You are on page 1of 3

Kerangka Penulisan Laporan Riset :

Islam, Entrepreneurship dan Nilai Sosial


Wirausaha sosial bertujuan untuk mengtransformasi sistem yang melestarikan ketimpangan sosial
menjadi sistem yang lebih kuat dan menjaga keberlangsungan situasi yang lebih adil dan berimbang
(Martin & Skoll) . Yang membedakan wirausaha sosial adalah keuntungan sosial social benefit seperti
yang dijabarkan oleh professor Greg Dees mengenai the pursuit of mission-related impact. Ben Cohen
menerangkan wirausaha sosial sebagai value-led business. Disini letak perbedaan wirausaha sosial dan
usaha bisnis dimana bisnis bertujuan untuk akumulasi keuntungan privat sementara wirausaha sosial
menekankan pada keuntungan kolektif yang berusaha mengubah sistem sosial yang timpang. Wirausaha
sosial dengan demikian dipandang sebagai sebuah proyek sosial jangka panjang.
Dalam penelitian mengenai bisnis islam dan implikasi sosial ekonomi yang dilakukan oleh Tim
FISIPOL UGM ini, secara konseptual ada tiga pisau analisis yang akan dieksplorasi untuk menentukan
dimana posisi organisasi Islam dalam kajian mengenai wirausaha sosial dan pemberdayaan masyarakat.
Profit Distribution

Bagaimana islam mendefinisikan dan mengatur profit?


Siapa yang seharusnya memperoleh manfaat atau keuntungan?

Governance

Apakah tata kelola seharusnya selalu demokratis?

Social Impact

Status Quo seperti apa yang ingin ditransformasi? Misi sosial apa yang ingin dicapai?

Hipotesa
Beberapa argumen yang ditemukan dalam penelitian ini adalah :

Modal Sosial.

Putnam melihat modal sosial meliputi hubungan sosial, norma sosial, dan kepercayaan (trust)
(Putnam 1995). Penekanan modal sosial adalah membangun jaringan (networks) dan adanya
pemahaman norma bersama. Namun perlu disadari pemahaman norma bersama belum cukup
menjamin kerjasama antar individu karena bisa saja ada yang tidak taat (moral hazard). Oleh karena
itu dibutuhkan sanksi sosial yang bersifat informal sehingga kualitas hubungan dan interaksi sosial
tetap terjaga dengan baik. Sanksi sosial dimaksudkan agar tidak terjadi deviasi terhadap norma yang
ada (Coleman 1998; Iyer 2005) Ada tiga kategori modal sosial yang saat ini disepakati oleh para
sosiolog dan ekonom, Modal sosial bonding membuat sekat sosial yang kuat terhadap anggotanya,
modal sosial bridging memungkinkan anggota kelompok berinterksi dengan kelompok yang lain,
sedang modal sosial linking memungkinkan relasi antar anggota dalam strata sosial yang berbeda.

Dalam penelitian ini, argument kami adalah ekosistem organisasi sosial berbasis nilai Islam di
Indonesia lebih cenderung menerapkan model Bonding capital dan belum berfungsi sepenuhnya
sebagai brigding capital.
Data-data yang diperlukan untuk membuktikan poin ini adalah :

Bagaimana sistem bagi hasil di BMT? Siapa pemilik BMT? Social benefit distribution ->
eksklusif
Apa syarat untuk bisa menjadi anggota? Mengapa anggota kebanyakan alumni
pesantren/anggota organisasi? Apakah anggota BMT boleh menjadi anggota bagi
organisasi lainnya? Membership requirement (open membership vs exclusive)

Pertarungan Nilai Sosial dan Nilai Pasar dalam Organisasi Islam


Pertanyaan yang ingin dijawab adalah apa penyebab perubahan organisasi Islam yang mulanya memiliki
motivasi nilai sosial namun pada perkembangannya lebih mengedepankan nilai pasar?

Kopontren Ittifaq berargumen bahwa dana-dana yang dikumpulkan adalah dana masyarakat.
Dan prinsip yang dikehendaki masyarakat adalah tidak ada potongan dana seperti pada bankbank komersil. Kondisi ini mendorong Ittifaq untuk mencari profit strategy dengan
mengembangkan sektor agrobisnis. Nilai dalam ajaran Islam yang melarang sistem bunga
(RIBA, Surat Al-Baqarah, ayat 275; Surat Ali Imran, ayat 130; Surat Ar-Rum, ayat 39) uang tidak
semerta-merta mengubah karakter organisasi menjadi non-profit. Haramnya bunga uang bukan
berarti tidak bisa mendapatkan finansial profit dengan cara yang lain. Jadi nilai pasar yang
diterapkan tidak menentang nilai islam. Nilai sosial yang dipahami disini mengacu pada
peningkatan volume pasar (bertambahnya petani anggota), peningkatan volume perdagangan
(variasi produk dan volume penyaluran komoditas) yang masih bias pada akumulasi keuntungan.
Perlu mencari data tambahan apakah ada program-program sosial di sektor kesehatan,
pendidikan, lingkungan, capacity building yang dilakukan oleh Ittifaq.

Leadership and Governance

Dalam praktik bisnis sosial islam, regenerasi pemimpin tergantung karakter organisasi payung
(NU dan Muhammadiyah) Invidual ownership vs collective ownership?
Perlu menjawab pertanyaan Mengapa di NU, calon penerus pemimpin harus anak
Kyai. Sementara di Muhammadiyah perlu bertanya Siapa pemilik BMT?/Bagaimana
keputusan dibuat
Variasi program community engagement tergantung dari willingness dari pemimpin.
Community participation (anggota hanya berperan sebagai user daripada decision
maker)

Social Context and Socio-Economic Ecosystem

Social Context ( tokohnya siapa, peran tokohnya apa, legitimasinya bagaimana)


NU franchise (ketokohan (religious authority), karismatik dinamis)
Muhammadiyah Holding company (penokohan penggerak)
Others
i. Jawa Barat Majlis Taklim
ii. GEMI woman movement
Religious actor
Sektor :
i. Sektor finansial : BMT, kopontren sidogiri (finansial), Miskat, GEMI
ii. Sektor riil : It-tifaq, (*perlu cari dari NU (ponpes budimulio) dan Muhammadiyah
Yogya)
Program sosial (non-charity)
i. Capacity Building
ii. LAZ
Legal framework
i. Bagaimana relasi bisnis sosial islam dengan badan hokum (pemerintah)
ii. Bagaimana posisi pemerintah?

You might also like