dan supresi sel B. IgD berperan dalam mengendalikan
produksi autoantibodi sel B. Rasio serum IgD hanya sekitar
0,2%.
Antibodi E (bahasa Inggris: antibody E, immunoglobulin
E,IgE ) adalah jenis antibodi yang hanya dapat ditemukan pada
mamalia. IgE memiliki peran yang besar pada alergi terutama
pada hipersensitivitas tipe 1. IgE juga tersirat dalam sistem
kekebalan yang merespon cacing parasit
(helminth)seperti Schistosoma mansoni, Trichinella
spiralis, dan Fasciola hepatica, serta terhadap parasit protozoa
tertentu seperti Plasmodium falciparum, dan artropoda.

Antibodi G (bahasa Inggris:Immunoglobulin G,IgG) adalah


antibodi monomeris yang terbentuk dari dua rantai berat dan
rantai ringan, yang saling mengikat dengan ikatan disulfida dan
mempunyai dua fragmen antigen-binding. Populasi IgG paling
tinggi dalam tubuh dan terdistribusi cukup merata di dalam
darah dan cairan tubuh dengan rasio serum sekitar 75% pada
manusia dan waktu paruh 7 hingga 23 hari bergantung pada
sub-tipe.
Antibodi M (bahasa Inggris: Immunoglobulin M, IgM,
macroglobulin) adalah antibodi dasar yang berada pada plasma
B. Dengan rasio serum 13%, IgM merupakan antibodi dengan
ukuran paling besar, berbentuk pentameris 10 area epitop
pengikat, dan teredar segera setelah tubuh terpapar antigen
sebagai respon imunitas awal (en:primarimmuneresponse)pada
rentang waktu paruh sekitar 5 hari. Bentu kmonomeris dari IgM
dapat ditemukan pada permukaan limfosit-B dan reseptor sel-B.
IgM adalah antibodi pertama yang tercetus pada 20 minggu
pertama masa janin kehidupan seorang manusia dan
berkembang secara fitogenetik (en:phylogenetic). Fragmen
konstan IgM adalah bagian yang menggerakkan
lintasan komplemen klasik.

Anafilaksis.

Anafilaksis merupakan suatu reaksi alergi berat yang terjadi tiba-tiba dan dapat menyebabkan
kematian.[1] Anafilaksis biasanya ditunjukkan oleh beberapa gejala termasuk di antaranya ruam gatal,
pembengkakan tenggorokan, dan tekanan darah rendah. Reaksi ini umumnya disebabkan oleh
gigitan serangga, makanan, dan obat.
Anafilaksis terjadi karena adanya pelepasan protein dari jenis sel darah putih tertentu. Protein ini
merupakan senyawa yang dapat memicu reaksi alergi atau menyebabkan reaksi lebih berat.
Pelepasan protein ini dapat disebabkan oleh reaksi sistem imun ataupun oleh sebab lain yang tidak
berkaitan dengan sistem imun. Anafilaksis didiagnosis berdasarkan gejala dan tanda pada seseorang.
Tata laksana awal adalah suntikan epinefrin yang kadang dikombinasikan dengan obat lain.
Di seluruh dunia sekitar 0,052% orang mengalami anafilaksis pada suatu saat dalam kehidupannya.
Angka ini tampaknya terus meningkat. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani ana, lawan, and
phylaxis, pertahanan.
Daftar isi
[sembunyikan]

1 Gejala dan tanda

1.1 Kulit

1.2 Saluran napas

1.3 Jantung

1.4 Lain-lain

2 Penyebab

2.1 Makanan

2.2 Obat

2.3 Bisa

2.4 Faktor risiko

3 Mekanisme

3.1 Imunologi

3.2 Non-imunologi

4 Diagnosis

4.1 Klasifikasi

4.2 Tes Alergi

4.3 Diagnosis Banding

5 Pencegahan

6 Tata laksana

6.1 Epinefrin

6.2 Tata laksana tambahan

6.3 Persiapan

7 Harapan

8 Peluang Kejadian

9 Sejarah

10 Penelitian

11 Referensi

Gejala dan tanda[sunting]

Gejala dan tanda anafilaksis.

Anafilaksis biasanya memberikan berbagai gejala yang berbeda dalam hitungan menit atau jam. [2]
[3]
Gejala akan muncul rata-rata dalam waktu 5 sampai 30 menit bila penyebabnya suatu zat yang
masuk ke dalam aliran darah secara langsung (intravena). Rata-rata 2 jam jika penyebabnya adalah
makanan yang dikonsumsi orang tersebut.[4] Daerah yang umumnya terkena efek adalah: kulit (80
90%), paru-paru dan saluran napas (70%), saluran cerna (3045%), jantung dan pembuluh darah
(1045%), dan sistem saraf pusat (1015%).[3] Biasanya dua sistem atau lebih ikut terlibat.[5]

Kulit[sunting]

Kaligata dan kemerahan pada punggung seorang yang terkena anafilaksis

Gejala khas termasuk adanya tonjolan di kulit (kaligata), gatal-gatal, wajah dan kulit kemerahan
(flushing), atau bibir yang membengkak.[6] Bila mengalami pembengkakan di bawah kulit
(angioedema), mereka tidak merasa gatal tetapi kulitnya terasa seperti terbakar.
<refname=Rosen2010/> Pembengkakan lidah atau tenggorokan dapat terjadi pada hampir 20%
kasus.[7] Gejala lain adalah hidung berair dan pembengkakan membran mukosa pada mata dan
kelopak mata (konjungtiva).[8] Kulit mungkin juga kebiruan (sianosis) akibat kekurangan oksigen. [8]

Saluran napas[sunting]
Gejala saluran napas termasuk napas pendek, sulit bernapas dengan napas berbunyi bernada tinggi
(mengi), atau bernapas dengan napas berbunyi bernada rendah (stridor). [6] Mengi biasanya
disebabkan oleh spasme pada otot saluran napas bawah (otot bronkus). [9] Stridor disebabkan oleh
pembengkakan di bagian atas, yang menyempitkan saluran napas. [8] Suara serak, nyeri saat
menelan, atau batuk juga dapat terjadi.[4]

Jantung[sunting]
Pembuluh darah jantung dapat berkontraksi secara tiba-tiba (spasme arteri koroner) karena adanya
pelepasan histamin oleh sel tertentu di jantung. [9] Keadaan ini mengganggu aliran darah ke jantung,
dan dapat menyebabkan kematian sel jantung (infark miokardium), atau jantung berdetak terlalu
lambat atau terlalu cepat (distrimia jantung), atau bahkan jantung dapat berhenti berdetak sama
sekali (henti jantung).[3][5] Seseorang dengan riwayat penyakit jantung sebelumnya memiliki risiko lebih
besar mengalami efek anafilaksis terhadap jantungnya. [9] Meskipun lebih sering terjadi detak jantung
cepat akibat tekanan darah rendah,[8] 10% orang yang mengalami anafilaksis dapat memiliki detak
jantung yang lambat (bradikardia) akibat tekanan darah rendah. (Kombinasi antara detak jantung
lambat dan tekanan darah rendah dikenal sebagai refleks BezoldJarisch). [10] Penderita dapat
merasakan pening atau bahkan kehilangan kesadaran karena turunnya tekanan darah. Turunnya
tekanan darah ini dapat disebabkan oleh melebarnya pembuluh darah (syok distributif) atau karena
kegagalan ventrikel jantung (syok kardiogenik). [9] Pada kasus yang jarang, tekanan darah yang
sangat rendah dapat merupakan satu-satunya tanda anafilaksis. [7]

Lain-lain[sunting]
Gejala pada perut dan usus dapat berupa nyeri kejang abdomen, diare, dan muntah-muntah.
[6]
Penderita mungkin mengalami kebingungan (confusion), tidak dapat mengontrol berkemih, dan
dapat juga merasa nyeri di panggul yang terasa seperti mengalami kontraksi rahim. [6][8] Melebarnya
pembuluh darah di otak dapat menyebabkan sakit kepala. [4] Penderita dapat juga cemas atau merasa
seperti akan mati.[5]

Penyebab[sunting]
Anafilaksis dapat disebabkan oleh respons tubuh terhadap hampir semua senyawa asing. [11] Pemicu
yang sering antara lain bisa dari gigitan atau sengatan serangga, makanan, dan obat-obatan. [10]
[12]
Makanan merupakan pemicu tersering pada anak dan dewasa muda. Obat-obatan dan gigitan
atau sengatan serangga merupakan pemicu yang sering ditemukan pada orang dewasa yang lebih
tua.[5] Penyebab yang lebih jarang di antaranya adalah faktor fisik, senyawa biologi (misalnya air
mani), lateks, perubahan hormonal, bahan tambahan makanan (misalnya monosodium glutamat dan
pewarna makanan), dan obat-obatan yang dioleskan pada kulit (pengobatan topikal). [8] Olahraga atau
suhu (panas atau dingin) dapat juga memicu anafilaksis dengan membuat sel tertentu (yang dikenal
sebagai sel mast) melepaskan senyawa kimia yang memulai reaksi alergi. [5][13] Anafilaksis karena
berolahraga biasanya juga berkaitan dengan asupan makanan tertentu. [4]Bila anafilaksis timbul saat
seseorang sedang dianestesi (dibius), penyebab tersering adalah obat-obatan tertentu yang ditujukan
untuk memberikan efek melumpuhkan (obat penghambat saraf otot), antibiotik, dan lateks. [14] Pada
32-50% kasus, penyebabnya tidak diketahui (anafilaksis idiopatik). [15]

Makanan[sunting]
Banyak makanan dapat memicu anafilaksis, bahkan saat makanan tersebut dikonsumsi untuk
pertama kali.[10] Pada kultur Barat, penyebab tersering adalah memakan atau berkontak dengan
kacang-kacangan, gandum, kacang-kacangan dari pohon, kerang, ikan, susu, dan telur.[3][5] Di Timur
Tengah, wijen merupakan makanan pencetus yang sering. Di Asia, nasi dan kacang Arab sering
menyebabkan anafilaksis.[5] Kasus yang berat biasanya disebabkan karena mengonsumsi makanan
tersebut,[10] tetapi beberapa orang mengalami reaksi yang hebat saat makanan pemicu bersentuhan
dengan bagian tubuh. Dengan bertambahnya usia, alergi dapat mengalami perbaikan. Pada usia 16
tahun, 80% anak dengan anafilaksis terhadap susu atau telur dan 20% dengan kasus tunggal
anafilaksis terhadap kacang dapat mengonsumsi makanan tersebut tanpa masalah. [11]

Obat[sunting]
Setiap obat dapat menyebabkan anafilaksis. Yang paling umum adalah antibiotik -lactam (seperti
penisilin) diikuti oleh aspirin dan OAINS (Obat Antiinflamasi Non Steroid/NSAID). [3][16] Bila seseorang
alergi terhadap salah satu jenis OAINS, biasanya ia masih dapat menggunakan jenis lainnya tanpa
memicu anafilaksis.[16] Penyebab lain anafilaksis yang sering ditemukan di antaranya adalah
kemoterapi, vaksin, protamin (terdapat pada sperma), dan obat-obatan herbal. [5][16] Sejumlah obat
termasuk vankomisin, morfin, dan obat yang digunakan untuk memperjelas foto sinarx (agen
radiokontras), menyebabkan anafilaksis karena merusak sel tertentu pada jaringan, yang
merangsang terjadinya pelepasan histamin (degranulasi sel mast). [10]
Frekuensi reaksi terhadap obat sebagian tergantung pada seberapa sering obat diberikan dan
sebagian lagi tergantung pada cara kerja obat di dalam tubuh. [17] Anafilaksis terhadap penisilin atau
sefalosporin hanya terjadi setelah mereka berikatan dengan protein di dalam tubuh, dan beberapa
berikatan lebih mudah dibandingkan dengan yang lainnya. [4] Anafilaksis terhadap penisilin muncul
pada satu di antara 2.000 hingga 10.000 orang yang mendapat pengobatan. Kematian terjadi pada
kurang dari satu dalam setiap 50.000 orang yang mendapat pengobatan. [4] Anafilaksis terhadap
aspirin dan OAINS muncul pada kurang lebih satu di antara 50.000 orang. [4] Bila seseorang
mengalami reaksi terhadap penisilin, risiko reaksinya terhadap sefalosporin akan lebih besar, tetapi
reaksi ini masih lebih kecil dari 1 dalam 1.000. [4] Obat yang dahulu digunakan untuk memperjelas foto
sinar-x (agen radiokontras) menyebabkan reaksi pada 1% dari seluruh kasus. Obat yang lebih baru
dengan agen radiokontras berosmolaritas rendah menimbulkan reaksi pada 0,04% kasus. [17]

Bisa[sunting]

Bisa dari sengatan atau gigitan serangga seperti lebah dan tawon (Hymenoptera) atau serangga
penghisap darah (Triatominae) dapat menyebabkan anafilaksis. [3][18] Bila seseorang mengalami reaksi
terhadap bisa sebelumnya, dan reaksinya meluas ke sekitar tempat sengatan, mereka mempunyai
risiko anafilaksis lebih besar di masa yang akan datang.[19][20] Namun demikian, sebagian dari
penderita yang meninggal karena anafilakasis tidak menunjukkan adanya reaksi yang luas (sistemik)
sebelumnya.[21]

Faktor risiko[sunting]
Seseorang dengan penyakit atopi seperti asma, eksim, atau rinitis alergi mempunyai risiko tinggi
anafilaksis yang disebabkan oleh makanan, lateks, dan agen radiokontras. Mereka ini tidak
mempunyai risiko yang lebih besar terhadap obat injeksi ataupun sengatan. [5][10] Suatu studi pada
anak dengan anafilaksis menemukan bahwa 60% memiliki riwayat penyakit atopi sebelumnya. Lebih
dari 90% dari anak yang meninggal karena anafilaksis menderita asma. [10] Orang dengan kelainan
yang disebabkan oleh jumlah sel mast yang terlalu banyak pada jaringannya (mastositosis) atau
orang dengan status sosioekonomi yang lebih tinggi, memiliki risiko yang lebih besar.[5][10] Semakin
lama waktu sejak terakhir kali terpapar pada agen penyebab anafilaksis, maka semakin rendah risiko
terjadi reaksi yang baru.[4]

Mekanisme[sunting]
Anafilaksis adalah suatu reaksi alergi berat yang terjadi dengan tiba-tiba dan memengaruhi banyak
sistem tubuh.[1][22] Hal ini disebabkan oleh pelepasan mediator inflamasi dan sitokinesis dari sel mast
dan basofil. Pelepasan ini biasanya merupakan suatu reaksi sistem imun, tetapi dapat juga
disebabkan kerusakan pada sel-sel ini yang tidak berkaitan dengan reaksi imun. [22]

Imunologi[sunting]
Ketika anafilaksis tidak disebabkan oleh respons imun, imunoglobulin E(IgE) berikatan dengan materi
asing yang menyebabkan reaksi alergi (antigen). Kombinasi antara IgE yang berikatan dengan
antigen mengaktifkan reseptor FcRI pada sel mast dan basofil. Sel mast dan basofil bereaksi dengan
melepaskan mediator inflamasi seperti histamin. Mediator ini meningkatkan kontraksi otot polos
bronkus, menyebabkan pelebaran pembuluh darah (vasodilatasi), meningkatkan kebocoran cairan
dari dinding pembuluh darah, dan menekan kerja otot jantung. [4][22]Diketahui pula suatu mekanisme
imunologi yang tidak bergantung pada IgE, tetapi belum diketahui apakah hal ini terjadi pada
manusia.[22]

Non-imunologi[sunting]
Ketika anafilkasis tidak disebabkan oleh respons imun, reaksi ini disebabkan oleh adanya faktor yang
secara langsung merusak sel mast dan basofil, sehingga keduanya melepaskan histamin dan
senyawa lain yang biasanya berkaitan dengan reaksi alergi (degranulasi). Faktor yang dapat merusak
sel ini di antaranya zat kontras untuk sinar-x, opioid, suhu (panas atau dingin), dan getaran. [13][22]

Diagnosis[sunting]
Anafilaksis didiagnosis berdasarkan gejala klinis.[5] Bila muncul salah satu dari tiga gejala di bawah ini
dalam waktu beberapa menit/jam setelah seseorang terpapar suatu alergen, kemungkinan besar
orang tersebut mengalami anafilaksis:[5]
1. Gejala pada kulit atau jaringan mukosa bersamaan dengan sesak napas atau tekanan darah
rendah
2. Terjadinya dua atau lebih gejala berikut ini:-

a. Gejala pada kulit atau mukosa


b. Sesak napas
c. Tekanan darah rendah
d. Gejala saluran cerna
3. Tekanan darah rendah setelah terpapar alergen tersebut
Bila seseorang memberikan reaksi berat setelah tersengat serangga atau minum obat tertentu,
pemeriksaan darah untuk menguji kadar tryptase atau histamin (yang dilepaskan oleh sel mast) akan
sangat membantu dalam mendiagnosis anafilaksis. Namun, pemeriksaan ini tidak akan bermanfaat
apabila penyebabnya adalah makanan atau bila tekanan darah tetap normal, [5] dan pemeriksaan
tersebut tidak dapat menyingkirkan diagnosis anafilaksis.[11]

Klasifikasi[sunting]
Ada tiga klasifikasi utama anafilaksis. Syok anafilaktik terjadi ketika pembuluh darah di hampir seluruh
bagian tubuh melebar (vasodilasi sistemik), sehingga menyebabkan tekanan darah rendah sampai
sedikitnya 30% di bawah tekanan darah normal orang tersebut atau 30% di bawah standar normal
tekanan darah.[7] Diagnosis anafilaksis bifasik ditegakkan ketika gejala di atas muncul kembali dalam
waktu 172 jam kemudian meskipun tidak ada kontak baru antara pasien dengan alergen yang
menyebabkan reaksi pertama.[5] Beberapa studi menyatakan bahwa kasus anafilaksis bifasik
mencakup sampai dengan 20% kasus.[23] Biasanya gejala-gejala tersebut muncul kembali dalam
waktu 8 jam.[10] Reaksi kedua tersebut diatasi dengan cara yang sama dengan anafilaksis awal.
[3]
Pseudoanafilaksis atau reaksi anafilaktoid adalah nama lama anafilaksis yang bukan disebabkan
oleh reaksi alergi, melainkan oleh cedera langsung pada sel mast (degranulasi sel mast). [10][24] Nama
yang sekarang digunakan oleh Badan Alergi Dunia/World Allergy Organization adalah anafilaksis
non-imun [24] . Beberapa orang menyarankan agar istilah lama tersebut tidak digunakan lagi. [10]

Tes Alergi[sunting]

Tes alergi kulit yang dilakukan pada lengan sebelah kanan

Tes alergi dapat membantu memastikan apa penyebab anafilaksis pada seseorang. Tes alergi kulit
(misalnya tes tempel) sudah tersedia untuk beberapa jenis makanan dan bisa binatang.
[11]
Pemeriksaan darah untuk antibodi spesifik dapat bermanfaat dalam memastikan alergi susu, telur,
kacang, kacang-kacangan pohon, dan ikan.[11] Tes kulit bisa digunakan untuk mengetahui alergi
penisilin, tapi tidak terdapat tes kulit untuk jenis obat lainnya. [11] Jenis anafilaksis non-imun hanya
dapat didiagnosis dengan cara memeriksa riwayat kesehatan orang yang bersangkutan atau dengan

cara memaparkan orang tersebut terhadap bahan alergen yang pernah menyebabkan reaksi di masa
lalu. Tidak ada pemeriksaan darah maupun tes kulit untuk anafilaksis non-imun. [24]

Diagnosis Banding[sunting]
Kadangkala sulit untuk membedakan anafilaksis dengan asma, pingsan akibat kekurangan oksigen
(sinkop), dan serangan panik.[5] Penderita asma biasanya tidak menunjukkan gejala gatal atau gejala
saluran cerna. Ketika seseorang pingsan, kulitnya pucat dan tidak beruam. Seseorang yang
mengalami serangan panik mungkin kulitnya kemerahan tapi tidak berbentol merah dan gatal.
[5]
Kondisi lain yang juga menunjukkan gejala serupa adalah keracunan makanan yang berasal dari
ikan busuk (scombroidosis) dan infeksi akibat parasit tertentu (anisakiasis). [10]

Pencegahan[sunting]
Cara yang dianjurkan untuk mencegah anafilaksis adalah menghindari segala sesuatu yang
sebelumnya pernah menyebabkan reaksi. Bila sulit, ada beberapa obat yang mungkin bisa mencegah
tubuh bereaksi terhadap alergen tertentu (desensitisasi). Pengobatan sistem imun (imunoterapi)
dengan bisa Hymenoptera efektif menurunkan sensitivitas (desensitisasi) hingga 8090% pada orang
dewasa dan 98% pada anak terhadap alergi lebah, tawon, tabuhan, tawon yellowjacket, dan semut
api. Imunoterapi oral sebenarnya cukup efektif untuk desensitisasi pasien terhadap makanan tertentu
seperti susu, telur, kacang-kacangan dan kacang; namun cara ini seringkali menyebabkan efek
samping yang tidak baik. Desensitisasi juga mungkin dilakukan untuk berbagai macam obat, namun
sebagian besar pasien sebaiknya cukup menghindari menggunakan obat yang menyebabkan
masalah tersebut. Bagi mereka yang alergi terhadap lateks, sangat penting menghindari makanan
yang mengandung bahan-bahan yang menyerupai bahan penyebab reaksi imun (makanan yang
dapat bereaksi silang), antara lain alpukat, pisang, dan kentang, selain makanan lainnya. [5]

Tata laksana[sunting]
Anafilaksis adalah kondisi darurat medis yang memerlukan tindakan penyelamatan jiwa seperti
penanganan jalan napas, pemberian oksigen, cairan infus intravena dengan volume besar, serta
pengawasan ketat.[3] Epinefrin adalah obat pilihan. Antihistamin dan steroid seringkali digunakan
bersama dengan epinefrin.[5] Bila pasien sudah kembali normal, ia harus tetap dipantau di rumah sakit
selama 2 sampai 24 jam untuk memastikan bahwa gejala tidak muncul kembali, seperti yang terjadi
pada anafilaksis bifasik.[10][23][25][4]

Epinefrin[sunting]

Versi lama auto-injektor Epipen

Epinefrin (adrenalin) adalah obat pilihan pada anafilaksis. Tidak ada alasan untuk tidak menggunakan
obat ini (tidak ada kontraindikasi mutlak).[3] Cara penggunaan yang dianjurkan yaitu injeksi larutan
epinefrin ke otot di pertengahan paha sisi anterolateral segera setelah dicurigai terjadi reaksi
anafilaksis.[5] Penyuntikan dapat diulang setiap 5 sampai 15 menit bila orang yang bersangkutan tidak
memberikan respons yang baik terhadap obat tersebut. [5] Dosis kedua biasanya diperlukan pada 16
hingga 35% kasus.[10] Jarang diperlukan pemberian lebih dari dua dosis.[5] Penyuntikan ke dalam
lapisan otot (injeksi intramuskular) lebih banyak dilakukan ketimbang suntikan ke bawah lapisan kulit

(injeksi subkutan), karena penyerapan obat akan terlalu lama. [26] Gangguan kecil akibat epinefrin
antara lain gemetar, kecemasan, sakit kepala, dan berdebar-debar.[5]
Epinefrin mungkin tidak akan bekerja pada orang yang minum obat penghambat reseptor beta.
[10]
Dalam kondisi demikian, bila epinefrin tidak bekerja efektif, maka suntikan intravena glukagon bisa
diberikan. Glukagon memiliki mekanisme aksi yang tidak melibatkan reseptor beta. [10]
Bila perlu, epinefrin juga dapat disuntikkan melalui pembuluh vena (injeksi intravena) dengan larutan
pengencer. Meski demikian, suntikan intravena eprinefrin sering dikaitkan dengan timbulnya irama
detak jantung yang tidak teratur (disritmia) dan serangan jantung (infark miokard). [27] Autoinjektor
epinefrin yang bisa digunakan oleh orang dengan anafilaksis untuk menyuntik ke dalam otot sendiri,
biasanya tersedia dalam dua dosis, satu untuk dewasa atau anak dengan berat badan lebih dari
25 kg dan satu lagi untuk anak dengan berat badan 10 sampai 25 kg.[28]

Tata laksana tambahan[sunting]


Antihistamin umumnya digunakan di samping epinefrin. Secara teori, antihistamin diduga lebih efektif
namun sangat sedikit bukti yang menunjukkan bahwa antihistamin efektif dalam terapi anafilaksis.
Kajian Cochrane pada tahun 2007 tidak menemukan adanya penelitian berkualitas baik yang dapat
digunakan sebagai rujukan untuk merekomendasi obat tersebut. [29] Antihistamin diyakini tidak
membantu dalam mengatasi penumpukan cairan atau spasme/kram otot saluran napas.
[10]
Kortikosteroid kemungkinan tidak akan berpengaruh apa-apa bila orang yang bersangkutan
sedang mengalami anafilaksis. Kortikosteroid dapat digunakan dengan harapan untuk menurunkan
risiko anafilaksis bifasik, namun tidak jelas efektivitasnya dalam mencegah reaksi anafilaksis
berikutnya.[23] Salbutamol yang diberikan melalui terapi inhalasi (nebulizer) mungkin efektif apabila
epinefrin tidak berhasil menghilangkan gejala bronkospasme. [10] Metilen biru juga sudah digunakan
pada orang yang tidak responsif terhadap upaya lain, karena dapat melemaskan otot polos. [10]

Persiapan[sunting]
Orang yang memiliki risiko anafilaksis disarankan agar memiliki "rencana aksi alergi". Orang tua
harus memberi tahu sekolah perihal alergi anak-anaknya dan langkah yang harus dilakukan apabila
terjadi kondisi darurat anafilaksis.[30] Rencana aksi tersebut biasanya mencakup cara penggunaan
auto-injektor epinefrin, saran untuk mengenakan gelang peringatan medis, serta penyuluhan
mengenai bagaimana mencegah pemicunya. [30] Pengobatan untuk membuat tubuh tidak terlalu
sensitif terhadap bahan yang menyebabkan reaksi alergi (imunoterapi alergen) sudah ada untuk
beberapa pemicu tertentu. Terapi demikian dapat mencegah timbulnya kejadian anafilaksis di
kemudian hari. Rangkaian desensitisasi subkutan selama beberapa tahun telah diketahui efektif
melawan serangga penyengat, sementara desensitisasi oral efektif untuk berbagai jenis makanan. [3]

Harapan[sunting]
Peluang kesembuhan cukup besar apabila penyebab anafilaksis diketahui dan orang yang
bersangkutan langsung mendapatkan pengobatan.[31] Meskipun penyebabnya tidak diketahui, apabila
tersedia obat-obatan untuk menghentikan reaksi, maka orang tersebut biasanya cepat pulih. [4] Bila
sampai terjadi kematian, biasanya diakibatkan oleh masalah pernapasan (umumnya karena
sumbatan jalan napas) atau masalah kardiovaskuler (syok). [10][22] Anafilaksis menyebabkan kematian
pada 0,720% kasus.[4][9] Beberapa kasus kematian terjadi dalam hitungan menit. [5] Pada orang yang
mengalami anafilaksis akibat aktivitas fisik umumnya bisa teratasi dengan baik, dan seiring
bertambahnya usia, biasanya kejadian anafilaksis lebih jarang dan lebih ringan. [32]

Peluang Kejadian[sunting]
Insidens anafilaksis adalah 45 per 100.000 orang setiap tahun, [10] dengan risiko kejadian seumur
hidup sebesar 0,5%2%.[5] Jumlah tersebut tampaknya mengalami peningkatan. Jumlah orang yang
mengalami anafilaksis pada tahun 1980-an kira-kira hanya 20 per 100.000 per tahun, sementara itu
pada tahun 1990-an menjadi 50 per 100.000 per tahun. [3] Peningkatan itu tampaknya terjadi pada
kelompok anafilaksis yang terutama disebabkan oleh makanan. [33] Risikonya lebih besar pada
kalangan muda dan wanita.[3][10]
Saat ini, anafilaksis menyebabkan 5001.000 kematian setiap tahun (2,4 per satu juta) di Amerika
Serikat, 20 kematian per tahun di Inggris (0,33 per satu juta), dan 15 kematian per tahun di Australia
(0,64 satu per juta).[10] Kematian antara tahun 1970-an hingga 2000-an sudah mengalami penurunan.
[34]
Di Australia, kematian akibat anafilaksis yang disebabkan oleh makanan terutama terjadi pada
wanita, sementara yang disebabkan oleh gigitan serangga terutama terjadi pada pria. [10] Kematian
akibat anafilaksis umumnya dipicu oleh obat.[10]

Sejarah[sunting]
Istilah "aphylaxis" diciptakan oleh Charles Richet pada tahun 1902 dan kemudian diganti menjadi
"anaphylaxis" karena lebih enak didengar.[11] Ia kemudian dianugerahi Hadiah Nobel bidang
Kedokteran dan Fisiologi pada tahun 1913 berkat hasil karyanya dalam bidang anafilaksis.
[4]
Sebenarnya reaksi anafilaksis sudah pernah dilaporkan sejak zaman kuno. [24] Istilah tersebut
berasal dari bahasa Yunani|Kata dalam bahasa Yunani ana, melawan, dan
phylaxis, perlindungan.[35]

Penelitian[sunting]
Saat ini masih berlangsung usaha mengembangkan epinefrin yang dapat diberikan di bawah lidah
(epinefrin sublingual) untuk mengobati anafilaksis.[10] Injeksi subkutan antibodi anti-IgE omalizumab
sedang diteliti sebagai metode pencegahan munculnya kembali reaksi (rekurensi), namun hasil
penelitian itu belum menjadi rekomendasi.[5][36]

You might also like