You are on page 1of 1

Awan

Awan melaju. Ke belakang. Aku menatap gumpalannya sambil merenung. Membentuk gambaran unik yang
berbeda-beda. Putih. Halus. Dari balik jendela pesawat ini, aku melihat suatu pergerakan tanpa henti.
Bagaikan hidupku sendiri. Bagaikan hidup kita semua. Penumpang di sebelahku tersenyum. Indah ya...
katanya. Indah. Ada berapa banyakkah dari kita yang dapat menikmati keindahan alam ini? Aku melihat
ke seputarku. Beberapa penumpang sibuk membaca. Beberapa lain sedang ngobrol. Beberapa lainnya asyik
membaca. Tetapi ada pula yang duduk terkantuk-kantuk atau malah tertidur di kursinya. Indah. Awan
melaju. Berkejaran. Meninggalkan kami semua. Dengan aneka bentuk dan gaya.
Tiba-tiba aku bertanya-tanya dalam hati. Apakah awan ini memang meninggalkan kita? Ataukah justru
kita yang meninggalkan dia? Dia yang melaju ke belakang ataukah kita yang terus melaju ke depan?
Dengan aneka situasi hidup kita masing-masing. Kita yang sedang dalam perjalanan pengembaraan dalam
hidup yang singkat ini. Maka bukankah hidup memang adalah suatu perjalanan singkat? Dalam waktu.
Dalam ruang. Kita ada di sini bersama. Dan sebentar lagi kita akan berpisah. Masing-masing dengan
keberadaannya sendiri. Masing-masing dengan perasaan dan pemikirannya sendiri. Lantas, jika demikian,
mau kemanakah kita menuju? Mau kemanakah? Kita saling meninggalkan dan ditinggalkan. Kita saling
mencari dan berupaya untuk menemukan. Hidup tak pernah terpatok dalam tonggak yang sama. Kita
meluncur terus. Maju ke depan. Tak pernah surut ke belakang. Kita memandang gerakan awan yang terus
bergerak ke belakang meninggalkan kita. Dan awan itu pun memandang kita yang terus meninggalkan dia.
Maju ke depan dalam arahnya. Dalam ruang dan waktu, kita adalah satu namun tak kunjung bersama. Ada
jarak memisahkan keberadaan kita. Ada jarak. Di atas pesawat ini aku pun menemukan suatu pemahaman
baru. Bahwa dalam hidup, segala sesuatu memang berjarak dan tak pernah sama. Justru karena itu, selalu
sama. Kita bergerak, bertemu dan berpisah. Kadang terjadi persentuhan fisik. Kadang juga persuaan
jiwa. Namun, tak pernah ada yang abadi. Kita tetap bergerak maju. Sesaat bersua untuk kemudian
berlalu. Adakah yang perlu disedihkan dalam setiap peristiwa hidup ini? Maka jika perjalanan hidup kita
nampak dipenuhi onak duri, kita harus percaya seperti kata-kata Yesaya: Oleh perjalananmu yang jauh
engkau sudah letih lesu, tetapi engkau tidak berkata: Tidak ada harapan! Engkau mendapat kekuatan
yang baru, dan sebab itu engkau tidak menjadi lemah. Ya, kita tak bakal menjadi sama satu sama lain.
Tetapi kita toh tetap satu dalam perjalanan ini, walau mungkin cuma sejenak. Karena itu kita harus
bermegah juga dalam kesengsaraan kita, karena kita tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulkan
ketekunan,dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan. Dan
pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus
yang telah dikaruniakan kepada kita. tulis Paulus. Awan melaju. Ke belakang. Kami melaju. Ke depan.
Awan menggumpal dengan segala bentuknya yang unik. Kami terduduk dengan aneka pemikiran yang
berbeda. Tetapi, adakah yang perlu disesali dalam apa yang saat ini sedang kita alami? Indah ya.... kata
penumpang di sebelahku. Indah memang, jika kita semua menyadari posisi kita masing-masing dalam
kehidupan ini. Kehidupan yang singkat. Kehidupan yang adalah suatu perjalanan menuju ke rumahNya yang
abadi. Ditinggalkan dan meninggalkan, apakah bedanya jika suatu saat kelak kita akan bersua lagi dalam
rumah abadiNya?
A. Tonny Sutedja
Email: tonny_sutedja@yahoo.com

You might also like