You are on page 1of 37

1

BAB 1
PENDAHULUAN
DEPARTEMEN ILMU BEDAH
RSPAD GATOT SOEBROTO

Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan di seluruh dunia, serta


terdapat permasalahan baru seperti semakin meningkatnya kejadian HIV dengan
infeksi penyerta tuberkulosis, terdapat juga kasus resistensi terhadap obat obatan
tuberkulosis, dan buruknya akses kesehatan tuberkulosis pada populasi rentan (1).
Pada tahun 2010, kejadian tuberkulosis ekstra paru pada wilayah eropa,
terjadi pada 65.783 kasus atau sekitar 17% dari seluruh kejadian kasus tuberkulosis di
wilayah eropa (388.875 kasus). Proporsi kejadian tuberkulosis ekstra paru tidak
berubah selama 4 tahun (2).
Di Indonesia, Tuberkulosis merupakan masalah utama kesehatan masyarakat.
Jumlah pasien Tuberkulosis di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah
India dan Cina dengan jumlah pasien sekitar 10% dari total jumlah pasien
Tuberkulosis didunia. Diperkirakan pada tahun 2004, setiap tahun ada 539.000 kasus
baru dan kematian 101.000 orang. Insidensi kasus Tuberkulosis BTA positif sekitar
110 per 100.000 penduduk (3).
Seorang ahli bedah inggris bernama Sir Percival Pott pada tahun 1782 pertama
kali menjelaskan tentang, Tuberkulosis spinal, tatalaksana operasi dan komplikasi
abses paravertebral. Sehingga penyakit spondilitis tuberkulosa juga dikenal dengan
nama Penyakit Pott (Potts disease)

(4).

Tuberkulosis spinal umum ditemukan pada negara berkembang dimana


prevalensi kasus tuberkulosis paru lebih sering terjadi akibat dari buruknya nutrisi dan
sanitasi lingkungan. Tuberkulosis spinal mengisi hampir sekitar 50% kasus dari
tuberkulosis tulang, sekitar 15% dari seluruh kasus tuberkulosis ekstrapulmonar, dan
sekitar 1% - 2% dari seluruh kasus tuberkulosis (5).
Tuberkulosis spinal atau yang lebih dikenal sebagai penyakit Pott, merupakan
salah satu bentuk dari infeksi tuberkulosis ekstrapulmonar yang jumlah kasusnya
masih tidak diketahui secara pasti. Kifosis dapat terjadi melalui proses infeksi akibat
destruksi progresif colum anterior spinal. Angka kejadian defisit neurologis juga

didapatkan tinggi pada penyakit Pott, dengan laju sekitar 10% - 20% kasus pada
negara maju dan 20% - 40% pada negara berkembang (1).
Kebanyakan kasus tuberkulosis spinal yang dilaporkan terjadi pada vertebra
bagian thoraks dan area thoraco-lumbar, sementara tuberkulosis spinal pada daerah
cervical lebih jarang ditemukan (5).
Gejala pertama dan yang paling umum dari penyakit Pott adalah nyeri
punggung, kemudian diikuti dengan adanya demam. Komplikasi yang biasa terjadi
pada penyakit Pott adalah deformitas kifosis, instabilitas spinal, dan defisit
neurologis. Tanda dari defisit neurologis bergantung dari tingkat korda spinal yang
terkena atau akar saraf yang berhubungan. Defisit yang biasa terjadi dapat berupa
hemiparesis, paraplegia sampai quadriplegia (4).
Diagnosis dari tuberkulosis spinal mungkin sulit untuk dibuat, Pemeriksaan
radiologi merupakan pemeriksaan yang sangat penting pada tuberkulosis spinal.
Radiografi

konvensional

akan

memberikan

gambaran,

CT

Scan

dapat

memperlihatkan adanya lesi disco-vertebral dan abses paravertebra, sementara MRI


sangat berguna untuk menentukan penyebaran dari penyakit pada jaringan lunak dan
canalis spinalis (5).
Pengobatan tuberkulosis spinal yang utama adalah dengan pemberian obat anti
tuberkulosis (OAT). Tuberkulosis tulang diterapi selama 12 bulan, menggunakan 4
kombinasi terapi yang terdiri dari Isoniazid, Rifampisin, Pirazinamid, dan Ethambutol
dan diberikan selama 2 bulan pertama, yang kemudian dilanjutkan selama 10 bulan
dengan pemberian Isoniazid dan Rifampisin. Terapi operatif dari tuberkulosis spinal
sekarang ini frekuensinya semakin berkurang, bahkan pada pasien dengan kompresi
corda spinalis sekalipun (5).

BAB 2
STATUS PASIEN
DEPARTEMEN ILMU BEDAH
RSPAD GATOT SOEBROTO

2.1 IDENTITAS PASIEN


Nama

: Ny. HML

Usia

: 27 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Pekerjaan

: Bidan

Alamat

: Jl. Kramat Sentiong, Jakarta Pusat

Status Perkawinan : Kawin


2.2 ANAMNESIS
Dilakukan autoanamnesis terhadap pasien dan alloanamnesis pada suami
pasien.
Keluhan Utama :
Pasien datang ke IGD RSPAD Gatot Soebroto pada tanggal 17 januari 2014,
jam 20.46, dengan keluhan nyeri punggung bagian bawah.
Keluhan Tambahan :
Batuk (-), Demam (-), Nyeri Kepala (-), Mual (-), Muntah (-), Penurunan berat
badan (-)
Riwayat Penyakit Sekarang :
Keluhan dirasakan sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit. Keluhan yang
sama sudah dirasakan sejak 2 tahun yang lalu. Keluhan terutama dirasakan ketika
berakitvitas, seperti berdiri atau berjalan terlalu lama dan jauh. Keluhan dirasakan
pada daerah punggung, terkadang nyeri dirasakan menjalar ke tungkai bawah.
Keluhan dirasakan berkurang setelah mengkonsumsi obat antinyeri yang diresepkan
oleh dokter. BAB dan BAK dirasakan normal sama seperti biasanya.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Keluhan nyeri pada punggung, sudah dirasakan sejak 2 tahun yang lalu, yang
kemunculannya dirasakan terutama setelah beraktivitas, aktivitas yang dimaksud
seperti, berdiri terlalu lama ataupun berjalan jauh. Untuk keluhannya tersebut, pasien
memeriksakan dirinya ke dokter.
Di dokter, pasien dilakukan pemeriksaan radiologi foto thorakolumbal dan
dikatakan terdapat pergeseran tulang punggung dan saraf terjepit. Kemudian pasien
disarankan oleh dokter tersebut untuk melakukan pemeriksaan CT Scan dan MRI.
Namun pasien menunda pemeriksaan CT Scan, MRI, dan juga menghentikan
pengobatannya dikarenakan pasien sedang mempersiapkan pernikahannya. Keluhan
yang sama tetap dirasakan oleh pasien dan untuk mengurangi keluhannya pasien tetap
mengkonsumsi obat anti nyeri.
Setelah beberapa bulan setelah menikah atau 1 tahun setelah memeriksakan
keluhannya ke dokter, pasien berobat ke dokter di RSPAD Gatot Soebroto dan
melakukan pemeriksaan ulang. Dokter di RSPAD Gatot Soebroto kemudian
melakukan pemeriksaan ulang seperti laboratorium dan radiologi foto dada dan
lumbosakral, serta melakukan pemeriksaan CT Scan dan MRI. Dari hasil
pemeriksaan tersebut, pada pemeriksaan radiologi foto dada terdapat kesan fibrosis
pada apex paru kanan kiri yang merupakan gambaran TB paru lama dan hasil
radiologi foto lumbosakral, CT Scan dan MRI didapatkan gambaran abses dan
fraktur pada tulang belakang. Dokter mendiagnosa pasien dengan Spondilitis
Tuberkulosa.
-

Riwayat Trauma : disangkal

Riwayat Tuberkulosis : disangkal

Riwayat Hipertensi : disangkal

Riwayat Diabetes Mellitus : disangkal

Riwayat Asma : disangkal

Riwayat Tumor/Keganasan : disangkal

Riwayat Alergi Obat : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :


-

Riwayat Tuberkulosis : disangkal

Riwayat Hipertensi : disangkal

Riwayat Diabetes Mellitus : disangkal

Riwayat Asma : disangkal

Riwayat Tumor/Keganasan : disangkal

Riwayat Penggunaan Obat :


Pasien mengkonsumsi obat anti tuberkulosis yang diresepkan oleh dokter
sejak tanggal 24 desember 2013. Pasien juga mengkonsumsi obat anti nyeri yang
diresepkan oleh dokter.
Riwayat Pribadi dan Kebiasaan :
Pasien bekerja sebagai bidan di salah satu rumah sakit ibu dan anak di Jakarta.
Pasien tinggal satu rumah dengan suaminya di daerah Jakarta pusat. Pasien
mengatakan tidak pernah mengkonsumsi alkohol ataupun merokok.
2.3 STATUS GENERALIS
Keadaan Umum : Pasien tampak sakit sedang
Kesadaran

: Compos Mentis (E4V5M6)

Keadaan Gizi

: BB : 58 ; TB : 165 ; IMT : 21,67 kg/m2 (normoweight)

Vital Sign

Tekanan Darah

: 121/84 mmHg

Suhu

: 37 C

Nadi

: 86 kali/menit

Nyeri

: VAS 6

Respiratory Rate

: 20 kali/menit

Kepala

: normocephal, distribusi rambut merata, tidak mudah


tercabut

Mata

: conjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-

Telinga

: bentuk telinga normal, sekret -/-

Hidung

: deviasi septum nasi , sekret -/-

Mulut

: bibir lembab, sianosis

Leher

: tidak ditemukan pembesaran KGB, deviasi trakea

Pulmo

:
Inspeksi

: pergerakan nafas simetris kiri kanan

Palpasi

: vocal fremitus simetris kiri kanan

Perkusi

: sonor diseluruh lapang paru

Auskultasi : suara dasar vesikuler diseluruh lapang paru


Jantung

:
Inspeksi

: Iktus cordis tidak terlihat

Palpasi

: Iktus cordis teraba, thrill +

Perkusi

: batas jantung dalam batas normal

Auskultasi : BJ1 > BJ2, murni, regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi

:
: datar, sikatriks (-)

Auskultasi : BU (+) normal di 4 kuadran abdomen


Palpasi

: supel, NT (-)

Perkusi

: timpani

Punggung (Status Lokalis Regio Vertebralis - Lumbalis)

Inspeksi

: Tonjolan (-), Deformitas/gibus/skoliosis/kifosis (-)

Palpasi

: Massa (-)

Perkusi

: Nyeri Ketok CVA -/-

Ekstremitas

: CR < 2 detik, edema -/-|-/-

2.4 STATUS NEUROLOGIK


Kekuatan Otot

: Ekstremitas superior : 5555 | 5555


Ekstremitas inferior : 4444 | 4444

Tes Lasegue

: tidak diperiksa

Tes Kontra Lasegue : tidak diperiksa


Sensorik

: Masih bisa merasakan sensasi dengan sentuhan ringan


maupun tajam

ASIA (American Spinal Injury Association) : MOTORIK


Kanan

Kiri

C5

Fleksi Siku

C6

Ekstensi Pergelangan

C7

Ekstensi Siku

C8

Fleksi Jari Tangan

T1

Abduksi Jari Tangan

L2

Fleksi Panggul

L3

Ekstensi Lutut

L4

Dorsofleksi Tumit

L5

Ekstensi Ibu Jari

S1

Fleksi Telapak Kaki

Tabel 1. Penilaian Kekuatan Motorik

2.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG


PEMERIKSAAN

HASIL

NILAI RUJUKAN

DARAH RUTIN
Hemoglobin

9,5 L

12 16 gr/dl

Leukosit

7550

4.800 10.800/ul

Eritrosit

4,6

4.3 6.0 juta

Hematokrit

31 L

37 47 %

Trombosit

374.000

150.000 400.000/ul

LED

35 H

< 20 mm/jam

MCV

67 L

80 96 fl

MCH

21 L

27 32 pg

MCHC

31 L

32 36 g/dl

FAAL HEMOSTASIS
Koagulasi
Waktu Prothrombin (PT)
Kontrol

11,8

detik

Pasien

11,6

9,8 12,6 detik

APTT
Kontrol

35,0

detik

Pasien

32,9

27 39 detik

KIMIA KLINIK & SEROLOGI


Gula Darah Puasa

86

70 100 mg/dl

Glukosa Darah (2 jam PP)

94

< 140 mg/dl

Ureum

21

20 50 mg/dl

Creatinin

0.9

0.5 1.5 mg/dl

SGOT (AST)

23

0 32 mU/dl

SGPT (ALT)

11

0 33 mU/dl

Natrium (Na)

145

135 147 mmol/L

Kalium (K)

4,5

3,5 5,0 mmol/L

Klorida (Cl)

105

95 105 mmol/L

Tabel 2. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Radiologi : Foto Thorax

Gambar 1. Roentgen Foto Thorax


Pada pemeriksaan radiologi foto dada :
-

CTR < 50%, aorta normal

Hilus tidak menebal, corakan bronkovaskular paru normal, curiga fibrosis


di apex paru kanan kiri

Sinus/diafragma kanan dan kiri normal

Tulang dan jaringan lunak baik

Kesan :
-

cor dalam batas normal

curiga fibrosis di apex paru kanan kiri

Kesan fibrosis pada apex paru kanan kiri pada foto radiologi dada
merupakan gambaran TB paru lama.

Pemeriksaan Radiologi : Foto Lumbosakral

Gambar 2. Roentgen Foto Lumbosakral


Pemeriksaan radiologi foto lumbosakral :
-

Kelengkungan vertebra dalam batas normal

Tampak minimal skoliosis ke kanan

Tampak destruksi corpus vertebra L4 L5

Suspek paravertebra mass setinggi corpus vertebra L4 L5

Tak tampak spur dan penyempitan diskus intervertebralis

Kesan :
-

Minimal skoliosis ke kanan

Destruksi corpus vertebra L4 L5 dengan suspek paravertebra mass


setinggi regio tersebut DD/ec Spondilitis TB

Saran : MRI Lumbal

10

Pemeriksaan MRI Lumbal

11

Gambar 3. MRI Lumbal


Pemeriksaan MRI Lumbal :
-

Tampak destruksi corpus vertebra L4 L5 dengan keterlibatan diskus


intervertebralis L4 L5 yang menyangat pasca pemberian kontras disertei
paravertebra abses terutama sisi kiri meluas ke psoas terutama kiri meluas
ke inferior mencapai rongga pelvis

12

Tampak destruksi corpus vertebrae Th 9 Th 10 Th 11 Th 12 disertai


paravertebral mass/abses disisi anterolateral kanan sepanjang corpus
vertebra th 9 th 12

Lengkung corpus vertebra lumbosakral normal, Tidak terdapat listhesis,


intensitas signal diskus intervertebral normal, tak tampak tanda HNP

Tak tampak hipertrofi ligamentum flavum maupun facet joint corpus


medularis level L2

MRI mielogram : tak tampak stenosis canalis spinalis

Kesan : Spondylitis thoracolumbalis


2.6 DIAGNOSIS
Spondilitis Tuberkulosa
2.7 TERAPI
-

Obat Anti-Tuberkulosa :
o Pirazynamid 1 X 1500 mg,
o Isoniazid 1 X 300 mg,
o Rifampisin 1 X 450 mg

Rencana Operasi

Terapi simptomatik :
o Anti nyeri : Ketolorac 2 X 30 mg IV

13

BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
DEPARTEMEN ILMU BEDAH
RSPAD GATOT SOEBROTO

3.1 ANATOMI
3.1.1 COLUMNA VERTEBRALIS
Columna vertebralis merupakan pilar utama tubuh, dan berfungsi
menyanggah cranium, gelang bahu, ektremitas superior, dan dinding thorax serta
melalui gelang panggul meneruskan berat badan ke ekstremitas inferior. Di dalam
rongganya terletak medulla spinalis, radix nervi spinalis, dan lapisan penutup
meningen, yang dilindungi oleh columna vertebralis (6).



7_

2XB>d

' T  tE

3.1.2 KOMPOSISI COLUMNA VERTEBRALIS


@<
$z_ $
a@a

# " %

!$%

  %
 T

$



! 
%




@


@

$zP

$$$\

Gambar 4. Columna Vertebralis. Sumber :

5TI -$$l
U  ?     *  %  $
^      ?  
    +-

Putz R, Pabst R, editors. Chapter 1:

5SI-$%l U  ?  G   G %  $
^           ?  
    +-(

5TI -$(l Uk*  *  %  $


^       ?   t
 -   % 
 

Back. SOBOTTA: Atlas of Human Anatomy. 14th ed. Munich: Elsevier; 2006. (7)

14

^W;Wd

Columna vertebralis terdiri atas 33 vertebrae, yaitu :


-

7 vertebrae cervicalis

12 vertebrae thoracicus

5 vertebrae lumbalis

5 vertebrae sacralis (yang bersatu membentuk os sacrum)

4 vertebrae coccygis (tiga yang dibawah umumnya bersatu)

Struktur columna ini fleksibel, karena columna ini bersegmen segmen dan
tersusun atas vertebrae, sendi sendi, dan bantalan fibrocartilago yang disebut
discus intervertebralis. Discus intervertebralis membentuk kira kira seperempat
panjang columna (6).
3.1.3 VERTEBRA

Gambar 5. Vertebra tipikal. Sumber : Hansen JT, Lambert DR. Chapter 2: Back.
Netters Clinical Anatomy. 1st ed. Elsevier; 2005.

15

(8)

Walaupun memperlihatkan berbagai perbedaan regional, semua vertebra


mempunyai pola yang sama. Vertebra tipikal terdiri dari corpus yang bulat di
anterior dan arcus vertebrae di posterior. Keduanya melingkupi sebuah ruang
yang disebut foramen vertebralis, yang dilalui oleh medulla spinalis dan bungkus
bungkusnya. Arcus vertebrae terdiri atas sepasang pediculus yang berbentuk
silinder, yang membentuk sisi sisi arcus, dan sepasang lamina gepeng yang
melengkapi arcus dari posterior (6).
Arcus vertebrae mempunyai 7 processus yaitu :
-

1 processus spinosus atau spina : menonjol ke posterior dan berfungsi


sebagai pengungkit dan menjadi tempat melekatnya otot dan ligamentum
bersama processus transversus.

2 processus transversus : berfungsi sebagai pengungkit dan menjadi


tempat melekatnya otot dan ligamentum bersama processus spinosus.

4 processus articularis : terdiri dari processus articularis superior dan


inferior.

3.1.4 OS SACRUM

Gambar 6. Os Sacrum. Sumber : Hansen JT, Lambert DR. Chapter 2: Back.


Netters Clinical Anatomy. 1st ed. Elsevier; 2005. (8)

16

Os sacrum terdiri atas lima vertebra rudimenter yang bergabung menjadi satu
membentuk sebuah tulang berbentuk baji yang cekung di anterior. Pinggir atas
atau basis tulang bersendi dengan vertebra lumbalis V. Pinggir bawah yang
sempit bersendi dengan os coccygis. Di lateral, os sacrum bersendi dengan dua os
coxae untuk membentuk articulatio sacroilliaca (6).
Pinggir anterior dan atas vertebra S1 menonjol ke depan sebagai margo
posterior apertura pelvis superior dan dikenal sebagai promontorium sacralis.
Promontorium sacralis pada perempuan penting untuk obstetri, dan digunakan
pada waktu menentukan ukuran pelvis (6).
Terdapat foramina vertebralis dan membentuk canalis sacralis. Canalis
sacralisV%X%L
berisi radix anterior dan posterior nervi spinales
dan coccygeales,
5NI-+%lsacrales
V%$z%L
5NI-+$l
filum terminale,
 (

dan zat zat fibroadiposa. Juga n


berisi bagian bawah spatium

subarachnoidea, ke bawah sampai setinggi pinggir bawah vertebra S2 (6).


3.1.5 OS COCCYGIS

W
$$\7[

@
l 7

@O

$$$\7
 @
$6 7 @

TU

@
$$$\7aa@

^"X" t
5NI-+(l
Gambar^"" 
7. Os Coccygis. Sumber : Putz R, Pabst5NI-++l
R, editors.
Chapter 1: Back.

  
 - 2006. (7)
 
 -
SOBOTTA:
Atlas of Human Anatomy. 14th ed. Munich:
Elsevier;

17

Os coccygis terdiri atas empat vertebra yang berfusi membentuk sebuah tulang
segitiga kecil, yang basisnya bersendi dengan ujung bawah sacrum. Vertebra
coccygeus pertama biasanya tidak berfusi, atau berfusi tidak lengkap dengan
vetebra coccygeus kedua (6).
3.1.6 SENDI SENDI COLUMNA VERTEBRALIS
Sendi sendi antar dua corpus vertebra
Permukaan atas dan bawah corpus vertebrae yang berdekatan dilapisi oleh
lempeng tulang rawan hialin. Di antara lempeng tulang rawan tersebut,
terdapat discus intervertebralis yang tersusun atas jaringan fibrocartilago.
Serabut serabut kolagen discus intervertebralis menyatukan kedua corpus
vertebrae dengan kuat (6).
Discus intervertebralis
Discus intervertebralis menyusun seperempat dari panjang columna
vertebralis. Discus ini paling tebal di daerah cervical dan lumbal, tempat
banyak

terjadinya

gerakan

columna

vertebralis.

Ciri

fisiknya

memungkinkannya berfungsi sebagai peredam benturan bila beban columna


vertebralis mendadak bertambah. Kelenturannya memungkinkan vertebra
yang kaku dapat bergerak satu dengan yang lainnya. Akan tetapi, daya pegas
ini berangsur angsur menghilang dengan bertambahnya usia (6).
Setiap discus terdiri atas :
-

Anulus fibrosus : terdiri atas jaringan fibrocartilago, di dalamya serabut


serabut kolagen tersusun dalam lamel lamel yang konsentris. Berkas
kolagen berjalan miring di antara corpus vertebra yang berdekatan, dan
lamel lamel yang lain berjalan dalam arah sebaliknya.

Nucleus pulposus : pada anak anak dan remaja merupakan massa


lonjong dari zat gelatin yang banyak mengandung air, sedikit serabut
kolagen, dan sedikit sel sel tulang rawan. Biasanya berada dalam
tekanan dan terletak sedikit lebih dekat ke pinggir posterior daripada
pinggir anterior discus. Sifat nucleus pulposus yang setengah cair
memungkinkannya berubah bentuk dan vertebrae dapat menjungkit ke

18

depan atau ke belakang di atas yang lain, seperti pada gerakan fleksi dan
ekstensi columna vertebralis.
3.1.7 PERSARAFAN SENDI SENDI VERTEBRA
Sendi sendi antar corpus vertebrae dipersarafi oleh cabang kecil
meningeal masing masing saraf spinal. Saraf ini berasal dari saraf spinal pada
saat saraf ini keluar dari foramen intervertebrale. Kemudian saraf ini masuk
kembali ke dalam canalis vertebralis melalui foramen intervertebrale dan
mempersarafi meningen, ligamenta, dan discus intervertebralis (6).
3.1.8 MEDULLA SPINALIS

Gambar 8. Medulla Spinalis. Sumber : Agur AMR, Dalley II AF. Chapter 4:


Back. Grants Atlas of Anatomy. 12th ed. Lippincott Williams & Wilkins; 2009.
(9)

19

Medulla spinalis merupakan struktur yang berbentuk silinder, berwarna


putih keabu abuan, yang mulai di atas setinggi foramen magnum sebagai
lanjutan dari medulla oblongata. Pada orang dewasa medulla spinalis berakhir
setinggi pinggir bawah vertebra L1. Pada anak kecil, medulla spinalis relatif lebih
panjang dan berakhir setinggi pinggir atas vertebra L3. Di inferior, medulla
spinalis meruncing menjadi conus medullaris. Dari puncak conus ini berjalan
2568T_c13_460-494.qxd

1/22/08

3:59 AM

Page 463 Team B venus:JWQY057:ch13:

turun lanjutan piamater, yaitu filum terminale, yang kemudian melekat pada
bagian belakang os coccygis (6).
SPINAL CORD ANATOMY

463

Figure 13.2 External anatomy of the spinal cord and the spinal nerves. (See Tortora, A Photographic Atlas of the
Human Body, Second Edition, Figure 8.3.)

spinal cordNERVUS
extends from the
medulla oblongata of the brain to the superior border of the second
3.1.9TheRADIX
SPINALIS
lumbar vertebra.

CERVICAL PLEXUS (C1C5):


Lesser occipital nerve
Great auricular

Medulla oblongata
C1
C2

Ansa cervicalis
Transverse cervical nerve
Supraclavicular nerve
Phrenic nerve

Atlas (first cervical vertebra)

C3
C4
C5
C6
C7
C8

BRACHIAL PLEXUS (C5T1):


Musculocutaneous nerve
Axillary nerve

T1

Median nerve
Radial nerve
Ulnar nerve

CERVICAL NERVES (8 pairs)


Cervical enlargement

First thoracic vertebra

T2
T3
T4
T5
THORACIC NERVES (12 pairs)
T6
T7
T8
T9

Intercostal
(thoracic) nerves

Lumbar enlargement
T10
T11
T12

Subcostal nerve
(intercostal nerve 12)

First lumbar vertebra


Conus medullaris

L1

LUMBAR PLEXUS (L1L4):


Iliohypogastric nerve
Ilioinguinal nerve
Genitofemoral nerve
Lateral femoral
cutaneous nerve

L2
LUMBAR NERVES (5 pairs)
L3

Cauda equina

L4

Femoral nerve
Obturator nerve

L5

Ilium of hip bone

S1
S2

SACRAL PLEXUS (L4S4):


Superior gluteal nerve
Inferior gluteal nerve

S3

Sacrum
SACRAL NERVES (5 pairs)

S4

Sciatic nerve:
Common fibular
nerve
Tibial nerve

S5
COCCYGEAL NERVES (1 pair)

Posterior cutaneous
nerve of thigh
Pudendal nerve
Posterior view of entire spinal cord and portions of spinal nerves

What portion of the spinal cord connects with nerves of the upper limbs?

Gambar 9. Radix Nervus Spinalis. Sumber : Tortora GJ, Derrickson B. Chapter


13: The Spinal Cord and Spinal Nerves. Principles of Anatomy and Physiology.
12th ed. United States of America: John Wiley & Sons, Inc; 2009. (10)

20

Di sepanjang medulla spinalis melekat 31 pasang nervus spinalis melalui


radix anterior atau motorik, dan radix posterior atau sensorik. Masing masing
radix melekat pada medulla spinalis melalui sederetas radices (radix kecil), yang
terdapat di sepanjang segmen medulla spinalis yang sesuai. Setiap radix
mempunyai sebuah ganglion radix posterior, yang axon sel selnya memberikan
serabut serabut saraf perifer dan pusat (6).
Radix nervus spinalis berjalan dari masing masing segmen medulla
spinalis ke foramen intervertebralis yang sesuai, tempat keduanya menyatu
membentuk nervus spinalis. Di sini serabut serabut motorik dan sensorik
bercampur, sehingga setiap saraf spinal terdiri atas campuran serabut motorik dan
sensorik. Setelah keluar dari foramen intervertebrale, masing masing nervus
spinalis segera bercabang dua menjadi ramus anterior yang besar dan ramus
posterior yang lebih kecil, yang keduanya mengandung serabut serabut motorik
dan sensorik (6).
3.1.10 PENYAKIT DAN FORAMINA INTERVERTEBRALIS
Foramina intervertebralis dilalui oleh nervus spinalis, arteri arteri dan
vena vena segmental kecil, yang seluruhnya terbungkus oleh jaringan areolar.
Tiap tiap foramen dibatasi di atas dan di bawah oleh pediculus vertebrae yang
berdekatan, di depan oleh bagian bawah corpus vertebrae dan di belakang oleh
processus articularis dan sendi di antaranya. Dalam kondisi seperti ini, nervus
spinalis menjadi amat rentan dan dapat tertekan atau iritasi oleh penyakit dari
struktur struktur di sekitarnya. Hernia discus intervertebralis, fractura corpus
vertebrae, dan osteoarthritis sendi sendi processus articularis atau sendi sendi
antar corpus vertebrae, semuanya dapat menekan, menarik, atau menimbulkan
edema pada nervus spinalis yang baru keluar. Tekanan itu akan menimbulkan
nyeri dermatom, kelemahan otot, dan mengurangi atau menghilangkan refleks (6).

21

Ringkasan Tanda Tanda Penting yang Ditemukan pada Sindrom Radix Cervicalis
dan Lumbosacralis (6)
Radix yang
cedera
C5

C6

Nyeri Dermatom

Otot otot yang

Pergerakan

Refleks yang

disuplai

yang lemah

Terkena

Aspek lateral

m. deltoideus dan

bawah lengan atas

m. biceps humeri

Aspek lateral
lengan bawah

Abduksio
bahu, fleksi

Biceps

siku

m. extensor carpi

Ekstensor

radialis longus

pergelangan

dan brevis

tangan

Brachioradialis

Ekstensio
C7

Jari tengah

m. triceps brachii

siku dan

dan m. flexor

fleksi

carpi radialis

pergelangan

Triceps

tangan
m . flexor
C8

Aspek Medial

digitorum

lengan bawah

superficialis dan

Fleksi jari

Tidak ada

profundus
L1

Lipat paha

m. iliopsoas
m. iliopsoas, m.

L2

Aspek anterior
tungkai atas

Sartorius, dan
otot otot
adductor
articulatio coxae

L3

Fleksi
panggul
Fleksi
panggul,
adduksio

Cremaster

panggul

m. iliopsoas, m.

Fleksi

Sartorius, m.

panggul,

Aspek medial

quadriceps, dan

ekstensi

lutut

otot otot

lutut,

adductor

adduksio

articulatio coxae

panggul

22

Cremaster

Patellar

L4

Aspek medial
betis

m. tibialis
anterior, m.
quadriceps

Inversio
kaki,
ekstensio

Patellar

lutut
Ekstensio

Aspek lateral
L5

tungkai bawah
dan dorsum pedis

m. extensor

ibu jari

hallucis longus,

kaki,

m. extensor

dorsofleksi

digitorum longus

pergelangan

Tidak ada

kaki

S1

Pinggir lateral
kaki

Plantarfleks

m.
gastrocnemius,
m. soleus
m. flexor

S2

Bagian posterior

digitorum longus,

paha

m. flexor hallucis
longus

io
pergelangan
kaki

Refleks
pergelangan
kaki

Plantarfleks
io
pergelangan

Tidak ada

kaki, fleksio
ibu jari kaki

Tabel 3. Ringkasan Tanda Tanda Penting yang Ditemukan pada Sindrom Radix
Cervicalis dan Lumbosacralis

23

3.2 SPONDILITIS TUBERKULOSA (POTTS DISEASE)


3.2.1 SEJARAH
Seorang ahli bedah inggris bernama Sir Percival Pott pada tahun 1782
Mycobacterium

263

pertama kali menjelaskan tentang, Tuberkulosis spinal, spondilitis tuberkulosa,


Tuberculosis Bacteria (TB)

tatalaksana operasi dan komplikasi abses paravertebral. Sehingga penyakit


History. The tuberculosis bacteria complex includes the species Mycobacte-

spondilitis
tuberkulosa
dikenal
dengan
Penyakit
Pott (PottsThe
disease)
rium tuberculosis,
M.juga
bovis,
and the
rarenama
species
M. africanum.
clinical

(4)etiology of tuberculosis, a disease long known to man, was worked out in

1982 by R. Koch based on regular isolation of pathogens from lesions. Tuberculosis


is unquestionably
among
the ditemukan
most intensively
studied
all tahun
human
Gambaran
klinis serupa
juga telah
pada mumi
mesirofdari
diseases. In view of the fact that tuberculosis can infect practically any organ
in the
body,
is understandable
why
a number
of other
clinical disciplines
4000
SM.
Hasilit DNA
dari lesi vertebra
dari
mumi tersebut
mengidentifikasikan
profit from these studies in addition to microbiology and pathology.

Mycobacterium
tuberculosis (5).
Morphology and culturing. TB are slender, acid-fast rods, 0.4 lm wide, and
34 lm long, nonsporing and nonmotile. They can be stained with special
agents (Ziehl-Neelsen, Kinyoun, fluorescence, p. 212f.) (Fig. 4.12a).

3.2.2 ETIOLOGI
Mycobacterium Tuberculosis
Fig. 4.12 a Ziehl-Neelsen staining
of a urine preparation: Fine, red,
acid-fast rods, which tend to stick
together. Clinical diagnosis: renal
tuberculosis.
b Culture of M. tuberculosis on
egg nutrient substrate according to
Lo
wenstein-Jensen: after four weeks
of incubation rough, yellowish, cauliflowerlike colonies.

Gambar 10. Mycobacterium tuberculosis. Sumber : Kayser FH, Bienz KA, Eckert
Kayser,
Medical Microbiology
2005 Thieme
J,
Zinkernagek
RM. Bacteriology:
Mycobacterium. Medical Microbiology.
All rights reserved. Usage subject to terms and conditions of license.

Germany: Georg Thieme Verlag; 2005. p. 262 264. (11)

24

Genus

Mycobacterium

tuberculosis

termasuk

dalam

famili

Mycobacteriaceae. Mycobacteria merupakan bakteri Gram positif, meskipun


bakteri ini tidak terlalu baik dalam pewarnaan Gram. Penjelasan untuk hal
tersebut adalah bahwa sel tersebut memiliki struktur dinding sel yang kaya akan
lemak dan tidak mudah ditembus dengan pewarnaan basa. Dalam tahap apapun,
ketika Mycobacteria telah terwanai, warna pada bakteri tersebut akan sulit untuk
dihilangkan, bahkan dengan menggunakan HCl alcohol. Untuk alasan tersebut,
bakteri ini disebut bakteri tahan asam (11).
Pertama kali bakteri Mycobacterium tuberculosis ditemukan oleh Robert
Koch pada tahun 1982, melalui isolasi dari lesi patogen. Secara morfologi,
Mycobacterium tuberculosa berbentuk batang, tahan asam, dengan lebar 0,4 m
dan panjang sekitar 3 4 m, tidak berspora dan tidak motil. Bakteri ini dapat
terwarnai dengan pewarnaan khusus (Ziehl Neelsen, Kinyoun, Floresensi) (11).
Mycobacterium tuberculosa merupakan bakteri anaerob obligat dan dapat
tumbuh pada medium yang kaya akan lemak. Waktu pertumbuhan bakteri ini kira
kira sekitar 12 18 jam. Berbagai karakteristik dari Mycobacterium tuberculosa
terdapat pada struktur dinding selnya yang terdiri dari lapisan lemak (glikolipid,
asam mycolic, mycosida, dan wax D) (11).
3.2.3 EPIDEMIOLOGI
Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan di seluruh dunia, serta
terdapat permasalahan baru seperti semakin meningkatnya kejadian HIV dengan
infeksi penyerta tuberkulosis, terdapat juga kasus resistensi terhadap obat obatan
tuberkulosis, dan buruknya akses kesehatan tuberkulosis pada populasi rentan.
Pada tahun 2006, WHO (World Health Organization/Badan Kesehatan Dunia)
mengembangkan strategi komprehensif untuk mengendalikan infeksi tuberkulosis,
yang dirancang untuk menghentikan penyebaran infeksi penyerta tuberkulosisHIV dan kasus resistensi multi-drugs. Dengan adanya strategi ini, diharapkan
terjadi penghentian secara epidemik kasus infeksi tuberkulosis pada tahun 2015
(1).

Pada tahun 2010, kejadian tuberkulosis ekstra paru pada wilayah eropa,
terjadi pada 65.783 kasus atau sekitar 17% dari seluruh kejadian kasus

25

tuberkulosis di wilayah eropa (388.875 kasus). Proporsi kejadian tuberkulosis


ekstra paru tidak berubah selama 4 tahun (2).
Tuberkulosis spinal umum ditemukan pada negara berkembang dimana
prevalensi kasus tuberkulosis paru lebih sering terjadi akibat dari buruknya nutrisi
dan sanitasi lingkungan. Tuberkulosis spinal mengisi hampir sekitar 50% kasus
dari tuberkulosis tulang, sekitar 15% dari seluruh kasus tuberkulosis
ekstrapulmonar, dan sekitar 1% - 2% dari seluruh kasus tuberkulosis (5).
Tuberkulosis spinal atau yang lebih dikenal sebagai penyakit Pott,
merupakan salah satu bentuk dari infeksi tuberkulosis ekstrapulmonar yang
jumlah kasusnya masih tidak diketahui secara pasti. Kifosis dapat terjadi melalui
proses infeksi akibat destruksi progresif colum anterior spinal. Angka kejadian
defisit neurologis juga didapatkan tinggi pada penyakit Pott, dengan laju sekitar
10% - 20% kasus pada negara maju dan 20% - 40% pada negara berkembang (1).
3.2.4 PATOGENESIS
Kerusakan oleh basil tuberkulus dimulai dari tulang lunak dan menyebar
sampai ke korteks tulang. Proses peradangan secara lambat menyebar ke vertebra
melalui diskus vertebra. Ketika proses infeksi berkembang ke tahap lebih lanjut,
secara cepat terjadi kolaps dari tulang vertebra dan menghasilkan bentuk kifosis
dan gibbus. Awal dari timbulnya gejala penyakit tidak secara nyata terlihat pada
tuberkulosis spinal dan progresivitas penyakit berjalan lambat (5).
Kebanyakan kasus tuberkulosis spinal yang dilaporkan terjadi pada
vertebra bagian thoraks dan area thoraco-lumbar, sementara tuberkulosis spinal
pada daerah cervical lebih jarang ditemukan. Perjalanan infeksi dari tuberkulosis
diawali dengan infeksi melalui traktus respiratorius yang menyebar melalui
peredaran darah. Penyebaran hematologik sekunder dapat juga terjadi dari fokus
infeksi lainnya pada tubuh. Bentuk penyebaran lainnya dapat terjadi melalui
sistem limfatik, biasanya melibatkan nodus limfatikus para-aorta (5).
Penyakit Pott dapat disebabkan oleh penyebaran langsung melalui
drainase limfatik dari fokus infeksi, penyebaran intrakanalikular, atau invasi
langsung dalam tahap bakteremik dari penyakit (4).

26

Spondilitis tuberkulosis biasanya mengenai corpus vertebra, tetapi jarang


menyerang arkus vertebra. Spondilitis corpus vertebra dibagi menjadi tiga bentuk
(12)

:
1. Bentuk sentral corpus vertebra. Bentuk ini sering ditemukan pada anak.
2. Bentuk paradiskus, terletak di bagian corpus vertebra yang bersebelahan
dengan diskus intervertebralis. Bentuk ini sering ditemukan pada orang
dewasa.
3. Bentuk anterior, dengan lokus awal di corpus vertebra bagian anterior,
merupakan penjalaran perkontinuitatum dari vertebra di atasnya.
Nekrosis dengan pengijuan membentuk nanah yang menjadi abses dingin.

Destruksi tulang mengakibatkan patah tulang kompresi.


Kumar membagi perjalanan penyakit ini ke dalam 5 stadium (13) :
1. Stadium implantasi
Setelah bakteri berada dalam tulang,maka bila daya tahan tubuh penderita
menurun, bakteri akan berduplikasi membentuk koloni yang berlangsung
selama 6-8 minggu. Keadaan ini umumnya terjadi pada daerah paradiskus
dan pada anak anak umumnya pada daerah sentral vertebra.
2. Stadium destruksi awal
Setelah stadium implantasi, selanjutnya terjadi destruksi korpus vertebra
serta penyempitan yang ringan pada diskus. Proses ini berlangsung selama 36 minggu.
3. Stadium destruksi lanjut
Pada stadium ini terjadi destruksi yang masif, kolaps vertebra dan
terbentuk massa kaseosa serta pus yang berbentuk cold abses (abses dingin),
yang terjadi 23 bulan setelah stadium destruksi awal. Selanjutnya dapat
berbentuk sekuestrum serta kerusakan diskus intervertebralis. Pada saat ini
terbentuk tulang baji terutama di sebelah depan (wedging anterior) akibat
kerusakan korpus vertebra yang menyebabkan terjadinya kifosis atau gibus.
4. Stadium gangguan neurologis
Gangguan neurologis tidak berkaitan dengan beratnya kifosis yang terjadi,
tetapi terutama ditentukan oleh tekanan abses ke kanalis spinalis. Gangguan

27

ini ditemukan 10 % dari seluruh komplikasi spondilitis tuberkulosa. Vertebra


torakalis mempunyai kanalis spinalis yang kecil sehingga gangguan
neurologis lebih mudah terjadi pada daerah ini. Bila terjadi gangguan
neurologis maka perlu di catat derajat kerusakan paraplegia yaitu :
Derajat I : Kelemahan pada anggota gerak bawah terjadi setelah
melakukan aktivitas atau setelah berjalan jauh. Pada tahap
ini belum terjadi gangguan saraf sensoris.
Derajat II : Terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah tapi
penderita masih dapat melakukan pekerjaannya
Derajat III : Terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah yang
membatasi gerak / aktivitas penderita serta hipestesia /
anestesia
Derajat IV : Terjadi gangguan saraf sensoris dan motoris disertai
gangguan defekasi dan miksi. Tuberkulosis paraplegia
atau pott paraplegia dapat terjadi secara dini atau lambat
tergantung dari keadaan penyakitnya.
Pada penyakit yang masih aktif, paraplegia terjadi oleh karena tekanan
ekstradural dari abses paravertebral atau akibat kerusakan langsung sumsum
tulang belakang oleh adanya granulasi jaringan. Paraplegia pada penyakit
yang sudah tidak aktif/sembuh terjadi oleh karena tekanan pada jembatan
tulang kanalis spinalis atau oleh pembentukan jaringan fibrosis yang progresif
dari jaringan granulasi tuberkulosa. Tuberkulosa paraplegia terjadi secara
perlahan dan dapat terjadi destruksi tulang disertai angulasi dan gangguan
vaskuler vertebra. Derajat I-III disebut sebagai paraparesis dan derajat IV
disebut sebagai paraplegia.
5. Stadium deformitas residual
Stadium ini terjadi kurang lebih 35 tahun setelah timbulnya stadium
implantasi. Kifosis atau gibus bersifat permanen oleh karena kerusakan
vertebra yang masif di sebelah depan.

28

3.2.5 GAMBARAN KLINIS


Banyak faktor faktor yang mempengaruhi gambaran klinis dari penyakit
Pott. Termasuk diantaranya adalah, tahapan klinis dari penyakit, lokasi pada
bagian spinal yang mengalami proses infeksi dan kehadiran dari komplikasi,
seperti defisit neurologis, abses paravertebral dan sinus (4).
Gambaran klasik dari penyakit Pott adalah spondilodiscitis, merupakan
kombinasi dari osteomyelitis vertebra, spondilitis dan discitis yang berhubungan
dengan adanya destruksi 2 atau lebih segmen - segmen tulang belakang dengan
atau tanpa massa paravertebra (4).
Gejala pertama dan yang paling umum dari penyakit Pott adalah nyeri
punggung, kemudian diikuti dengan adanya demam. Nyeri pinggang atau
punggung terjadi akibat reaksi inflamasi di vertebra dan sukar dibedakan dengan
nyeri akibat penyakit degeneratif karena biasanya keadaan umum penderita masih
baik. Pada foto Rontgen belum didapat kelainan. Bila proses berlanjut, terjadi
destruksi vertebra yang akan terlihat pada foto Rontgen. Jika terjadi kompresi,
pada pemeriksaan klinis dapat ditemukan gibus. Selanjutnya, akan terbentuk
nekrosis yang lebih banyak berupa abses dan debris. Abses dengan debris makin
banyak dan akan keluar dari vertebra mencari lokasi dengan tahanan paling
lemah. Di vertebra lumbal abses akan turun ke bawah melalui sela aponeurosis
otot psoas dan berhenti di retroperitoneal yang teraba pada palpasi abdomen.
Abses psoas ini terlihat pada foto Rontgen sebagai bayangan batas otot psoas
yang kabur atau bayangan sklerotik di paravertebra berbentuk lonjong lancip.
Abses dapat turun di regio inguinal dan teraba sebagai benjolan yang perlu
dibedakan dengan hernia femoralis. Gejala awal paraplegia pada tuberkulosis
tulang belakang dimulai dengan keluhan kaki terasa kaku atau lemah, atau
penurunan koordinasi tungkai (4,12).
Komplikasi yang biasa terjadi pada penyakit Pott adalah deformitas
kifosis, instabilitas spinal, dan defisit neurologis. Tanda dari defisit neurologis
bergantung dari tingkat korda spinal yang terkena atau akar saraf yang
berhubungan. Defisit yang biasa terjadi dapat berupa hemiparesis, paraplegia
sampai quadriplegia. Pasien mungkin mengalami keluhan demam, menggigil,
penurunan berat badan, dan gejala non spesifik lainnya. Paraplegia dan

29

paraparesis dapat merupakan tanda pertama dari adanya penyakit pada tulang
belakang. Durasi keluhan dapat terjadi dari beberapa minggu sampai beberapa
bulan bahkan tahun (4).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Ahmed et al., 2013 dengan metode
penelitian cross-sectional terhadap 100 orang sudan di Rumah Sakit Pendidikan
Khartoum dan Rumah Sakit Pendidikan Shaab pada periode tahun 2008 2010.
Penelitian tersebut bertujuan untuk menjelaskan berbagai variasi gambaran klinik
dari penyakit Pott. Dari penelitian tersebut didapatkan hasil sebagai berikut :
Gejala

Frekuensi

Anestesia Tungkai bawah

72

72

Kebas Tungkai bawah

70

70

Kelemahan Batang tubuh

46

46

Root Pain

44

44

Nyeri Otot

22

22

Spasme Fleksi

16

16

Hiperestesia Kaki

Tabel 4. Gambaran Klinis dan Frekuensi terjadinya pada Spondilitis Tuberkulosa


3.2.6 DIAGNOSIS
Diagnosis dari tuberkulosis spinal mungkin sulit untuk dibuat, terutama
ketika terdapat gambaran atipikal seperti nerve palsy, hemiparesis, atau
quadriparesis seperti yang dapat terjadi akibat kompresi cervical atas. Gambaran
tersebut juga dapat disebabkan oleh penyakit cerebrovaskular (4).
Gejala yang mendukung diagnosis spondilitis tuberkulosis adalah nyeri
yang meningkat pada malam hari makin lama makin berat, terutama pada
pergerakan. Kemudian, terbentuk gibus dan laju endap darah meninggi (11).
Tes Mantoux dilaporkan ditemukan positif pada 62 100% kasus
tuberkulosis spinal. Pemeriksaan radiologi merupakan pemeriksaan yang sangat
penting pada tuberkulosis spinal. Radiografi konvensional akan memberikan
gambaran, CT Scan dapat memperlihatkan adanya lesi disco-vertebral dan abses

30

paravertebra, sementara MRI sangat berguna untuk menentukan penyebaran dari


penyakit pada jaringan lunak dan canalis spinalis (5).
Foto polos radiologi dapat memperlihatkan adanya lesi osteolisis vertebra
dan penyempitan diskus intervertebralis. CT scan dapat menunjukkan gambaran
abnormalitas pada tulang belakang lebih dini dibandingkan foto polos radiologi.
Bentuk destruksi tulang dapat berupa fragmen pada 47% kasus, osteolitik pada
34% kasus, terlokalisir dan sklerotik pada 10% kasus, dan subperiostal pada 30%
kasus. Gambaran lainnya yang dapat diperoleh melalui CT Scan meliputi
keterlibatan jaringan lunak dan abses jaringan paraspinal. MRI merupakan alat
diagnostik terbaik pada kasus tuberkulosis spinal. Pemeriksaan ini lebih sensitif
dibandingkan radiologi dan lebih spesifik daripada CT Scan (5).
Diagnosis banding dari tuberkulosis spinal termasuk osteomyelitis
Staphylococcus aureus, brucellosis, actinomycosis, candida, histoplasmosis,
blastomycosis, multipel myeloma, dan granuloma eosinofilik (5).
3.2.7 TERAPI
Pengobatan tuberkulosis spinal yang utama adalah dengan pemberian obat
anti tuberkulosis (OAT). Pada penelitian klinik yang dilakukan oleh MRC
(Medical Research Council), secara umum didapatkan bukti bahwa operasi Hong
Kong (debridement radikal dan strut grafting) menghasilkan laju fusi, deformitas
spinal, dan kekambuhan timbulnya abses dan sinus yang rendah dan jangka
panjang. Meskipun, pasien yang diterapi dengan hanya obat anti tuberkulosis atau
debridement simpel masih dapat mengalami komplikasi seperti reaktivasi dari
penyakit, kifosis berat, serta dapat mengalami paraplegia dan nyeri punggung,
Perbaikan dari deformitas kifosis berat hanya dapat dilakukan dengan osteotomi
3-colum spinal, dan reseksi colum vertebra posterior (1).
Tuberkulosis tulang diterapi selama 12 bulan, menggunakan 4 kombinasi
terapi yang terdiri dari Isoniazid, Rifampisin, Pirazinamid, dan Ethambutol dan
diberikan selama 2 bulan pertama, yang kemudian dilanjutkan selama 10 bulan
dengan pemberian Isoniazid dan Rifampisin. Pengawasan terapi langsung (DOT =
Direct Observation Therapy) direkomendasikan untuk meningkatkan kepatuhan
terapi (5).

31

"#$%&'( (')*%('+ "#('(,,-+'(,'( .-/#01-+%)*)

234 56789:4 ;9<8=;4 >9?@4 AB;=89?4 C96:4 8=<B:4 D=ABEB;4 D=:B?@@94 F=7<=GB9?4 H<9;4
7=?C9AB4D=A=G:9?94A9?47=?B?@E9;E9?4E=F9;6:9?4F9DB=?44
44
Paduan OAT dan peruntukannya.
a. Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)
"9A69?4%'.4B?B4AB<=GBE9?46?;6E4F9DB=?4<9G6I4
4 "9DB=?4<9G64./4F9G64/.'4FHDB;BJK4
4 "9DB=?4./4F9G64/.'4?=@9;BJ4JH;H4;HG9ED4FHDB;BJ44
4 "9DB=?4./4=ED;G94F9G6
Tabel 4.2a. Dosis untuk paduan OAT KDT untuk Kategori 1
/=G9;4/9A9?4

.9:9F4*?;=?DBJ4
;B9F4:9GB4D=89794LM4:9GB44
0NO#4PQLRSTLSURRS!TL34

.9:9F4+9?C6;9?4
24E98B4D=7B?@@64D=89794QM47B?@@64
0N4PQLRSQLR344

2R4V42T4E@4
2W4V4LU4E@4
LL4V4TR4E@4
4TQ4E@4

!4;9<8=;4U1$.4
24;9<8=;4U1$.4
U4;9<8=;4U1$.4
L4;9<8=;4U1$.4

!4;9<8=;4!1$.4
24;9<8=;4!1$.4
U4;9<8=;4!1$.4
L4;9<8=;4!1$.4

Tabel 4.2b. Dosis paduan OAT-Kombipak untuk Kategori 1


$HDBD4F=G4:9GB4S4E98B4
.9:9F4
"=?@H<9;9?4
*?;=?DBJ4
+9?C6;9?4

+9794
"=?@H<9;9?4
!4/689?4
U4/689?4

.9<8=;4
*DH?B9DBA4
X42RR47@G4

19F8=;4
0BJ97FBDB?4
X4ULR47@G4

.9<8=;44
"BG9YB?97BA4
X4LRR47@G4

.9<8=;4
#;97<6;H84
X4!LR47@G4

56789:4
:9GBSE98B4
7=?=89?4
H<9;4

Q4
!4

Q4
Q4

24
Z4

24
Z4

LM4
UW4

b. Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)

Tabel"9A69?4
5. Panduan
Obat Anti
pada Tuberkulosa
Ekstra Paru.
%'.4 Terapi
B?B4 AB<=GBE9?4
6?;6E4Tuberkulosis
F9DB=?4 /.'4 FHDB;BJ4
>9?@4 ;=89:4 ABH<9;B4
D=<=867?>9I4

Sumber
: Aditama TY, Kamso S, Basri C, Surya A, editors. Pedoman Nasional
4 "9DB=?4E97<6:4
4 "9DB=?4@9@984

Penanggulangan
Tuberkulosis. 2nd ed. Departemen Kesehatan Republik
4 "9DB=?4A=?@9?4F=?@H<9;9?4D=;=89:4F6;6D4<=GH<9;4Pdefault34
(3)
Tabel 4.3a.
Indonesia; 2007.

Dosis untuk paduan OAT KDT Kategori 2

.9:9F4*?;=?DBJ4
.9:9F4+9?C6;9?4
;B9F4:9GB4
24E98B4D=7B?@@64
0NO#4PQLRSTLSURRS!TL34[4)4
0N4PQLRSQLR34[4#PURR34
)=89794!W4
)=89794LM4:9GB4
D=89794!R47B?@@64
Indikasi dilakukannya
terapi operatif pada
:9GB4 pasien spondilitis tuberkulosa
2RZ2T4E@4
!4;9<4U1$.44
!4;9<4U1$.4
!4;9<4!1$.44
[4LRR47@4);G=F;H7BDB?4B?CK4
[4!4;9<4#;97<6;H84
adalah adanya paraparesis
lanjut (kekuatan motorik kurang
dari 3/5 pada skala
2WZLU4E@4
24;9<4U1$.4
24;9<4U1$.4
24;9<4!1$.4
[424;9<4#;97<6;H84
MRC), khususnya[4TLR47@4);G=F;H7BDB?4B?CK4
pada pasien berusia muda, terdapatnya
deformitas kifosis,
LLZTR4E@4
U4;9<4U1$.4
U4;9<4U1$.4
U4;9<4!1$.4
(14).
/=G9;4
/9A9?4

adanya defisit neurologis serta terdapatnya nyeri yang signifikan

!!

Bedah kostotransversektomi yang dilakukan berupa debrideman dan


penggantian corpus vertebra yang rusak dengan tulang spongiosa atau kortikospongiosa. Tulang ini sekaligus berfungsi menjembatani vertebra yang sehat, di
atas dan di bawah yang terkena tuberkulosis. Pada paraplegia, terapi ini dilakukan
untuk dekompresi medulla spinalis. Keuntungan tindakan bedah yaitu dapat
menentukan diagnosis dengan pemeriksaan mikrobiologis dan patologi serta
mengintensifkan terapi medis. Untuk menghindari komplikasi timbulnya
tuberkulosis milier sesudah atau selama pembedahan, masa prabedah perlu diberi
antituberkulosis selama satu sampai dua minggu (12).
Terapi operatif dari tuberkulosis spinal sekarang ini frekuensinya semakin
berkurang, bahkan pada pasien dengan kompresi corda spinalis sekalipun (5).

32

BAB 4
PEMBAHASAN
DEPARTEMEN ILMU BEDAH
RSPAD GATOT SOEBROTO

4.1 Subjective
Keluhan nyeri punggung terutama yang dirasakan pada bagian bawah oleh
pasien dapat disebabkan oleh berbagai sebab. Kebanyakan disebabkan oleh
penyakit pada tulang belakang seperti Tegang pada otot tulang belakang, herniasi
diskus, fraktur kompresi, stenosis lumbalis, osteoartritis, spondilolistesis dan lain
lain.
Keluhan tersebut sudah dirasakan sejak 2 tahun yang lalu, dan nyeri
dirasakan terkadang menjalar ke tungkai bawah. Dari pengakuan pasien, pasien
telah mencari pengobatan untuk keluhannya tersebut ke dokter. Dan dokter awal
mendiagnosis yang dalam bahasa awam pasien menyebutnya dengan saraf kejepit.
Dan pasien di sarankan untuk melakukan pemeriksaan MRI. Obat obatan yang
diberikan dari dokter awal adalah anti nyeri. Akan tetapi, keluhan pada pasien
masih tetap dirasakan. Akhirnya pasien berobat ke dokter yang berbeda dan
dilakukan pemeriksaan ulang.
Pasien menjelaskan masih bisa beraktifitas serta tidak terdapat perubahan
pada pola defekasi dan miksinya, yang berarti defisit neurologis yang terjadi
merupakan derajat II (paraparesis).
Pasien menyangkal pada riwayat penyakit dulu pernah mengalami
penyakit tuberkulosis dan juga menyangkal adanya trauma. Pasien bekerja sebagai
bidan disalah satu rumah sakit ibu dan anak di Jakarta. Dan tinggal bersama suami
di daerah Jakarta pusat. Dari bidang pekerjaan, pasien sangat rentan untuk
terinfeksi dengan kuman Mycobacterium tuberculosa, yang dapat ditularkan dari
pasien di tempatnya bekerja.

33

4.2 Objective
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan status generalis dalam batas
normal. Namun, terdapat penurunan kekuatan motorik pada kedua tungkai bawah
dengan nilai 4 dari 5. Tidak terdapat gibus maupun deformitas kifosis pada
pasien.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan pada laju endap
darah yang biasanya meningkat pada infeksi, proses inflamasi, osteomyelitis,
maupun kerusakan jaringan.
Pada pemeriksaan Rontgen dada, terdapat gambaran fibrosis di apex paru
kiri kanan yang merupakan gambaran TB paru lama. Dan dari hasil pemeriksaan
Rontgen Lumbosakral didapatkan adanya fraktur kompresi akibat destruksi dari
corpus vertebra L4 L5 dan suspek massa paravertebra. Kemudian pasien
melakukan pemeriksaan MRI Lumbal dan didapatkan hasil terdapat abses yang
meluas terutama ke daerah psoas kiri dan terdapat destruksi corpus vertebra Th 9
Th 12 dan L4 L5 yang memberikan kesan Spondilitis thoracolumbalis. Tak
tampak tanda HNP maupun kesan stenosis canalis spinalis. Sehingga keluhan
yang timbul dan penurunan kekuatan motorik pada pasien bukan disebabkan oleh
HNP maupun stenosis canalis spinalis, akan tetapi lebih karena spondilitis.

4.3 Assessment
Diagnosis akhirnya dibuat berdasarkan anamnesis keluhan pasien,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang laboratorium serta pemeriksaan
radiologi dan MRI. Pasien didiagnosa dengan Spondilitis Tuberkulosa (Penyakit
Pott).

4.4 Planning
Pada kasus, pasien diberikan 3 macam terapi antituberkulosis yaitu
pirazinamid, isoniazid, dan rifampisin. Namun, dari tinjauan pustaka diketahui
bahwa pengobatan tuberkulosis ekstra paru, termasuk spondilitis tuberkulosa
adalah dengan pemberian obat anti tuberkulosis, berupa 4 kombinasi terapi yang
terdiri dari isoniazid, rifampisin, pirazinamid, dan ethambutol yang diberikan

34

pada tahap intensif selama 2 bulan pertama, dan dilanjutkan dengan pemberian
terapi rifampisin dan isoniazid pada tahap lanjutan selama 4 bulan, namun dalam
referensi yang lain disebutkan tahap lanjutan diberikan selama 10 bulan.
Pasien juga direncanakan untuk dilakukan operasi, karena sudah
memenuhi indikasi dilakukan operasi. Indikasi tersebut adalah adanya paraparesis
lanjut (kekuatan motorik kurang dari 3/5 pada skala MRC), khususnya pada
pasien berusia muda, terdapatnya deformitas kifosis, adanya defisit neurologis
serta terdapatnya nyeri yang signifikan. Keuntungan tindakan bedah yaitu dapat
menentukan diagnosis dengan pemeriksaan mikrobiologis dan patologi serta
mengintensifkan terapi medis.

35

DAFTAR PUSTAKA
1. Pellise F, editor. Tuberculosis and Potts disease, still very relevant health
problems. Eur Spine J 2013 22 Suppl 4S527S528. 2012 Oct 9;
2. Dara M, Dadu A, Kremer K, Zaleskis R, Kluge HHP. Epidemiology of
Tuberculosis in WHO European Region and Public Health Response. Eur
Spine J 2013 22 Suppl 4S559S555. 2012;
3. Aditama TY, Kamso S, Basri C, Surya A, editors. Pedoman Nasional
Penanggulangan Tuberkulosis. 2nd ed. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia; 2007.
4. Ahmed EG, Elbadawi NEE, Ibrahim EK, Mohammed MM. Clinical
Presentation of Potts disease of the Spine in Adult Sudanese Patients. J Med
Microb Diagn 2. 2013;
5. Mbata GC, Ofondu E, Ajuonuma B, Asodike VC, Chukwumam D. Case
Report: Tuberculosis of the Spine (Potts disease) presenting as hemiparesis.
Afr J Respir Med. 2012 Sep;8 No 1.
6. Snell RS. Bab 12: Punggung. In: Hartanto H, Listiawati E, Suyono YJ,
Susilawati, editors. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran (Clinical
Anatomy for Medical Student). 6th ed. Jakarta: EGC; 2006.
7. Putz R, Pabst R, editors. Chapter 1: Back. SOBOTTA: Atlas of Human
Anatomy. 14th ed. Munich: Elsevier; 2006.
8. Hansen JT, Lambert DR. Chapter 2: Back. Netters Clinical Anatomy. 1st ed.
Elsevier; 2005.
9. Agur AMR, Dalley II AF. Chapter 4: Back. Grants Atlas of Anatomy. 12th
ed. Lippincott Williams & Wilkins; 2009.

36

10. Tortora GJ, Derrickson B. Chapter 13: The Spinal Cord and Spinal Nerves.
Principles of Anatomy and Physiology. 12th ed. United States of America:
John Wiley & Sons, Inc; 2009.
11. Kayser FH, Bienz KA, Eckert J, Zinkernagek RM. Bacteriology:
Mycobacterium. Medical Microbiology. Germany: Georg Thieme Verlag;
2005. p. 262 264.
12. Sjamsuhidajat R, de Jong W, editors. Bab 40: Sistem Muskuloskeletal. Buku
Ajar Ilmu Bedah. 2nd ed. Jakarta: EGC; 2004.
13. Widiharso WE. Spondilitis Tuberkulosis (Penyakit Pott) [Internet]. Spondilitis
Tuberculosis (Penyakit Pott). 2011 [cited 2014 Feb 9]. Available from:
http://www.dokterbedahtulang.com/?mn=101&id=15&i=SPONDILITIS+TU
BERCULOSIS+(PENYAKIT+POTTS)
14. Enam SA, Shah AA. Treatment of Spinal Tuberculosis: Role of Surgical
Intervention. Pak J Neurol Sci 2006 1 3 145-51. 2006;

37

You might also like