You are on page 1of 17

MORFOLOGI PERMUKIMAN

KOMPLEKS TAMAN SETIABUDI INDAH II


Dosen:
Dr.Ir. Dwira Nirfalini Aulia, MSc

Oleh:

M. GRADY WIRAPAKSI
147020015

FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2016
DAFTAR ISI

HALAMAN
DAFTAR ISI..............................................................................................
ii
DAFTAR GAMBAR.................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 1
1.1 Landasan Teori........................................................................ 3
1.2
Taman Setiabudi Indah 2......................................................... 4
BAB II MORFOLOGI KOMPLEKS TAMAN SETIABUDI INDAH 2.................... 6
2.1 Tata Guna Lahan..................................................................... 6
2.2 Bentuk dan Massa Bangunan.................................................. 9
2.3 Sirkulasi dan Parkir..................................................................11
2.4 Jalur Pejalan Kaki.....................................................................12
BAB III KESIMPULAN................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................15

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1
Lokasi Kecamatan Medan Sunggal........................................ 5
2

Gambar 1.2
Kompleks Taman Setiabudi Indah 2 Citra Satelit................... 5
Gambar 2.1
Guna Lahan Kompleks Taman Setiabudi Indah 2.................. 6
Gambar 2.2
Tanah Kosong di Kompleks Taman Setiabudi Indah 1............ 7
Gambar 2.3
Fasilitas Perdagangan Kompleks Taman Setiabudi Indah 1... 8
Gambar 2.4
Beberapa Bentuk Massa Bangunan Kompleks Taman
Setiabudi Indah 1.................................................................................... 9
Gambar 2.5
Perubahan Bentuk Massa Bangunan Kompleks Taman
Setiabudi Indah 2.................................................................................... 9
Gambar 2.6
Orientasi Masterplan Kompleks Taman Setiabudi Indah 1....10
Gambar 2.8
Jalur Utama Kompleks Taman Setiabudi Indah 1...................11

BAB I
PENDAHULUAN
Secara harfiah, morfologi berarti ilmu tentang bentuk. Dalam
kontek

perkotaan, Carmona

et al(2003:

61) berpendapat bahwa

morfologi adalah studi mengenai form dan shape dari lingkungan


permukiman. Form berarti bentuk yang dapat diamati dan merupakan
konfigurasi dari beberapa objek, sementara shape adalah fitur geometrik
atau bentuk eksternal dan outline dari sebuahbenda. Meskipun memiliki
pengertian yang hampir sama, kedua kata ini (form dan shape)
memilikipemahaman dasar yang berbeda, dimana form menegaskan
bentuk yang terdiri dari berbagaiunsur dan masing-masing unsur dapat
diamati secara jelas karakteristiknya serta secara visualmasing-masing
unsur tersebut berada dalam satu kesatuan (konfigurasi). Sebagai
contoh: sebuah koridor jalan secara visual terbentuk dari deretan
bangunan dengan ketinggian tertentu dan tersusun dalam jarak tertentu
dari batas jalan. Shape menekankan bentuk eksternal dari form, atau
dengan kata lain siluet yang dalam konteks townscape sering disebut
sebagai skyline.
Sekumpulan objek yang terletak di atas permukaan tanah akan
membentuk pola tertentu (shape), seperti linier, grid, konsentris, radial,
klaster, dan lain sebagainya.
Kota, desa, maupun kawasan kawasan permukiman lainnya
merupakan

suatu organisme yang tumbuh sendiri, berkembang,

berubah, dan memiliki identitas uniknya masing masing yang


terawetkan selama bertahun tahun, meskipun waktu terus berlalu dan
terjadi transformasi spasial dan fungsional di dalam suatu kota.
Permukiman di dunia memiliki karakter bentuk yang berbeda beda,
bisa dikarenakan kondisi geografis, kontur permukaan bumi, iklim,
budaya, peraturan, bahkan rentang waktu. Bentuk permukiman pada
masa lalu bisa berbeda di masa sekarang dan masa depan walaupun
berada di tempat yang sama, namun bisa juga tidak berubah sama
sekali. (Colaninno, Cladera, Pfeffer, 2013).
1

Perumahan merupakan kelompok atau kumpulan rumah yang


berfungsi sebagai lingkungan temat tinggal atau hunian yang dilengkapi
dengan

berbagai

sarana

dan

prasarana

serta

kelengkapan

fisik

lingkungan seperti air bersih, pengolahan limbah, tempat pembuangan


sampah, jaringan listrik dan telepon, jalan untuk menunjang kehidupan
masyarakat yang tinggal di dalamnya (Marlina, E; Suparno, Sastra M,
2006).

Hadirnya

perumahan

di

suatu

kawasan,

dianggap

dapat

menghasilkan aktivitas di kawasan tersebut, baik berupa aktivitas sosial,


maupaun aktivitas ekonomi. Sedangkan permukiman adalah ruang atau
tempat untuk hidup dan berperikehidupan bagi sekelompok manusia.
Permukiman adalah paduan antara unsur alam, manusia dengan
masyarakatnya, dan unsur buatan berupa naungan atau networking
(Doxiadis, 1971).
Lingkungan permukiman adalah suatu sistem yang terdiri dari
unsur alami, yang mencakup sumber sumber daya alam seperti
geologi, topografi, hidrologi, tanah, iklim maupun unsur hayati seperti
vegetasi

dan

masyarakat.
manusia

fauna,

serta

Lingkungan

sebagai

melangsungkan

adanya

permukiman

individu

kegiatan

atau

manusia

sebagai

merupakan

maupun

tempat

kelompok

melaksanakan

kelompok
dimana

masyarakat

kehidupannya.

Di

dalamnya terdapat sarana dan prasarana, baik yang bersifat alami


maupun buatan yang menunjang berfungsinya lingkungan permukiman
tersebut seperti jalan, air bersih, listrik dan sebagainya (Doxiadis, 1968),
dan secara fisik merupakan sesuatu yang kompleks sebagai tatanan
hidup manusia sebagai makhluk hidup (Doxiadis, 1967). Elemen
pembentuk permukiman diantaranya; alam, manusia, masyarakat,
struktur di dalam kelompok manusia, dan fasilitas pendukung seperti
jalan, listrik, air dan sebagainya (Winarso, 1999). Secara umum
perumahan diartikan sebagai wadah fisiknya sedangkan pemukiman
dibayangkan sebagai panduan antara wadah dengan isinya, yaitu
manusia yang hidup bermasyarakat dan berbudaya di dalam perumahan
tersebut (Kuswartojo, 2005).

Pertumbuhan Kota khususnya perumahan dan permukiman di


Indonesia dipicu oleh serangkaian tindakan regulasi dan birokratisasi
selama tahun 1980-an. Kapitalisme global juga mendorong konsentrasi
pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Pemerintah, hanya bertindak
sebagai

perantara

dan

fasilitator,

sedangkan

yang

membangun

permukiman secara fisik adalah pihak swasta (Kuswartojo, 2005).


Permukiman cenderung tumbuh secara mandiri. Kekuatan ekonomi
menghasilkan pihak swasta mampu membangun permukiman sendiri,
bahkan komunitas kecil sekalipun mampu membangun permukimannya
sendiri tanpa campur tangan pemerintah berkuasa (Turner, 1972). Hal
ini juga berlaku di Kota Medan, Sumatera Utara. Salah satu kompleks
perumahan yang tumbuh secara mandiri dan dibangun pihak swasta
yaitu Taman Setiabudi Indah.
1.1

Landasan Teori
Membaca perkembangan struktur ruang kota, berarti membaca

juga tiga tahap hubungan manusia dengan lingkungannya; yaitu untuk


mengetahui, untuk merasakan, dan untuk bertindak (Rapoport, 1977).
Hunian tempat tinggal, jasa dan bisnis di sebagian besar wilayah
perkotaan berpindah secara bertahap berpindah dari pusat kota menuju
pinggiran kota. Kota yang berkembang mengarah ke pinggiran dianggap
ideal karena mampu menciptakan sebuah kota dengan potensi yang tak
terbatas

untuk

ekspansi

kawasan

dan

kebutuhan

re-zonasi

dan

pembaharuan (Doxiadis, 1960).


Dalam mengidentifikasi komponen komponen morfologi suatu
permukiman, yang dalam kasus ini merupakan kompleks perumahan
swasta Taman Setiabudi Indah 1. Identifikasi menggunakan teori
perkotaan yang mengelompokan elemen elemen Urban Design.
Elemen tersebut antara lain, guna lahan, bentuk massa bangunan,
sirkulasi dan parkir, ruang terbuka, serta jalur pejalan kaki (Shirvani,
1985).Keseimbangan juga

harus dijaga antara pencapaian masing

masing bidang seperti, ekonomi, politik, pemerintahan, sistem teknologi


dan budaya, serta keseimbangan yang tepat untuk masing masing
skala dalam hirarki pemukiman masyarakat, dumulai dari individu
3

manusia, rumah, lingkungan, sampai pada skala kota megalopolis


(Doxiadis, 1966). Terdapat beberapa dimensi yang bergerak paralel
dengan mobilitas permukiman atau tempat tinggal, antara lain: dimensi
lokasi, dimensi perumahan, dimensi siklus kehidupan, dan dimensi
penghasilan (Turber, 1968). Penghasilan juga dapat mempengaruhi
bentuk permukiman, dikarenakan masyarakat yang berpendapatan
tinggi mempertimbangkan berbagai aspek berbagai aspek lingkungan,
atribut fisik dan fitur pendukung dalam menentukan lokasi bermukimnya
(Turner, 1976).
Perubahan suatu kawasan dan kota juga dipengaruhi oleh letak
geografis suatu kota. Dalam proses perubahannya dapat menimbulkan
distorsi dalam lingkungan termasuk didalamnya perubahan lahan secara
organik

(Gallion,

1992).

Beberapa

hal

yang

dapat

diamati

dari

perubahan tersebut antara lain; pertumbuhan terjadi satu demi satu,


sedikit demi sedikit atau terus menerus, pertumbuhan yang terjadi tidak
dapat diduga dan tidak dapat diketahui kapan dimulai dan kapan akan
berakhir, hal ini tergantung dari kekuatan-kekuatan yang melatar
belakanginya, proses perubahan lahan yang terjadi bukan merupakan
proses

segmental

merupakan

proses

yang
yang

berlangsung

tahap

komprehensif

dan

demi

tahap,

tetapi

berkesinambungan,

perubahan yang terjadi mempunyai kaitan erat dengan emosional


(sistem nilai) yang ada dalam populasi pendukung, faktor-faktor
penyebab perubahan lainya adalah vision (kesan), optimalnya kawasan,
penataan yang maksimal pada kawasan dengn fungsi-fungsi yang
mendukung, penggunaan struktur yang sesuai pada bangunan serta
komposisi tapak pada kawasan (Christoper, 1987).
1.2 Taman Setibudi Indah
Taman Setiabudi Indah atau TASBI mulai dibangun sejak tahun
1984 oleh PT. Ira Widya Utama. Kompleks perumahan ini tergolong
perumahan menengah dan mewah di Medan. Terbagi menjadi dua
perumahan TASBI 1 dan TASBI 2 masing masing memiliki luas 150Ha
dan 90Ha. Kompleks Perumahan Taman Setia Budi Indah ini terletak di
4

area dua kecamatan, yakni kecamatan Medan Selayang dan Medan


Sunggal. TASBI 2 sendiri terletak di Kecamatan Medan Sunggal. TASBI 1
dan 2 sejak medio tahun 2007-2008 dipisahkan oleh jalan arteri
Ringroad/Gagak Hitam.

Gambar 1.1 Lokasi Kecamatan Medan Sunggal

Gambar 1.2 Kompleks TASBI Citra Satelit 2006 (Kiri) dan Citra Satelit
2015

BAB II
MORFOLOGI KOMPLEKS PERUMAHAN SETIABUDI INDAH I

Berbagai aspek di dalam suatu permukiman, baik secara fisik,


ekonomi, sosial dan budaya pada perumahan Taman Setiabudi Indah
dapat dianalisa melalui teori elemen perkotaan, yaitu dari aspek Tata
Guna Tanah, Bentuk Dan Massa Bangunan, Sirkulasi Dan Parkir, Ruang
Terbuka dan Jalur Pejalan Kaki(Shirvani , 1985).
2.1 Tata Guna Lahan
Tidak seperti Kompleks Taman Setia Budi Indah 1 yang mengawali
tahap pembangunan kompleks Taman Setia Budi Indah, Kompleks Taman
Setiabudi Indah 2 memiliki lebih sedikit fungsi guna lahan di dalamnya,
tidak sekompleks Taman Setia Budi Indah 1, antara lain, hunian,
perkantoran, perdagangan, ruang terbuka hijau. Pembagian zona
berdasarkan fungsinya merupakan suatu mekanisme pengendalian yang
praktis dan bermanfaat dalam urban design, penekanan utama terletak
pada masalah tiga dimensi yaitu hubungan keserasian antar bangunan
dan kualitas lingkungan (Shirvani, 1985).

Ruang Terbuka Hijau


Pemukiman
Komersil/Mix used

Gambar 2.1 Guna Lahan Kompleks Taman Setiabudi Indah II


6

Area terbuka hijau pada Taman Setia Budi Indah 2 didominasi oleh
lahan kosong yang hendak dibangun rumah. Terdapat fasilitas taman di
antara rumah penduduk, namun sepertinya hanya berupa sisa lahan
yang tidak terbangun. Area terbuka hijau dapat dilihat di gambar 2.2

Gambar 2.2 Tanah kosong di Kompleks Taman Setiabudi Indah I

Untuk mendukung kegiatan ekonomi masyarakatnya, kompleks


TASBI 2 juga menyediakan kawasan perdagangan yang terpusat di
wilayah kompleks TASBI 2 tersebut.Terdapat kompleks ruko, caf, dan
7

pusat jajanan (gambar 2.3) Area komersil ini terletak di akses utama
TASBI 2.

Gambar 2.3 Fasilitas Perdagangan Kompleks Taman Setiabudi Indah 2

Tidak terdapat fungsi lain, selain permukiman, lahan kosong, dan


area komersil di TASBI 2.
8
Tasbi
PusatSquare
Jajanan

Super
Kompleks
Swalayan
Ruko

2.2 Bentuk dan Massa Bangunan


Pada Kompleks Setiabudi Indah 2, bentuk massa bangunan secara
umum hanya terdiri dari beberapa jenis tipologi bangunan. Hunian
berupa rumah dengan ketinggian 1 -2 lantai (gambar 2.5).Rata rata
bangunan memiliki GSB 4 - 10 meter.

Bentuk dan massa bangunan

dengan ketinggian 2 lantai terletak di area depan TASBI 2, sedangkan


ketinggian 1 lantai terletak lebih ke dalam di TASBI 2.

Gambar 2.4 Beberapa Bentuk Massa Bangunan Kompleks Taman


Setiabudi Indah I

Untuk bangunan bertipologi ruko, terdiri dari ruko 2 dan 3 lantai.


Secara umum gaya bangunan memiliki gaya yang serupa satu sama
lain, yang didesain untuk memiliki karakter ruang. Namun akibat
banyaknya pemilik rumah yang merenovasi rumahnya dengan berbagai
langgam arsitektur, sekarang TASBI 2 tidak begitu memiliki karakter
ruang.

Gambar 2.6 Perubahan Bentuk Massa Bangunan Kompleks Taman

Secara

Setiabudi Indah 2

keseluruhan kompleks

TASBI

2 merupakan kawasan

berdensitas rendah yang memiliki intensitas bangunan yang rendah pula


(gambar 2.7). Tidak terdapat bangunan tinggi atau

tower yang

menjulang tinggi, ataupun kawasan yang terlampau padat. Secara


keseluruhan, intensitas di TASBI 2 seragam di setiap sudut kawasan.
Secara teknis, terjadi perubahan orientasi masterplan kawasan
semenjak dibangunnya ringroad. Untuk efisiensi lahan, pola peletakan
massa bangunan berorientasi terhadap jalan atau street front pattern,
dan pola jalan berpola warped parallel, yang setiap segmen mewakili
satu blok hunian (gambar 2.8).

Gambar 2.7 Orientasi Masterplan Kompleks Taman Setiabudi Indah I


10

2.2 Sirkulasi dan Parkir


Seluruh jalur sirkulasi pada kompleks Taman Setiabudi Indah 1
merupakan jalur yang dapat dilalui oleh kendaraan bermotor. Tidak
terdapat jalur khusus seperti jalur khusus sepeda, jalur pedestrian
ataupun promenadedi sepanjang aliran Sungai Sei Kambing. Lebar jalur
bervariasi antara 5m sampai 15m. Jalur yang memiliki lebar 15m
merupakan jalur utama (gambar 2.9) yang terdapat fungsi fungsi
komersil.

Gambar 2.8 Jalur Utama Kompleks Taman Setiabudi Indah I

Keseluruhan area parkir kendaraan berada pada kawasan


kawasan perdagangan yang terintegrasi dengan jalur utama kawasan
perumahan (Gambar 2.9).

11

Gambar 2.9 Parkir Kompleks Taman Setiabudi Indah 2

2.2

Jalur Pejalan Kaki


Sangat disayangkan kompleks seperti TASBI 2 yang merupakan

kompleks perumahan menengah ke atas, dan tergolong perumahan


terbesar di Kota Medan, namun tidak memiliki jalur pejalan kaki yang
memadai.

Tasbi Square

Kompleks Ruko

BAB III
KESIMPULAN
Kompleks
Taman Setiabudi Indah
TASBI 2 merupakan
Parkir
Mesjid
Parkir 2
Iraatau
Building
kompleks perumahan swasta yang tergolong menengah ke atas, dan
termasuk kompleks perumahan terluas di Kota Medan. TASBI 2 berada di
bagian timur Kecamatan Medan Sunggal ringroad. TASBI 2 merupakan
pembangunan tahap 2 melanjutkan dari TASBI 1. TASBI 2 memiliki guna
lahan seperti kompleks pada umumnya untuk mengakomodir kegiatan
warganya. Tidak banyak fasilitas yang dapat digunakan warga di TASBI
2. TASBI 2 tergolong kawasan yang memiliki kepadatan dan intensitas
12

bangunan yang rendah. Didominasi bangunan 1 sampai 2 lantai, namun


banyak hunian yang mengalami renovasi oleh pemiliknya sendiri
menghasilkan perubahan secara arsitektur, streetscape, dan identitas
kawasan. Tidak terdapat lahan yang dikhususkan untuk ruang terbuka
hijau di TASBI 2, Lahan kosong hanya berupa lahan belum terbangun
yang

dijual

dan

diperuntukkan

untuk

perumahan.

Masterplan

perumahan orientasi bangunan menghadap ke jalan atau street front


pattern, dan pola jalan berupa warped parallel.
Dari segi ekonomi, TASBI 2 merupakan kompleks yang memiliki
kegiatan ekonomi yang tinggi, apalagi setelah dibangunnya ringroad
yang menjadi akses utama menuju TASBI 2. Daerah seputar ringroad
menjadi lebih maju dibandingkan dengan daerah ringroad yang lain,
seperti jalan Ngumban Surbakti, atau jalan Asrama. Terdapat pusat
bisnis atau contained commercial / fragmented residential yang setiap
harinya ramai oleh kegiatan masyarakat. Ringroad menjadi jalur utama
yang menghubungkan juga banyak dilalui oleh warga yang bukan
penghuni TASBI 2 meningkatkan nilai lahan di sekitar jalur jalur utama.
Namun sangat disayangkan TASBI 1 tidak mengangkat potensinya
lebih jauh. Seperti ruang terbuka hijau yang tidak di desain sedemikian
rupa. Tidak terdapat promenade, jalur pedestrian, atau plaza di sekitar
ruang terbuka hijau di sekitar aliran sungai.
DAFTAR PUSTAKA

Cristoper, A. (1987) A New Theory Of Urban Design, USA.


Colaninno. Nicola, Cladera. Josep Roca, Pfeffer. Karin (2013) An
Automatic Classification of Urban Texture: Form and Compactness of
Morphological Homogeneous Structures in Barcelona, 1-2.
Doxiadis.C.A. (1960) Dynapolis: The City of the Future (Athens,
Doxiadis Associates).

13

Doxiadis, C.A. (1966) Between Dystopia and Utopia, Hartford, CT,


Trinity College Press.
Doxiadis, C.A. (1968) A. Ekistics, an Introduction to The Science of
Human Settlement.
Doxiadis, C.A. (1971) Ecology and Ekistics, Elex: California
Gallion, A.B., Eisner, S. (1992) The Urban Pattern: City Planning
and Design.
Kuswartojo. (2005) Perumahan dan pemukiman di Indonesia,
Institut Teknologi Bandung, Bandung.
Rapoport, A. (1977) Human Aspects of Urban Form: Towards a
Man-Environment Approach to Urban Form and Design.
Shirvani, H (1985)The Urban Design Process, Van Nostrand
Reinhold, New York
Turner, J.F. (1968)Housing Priorities, Settlement Paterns, and Urban
Devolopment in Modernising Countries, Journal of the American Institute
Planners, Vol, 34:354-363. USA.
Turner, J.F.(1972) Freedom to Build: Dweller Control of the Housing
Process, Macmillan, New York.
Turner, J.F. (1976) Housing By People, Towards Autonomy in
Building Environment, Morions Boyars Publiser Ltd, London, England.
Winarso, H. (1999) Private Residential Developers and the Spatial
Structure

of

Jabodetabek, dalam Urban Growth and Development in Asia vol.I:


Making the Cities, p. 277 304.

14

You might also like